PENDAHULUAN
Pembelajaran yang diterapkan pada abad 21 ini, menuntut pembelajaran yang berpusat
kepada siswa. Tujuan yang ingin dicapai bukan hanya sekedar hasil belajar, melainkan pada
proses pembelajaran yang dialami oleh siswa. Terciptanya SDM yang berkualitas dan
berkompeten dapat diwujudkan dengan cara melakukan pembaharuan sistem pendidikan yang
berbasis kompetensi, demokratis, dan berwawasan dengan tetap memperhatikan standar nasional.
Hal ini tentunya bukan tantangan yang mudah bagi seorang siswa, mereka akan banyak menemui
keterampilan kompetitif yang berfokus pada kemampuan berpikir kritis bagi generasi muda.
Pendidikan merupakan aspek pokok bagi kehidupan suatu bangsa. Kondisi bangsa di masa
yang akan datang sangat dipengaruhi oleh paradigma berpikir masyarakatnya yang terbentuk
melalui suatu proses pendidikan. Proses pendidikan yang terarah akan membawa bangsa ini
menuju peradaban yang lebih baik, dan sebaliknya proses pendidikan yang tidak terarah hanya
akan menyita waktu, tenaga, serta dana tanpa ada hasil. Sistem pendidikan ini sebagai
Iman et al. (2018) mengungkapkan bahwa fisika merupakan salah satu cabang dari IPA atau
ilmu pengetahuan alam yang mengkaji tentang gejala alam dan semua interaksi yang menyertai
fenomena tersebut. Pembelajaran fisika sangat erat kaitannya dengan fenomena-fenomena alam
sehingga dalam belajar fisika tidak hanya belajar melalui buku saja, namun dapat juga dipelajari
melalui alam.Tujuan pembelajaran fisika yang tertuang dalam Kurikulum 2013 ialah mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan
1
dan teknologi (Kemendikbud, 2014). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggungjawab
satu caranya adalah dengan melaksanakan proses belajar dan pembelajaran yang efektif sehingga
Jumadi et al (2018) berpikir kritis terbukti untuk mempersiapkan siswa untuk berpikir dalam
berbagai ilmu, untuk pemenuhan diri intelektual dan untuk mengembangkan siswa sebagai
individu yang potensial, dengan demikian kemampuan berpikir kritis untuk dikembangkan dalam
pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu meningkatkan aspek afektif, kognitif,
dan psikomotor siswa.Peningkatan kemampuan berpikir kritis yang diukur dalam penelitian ini
mengamati, menginduksi data, dan penjelasan tindak lanjut. Menurut Maolidahet al (2017)
berpikir kritis adalah cara berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua
aspek dari situasi masalah, termasuk kemampuan untuk mengumpulkan informasi, menghafal,
menganalisis situasi, membaca dan memahami dan mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan.
Fakta kemampuan berpikir kritis siswa masih relatif rendah. Hasil studi PISA pada tahun
2015 menunjukkan skor rata-rata Indonesia untuk mata pelajaran sains di bawah skor rata-rata
internasional. Nilai PISA Indonesia untuk kompetensi sains adalah 403 poin pada tahun 2015
Hasil ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia belum dapat memproses konten IPA dengan
terampil dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari. Siswa hanya dapat mengetahui dan
2
memproses konsep fisika dengan menghafal, menghitung, menghubungkan, mengklasifikasikan
sesuai dengan indikator ujian nasional. Kemampuan berpikir seperti itu termasuk keterampilan
Rendahnya kemampuan berpikir siswa juga ditunjukkan oleh fakta-fakta empiris dari
hasil penelitian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Houng et al, 2018) hanya sedikit siswa
yang mampu menyelesaikan tugas yang diberikan dalam pembelajaran. Tepatnya pemanfaatan
teknologi informasi untuk pembelajaran, dalam 1 kelas hanya 10% yang dapat mengikuti
dilakukan oleh (Maolidah., 2017) penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa pada tes
awal siswa sebanyak 3 kali, pada hasil tes awal yang pertama didapatkan milai rata-rata 20,66,
tes awal kedua didapatkan hasil 20,88, dan tes awal ketiga didapatkan hasil 20,91 dengan jumlah
skor pretest secara keseluruhan sebesar 20,81.Hasil penelitian yang di lakukan oleh (Yuan, H. L,
2018) menunjukkan kurangnya pemahaman konsep dalam proses pembelajaran pada siswa yang
menyebabkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran fisika rendah, dapat
dibuktikan dengan melakukan hasil tes awal siswa partisipan sebanyak 50 siswa yang memiliki
siswa disebabkan oleh model pembelajaran yang digunakan guru masih konvesional. Hal ini
sesuai dengan fakta-fakta empiris yang diperoleh oleh beberapa peneliti. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Yuan, H. L. (2018) penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis pada
pembelajaran yang masih bersifat teacher centered sehingga peran guru lebih dominan daripada
siswa dan guru lebih sering mengajar dengan menggunakan metode ceramah. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh (Houng et al, 2018) kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa
3
pengajar di sekolah masih menggunakan metode ceramah, belum dapat memanfaatkan teknologi
(Agustiningrum et al, 2017) kurang persiapan siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas
yang mempengaruhi siswa dan pengajar di sekolah belum mampu meningkatkan cara belajar
yang menarik untuk siswa. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Saputra et al (2018) proses
pembelajaran Menurut Saputa dan Mujib. (2018) penyebab kurangnya kemampuan berpikir
kritis siswa adalah proses pembelajaran yang berpusat pada guru dan kurangnya siswa dalam
membaca buku pembelajaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aljaser. (2018)
menunjukan penyebab dari rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa disebabkan oleh proses
pembelajaran yang dilakukan masih berbasis konten dan tidak menyediakan ruang bagi mereka
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Proses pembelajaran harus direncanakan dan
dirancang dengan baik sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang.
Berdasarkan analisis tersebut, maka salah satu inovasi pembelajaran yang bisa diterapkan oleh
guru adalah dengan mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran. Perkembangan pada
sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan produk perkembangan zaman yang
menawarkan hal-hal baru bagi dunia pendidikan sebagai sarana yang menunjang proses
pembelajaran. Pemanfaatan teknologi dapat dijadikan penawaran baru untuk dunia pendidikan
untuk menunjang proses pembelajaran. Guru dapat menggunakan media internet untuk
menunjang pembelajaran di dalam kelas. Salah satu alternative model pembelajaran yang dapat
teknologi informasi dan komunikasi dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan
4
Steele (Utami, 2017) Problem Based Learning Flipped Classroom merupakan siswa
diberikan video yang memberikan petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul
ketika di kelas. Pada model ini siswa bekerja dengan bantuan guru. Ketika di kelas siswa
melakukan eksperimentasi dan evaluasi. model pembelajaran terbalik dengan diberikan video
petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul ketika di kelas. Menurut (Chis et al,
2018) dua pendekatan pedagogis berbasis mandiri yaitu model Problem Based Learning Flipped
Classroom dengan menghubungkan rumah dan ruang belajar di kelas memanfaatkan teknologi,
membebaskan waktu kegiatan praktis mengerjakan masalah nyata dan menghubungkan apa yang
dipelajari dengan apa yang dialami di kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran akan lebih
menarik guru sebagai fasilitator dalam menggunakan teknologi di kelas. Hasil penelitian ini
Problem Based Learning Flipped Classroom sebesar 40% pada kelas eksperimen dibandingkan
dengan menggunakan model pembelajran konvensional sebesar 19% pada kelas control.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Chang et al, 2018) model Problem Based Learning
pemecahan masalah dengan model pembelajaran kelas terbalik berbantuan video pembelajaran
Pembelajaran problem based learning flipped classroom belum bisa diterapkan pada
setiap sekolah di Indonesia. Penggunaan video tutorial yang diakses siswa melalui internet,
menuntut siswa dan guru dalam penguasaan teknologi dan informasi. Selain itu keberadaan
fasilitas seperti komputer, laptop, dan internet sangat penting mendukung penggunaan
pembelajaran problem based learning flipped classroom. Sebagian besar siswa memiliki dan
mampu menggunakan komputer maupun smartphone. Sekolah ini telah mempunyai akses
5
internet dalam pembelajaran, para guru mampu menggunakan teknologi, serta sarana dan
Berdasarkan paparan di atas, maka penulis terisnpirasi untuk mengkaji lebih lanjut
mengenai pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom terhadap
berfikir kritis siswa hendak dilakukan penelitian eksperimen yang berjudul “Pengaruh Model
Kritis Fisika Siswa Kelas X MIA di SMA Negeri 2 Amlapura Tahun Ajaran 2018/2019”.
Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis fisika siswa yang belajar dengan
model pembelajaran probelm based learning flipped classroom dan siswa yang belajar dengan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan kemampuan berpikir kritis
fisika siswa yang belajar dengan model pembelajaran problem based flipped classroom dan
Secara umum terdapat dua manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis,sebagai berikut
Hasil penelitian ini dapat memberikan landasan teoritis pemecahan permasalahan belajar
dan pembelajaran fisika yang dialami dikalangan siswa. Terdapat indikasi yang signifikan
6
problem based flipped classroom penting untuk diverifikasi dan dijustifikasi sebagai solusial
ternatif dalam pencapaian keterampilan proses sains dan pemahaman konsep fisika yang optimal.
Hasil penelitian ini juga dapat memberikan sumbangan atau menambah ilmu pengetahuan
didalam pendidikan, khususnya dalam pembelajaran fisika terutama yag berkaitan dengan
pengaruh pembelajaran problem based learning flipped classroom terhadap kemampuan berpikir
kritis.
Bagi guru, hasil penelitianini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang
dapat diterapkan untuk meningkatkan minat belajar siswa, dapat memudahkan guru mengajar
Bagi sekolah, hasil penelitian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih
metode pembelajaran yang inovatif yang berguna untuk kemampuan berpikir kritis siswa.
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan memberikan wawasan baru bagi peneliti khususnya
dalam penelitian pendidikan sebagai langkah awal mempersiapkan diri sebagai seorang pendidik
yang profesional.
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas X MIA SMA Negeri 2 Amlapura. Pokok bahasan
dan materi Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep usaha dan energi,
momentum dan impuls. Kedalaman materi pelajaran disesuaikan dengan tujuan Kurikulum 2013.
7
Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran dengan dua
dimensi, yang terdiri dari model problem based learning flipped classroom dan model
pembelajaran Flipped Classroom. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kemampuan berpikir kritis fisika siswa diukur dengan menggunakan tes berpikir kritis berupa 12
esay pilihan ganda diperluas. Kovariat yang diukur sebagai kontrol statistik untuk pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat adalah skor-skor hasil pretest yang mencerminkan
1.6Definisi Konseptual
Bergmann & Sams (2012) konsep dasar dari model ini ialah ; semua yang dilakukan di
kelas pada pembelajaran tradisional akan di lakukan di rumah dan semua pembelajaran di rumah
akan di kerjakan di kelas. Guru sebagai fasilitator mengemas materi pembelajaran dalam bentuk
diberikan video yang memberikan petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul
ketika di kelas. Pada model ini siswa bekerja dengan bantuan guru. Ketika di kelas siswa
melakukan eksperimentasi dan evaluasi. model pembelajaran terbalik dengan diberikan video
focused on deciding what to believe or do.” Artinya berpikir kritis merupakan suatu kemampuan
8
berpikir reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus
Definisi operasional dalam penelitian berdasarkan pada variabel terikat yang diukur yaitu
kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis adalah skor yang diperoleh oleh
II KAJIAN PUSTAKA
muncul sebagai akibat terjadinya revolusi ilmiah dari sistem pembelajaran yang cederung
berlaku pada abad ke-21 pengetahuan sekarang ini (Santyasa,2017).Menurut Brooks & Brooks
(dalam Santyasa,2017) secara umum,terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas
konstruktivistik yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan pebelajar,
pebelajar, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan pebelajar, (5) menilai
pembelajaran secara kontekstual. Guru diharapkan memiliki pikiran sesuai dengan paham
kontruktivisme agar tidak ada lagi siswa yang hanya berperan sebagai penonton ketika guru
mengajar, namun siswa juga ikut berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat
ciri-ciri sebagai berikut (1) menghargai otonomi dan inisiatif siswa, (2) menggunakan data
primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis, (3)
9
mengkreasi dalam mengerjakan tugas, (4) menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan
mengubah model atau strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran, (5)
menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing
pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut, (6) menyediakan peluang kepada siswa untuk
berdiskusi baik dengan dirinya maupun dengan siswa yang lain, (7) mendorong sikap inquiry
siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk berpikir kritisdan berdiskusi
dengan temannya, (8) mengelaborasi respon awal siswa, (9) menyertakan siswa dalam
dan kemudian mendorong diskusi, (10) menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa
dalam memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas, dan (11) menumbuhkan sikap ingin tahu siswa
Flipped classroom tergolong model pembelajaran yang baru dan jarang digunakan guru
di Indonesia. Teknologi yang semakin canggih saat ini dapat menjadi suatu fasilitas belajar yang
efektif bagi guru dan siswa. Flipped Classroom pertama kali diperkenalkan oleh Jonathan
Bergmann dan Aaron Sams pada tahun 2007. Stelee (Adhitiya, 2015) menyatakan model Flipped
Classroom adalah “The use of multimedia elements and technology to help timeshift direct
instruction so students receive the most support when they are working on the tasks requiring
additional cognitive load”. Yakni model pembelajaran yang menggunakan perangkat multimedia
dan teknologi untuk membantu menukarkan waktu penyampaian materi pembelajaran sehingga
siswa menerima sebagian besar dukungan ketika mereka sedang bekerja dengan tugastugas yang
multimedia seperti video yang diberikan kepada siswa sebelum pembelajaran di kelas adalah
10
siswa dapat menonton, memutar ulang ataupun mempercepat sesuai dengan kebutuhan masing-
masing siswa. Pembelajaran flipped classroom siswa mempelajari topik sendiri, biasanya
menggunakan pelajaran video yang dibuat oleh guru atau bersama oleh pendidik lain, guru tidak
mencoba untuk menerapkan pengetahuan dengan memecahkan masalah dan melakukan kerja
praktek. Sebagaimana dijelaskan Bergmann dan Sams (2013), pada dasarnya flipped classroom
memiliki konsep dasar bahwa semua yang dilakukan di kelas pada pembelajaran konvensional
menjadi dilakukan di rumah dan semua yang dilakukan sebagai pekerjaan rumah pada
Menurut Johnson (2013) Flipped Classroom merupakan suatu cara dalam proses
memaksimalkan interaksi satu sama lain yaitu guru, siswa dan lingkungannya.
adalah model Flipped Classroom. Menurut Bergmann dan Sams (2012) konsep dasar dari model
ini semua yang dilakukan di kelas pada pembelajaran tradisional akan di lakukan di rumah dan
semua pembelajaran di rumah akan di kerjakan di kelas. Guru sebagai fasilitator mengemas
materi pembelajaran dalam bentuk digital beerupa video untuk dipelajari di rumah. Bergman
kelasdengan rasa bingung dengan pekerjaan rumah yang diberikan dipertemuan sebelumnya.
Biasanya guru menghabiskan 25 menit pertama untuk membahas pekerjaan rumah yang siswa
belum pahami. Guru memberikan materi baru selama 30 sampai 45 menit dan sisanya dihabiskan
di kelas dengan latihan secara mandiri atau kelompok. Akan tetapi pada model pembelajaran
11
flipped classroom, waktu diatur dengan sepenuhnya. Di awal pembelajaran siswa perlu
menanyakan pertanyaan tentang materi yang telah dikirim melalui video, jadi guru umumnya
menjawab pertanyaan tersebut selama menit pertama di kelas. Hal ini membiarkan guru
penerapan konsep. Waktu sisa digunakan lebih luas untuk aktivitas sendiri untuk penyelesaian
masalah secara langsung. Bergmann dan Sams (2012) menjelaskan dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 Perbandingan Model Pembelajaran Kelas Traditional dan Model Pembelajaran
Flipped Classroom
pertemuan sebelumnya
Guru menjelaskan materi baru 30-45 menit Bimbingan dan latihan individu 75 menit
a. Persiapan
videopembelajaran.
12
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai.
4. Guru menyampaikan secara garis besar materi yang akan Memberi tugas
b. Kegiatan dikelas
1. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5
orangsiswa.
2. Membahas video yang telah ditonton siswa dengan diskusi dan tanyajawab.
6. Peran guru saat diskusi adalah memfasilitasi siswa agar mampu menuliskan
lainmenanggapinya.
13
Tabel 2.2 menjelaskan tentang definisi sempit dan definisi luas model pembelajaran flipped
classroom
Latihan soal dan pemecahan masalah Menonton video pembelajaran yang diberikan
Pembelajaran berkelompok atau pemecahan Quiz dan latihan soal yang bersifat tertutup
Pada Tabel 2.2 menjelaskan tentang definisi sempit dan definisi luas model pembelajaran flipped
classroom. Dalam arti sempit kegiatan flipped classroom di luar kelas adalah menonton video
pembelajaran yang diberikan, dan ketika didalam kelas adalah latihan soal dan melakukan
pemecahan masalah. Akan tetapi, dalam arti yang lebih luas kegiatan flipped classroom di luar
kelas bukan hanya menonton video pembelajaran melainkan siswa juga harus menjawab kuis dan
latihan soal yang bersifat tertutup, dan ketika didalam kelas dilakukan aktivitas tanya jawab dan
Stelee (Utami, 2017) Problem Based Learning Flipped Classroom merupakan siswa
diberikan video yang memberikan petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang akan muncul
ketika di kelas. Pada model ini siswa bekerja dengan bantuan guru. Ketika di kelas siswa
14
melakukan eksperimentasi dan evaluasi. model pembelajaran terbalik dengan diberikan video
Model Pembelajaran Problem Based Flipped Classroom menurut (Chis et al, 2018) dua
pendekatan pedagogis berbasis mandiri yaitu model Problem Based Learning Flipped Classroom
membebaskan waktu kegiatan praktis mengerjakan masalah nyata dan menghubungkan apa yang
dipelajari dengan apa yang dialami di kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran akan lebih
menarik guru sebagai fasilitator dalam menggunakan teknologi di kelas. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh (Chang et al, 2018) model Problem Based Learning Flipped Classroom
model pembelajaran kelas terbalik berbantuan video pembelajaran sebagai media penyampaian
keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif (Sadia, 2014).
Proses pembelajaran dengan PBL menurut Fogarty (dalam Santyasa, 2017), dijalankan dengan 8
1. Menemukan masalah
Pebelajar diberikan masalah berstruktur ill-defined yang diangkat dari konteks kehidupan
15
diupayakan memberikan peluang pada pebelajar untuk melakukan penyelidikan. Pebelajar
menggunakan kecerdasan inter dan intra-personal untuk saling memahami dan saling berbagi
pengetahuan antar anggota kelompok terkait dengan permasalahan yang dikaji. Berdasarkan
strukturnya, masalah dalam pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu masalah
yang terdefinisikan secara jelas (well-defined) dan masalah yang tidak terdefinisikan secara jelas
(ill-defined) (Hudoyo; Jensen; Qin et al dalam Santyasa, 2017). Pengambilan masalah dari
memecahkan masalah. Hasil-hasil penelitian tentang pemecahan masalah yang dipraktikan dalam
memahami dan memperoleh hubungan-hubungan masalah dengan disiplin ilmu tertentu, dan 5)
informasi yang masuk ke dalam memori jangka panjang lebih diperkuat dengan menggunakan
masalah yang berstruktur ill-defined (Krulik & Rudnic dalam Santyasa, 2017).
2. Mendefinisikan masalah
dinyatakan dengan parameter yang jelas. Pebelajar membuat beberapa definisi sebagai informasi
awal yang perlu disediakan. Pada langkah ini, pebelajar melibatkan kecerdasan intra-personal
dan kemampuan awal yang dimiliki dalam memahami dan mendefinisikan masalah.
3. Mengumpulkan fakta-fakta
Pebelajar membuka kembali pengalaman yang sudah diperolehnya dan pengetahuan awal
16
untuk mencari informasi yang berhubungan dengan permasalahan. Pada tahap ini, pebelajar
(know)”, “apa yang dibutuhkan (need toknow)”, dan “apa yang dilakukan (need to do)” untuk
5. Menyelidiki
dalam memahami dan memaknai informasi dan fakta-fakta yang ditemukannya. Guru membuat
struktur belajar yang memungkinkan pebelajar dapat menggunakan berbagai cara untuk
melalui gambaran nyata yang mereka pahami. Pebelajar melibatkan kecerdasan verbal-linguistic
memperbaiki pernyataan rumusan masalah sedapat mungkin menggunakan kata yang lebihtepat.
fakta-fakta dan informasi yang perlu dicari, serta memberikan tujuan yangjelas dalam
menganalisis data.
17
7. Menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif.
permasalahan. Setiap anggota kelompok secara kolaboratif mulai bergelut untuk mendiskusikan
permasalahan dari berbagai sudut pandang. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berada
Kolaborasi menjadi mediasi untuk menghimpun sejumlah alternatif pemecahan masalah yang
Pebelajar menguji alternatif pemecahan yang sesuai dengan permasalahan aktual melalui
diskusi secara komprehensip antar anggota kelompok untuk memperoleh hasil pemecahan
masalah dengan membuat sketsa, menulis, debat, membuat plot untuk mengungkapkan ide-ide
Tabel 2.3 Langkah model pembelajaran Problem Based Lerning Flipped Classroom
Orientasi
1. Guru menanyakan apakah sisiwa telah menonton video dan merangkum
18
materi yang didapat.
2. Guru menyiapkan kompetensi dasar, indicator, dan tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai selama kegiatan pembelajaran.
3. Guru menyampaikan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
1. Guru menyajikan sekilas cuplikan video yang sudah disimak oleh siswa
di rumah.
2. Melalui Tanya jawab guru memberikan penjelasan yang berkaitan
dengan hal-hal yang kurang dipahami untuk menguatkan konsep siswa.
Inti
3. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) untuk mendukung proses
pembelajaran.
4. Siswa mengajukan hipotesis terkait dengan masalah yang ada di LKS.
5. Siswa mendiskusikan kelompok untuk mengumpulkan informasi yang
telah diperoleh untuk memecahkan masalah pada LKS
6. Siswa mengolah data yang sudah didapatkan bersama anggota
kelompoknya.
7. Menyimpulkan alterntif pemecahan secara kolaboratif
8. Siswa melaporkan hasil diskusi di depan kelas dan diskusi kelompok
siswa yang lain menanggapi dalam bentuk pertanyaan atau saran.
Menarik simpulan
1. Siswa membuat simpulan berdasarkan hasil analisis data yang sudah
dilaksanakan.
2. Guru memfasilitasi siswa untuk membut simpulan.
3. Guru memberikan tes soal untuk mengetahui pemahaman konsep siswa.
Penutup 1. Guru memberikan video pemebalajan untuk dapat ditonton secara
berulang di rumah
2. Siswa diminta membuat rangkuman dan membuat pertanyaan
berdasarkan video yang baru diberikan
3. Mengucapkan salam penutup
Iskandar (2009) mengungkan bahwa kemampuan berpikir kritis merujuk pada pemikiran
seseorang pemikir dalam menilai kevaliditan dan kebaikan suatu ide, buah fikiran, pandangan,
dan dapat memberikan respon berdasarkan kepada bukti dan sebab akibat. Ennis (1993)
what to believe or do.” Artinya berpikir kritis merupakan suatu kemampuan berpkir reflektif
19
yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus dipercaya dan harus
dilakukan
Kemampuan berpikir kritis bukan kemampuan yang melekat pada diri manusia dari lahir,
namun merupakan suatu hal yang harus dilatih salah satu contohnya ketika proses belajar
mengajar. Ennis (dalam Costa, 1991) memaparkan mengenai dimensi dan indikator kemampuan
No Dimensi Indikator
1 Merumuskan masalah a. Rumusan masalah disesuaikan dengan
narasi masalah
b. Memformulasikan dalam bentuk
pertanyaan yang memberi arahan untuk
memperoleh jawaban
2 Memberikan argumen a. Argumen dengan alasan yang sesuai
b. Menunjukkan perbedaan dan
persamaan
3 Melakukan dedukasi a. Mendeduksi secara logis
b. Melakukan interpretasi terhadap
pertanyaan
4 Melakukan induksi a. Melakukan investigasi/ pengumpulan
data secara lengkap
b. Membuat generalisasi dari data,
membuat tabel dan grafik
5 Melakukan evaluasi a. Memberikan solusi/saran sesuai
masalah
b. Memberikan alternatif solusi sesuai
dengan teori
6 Memutuskan dan a. Memilih kemungkinan alternatif yang
melaksanakan ada
b. Menentukan kemungkinan solusi yang
akan dilaksanakan berdasarkan teori
(diadaptasi dari Ennis dalam Costa, 1991)
20
2.5 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Pertama, Hounget al. (2018) Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dapat lebih
mengontrol pembelajaran dan lebih memahami di dalam proses belajar dengan pendapat dari
teman-teman sehingga ketika siswa memberikan alasan beserta buktinya siswa memiliki
kemampuan berfikir kritis . Model Flipped Classroom dalam pengajaran, pengetahuan yang
bertahapdikembangkan dan dicapai pada tingkat tinggi.Kajian tersebut menjadikan dasar dalam
melakukan penelitian tentang pegaruh Flipped Classroom terhadap kemampuan berpikir kritis.
Kedua, Ridhaet al. (2016)Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa strategi
pembelajaran yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perolehan hasil belajar
secara signifikan dengan besarnya koefisien p-value kelompok eksperimen (0.000 < 0.05) dan
kelompok kontrol (0.003 < 0.05), sehingga dapat dinyatakan bahwa strategi flipped mastery
classroom yang diterapkan pada kelompok eksperimen memberikan pengaruh yang berbeda
dengan strategi tradisional yang diterapkan pada kelompok kontrol terhadap perolehan hasil
belajar kognitif secara signifikan. Kajian ini menemukanhasil belajar kognitif kelompok
Negeri Malang yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi flipped mastery classroom
menunjukkan perolehan rata-rata yang lebih baik daripada kelompok mahasiswa yang
dibelajarkan dengan menggunakan strategi tradisional. Model pembelajaran ini dapat kajian
dasar dalam melakukan penelitian pengaruh model flipped classroom terhadap kemampuan
21
Ketiga, Saputra dan Mujib(2018) hasil ini menunjukkan bahwa terdapatpengaruh kepada
peserta didik yang mendapat perlakuan model pembelajaran Flipped Classroom menggunakan
video pembelajaran Hal ini disebabkan karena model Flipped Classroom menggunakan video
pembelajaran lebih banyak memberikan kesempatan peserta didik untuk belajar dimanapun dan
memberikan petunjuk Penerapan model pembelajaran flipped calssroom dan course review
horray berbasis lesson study pada mata pelajaran ekonomi kelas XI IPS 2 MAN Kota Batu juga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan belajar
siswa pada siklus I sebesar 75% yang kemudian meningkat menjadi 89,29% pada siklus
II.Kajian penelitian ini memberikan gambaran umum dalam peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa bahwa terdapat pengaruh model Flipped Classroom yang signifikan terhadap
Mind Mapping yang berpengaruh pada prestasi dan kemandirian belajar. Disebabkan siswa
membangun pengetahuan awalnya dengan menonton video pembelajaran yang diberikan oleh
guru. Kajian ini menggambarkan siswa dapat meningkatkan kemandirian belajarnya karena
mereka belajar sesuai dengan inisiatif sendiri. Dengan belajar dirumah siswa akan terdorong
untuk selalu belajar terlebih dahulu. Siswa yang memiliki kemandirian tinggi cenderung belajar
lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari pada dalam pengawasan program; mampu
22
memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu dalam
menggunakan metode Mind Mapping prestasi dan kemandirian belajarnya lebih tinggi dari pada
Keenam, Maolidahet al. (2017) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
model pembelajaran Flipped Classroom terhadap penguasaan konsep dan kemampuan berpikir
kritis siswa SMP Laboratorium Percontohan UPI Bandung.. Model pembelajaran flipped
classroom dapat mengembangkan penguasaan konsep serta kemampuan berpikir kritis siswa.
Kemampuan berpikir kritis siswa akan berimplikasi pada penguasaan konsep siswa. Kajian
tersebut menjadikan kemampuan berpikir kritis peserta yang tinggi akan memiliki penguasaan
Ketujuh, Pratiwi et al. (2017) Model pembelajaran model flipped classroom memberikan
pengaruh sebesar 27,04% terhadap hasil belajar siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 8 Pontianak
pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Model pembelajaran flipped classroom
interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, waktu pembelajaran di kelas
lebih efektif dan efisien, serta meningkatkan kemampuan belajar mandiri. Kajian penelitian ini
memberikan gambaran umum dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa bahwa
classroom konsentrasi dan partisipasi siswa dibandingkan dengan metode tradisional. Ini juga
menunjukkan bahwa model pembelajaran flipped classroom efektif dalam meningkatkan tingkat
prestasi akademik siswa, interaksi mereka dan partisipasi dalam waktu kuliah, motivasi mereka
23
dan kesenangan mereka. Selain itu, strategi ini mengarah untuk meningkatkan self-efficacy
mereka, perasaan mereka untuk dapat berpartisipasi dan melakukan tugas-tugas yang
ditugaskan; dan karenanya tingkat self-efficacy mereka menjadi lebih tinggi. Akibatnya, siswa
dapat melakukan hal-hal positif untuk kepentingan. Kajian penelitian ini memberikan gambaran
umum dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa bahwa metode pembelajaran
Problem Based Learning Flipped Classroom dapat dijadikan kajian dalam penelitian
Kesembilan, Yuan et al (2018) hasil dari penelitian ini yaitu model pembelajaran
mahasiswa dan meningkatkan kemauan dalam membaca buku pembelajaran. Kajian penelitian
Kesepuluh, (Chis et al, 2018) yaitu model Problem Based Learning Flipped Classroom
membebaskan waktu kegiatan praktis mengerjakan masalah nyata dan menghubungkan apa yang
dipelajari dengan apa yang dialami di kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran akan lebih
menarik guru sebagai fasilitator dalam menggunakan teknologi di kelas. Hasil penelitian ini
Problem Based Learning Flipped Classroom sebesar 40% pada kelas eksperimen dibandingkan
dengan menggunakan model pembelajran konvensional sebesar 19% pada kelas control. Kajian
penelitian ini dapat memberikan gambaran umum dalam meningkatkan pemahaman siswa
24
Kesebelas, (Chang et al, 2018) model Problem Based Learning Flipped Classroom
model pembelajaran kelas terbalik berbantuan video pembelajaran sebagai media penyampaian
materi sebelum pembelajaran kelas berlangsung. Penelitian yang dilakukan menunjukkan kelas
ekperimen memiliki nilai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas control. Kajian ini
memberikan gambaran umum model pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom
dapat menarik perhatian siswa didalam pembelajaran, memicu para siswa dalam belajar
Keduabelas, (Cakiroglu & Ozturk, 2017) model pembelajaran Problem Based Learning
sebelumnya. Setelah para siswa mempelajari konten sampai batas tertentu mereka mampu
mengambil peran aktif dalam pembelajaran di kelas seperti yang terlihat dalam beberapa
penelitian yang melakukan aplikasi serupa terkait dengan masalah di kelas. Kajian ini
Problem Based Learning Flipped Classroomproses pembelajaran yang sebagian besar dilakukan
menonton video pembelajaran secara berulang untuk memahami permasalahan yang diberikan
oleh guru, kemampuan siswa dalam berpikir lebih banyak dibandingkan di dalam kelas.
25
2.6 Kerangka Berpikir
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu tujuan utama dalam pembelajaran sains
seperti fisika akan membiasakan siswa dalam berpikir secara kritis. Mengingat fisika merupakan
suatu upaya yang dilakukan manusia yang bertumpu pada penalaran (reasoning), wawasan
(insight), tenaga, keterampilan dan kreativitas, tentunya dapat digunakan sebagai media
kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep
dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik
secara kualitatif maupun kuantitatif menjadi alasan kuat pembelajaran fisika memiliki kaitan erat
Hasil-hasil penelitian hingga saat ini mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa relatif rendah. Hal ini disebakan karena guru yang masih mengajar menggunakan
Kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher center), dimana siswa menjadi pasif
dalam kegiatan pembelajaran. Metode yang biasanya diterapkan dalam model pembelajaran ini
yaitu metode ceramah. Hal ini mengakibatkan siswa cenderung belajar dengan cara menghafal
karena siswa hanya menerima informasi tanpa menemukan sendiri informasi tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan guru untuk memenuhi tuntutan pembelajaran yaitu
kemampuan berpikir kritis siswa adalah menggunakan metode pembelajaran yang mampu
Problem Based Learning Flipped Classroom mendorong siswa untuk belajar secara aktif
26
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat diprediksikan bahwa pembelajaran
Problem Based Learning Flipped Classroom lebih unggul diterapkan daripada pembelajaran
Based Learning Flipped Classroom yang berlandaskan paham konstruktivisme sehingga mampu
sementara bahwa pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom lebih berpengaruh
secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran
Flipped Classroom. Secara ringkas, kerangka berpikir ini disajikan pada Gambar 2.3 berikut.
27
Pembelajaran Fisika
Fakta
Kemampuan Solusi
Penyebab
Berpikir siswa Pembelajaran Problem
Pembelajaran rendah Based Learning
Flipped Clasroom FlippedClasroom
Ciri-ciri
Ciri-ciri
Konstruktivistik
a. Behavioristik Student center
b. Teacher center Siswa aktif dalam kegiatan
c. Siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran
pembelajaran Biasanya menggunakan
d. Biasanya menggunakan metode metode eksperimen
ceramah
Menghindarkan siswa dari cara
e. Siswa cenderung belajar dengan
belajar menghafal, karena
menghafal
siswa menemukan sendiri
konsepnya.
Menyebab Menyebab
fisika siswa
kan kan
siswa diberikan pengalaman secara
Menghambat kemampuan Meningkatkan kemampuan
langsung
berpikir kritis siswa berpikir kritis siswa
2.7 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, landasan teori, dan hasil penelitian yang
relevan maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis
siswa yang belajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom dan
28
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian quasi eksperiment atau eksperimen semu. Penelitian ini
menggunakan desain one way non-equivalent pretest-posttest control group design. Pretest
dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa antara kelompok ekperimen dan
kelompok kontrol. Setelah mendapatkan hasil dari pretest, peneliti memberikan perlakuan (X1)
eksperimen dan (X2) untuk kelompok kontrol.Kemudian untuk mengetahui hasil perlakuan,
peneliti memberikan posttest kepada siswa. Desain tersebut dapat digambarkan seperti Gambar
3.1.
O1 X1 O2
O3 X2 O4
Sumber : (Santyasa,2018)
Keterangan :
O1 : pengamatan awal kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen sebelum diberikan
perlakuan
O2 : pengamatan akhir kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen setelah diberikan
perlakuan
29
X2 : perlakuan yang diberikan kepada kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran
Flipped Classroom
O4 : pengamatan akhir kemampuan berpikir kritis pada kelas kontrol yang diajarkan dengan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIA di SMA Negeri 2
Amlapura semester genap tahun ajaran 2018/2019. Jumlah kelas X MIA sebanyak 5 kelas
dengan total populasi sebanyak 108 siswa. Komposisi masing-masing disajikan dalam Tabel 3.1.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan random assignment atau teknik pembagian
acak dengan menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian. Terdapat dua kelas yang
digunakan sebgai sampel dari lima kelas yang ada. Dua kelas sampel yang muncul akan
diundikembali untuk menentapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas kontrol terdiri dari
satu kelas dengan perlakuan berupa pemberian metode pembelajaran flipped classroom. Kelas
eksperimen terdiri dari satu kelas dengan perlakuan berupa pemberian metode problem based
learning flipped classroom. Dua kelas dalam penelitian ini yaitu X MIA 1 sebagai kelas
eksperimen dan X MIA 2 sebagai kelas kontrol. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 72
siswa yang meliputi 36 siswa di kelas eksperimen dan 36 siswa di kelas kontrol.
30
3.3 Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini dibedakan menjadi dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Terdapat dua variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variabel bebas yang diuji
dan variabel bebas kontrol. Variabel bebas yang diuji dalam penelitian ini yaitu model
pembelajaran problem based learning flipped classroom dan variabel bebas kontrol dalam
penelitian ini yaitu model pembelajaran Flipped Classroom. Variabel terikat dalam penelitian
ini yaitu Kemampuan berpikir kritis siswa.variabel kovariat dalam penelitian ini yaitu hasil
belajar awal kognitif. Hubungan varabel dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Variabel Kovariat
Variabel Bebas
a. Melakukan observasi ke sekolah sekaligus minta izin kepada kepala sekolah untuk
31
mata pelajaran yang bersangkutan bahwa hendak diadakan penelitian di kelas tersebut.
b. Menyusun dan merancang perangkat pembelajaran yang terdiri atas rencana pembelajaran
(RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) untuk kelas eksperimen dengan menerapkan metode
Problem Based Learning Flipped Classroom dan kelas kontrol menggunakan metode
c. Merancang instrumen membuat soal yang sesuai Standar Kompetensi (SK), Kompetensi
Dasar (KD), dan merumuskan indikator berdasarkan silabus mata pelajaran fisika.
d. Melaksanakan uji coba instrumen penelitian dikelas X MIA untuk mengetahui validitas soal
tes kemampuan berpikir kritis siswa. Pada tahap ini, dilakukan pengujian instrumen yang
digunakan dalam penelitian meliputi uji validitas, uji konsistensi internal, indeks daya beda
tes, dan indeks kesukaran butir tes. Bentuk tes kemampuan berpikir kritis siswa berupa tes
e. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing terkait hasil uji coba instrumen penelitian.
a. Melakukan tes awal (pretest), kegiatan ini dilaksanakan pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kegiatan tes awal dilakukan sebelum diberikan perlakuan pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Tes awal yang diberikan berupa tes kemampuan berpikir
kritis awal siswa yang digunakan untuk mendapatkan data variabel kovariat.
32
b. Melakukan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan perlakuan peneliti. Kelas ekperimen
digunakan metode pembelajaran problem based learning flipped classroom dan pada kelas
c. Melakukan tes akhir (posttest) , kegiatan ini dilaksanakan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Tujuan posttest adalah untuk memperoleh informasi tentang tingkat kemampuan
berpikir kritis siswa setelah mengikuti proses pembelajaran atas perlakuan yang telah
diberikan.
a.Menganalisis data hasil penelitian. Analisis menguji hipotesis yang telah dirumuskan
sebelumnya, digunakan analisis deskriptif dan analisis kovarian (ANAKOVA) satu jalur yang
sebelumnya dilakukan uji asumsi data penelitian yang terdiridari uji normalitas sebaran data,
uji homogenitas varians, dan uji linieritas dibantu denganprogram SPSS-PC 23.0 for Windows.
Secara skema, prosedur penelitian dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.3.
33
Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Pretest
Posttest
Tahap Akhir
34
3.5 Perlakuan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua kelompok belajar, yaitu kelompok eksperimen dan
diperoleh masing-masing kelompok dan porsi yang sama. Perbedaanya adalah kegiatan
35
3. Guru menyampaikan pokok- untuk mencapai tujuan pembelajaran.
pokok kegiatan yang harus
dilakukan siswa untuk
mencapai tujuan
pembelajaran.
36
Penutup 1. . Guru memeberikan video
pembelajaran untuk dapat 1. Guru memeberikan video pembelajan
ditonton secara berulang di untuk dapat ditonton secara berulang
rumah di rumah
2. Siswa diminta membuat 2. Siswa diminta membuat rangkuman
rangkuman dan membuat dan membuat pertanyaan berdasarkan
pertanyaan berdasarkan video video yang baru diberikan
yang baru diberikan 3. Mengucapkan salam penutup
3. Mengucapkan salam penutup
Proses pembelajaran dalam penelitian ini dirancang sebanyak enam kali pertemuan dengan
pembagian materi dan alokasi waktu pembelajaran seperti disajikan dalam Tabel (3.3).
37
No Subpokok Bahasan Indikator Alokasi Waktu
2 Hubungan Usaha dan 1.9.8 Menjelaskan konsep hubungan 3 JP
Perubahan Energi usaha daan energi kinetik (3 x 45 menit)
1.9.9 Menganalisis hubungan antara
usaha dan energi kinetik
1.9.10 Menghitung besar usaha
berdasarkan perubahan energi
kinetiknya
1.9.11 Menjelaskan konsep hubungan
usaha dan energi potensial
1.9.12 Menganalisis hubungan antara
usaha dan energi potensial
1.9.13 Menghitumg besar usaha
berdasarkan perubahn energi
potensialnya
3 Hukum Kekekalan 1.9.14 Menjelaskan konsep hukum 3 JP
Energi kekekalan energi mekanik (3 x 45 menit)
1.9.15 Menghitung besar energi
mekanik suatu benda
1.9.16 Menghitung besar kecepatan
benda pada ketinggian tertentu
4 Momentum Linear 3.10.1 Menjelaskan konsep momentum 3 JP
dan Impuls linear dan impuls (3 x 45 menit)
3.10.2 Menghitung besar momentum
linear dan impuls
3.10.3 Menerapkan konsep momentum
impuls dalam kehidupan sehari-
hari
5 Hukum Kekekalan 3.10.4 Menjelaskan konsep hukum 3 JP
Momentum kekekalan momentum linear (3 x 45 menit)
3.10.5 Menerapkan konsep hukum
kekekalan momentum linear
dalam pemecahan masalah
3.10.6 Menganalisis fenomena dengan
konsep hukum kekekalan
momentum linear
6 Tumbukan 3.10.7 Menjelaskan konsep tumbukan 3 JP
3.10.8 Mengidentifikasi macam-macam (3 x 45 menit)
tumbukan
3.10.9 Menentukan koefisien restitusi
tumbukan
3.10.10Menerapkan konsep tumbukan
dalam pemecahan masalah
38
3.6 Perangkat Pembelajaran
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan metode
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun megacu pada silabus kurikulum
2013 yang berlaku di SMA Negeri 2 Amlapura yang dikembangkan dengan metode
pembelajaran yang akan diteliti yaitu metode pembelajaran problem based learning flipped
yaitu (1) menganalisis materi yang digunakan dengan mengacu pada kurikulum dan silabus, (2)
menetapkan kompetensi inti, (3) menetapkan kompetensi dasar, (4) merumuskan indikator
pembelajaran, (5) merumuskan tujuan pembelajaran, (6) menetapkan materi pembelajaran, (7)
merancang kegiatan pembelajaran, dan (8) menyusun evaluasi pembelajaran untuk mengukur
Lembar kerja siswa (LKS) yang dikembangkan untuk memfasilitasi RPP yang disusun.
LKS yang berorietasi metode pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom untuk
kelas eksperimen dan LKS yang berorientasi metode pembelajaran Flipped Classroom untuk
kelas kontrol. LKS yang disusun berisi pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan metode
pembelajaran Problem Based Learning Flipped Classroom dan metode pembelajaran Flipped
Classroom.
39
3.7 Instrumen Penelitian
Jenis kemampuan yang digunakan pada penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir
kritis siswa.
dengan pembelajaran fiiska dan dimensi berpikir kritis. Tes akan disusun dalam bentuk essay.
Tes essay memiliki karakteristik berupa pertanyaan berupa jawaban uarian. Menurut Santyasa
(2014) langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengembangkan instrumen penelitian ini,
penilaian, 7) penulisan butir-butir tes, 8) uji ahli, 9) uji lapangan, 10) analisis hasil uji lapangan,
11) revisi butir, dan 12) finalisasi tes. Berikut kisi-kisi Kemampuan berpikir kritis terdapat pada
Tabel 3.4.
40
Dimensi
No Berpikir Indikator Jumnlah
Kritis
3 Melakukan a. Mendeduksi secara logis
dedukasi b. Melakukan interpretasi terhadap 4
pertanyaan
Adapun Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD dengan materi usaha dan energi,
41
3.8 Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua buah data dalalm penelitian ini. Data utama dalam penelitian ini adalah data
kemampuan berpikir kritis siswa yang diperoleh dari pelaksanaan posttest yang berupa tes essay
pertanyaan dan jawaban berupa uraian. Pengumpulan data pretest hanya digunakan sebagai
informasi awal pada kedua kelas yang akan diteliti. Pengumpulan data posttests siswa diberikan
perlakuan padamasing-masing kelas. Ringkasan teknik pengumpulan data penelitian ini disajikan
Sumber
No Jenis Data Teknik Instrumen Waktu
Data
1 Hasil belajar awal Siswa Tes Tes essay (12 butir Sebelum perlakuan
tujuan memeriksa validitas isi. Validitas isi perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP dan
LKS tidak memerlukan uji coba dan analisis statistik. Pemeriksaan validitas isi dapat dilakukan
dengan menggunakan pertimbangan para ahli. Pertimbangan para ahli sebagai dasar untuk
memutuskan bahwa RPP dan LKS yang dikembangkan memenuhi syarat validitas isi.
dan satu guru fisika. Berdasarkan masukan-masukan yang diberikan oleh kedua dosen
pembimbing dan guru fisika, baik masukan segi kedalaman isi, sistematika, maupun tata bahasa
perangkat pembelajaran ini dan selanjutnya direvisi. Hasil revisi perangkat pembelajaran
42
penelitian selanjutnya dikonsultasikan kembali sampai perangkat pembelajaran layak untuk
digunakan.
Instrumen pada penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis siswa. Uji coba
instrumen penelitian dilakukan sebelum instrumen diberikan kepada responden yang menjadi
sampel. Instrumen diuji coba pada responden diluar populasi dalam penelitian. Pengujian tes
kemampuan berpikir kritis meliputi validitas isi, konsistensi internal butir, daya beda, tingkat
Sebelum instrumen diuji cobakan kepada responden, validitas isi perangkat pembelajaran
yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak
dapat dikuantifikasi, tetapi dapat diestimasi berdasarkan pertimbangan ahli isi. Ahli isi dalam
penelitian ini adalah dua orang dosen pembimbing dan satu orang guru fisika. Masukan yang
representatif atas perbaikan RPP dan LKS tersebut selanjutnya ditindak lanjuti dengan
Santyasa (2014) menyatakan bahwa konsistensi internal butir berkaitan dengan tingkatan
atau derajat yang menunjukkan seberapa jauh butir tersebut dapat mengukur secara konsisten apa
yang seharusnya diukur. Indeks konsistensi internal butir tes esai dengan skala non dikotomis
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋 )2 }{𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌 )2 }
43
Keterangan:
N : jumlah responden
X : skor butir
Y : skor total
Kriteria estimasi yang digunakan yaitu derajat konsistensi internal butir dikatakan tinggi
jika indeks korelasi butir soal di atas 0,30. Suatu instrumen atau tes direkomendasikan untuk
direvisi apabila indeks korelasi berada pada rentangan 0,10-0,30 (Long et al dalam Santyasa,
2014).
Indeks Daya Beda (IDB) Butir dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Santyasa,
2014)
H L
IDB
N Score max Score max
Keterangan:
IDB = Indeks Daya Beda
H = Jumlah skor kelompok atas
L = Jumlah skor kelompok bawah
N = Jumlah responden pada kelompok atas atau kelompok bawah
Scoremax = Skor tertinggi butir
Scoremin = Skor terendah butir
Nilai IDB bergerak dari -1,00 s.d +1,00. Apabila IDB bernilai positif, butir tersebut
memiliki daya beda yang positif, yang berarti bahwa porsi siswa yang lebih tahu tentang jawaban
benar lebih besar dibandingkan dengan porsi siswa yang tidak tahu. Apabila IDB bernilai nol,
butir tersebut memiliki daya beda nol, artinya butir tersebut tidak mampu membedakan antara
44
siswa tahu jawaban benar dengan siswa yang tidak tahu. Hal ini terjadi karena beberapa hal, 1)
butir terlalu mudah atau terlalu sukar, sehingga mungkin semua siswa salah atau semua siswa
benar, 2) butir tersebut membingungkan sebagai akibat konstruksinya ambigu. Apabila porsi
siswa yang tidak tahu menjawab benar lebih banyak dengan yang tahu, maka IDB menjadi
Kriteria IDB yang diacu, rentangan berikut, IDB: 0,00-0,20 adalah sangat rendah, 0,20-
0,40 adalah rendah, 0,40-0,60 adalah sedang, 0,60-0,80 adalah tinggi, 0,80-1,00 adalah sangat
tinggi. Tes standar yang dianjurkan menggunakan tes yang memiliki IDB > 0,20 (Santyasa,
2014).
Indek Kesukaran Butir (IKB) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Santyasa,
2014).
H L 2 N Score min
IKB
2 N Score max Score min
Keterangan:
IKB = Indeks Kesukaran Butir
H = Jumlah skor kelompok atas
L = Jumlah skor kelompok bawah
N = Jumlah responden pada kelompok atas atau kelompok bawah
Scoremax = Skor tertinggi butir
Scoremin = Skor terendah butir
Jumlah kelompok atas dan kelompok bawah yang digunakan adalah 27% dari jumlah
responden. Kriteria IKB yang diacu, rentangan berikut, IKB:0,00-1,00 dimana 0,00-0,20 adalah
sangat sukar, 0,20-0,40 adalah sukar, 0,40-0,60 adalah sedang, 0,60-0,80 adalah mudah, dan
45
0,80-1,00 adalah sangat mudah. Biasanya butir yang ditoleransi sebagai tes standar adalah yang
5. Reliabilitas Tes
Koefisien reliabilitas tes kemampuan berpikir kritis diestimasi berdasarkan koefisien alfa
Cronbach. Koefisien Alfa Cronbach dapat dihitung dengan formula Mehrens & Lehmann
(Santyasa, 2014)
n S i
2
Alfa Cronbach = 1 2
n 1 Sx
Keterangan:
n =Jumlah butir tes
S i Varian Butir
2
S x Varian total
2
sangat rendah, 0,20-0,40 adalah rendah, 0,40- 0,60 adalah sedang, 0,60-0,80 adalah tinggi, dan
0,80-1,00 adalah sangat tinggi. Indek reliabilitas berada pada kategori sedang, tinggi, dan sangat
tinggi ditoleransi untuk diterima sebagai perangkat yang relatif baku (Santyasa, 2014).
Teknik analisis deskriptif menggunakan skor rata-rata atau mean (M), dan standar deviasi
(SD). Skor rata-rata (M) dan standar deviasi (SD) yang dideskripsikan adalah kemampuan
berpikir kritis siswa awal (pretest) dan setelah perlakuan (posttest). Selain skor rata-rata dan
standar deviasi, data kemampuan berpikir kritis siswa awal (pretest)dan kemampuan berpikir
46
kritis siswa (posttest)juga dianalisis distribusi frekuensinya. Skor rata-rata, standar deviasi dan
distribusi frekuensi kemampuan berpikir kritis siswa awal maupun setelah perlakuan
dideskripsikan dengan mengacu pada pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala
Tabel 3.6
Penilaian Acuan Patokan
No Kriteria Kategori
1 85 – 100 Sangat Tinggi
2 70 – 84 Tinggi
3 55 – 69 Cukup
4 40 – 54 Rendah
5 0 – 39 Sangat Rendah
Teknik analisis data deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan skor rata-rata dan
simpangan baku hasil tes kemampuan berpikir kritis awal (sebelum perlakuan) dan hasil tes
kemampuan berpikir kritis akhir (setelah diberikan perlakuan). Skor ini dikumpulkan melalui
instrumen tes berupa tes esai sebanyak 12 butir soal. Skor tiap butir tes dari skala 0-4, maka nilai
minimal yang diperoleh siswa adalah 0 dan nilai maksimalnya adalah 48. Hasil skor tersebut
kemudian dikonversi ke pedoman konversi nilai absolut skala 100 untuk selanjutnya dicari nilai
Teknik analisis kovarian (ANAKOVA) satu jalur digunakan untuk menguji hipotesis
yang dirumuskan, dimana kemampuan berpikir kritis awal siswa sebagai variabel kovariatnya.
Penelitian dengan analisis kovarian (ANAKOVA) dapat dilakukan jika data yang diperoleh
memenuhi beberapa asumsi berikut, yaitu: 1) data terdistribusi normal, 2) varian dalam
kelompok homogen, dan 3) adanya hubungan yang linier antara variabel kovarian dengan
47
variabel terikat. Perhitungan analisis kovarian dapat menggunakan bantuan suatu program yaitu
program SPSS PC 23.0 for Windows. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5%.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk mengetahui data kemampuan berpikir kritis
siswa yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Uji hipotesis parametrik baru dapat
dilakukan jika data terdistribusi normal. Uji normalitas sebaran data menggunakan statistik
Kolmogorov-Smirnov Test. Data terdistribusi normal jika angka signifikansi yang diperoleh lebih
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varian data memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data
sampel berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama (Candiasa, 2010). Uji ini juga
digunakan untuk meyakinkan adanya perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar
terjadi akibat adanya perbedaan perlakuan pada kelompok, bukan akibat dari kelompok itu
sendiri. Data yang akan diuji menggunakan uji homogenitas ini berupa hasil skor pretest (tes
kemampuan berpikir kritis awal) dan hasil skor posttest (tes kemampuan berpikir kritis setelah
diberikan perlakuan).
Uji homogenitas varian antar kelompok menggunakan Leven’s Test of Equality Variance.
Kriteria pengujian yang digunakan yaitu data memiliki varian yang sama (homogen) jika
signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 dan dalam hal ini varian sampel tidak sama
(tidak homogen).
3. Uji Linieritas
Uji linieritas merupakan uji sebaran data yang menunjukkan bentuk hubungan antara
kovariat dengan variabel terikat. Uji linieritas menggunakan test of linearity. Pedoman untuk
48
melihat kelinieran adalah dengan menguji lajur deviation from linearity, sedangkan untuk
melihat keberartian arah regresi pada lajur linearity (Candiasa, 2010). Analisis linieritas
pembelajaran flipped classroom ). Kriteria pengujiannya, yaitu: (a) Data memiliki regresi linier
jika angka signifikansi yang diperoleh pada lajur deviation from linearity lebih besar dari 0,05,
jika kurang dari 0,05 artinya data memiliki regresi tidak linier. (b) Koefisien arah regresi berarti
jika angka signifikansi yang diperoleh pada laju linierity lebih kecil dari 0,05 dan dalam hal lain
4. Uji Hipotesis
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh berupa perbedaan
kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran Problem
Based Learning Flipped Classroom dan pembelajaran flipped classroom. Berikut dijabarkan
H0: 𝜇1 = 𝜇2 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang
H1: 𝜇1 ≠ 𝜇2 : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang belajar
Keterangan:
𝜇1 : Skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan menggunakan
49
𝜇1 : Skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan menggunakan
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F melalui analisis kovarian (ANAKOVA) satu
jalur. Uji kovariat dilakukan terhadap angka signifikansi statistik F varian (Candiasa, 2010).
Kovariat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis awal siswa yang ditunjukkan
oleh skor-skor pretest. Kriteria pengujiannya adalah nilai signifikansi yang diperoleh dari
perhitungan (sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 maka nilai Fhitung yang diperoleh
50