Anda di halaman 1dari 50

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran yang diterapkan pada abad 21 ini, menuntut pembelajaran yang berpusat

kepada siswa. Tujuan yang ingin dicapai bukan hanya sekedar hasil belajar, melainkan pada

proses pembelajaran yang dialami oleh siswa. Terciptanya SDM yang berkualitas dan

berkompeten dapat diwujudkan dengan cara melakukan pembaharuan sistem pendidikan yang

berbasis kompetensi, demokratis, dan berwawasan dengan tetap memperhatikan standar nasional.

Hal ini tentunya bukan tantangan yang mudah bagi seorang siswa, mereka akan banyak menemui

kesulitan-kesulitan dalam proses pembelajaran, siswa dintuntut harus mengembangkan

keterampilan kompetitif yang berfokus pada kemampuan berpikir kritis bagi generasi muda.

Pendidikan merupakan aspek pokok bagi kehidupan suatu bangsa. Kondisi bangsa di masa

yang akan datang sangat dipengaruhi oleh paradigma berpikir masyarakatnya yang terbentuk

melalui suatu proses pendidikan. Proses pendidikan yang terarah akan membawa bangsa ini

menuju peradaban yang lebih baik, dan sebaliknya proses pendidikan yang tidak terarah hanya

akan menyita waktu, tenaga, serta dana tanpa ada hasil. Sistem pendidikan ini sebagai

implementasi pendidikan nasional sangat menentukan maju mundurnya bangsa ini.

Iman et al. (2018) mengungkapkan bahwa fisika merupakan salah satu cabang dari IPA atau

ilmu pengetahuan alam yang mengkaji tentang gejala alam dan semua interaksi yang menyertai

fenomena tersebut. Pembelajaran fisika sangat erat kaitannya dengan fenomena-fenomena alam

sehingga dalam belajar fisika tidak hanya belajar melalui buku saja, namun dapat juga dipelajari

melalui alam.Tujuan pembelajaran fisika yang tertuang dalam Kurikulum 2013 ialah mempunyai

keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk

melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan

1
dan teknologi (Kemendikbud, 2014). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,

kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggungjawab

kemasyarakatan dan kebangsaan. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia salah

satu caranya adalah dengan melaksanakan proses belajar dan pembelajaran yang efektif sehingga

kemampuan berpikir kritis siswa dapat dicapai dengan optimal.

Jumadi et al (2018) berpikir kritis terbukti untuk mempersiapkan siswa untuk berpikir dalam

berbagai ilmu, untuk pemenuhan diri intelektual dan untuk mengembangkan siswa sebagai

individu yang potensial, dengan demikian kemampuan berpikir kritis untuk dikembangkan dalam

pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu meningkatkan aspek afektif, kognitif,

dan psikomotor siswa.Peningkatan kemampuan berpikir kritis yang diukur dalam penelitian ini

meliputi 6 aspek; fokus pada pertanyaan, menganalisis argumen, memutuskan tindakan,

mengamati, menginduksi data, dan penjelasan tindak lanjut. Menurut Maolidahet al (2017)

berpikir kritis adalah cara berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua

aspek dari situasi masalah, termasuk kemampuan untuk mengumpulkan informasi, menghafal,

menganalisis situasi, membaca dan memahami dan mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan.

Fakta kemampuan berpikir kritis siswa masih relatif rendah. Hasil studi PISA pada tahun

2015 menunjukkan skor rata-rata Indonesia untuk mata pelajaran sains di bawah skor rata-rata

internasional. Nilai PISA Indonesia untuk kompetensi sains adalah 403 poin pada tahun 2015

Hasil ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia belum dapat memproses konten IPA dengan

terampil dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari. Siswa hanya dapat mengetahui dan

2
memproses konsep fisika dengan menghafal, menghitung, menghubungkan, mengklasifikasikan

sesuai dengan indikator ujian nasional. Kemampuan berpikir seperti itu termasuk keterampilan

berpikir dasar (Sitindaon et al, 2017).

Rendahnya kemampuan berpikir siswa juga ditunjukkan oleh fakta-fakta empiris dari

hasil penelitian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Houng et al, 2018) hanya sedikit siswa

yang mampu menyelesaikan tugas yang diberikan dalam pembelajaran. Tepatnya pemanfaatan

teknologi informasi untuk pembelajaran, dalam 1 kelas hanya 10% yang dapat mengikuti

pembelajaran dan menyelesaikan pembelajaran dengan baik. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh (Maolidah., 2017) penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa pada tes

awal siswa sebanyak 3 kali, pada hasil tes awal yang pertama didapatkan milai rata-rata 20,66,

tes awal kedua didapatkan hasil 20,88, dan tes awal ketiga didapatkan hasil 20,91 dengan jumlah

skor pretest secara keseluruhan sebesar 20,81.Hasil penelitian yang di lakukan oleh (Yuan, H. L,

2018) menunjukkan kurangnya pemahaman konsep dalam proses pembelajaran pada siswa yang

menyebabkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran fisika rendah, dapat

dibuktikan dengan melakukan hasil tes awal siswa partisipan sebanyak 50 siswa yang memiliki

nilai baik hanya 8 orang siswa.

Kesenjangan yang ditimbulkan akibat kurang optimalnya kemampuan berpikir kritis

siswa disebabkan oleh model pembelajaran yang digunakan guru masih konvesional. Hal ini

sesuai dengan fakta-fakta empiris yang diperoleh oleh beberapa peneliti. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Yuan, H. L. (2018) penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis pada

pembelajaran yang masih bersifat teacher centered sehingga peran guru lebih dominan daripada

siswa dan guru lebih sering mengajar dengan menggunakan metode ceramah. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh (Houng et al, 2018) kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa

3
pengajar di sekolah masih menggunakan metode ceramah, belum dapat memanfaatkan teknologi

untuk melaksanakan pembelajaran di kelas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

(Agustiningrum et al, 2017) kurang persiapan siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas

yang mempengaruhi siswa dan pengajar di sekolah belum mampu meningkatkan cara belajar

yang menarik untuk siswa. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Saputra et al (2018) proses

pembelajaran Menurut Saputa dan Mujib. (2018) penyebab kurangnya kemampuan berpikir

kritis siswa adalah proses pembelajaran yang berpusat pada guru dan kurangnya siswa dalam

membaca buku pembelajaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aljaser. (2018)

menunjukan penyebab dari rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa disebabkan oleh proses

pembelajaran yang dilakukan masih berbasis konten dan tidak menyediakan ruang bagi mereka

untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Proses pembelajaran harus direncanakan dan

dirancang dengan baik sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang.

Berdasarkan analisis tersebut, maka salah satu inovasi pembelajaran yang bisa diterapkan oleh

guru adalah dengan mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran. Perkembangan pada

sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan produk perkembangan zaman yang

menawarkan hal-hal baru bagi dunia pendidikan sebagai sarana yang menunjang proses

pembelajaran. Pemanfaatan teknologi dapat dijadikan penawaran baru untuk dunia pendidikan

untuk menunjang proses pembelajaran. Guru dapat menggunakan media internet untuk

menunjang pembelajaran di dalam kelas. Salah satu alternative model pembelajaran yang dapat

digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran di luar sekolah dengan pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan

berpikir kritis adalah model Problem Based Learning Flipped Classroom.

4
Steele (Utami, 2017) Problem Based Learning Flipped Classroom merupakan siswa

diberikan video yang memberikan petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul

ketika di kelas. Pada model ini siswa bekerja dengan bantuan guru. Ketika di kelas siswa

melakukan eksperimentasi dan evaluasi. model pembelajaran terbalik dengan diberikan video

petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul ketika di kelas. Menurut (Chis et al,

2018) dua pendekatan pedagogis berbasis mandiri yaitu model Problem Based Learning Flipped

Classroom dengan menghubungkan rumah dan ruang belajar di kelas memanfaatkan teknologi,

membebaskan waktu kegiatan praktis mengerjakan masalah nyata dan menghubungkan apa yang

dipelajari dengan apa yang dialami di kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran akan lebih

menarik guru sebagai fasilitator dalam menggunakan teknologi di kelas. Hasil penelitian ini

diperoleh meningkatnya kemampuan siswa setelah menggunakan pembelajaran dengan model

Problem Based Learning Flipped Classroom sebesar 40% pada kelas eksperimen dibandingkan

dengan menggunakan model pembelajran konvensional sebesar 19% pada kelas control.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Chang et al, 2018) model Problem Based Learning

Flipped Classroom merupakan pembelajaran menumbuhkan kemampuan berpikir dan

pemecahan masalah dengan model pembelajaran kelas terbalik berbantuan video pembelajaran

sebagai media penyampaian materi sebelum pembelajaran kelas berlangsung.

Pembelajaran problem based learning flipped classroom belum bisa diterapkan pada

setiap sekolah di Indonesia. Penggunaan video tutorial yang diakses siswa melalui internet,

menuntut siswa dan guru dalam penguasaan teknologi dan informasi. Selain itu keberadaan

fasilitas seperti komputer, laptop, dan internet sangat penting mendukung penggunaan

pembelajaran problem based learning flipped classroom. Sebagian besar siswa memiliki dan

mampu menggunakan komputer maupun smartphone. Sekolah ini telah mempunyai akses

5
internet dalam pembelajaran, para guru mampu menggunakan teknologi, serta sarana dan

prasarana yang menunjang telah tersedia.

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis terisnpirasi untuk mengkaji lebih lanjut

mengenai pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom terhadap

berfikir kritis siswa hendak dilakukan penelitian eksperimen yang berjudul “Pengaruh Model

Pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom terhadap Kemampuan Berpikir

Kritis Fisika Siswa Kelas X MIA di SMA Negeri 2 Amlapura Tahun Ajaran 2018/2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis fisika siswa yang belajar dengan

model pembelajaran probelm based learning flipped classroom dan siswa yang belajar dengan

model pembelajaran Flipped Classroom?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan kemampuan berpikir kritis

fisika siswa yang belajar dengan model pembelajaran problem based flipped classroom dan

siswa yang belajar dengan model pembelajaranf lipped classroom.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara umum terdapat dua manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat

praktis,sebagai berikut

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan landasan teoritis pemecahan permasalahan belajar

dan pembelajaran fisika yang dialami dikalangan siswa. Terdapat indikasi yang signifikan

terhadap implementasi pembelajaran problem based flipped classroom di sekolah. Pembelajaran

6
problem based flipped classroom penting untuk diverifikasi dan dijustifikasi sebagai solusial

ternatif dalam pencapaian keterampilan proses sains dan pemahaman konsep fisika yang optimal.

Hasil penelitian ini juga dapat memberikan sumbangan atau menambah ilmu pengetahuan

didalam pendidikan, khususnya dalam pembelajaran fisika terutama yag berkaitan dengan

pengaruh pembelajaran problem based learning flipped classroom terhadap kemampuan berpikir

kritis.

1.4.2 Manfaat Praktis

Bagi guru, hasil penelitianini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang

dapat diterapkan untuk meningkatkan minat belajar siswa, dapat memudahkan guru mengajar

sehingga siswa mudah memahami pembelajaran fisika.

Bagi siswa,penerapan Problem Based Learning Flipped Classroom ini diharapkan

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran fisika,meningkatkan kemampuan

siswa untuk memecahkan masalah.

Bagi sekolah, hasil penelitian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih

metode pembelajaran yang inovatif yang berguna untuk kemampuan berpikir kritis siswa.

Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan memberikan wawasan baru bagi peneliti khususnya

dalam penelitian pendidikan sebagai langkah awal mempersiapkan diri sebagai seorang pendidik

yang profesional.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas X MIA SMA Negeri 2 Amlapura. Pokok bahasan

dan materi Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep usaha dan energi,

momentum dan impuls. Kedalaman materi pelajaran disesuaikan dengan tujuan Kurikulum 2013.

7
Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran dengan dua

dimensi, yang terdiri dari model problem based learning flipped classroom dan model

pembelajaran Flipped Classroom. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kemampuan berpikir kritis fisika siswa diukur dengan menggunakan tes berpikir kritis berupa 12

esay pilihan ganda diperluas. Kovariat yang diukur sebagai kontrol statistik untuk pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat adalah skor-skor hasil pretest yang mencerminkan

kemampuan berpikir kritis awal siswa

1.6Definisi Konseptual

1.6.1 Model Pembelajaran Flipped Classroom

Bergmann & Sams (2012) konsep dasar dari model ini ialah ; semua yang dilakukan di

kelas pada pembelajaran tradisional akan di lakukan di rumah dan semua pembelajaran di rumah

akan di kerjakan di kelas. Guru sebagai fasilitator mengemas materi pembelajaran dalam bentuk

digital beerupa video untuk dipelajari di rumah.

1.6.2 Model Pembelajaran Problem Based Flipped Classroom

Stelee (Utami, 2017)Problem Based Learning Flipped Classroom merupakan siswa

diberikan video yang memberikan petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul

ketika di kelas. Pada model ini siswa bekerja dengan bantuan guru. Ketika di kelas siswa

melakukan eksperimentasi dan evaluasi. model pembelajaran terbalik dengan diberikan video

petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul ketika di kelas

1.6.3 Kemampuan Berpikir Kritis

Ennis (1993) mengungkapkan bahwa “critical thinking is reasonable reflective thinking

focused on deciding what to believe or do.” Artinya berpikir kritis merupakan suatu kemampuan

8
berpikir reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus

dipercaya dan harus dilakukan

1.7 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian berdasarkan pada variabel terikat yang diukur yaitu

kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis adalah skor yang diperoleh oleh

siswa dari 12 soal essay.

II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paham Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Paradigma konstruktivistik tentang pembelajaran merupakan paradigma alternatif yang

muncul sebagai akibat terjadinya revolusi ilmiah dari sistem pembelajaran yang cederung

berlaku pada abad ke-21 pengetahuan sekarang ini (Santyasa,2017).Menurut Brooks & Brooks

(dalam Santyasa,2017) secara umum,terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas

konstruktivistik yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan pebelajar,

(2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan

pebelajar, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan pebelajar, (5) menilai

pembelajaran secara kontekstual. Guru diharapkan memiliki pikiran sesuai dengan paham

kontruktivisme agar tidak ada lagi siswa yang hanya berperan sebagai penonton ketika guru

mengajar, namun siswa juga ikut berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat

menemukan sendiri pengetahuannya. Menurut Santyasa (2007) guru konstruktivistik memiliki

ciri-ciri sebagai berikut (1) menghargai otonomi dan inisiatif siswa, (2) menggunakan data

primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis, (3)

mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan

9
mengkreasi dalam mengerjakan tugas, (4) menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan

mengubah model atau strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran, (5)

menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing

pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut, (6) menyediakan peluang kepada siswa untuk

berdiskusi baik dengan dirinya maupun dengan siswa yang lain, (7) mendorong sikap inquiry

siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk berpikir kritisdan berdiskusi

dengan temannya, (8) mengelaborasi respon awal siswa, (9) menyertakan siswa dalam

pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka

dan kemudian mendorong diskusi, (10) menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa

dalam memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas, dan (11) menumbuhkan sikap ingin tahu siswa

melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam.

2.2 Model Flipped Classroom

Flipped classroom tergolong model pembelajaran yang baru dan jarang digunakan guru

di Indonesia. Teknologi yang semakin canggih saat ini dapat menjadi suatu fasilitas belajar yang

efektif bagi guru dan siswa. Flipped Classroom pertama kali diperkenalkan oleh Jonathan

Bergmann dan Aaron Sams pada tahun 2007. Stelee (Adhitiya, 2015) menyatakan model Flipped

Classroom adalah “The use of multimedia elements and technology to help timeshift direct

instruction so students receive the most support when they are working on the tasks requiring

additional cognitive load”. Yakni model pembelajaran yang menggunakan perangkat multimedia

dan teknologi untuk membantu menukarkan waktu penyampaian materi pembelajaran sehingga

siswa menerima sebagian besar dukungan ketika mereka sedang bekerja dengan tugastugas yang

membutuhkan banyak teori tambahan ketika di kelas. Manfaat penggunaan perangkat

multimedia seperti video yang diberikan kepada siswa sebelum pembelajaran di kelas adalah

10
siswa dapat menonton, memutar ulang ataupun mempercepat sesuai dengan kebutuhan masing-

masing siswa. Pembelajaran flipped classroom siswa mempelajari topik sendiri, biasanya

menggunakan pelajaran video yang dibuat oleh guru atau bersama oleh pendidik lain, guru tidak

harus menciptakan video pembelajaran sendiri.Kemudian dalam kelas, siswa kemudian

mencoba untuk menerapkan pengetahuan dengan memecahkan masalah dan melakukan kerja

praktek. Sebagaimana dijelaskan Bergmann dan Sams (2013), pada dasarnya flipped classroom

memiliki konsep dasar bahwa semua yang dilakukan di kelas pada pembelajaran konvensional

menjadi dilakukan di rumah dan semua yang dilakukan sebagai pekerjaan rumah pada

pembelajaran konvansional menjadi dilakukan di kelas.

Menurut Johnson (2013) Flipped Classroom merupakan suatu cara dalam proses

pembelajaran yang mengurangi kapasitas kegiatan pembelajaran di dalam kelas dengan

memaksimalkan interaksi satu sama lain yaitu guru, siswa dan lingkungannya.

Model pembelajaran berbasis teknologi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran

adalah model Flipped Classroom. Menurut Bergmann dan Sams (2012) konsep dasar dari model

ini semua yang dilakukan di kelas pada pembelajaran tradisional akan di lakukan di rumah dan

semua pembelajaran di rumah akan di kerjakan di kelas. Guru sebagai fasilitator mengemas

materi pembelajaran dalam bentuk digital beerupa video untuk dipelajari di rumah. Bergman

dan Sams (2012) membandingkan model pembelajaran konvansional dengan model

pembelajaran flipped classroom. Pada model pembelajaran konvansional, siswa datang ke

kelasdengan rasa bingung dengan pekerjaan rumah yang diberikan dipertemuan sebelumnya.

Biasanya guru menghabiskan 25 menit pertama untuk membahas pekerjaan rumah yang siswa

belum pahami. Guru memberikan materi baru selama 30 sampai 45 menit dan sisanya dihabiskan

di kelas dengan latihan secara mandiri atau kelompok. Akan tetapi pada model pembelajaran

11
flipped classroom, waktu diatur dengan sepenuhnya. Di awal pembelajaran siswa perlu

menanyakan pertanyaan tentang materi yang telah dikirim melalui video, jadi guru umumnya

menjawab pertanyaan tersebut selama menit pertama di kelas. Hal ini membiarkan guru

menyelesaikan miskonsepsi sebelum mereka berlatih dan melakukan penyelesaian dalam

penerapan konsep. Waktu sisa digunakan lebih luas untuk aktivitas sendiri untuk penyelesaian

masalah secara langsung. Bergmann dan Sams (2012) menjelaskan dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbandingan Model Pembelajaran Kelas Traditional dan Model Pembelajaran

Flipped Classroom

Traditional Classroom Flipped Classroom

Aktifitas Waktu Aktifitas Waktu

Apersepsi 5 menit Apersepsi 5 menit

Membahas pekerjaan rumah 20 menit Tanya jawab isi video 10 menit

pertemuan sebelumnya

Guru menjelaskan materi baru 30-45 menit Bimbingan dan latihan individu 75 menit

atau kegiatan kelompok

Bimbingan dan latihan individu 20-35 menit

atau kegiatan kelompok

Langkah-langkah pembelajaran flipped classroomyang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut Stelle (Adhitiya, 2015):

a. Persiapan

1. Sebelum tatap muka guru memberikan materi dalam bentuk

videopembelajaran.

12
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai.

3. Guru menyampaikan secara garis besar yang akan dipelajari.

4. Guru menyampaikan secara garis besar materi yang akan Memberi tugas

siswa untuk membuat rangkuman dari video.

b. Kegiatan dikelas

1. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5

orangsiswa.

2. Membahas video yang telah ditonton siswa dengan diskusi dan tanyajawab.

3. Melalui tanya jawab dengan siswa guru menguatkan konsep.

4. Guru memberikan latihan pemecahan masalah melaluiLKS.

5. Siswa berdiskusi denga kelompoknya untuk menyelesaikan masalah

6. Peran guru saat diskusi adalah memfasilitasi siswa agar mampu menuliskan

ide atau gagasannya terkait masalah yangdiberikan.

7. Salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan yang

lainmenanggapinya.

8. Guru memberikan tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

9. Memberikan video pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya.

13
Tabel 2.2 menjelaskan tentang definisi sempit dan definisi luas model pembelajaran flipped

classroom

Model Pembelajaran Flipped Classroomdalam arti sempit

Di dalam kelas Di luar kelas

Latihan soal dan pemecahan masalah Menonton video pembelajaran yang diberikan

Model Pembelajaran Flipped Classroomdalam arti luas

Di dalam kelas Di luar kelas

Kegiatan Tanya jawab Menonton video pembelajaran

Pembelajaran berkelompok atau pemecahan Quiz dan latihan soal yang bersifat tertutup

masalah yang bersifat teruka

Pada Tabel 2.2 menjelaskan tentang definisi sempit dan definisi luas model pembelajaran flipped

classroom. Dalam arti sempit kegiatan flipped classroom di luar kelas adalah menonton video

pembelajaran yang diberikan, dan ketika didalam kelas adalah latihan soal dan melakukan

pemecahan masalah. Akan tetapi, dalam arti yang lebih luas kegiatan flipped classroom di luar

kelas bukan hanya menonton video pembelajaran melainkan siswa juga harus menjawab kuis dan

latihan soal yang bersifat tertutup, dan ketika didalam kelas dilakukan aktivitas tanya jawab dan

pembelajaran berkelompok untu memecahkan masalah yang sifatnya terbuka.

2.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom

Stelee (Utami, 2017) Problem Based Learning Flipped Classroom merupakan siswa

diberikan video yang memberikan petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul

ketika di kelas. Pada model ini siswa bekerja dengan bantuan guru. Ketika di kelas siswa

14
melakukan eksperimentasi dan evaluasi. model pembelajaran terbalik dengan diberikan video

petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul ketika di kelas

Model Pembelajaran Problem Based Flipped Classroom menurut (Chis et al, 2018) dua

pendekatan pedagogis berbasis mandiri yaitu model Problem Based Learning Flipped Classroom

dengan menghubungkan rumah dan ruang belajar di kelas memanfaatkan teknologi,

membebaskan waktu kegiatan praktis mengerjakan masalah nyata dan menghubungkan apa yang

dipelajari dengan apa yang dialami di kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran akan lebih

menarik guru sebagai fasilitator dalam menggunakan teknologi di kelas. Menurut penelitian

yang dilakukan oleh (Chang et al, 2018) model Problem Based Learning Flipped Classroom

merupakan pembelajaran menumbuhkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah dengan

model pembelajaran kelas terbalik berbantuan video pembelajaran sebagai media penyampaian

materi sebelum pembelajaran kelas berlangsung

Pembelajaran berbasis masalah sangat baik digunakan untuk menumbuhkembangkan

keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif (Sadia, 2014).

Proses pembelajaran dengan PBL menurut Fogarty (dalam Santyasa, 2017), dijalankan dengan 8

langkah, yaitu: 1) menemukan masalah, 2) mendefinisikan masalah, 3) mengumpulkan fakta-

fakta, 4) menyusun dugaan sementara, 5) menyelidiki,6) menyempurnakan permasalahan yang

telah didefinisikan, 7) menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif, dan 8)

menguji solusi permasalahan.

1. Menemukan masalah

Pebelajar diberikan masalah berstruktur ill-defined yang diangkat dari konteks kehidupan

sehari-hari. Pernyataan permasalahan diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang pendek dan

memberikan sedikit fakta-fakta di seputar konteks permasalahan. Pernyataan permasalahan

15
diupayakan memberikan peluang pada pebelajar untuk melakukan penyelidikan. Pebelajar

menggunakan kecerdasan inter dan intra-personal untuk saling memahami dan saling berbagi

pengetahuan antar anggota kelompok terkait dengan permasalahan yang dikaji. Berdasarkan

strukturnya, masalah dalam pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu masalah

yang terdefinisikan secara jelas (well-defined) dan masalah yang tidak terdefinisikan secara jelas

(ill-defined) (Hudoyo; Jensen; Qin et al dalam Santyasa, 2017). Pengambilan masalah dari

konteks nyata sangat bermanfaat bagi pebelajar dalam mengembangkan kemampuannya

memecahkan masalah. Hasil-hasil penelitian tentang pemecahan masalah yang dipraktikan dalam

kelas dengan masalah berstruktur ill-defined memberikan dampak-dampak sebagai berikut: 1)

penemuan masalah dapat meningkatkan kreativitas, 2) memotivasi pebelajar yang menjadikan

belajar terasa menyenangkan, 3) masalah dengan struktur ill-defined membutuhkan keterampilan

yang berbeda dengan masalah yang berbentuk standard-problem, 4) mendorong pebelajar

memahami dan memperoleh hubungan-hubungan masalah dengan disiplin ilmu tertentu, dan 5)

informasi yang masuk ke dalam memori jangka panjang lebih diperkuat dengan menggunakan

masalah yang berstruktur ill-defined (Krulik & Rudnic dalam Santyasa, 2017).

2. Mendefinisikan masalah

Pebelajar mendefinisikan masalah menggunakan kalimatnya sendiri. Permasalahan

dinyatakan dengan parameter yang jelas. Pebelajar membuat beberapa definisi sebagai informasi

awal yang perlu disediakan. Pada langkah ini, pebelajar melibatkan kecerdasan intra-personal

dan kemampuan awal yang dimiliki dalam memahami dan mendefinisikan masalah.

3. Mengumpulkan fakta-fakta

Pebelajar membuka kembali pengalaman yang sudah diperolehnya dan pengetahuan awal

untuk mengumpulkan fakta-fakta. Pebelajar melibatkan kecerdasan majemuk yang dimiliki

16
untuk mencari informasi yang berhubungan dengan permasalahan. Pada tahap ini, pebelajar

mengorganisasikan informasi-informasi dengan menggunakan istilah “apa yang diketahui

(know)”, “apa yang dibutuhkan (need toknow)”, dan “apa yang dilakukan (need to do)” untuk

menganalisis permasalahan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan.

4. Menyusun dugaan sementara

Pebelajar menyusun jawaban-jawaban sementara terhadap permasalahan dengan

melibatkan kecerdasan logic-mathematical. Pebelajar juga melibatkan kecerdasan interpersonal

yang dimilikinya untuk mengungkapkan apa yang dipikirkannya, membuat hubungan-hubungan,

jawaban dugaannya, dan penalaran mereka dengan langkah-langkah yang logis.

5. Menyelidiki

Pebelajar melakukan penyelidikan terhadap data-data dan informasi yang diperolehnya

berorientasi pada permasalahan. Pebelajar melibatkan kecerdasan majemuk yang dimilikinya

dalam memahami dan memaknai informasi dan fakta-fakta yang ditemukannya. Guru membuat

struktur belajar yang memungkinkan pebelajar dapat menggunakan berbagai cara untuk

mengetahui dan memahami (multiple ways of knowingand understanding) dunia mereka.

6. Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan

Pebelajar menyempurnakan kembali perumusan masalah dengan merefleksikannya

melalui gambaran nyata yang mereka pahami. Pebelajar melibatkan kecerdasan verbal-linguistic

memperbaiki pernyataan rumusan masalah sedapat mungkin menggunakan kata yang lebihtepat.

Perumusan ulang permasalahan lebih memfokuskan penyelidikan dan menunjukkansecara jelas

fakta-fakta dan informasi yang perlu dicari, serta memberikan tujuan yangjelas dalam

menganalisis data.

17
7. Menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif.

Pebelajar berkolaborasi mendiskusikan data dan informasi yang relevan dengan

permasalahan. Setiap anggota kelompok secara kolaboratif mulai bergelut untuk mendiskusikan

permasalahan dari berbagai sudut pandang. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berada

pada tahap menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan yang dihasilkan dengan berkolaborasi.

Kolaborasi menjadi mediasi untuk menghimpun sejumlah alternatif pemecahan masalah yang

menghasilkan alternatif yang lebih baik ketimbang dilakukan secara individual.

8. Menguji solusi permasalahan

Pebelajar menguji alternatif pemecahan yang sesuai dengan permasalahan aktual melalui

diskusi secara komprehensip antar anggota kelompok untuk memperoleh hasil pemecahan

terbaik. Pebelajar menggunakan kecerdasan majemuk untuk menguji alternatif pemecahan

masalah dengan membuat sketsa, menulis, debat, membuat plot untuk mengungkapkan ide-ide

yang dimilikinya dalam menguji alternatif pemecahan.

Tabel 2.3 Langkah model pembelajaran Problem Based Lerning Flipped Classroom

Pembelajaran (di luar kelas )

 Guru memberikan media pembelajaran beupa video.


 Siswa mempelajari media pembelajaran di rumah berulang kali.
 Siswa merangkum media pembelajaran yang dipelajari di rumah.

Pembelajaran (di dalam kelas)


Pendahuluan
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam.

Guru mengabsen kehadiran siswa.

Guru menanyakan kesiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran

Orientasi
1. Guru menanyakan apakah sisiwa telah menonton video dan merangkum

18
materi yang didapat.
2. Guru menyiapkan kompetensi dasar, indicator, dan tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai selama kegiatan pembelajaran.
3. Guru menyampaikan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran.

1. Guru menyajikan sekilas cuplikan video yang sudah disimak oleh siswa
di rumah.
2. Melalui Tanya jawab guru memberikan penjelasan yang berkaitan
dengan hal-hal yang kurang dipahami untuk menguatkan konsep siswa.
Inti
3. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) untuk mendukung proses
pembelajaran.
4. Siswa mengajukan hipotesis terkait dengan masalah yang ada di LKS.
5. Siswa mendiskusikan kelompok untuk mengumpulkan informasi yang
telah diperoleh untuk memecahkan masalah pada LKS
6. Siswa mengolah data yang sudah didapatkan bersama anggota
kelompoknya.
7. Menyimpulkan alterntif pemecahan secara kolaboratif
8. Siswa melaporkan hasil diskusi di depan kelas dan diskusi kelompok
siswa yang lain menanggapi dalam bentuk pertanyaan atau saran.

Menarik simpulan
1. Siswa membuat simpulan berdasarkan hasil analisis data yang sudah
dilaksanakan.
2. Guru memfasilitasi siswa untuk membut simpulan.
3. Guru memberikan tes soal untuk mengetahui pemahaman konsep siswa.
Penutup 1. Guru memberikan video pemebalajan untuk dapat ditonton secara
berulang di rumah
2. Siswa diminta membuat rangkuman dan membuat pertanyaan
berdasarkan video yang baru diberikan
3. Mengucapkan salam penutup

2.4 Kemampuan Bepikir Kritis

Iskandar (2009) mengungkan bahwa kemampuan berpikir kritis merujuk pada pemikiran

seseorang pemikir dalam menilai kevaliditan dan kebaikan suatu ide, buah fikiran, pandangan,

dan dapat memberikan respon berdasarkan kepada bukti dan sebab akibat. Ennis (1993)

mengungkapkan bahwa “critical thinking is reasonable reflective thinking focused on deciding

what to believe or do.” Artinya berpikir kritis merupakan suatu kemampuan berpkir reflektif

19
yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus dipercaya dan harus

dilakukan

Kemampuan berpikir kritis bukan kemampuan yang melekat pada diri manusia dari lahir,

namun merupakan suatu hal yang harus dilatih salah satu contohnya ketika proses belajar

mengajar. Ennis (dalam Costa, 1991) memaparkan mengenai dimensi dan indikator kemampuan

berpikir kritis seperti pada Tabel 2.4 berikut.

Tabel 2.4 Dimensi dan Indikator Berpikir Kritis

No Dimensi Indikator
1 Merumuskan masalah a. Rumusan masalah disesuaikan dengan
narasi masalah
b. Memformulasikan dalam bentuk
pertanyaan yang memberi arahan untuk
memperoleh jawaban
2 Memberikan argumen a. Argumen dengan alasan yang sesuai
b. Menunjukkan perbedaan dan
persamaan
3 Melakukan dedukasi a. Mendeduksi secara logis
b. Melakukan interpretasi terhadap
pertanyaan
4 Melakukan induksi a. Melakukan investigasi/ pengumpulan
data secara lengkap
b. Membuat generalisasi dari data,
membuat tabel dan grafik
5 Melakukan evaluasi a. Memberikan solusi/saran sesuai
masalah
b. Memberikan alternatif solusi sesuai
dengan teori
6 Memutuskan dan a. Memilih kemungkinan alternatif yang
melaksanakan ada
b. Menentukan kemungkinan solusi yang
akan dilaksanakan berdasarkan teori
(diadaptasi dari Ennis dalam Costa, 1991)

20
2.5 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Pertama, Hounget al. (2018) Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dapat lebih

mengontrol pembelajaran dan lebih memahami di dalam proses belajar dengan pendapat dari

teman-teman sehingga ketika siswa memberikan alasan beserta buktinya siswa memiliki

kemampuan berfikir kritis . Model Flipped Classroom dalam pengajaran, pengetahuan yang

dipelajari dimaksimalkan olehbergiliran menjawab pertanyaan, menyelesaikan tugas,menerapkan

pelajaran ke situasi praktisdan hanya saatmelakukannya pemikiran kritis siswa secara

bertahapdikembangkan dan dicapai pada tingkat tinggi.Kajian tersebut menjadikan dasar dalam

melakukan penelitian tentang pegaruh Flipped Classroom terhadap kemampuan berpikir kritis.

Kedua, Ridhaet al. (2016)Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa strategi

pembelajaran yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perolehan hasil belajar

secara signifikan dengan besarnya koefisien p-value kelompok eksperimen (0.000 < 0.05) dan

kelompok kontrol (0.003 < 0.05), sehingga dapat dinyatakan bahwa strategi flipped mastery

classroom yang diterapkan pada kelompok eksperimen memberikan pengaruh yang berbeda

dengan strategi tradisional yang diterapkan pada kelompok kontrol terhadap perolehan hasil

belajar kognitif secara signifikan. Kajian ini menemukanhasil belajar kognitif kelompok

mahasiswa pada matakuliah Psikologi Pendidikan di Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas

Negeri Malang yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi flipped mastery classroom

menunjukkan perolehan rata-rata yang lebih baik daripada kelompok mahasiswa yang

dibelajarkan dengan menggunakan strategi tradisional. Model pembelajaran ini dapat kajian

dasar dalam melakukan penelitian pengaruh model flipped classroom terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa.

21
Ketiga, Saputra dan Mujib(2018) hasil ini menunjukkan bahwa terdapatpengaruh kepada

peserta didik yang mendapat perlakuan model pembelajaran Flipped Classroom menggunakan

video pembelajaran Hal ini disebabkan karena model Flipped Classroom menggunakan video

pembelajaran lebih banyak memberikan kesempatan peserta didik untuk belajar dimanapun dan

kapanpun. Video tersebut ddapat diulang-ulang hingga benar-benar paham materi.Kajian

penelitian ini memberikan gambaran umum menggunakan model Flipped Classroom

menggunakan video pembelajaran matematika untuk meningkatkan Kemampuan Pemahaman

Konsep Matematis peserta didik

Keempat,Agustiningrum dan Haryono(2017) Hasil Temuan dalam penelitian ini

memberikan petunjuk Penerapan model pembelajaran flipped calssroom dan course review

horray berbasis lesson study pada mata pelajaran ekonomi kelas XI IPS 2 MAN Kota Batu juga

dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan belajar

siswa pada siklus I sebesar 75% yang kemudian meningkat menjadi 89,29% pada siklus

II.Kajian penelitian ini memberikan gambaran umum dalam peningkatan kemampuan berpikir

kritis siswa bahwa terdapat pengaruh model Flipped Classroom yang signifikan terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa.

Kelima, Choiroh et al (2018) Hasil analisis, . Flipped Classroom menggunakan metode

Mind Mapping yang berpengaruh pada prestasi dan kemandirian belajar. Disebabkan siswa

membangun pengetahuan awalnya dengan menonton video pembelajaran yang diberikan oleh

guru. Kajian ini menggambarkan siswa dapat meningkatkan kemandirian belajarnya karena

mereka belajar sesuai dengan inisiatif sendiri. Dengan belajar dirumah siswa akan terdorong

untuk selalu belajar terlebih dahulu. Siswa yang memiliki kemandirian tinggi cenderung belajar

lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari pada dalam pengawasan program; mampu

22
memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu dalam

menyelesaikan. Siswa yang belajar dengan model pembelajaran Flipped Classroom

menggunakan metode Mind Mapping prestasi dan kemandirian belajarnya lebih tinggi dari pada

siswa yang belajar dengan model pembelajaran Flipped Classroom.

Keenam, Maolidahet al. (2017) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

model pembelajaran Flipped Classroom terhadap penguasaan konsep dan kemampuan berpikir

kritis siswa SMP Laboratorium Percontohan UPI Bandung.. Model pembelajaran flipped

classroom dapat mengembangkan penguasaan konsep serta kemampuan berpikir kritis siswa.

Kemampuan berpikir kritis siswa akan berimplikasi pada penguasaan konsep siswa. Kajian

tersebut menjadikan kemampuan berpikir kritis peserta yang tinggi akan memiliki penguasaan

konsep yang tinggi pula

Ketujuh, Pratiwi et al. (2017) Model pembelajaran model flipped classroom memberikan

pengaruh sebesar 27,04% terhadap hasil belajar siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 8 Pontianak

pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Model pembelajaran flipped classroom

mempunyai keunggulan tertentu dibandingkan dengan metode ceramah, yaitu meningkatkan

interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, waktu pembelajaran di kelas

lebih efektif dan efisien, serta meningkatkan kemampuan belajar mandiri. Kajian penelitian ini

memberikan gambaran umum dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa bahwa

metode pembelajaran Flipped Classroom dapat dijadikan kajian dalam penelitian

Kedelapan, Aljaser(2017) hasil analisis penelitian ini model pembelajaran flipped

classroom konsentrasi dan partisipasi siswa dibandingkan dengan metode tradisional. Ini juga

menunjukkan bahwa model pembelajaran flipped classroom efektif dalam meningkatkan tingkat

prestasi akademik siswa, interaksi mereka dan partisipasi dalam waktu kuliah, motivasi mereka

23
dan kesenangan mereka. Selain itu, strategi ini mengarah untuk meningkatkan self-efficacy

mereka, perasaan mereka untuk dapat berpartisipasi dan melakukan tugas-tugas yang

ditugaskan; dan karenanya tingkat self-efficacy mereka menjadi lebih tinggi. Akibatnya, siswa

dapat melakukan hal-hal positif untuk kepentingan. Kajian penelitian ini memberikan gambaran

umum dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa bahwa metode pembelajaran

Problem Based Learning Flipped Classroom dapat dijadikan kajian dalam penelitian

Kesembilan, Yuan et al (2018) hasil dari penelitian ini yaitu model pembelajaran

Problem Based Learning Flipped Classroomsangat mempengaruhi terhadap cara belajar

mahasiswa dan meningkatkan kemauan dalam membaca buku pembelajaran. Kajian penelitian

ini memberikan gambaran umum dengan menggunakan model pembelajaran model

pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroomsangat mempengaruhi terhadap cara

belajar mahasiswa dan meningkatkan kemauan dalam membaca buku pembelajaran.

Kesepuluh, (Chis et al, 2018) yaitu model Problem Based Learning Flipped Classroom

dengan menghubungkan rumah dan ruang belajar di kelas memanfaatkan teknologi,

membebaskan waktu kegiatan praktis mengerjakan masalah nyata dan menghubungkan apa yang

dipelajari dengan apa yang dialami di kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran akan lebih

menarik guru sebagai fasilitator dalam menggunakan teknologi di kelas. Hasil penelitian ini

diperoleh meningkatnya kemampuan siswa setelah menggunakan pembelajaran dengan model

Problem Based Learning Flipped Classroom sebesar 40% pada kelas eksperimen dibandingkan

dengan menggunakan model pembelajran konvensional sebesar 19% pada kelas control. Kajian

penelitian ini dapat memberikan gambaran umum dalam meningkatkan pemahaman siswa

dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom,

memberikan cara belajar yang lebih digemari oleh siswa

24
Kesebelas, (Chang et al, 2018) model Problem Based Learning Flipped Classroom

merupakan pembelajaran menumbuhkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah dengan

model pembelajaran kelas terbalik berbantuan video pembelajaran sebagai media penyampaian

materi sebelum pembelajaran kelas berlangsung. Penelitian yang dilakukan menunjukkan kelas

ekperimen memiliki nilai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas control. Kajian ini

memberikan gambaran umum model pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom

dapat menarik perhatian siswa didalam pembelajaran, memicu para siswa dalam belajar

denganpermasalahan-permasalahan utnutk membuat siswa memiliki kemampuan berpikir kritis

yang menghasilkan hasil belajar yang lebih baik.

Keduabelas, (Cakiroglu & Ozturk, 2017) model pembelajaran Problem Based Learning

Flipped Classroommeberikankesempatan untuk menonton video lebih dari sekali memberikan

banyak kontribusi ketika para siswadiperlukan untuk mengaitkan dengan masalah

sebelumnya. Setelah para siswa mempelajari konten sampai batas tertentu mereka mampu

mengambil peran aktif dalam pembelajaran di kelas seperti yang terlihat dalam beberapa

penelitian yang melakukan aplikasi serupa terkait dengan masalah di kelas. Kajian ini

memberikan gambaran umum mengenai proses pembelajaran dengan menggunakan model

Problem Based Learning Flipped Classroomproses pembelajaran yang sebagian besar dilakukan

di rumah dengan memberikan suatu permasalahan, siswa memiliki banyak kesempatan

menonton video pembelajaran secara berulang untuk memahami permasalahan yang diberikan

oleh guru, kemampuan siswa dalam berpikir lebih banyak dibandingkan di dalam kelas.

25
2.6 Kerangka Berpikir

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu tujuan utama dalam pembelajaran sains

termasuk fisika. Penyisipan pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran

seperti fisika akan membiasakan siswa dalam berpikir secara kritis. Mengingat fisika merupakan

suatu upaya yang dilakukan manusia yang bertumpu pada penalaran (reasoning), wawasan

(insight), tenaga, keterampilan dan kreativitas, tentunya dapat digunakan sebagai media

pengaplikasian pemikiran secara kritis. Tujuan pembelajaran fisika seperti mengembangkan

kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep

dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik

secara kualitatif maupun kuantitatif menjadi alasan kuat pembelajaran fisika memiliki kaitan erat

dengan kemampuan berpikir kritis.

Hasil-hasil penelitian hingga saat ini mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kritis

siswa relatif rendah. Hal ini disebakan karena guru yang masih mengajar menggunakan

pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional berdasarkan teori behavioristik.

Kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher center), dimana siswa menjadi pasif

dalam kegiatan pembelajaran. Metode yang biasanya diterapkan dalam model pembelajaran ini

yaitu metode ceramah. Hal ini mengakibatkan siswa cenderung belajar dengan cara menghafal

karena siswa hanya menerima informasi tanpa menemukan sendiri informasi tersebut.

Upaya yang dapat dilakukan guru untuk memenuhi tuntutan pembelajaran yaitu

kemampuan berpikir kritis siswa adalah menggunakan metode pembelajaran yang mampu

meningkatkan aspek-aspek kemampuan berpikir kritis. Menggunakan Model Pembelajaran

Problem Based Learning Flipped Classroom mendorong siswa untuk belajar secara aktif

sehingga pembelajaran berpusat siswa.

26
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat diprediksikan bahwa pembelajaran

Problem Based Learning Flipped Classroom lebih unggul diterapkan daripada pembelajaran

konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pembelajaran Problem

Based Learning Flipped Classroom yang berlandaskan paham konstruktivisme sehingga mampu

mengaktifkan proses-proses kognitif siswa. Berdasarkan justifikasi teoritis dapat diajukan

sementara bahwa pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom lebih berpengaruh

secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran

Flipped Classroom. Secara ringkas, kerangka berpikir ini disajikan pada Gambar 2.3 berikut.

27
Pembelajaran Fisika

Kemampuan Berpikir Kritis

Fakta

Kemampuan Solusi
Penyebab
Berpikir siswa Pembelajaran Problem
Pembelajaran rendah Based Learning
Flipped Clasroom FlippedClasroom

Ciri-ciri
Ciri-ciri
 Konstruktivistik
a. Behavioristik  Student center
b. Teacher center  Siswa aktif dalam kegiatan
c. Siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran
pembelajaran  Biasanya menggunakan
d. Biasanya menggunakan metode metode eksperimen
ceramah
 Menghindarkan siswa dari cara
e. Siswa cenderung belajar dengan
belajar menghafal, karena
menghafal
siswa menemukan sendiri
konsepnya.
Menyebab Menyebab
 fisika siswa
kan kan
 siswa diberikan pengalaman secara
Menghambat kemampuan Meningkatkan kemampuan
langsung
berpikir kritis siswa berpikir kritis siswa

Gambar 2.3Kerangka Berpikir

2.7 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, landasan teori, dan hasil penelitian yang

relevan maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis

siswa yang belajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom dan

siswa yang belajar dengan model pembelajaran Flipped Classroom

28
III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian quasi eksperiment atau eksperimen semu. Penelitian ini

menggunakan desain one way non-equivalent pretest-posttest control group design. Pretest

dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa antara kelompok ekperimen dan

kelompok kontrol. Setelah mendapatkan hasil dari pretest, peneliti memberikan perlakuan (X1)

dengan model pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroomuntuk kelompok

eksperimen dan (X2) untuk kelompok kontrol.Kemudian untuk mengetahui hasil perlakuan,

peneliti memberikan posttest kepada siswa. Desain tersebut dapat digambarkan seperti Gambar

3.1.

O1 X1 O2

O3 X2 O4

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Sumber : (Santyasa,2018)

Keterangan :

O1 : pengamatan awal kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen sebelum diberikan

perlakuan

X1 : perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen yang diajarkan dengan

pembelajaran problem based learning flipped classroom.

O2 : pengamatan akhir kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen setelah diberikan

perlakuan

O3 : pengamatan awal pada kelas kontrol

29
X2 : perlakuan yang diberikan kepada kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran

Flipped Classroom

O4 : pengamatan akhir kemampuan berpikir kritis pada kelas kontrol yang diajarkan dengan

pembelajaran Flipped Classroom.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIA di SMA Negeri 2

Amlapura semester genap tahun ajaran 2018/2019. Jumlah kelas X MIA sebanyak 5 kelas

dengan total populasi sebanyak 108 siswa. Komposisi masing-masing disajikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1Komposisi Anggota Populasi

No. Kelas Populasi Jumlah Siswa


1. X MIA 1 36 siswa
2. X MIA 2 36 siswa
3. X MIA 3 36 siswa
4 X MIA 4 36 siswa
5 X MIA 5 36 siswa
Jumlah Populasi 180 siswa

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan random assignment atau teknik pembagian

acak dengan menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian. Terdapat dua kelas yang

digunakan sebgai sampel dari lima kelas yang ada. Dua kelas sampel yang muncul akan

diundikembali untuk menentapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas kontrol terdiri dari

satu kelas dengan perlakuan berupa pemberian metode pembelajaran flipped classroom. Kelas

eksperimen terdiri dari satu kelas dengan perlakuan berupa pemberian metode problem based

learning flipped classroom. Dua kelas dalam penelitian ini yaitu X MIA 1 sebagai kelas

eksperimen dan X MIA 2 sebagai kelas kontrol. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 72

siswa yang meliputi 36 siswa di kelas eksperimen dan 36 siswa di kelas kontrol.

30
3.3 Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini dibedakan menjadi dua variabel yaitu variabel bebas dan

variabel terikat. Terdapat dua variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variabel bebas yang diuji

dan variabel bebas kontrol. Variabel bebas yang diuji dalam penelitian ini yaitu model

pembelajaran problem based learning flipped classroom dan variabel bebas kontrol dalam

penelitian ini yaitu model pembelajaran Flipped Classroom. Variabel terikat dalam penelitian

ini yaitu Kemampuan berpikir kritis siswa.variabel kovariat dalam penelitian ini yaitu hasil

belajar awal kognitif. Hubungan varabel dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Variabel Kovariat

Kemampuan berpikir kritis awal


siswa

Variabel Bebas

Modelproblem based learning flipped Variabel Terikat


classroom
Kemampuan berpikir kritis siswa
Model pembelajaran flipped classroom

Gambar 3.2 Hubungan antar variabel penelitian

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan bebebrapa tahap sebagai berikut.

3.4.1 Tahap Persiapan

a. Melakukan observasi ke sekolah sekaligus minta izin kepada kepala sekolah untuk

mengadakan penelitian di sekolah yang bersangkutan. Mengadakan sosialisasi dengan guru

31
mata pelajaran yang bersangkutan bahwa hendak diadakan penelitian di kelas tersebut.

Meminta silabus yang digunakan disekolah tersebut

b. Menyusun dan merancang perangkat pembelajaran yang terdiri atas rencana pembelajaran

(RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) untuk kelas eksperimen dengan menerapkan metode

Problem Based Learning Flipped Classroom dan kelas kontrol menggunakan metode

pembelajaran Flipped Classroom. Perangkat pembelajaran yang dirancang sesuai dengan

kurikulum yang berlaku.

c. Merancang instrumen membuat soal yang sesuai Standar Kompetensi (SK), Kompetensi

Dasar (KD), dan merumuskan indikator berdasarkan silabus mata pelajaran fisika.

d. Melaksanakan uji coba instrumen penelitian dikelas X MIA untuk mengetahui validitas soal

tes kemampuan berpikir kritis siswa. Pada tahap ini, dilakukan pengujian instrumen yang

digunakan dalam penelitian meliputi uji validitas, uji konsistensi internal, indeks daya beda

tes, dan indeks kesukaran butir tes. Bentuk tes kemampuan berpikir kritis siswa berupa tes

essay yang jumlahnya 12 butir soal

e. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing terkait hasil uji coba instrumen penelitian.

f. Melakukan revisi terhadap instrumen berdasarkan masukan dari dosen pembimbing.

3.4.2 Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan tes awal (pretest), kegiatan ini dilaksanakan pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Kegiatan tes awal dilakukan sebelum diberikan perlakuan pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Tes awal yang diberikan berupa tes kemampuan berpikir

kritis awal siswa yang digunakan untuk mendapatkan data variabel kovariat.

32
b. Melakukan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan perlakuan peneliti. Kelas ekperimen

digunakan metode pembelajaran problem based learning flipped classroom dan pada kelas

kontrol dingunakan metode pembelajaran Flipped Classroom. Bentuk perangkat pembelajaran

yang digunakan berupa RPP, LKS dan Vidio

c. Melakukan tes akhir (posttest) , kegiatan ini dilaksanakan pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Tujuan posttest adalah untuk memperoleh informasi tentang tingkat kemampuan

berpikir kritis siswa setelah mengikuti proses pembelajaran atas perlakuan yang telah

diberikan.

3.4.3 Tahap Tindak Lanjut

a.Menganalisis data hasil penelitian. Analisis menguji hipotesis yang telah dirumuskan

sebelumnya, digunakan analisis deskriptif dan analisis kovarian (ANAKOVA) satu jalur yang

sebelumnya dilakukan uji asumsi data penelitian yang terdiridari uji normalitas sebaran data,

uji homogenitas varians, dan uji linieritas dibantu denganprogram SPSS-PC 23.0 for Windows.

b. Melakukan pembahasan, kesimpulan, saran untuk melegkapi laporan. Melakukan bimbingan

kepada dosen mengenai laporan yang dibuat.

Secara skema, prosedur penelitian dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.3.

33
Tahap Persiapan

1. Observasi di Sekolah Tempat Penelitian.


2. Menyusun Perangkat Pembelajaran dan Instrumen
Penelitian.
3. Uji Coba Instrumen dan Perangkat Pembelajaran
4. Revisi Instrumen Penelitian

Tahap Pelaksanaan

Perlakuan terhadap Sampel Penelitian

Pretest

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Penerapan Problem Based Learning Penerapan Pembelajaran


Flipped Classroom Flipped Classroom

Posttest

Tahap Akhir

1. Analisis Data danUji Hipotesis


2. Pembahasan dan Kesimpulan

Gambar 3.3Prosedur Penelitian

34
3.5 Perlakuan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua kelompok belajar, yaitu kelompok eksperimen dan

kelompok kotrol. Kelompok eksperimen akanmemperoleh perlakuan berupa metode

pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom, sedangkan kelompok kontrol

memperoleh perlakuan berupa metode pebelajaran Flipped Classroom. Perlakuan yang

diperoleh masing-masing kelompok dan porsi yang sama. Perbedaanya adalah kegiatan

pembelajaran darimasing-masing model pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Perlakuan penelitian pada setiap kelompok sampel

Tahap Aktivitas Pembelajaran Aktivitas Pembelajaran Problem Based


Pembelajaran Flipped Classroom LearningFlipped Classroom
 Guru memberikan media
 Guru memberikan media
pembelajaran beupa
pembelajaran beupa video.
video.
 Siswa mempelajari media
 Siswa mempelajari media
pembelajaran di rumah berulang
Di luar kelas pembelajaran di rumah
kali.
berulang kali.
 Siswa merangkum media
 Siswa merangkum media
pembelajaran yang dipelajari di
pembelajaran yang
rumah.
dipelajari di rumah.
Di dalam kelas
Pendahuluan Guru membuka pelajaran dengan Guru membuka pelajaran dengan
mengucapkan salam. mengucapkan salam.
Guru mengabsen kehadiran
Guru mengabsen kehadiran siswa.
siswa.
Guru menanyakan kesiapan
Guru menanyakan kesiapan siswa untuk
siswa untuk mengikuti
mengikuti pembelajaran
pembelajaran
Orientasi Orientasi
1. Guru menanyakan apakah 1. Guru menanyakan apakah sisiwa telah
sisiwa telah menonton video menonton video dan merangkum
dan merangkum materi yang materi yang didapat.
didapat. 2. Guru menyiapkan kompetensi dasar,
2. Guru menyiapkan indicator, dan tujuan pembelajaran
kompetensi dasar, indicator, yang hendak dicapai selama kegiatan
dan tujuan pembelajaran pembelajaran.
yang hendak dicapai selama 3. Guru menyampaikan pokok-pokok
kegiatan pembelajaran. kegiatan yang harus dilakukan siswa

35
3. Guru menyampaikan pokok- untuk mencapai tujuan pembelajaran.
pokok kegiatan yang harus
dilakukan siswa untuk
mencapai tujuan
pembelajaran.

Inti 1. Guru menyajikan sekilas 1. Guru menyajikan sekilas cuplikan


cuplikan video yang sudah video yang sudah disimak oleh siswa
disimak oleh siswa di rumah. di rumah.
2. Guru membagi siswa 2. Melalui Tanya jawab guru
menjadi beberapa kelompok memberikan penjelasan yang
yang terdiri dari 4-5 orang berkaitan dengan hal-hal yang kurang
siswa. dipahami untuk menguatkan konsep
3. Membahas video yang telah siswa.
ditonton siswa dengan tanya 3. Guru membagikan lembar kerja siswa
jawab. (LKS) untuk mendukung proses
4. Melalui Tanya jawab guru pembelajaran.
memberikan penjelasan yang 4. Siswa mengajukan hipotesis terkait
berkaitan dengan hal-hal dengan masalah yang ada di LKS.
yang kurang dipahami untuk 5. Siswa mendiskusikan kelompok untuk
menguatkan konsep siswa. mengumpulkan informasi yang telah
5. Guru memberikan lembar diperoleh untuk memecahkan masalah
kerja siswa kepada setiap pada LKS
kelompok. 6. Siswa mengolah data yang sudah
6. Siswa dalam kelompok didapatkan bersama anggota
mediskusikan dan kelompoknya.
menyelesaikan 7. Menyimpulkan alterntif pemecahan
permasalahan. secara kolaboratif
7. Siswa mengisi lembar kerja 8. Siswa melaporkan hasil diskusi di
diskusi kelompok dan harus depan kelas dan diskusi kelompok
memperoleh jawaban yang siswa yang lain menanggapi dalam
dianggap benar. bentuk pertanyaan atau saran.
8. Siswa melaporkan hasil
diskusi di depan kelas Menarik simpulan
9. Guru memberikan tes soal 1. Siswa membuat simpulan berdasarkan
untuk mengetahui hasil analisis data yang sudah
pemahaman konsep siswa. dilaksanakan.
Menarik simpulan 2. Guru memfasilitasi siswa untuk
1. Siswa membuat simpulan membut simpulan.
berdasarkan hasil analisis 3.Guru memberikan tes soal untuk
data yang sudah mengetahui pemahaman konsep siswa
dilaksanakan.
2. Guru memfasilitasi siswa
untuk membut simpulan.

36
Penutup 1. . Guru memeberikan video
pembelajaran untuk dapat 1. Guru memeberikan video pembelajan
ditonton secara berulang di untuk dapat ditonton secara berulang
rumah di rumah
2. Siswa diminta membuat 2. Siswa diminta membuat rangkuman
rangkuman dan membuat dan membuat pertanyaan berdasarkan
pertanyaan berdasarkan video video yang baru diberikan
yang baru diberikan 3. Mengucapkan salam penutup
3. Mengucapkan salam penutup

Proses pembelajaran dalam penelitian ini dirancang sebanyak enam kali pertemuan dengan

pembagian materi dan alokasi waktu pembelajaran seperti disajikan dalam Tabel (3.3).

Tabel 3.3. Rancangan materi dan alokasi waktu pembelajaran

No Subpokok Bahasan Indikator Alokasi Waktu


1 Konsep Usaha dan 1.9.1 Menjelaskan karakteristik 3 JP
Energi konsep energi kinetik dan energi (3 x 45 menit)
potensial (gravitasi dan pegas)
1.9.2 Menghitung besar energi kinetik
1.9.3 Menghitung besar energi
potensial (gravitasi dan pegas)
1.9.4 Mendeskripsikan konsep usaha
dalam fisika
1.9.5 Menghitung besar usaha jika
searah dengan arah perpindahan
1.9.6 Menghitung besar usaha jika
gaya yang diberikan membentuk
sudut terhadap perpindahan
1.9.7 Menghitung nilai usaha melalui
grafik F-S

37
No Subpokok Bahasan Indikator Alokasi Waktu
2 Hubungan Usaha dan 1.9.8 Menjelaskan konsep hubungan 3 JP
Perubahan Energi usaha daan energi kinetik (3 x 45 menit)
1.9.9 Menganalisis hubungan antara
usaha dan energi kinetik
1.9.10 Menghitung besar usaha
berdasarkan perubahan energi
kinetiknya
1.9.11 Menjelaskan konsep hubungan
usaha dan energi potensial
1.9.12 Menganalisis hubungan antara
usaha dan energi potensial
1.9.13 Menghitumg besar usaha
berdasarkan perubahn energi
potensialnya
3 Hukum Kekekalan 1.9.14 Menjelaskan konsep hukum 3 JP
Energi kekekalan energi mekanik (3 x 45 menit)
1.9.15 Menghitung besar energi
mekanik suatu benda
1.9.16 Menghitung besar kecepatan
benda pada ketinggian tertentu
4 Momentum Linear 3.10.1 Menjelaskan konsep momentum 3 JP
dan Impuls linear dan impuls (3 x 45 menit)
3.10.2 Menghitung besar momentum
linear dan impuls
3.10.3 Menerapkan konsep momentum
impuls dalam kehidupan sehari-
hari
5 Hukum Kekekalan 3.10.4 Menjelaskan konsep hukum 3 JP
Momentum kekekalan momentum linear (3 x 45 menit)
3.10.5 Menerapkan konsep hukum
kekekalan momentum linear
dalam pemecahan masalah
3.10.6 Menganalisis fenomena dengan
konsep hukum kekekalan
momentum linear
6 Tumbukan 3.10.7 Menjelaskan konsep tumbukan 3 JP
3.10.8 Mengidentifikasi macam-macam (3 x 45 menit)
tumbukan
3.10.9 Menentukan koefisien restitusi
tumbukan
3.10.10Menerapkan konsep tumbukan
dalam pemecahan masalah

38
3.6 Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian iniberupa rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan metode

pembelajaran yang sesuai ditelitidalam penelitian ini.

3.6.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun megacu pada silabus kurikulum

2013 yang berlaku di SMA Negeri 2 Amlapura yang dikembangkan dengan metode

pembelajaran yang akan diteliti yaitu metode pembelajaran problem based learning flipped

classroom dan metode pembelajaran Flipped Classroom. Langkah-langkah menyusun RPP,

yaitu (1) menganalisis materi yang digunakan dengan mengacu pada kurikulum dan silabus, (2)

menetapkan kompetensi inti, (3) menetapkan kompetensi dasar, (4) merumuskan indikator

pembelajaran, (5) merumuskan tujuan pembelajaran, (6) menetapkan materi pembelajaran, (7)

merancang kegiatan pembelajaran, dan (8) menyusun evaluasi pembelajaran untuk mengukur

pencapaian indikator pembelajaran yang telah ditetapkan.

3.6.2 Lembar Kerja Siswa

Lembar kerja siswa (LKS) yang dikembangkan untuk memfasilitasi RPP yang disusun.

LKS masing-masing dikembangkan berdasarkan metode pembelajaran yang diterapkan, yaitu

LKS yang berorietasi metode pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom untuk

kelas eksperimen dan LKS yang berorientasi metode pembelajaran Flipped Classroom untuk

kelas kontrol. LKS yang disusun berisi pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan metode

pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom dan metode pembelajaran Flipped

Classroom.

39
3.7 Instrumen Penelitian

Jenis kemampuan yang digunakan pada penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir

kritis siswa.

3.7.1 Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis disusun dengan indiktor-indikator yang berkaitan

dengan pembelajaran fiiska dan dimensi berpikir kritis. Tes akan disusun dalam bentuk essay.

Tes essay memiliki karakteristik berupa pertanyaan berupa jawaban uarian. Menurut Santyasa

(2014) langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengembangkan instrumen penelitian ini,

yaitu: 1) mengidentifikasi kompetensi inti, 2) mengidentifikasi kompetensi dasar, 3)

mengidentifikasi dan mengembangkan domain dan indikator pencapaian kompetensi, 4)

mengembangkan tujuan pembelajaran, 5) menyusun kisi-kisi tes, 6) menentukan kriteria

penilaian, 7) penulisan butir-butir tes, 8) uji ahli, 9) uji lapangan, 10) analisis hasil uji lapangan,

11) revisi butir, dan 12) finalisasi tes. Berikut kisi-kisi Kemampuan berpikir kritis terdapat pada

Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kisi-kisi Kemampuan Berpikir Kritis


Dimensi
No Berpikir Indikator Jumnlah
Kritis
1 Merumuskan a. Rumusan masalah disesuaikan
masalah dengan narasi masalah
b. Memformulasikan dalam bentuk
pertanyaan yang memberi 4
arahan untuk memperoleh
jawaban
2 Memberikan a. Argumen dengan alasan yang
argumen sesuai
b. Menunjukkan perbedaan dan 4
persamaan

40
Dimensi
No Berpikir Indikator Jumnlah
Kritis
3 Melakukan a. Mendeduksi secara logis
dedukasi b. Melakukan interpretasi terhadap 4
pertanyaan

4 Melakukan a. Melakukan investigasi/


induksi pengumpulan data secara
lengkap 4
b. Membuat generalisasi dari data,
membuat tabel dan grafik
5 Melakukan a. Memberikan solusi/saran sesuai
evaluasi masalah
b. Memberikan alternatif solusi 4
sesuai dengan teori
6 Memutuskan a. Memilih kemungkinan alternatif
dan yang ada
melaksanakan b. Menentukan kemungkinan 4
solusi yang akan dilaksanakan
berdasarkan teori

Adapun Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD dengan materi usaha dan energi,

seperti pada Tabel 3.5

Tabel 3.5 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

KI 3 Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,


konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah
3.9 Menganalisis konsep energi, usaha (kerja), hubungan usaha
(kerja) dan perubahan energi, hukum kekekalan energi, serta
KD penerapannya dalam peristiwa sehari-hari
3.10 Menerapkan konsep momentum dan impuls, serta hukum
kekekalan momentum dalam kehidupan sehari-hari

41
3.8 Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua buah data dalalm penelitian ini. Data utama dalam penelitian ini adalah data

kemampuan berpikir kritis siswa yang diperoleh dari pelaksanaan posttest yang berupa tes essay

pertanyaan dan jawaban berupa uraian. Pengumpulan data pretest hanya digunakan sebagai

informasi awal pada kedua kelas yang akan diteliti. Pengumpulan data posttests siswa diberikan

perlakuan padamasing-masing kelas. Ringkasan teknik pengumpulan data penelitian ini disajikan

dalam Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Jenis data dan teknik pengumpulan data penelitian

Sumber
No Jenis Data Teknik Instrumen Waktu
Data

1 Hasil belajar awal Siswa Tes Tes essay (12 butir Sebelum perlakuan

2 Hasil belajar Siswa Tes soal) Setelah perlakuan

3.9 Validasi Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran digunakan dalam penelitian terlebih dahulu divalidasi dengan

tujuan memeriksa validitas isi. Validitas isi perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP dan

LKS tidak memerlukan uji coba dan analisis statistik. Pemeriksaan validitas isi dapat dilakukan

dengan menggunakan pertimbangan para ahli. Pertimbangan para ahli sebagai dasar untuk

memutuskan bahwa RPP dan LKS yang dikembangkan memenuhi syarat validitas isi.

Perangkat pembelajaran yang dirancang dikonsultasikan dengan dua dosen pembimbing

dan satu guru fisika. Berdasarkan masukan-masukan yang diberikan oleh kedua dosen

pembimbing dan guru fisika, baik masukan segi kedalaman isi, sistematika, maupun tata bahasa

perangkat pembelajaran ini dan selanjutnya direvisi. Hasil revisi perangkat pembelajaran

42
penelitian selanjutnya dikonsultasikan kembali sampai perangkat pembelajaran layak untuk

digunakan.

a. Uji Coba Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis siswa. Uji coba

instrumen penelitian dilakukan sebelum instrumen diberikan kepada responden yang menjadi

sampel. Instrumen diuji coba pada responden diluar populasi dalam penelitian. Pengujian tes

kemampuan berpikir kritis meliputi validitas isi, konsistensi internal butir, daya beda, tingkat

kesukaran, dan reliabilitas tes.

1. Validitas Isi Tes Berpikir Kritis

Sebelum instrumen diuji cobakan kepada responden, validitas isi perangkat pembelajaran

yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak

dapat dikuantifikasi, tetapi dapat diestimasi berdasarkan pertimbangan ahli isi. Ahli isi dalam

penelitian ini adalah dua orang dosen pembimbing dan satu orang guru fisika. Masukan yang

representatif atas perbaikan RPP dan LKS tersebut selanjutnya ditindak lanjuti dengan

pelaksanaan revisi perangkat pembelajaran

2. Konsistensi Internal Butir

Santyasa (2014) menyatakan bahwa konsistensi internal butir berkaitan dengan tingkatan

atau derajat yang menunjukkan seberapa jauh butir tersebut dapat mengukur secara konsisten apa

yang seharusnya diukur. Indeks konsistensi internal butir tes esai dengan skala non dikotomis

dapat dihitung dengan formula product moment.

𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋 )2 }{𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌 )2 }

43
Keterangan:

𝑟𝑥𝑦 : indeks korelasi butir-total

N : jumlah responden

X : skor butir

Y : skor total

Kriteria estimasi yang digunakan yaitu derajat konsistensi internal butir dikatakan tinggi

jika indeks korelasi butir soal di atas 0,30. Suatu instrumen atau tes direkomendasikan untuk

direvisi apabila indeks korelasi berada pada rentangan 0,10-0,30 (Long et al dalam Santyasa,

2014).

3. Indeks Daya Beda Butir

Indeks Daya Beda (IDB) Butir dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Santyasa,

2014)

H  L
IDB 
N Score max  Score max 

Keterangan:
IDB = Indeks Daya Beda
H = Jumlah skor kelompok atas
L = Jumlah skor kelompok bawah
N = Jumlah responden pada kelompok atas atau kelompok bawah
Scoremax = Skor tertinggi butir
Scoremin = Skor terendah butir

Nilai IDB bergerak dari -1,00 s.d +1,00. Apabila IDB bernilai positif, butir tersebut

memiliki daya beda yang positif, yang berarti bahwa porsi siswa yang lebih tahu tentang jawaban

benar lebih besar dibandingkan dengan porsi siswa yang tidak tahu. Apabila IDB bernilai nol,

butir tersebut memiliki daya beda nol, artinya butir tersebut tidak mampu membedakan antara

44
siswa tahu jawaban benar dengan siswa yang tidak tahu. Hal ini terjadi karena beberapa hal, 1)

butir terlalu mudah atau terlalu sukar, sehingga mungkin semua siswa salah atau semua siswa

benar, 2) butir tersebut membingungkan sebagai akibat konstruksinya ambigu. Apabila porsi

siswa yang tidak tahu menjawab benar lebih banyak dengan yang tahu, maka IDB menjadi

negatif (Santyasa, 2014).

Kriteria IDB yang diacu, rentangan berikut, IDB: 0,00-0,20 adalah sangat rendah, 0,20-

0,40 adalah rendah, 0,40-0,60 adalah sedang, 0,60-0,80 adalah tinggi, 0,80-1,00 adalah sangat

tinggi. Tes standar yang dianjurkan menggunakan tes yang memiliki IDB > 0,20 (Santyasa,

2014).

4. Indek Kesukaran Butir (IKB)

Indek Kesukaran Butir (IKB) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Santyasa,

2014).

H  L  2 N  Score min 
IKB 
2 N Score max  Score min 

Keterangan:
IKB = Indeks Kesukaran Butir
H = Jumlah skor kelompok atas
L = Jumlah skor kelompok bawah
N = Jumlah responden pada kelompok atas atau kelompok bawah
Scoremax = Skor tertinggi butir
Scoremin = Skor terendah butir

Jumlah kelompok atas dan kelompok bawah yang digunakan adalah 27% dari jumlah

responden. Kriteria IKB yang diacu, rentangan berikut, IKB:0,00-1,00 dimana 0,00-0,20 adalah

sangat sukar, 0,20-0,40 adalah sukar, 0,40-0,60 adalah sedang, 0,60-0,80 adalah mudah, dan

45
0,80-1,00 adalah sangat mudah. Biasanya butir yang ditoleransi sebagai tes standar adalah yang

memiliki IKB = 0,30 – 0,70.

5. Reliabilitas Tes

Koefisien reliabilitas tes kemampuan berpikir kritis diestimasi berdasarkan koefisien alfa

Cronbach. Koefisien Alfa Cronbach dapat dihitung dengan formula Mehrens & Lehmann

(Santyasa, 2014)

n  S i 
2

Alfa Cronbach = 1 2 
n  1  Sx 

Keterangan:
n =Jumlah butir tes
S i  Varian Butir
2

S x  Varian total
2

Reliabilitas bergerak pada interval 0,00-1,00, maka kriteria-kriteria: 0,00-0,20 adalah

sangat rendah, 0,20-0,40 adalah rendah, 0,40- 0,60 adalah sedang, 0,60-0,80 adalah tinggi, dan

0,80-1,00 adalah sangat tinggi. Indek reliabilitas berada pada kategori sedang, tinggi, dan sangat

tinggi ditoleransi untuk diterima sebagai perangkat yang relatif baku (Santyasa, 2014).

b. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Data Deskriptif

Teknik analisis deskriptif menggunakan skor rata-rata atau mean (M), dan standar deviasi

(SD). Skor rata-rata (M) dan standar deviasi (SD) yang dideskripsikan adalah kemampuan

berpikir kritis siswa awal (pretest) dan setelah perlakuan (posttest). Selain skor rata-rata dan

standar deviasi, data kemampuan berpikir kritis siswa awal (pretest)dan kemampuan berpikir

46
kritis siswa (posttest)juga dianalisis distribusi frekuensinya. Skor rata-rata, standar deviasi dan

distribusi frekuensi kemampuan berpikir kritis siswa awal maupun setelah perlakuan

dideskripsikan dengan mengacu pada pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala

lima, sesuai dengan Tabel 3.6.

Tabel 3.6
Penilaian Acuan Patokan

No Kriteria Kategori
1 85 – 100 Sangat Tinggi
2 70 – 84 Tinggi
3 55 – 69 Cukup
4 40 – 54 Rendah
5 0 – 39 Sangat Rendah

Teknik analisis data deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan skor rata-rata dan

simpangan baku hasil tes kemampuan berpikir kritis awal (sebelum perlakuan) dan hasil tes

kemampuan berpikir kritis akhir (setelah diberikan perlakuan). Skor ini dikumpulkan melalui

instrumen tes berupa tes esai sebanyak 12 butir soal. Skor tiap butir tes dari skala 0-4, maka nilai

minimal yang diperoleh siswa adalah 0 dan nilai maksimalnya adalah 48. Hasil skor tersebut

kemudian dikonversi ke pedoman konversi nilai absolut skala 100 untuk selanjutnya dicari nilai

rata-rata dan simpangan bakunya.

Teknik Analisis Kovarian (ANAKOVA) Satu Jalur

Teknik analisis kovarian (ANAKOVA) satu jalur digunakan untuk menguji hipotesis

yang dirumuskan, dimana kemampuan berpikir kritis awal siswa sebagai variabel kovariatnya.

Penelitian dengan analisis kovarian (ANAKOVA) dapat dilakukan jika data yang diperoleh

memenuhi beberapa asumsi berikut, yaitu: 1) data terdistribusi normal, 2) varian dalam

kelompok homogen, dan 3) adanya hubungan yang linier antara variabel kovarian dengan

47
variabel terikat. Perhitungan analisis kovarian dapat menggunakan bantuan suatu program yaitu

program SPSS PC 23.0 for Windows. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5%.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk mengetahui data kemampuan berpikir kritis

siswa yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Uji hipotesis parametrik baru dapat

dilakukan jika data terdistribusi normal. Uji normalitas sebaran data menggunakan statistik

Kolmogorov-Smirnov Test. Data terdistribusi normal jika angka signifikansi yang diperoleh lebih

besar dari 0,05 (Candiasa, 2010).

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varian data memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data

sampel berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama (Candiasa, 2010). Uji ini juga

digunakan untuk meyakinkan adanya perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar

terjadi akibat adanya perbedaan perlakuan pada kelompok, bukan akibat dari kelompok itu

sendiri. Data yang akan diuji menggunakan uji homogenitas ini berupa hasil skor pretest (tes

kemampuan berpikir kritis awal) dan hasil skor posttest (tes kemampuan berpikir kritis setelah

diberikan perlakuan).

Uji homogenitas varian antar kelompok menggunakan Leven’s Test of Equality Variance.

Kriteria pengujian yang digunakan yaitu data memiliki varian yang sama (homogen) jika

signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 dan dalam hal ini varian sampel tidak sama

(tidak homogen).

3. Uji Linieritas

Uji linieritas merupakan uji sebaran data yang menunjukkan bentuk hubungan antara

kovariat dengan variabel terikat. Uji linieritas menggunakan test of linearity. Pedoman untuk

48
melihat kelinieran adalah dengan menguji lajur deviation from linearity, sedangkan untuk

melihat keberartian arah regresi pada lajur linearity (Candiasa, 2010). Analisis linieritas

dilakukan pada kedua kelompok yaitu kelompok eksperimen (menggunakan pembelajaran

Problem Based Learning Flipped Classroom) dan kelompok kontrol (menggunakan

pembelajaran flipped classroom ). Kriteria pengujiannya, yaitu: (a) Data memiliki regresi linier

jika angka signifikansi yang diperoleh pada lajur deviation from linearity lebih besar dari 0,05,

jika kurang dari 0,05 artinya data memiliki regresi tidak linier. (b) Koefisien arah regresi berarti

jika angka signifikansi yang diperoleh pada laju linierity lebih kecil dari 0,05 dan dalam hal lain

koefisien arah regresi tidak berarti.

4. Uji Hipotesis

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh berupa perbedaan

kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran Problem

Based Learning Flipped Classroom dan pembelajaran flipped classroom. Berikut dijabarkan

hipotesis dari penelitian ini, yaitu:

H0: 𝜇1 = 𝜇2 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang

belajar dengan menggunakan pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom

dan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran flipped classroom.

H1: 𝜇1 ≠ 𝜇2 : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang belajar

dengan menggunakan pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom dan

siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran flipped classroom.

Keterangan:

𝜇1 : Skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan menggunakan

pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom.

49
𝜇1 : Skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan menggunakan

pembelajaran flipped classroom.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F melalui analisis kovarian (ANAKOVA) satu

jalur. Uji kovariat dilakukan terhadap angka signifikansi statistik F varian (Candiasa, 2010).

Kovariat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis awal siswa yang ditunjukkan

oleh skor-skor pretest. Kriteria pengujiannya adalah nilai signifikansi yang diperoleh dari

perhitungan (sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 maka nilai Fhitung yang diperoleh

signifikan. Hal ini berarti H1 diterima dan H0 ditolak.

50

Anda mungkin juga menyukai