JUDUL: Analisis Higher Order Thinking Skills Menggunakan Two Tier Multiple
Choice pada Mata Pelajaran IPA Kelas VI SD Negeri Pao-pao
Kabupaten Gowa.
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dana proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu, pendidikan nasinal bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guna mewujudkan tujuan dan fungsi Pendidikan, maka setiap lulusan Sekolah Dasar
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2016 untuk SD/MI setiap lulusan SD/MI harus
Kuriklum 2013. Kurikulum ini memuat transformasi pendidikan yang sangat signifikan
1
2
kerangka kompetensi abad 21, proses pembelajaran yang mendukung kreativitas, dan
langkah pengutaan proses. Salah satu kompetensi abad 21 yang harus dmiliki oleh
peserta didik adalah berpikir kritis dan mengatasi masalah, artinya peserta didik
mampu meggunakan berbagai alasan seperti induktif atau deduktif untuk mengatasi
masalah. Berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan berperan
penting dalam perkembangan moral, sosial, mental, kognitif, dan sains. Menurut Carin
& Sund (Ramadhan, Dwijayanti dan Yulianti, 2018) kategori bepikir kritis di antaranya
pada pembentukan pola pikir peserta didik terutama berpikir kritis pada khususnya dan
berpikir tingkat tinggi pada umunya. Kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat
penting bagi peserta didik dalam menganalisa segala permasalahan yang dihadapinya.
Peserta didik dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi akan mudah menemukan cara
penyelesaian masalah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tajudin
(2016), bahwa peranan Higher Order Thinking Skills atau sering disebut HOTS lebih
baik dalam meningkatkan kognitif peserta didik dari rendah ke tingkat yang lebih tinggi
prestasi membaca, matematika dan sains. PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi
3
mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun,
siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi
dasar yaitu membaca, matematika dan sains. PISA mengukur apa yang diketahui siswa
dan apa yang dapat dia lakukan (aplikasi) dengan pengetahuannya. Tema survei digilir
setiap 3 tahun, tahun 2015 fokus temanya adalah kompetensi Sains. Hasil tes dan survey
PISA, yang pada tahun 2015 melibatkan 540.000 siswa di 70 negara, dianalisa dengan
hati-hati dan lengkap sehingga survey dan tes tahun berjalan baru bisa didapatkan pada
akhir tahun berikutnya. Jadi hasil literasi PISA 2015 baru bisa dirilis pada bulan
Desember 2016. Pada tes dan survey PISA 2015 diperoleh data bahwa Singapura
adalah negara yang menduduki peringkat 1 untuk ketiga materi sains, membaca, dan
matematika. Bagaimana dengan performa siswa-siswi Indonesia dari hasil tes dan
survey PISA 2015? Dari hasil tes dan evaluasi PISA 2015 performa siswa-siswi
Indonesia untuk sains, membaca, dan matematika berada di peringkat 62, 61, dan 63
dari 69 negara yang dievaluasi. Peringkat dan rata-rata skor Indonesia tersebut tidak
berbeda jauh dengan hasil tes dan survey PISA terdahulu pada tahun 2012 yang juga
berada pada kelompok penguasaan materi yang rendah. Melihat dari indikator utama
dan sains memang mengkhawatirkan. Apalagi kalau yang dilihat adalah peringkat
dibandingkan dengan negara lain. Tersirat kekhawatiran kita tentang kemampuan daya
saing kita pada masa yang akan datang. Jangankan dibandingkan dengan Singapura
4
yang menjuarai semua aspek dan indikator penilaian, dengan sesama negara Asia
Tenggara yang lainpun kita tertinggal. Tercatat Vietnam yang jauh di peringkat atas
dan Thailand yang juga unggul di atas Indonesia. Pada sisi lain, peringkat Indonesia
sebenarnya naik dari hasil tes dan survey PISA 2012. Contohnya untuk bidang
matematika dari pada PISA 2012 berada di peringkat 64 dari 65 negara yang dievaluasi.
Kemudian, evaluasi yang dilakukan oleh TIMMS & PIRLS (2015), juga menunjukkan
hasil serupa. Indonesia berada pada peringkat 45 dari 56 negara peserta TIMSS. Hasil
ini mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi anak Indonesia masih
tinggi sangat perlu dikembangkan dan diujikan pada peserta didik terutama di jenjang
sekolah dasar dan menengah. Beberapa jenis tes yang bisa diterapkan yaitu tes objektif.
Salah satu tes objektif yag efektif untuk mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi
yaitu two tier multiple choice. Menurut Shidiq (2015), penilaian dapat menggunakan
instrumen two tier multiple choice untuk peningkatan HOTS. Two tier multiple choice
memiliki kelebihan dibandingkan dengan bentuk soal lain. Kelebihan two tier multiple
choice dibandingkan dengan multiple choice salah satunya adalah mengurangi eror
dalam pengukuran. Multiple choice dengan lima pilihan jawaban memiliki kesempatan
menjawab benar dengan cara menebak 20% sedangkan jika menggunakan tes two tier
multiple choice kesempatan menjawab benar dengan cara menebak hanya sebesar 4%.
5
Hal itu tentu akan memudahkan peneliti dalam pengumpulan data sekaligus validitas
berpikir tingkat tinggi peserta didik. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain oleh
Lesmana (2016) tentang tentang profil kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik
SMA di Tangerang Selatan dengan materi Gaya Gravitasi dan Usaha Energi. Instrumen
penelitian berupa pilihan ganda bertingkat dua (two tier multiple choice). Hasil
kemampuan berpikir tingkat tinggi kategori tinggi, sedangkan peserta didik SMAN 1,
SMAN 5, SMAN 7 dan SMAN 10 pada kategori rendah. Haagen and Hopf juga
melakukan pengembangan instrumen two tier test untuk mengukur konsepsi peserta
didik materi optik geometri. Instrumen yang dikembangkan dinyatakan mampu untuk
instrumen HOTS materi fluida statis. Instrumen dinyatakan valid dan bisa digunakan
untuk mengukur kemampuan faktual, prosedural, dan metakognitif pada peserta didik
SMA. Chen et al., (2003) mengembangkan istrumen two tier pada materi pembentukan
bayangan pada cermin datar. Instrumen dinyatakan valid dan reliabel. Sementara itu,
Rahmi (2016) menggunakan instrumen two tier pada materi termodinamika untuk
miskonsepsi. Dari peneltian tersebut kenbanyakan mengukur pada mata pelajaran IPA.
6
fenomena alam serta hubungan sebab akibat, namun masih sangat jarang yang
melakukan penelitan pada peserta didik sekolah dasar atau menengah pertama.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Shidiq, dkk (2015). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa keals XI SMA
N 1 Surakarta pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Penelitian ini
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Subjek utama dalam penelitian ini adalah 95 siswa
terdiri dari 3 kelas yang memiliki nilai rata-rata kelas tinggi, sedang dan rendah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kesimpulan yang didapatkan adalah
sebanyak 7,4% siswa yang memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi sangat
Setiap peserta didik pada dasarnya mampu berpikir tetapi belum semua peserta
halnya dengan peserta didik di SD Negeri Pao-pao, peserta didik butuh stimulus yang
merupakan salah satu sekolah terfavorit didaerah somba opu kabupaten Gowa. Sekolah
ini merupakan salah satu sekolah unggulan yang terdapat di wilayah 3 somba opu dari
segi prestasi peserta didik maupun tenaga pengajar. Prestasi sekolah ini dalam akdemik
maupun non akademik, seperti OSN (Olimpiade Sains Nasional) dan O2SN
Negeri pao-pao, dapat dikatakan sebagai contoh bagi kebanyakan sekolah lain karena
kelebihan, kebaikan dan keutamaan serat kualitas yang dimiliknya baik secara
akademik mapn non akademik. Ada 4 keunggulan yang dimiliki sekolah ini yaitu,
penyeleksian peserta didik secara cukup ketat dengan menggunakan kritera prestasi
belajar, Nilai Ebtanas Murni dan hasil tes prestasi. Sarana dan prasarana yang
menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik serta menyalurkan minat
dan bakatnya baik dalam kegiatan kurikuler maupun esktra kurikuler. Lingkungan
yang nyata baik lingkungan fisik maupun social-psikologis. Guru dan tenaga
kependidikan yang menangani unggul baik dari segi penugasan materi pelajaran,
metode mengajar maupun kemitmen dalam melaksanakan tugas. Terkait dengan proses
bagaimana kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik di sekolah dasar dengan
bantuan instrumen two tier multiple choice pada mata pelajaran IPA. Jika kemampuan
8
berpikir tingkat tinggi peserta didik diketahui, maka diharapkan dapat menjadi bahan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana deskripsi Higher Order Thinking Skills peserta didik pada mata pelajaran
2. Seberapa tinggi skor Higher Order Thinking Skills peserta didik pada mata pelajaran
C. Tujuan Penelitian
ini adalah :
menggunakan two tier multiple choice pada mata pelajaran IPA kelas VI SD Negeri
2. Untuk mengetahui seberapa tinggi skor Higher Order Thinking Skills peserta didik
menggunakan two tier multiple choice pada mata pelajaran IPA kelas VI SD Negeri
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi akademik, sebagai acuan teoritis tentang analisis Higher Order Thinking Skills
menggunakan Two Tier Multiple Choice pada mata pelajaran IPA peserta didik
b. Bagi peneliti, sebagai pengalaman yang bersifat ilmiah, dan sebagai referensi bagi
peneliti lain.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, sebagai masukan bahan evaluasi dalam keterampilan berpikir tingkat
tinggi peserta didik dan penggunaan instrumen two tier multiple choice.
b. Bagi peserta didik, upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi
yang dimiliki.
c. Bagi sekolah, sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan di dalam kelas maupun
kualitas sekolah.
10
A. Tinjauan Pustaka
a. Pengertian HOTS
Menurut Thomas & Thorne (Nugroho, 2018) HOTS merupakan cara berpikir
yang lebih tinggi daripada menghafalkan fakta, mengemukakan fakta, atau menerapkan
memanipulasinya, menempatkannya pada konteks atau cara yang baru, dan mampu
murid untuk memanipulasi informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang memberi
mereka pengertian dan implikasi baru (Gunawan, 2012). Ketika siswa menggabungkan
melakukan hipotesis dan analisis, hingga siswa sampai pada suatu kesimpulan.
tinggi dapat terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi yang baru diterima dengan
10
11
sehingga tercapai suatu tujuan ataupun suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit
dipecahkan.
yang valid dalam konteks pengetahuan yang tersedia dan pengalaman dan yang
lainnya. Urutan lebih tinggi keterampilan berpikir didasarkan pada keterampilan yang
lebih rendah seperti diskriminasi, aplikasi sederhana dan analisis, dan strategi kognitif
dan terkait dengan pengetahuan sebelumnya tentang konten subjek. Strategi pengajaran
yang tepat dan lingkungan belajar memfasilitasi pertumbuhan mereka seperti halnya
siswa ketekunan, pengawasan diri, dan sikap terbuka, fleksibel (King & Goodson,
2012)
makna dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis,
memahami asumsi dan bias yang mendasari tiap-tiap posisi. Keterampilan berpikir
konsep, teori dan sebagainya. Pengetahuan dan keterampilan berpikir merupakan suatu
Berpikir tingkat tinggi berarti menangani situasi yang belum pernah kami temui
sebelumnya dan umumnya diakui sebagai kombinasi dari karakteristik kritis, logis,
reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Hal tersebut terjadi dalam analisis, sintesis,
dan evaluasi berdasarkan level tingkatan taksonomi Bloom dan analisis, mengevaluasi
dan menciptakan merupakan level Anderson revisi dari taksonomi Bloom. Sebaliknya,
berpikir tingkat rendah merupakan sesuatu yang, transparan dan tertentu. Dalam
(Mainali, 2012).
HOTS adalah model penting, dan oleh karena itu harus diterapkan pada sistem
depan (Abdullah, 2017). HOTS telah didefinisikan dalam literatur sebagai terjadi
ketika seseorang mengambil informasi dan informasi baru yang disimpan dalam
memori dan saling terkait dan/atau mengatur ulang dan memperluas informasi ini untuk
mencapai suatu tujuan atau temukan jawaban yang mungkin dalam situasi yang
a. Level Kognisi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Menurut (Ismail, 2014) ranah
kognitif meliputi:
atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan
prinsip, rumus-rumus, dalan situasi yang konkret atau dalam kehidupan sehari-hari
4) Analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu bahan dan
Menurut (Nugroho, 2018) HOTS memiliki ciri yang khas. Level kemampuan
mengevaluasi dan mencipta didasarkan pada teori yang dipaparkan dalam revisi
Taksonomi Bloom. Jika disinergikan dengan taksonomi Bloom, indikator HOTS yang
dan menghubungkan.
kehidupan sehari-hari. Di zaman digital ini banyak sekali kabar berita melalui
14
laman media sosial. Banyak berita dengan informasi yang seolah-olah benar, tapi
untuk mengatasi dan mengenali suatu pernyataan sebagai asumsi, niat, opini,
sesuatu yang bias, penilaian awal, pesan tersirat, mitos, stigma, atau memang
proses untuk menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau
produk. Dengan mengamati konsistensi ini maka akan diperoleh tingkat efektivitas
b) Mengkritisi, merupakan bentuk dari level evaluasi. Bentuk evaluasi berbagai ide
proses menilai suatu pendapat atau hasil berdasarkan seperangkat kriteria yang
15
telah ditentukan. Kriteria yang dibuat haruslah fair dan tidak memihak, apalagi
3) Level mencipta, pada level tertinggi ini siswa mengorganisasi berbagai informasi
menggunakan cara atau strategi baru atau berbeda dari biasanya. Siswa dilatih
orisinil. Kemampuan berpikir kreatif dan inovatif semakin diuji dalam level
imajinasi, ide, gagasan, sudut pandang, atau hipotesis baru dalam rangka
perasaan dari ide-ide yang akurat dan didesain untuk memperoleh solusi terbaik.
Merencanakan memiliki kriteria yang SMART, yaitu spesifik (specific), jelas atau
bersifat baru. Kebaruan ini merupakan ciri utama dari level mencipta.
16
bagi siswa. Paling tidak ada tiga hal yang bisa dirasakan manfaatnya, yaitu
1) Meningkatkan prestasi, dalam dunia pendidikan prestasi atau hasil belajar siswa
menjadi salah satu tolok ukur utama. HOTS akan dapat dikatakan sebagai pilar
mengontrol ide-ide mereka. Motivasi memang abstrak. Tetapi melalui HOTS akan
3) Meningkatkan sikap positif (afektif), saat ini membangun habitus bersikap positif
atau yang biasa dikenal dalam ranah afektif baru gencar diinternalisasikan
pemerinta dalam dunia pendidikan. Pendidikan akan dinyatakan tidak berhasil jika
karakter positif siswa tidak terbentuk. Hasil penelitian Hugerat & Kortam
Berpikir kritis adalah proses disiplin yang secara intelektual aktif dan terampil,
refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk kepercayaan dan tindakan
(Tawil & Liliasari, 2013). Menurut (Wijayanti & Pudjawan, 2015) kemampuan
berpikir kritis merupakan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah dan
Kemampuan berpikir kritis adalah modal intelektual yang penting dimiliki oleh peserta
personal.
what is apparent to what is actual, what is trivial to what is vital, and to not just know
but to really understand. Critical thinking skills are used, or should be used, in all four
yakni interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan, dan regulasi diri. Henri
18
dasar, klarifikasi mendalam, inferensi, penilaian, strategi dan taktik (Tawil & Liliasari,
2013).
berpikir kritis membantu seseorang untuk mengatur kesalahan berpikir dan membantu
dan mengevaluasi informasi untuk mencapai jawaban atau kesimpulan serta berpikir
ide atau gagasan asli, estetis, dan konstruktif, yang berhubungan dengan pandangan
dan konsep serta menekankan pada aspek berpikir intuitif dan rasional (Tawil &
Liliasari, 2013).
Menurut (Saifer, 2018:43) “When creative thinking is used in the four thinking
processes, the results are almost always more effective and impactful. Creative
19
thinking is also used in common tasks such as arranging and decorating a classroom,
creating engaging lesson plans, making up stories, adapting songs, resolving conflicts
between students and ethical dilemmas with parents, and coming up with new ideas for
activities.”
yang keluar dari pola berpikir biasa, pemikir kreatif mampu membebaskan diri dari
pola dominan yang telah disimpan dalam otak. Pemikir-pemikir kreatif telah mampu
empat pilar, dan keempat pilar tersebut sering kali disebut sebagai komponen
2) Questioning. Peserta didik yang kreatif adalah peserta didik yang selalu bertanya.
4) Experimenting. Peserta didik yang kreatif tidak takut melakukan kesalahan. Mereka
juga tidak pernah takut ketika experiment gagasan barunya itu gagal. Mereka selalu
Menurut (Tawil & Liliasari, 2013) ada empat aspek keterampilan berpikir
kreatif, yakni:
and more complex level of learning. The thinking process in problem solving requires
skills to process and organize the obtained information to utilize it in the problem
solving process. Possessing a problem solving skill means that the person is able to
think critically, logically and creatively. Menurut Firdaus (2009) (Titin & Yokhrbed,
2018) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh
siswa . Oleh karena itu, penyelesaian atau pemecahan masalah adalah bagian dari suatu
proses berpikir. Proses berpikir inilah berupa kognitif tingkat tinggi yang diketahui
yang diketahui atau didefinisikan, mengumpulkan fakta tentang kesulitan tersebut dan
Akhirnya secara potensial mereduksi menjadi taraf penjelasan yang lebih sederhana
untuk menggeneralisasikan.
yang harus kita ganti dengan suatu cara untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Masalah juga dapat dikatakan sebagai suatu keadaan dimana pengetahuan yang
tersimpan di dalam memori untuk melakukan suatu tugas pemecahan belum siap pakai.
Siswono, menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya
individu untuk merespons atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban
atau metode jawaban belum tampak jelas. Dari pengertian pemecahan masalah yang
Menurut Sri, A (Tawil & Liliasari, 2013), dalam menghadapi masalah yang
lebih pelik manusia dapat menggunakan cara ilmiah. Indikator pemecahan masalah
sebagai berikut: (1) memahami masalah, yakni masalah yang dihadapi harus
dirumuskan, dibatasi dengan teliti; (2) mengumpulkan data, yakni kalau masalah sudah
jelas, dapat dilakukan pengumpulan data atau infromasi yang diperlukan; (3)
22
memberi harapan yang akan membawa pemecahan masalah; (4) menilai hipotesis,
yakni dengan jalan berpikir dapat diperkirakan akibat-akibat dari suatu hipotesis; (5)
hingga pada akhirnya terbentuk suatu keputusan. Hampir setiap hari manusia selalu
berpikir untuk mengidentifikasi dan memutuskan pilihan dari berbagai pilihan yang
pertanyaan (5W+1H).
informasi.
menganalisis percobaan.
Penyelesaian masalah
24
Penyelidikan membangkitkan
c. Keterampilan
pemecahan masalah,
indikatornya: memahami
masalah; mengumpulkan
data; merumuskan
hipotesis; menilai
hipotesis; mengadakan
hipotesis; menyimpulkan.
25
d. Keterampilan
pengambilan keputusan,
indikatornya: membuat
diputuskan;
mengumpulkan
informasi; menentukan
kesimpulan.
yaitu, natural science, natural artinya berhubungan dengan alam atau bersangkut paut
dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, Ilmu Pengetahuan alam dapat
disebut dengan ilmu tentang alam. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh (Darmojo,
1992) bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta
dengan segala isinya. (Sulistiyawati & Wisudawati, 2014)Ilmu Pengetahuan Alam atau
IPA secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, proses
ilmiah.
phenomena and as a body of knowledge taht has resulted from inquiry”, yang berarti
bahwa IPA harus dipandang sebagai cara berpikir dalam pencarian tentang pengeian
rahasia alam, sebagai cara penyelidikan terhadap gejala alam, dan sebagao batang
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi di
alam melalui proses pengamatan yang dilakukan melalui metode ilmiah maupun sikap
ilmiah.
b. Karakteristik IPA
Mata pelajaran yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan
di kelas dasar maupun menengah adalah IPA. IPA umumnya terbagi menjadi beberapa
mata pelajaran seperti biologi, fisika dan kimia. Namun, proses pembelajaran IPA di
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikpa positif, dan kesadaran tentang adanya
masyarakat.
melestarikan lingkungan.
7) Memperoleh bakal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
B. Kerangka Pikir
Tes merupakan instrumen atau alat dalam pengukuran. Sehingga fungsi dari
pemberian sebuah tes menjadi sangat penting sebagai instrumen yang membantu guna
kelompok. Oleh karena itu, tes perlu memiliki objektivitas pemaknaan hasil (objektif),
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang seharusnya (standar), dan relative mudah
untuk digunakan.
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tes kemampuan berpikir tingkat tinggi ini dibuat
berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Tes kemampuan berpikir tingkat tinggi
ini dibuat menggunakan instrumen two tier multiple choice yang mengandung dua
untuk berpikir tingkat tinggi dan memiliki keterampilan penalaran. Tes ini dibuat
berdasarkan indikator dari Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA yang telah dipelajari
oleh peserta didik. Berikut kerangka pikir yang penulis gunakan dalam penelitian ini.
29
Analisis Tes
Tinggi Rendah
Skema Analisis Higher Order Thinking Skills (HOTS) menggunakan Two Tier
Multiple Choice pada Mata Pelajaran IPA Kelas VI SD Negeri Pao-pao.
30
1. Pendekatan Penelitian
positivisme, realitas dipandang sebagai sesuatu yang kongkrit dapat diamati dengan
panca indera, dapat dikategorikan menurut jenis, bentuk, warna, dan perilaku, tidak
2. Jenis Penelitian
“Metode survei digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah
30
31
sikap atau opini dari suatu populasi tertentu dengan meneliti satu sampel dari populasi
populasi, mengumpulkan data melalui kuesioner, tes ataupun wawancara dan menarik
kesimpulan tentang populasi. Fokus utama dalam penelitian ini yaitu keterampilan
B. Desain Peneltian
1. Desain Penelitian
ini untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-
fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Survei deskriptif juga beurpaya untuk
mengungkapkan situasi saat ini terkait dengan suatu topik studi tertentu. Dalam
penelitian ini, peneliti akan megukur keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik
C. Defenisi Operasional
menggunakan cara-cara tertentu. Hal tersebut dapat terjadi apabila peserta didik dapat
mengaitkan informasi baru yang didapatkan dengan informasi yang telah didapatkan
d. Pemecahan Masalah
Bedasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini HOTS peserta didik yang akan
diukur mengacu pada 2 indikator, yaitu peserta didik dapat menggunakan keterampilan
a. Berpikir Kritis
3) Membuat kesimpulan
b. Berpikir Kreatif
1. Populasi
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
“populasi adalah kelompok individu yang memiliki ciri khusus yang membedakan
mereka dengan kelompok lain.” Jadi, populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek
dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
obyek yang dipelajri, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh
obyek tersebut. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas tinggi SD
Negeri Pao-pao yang berjumlah 202 peserta didik yang terdiri dari 77 kelas VI, 50 kelas
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh populasi
sample pada penelitian ini menggunakan sampling purposive. Jenis sampel ini
pengelompokan pada penelitian ini berdasarkan tingkat rata-rata kelas peserta didik
yang terbagi atas tiga tingkat yaitu rata-rata kelas tinggi, sedang dan rendah. Sampel
yang di gunakan yatu sebanyak 77 peserta didik. Untuk lebih jelasnya lihat pada table
3.1.
mengumpulkan, mengolah, serta menarik kesimpulan dari data yang diperoleh peneliti.
a. Test
peserta didik untuk mendapat jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan (tes lisan),
dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Menurut
mengukur keterampilan, pengetahuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok.” Dalam penelitian ini teknik tes digunakan untuk mengukur keterampilan
berpikir tingkat tinggi peserta didik. Tes yang akan digunakan penelitian ini adalah tes
2. Instrumen Penelitian
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik.” Sedangkan menurut (Drew, 2017) instrumen yang diberikan kepada peserta
untuk menghasilkan perilaku yang bisa diukur (yaitu perilaku yang bisa dihitung,
suatu alat yang di gunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Jumlah
instrumen penelitian tergantung pada jumlah variabel peneltian yang telah ditetatpkan
untuk diteliti. Pada penelitian ini berjudul analisis higher order thinking skills
36
menggunakan two tier multiple choice pada mata pelajaran IPA kelas VI SD. Dalam
hal ini, instrumen yang perlu di buat yaitu intsrumen untuk mengukur higher order
Test yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat diberikan
guna mendorong peserta didik untuk memiliki keterampilan ini. Instrumen tes Two Tier
Multiple Choice sama seperti format soal pilihan ganda tradisional tetapi seperti
namanya, Two Tier Multiple Choice mengandung dua tingkat pertanyaan yang saling
terhubung (Shidiq, 2015). Tujuan dari lapis kedua ini adalah mendorong peserta didik
untuk berpikir tingkat tinggi dan memiliki keterampilan penalaran. Tingkat pertama
kedua dari pertanyaan memfasilitasi pengujian peserta didik belajar di tingkat berpikir
yang lebih tinggi. Instrumen pertanyaan ini membuat lebih mudah untuk menguji
tingkat pemikran siswa yang lebih tinggi dibdandingkan dengan soal pilihan ganda
c) Membuat kesimpulan
atau kesahilan suatu instrument. Validitas instrument teridiri dari beberapa jenis. Uji
instrument yang digunakan dapat mengungkapakan data dari variable yang diteliti
dengan tepat. Validitas instrument terdiri atas beberapa jenis dan validasi instrument
penemuan hingga menjadi suatu data yang teratur, tersusun, serta lebih berarti. Teknik
analsis data dalam penelitian kuantitatif adalah dengan menggunakan statistika. Data
yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statiskik. Dalam
penelitian ini teknik analisis data yang digunakan yaitu deskripsi kuanitatif. Analisis
instrumen ini menggunakan pedoman penskoran dari Shidiq, A.S, dkk. (2014) seperti
Kriteria Skor
Tidak ada jawaban 0
Menjawab lebih dari satu 0
Satu jawaban benar pada second tier 0
Satu jawaban benar pada first tier 1
Dua jawaban benar pada first dan second tier 2
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Instrumen Two Tier Multiple Choice
1. Analisis Deskriptif
sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi. Berdasarakan uraian tersebut maka analisis deskriptif dalam
penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan nilai individu dan nilai rata-rata
(mean) kelas keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik kelas VI SD dilihat dari
∑𝑋
𝑋=
𝑁
(Arikunto, 2016)
Higher order thiking skills atau tingkat berpikir peserta didik dibagi dalam 5
kategori, yaitu sangat rendah , rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Tujuan
kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum nerdasarkan atribut yang
yang diperoleh dari tes menggunakan instrumen two tier multiple choice untuk
Skala Interprestasi
X ≤ 12 Sangat Rendah
12 < X ≤ 20 Rendah
20 < X ≤ 28 Sedang
28 < X ≤ 36 Tinggi
36 < X Sangat Tinggi
Tabel 3.3 Skala Penilaian HOTS
40
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo. (1992). Pendidikan IPA II (1st ed.). Jakarta: Dapertemen Pendidikan dan
Dillah, I. M. (2015). Keefektifan Metode Outdoor Study Terhadap Aktivitas dan Hasil
Belajar Cuaca Kelas III Msi 14 dan 14 Kota Pekallongan. Jurusan Pendidikan
Universitas Mataram, 7, 8.
King, F., & Goodson, L. (2012). Higher Order Thinking Skills. Educational Services
Program.
41
Lailly, N. R., & Wisudawati, A. W. (2015). Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking
Skill (HOTS) dalam Soal UN Kimia Rayon B Tahun 2012/2013. Kaunia, XI,
13.
Nugroho, A. R. (2018). Higher Order Thinking Skills (1st ed.). Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Nurlela, L., & Ismayati, E. (2015). Strategi Belajar dan Berpikir Kreatif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nuryanti, L., & Zubaidah, S. (2018). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP.
Polly, D., & Ausband, L. (2009). Developing Higher-Order Thinking Skills through
Instrumen Two-Tier Multiple Choice pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali
Tawil, M., & Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam
Makassar.
Wijayanti, A. I., & Pudjawan. (2015). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa