Anda di halaman 1dari 42

1

JUDUL: Analisis Higher Order Thinking Skills Menggunakan Two Tier Multiple
Choice pada Mata Pelajaran IPA Kelas VI SD Negeri Pao-pao
Kabupaten Gowa.
I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dana proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu, pendidikan nasinal bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Guna mewujudkan tujuan dan fungsi Pendidikan, maka setiap lulusan Sekolah Dasar

(SD/MI) haruslah memiliki kompetensi minimal yang menunjang tujuan pendidikan

nasional. Berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada Peraturan Mentri

Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2016 untuk SD/MI setiap lulusan SD/MI harus

memiliki keterampilan berpikir dan bertindak kreatif, produktif, kritis, mandiri,

kolaboratif dan komukatif.

Kurikulum yang saat ini diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia yakni

Kuriklum 2013. Kurikulum ini memuat transformasi pendidikan yang sangat signifikan

1
2

yaitu adanya penguatan proses pembelajaran. Penguatan proses pembelajaran meliputi

kerangka kompetensi abad 21, proses pembelajaran yang mendukung kreativitas, dan

langkah pengutaan proses. Salah satu kompetensi abad 21 yang harus dmiliki oleh

peserta didik adalah berpikir kritis dan mengatasi masalah, artinya peserta didik

mampu meggunakan berbagai alasan seperti induktif atau deduktif untuk mengatasi

masalah. Berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan berperan

penting dalam perkembangan moral, sosial, mental, kognitif, dan sains. Menurut Carin

& Sund (Ramadhan, Dwijayanti dan Yulianti, 2018) kategori bepikir kritis di antaranya

mengevaluasi dan menganalisis yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kurikulum 2013 menekankan

pada pembentukan pola pikir peserta didik terutama berpikir kritis pada khususnya dan

berpikir tingkat tinggi pada umunya. Kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat

penting bagi peserta didik dalam menganalisa segala permasalahan yang dihadapinya.

Peserta didik dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi akan mudah menemukan cara

penyelesaian masalah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tajudin

(2016), bahwa peranan Higher Order Thinking Skills atau sering disebut HOTS lebih

baik dalam meningkatkan kognitif peserta didik dari rendah ke tingkat yang lebih tinggi

dalam konteks penyelesaian masalah. HOTS memainkan peranan penting dalam

pemahaman matematis dan penyelesaian masalah.

Namun, berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh PISA (OECD,2015) tentang

prestasi membaca, matematika dan sains. PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi
3

oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk

mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun,

siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi

dasar yaitu membaca, matematika dan sains. PISA mengukur apa yang diketahui siswa

dan apa yang dapat dia lakukan (aplikasi) dengan pengetahuannya. Tema survei digilir

setiap 3 tahun, tahun 2015 fokus temanya adalah kompetensi Sains. Hasil tes dan survey

PISA, yang pada tahun 2015 melibatkan 540.000 siswa di 70 negara, dianalisa dengan

hati-hati dan lengkap sehingga survey dan tes tahun berjalan baru bisa didapatkan pada

akhir tahun berikutnya. Jadi hasil literasi PISA 2015 baru bisa dirilis pada bulan

Desember 2016. Pada tes dan survey PISA 2015 diperoleh data bahwa Singapura

adalah negara yang menduduki peringkat 1 untuk ketiga materi sains, membaca, dan

matematika. Bagaimana dengan performa siswa-siswi Indonesia dari hasil tes dan

survey PISA 2015? Dari hasil tes dan evaluasi PISA 2015 performa siswa-siswi

Indonesia masih tergolong rendah. Berturut-turut rata-rata skor pencapaian siswa-siswi

Indonesia untuk sains, membaca, dan matematika berada di peringkat 62, 61, dan 63

dari 69 negara yang dievaluasi. Peringkat dan rata-rata skor Indonesia tersebut tidak

berbeda jauh dengan hasil tes dan survey PISA terdahulu pada tahun 2012 yang juga

berada pada kelompok penguasaan materi yang rendah. Melihat dari indikator utama

berupa rata-rata skor pencapaian siswa-siswi Indonesia di bidang sains, matematika,

dan sains memang mengkhawatirkan. Apalagi kalau yang dilihat adalah peringkat

dibandingkan dengan negara lain. Tersirat kekhawatiran kita tentang kemampuan daya

saing kita pada masa yang akan datang. Jangankan dibandingkan dengan Singapura
4

yang menjuarai semua aspek dan indikator penilaian, dengan sesama negara Asia

Tenggara yang lainpun kita tertinggal. Tercatat Vietnam yang jauh di peringkat atas

dan Thailand yang juga unggul di atas Indonesia. Pada sisi lain, peringkat Indonesia

sebenarnya naik dari hasil tes dan survey PISA 2012. Contohnya untuk bidang

matematika dari pada PISA 2012 berada di peringkat 64 dari 65 negara yang dievaluasi.

Kemudian, evaluasi yang dilakukan oleh TIMMS & PIRLS (2015), juga menunjukkan

hasil serupa. Indonesia berada pada peringkat 45 dari 56 negara peserta TIMSS. Hasil

ini mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi anak Indonesia masih

rendah untuk usia SD dan SMP.

Penyusunan alat evaluasi yang mengacu pada kemampuan berpikir tingkat

tinggi sangat perlu dikembangkan dan diujikan pada peserta didik terutama di jenjang

sekolah dasar dan menengah. Beberapa jenis tes yang bisa diterapkan yaitu tes objektif.

Salah satu tes objektif yag efektif untuk mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi

yaitu two tier multiple choice. Menurut Shidiq (2015), penilaian dapat menggunakan

instrumen two tier multiple choice untuk peningkatan HOTS. Two tier multiple choice

memiliki kelebihan dibandingkan dengan bentuk soal lain. Kelebihan two tier multiple

choice dibandingkan dengan multiple choice salah satunya adalah mengurangi eror

dalam pengukuran. Multiple choice dengan lima pilihan jawaban memiliki kesempatan

menjawab benar dengan cara menebak 20% sedangkan jika menggunakan tes two tier

multiple choice kesempatan menjawab benar dengan cara menebak hanya sebesar 4%.
5

Hal itu tentu akan memudahkan peneliti dalam pengumpulan data sekaligus validitas

data yang diperoleh.

Ada 4 penelitian yang dilakukan untuk mengembakan instrumen kemampuan

berpikir tingkat tinggi peserta didik. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain oleh

Lesmana (2016) tentang tentang profil kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik

SMA di Tangerang Selatan dengan materi Gaya Gravitasi dan Usaha Energi. Instrumen

penelitian berupa pilihan ganda bertingkat dua (two tier multiple choice). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa peserta didik SMAN 3 Tangerang Selatan mempunyai

kemampuan berpikir tingkat tinggi kategori tinggi, sedangkan peserta didik SMAN 1,

SMAN 5, SMAN 7 dan SMAN 10 pada kategori rendah. Haagen and Hopf juga

melakukan pengembangan instrumen two tier test untuk mengukur konsepsi peserta

didik materi optik geometri. Instrumen yang dikembangkan dinyatakan mampu untuk

mengukur konsepsi peserta didik. Kusuma et al. (2017) melakukan pengembangan

instrumen HOTS materi fluida statis. Instrumen dinyatakan valid dan bisa digunakan

untuk mengukur kemampuan faktual, prosedural, dan metakognitif pada peserta didik

SMA. Chen et al., (2003) mengembangkan istrumen two tier pada materi pembentukan

bayangan pada cermin datar. Instrumen dinyatakan valid dan reliabel. Sementara itu,

Rahmi (2016) menggunakan instrumen two tier pada materi termodinamika untuk

mengidentifikasi miskonsepsi peserta didik. Hasilnya 44,92% peserta didik mengalami

tidak paham konsep Termodinamika dan 55,08% peserta didik mengalami

miskonsepsi. Dari peneltian tersebut kenbanyakan mengukur pada mata pelajaran IPA.
6

IPA mempunyai karakteristik khusus unutk mempelajari kenyataan atau kejadian

fenomena alam serta hubungan sebab akibat, namun masih sangat jarang yang

melakukan penelitan pada peserta didik sekolah dasar atau menengah pertama.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Shidiq, dkk (2015). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa keals XI SMA

N 1 Surakarta pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Penelitian ini

menggunakan instrument penilaian Two-tier Multiple Choice untuk mengukur

keterampilan berpikir tingkat tinggi. Subjek utama dalam penelitian ini adalah 95 siswa

terdiri dari 3 kelas yang memiliki nilai rata-rata kelas tinggi, sedang dan rendah.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kesimpulan yang didapatkan adalah

sebanyak 7,4% siswa yang memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi sangat

rendah, 25,3% rendah, 52,7% sedang dan 14,7% tinggi.

Setiap peserta didik pada dasarnya mampu berpikir tetapi belum semua peserta

didik menggunakan kemampuan berpikirnya dengan baik dan maksimal. Seperti

halnya dengan peserta didik di SD Negeri Pao-pao, peserta didik butuh stimulus yang

bervariasi untuk memaksimalkan dan mengali potensi berpikirnya. SD Negeri Pao-pao

merupakan salah satu sekolah terfavorit didaerah somba opu kabupaten Gowa. Sekolah

ini merupakan salah satu sekolah unggulan yang terdapat di wilayah 3 somba opu dari

segi prestasi peserta didik maupun tenaga pengajar. Prestasi sekolah ini dalam akdemik

maupun non akademik, seperti OSN (Olimpiade Sains Nasional) dan O2SN

(Olimpiade Olahraga Siswa Nasional). Menurut Dapertemen Pendidikan Nasional,


7

sekolah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (output)

pendidikannya. Untuk mencapai keunggulan tersebut maka masukan (input), proses

pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta

sarana penunjangnya harus di arahkan untuk meunjang tercapainya tujuan tersebut. SD

Negeri pao-pao, dapat dikatakan sebagai contoh bagi kebanyakan sekolah lain karena

kelebihan, kebaikan dan keutamaan serat kualitas yang dimiliknya baik secara

akademik mapn non akademik. Ada 4 keunggulan yang dimiliki sekolah ini yaitu,

penyeleksian peserta didik secara cukup ketat dengan menggunakan kritera prestasi

belajar, Nilai Ebtanas Murni dan hasil tes prestasi. Sarana dan prasarana yang

menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik serta menyalurkan minat

dan bakatnya baik dalam kegiatan kurikuler maupun esktra kurikuler. Lingkungan

belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan

yang nyata baik lingkungan fisik maupun social-psikologis. Guru dan tenaga

kependidikan yang menangani unggul baik dari segi penugasan materi pelajaran,

metode mengajar maupun kemitmen dalam melaksanakan tugas. Terkait dengan proses

pembelajaran, keterampilan berpkir tingkat tinggi dapat diwujudkan dengan cara

mengintegrasikan level berpikir ini melalui proses belajar dan evaluasi.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengukur

bagaimana kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik di sekolah dasar dengan

bantuan instrumen two tier multiple choice pada mata pelajaran IPA. Jika kemampuan
8

berpikir tingkat tinggi peserta didik diketahui, maka diharapkan dapat menjadi bahan

evaluasi bagi pendidik dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan

permasalahan peneltian sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi Higher Order Thinking Skills peserta didik pada mata pelajaran

IPA kelas VI SD Negeri Pao-pao Kabupaten Gowa?

2. Seberapa tinggi skor Higher Order Thinking Skills peserta didik pada mata pelajaran

IPA kelas VI SD Negeri Pao-pao Kabupaten Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penltian

ini adalah :

1. Untuk mengetahui deksripsi Higher Order Thinking Skills peserta didik

menggunakan two tier multiple choice pada mata pelajaran IPA kelas VI SD Negeri

Pao-pao Kabupaten Gowa.

2. Untuk mengetahui seberapa tinggi skor Higher Order Thinking Skills peserta didik

menggunakan two tier multiple choice pada mata pelajaran IPA kelas VI SD Negeri

Pao-pao Kabupaten Gowa.


9

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi akademik, sebagai acuan teoritis tentang analisis Higher Order Thinking Skills

menggunakan Two Tier Multiple Choice pada mata pelajaran IPA peserta didik

kelas VI SD Negeri Pao-pao.

b. Bagi peneliti, sebagai pengalaman yang bersifat ilmiah, dan sebagai referensi bagi

peneliti lain.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, sebagai masukan bahan evaluasi dalam keterampilan berpikir tingkat

tinggi peserta didik dan penggunaan instrumen two tier multiple choice.

b. Bagi peserta didik, upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi

yang dimiliki.

c. Bagi sekolah, sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan di dalam kelas maupun

lingkungan sekolah yang akan memberikan dampak positif bagi peningkatan

kualitas sekolah.
10

II. TINJAUAN PUSATAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

a. Pengertian HOTS

Menurut Thomas & Thorne (Nugroho, 2018) HOTS merupakan cara berpikir

yang lebih tinggi daripada menghafalkan fakta, mengemukakan fakta, atau menerapkan

peraturan, rumus, dan prosedur. HOTS mengharuskan kita melakukan sesuatu

berdasarkan fakta. Membuat keterkaitan antar fakta, mengategorikannya,

memanipulasinya, menempatkannya pada konteks atau cara yang baru, dan mampu

menerapkannya untuk mecari solusi baru terhadap sebuah masalah.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang mengharuskan

murid untuk memanipulasi informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang memberi

mereka pengertian dan implikasi baru (Gunawan, 2012). Ketika siswa menggabungkan

fakta dan ide dalam proses mensintesis, melakukan generalisasi, menjelaskan,

melakukan hipotesis dan analisis, hingga siswa sampai pada suatu kesimpulan.

Rosnawati (Lailly & Wisudawati, 2015) menjelaskan kemampuan berpikir tingkat

tinggi dapat terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi yang baru diterima dengan

informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya, kemudian menghubung-

hubungkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut

10
11

sehingga tercapai suatu tujuan ataupun suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit

dipecahkan.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi termasuk kritis, logis, reflektif,

metakognitif, dan berpikir kreatif. Mereka diaktifkan ketika individu menghadapi

masalah yang tidak dikenal, ketidakpastian, pertanyaan, atau dilema. Keberhasilan

penerapan keterampilan menghasilkan penjelasan, keputusan, pertunjukan, dan produk

yang valid dalam konteks pengetahuan yang tersedia dan pengalaman dan yang

mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dalam keterampilan intelektual ini dan

lainnya. Urutan lebih tinggi keterampilan berpikir didasarkan pada keterampilan yang

lebih rendah seperti diskriminasi, aplikasi sederhana dan analisis, dan strategi kognitif

dan terkait dengan pengetahuan sebelumnya tentang konten subjek. Strategi pengajaran

yang tepat dan lingkungan belajar memfasilitasi pertumbuhan mereka seperti halnya

siswa ketekunan, pengawasan diri, dan sikap terbuka, fleksibel (King & Goodson,

2012)

Menurut Liliasari (Tawil & Liliasari, 2013) mengemukakan bahwa berpikir

kritis untuk menganalisis argument dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap

makna dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis,

memahami asumsi dan bias yang mendasari tiap-tiap posisi. Keterampilan berpikir

adalah keterampilan-keterampilan yang relatif spesifik dalam memikirkan sesuatu

yang diperlukan seseorang untuk memahami sesuatu informasi berupa gagasan,

konsep, teori dan sebagainya. Pengetahuan dan keterampilan berpikir merupakan suatu

kesatuan yang saling menunjang.


12

Berpikir tingkat tinggi berarti menangani situasi yang belum pernah kami temui

sebelumnya dan umumnya diakui sebagai kombinasi dari karakteristik kritis, logis,

reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Hal tersebut terjadi dalam analisis, sintesis,

dan evaluasi berdasarkan level tingkatan taksonomi Bloom dan analisis, mengevaluasi

dan menciptakan merupakan level Anderson revisi dari taksonomi Bloom. Sebaliknya,

berpikir tingkat rendah merupakan sesuatu yang, transparan dan tertentu. Dalam

taksonomi Bloom, pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi dan dalam taksonomi

Anderson mengingat, memahami, dan menerapkan adalah berpikir tingkat rendah

(Mainali, 2012).

HOTS adalah model penting, dan oleh karena itu harus diterapkan pada sistem

pendidikan di Negara tersebut. Keterampilan berpikir tingkat tinggi mempromosikan

pembelajaran berkelanjutan dan berkontribusi berbagai manfaat bagi negara di masa

depan (Abdullah, 2017). HOTS telah didefinisikan dalam literatur sebagai terjadi

ketika seseorang mengambil informasi dan informasi baru yang disimpan dalam

memori dan saling terkait dan/atau mengatur ulang dan memperluas informasi ini untuk

mencapai suatu tujuan atau temukan jawaban yang mungkin dalam situasi yang

membingungkan (Polly & Ausband, 2009)

a. Level Kognisi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Menurut (Ismail, 2014) ranah

kognitif meliputi:

1) Pengetahuan atau mengingat adalah kemampuan untuk mengingat kembali (recall)

atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan

sebagainya tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.


13

2) Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu

setelah sesuatu itu diketahui dan diingat

3) Penerapannya adalah kesanggupan untuk menggunakan ide-ide umum, prinsip-

prinsip, rumus-rumus, dalan situasi yang konkret atau dalam kehidupan sehari-hari

4) Analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu bahan dan

mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor lainnya

5) Sintesis adalah kemampuan menggabungkan berbagai informasi menjadi satu

kesimpulan atau konsep baru

6) Evaluasi adalah kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi,

nilai, atau ide.

Menurut (Nugroho, 2018) HOTS memiliki ciri yang khas. Level kemampuan

ini mencakup kemampuan atau keterampilan siswa dalam menganalisis (analyze),

mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create). Indikator keterampilan menganalisis,

mengevaluasi dan mencipta didasarkan pada teori yang dipaparkan dalam revisi

Taksonomi Bloom. Jika disinergikan dengan taksonomi Bloom, indikator HOTS yang

bisa digunakan adalah sebagai berikut.

1) Level analisis, memecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan

menentukan hubungannya, baik antarbagian maupun secara keseluruhan. Level

analisis terdiri dari kemampuan atau keterampilan membedakan, mengorganisasi,

dan menghubungkan.

a) Membedakan, kemampuan membedakan merupakan bagian penting dalam

kehidupan sehari-hari. Di zaman digital ini banyak sekali kabar berita melalui
14

laman media sosial. Banyak berita dengan informasi yang seolah-olah benar, tapi

tidak mendukung informasi sesungguhnya. Orang yang terbiasa berpikir pada

tataran “membedakan” ini akan semakin selektif menganalisis kebenaran.

b) Mengorganisasi, dengan kemampuan mengorganisasi siswa dapat membuat

skema, bagan alir, grafik, diagram, dan berbagai grafik pengorganisasian.

c) Menghubungkan atau mengatribusikan, siswa harus dibiasakan berpikir terbuka

untuk mengatasi dan mengenali suatu pernyataan sebagai asumsi, niat, opini,

sesuatu yang bias, penilaian awal, pesan tersirat, mitos, stigma, atau memang

sebuah fakta. Siswa dapat menganalisis informasi secara kritis melalui

keterbukaan cara berpikir. Siswa harus mampu menganalisis berbagai informasi

menggunakan berbagai sudut pandang.

2) Level evaluasi, pada prinsipnya level evaluasi merupakan kemampuan dalam

mengambil keputusan berdasarkan kriteria-kriteria. Level ini terdiri dari

keterampilan mengecek dan mengkritisi.

a) Mengecek, menurut Anderson dan Krathwohl (2001) (Nugroho, 2018) merupakan

proses untuk menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau

produk. Dengan mengamati konsistensi ini maka akan diperoleh tingkat efektivitas

suatu prosedur yang sedang dilakukan.

b) Mengkritisi, merupakan bentuk dari level evaluasi. Bentuk evaluasi berbagai ide

yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Mengkritisi merupakan

proses menilai suatu pendapat atau hasil berdasarkan seperangkat kriteria yang
15

telah ditentukan. Kriteria yang dibuat haruslah fair dan tidak memihak, apalagi

hanya demi kepentingan diri sendiri.

3) Level mencipta, pada level tertinggi ini siswa mengorganisasi berbagai informasi

menggunakan cara atau strategi baru atau berbeda dari biasanya. Siswa dilatih

memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatuyang baru, koheren, dan

orisinil. Kemampuan berpikir kreatif dan inovatif semakin diuji dalam level

mencipta. Level mencipta terdiri dari merumuskan (generating), merencanakan

(planning), dan memproduksi (producing).

a) Merumuskan, merupakan bentuk berpikir kreatif untuk mengeksplorasi berbagai

imajinasi, ide, gagasan, sudut pandang, atau hipotesis baru dalam rangka

mengatasi suatu permasalahan.

b) Merencanakan, merupakan proses menentukan metode atau strategi dalam rangka

memecahkan suatu masalah. Tahap-tahap perencanaan tentu saja bukan sekedar

mengurutkan langkah kerja. Berbagai langkah kerja tersebut merupakan hasil

perasaan dari ide-ide yang akurat dan didesain untuk memperoleh solusi terbaik.

Merencanakan memiliki kriteria yang SMART, yaitu spesifik (specific), jelas atau

terukur (measureable), bisa dicapai (achievable), realistik (realistic), dan memiliki

target waktu (timeline).

c) Memproduksi, merupakan tindak lanjut dari merencanakan. Berbagai perencanaan

diwujudkan menjadi suatu keputusan, kesimpulan, solusi, atau produk yang

bersifat baru. Kebaruan ini merupakan ciri utama dari level mencipta.
16

b. Manfaat Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Menurut (Nugroho, 2018) ada banyak pendapat dan penelitian yang

membuktikan bahwa pembelajaran dan penilaian HOTS memberikan manfaat baik

bagi siswa. Paling tidak ada tiga hal yang bisa dirasakan manfaatnya, yaitu

meningkatkan prestasi, motivasi, dan atau sikap positif siswa.

1) Meningkatkan prestasi, dalam dunia pendidikan prestasi atau hasil belajar siswa

menjadi salah satu tolok ukur utama. HOTS akan dapat dikatakan sebagai pilar

pedagogi pendidikan jika mampu meningkatkan prestasi siswa dalam belajar.

2) Meningkatkan motivasi, HOTS mampu meningkatkan rasa siswa dalam

mengontrol ide-ide mereka. Motivasi memang abstrak. Tetapi melalui HOTS akan

membangkitkan rasa senang daripada sekedar proses mengingat.

3) Meningkatkan sikap positif (afektif), saat ini membangun habitus bersikap positif

atau yang biasa dikenal dalam ranah afektif baru gencar diinternalisasikan

pemerinta dalam dunia pendidikan. Pendidikan akan dinyatakan tidak berhasil jika

karakter positif siswa tidak terbentuk. Hasil penelitian Hugerat & Kortam

(Nugroho, 2018) menunjukkan bahwa pembelajaran HOTS pada materi sains

menggunakan metode inkuiri dapat mengembangkan sikap positif, emosional, dan

kognitif yang baik.

2. Klasifikasi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

a. Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah proses disiplin yang secara intelektual aktif dan terampil,

mengkonseptualisasi, menerapkan, mengnalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi


17

informasi yang dikumpulkan dari atau dihasilkan oleh, pengamatan, pengalaman,

refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk kepercayaan dan tindakan

(Tawil & Liliasari, 2013). Menurut (Wijayanti & Pudjawan, 2015) kemampuan

berpikir kritis merupakan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah dan

pengambilan keputusan (kesimpulan) dari berbagai aspek dan sudut pandang.

Kemampuan berpikir kritis adalah modal intelektual yang penting dimiliki oleh peserta

didik jika berhadapan dengan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya

sehari-hari. Menurut (Nuryanti & Zubaidah, 2018) kemampuan berpikir kritis

merupakan kemampuan yang sangat diperlukan seseorang agar dapat menghadapi

berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat maupun

personal.

Menurut (Saifer, 2018 : 43)“Critical thinking enables people to see beyond

what is apparent to what is actual, what is trivial to what is vital, and to not just know

but to really understand. Critical thinking skills are used, or should be used, in all four

key thinking processes: choosing/decision making, problem solving,

planning/strategizing, and analyzing.”

Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi 5 kelompok yaitu:

memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun

keterampilan dasar (basic support), membuat inferensi (inferring), memberikan

penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), mengatur strategi dan taktik

(strategies and tactics). Facione mengidentifikasi enam keterampilan berpikir kritis,

yakni interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan, dan regulasi diri. Henri
18

mengidentifikasi keterampilan berpikir kritis dalam lima dimensi, yakni klarifikasi

dasar, klarifikasi mendalam, inferensi, penilaian, strategi dan taktik (Tawil & Liliasari,

2013).

Berdasarkan 5 pendapat ahli mengenai berpikir kritis dapat disimpulkan bahwa

berpikir kritis membantu seseorang untuk mengatur kesalahan berpikir dan membantu

mengkonseptualisasi secara aktif dan terampil, menerapkan, menganalisa, mensintesis

dan mengevaluasi informasi untuk mencapai jawaban atau kesimpulan serta berpikir

rasional, terbuka dan diinformasikan oleh bukti.

b. Keterampilan Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif sebagai sesuatu proses kreatif, yaitu merasakan adanya

kesulitan, masalah kesenjangan informasi, adanya unsur yang hilang dan

ketidakharmonisan, mendefinisikan masalah secara jelas, membuat dugaan-dugaan

tersebut dan kemungkinan perbaikannya, pengujian kembali atau bahkan

mendefinisikan ulang masalah dan akhirnya mengkomunikasikan hasilnya.

Karakteristik berpikir kreatif diantaranya adalah imajinasi, eksperimentasi, holisme,

ekspresi, transendensi-diri, kejutan, pembangkitan, dan daya temu. Menurut Liliasari,

keterampilan berpikir kreatif adalah keterampilan mengembangkan atau menemukan

ide atau gagasan asli, estetis, dan konstruktif, yang berhubungan dengan pandangan

dan konsep serta menekankan pada aspek berpikir intuitif dan rasional (Tawil &

Liliasari, 2013).

Menurut (Saifer, 2018:43) “When creative thinking is used in the four thinking

processes, the results are almost always more effective and impactful. Creative
19

thinking is also used in common tasks such as arranging and decorating a classroom,

creating engaging lesson plans, making up stories, adapting songs, resolving conflicts

between students and ethical dilemmas with parents, and coming up with new ideas for

activities.”

Menurut (Langrehr) kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir

yang keluar dari pola berpikir biasa, pemikir kreatif mampu membebaskan diri dari

pola dominan yang telah disimpan dalam otak. Pemikir-pemikir kreatif telah mampu

mengantarkan manusia kepada peradaban modern seperti saat ini. Kemampuan

berpikir kreatif menciptakan peluang pengembangan kepribadian siswa melalui upaya

meningkatkan konsentrasi, kecerdasan, dan kepercayaan diri (Jamaluddin, 2010).

Menurut (Nurlela & Ismayati, 2015) keterampilan berpikir kreatif memiliki

empat pilar, dan keempat pilar tersebut sering kali disebut sebagai komponen

pendekatan ilmiah, yaitu:

1) Associating. Keterampilan mengkoneksikan sejumlah prespektif dari beragam

disiplin yang berbeda sehingga membentuk gagasan yang kreatif.

2) Questioning. Peserta didik yang kreatif adalah peserta didik yang selalu bertanya.

Mereka memunculkan serangkaian pertanyaan yang mereka rumuskan sehingga

mendapatkan aneka gagasan baru.

3) Observing. Kemampuan melakukan observasi telah melahirkan banyak ide.

4) Experimenting. Peserta didik yang kreatif tidak takut melakukan kesalahan. Mereka

juga tidak pernah takut ketika experiment gagasan barunya itu gagal. Mereka selalu

mencoba hingga gagasannya menjadi nyata.


20

Menurut (Tawil & Liliasari, 2013) ada empat aspek keterampilan berpikir

kreatif, yakni:

1) Membangkitkan keiingintahuan dan hasrat ingin tahu

2) Membangun pengetahuan yang telah ada pada peserta didik

3) Memandang dari sudut pandang yang berbeda; dan

4) Meramal dari informasi yang terbatas.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif

merupakan keterampilan menemukan dan mengembangkan ide yang berhubungan

dengan pandangan dan konsep dengan upaya meningkatkan konsentrasi, kecerdasan

dan kepercayaan diri.

c. Keterampilan Pemecahan Masalah

Keterampilan pemecahan masalah menurut Syafii and Yasin… is the highest

and more complex level of learning. The thinking process in problem solving requires

skills to process and organize the obtained information to utilize it in the problem

solving process. Possessing a problem solving skill means that the person is able to

think critically, logically and creatively. Menurut Firdaus (2009) (Titin & Yokhrbed,

2018) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh

siswa . Oleh karena itu, penyelesaian atau pemecahan masalah adalah bagian dari suatu

proses berpikir. Proses berpikir inilah berupa kognitif tingkat tinggi yang diketahui

memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan-keterampilan rutin atau

dasar disebut pemecahan masalah.


21

Menurut Liliasari (Tawil & Liliasari, 2013) menyatakan bahwa keterampilan

pemecahan masalah menggunakan dasar proses berpikir untuk memecahkan kesulitan

yang diketahui atau didefinisikan, mengumpulkan fakta tentang kesulitan tersebut dan

menentukan informasi tambahan yang diperlukan. Selanjutnya mengimpulkan atau

mengusulkan alternative pemecahan maslah dan mengujinya untuk kelayakan.

Akhirnya secara potensial mereduksi menjadi taraf penjelasan yang lebih sederhana

dengan menghilangkan pertentangan, seta melengkapi pengujian pemecahan masalah

untuk menggeneralisasikan.

Menurut (Sugandi, 2016) masalah merupakan suatu keadaan ataupun peristiwa

yang harus kita ganti dengan suatu cara untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

Masalah juga dapat dikatakan sebagai suatu keadaan dimana pengetahuan yang

tersimpan di dalam memori untuk melakukan suatu tugas pemecahan belum siap pakai.

Siswono, menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya

individu untuk merespons atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban

atau metode jawaban belum tampak jelas. Dari pengertian pemecahan masalah yang

dikemukakan di atas mengindikasikan bahwa diperolehnya solusi suatu masalah

menjadi syarat bagi proses pemecahan masalah dikatakan berhasil.

Menurut Sri, A (Tawil & Liliasari, 2013), dalam menghadapi masalah yang

lebih pelik manusia dapat menggunakan cara ilmiah. Indikator pemecahan masalah

sebagai berikut: (1) memahami masalah, yakni masalah yang dihadapi harus

dirumuskan, dibatasi dengan teliti; (2) mengumpulkan data, yakni kalau masalah sudah

jelas, dapat dilakukan pengumpulan data atau infromasi yang diperlukan; (3)
22

merumuskan hipotesis (jawaban sementara yang mungkin memberi penyelesaian),

yakni keterangan-keterangan yang diperoleh mungkin timbul suatu kemungkinan yang

memberi harapan yang akan membawa pemecahan masalah; (4) menilai hipotesis,

yakni dengan jalan berpikir dapat diperkirakan akibat-akibat dari suatu hipotesis; (5)

mengadakan eksperimen atau menguji hipotesis; (6) menyimpulkan, yakni laporan

tentang keseluruhan prosedur pemecahan masalah yang diakhiri dengan kesimpulan.

d. Keterampilan Pengambilan Keputusan

Di dalam hidup sehari-hari, kita terus membuat penilaian dan keputusan.

Pengambilan keputusan atau decision making merupakan proses penyeleksian diantara

pilihan-pilihan untuk mengevaluasi kesempatan yang ada. Pilihan-pilihan yang ada

kemudian diseleksi dengan mempertimbangkan segala kemungkinan yang terjadi,

hingga pada akhirnya terbentuk suatu keputusan. Hampir setiap hari manusia selalu

memecahkan masalah dan membuat keputusan, baik di rumah, di kelas, atau

dimanapun (Rofiq, 2015).

Menurut (Tawil & Liliasari, 2013) mengambil keputusan merupakan proses

berpikir untuk mengidentifikasi dan memutuskan pilihan dari berbagai pilihan yang

ada. Adapun indikator keterampilan pengambilan keputusan yaitu:

1) Membuat pertanyaan apa yang diputuskan, keterampilan yang diperlukan seperti

mengenali masalah dan membantu mengenali masalah dengan bantuan sejumlah

pertanyaan (5W+1H).

2) Mengumpulkan informasi, keterampilan yang diperlukan seperti mengetahui

sumber-sumber informasi, membedakan informasi yang relevan dan tidak relevan.


23

3) Menentukan pilihan-pilihan, keterampilan yang diperlukan seperti asesmen resiko

(paparan dan intensitas akibat).

4) Daftar pro dan kontra, keterampilan yang diperlukan seperti menganalisis

informasi.

5) Membuat kesimpulan, keterampilan yang diperlukan seperti kemampuan

menganalisis percobaan.

3. Perbandingan Indikator HOTS Menurut Beberapa Sumber

Menurut Marzano Menurut Tawil Menurut Nugroho

Menurut (Marzano, et al., Klasifikasi keterampilan Level kemampuan HOTS

2006) ada beberapa berpikir tingkat tinggi ada mencakup kemampuan

indikator HOTS, yaitu: empat, yaitu: atau keterampilan siswa

Membandingkan a. Keterampilan berpikir dalam menganalisis

Mengklasifikasikan kritis, indikatornya: (analyze), mengevaluasi

Mengabstraksi memberikan penjelasan (evaluate), dan mencipta

Alasan induktif sederhana, membangun (create). Indikator

Alasan yang deduktif keterampilan dasar, keterampilan

Membangun dukungan membuat inferensi, menganalisis,

Menganalisis kesalahan memberikan penjelasan mengevaluasi dan

Menganalisa perspektif lebih lanjut, mengatur mencipta didasarkan pada

Pengambilan keputusan strategi dan taktik. teori yang dipaparkan

Penyelesaian masalah
24

Penemuan b. Keterampilan berpikir dalam revisi Taksonomi

Pertanyaan eksperimental kreatif, indikatornya: Bloom.

Penyelidikan membangkitkan

Analisis sistem keiingintahuan dan hasrat

ingin tahu, membangun

pengetahuan yang telah

ada pada peserta didik,

Memandang dari sudut

pandang yang berbeda;

dan meramal dari

informasi yang terbatas.

c. Keterampilan

pemecahan masalah,

indikatornya: memahami

masalah; mengumpulkan

data; merumuskan

hipotesis; menilai

hipotesis; mengadakan

eksperimen atau menguji

hipotesis; menyimpulkan.
25

d. Keterampilan

pengambilan keputusan,

indikatornya: membuat

pertanyaan apa yang

diputuskan;

mengumpulkan

informasi; menentukan

pilihan-pilihan; daftar pro

dan kontra; membuat

kesimpulan.

4. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris

yaitu, natural science, natural artinya berhubungan dengan alam atau bersangkut paut

dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, Ilmu Pengetahuan alam dapat

disebut dengan ilmu tentang alam. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh (Darmojo,

1992) bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta

dengan segala isinya. (Sulistiyawati & Wisudawati, 2014)Ilmu Pengetahuan Alam atau

IPA secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, proses

pembelajarannya menekaknkan pada pmeberian pengalaman langsung untuk


26

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah.

Gagne (Sulistiyawati & Wisudawati, 2014) “science should be viewed as a way

of thiking inthe persuit of understanding nature, as a way of investigating clias about

phenomena and as a body of knowledge taht has resulted from inquiry”, yang berarti

bahwa IPA harus dipandang sebagai cara berpikir dalam pencarian tentang pengeian

rahasia alam, sebagai cara penyelidikan terhadap gejala alam, dan sebagao batang

tubuh pengetahuan yang dihasilkan dari inkuiri.

Berdasarkan pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi di

alam melalui proses pengamatan yang dilakukan melalui metode ilmiah maupun sikap

ilmiah.

b. Karakteristik IPA

IPA juga memiliki karakteristik sebagai dasar untuk memahaminya.

Karakteristik tersebut menurut Jacobson & Bergman (Dillah, 2015) meliputi:

1) IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori.


2) Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati
fenomena alam, termasuk juga penerapannya.
3) Sikap ketanguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam
menyingkap rahsia alam.
4) IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagain atau
beberapa saja.
5) Keberanian IPA bersifat subjketif dan bukan kebenaran yang bersifat
objektif.
27

Mata pelajaran yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan

di kelas dasar maupun menengah adalah IPA. IPA umumnya terbagi menjadi beberapa

mata pelajaran seperti biologi, fisika dan kimia. Namun, proses pembelajaran IPA di

sekolah dasar bersifat terpadu.

c. Tujuan Pemebelajaran IPA di Sekolah Dasar

Adapun tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam Badan Nasional

Standar Pendidikan (BNSP, 2006) dimaksudkan untuk :

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

keberadaaan, keindahan dan keterturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikpa positif, dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan teknologi dan

masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan

masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran unutk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan

melestarikan lingkungan.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai

salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bakal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk

melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.


28

B. Kerangka Pikir

Tes merupakan instrumen atau alat dalam pengukuran. Sehingga fungsi dari

pemberian sebuah tes menjadi sangat penting sebagai instrumen yang membantu guna

pengambilan kesimpulan dan keputusan yang menyangkut individu maupun

kelompok. Oleh karena itu, tes perlu memiliki objektivitas pemaknaan hasil (objektif),

dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang seharusnya (standar), dan relative mudah

untuk digunakan.

Dengan demikian, untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta

didik yang bersekolah di SD Negeri Pao-pao, maka dilaksanakan tes kemampuan

keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tes kemampuan berpikir tingkat tinggi ini dibuat

berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Tes kemampuan berpikir tingkat tinggi

ini dibuat menggunakan instrumen two tier multiple choice yang mengandung dua

tingkat pertanyaan saling berkesinambungan berguna untuk mendorong peserta didik

untuk berpikir tingkat tinggi dan memiliki keterampilan penalaran. Tes ini dibuat

berdasarkan indikator dari Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA yang telah dipelajari

oleh peserta didik. Berikut kerangka pikir yang penulis gunakan dalam penelitian ini.
29

Tes Higher Order Thinking Skills

Kelas Kategori Kelas Kategori Kelas Kategori


Tinggi Sedang Rendah

Analisis Tes

Sangat Tinggi Sedang Sangat Rendah

Tinggi Rendah

Skema Analisis Higher Order Thinking Skills (HOTS) menggunakan Two Tier
Multiple Choice pada Mata Pelajaran IPA Kelas VI SD Negeri Pao-pao.
30

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada pendekatan ini data

akan di analisis secara kuantitatif/statistik. Pendekatan ini berlandaskan pada filsafat

positivisme, realitas dipandang sebagai sesuatu yang kongkrit dapat diamati dengan

panca indera, dapat dikategorikan menurut jenis, bentuk, warna, dan perilaku, tidak

berubah, dapat diukur dan diverifikasi.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian Survey. Menurut (Sugiyono, 2016:12)

“Metode survei digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah

(bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data,

misalnya dengan mengedarkan kuesioner, tes, dan wawancara terstuktur.” Menurut

(Suryabrata, 2015:75) tujuan penelitian survei :

1. Untuk mencari informasi faktual yang mendetail yang mencadra


gejala yang ada.
2. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah atau unuk mendapatkan
justifikasi keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlangsung.
3. Untuk membuat komparasi dan evaluasi.
4. Untuk mengetahui apa yang di kerjakan oleh orang-orang lain dalam
menangani masalah atau situasi yang sama, agar dapat belajar dari
mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan
keputusan di masa depan.

30
31

Penelitian survei berusaha memaparkan secara kuantitatif kecenderungan,

sikap atau opini dari suatu populasi tertentu dengan meneliti satu sampel dari populasi

tersebut. Penelitian ini meliputi studi-studi cross-sectional dan longitudinal yang

menggunakan kuesioner atau wawancara terencana dalam pengumpulan data, dengan

tujuan untuk menggenerlisasi populasi berdasarkan sampel yang sudah ditentukan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian survei

merupakan bentuk penelitian kuantitatif dimana peneliti mengidentifikasi sampel dan

populasi, mengumpulkan data melalui kuesioner, tes ataupun wawancara dan menarik

kesimpulan tentang populasi. Fokus utama dalam penelitian ini yaitu keterampilan

berpikir tingkat tinggi peserta didik.

B. Desain Peneltian

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah survey descriptive. Tujuan penelitian

ini untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-

fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Survei deskriptif juga beurpaya untuk

mengungkapkan situasi saat ini terkait dengan suatu topik studi tertentu. Dalam

penelitian ini, peneliti akan megukur keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik

kelas VI SD Negeri Pao-pao.


32

C. Defenisi Operasional

1. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupaan suatu proses berpikir seseorang

yang mengharuskan peserta didik untuk dapat memanipulasi informasi dengan

menggunakan cara-cara tertentu. Hal tersebut dapat terjadi apabila peserta didik dapat

mengaitkan informasi baru yang didapatkan dengan informasi yang telah didapatkan

sebelumnya. Kategori berpikir tingkat tinggi menurut Brookhart (2010) meliputi

beberapa aspek, yaitu :

a. Analisis, evaluasi dan kreasi

b. Penalaran yang logis atau logika beralasan (logical reasoning)

c. Keputusan dan berpikir kritis

d. Pemecahan Masalah

e. Kretifitas dan berpikir kreatif.

Bedasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini HOTS peserta didik yang akan

diukur mengacu pada 2 indikator, yaitu peserta didik dapat menggunakan keterampilan

berpikir kritis dan berpikir kreatif.

a. Berpikir Kritis

1) Memberikan penjelasan sederhana.

2) Membangun keterampilan dasar


33

3) Membuat kesimpulan

4) Memberikan penjelasan lebih lanjut.

b. Berpikir Kreatif

1) Membangkitkan pengetahuan dan hasrat ingin tahu.

2) Memandang dari sudut pandang yang berbeda.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut (Creswell, 2015:765)

“populasi adalah kelompok individu yang memiliki ciri khusus yang membedakan

mereka dengan kelompok lain.” Jadi, populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek

dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada

obyek yang dipelajri, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh

obyek tersebut. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas tinggi SD

Negeri Pao-pao yang berjumlah 202 peserta didik yang terdiri dari 77 kelas VI, 50 kelas

V, dan 75 kelas IV.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Menurut (Creswell, 2015:765) “sampel adalah kelompok partisipan dalam


34

penelitian yang diseleksi dari populasi target dari mana peneliti

menggeneralisasikannya ke populasi target secara keseluruhan.” Metode penarikan

sample pada penelitian ini menggunakan sampling purposive. Jenis sampel ini

digunakan karena sampel yang dipilih terdapat karakteristik tertentu. Teknik

pengelompokan pada penelitian ini berdasarkan tingkat rata-rata kelas peserta didik

yang terbagi atas tiga tingkat yaitu rata-rata kelas tinggi, sedang dan rendah. Sampel

yang di gunakan yatu sebanyak 77 peserta didik. Untuk lebih jelasnya lihat pada table

3.1.

Tabel 3.1 Katgeori Kelas Peserta Didik


Kelas VI Jumlah Peserta Didik Kategori Kelas
A 25 Tinggi
B 26 Sedang
C 26 Rendah
Jumlah Sampel 77 -
Sumber : (SD Negeri Pao-pao)

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Pelaksanaan penelitian ini akan melibatkan langsung peneliti dalam

mengumpulkan, mengolah, serta menarik kesimpulan dari data yang diperoleh peneliti.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:


35

a. Test

Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaa-pertanyaan yang diberikan kepada

peserta didik untuk mendapat jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan (tes lisan),

dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Menurut

(Tersiana, 2018:86) “test adalah serangkaian pertanyaan yang digunakan untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau

kelompok.” Dalam penelitian ini teknik tes digunakan untuk mengukur keterampilan

berpikir tingkat tinggi peserta didik. Tes yang akan digunakan penelitian ini adalah tes

intelegensi berupa multiple choice.

2. Instrumen Penelitian

Menurut (Tersiana, 2018:86) “instrumen penelitian adalah alat yang digunakan

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik.” Sedangkan menurut (Drew, 2017) instrumen yang diberikan kepada peserta

untuk menghasilkan perilaku yang bisa diukur (yaitu perilaku yang bisa dihitung,

diamati, dicatat sebagai ukuran kriteria).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, instrumen penelitian merupakan

suatu alat yang di gunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang

diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Jumlah

instrumen penelitian tergantung pada jumlah variabel peneltian yang telah ditetatpkan

untuk diteliti. Pada penelitian ini berjudul analisis higher order thinking skills
36

menggunakan two tier multiple choice pada mata pelajaran IPA kelas VI SD. Dalam

hal ini, instrumen yang perlu di buat yaitu intsrumen untuk mengukur higher order

thinking skills dengan model instrumen two tier multiple choice.

a. Two Tier Multiple-Choice

Test yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat diberikan

guna mendorong peserta didik untuk memiliki keterampilan ini. Instrumen tes Two Tier

Multiple Choice sama seperti format soal pilihan ganda tradisional tetapi seperti

namanya, Two Tier Multiple Choice mengandung dua tingkat pertanyaan yang saling

terhubung (Shidiq, 2015). Tujuan dari lapis kedua ini adalah mendorong peserta didik

untuk berpikir tingkat tinggi dan memiliki keterampilan penalaran. Tingkat pertama

dari pertanyaan biasanya berkaitan dengan pertanyaan pengetahuan sedangkan tingkat

kedua dari pertanyaan memfasilitasi pengujian peserta didik belajar di tingkat berpikir

yang lebih tinggi. Instrumen pertanyaan ini membuat lebih mudah untuk menguji

tingkat pemikran siswa yang lebih tinggi dibdandingkan dengan soal pilihan ganda

konvensional. Seperti di jelaskan sebelumnya dalam penelitian ini, instrumen ini

digunakan untuk mengukur HOTS mengacu pada 2 indikator. yaitu:

1) Peserta didik dapat menggunakan keterampilan berpikir kreatif.

a) Memberikan penjelasan sederhana.

b) Membangun keterampilan dasar

c) Membuat kesimpulan

d) Memberikan penjelasan lebih lanjut.


37

2) Peserta didik dapat menggunakan keterampilan berpikir kritis.

a) Membangkitkan pengetahuan dan hasrat ingin tahu.

b) Memandang dari sudut pandang yang berbeda.

3. Uji Validitas Instrumen

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahilan suatu instrument. Validitas instrument teridiri dari beberapa jenis. Uji

validitas instrument yang dipergunakan dimaksudkan untuk mengetahui apakah

instrument yang digunakan dapat mengungkapakan data dari variable yang diteliti

dengan tepat. Validitas instrument terdiri atas beberapa jenis dan validasi instrument

yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu, validasi isi.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menyempitkan dana membatasi penemuan-

penemuan hingga menjadi suatu data yang teratur, tersusun, serta lebih berarti. Teknik

analsis data dalam penelitian kuantitatif adalah dengan menggunakan statistika. Data

yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statiskik. Dalam

penelitian ini teknik analisis data yang digunakan yaitu deskripsi kuanitatif. Analisis

instrumen ini menggunakan pedoman penskoran dari Shidiq, A.S, dkk. (2014) seperti

pada tabel 3.2.


38

Kriteria Skor
Tidak ada jawaban 0
Menjawab lebih dari satu 0
Satu jawaban benar pada second tier 0
Satu jawaban benar pada first tier 1
Dua jawaban benar pada first dan second tier 2
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Instrumen Two Tier Multiple Choice

1. Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk mneganalisis data

dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi. Berdasarakan uraian tersebut maka analisis deskriptif dalam

penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan nilai individu dan nilai rata-rata

(mean) kelas keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik kelas VI SD dilihat dari

hasil tes menggunakan instrumen two tier multiple choice.

a. Mencari Mean (X)

∑𝑋
𝑋=
𝑁

(Arikunto, 2016)

2. Analsis Higher Order Thinking Skills

Higher order thiking skills atau tingkat berpikir peserta didik dibagi dalam 5

kategori, yaitu sangat rendah , rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Tujuan

pengelompokkan ini adalah guna menempatkan individu kedalam kelompok-


39

kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum nerdasarkan atribut yang

diukur. Adapun pengelompokan peserta didik kedalam 5 kategori berdasarkan nilai

yang diperoleh dari tes menggunakan instrumen two tier multiple choice untuk

mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai berikut:

Skala Interprestasi
X ≤ 12 Sangat Rendah
12 < X ≤ 20 Rendah
20 < X ≤ 28 Sedang
28 < X ≤ 36 Tinggi
36 < X Sangat Tinggi
Tabel 3.3 Skala Penilaian HOTS
40

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. H. (2017). Mathematics Teachers’ Level of Knowledge and Practice on

the Implementation of Higher Order Thinking Skills (HOTS). EURASIA, 17.

Creswell, J. (2015). Riset Pendidikan (Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi) Riset

Kualitatif & Kuantitatif (5th ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darmojo. (1992). Pendidikan IPA II (1st ed.). Jakarta: Dapertemen Pendidikan dan

Kebudayan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Dillah, I. M. (2015). Keefektifan Metode Outdoor Study Terhadap Aktivitas dan Hasil

Belajar Cuaca Kelas III Msi 14 dan 14 Kota Pekallongan. Jurusan Pendidikan

Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Drew, J. (2017). Penelitian Pendidikan: Merancang dan Melakasanakan Penelitian

pada Bidang Pendidikan. Jakarta Barat: Penerbit Indeks.

Gunawan, A. (2012). Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Menerapkan

Accelerated Learning. Jakarta Barat: Penerbut Indeks.

Ismail, F. (2014). Evaluasi Pendidikan (1st ed.). Palembang: Tunas Gemilang.

Jamaluddin. (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SD dalam Pembelajaran IPA.

Universitas Mataram, 7, 8.

King, F., & Goodson, L. (2012). Higher Order Thinking Skills. Educational Services

Program.
41

Lailly, N. R., & Wisudawati, A. W. (2015). Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking

Skill (HOTS) dalam Soal UN Kimia Rayon B Tahun 2012/2013. Kaunia, XI,

13.

Mainali, B. P. (2012). Higher Order Thinking Skills. Academic Voices, 2, 6.

Nugroho, A. R. (2018). Higher Order Thinking Skills (1st ed.). Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Nurlela, L., & Ismayati, E. (2015). Strategi Belajar dan Berpikir Kreatif. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Nuryanti, L., & Zubaidah, S. (2018). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP.

Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 3(2), 4.

Polly, D., & Ausband, L. (2009). Developing Higher-Order Thinking Skills through

WebQuests. ISTE, 26, 6.

Rofiq, A. A. (2015). Pentingnya Keterampilan Pengambilan Keputusan Sosail Bagi

Siswa SMP. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2(2), 14.

Saifer, S. (2018). HOT Skils (Developing Higher-order Thinking in Young Learners

(1st ed.). Saint Paul: Redleaf Press.

Shidiq, A. S. (2015). Analisis Higher Order thinking Skill (HOTS) Menggunakan

Instrumen Two-Tier Multiple Choice pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali

Kelarutan untuk siswa Kelas XI SMA N 1 Surakarta. SNPS, 8.

Sugandi, M. K. (2016). Peningkatan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Pada

Konsep Ekosistem dengan Pembelajaran Guided Inquiry Berbantuan Audio

Visual di Kelas VII SMP IT Hafifudin Arrohimah. Bio Education, 1(1), 9.


42

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D) (1st ed.). Bandung: Alfabeta.

Sulistiyawati, E., & Wisudawati, A. W. (2014). Metodologi Pembelajaran IPA (1st

ed.). Jakarta: Bumi Aksara.

Suryabrata, S. (2015). Metodologi Penelitian (2nd ed.). Jakarta: Rajawali Press.

Tawil, M., & Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam

Pembelajaran IPA (1st ed.). Makassar: Badan Penerbit Uniersitas Negeri

Makassar.

Tersiana, A. (2018). Metodologi Penelitian (1st ed.). Yogyakarta: Penerbit.

Titin, & Yokhrbed. (2018). Peningkatan Keterampilan Pemecahan Masalah (Problem

Solving) Calon Guru Biologi Melalui Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal.

Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA, 9(1), 10.

Wijayanti, A. I., & Pudjawan. (2015). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Kelas V dalam Pembelajaran IPA di 3 SD Gugus X Kecamatan Buleleng.

Jurnal PGSD, 3(1), 12.

Anda mungkin juga menyukai