OLEH
M. HAJRIN
NIM. 1513021056
2018
1
I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan usaha sadar serta terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
bangsa dan Negara (Kemendikbud, 2003). Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi diri (Sanjaya, 2009). Pendidikan merupakan
pemegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Karena
pada hakikatnya, melalui pendidikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas
seiring dengan tantangan dalam menyiapkan SDM yang berkualitas dan mampu bersaing
di era global. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional lebih jelasnya tertuang dalam
Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
kehidupan bangsa, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang handal dan profesional.
1
lembaga pendidikan seperti Kurikulum 2013. Proses pembelajaran Kurikulum 2013
dilakukan secara terpadu dan peserta didik dituntut untuk lebih aktif dan mandiri dalam
pembelajaran berpusat pada peserta didik bukan pada pendidik. Sehingga diharapkan
keseimbangan soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi kognitif, afektif
dan psikomotorik agar nantinya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.
pembelajaran fisika. Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam, dan
interaksi di dalamnya. Pembelajaran Fisika adalah bagian dari pelajaran ilmu alam. Ilmu
alam secara klasikal dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) ilmu-ilmu fisik (physical
sciences) yang objeknya zat, energi, dan transformasi zat dan energi, (2) ilmu-ilmu
biologi (biological sciences) yang objeknya adalah makhluk hidup dan lingkungannya
(Yuliani et al., 2017). Dalam belajar fisika, yang pertama dituntut adalah kemampuan
mampu menyusun kembali dalam bahasanya sendiri sesuai dengan tingkat kematangan
dan perkembangan intelektualnya. Tujuan utama dari pengetahuan ini adalah untuk
menemukan keteraturan pengamatan manusia ke alam semesta. Ini juga bertujuan untuk
rasional, dan pikiran yang efektif (Muharammah et al., 2018). Dalam silabus mata
tersebut adalah siswa dapat menjalani kehidupan dengan sikap positif dengan daya pikir
2
kritis, kreatif, inovatif dan kolaboratif, disertai kejujuran dan keterbukaan, berdasarkan
potensi proses dan produk fisika (Kemendikbud, 2016). Tujuan pembelajaran fisika dalam
Kurikulum 2013 adalah siswa diharapkan memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi
(High Order Thinking Skills (HOTS). High Order Thinking Skills merupakan proses
berfikir yang tidak hanya menghafal dan menyampaikan informasi yang sudah diketahui,
yang ada menjadi pemikiran kreatif dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah
dalam situasi baru. Siswa yang mempunyai keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam
2017). Salah satu keterampilan berfikir tingkat tinggi adalah keterampilan berfikir kreatif.
yang ada. Berpikir kreatif menjadi salah satu standar kompetensi lulusan kurikulum 2013
dimensi keterampilan termasuk pada pembelajaran fisika, yakni peserta didik diharapkan
memiliki kemampuan berpikir dan bertindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak
kreatif adalah suatu cara yang diperlukan peserta didik dapat membangun ide-ide yang
dapat diterapkan dalam kehidupan, terutama pada saat proses belajar berlangsung. Siswa
memiliki banyak alternativ jawaban terhadap suatu soal. Ide yang muncul dari siswa
itulah yang dapat melatih kemandirian siswa dalam menyelesaikan soal-soal. Indicator
3
Berpikir kreatif identik dengan mengungkapkan suatu gagasan baru atau
Dalam pengertian ini gagasan yang dituangkan berdasarkan akal pemikiran sehat dan
logis serta tidak menyinggung ataupun menyalahkan gagasan orang lain (Istiqomah et al.,
2018). Berpikir kreatif tersebut akan dimiliki peserta didik apabila pendidik bisa
berbagai cara secara efektif. Jadi pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang mampu
menciptakan peserta didik lebih aktif, berani menyampaikan pendapat dan berargumen,
menyampaikan masalah atau solusinya serta memperdayakan semua potensi yang sudah
Fakta menunjukkan bahwa hasil belajar dan kemampuan berpikir kreatif siswa di
Indonesia terbilang cukup rendah. Hasil studi PISA (Programme For International
Student Assessment) yang dilakukan oleh OECD (Organization For Economic Co-
operation And Development) tahun 2015 terakhir menyatakan bahwa skor pencapaian
pelajar dalam bidang sains, membaca, dan matematika berada pada peringkat 62, 64, dan
63 dari 70 negara yang dievaluasi. Berdasarkan data, rata-rata nilai sains negara OECD
adalah 493. Sedangkan Indonesia baru mencapai skor 403. Untuk matematika, rata-rata
nilai negara OECD adalah 490, namun skor Indonesia hanya 386. Sementara membaca
rata-rata nilai negara OECD adalah 493, namun skor Indonesia hanya 397 (Iswadi, 2016).
Berdasarkan hasil PISA maka dapat diidentifikasikan bahwa peserta didik Indonesia
memiliki kemampuan berpikir kreatif yang cukup rendah karena peserta didik mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal yang menuntut peserta didik harus dapat
merumuskan dan menafsirkan masalah sehingga dapat menentukan strategi yang tepat
4
Selain itu, rendahnya kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa di
Indonesia ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Septianingrum et
al. (2018) yang menyatakan bahwa rendahnya kemampuan berpikir kreatif ini dibuktikan
melakukan induksi, serta melakukan evaluasi untuk memecahkan suatu masalah pada saat
proses pembelajaran. Sementara rendahnya hasil belajar siswa dibuktikan dengan masih
banyaknya siswa (65%) yang belum mencapai KKM pada pembelajaran fisika. Hasil
penelitian serupa yang dilakukan oleh Istiqomah et al. (2018) menyatakan bahwa siswa
mengalami kesulitan ketika diberi soal-soal tentang kemampuan berpikir kreatif. Hal ini
terjadi karena siswa belum terbiasa menyelesaikan soal yang membutuhkan aspek
digunakan hanya mengukur kemampuan siswa pada aspek berpikir tepat yaitu cukup
dengan hanya paham saja dan sesuai dengan teks book, bukan pada aspek penemuan hal
berpikir kreatif siswa disebabkan oleh model pembelajaran yang digunakan guru kurang
yang bersifat konvensional. Menurut Rosdiana et al. (2017) salah satu penyebab kurang
optimalnya kemampuan berpikir kreatif siswa adalah pada pembelajaran fisika yang
diterapkan di kelas masih berorientasi pada guru, metode mengajar yang diterapkan
dominan dengan metode ceramah, sehingga pembelajaran masih berpusat pada guru
informasi yang diberikan, sehingga hal tersebut berdampak pada hasil belajar fisika siswa
5
yang masih berada di bawah KKM. Menurut Riandari et al. (2018) rendahnya
kemampuan berpikir kreatif siswa disebabkan karena guru hanya menggunakan model
pembelajaran yang konvensioanal dengan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab,
dimana guru sebagai pusat informasi dan siswa sebagai pendengar sehingga siswa
menjadi pasif, tidak kreatif, dan kurang berperan aktif dalam membangun dan menemukan
sendiri pengetahuannya. Faktor lainya yaitu siswa kurang termotivasi belajar fisika, siswa
guru, kegiatan praktikum jarang dilakukan, siswa juga merasa begitu banyak rumus yang
harus dihafalkan, serta siswa menganggap bahwa fisika merupakan pelajaran yang sulit,
kurang menarik dan membosankan. Fisika selama ini dipandang sebagai produk siap
pakai yang mendorong guru cenderung memberitahu konsep dan teorema semata. Siswa
fisika sehingga keterampilan berfikir kreatif mereka sulit berkembang. (Putri et al., 2107).
berpikir kreatif siswa. Pembelajaran dapat dikatakan efektif dan optimal apabila tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila seorang pendidik
dapat menciptakan situasi dan kondisi belajar yang baik dan secara efektif sehingga
perencanaan dan metode yang digunakan oleh guru pun dapat mempengaruhi potensi dan
kemampuan yang dimiliki peserta didik, serta keberhasilan tersebut akan tercapai apabila
peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses berpikirnya. Pendidik diharapkan
memiliki cara atau model mengajar yang baik dan harus kreatif dalam memilih model
peserta didik memiliki kecakapan berpikir kreatif, kritis serta dapat meningkatkan hasil
6
belajar peserta didik dalam proses pembelajaran. Menurut Muharammah et al. (2018)
konsep fisika dapat dikuasai oleh siswa apabila guru tidak hanya sekadar memberikan
materi secara garis besar, melainkan guru mampu menciptakan proses pembelajaran yang
efektif, ini akan terjadi apabila siswa terlibat secara aktif dalam masalah yang disajikan
pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk mencapai tujuan tersebut. Model
Learning) adalah penemuan itu sendiri. Setiap siswa harus membuat sebuah penemuan
untuk menemukan konsep materi yang akan dipelajari. Model ini memberi kesempatan
sendiri. Penemuan adalah bagian dari pembelajaran penemuan, yang membantu siswa
bagaimana cara belajar dan mentransfer pengetahuan mereka. Saragih et al. (2016) model
pembelajaran discovery learning adalah suatu metode yang memungkinkan para anak
proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari. Putri
et al. (2017) menyatakan bahwa model discovery learning ini menitik beratkan pada
kemampuan mental dan fisik para anak didik yang akan memperkuat semangat dan
diberikan teori, tetapi mereka berhadapan dengan sejumlah fakta. Suendarti (2017) The
discovery learning model is defined as the learning process that occurs when the learner
7
is not presented with the lesson in its final form, but is expected to organize itself.
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam suatu penelitian eksperimen yang berjudul
ini dirumuskan sebagai berikut : “Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif
fisika antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran discovery learning dan siswa
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan perbedaan kemampuan berpikir kreatif fisika antara siswa yang belajar
dengan model pembelajaran discovery learning dan siswa yang belajar dengan model
pembelajaran konvensioanal.
Secara umum terdapat dua manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat teoretis dan
8
1. Temuan penelitian ini dapat memberikan sumbangan atau menambah khasanah
inovatif.
1. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam
3. Bagi peneliti, sebagai calon guru yang nantinya terjun ke sekolah, penelitian ini
kendala yang ditemukan dalam proses pembelajaran, serta hasil penelitian ini
9
dapat digunakan sebagai pedoman menggunakan model discovery learning
ajaran 2018/2019. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh model discovery
learning terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran fisika.
Discovery Learning memiliki arti penemuan. Dalam penerapannya model ini lebih
menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin
ilmu, melalui keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Model
discovery learning ini menitik beratkan pada kemampuan mental dan fisik para anak
didik yang akan memperkuat semangat dan konsentrasi mereka dalam melakukan
kegiatan pembelajaran. Siswa tidak hanya diberikan teori, tetapi mereka berhadapan
yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung
10
Susanto (2013) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu cara yang
diperlukan peserta didik dapat membangun ide-ide yang dapat diterapkan dalam
kehidupan, terutama pada saat proses belajar berlangsung. Siswa dituntut untuk untuk
alternative jawaban terhadap suatu soal. Ide yang muncul dari siswa itulah yang dapat
elaborasi.
Definisi operasional dalam penelitian ini terkait dengan variabel yang dapat
diukur, yaitu kemampuan berpikir kreatif siswa. Kemampuan berpikir kreatif merupakan
skor yang dicapai oleh siswa karena telah memenuhi indikator keberhasilan. Kemampuan
berpikir kreatif siswa dapat diukur melalui pretest dan posttest. Tes yang digunakan
yang muncul sebagai akibat terjadinya revolusi ilmiah dari sistem pembelajaran yang
cenderung berlaku pada abad industri ke sistem pembelajaran yang semestinya berlaku
Pertama, bahwa pengetahuan tidak diterima secara pasif, tetapi dibangun secara aktif oleh
pebelajar. Pebelajarlah yang aktif membangun makna terhadap masukan sensorik yang
diterima dalam lingkungannya. Oleh sebab itu, makna yang dibangun terhadap informasi
11
yang disajikan guru dalam proses pembelajaran mungkin akan berbeda antar pelajar yang
satu dengan yang lainnya. Makna yang dibangun sangat bergantung pada struktur kognitif
yang telah ada sebelumnya pada masing-masing individu pebelajar dan sifatnya personal.
Kedua, bahwa fungsi kognitif adalah adaptasi dan melayani dunia pengalaman, bukan
berikut.
pengetahuan dengan menggunakan struktur kognitif yang telah kita miliki dan
struktur kognitif itu sendiri terus berkembang secara kontinu melalui proses
regulasi diri.
3. Belajar merupakan suatu proses organik dari penemuan, lebih dari suatu proses
12
4. Mengacu pada mekanisme yang memungkinkan terjadinya perkembangan
struktur kognitif. Belajar bermakna akan terjadi melalui proses refleksi dan
resolusi konflik kognitif. Konflik kognitif akan terjadi jika pebelajar mengalami
salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil
konstruksi diri sendiri melalui pengalaman siswa. Menurut Sadia (2014) belajar menurut
secara aktif oleh pebelajar terhadap data sensorik baru yang didasarkan atas struktur
kognitif pada diri pebelajar dalam wujud prior knowledge yang memegang peran yang
sangat sentral dalam proses belajar. Menurut Santyasa (2007) belajar menurut pandangan
konstruktivistik lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesaikan konflik kognitif
yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi.
Belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuan dengan melakukan
dengan apa yang telah diketahui, serta bertanggung jawab terhadap peristiwa belajar dan
hasil belajarnya.
pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri.
Menurut Brooks dan Brooks (dalam Santyasa, 2007) terdapat lima prinsip dasar yang
13
kebutuhan siswa, 2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, 3)
memiliki pandangan bahwa dalam proses belajar, siswa adalah pelaku aktif kegiatan
yang dimilikinya. Salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme
Discovery Learning memiliki arti penemuan. Dalam penerapannya model ini lebih
menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin
ilmu, melalui keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Model
discovery learning ini menitik beratkan pada kemampuan mental dan fisik para anak
didik yang akan memperkuat semangat dan konsentrasi mereka dalam melakukan
kegiatan pembelajaran. Siswa tidak hanya diberikan teori, tetapi mereka berhadapan
dengan sejumlah fakta. Dari teori dan fakta itulah, mereka diharapkan dapat merumuskan
penemuan itu sendiri. Setiap siswa harus membuat sebuah penemuan untuk menemukan
konsep materi yang akan dipelajari. Model ini memberi kesempatan bagi siswa untuk
menemukan dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Wong (dalam Miatun et al.,
pedagogik yang mengurangi instruksi langsung guru dan membuat siswa membangun
14
pengetahuan sendiri. Penemuan terpandu lebih unggul daripada penemuan murni dalam
Pendapat lain dari Oktafoura et al. (2016) bahwa model pembelajaran discovery
masa lalu mereka dan pengetahuan yang mereka miliki saat ini untuk mengeksplorasi dan
pembelajaran ini berorientasi pada aktivitas belajar dan melibatkan demonstrasi praktis,
diskusi, dan eksperimen dimana selama proses pembelajaran para siswa menggunakan
cara belajar yang saintifik seperti adanya observasi, klasifikasi, investigasi dan
tejadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk
sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating conceps and
menuntut peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran, tetapi juga menuntut
peserta didik untuk mengembangkan kemampuan kemampuan yang ada dalam dirinya,
seperti kemampuan observasi, analisis, prediksi dan penentuan. Mubarok & Sulistyo
(dalam Saragih, 2016) menjelaskan bahwa model pembelajaran ini diawali dengan guru
membaca buku dan melakukan aktivitas belajar lainnya. Selanjutnya, guru memberikan
15
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran dan merumuskannya dalam bentuk hipotesis. Kemudian,
guru memberikan kesempatan kepada siswa mengumpulkan informasi yang relevan untuk
membuktikan benar tidaknya hipotesis tersebut yang dilanjutkan dengan pengolahan data
yang diperoleh siswa melalui wawancara, observasi dan sumber data lainnya. Lalu, guru
yang ditetapkan dengan hasil dan pengolahan data. Selanjutnya, guru dan siswa menarik
kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua masalah yang sama.
How to make guided discovery learning practical for student teachers”.) The common
aspect in different GDL practices is that teaching starts by posing a challenging problem,
and that students themselves contribute to the knowledge development needed to solve the
Discovery Learning adalah pembelajaran yang bersifat aktif dengan menanamkan sikap-
sikap dalam penelitian, sehingga peserta didik mampu mengembangkan dirinya sesuai
laksanakannya model pembelajaran discovery learning peserta didik mengerti akan suatu
materi pembelajaran tidak hanya sebatas teorinya saja, melainkan juga penerapannya di
16
sehingga siswa akan termotivasi dalam proses pembelajaran fisika. Siswa didorong
pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga peserta didik banyak
3. Peserta didik juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu
dalam menemukan.
kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
kasus, lebih ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi
17
b. Ciri-ciri Discovery Learning
3. Memandang peserta didik sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai
pada hasil.
didik.
11. Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
18
15. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan
beberapa prosedur yang harus dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar secara
umum.
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
19
bertanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
eksplorasi.
relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini
coba sendiri, dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik
dimilikinya.
20
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang
telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan
5. Verivication (pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis
yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau
tidak, apakah terbukti atau tidak. Pembuktian menurut bruner, bertujuan agar
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kehidupannya.
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
21
(Syah, 2004). Berdasarkan hasil verifikasi, maka dirumuskan prinsip-prinsip
pelajaran atas makna dan kaedah atau prinsip-prinsip yang luas yang
22
(pembuktian) pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan
ditetapkan dengan temuan alternative duhubungkan
alternative duhubungkan dengan hasil data processing
dengan hasil data processing
Tahap 6 Guru membantu siswa dalam Peserta didik memperhatikan
Generalization (menarik melaksanakan proses proses generalisasi yang
kesimpulan/generalisasi) generalisasi masalah dengan menekankan pentingnya
data-data yang telah diperoleh penguasaan pelajaran atas
dan diverifikasi oleh peserta makna dan kaidah atau
didik sebelumnya. prinsip-prinsip yang luas
yang mendasari pengalaman
seseorang serta pentingnya
proses pengaturan dan
generalisasi dari
pengalaman-pengalaman.
Kelebihan
antara lain:
siswa.
23
- Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
- Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman
Kelemahan
- Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar
- Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil
- Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran
penemuan.
- Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu
konvensional lebih banyak menuntut keaktifan guru daripada siswa. Menurut Djamarah
dan Zain (2006) pembelajaran ceramah merupakan cara penyampaian materi pelajaran
yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap
siswa. Menurut Sanjaya (2009) pembelajaran ceramah merupakan cara menyajikan materi
24
pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok
didominasi oleh guru masih berpijak pada teori behavioristik. Guru menyampaikan materi
pelajaran melalui ceramah dengan harapan bahwa siswa dapat memahami materi dan
3. Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja.
4. Siswa dipandang sebagai kertas kosong yang dapat digoresi informasi oleh guru.
dari guru, 2) penyajian informasi, 3) ilustrasi dan contoh. Oleh sebab itu, pembelajaran
konvensional dirasa tidak tepat lagi untuk diterapkan dalam proses pembelajaran karena
tidak memberikan keleluasaan pada siswa untuk menggali sendiri pengetahuannya dan
memerlukan waktu yang lama karena hanya menjelaskan materi dan dapat diikuti oleh
siswa yang banyak, sehingga waktu yang diperlukan lebih efisien daripada belajar
25
kelas. Sedangkan kelemahan pembelajaran konvensional yaitu siswa menjadi pasif,
pembelajaran didominasi oleh guru, dan tidak banyak mendapat umpan balik atau
cenderung searah, serta siswa kurang mengerti materi yang disampaikan guru.
sesuai dengan manfaat teoritis yang dapat digunakan untuk menambah konsep penelitian
selanjutnya, seperti :
adalah nilai signifikansi (2-tailed) 0,002 < 0,05 hasil uji independent sampel t-test. Hasil
tersebut relevan dengan capaian ketuntasan hasil belajar siswa adalah 93,33%. Siswa
memberikan respon positif terhadap model discovery learning dengan hasil 52,22%
sangat baik, 41,11% baik dan 6,67% tidak baik. Berdasarkan simpulan di atas disarankan
untuk guru dapat melakukan pembelajaran menggunakan model discovery learning dalam
uji coba secara luas dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dapat menjadi
hasil belajar siswa. Kajian penelitian ini menarik untuk digunakan karena memberikan
gambaran bagi penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh model DL terhadap
nonequivalent control group design, hasil analisa data menunjukkan bahwa model
26
pembelajaran Discovery Learning lebih cocok dalam meningkatkan kemampuan berpikir
Dengan demikian, model pembelajaran Discovery Learning dapat menjadi salah satu
alternatif bagi para guru Mata Pelajaran Korespondensi dalam meningkatkan kemampuan
Ketiga, Putri et al. (2017) menyatakan bahwa hasil pengamatan peneliti selama
melaksanakan penelitian, tampak bahwa semangat dan pemahaman siswa yang diajar
dengan model pembelajaran discovery learning lebih baik jika dibandingkan dengan
terlihat dari hasil belajar siswa dan keaktifan siswa saat proses pembelajaran berlangsung.
Penelitian ini memberikan wawasan bahwa rendahnya hasil belajar dan aktivitas siswa
pada mata pelajaran fisika dapat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan
oleh oleh guru. Sehingga guru harus bisa memilih model pembelajaran yang sesuai
dengan kemampuan siswanya. Hal inilah yang turut melatarbelakangi saya untuk meneliti
kreatif siswa.
diperoleh thitung = 2,10 dengan α = 0,05 diperoleh ttabel = 2,00. Dengan membandingkan
thitung dengan ttabel ternyata thitung > ttabel, ini berarti kemampuan berpikir kritis siswa
yang menerapkan model discovery learning lebih baik daripada kemampuan berpikir
kritis siswa dengan pembelajaran konvensional. uji hipotesis kedua diperoleh thitung=
2,21 dengan α = 0,05 diperoleh ttabel= 2,00. Dengan membandingkan thit dengan ttabel
ternyata thitung > ttabel, ini berarti kemampuan kognitif siswa yang menerapkan model
27
discovery learning lebih baik daripada kemampuan kognitif siswa dengan pembelajaran
berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPA dapat dipengaruhi oleh model
pembelajaran yang digunakan oleh guru. Sehingga guru harus bisa memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswanya. Hal inilah yang turut
Kelima, Muharammah et al. (2018) menyatakan bahwa: (1) Ada pengaruh dari
Pendekatan Discovery Learning menggunakan surat kabar online untuk hasil belajar
fisika (F hitung = 4,56> F tabel = 3,96), (2) Tidak ada pengaruh motivasi belajar terhadap
hasil belajar fisika (FF hitung = 0,47 <F tabel = 3,96), (3) Tidak ada interaksi antara
pendekatan Discovery Learning menggunakan surat kabar online dan motivasi belajar
pada hasil belajar fisika (F hitung = 0,67 < F tabel = 3,96). Penelitian ini memberikan
wawasan bahwa rendahnya hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh model
pembelajaran yang digunakan oleh guru yang tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Hal
inilah yang turut melatarbelakangi saya untuk meneliti tentang pengaruh model
kreatif siswa.
menggunakan desain Penelitian post-test only control design. Hasil analisis data
motivasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika di MAN Bondowoso; (2) model
28
pemilihan model pembelajaran yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan siswa dalam
keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ideidenya. Sehingga Kajian ini bisa dijadikan acuan peneliti dalam
upaya meneliti pengaruh discovery learning terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.
Ketujuh, Saragih (2016) menunjukan hasil penelitian bahwa ada pengaruh model
pembelajaran discovery learning dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas X
SMA YPPK Yos Sudarso Merauke pada materi Elastisitas dan Hukum Hooke sebesar
87,2%. Penelitian ini memberikan wawasan adanya pengaruh yang positif antara model
pembelajaran discovery learning jika ditinjau dari motivasi belajar terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa siswa kelas X SMA YPPK Yos Sudarso Merauke pada materi
Elastisitas dan Hukum Hooke. Penelitian ini menguatkan pandangan untuk melakukan
penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran discovery learning dan problem based
belajar Ilmu alam. Atau dengan kata lain, ada perbedaan dalam hasil belajar Ilmu
menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata
78.96 sedangkan skor rata-rata hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam menggunakan
rendahnya hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang
digunakan oleh guru yang tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Hal inilah yang turut
29
melatarbelakangi saya untuk meneliti tentang pengaruh model pembelajaran penemuan
(1) discovery learning memberikan prestasi yang lebih baik daripada pembelajaran
berbasis masalah. (2) Prestasi siswa yang memiliki pembelajaran mandiri tinggi lebih
baik daripada siswa yang memiliki pembelajaran mandiri dan mandiri. (3) Untuk
lebih baik daripada siswa yang memiliki pembelajaran mandiri dan mandiri. Untuk
pembelajaran berbasis masalah, siswa yang berpendidikan tinggi dan menengah memiliki
prestasi yang sama. (4) Bagi siswa yang memiliki pembelajaran self-regulated yang
pembelajaran berbasis masalah. Siswa yang memiliki pembelajaran mandiri dan mandiri,
kedua model pembelajaran memberikan prestasi yang sama. Kemampuan berpikir kreatif
siswa dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap mata pelajaran yang berkaitan. Sikap siswa
pada mata pelajaran berbasis sains seperti matematika cenderung negatif, seperti takut,
merasa tertekan, dan setres selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal inilah yang
pendekatan discovery learning memiliki pengaruh lebih positif daripada minat siswa
antara interaksi gender dan discovery learning terhadap prestasi siswa pada materi listrik.
Kajian penelitian ini memberikan gambaran umum pengaruh yang positif dari model
discovery learning terhadap minat dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kajian ini
30
digunakan sebagai acuan untuk meneliti terkait model discovery learning yang dapat
Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan dalam
dengan baik dan benar diharapkan dapat membantu siswa membangun konsep fisika
dengan benar, sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran fisika pun
dapat optimal. Fakta menunjukkan bahwa prestasi fisika siswa terbilang kurang optimal.
Kesenjangan tersebut terjadi karena guru menggunakan model pembelajaran yang kurang
berpusat pada guru, sehingga kemampuan berpikir kreatif fisika kurang optimal.
Penyebabnya adalah siswa tidak diberikan pengalaman secara langsung dalam proses
konstruktivisme berakar dari teori Piaget yang menyatakan bahwa setiap organisme
menuntut adanya perubahan pembelajaran yang semula bersifat teacher centered menjadi
student centered.
Berdasarkan kajian teori yang diungkapkan diatas maka yang menjadi kerangka
berfikir dalam penelitian ini adalah perbedaan pengaruh model pembelajaran discovery
fisika.
31
Model pembelajaran discovery learning memiliki dampak yang positif bagi
peserta didik untuk dapat meningkatkan daya nalar serta untuk memahami materi
pelajaran, serta dapat merangsang peserta didik untuk aktif dan kreatif dalam berpikir dan
tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta
berpikir kreatif peserta didik. Karena memiliki cara yang berbeda dalam penerapannya di
Pembelajaran Fisika
Berdasarkan penjabaran teori dan kerangka berfikir diatas maka yang menjadi
kreatif fisika antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran discovery
Penelitian ini menggunakan desain one way non-equivalent pretest-posttest control group
design. Pengamatan awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa
antara kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Setelah mendapatkan hasil dari
pengamatan awal kemampuan berpikir kreatif fisika siswa melalui tes awal kemampuan
berpikir kreatif (pretest) siswa diberikan perlakuan (X1) dengan model discovery learning
kemampuan berpikir kreatif fisika siswa melalui tes akhir kemampuan berpikir kreatif
O1 X1 O2
O3 X2 O4
Keterangan :
O1, O3, = Pengamatan awal kemampuan berpikir kreatif fisika siswa
O2, O4, = Pengamatan akhir kemampuan berpikir kreatif fisika siswa
X1 = Perlakuan menggunakan model DL
33
X2 = Perlakuan menggunakan model pembelajaran konvensional
mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
diatas peneliti mengambil Target Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas X IPA di SMA Negeri 2 Singaraja tahun ajaran 2018/2019. Jumlah kelas X
IPA sebanyak 5 kelas, dengan total populasi sebanyak 165 siswa. Komposisi
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilik oleh
dari 5 kelas yang ada. Dua kelas sampel yang muncul akan diundi kembali untuk
menetapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelompok eksperimen terdiri dari
satu kelas dengan perlakuan berupa pembelajaran dengan model discovery learning.
Kelompok kontrol terdiri dari satu kelas dengan perlakuan dengan model
pembelajaran konvensional. Dua kelas dalam penelitian ini yaitu X IPA 1 sebagai
34
kelas eksperimen dan X IPA 3 sebagai kelas kontrol. Jumlah sampel pada penelitian
ini sebanyak 65 siswa yang meliputi 32 siswa di kelas eksperimen dan 33 siswa di
Tabel 3.2
Variabel pada penelitian ini dibedakan menjadi dua variabel yaitu variabel bebas,
dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini meliputi variabel bebas yang diuji
dan variabel bebas yang dikontrol. Variabel bebas yang diuji dalam penelitian ini yaitu
model discovery learning, serta variabel bebas kontrol dalam penelitian ini yaitu
prosedur penelitian yang dilakukan ini dapat dijelaskan pada Tabel 3.3, sebagai berikut.
35
2) Mengadakan sosialisasi dengan guru mata pelajaran
yang bersangkutan bahwa hendak diadakan
penelitian di kelas tersebut.
3) Meminta silabus yang digunakan di sekolah
tersebut.
2. Merancang 1) Menganalisis Standar Kompetensi (SK),
instrument Kompetensi Dasar (KD), dan merumuskan indikator
penelitian berdasarkan silabus mata pelajaran fisika untuk
kelas X IPA di SMA Negeri 4 Singaraja.
2) Merancang pedoman observasi yang digunakan
sebagai instrumen penelitian.
3) Mengadakan konsultasi dengan ahli (dosen
pembimbing) berkaitan dengan instrumen yang
telah dibuat.
3. Observasi awal 1) Menentukan sampel penelitian dengan teknik
random assignment, sehingga diperoleh dua kelas
sampel yaitu dua kelas eksperimen dan satu kelas
kontrol. Kemudian, mengobservasi kegiatan belajar
mengajar di kelas yang dijadikan kelas kontrol dan
kelas eksperimen.
4. Uji coba 1) Melaksanakan uji coba instrumen penelitian di kelas
instrument X IPA untuk mengetahui validitas soal tes
kemampuan berpikir kreatif siswa. Pada tahap ini,
dilakukan pengujian instrumen yang digunakan
dalam penelitian meliputi uji validitas, uji
konsistensi internal, indeks data beda tes, dan
indeks kesukaran butir tes.
5. Revisi 1) Menganalisis hasil uji coba instrumen.
instrument 2) Melaksanakan bimbingan dengan dosen
pembimbing terkait hasil uji coba instrumen.
3) Melakukan revisi terhadap instrumen berdasarkan
masukan dari dosen pembimbing.
6. Merancang 1) Membuat RPP dan LKS berdasarkan sintaks
perangkat masing-masing model pembelajaran.
pembelajaran 2) Melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing
terkait dengan perangkat pembelajaran yang telah
dirancang.
7. Mengadakan tes 1) Mengadakan tes awal pada kelas kontrol dan kelas
awal eksperimen. Pemberian tes awal ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan berpikir kreatif fisika
siswa sebelum perlakuan.
8. Memberikan 1) Menerapkan model DL pada kelas eksperimen dan
perlakuan model pembelajaran konvensional pada kelas
kontrol.
9. Mengadakan tes 1) Mengadakan tes akhir pada kelas kontrol dan
akhir eksperimen. Pemberian tes akhir ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh model DL dan model
konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif
36
fisika siswa.
10. Analisis data dan 1) Menganalisis data hasil penelitian.
pengujian 2) Menguji hipotesis yang telah dirumuskan
hipotesis sebelumnya.
3) Melakukan bimbingan dengan dosen terkait hasil
analisis data.
11. Penyelesaian 1) Melakukan pembahasan, simpulan, dan saran untuk
laporan melengkapi laporan.
2) Melakukan bimbingan dengan dosen mengenai
laporan yang dibuat.
merupakan kelompok kelas kontrol. Perlakuan yang diberikan pada dua kelompok ini
memerlukan waktu dan porsi materi yang sama. Perbedaannya adalah pada kegiatan
Jenis perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini ada dua,
yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), yang
ini mengacu pada materi pembelajaran dan sintaks pada masing-masing kelas
yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol meliputi RPP dengan sintaks model
37
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikembangkan pada penelitian ini untuk
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu tes. Adapun tes yang
akan digunakan dalam pengumpulan data berupa pretest dan posttest. Pretest dilakukan
untuk memperoleh data kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum diberikan perlakuan
pada kedua kelas. Posttest dilakukan untuk memperoleh data kemampuan berpikir kreatif
fisika siswa setelah diberikan perlakuan. Ringkasan teknik pengumpulan data penelitian
Sumber
No. Jenis Data Teknik Instrumen Waktu
Data
1. Kemampuan Siswa Tes essay Soal tes Sebelum
berpikir kreatif prestasi perlakuan
awal belajar
2. Kemampuan Setelah
berpikir kreatif perlakuan
akhir
Instrumen penelitian dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah soal tes
kemampuan berpikir kreatif fisika siswa. Tes kemampuan berpikir kreatif ini disusun
berdasarkan indikator keberhasilan siswa yang disesuaikan dengan materi. Tes tersebut
berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan oleh siswa yang berbentuk tes essay
(uraian) yang diberikan sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan (posttest). Tes
bentuk essay adalah tes kemampuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat
38
pembahasan atau bentuk uraian kata-kata. Prosedur pengembangan tes kemampuan
berpikir kreatif dilalui beberapa langkah yang harus dilalui dalam pengembangan tes,
penilaian, 7) penulisan butir-butir tes, 8) uji ahli, 9) uji lapangan, 10) analisis uji
lapangan, 11) revisi butir, dan 12) finalisasi tes. Untuk meminimalisir subjektivitas
untuk tes kemampuan berpikir kreatif fisika siswa pada penelitian ini disajikan pada
Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Fisika Siswa
39
Elaborasi Tidak memberikan jawaban sama sekali 0
Memberikan langkah-langkah pemecahan masalah 1
yang tidak ditulis secara elaborative dan tidak rinci,
serta jawaban yang diberikan tidak sepenuhnya benar
Memberikan langkah-langkah pemecahan masalah 2
yang tidak ditulis secara elaborative namun rinci, serta
jawaban yang diberikan tidak sepenuhnya benar
Memberikan langkah-langkah pemecahan masalah 3
yang tidak ditulis secara elaborative dan rinci, serta
jawaban yang diberikan benar
(dimodifikasi dari )
dalam penelitian. Uji coba instrumen merupakan hal yang sangat penting dalam
isi tes, indeks kesukaran butir, indeks daya beda, konsistensi internal butir, dan
reliabilitas tes.
digunakan terlebih dahulu diuji validitasnya. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes
tersebut dapat mengukur dan mampu menyingkap objek yang hendak diukur atau
sebagai berikut.
skala 1-2-3-4.
40
2) Pengelompokan skala, skor 1-2 dikelompokan kedalam tidak relevan
Penilai 1 Penilai 2
Kurang relevan Sangat relevan Kurang relevan Sangat relevan
(skor 1-2) (skor 3-4) (skor 1-2) (skor 3-4)
-
(Sumber: Santyasa, 2014)
4) Hasil penelitian para pakar ditabulasi silang, untuk dua penilai sebagai
berikut.
Penilai 1
Kurang relevan Sangat relevan
(skor 1-2) (skor 3-4)
Kurang relevan (A) (B)
Penilai 2 (skor 1-2)
Sangat relevan (C) (D)
(skor 3-4)
(Sumber: Santyasa, 2014)
5) Perhitungan validitas isi dengan rumus:
D
Validitas isi =
A BC D
(Sumber: Santyasa, 2014)
Keterangan:
A = Banyak item yang dianggap kurang relevan oleh kedua penilai.
B = Banyak item yang dianggap sangat relevan oleh penilai 1 dan
kurang relevan oleh penilai 2.
C = Banyak item yang dianggap kurang relevan oleh penilai 1 dan
sangat relevan oleh penilai 2.
D = Banyak item yang dianggap sangat relevan oleh kedua penilai.
≤1. Semakin besar validitas isi, maka isi instrumen pun semakin valid.
41
tidak sesuai, yaitu instrument yang dinyatakan tidak relevan ileh kedua pakar
yang digunakan.
Rumus korelasi yang digunakan untuk menguji validitas butir tes adalah
NXY X Y
rxy
NX 2
NX NY 2 Y
2 2
Keterangan :
rxy = Indeks korelasi butir-total
N = Jumlah responden
X = Skor butir
Y = Skor total
(Sumber: Santyasa, 2014)
Kriteria estimasi yang digunakan adalah indeks korelasi butir total di atas
0,30 disebut sebagai butir yang memiliki derajat konsistensi internal butir
yang tinggi, sedangkan indeks korelasi yang berada pada rentangan 0,10-0,30
kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Jadi
digunakan untuk menghitung reliabilitas tes kemampuan berpikir kreatif fisika peneliti
n S I
2
Alpha Cronbach 1 2
n 1 SX
Keterangan :
n = Jumlah butir tes
2
Si = Varian butir
Sx2 = Varian total tes
(Sumber: Santyasa, 2014)
42
Koefisien reliabilitas bergerak pada interval 0,00-1,00, maka kriteria-kriteria,
sebagai berikut: 0,00-0,20 adalah sangat rendah, 0,20-0,40 adalah rendah, 0,40-0,60
adalah sedang, 0,60-0,80 adalah tinggi, dan 0,80-1,00 adalah sangat tinggi. Indeks
reliabilitas berada pada kategori sedang, tinggi, dan sangat tinggi ditoleransi untuk
Taraf kesukaran suatu item dinyatakan oleh suatu indeks yang dinamakan indeks
kesukaran item yang disimbolkan dengan huruf (P). indeks kesukaran item merupakan
rasio antara penjawab item dengan benar dan banyaknya penjawab item (Santyasa,
H L (2 N Scoremin )
IKB
2 N (Scoremax Scoremin )
(Sumber: Santyasa, 2014)
Keterangan :
IKB = Indeks Kesukaran Butir
ΣH = Jumlah skor kelompok atas (KA)
ΣL = Jumlah skor kelompok bawah (KB)
N = Jumlah responden pada KA atau KB
Scoremax = Skor tertinggi butir
Scoremin = Skor terendah butir
berarti sangat sukar, 0,20-0,40 berarti sukar, 0,40-0,60 berarti sedang, 0,60-0,80 berarti
mudah, 0,80-1,00 berarti sangat sangat mudah. Butir yang ditoleransi sebagai tes
Daya beda soal adalah soal yang mampu membedakan tinggi rendahnya
kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Sebuah instrumen tes
terdiri dari sejumlah butir-butir instrumen, dimana semua butir tersebut harus
43
mengukur hal yang sama dan menunjukkan yang sama pula. Sedangkan indeks
diskriminasi soal adalah jumlah angka yang memperlihatkan besarmya daya beda soal.
harga d, konsistensi ini dapat pula diuji secara empirik dengan melakukan perhitungan
korelasi biserial (rbis) atau korelasi pointbiserial (rpbis) antara distribusi skor suatu
aitem dan distribusi skor tes. Indeks Daya Beda (IDB) dapat dihitung dengan formula,
sebagai berikut.
H L
IDB
N ( Score max Score min )
(Sumber: Santyasa, 2014)
Keterangan:
IDB = Indek Daya Beda
ΣH = Jumlah skor kelompok atas (KA)
ΣL = Jumlah skor kelompok bawah (KB)
N = Jumlah responden pada KA atau KB
Scoremax = Skor tertinggi butir
Scoremin = Skor terendah butir
Nilai IDB bergerak dari -1,00 s.d +1,00. Apabila IDB bernilai positif, butir tersebut
memiliki daya beda yang positif, artinya bahwa porsi siswa yang lebih tahu tentang
jawaban benar lebih besar dibandingkan dengan porsi siswa yang tidak tahu. Apabila
IDB bernilai nol, butir tersebut memiliki daya beda nol, artinya butir tersebut tidak
mampu membedakan antara siswa tahu jawaban benar dengan siswa yang tidak tahu.
Hal ini terjadi karena beberapa hal, yakni: 1) butir terlalu mudah atau terlalu sukar,
sehingga mungkin semua siswa salah atau semua siswa benar, 2) butir tersebut
membingungkan sebagai akibat konstruksinya ambigu. Apabila porsi siswa yang tidak
tahu menjawab benar lebih banyak dengan yang tahu, maka IDB menjadi negatif.
Klasifikasi IDB yang digunakan, sebagai berikut: 0,00-0,20 berarti sangat rendah,
0,20-0,40 berarti rendah, 0,40-0,60 berarti sedang, 0,60-0,80 berarti tinggi, 0,80-1,00
44
berarti sangat tinggi. Item yang digunakan dalam penelitian ini adalah item yang
Analisis data awal digunakan untuk mengetahuai sampel berangkat dari titik tolak
yang sama atau tidak. Setelah kelas sampel diberi perlakuan, dilakukan pengujian
terhadap hipotesis yang diajukan. Data yang digunakan adalah data kemampuan
berpikir kreatif fisika yang dinyatakan ileh jumlah skor tes dari kedua kelompok
normal sehingga uji hipotesis dapat dilakukan. Uji normalitas berbantuan program
SPSS 25.0 for windows. Stasistik yang digunakan dalam analisisnya adalah
Komogorov Test dan Shapiro-Wilk Test. Kriteria pengujian data yang terdistribusi
normal apabila angka signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari 0,05, jika angka
signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 maka data tidak terdistribusi normal.
bahwa data kelompok sampel berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama.
Uji homogenitas varian antar kelompok juga digunakan untuk meyakinkan bahwa
perbedaaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya
25.0 for windows, dengan statistik Levene’s Test of Equality of Error Variance.
45
Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika angka signifikansi lebih besar dari
0,05, maka data memiliki varian yang sama (homogen). Jika angka signifikansi lebih
Uji hipotesis dilakukan setelah asumsi terpenuhi. Hipotesis yang diuji dalam
Formula Hipotesis
konvensioanal
konvensioanal
Keterangan :
1Y : Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif fisika siswa yang belajar
dengan menggunakan model DL.
2Y : Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif fisika siswa yang belajar
dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
Adapaun metode analisis data yang digunakan menguji hipotesis dalam
penelitian adalah uji t satu ekor (ekor kanan) dengan taraf signifikan 5% (∝=
46
Y1 Y2
t hit
s2 s2
n1 n 2
Dengan,
n1 1 s1 2 n 2 1 s 2 2
s2
n1 n 2 2
Keterangan:
Y1 = Rata-rata skor tes kemampuan berpikir kreatif fisika siswa kelas
eksperimen.
Y2 = Rata-rata skor tes kemampuan berpikir kreatif fisika siswa kelas
control.
2
s = Varians gabungan
2
s1 = Varians kelompok eksperimen
2
s 2 = Varians kelompok control
n1 = Banyak siswa dari kelompok eksperimen
n2 = Banyak siswa dari kelompok control.
Kriteria pengujian H0 ditolak jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑡∝(𝑛1 −1,𝑛2 −1) .
Apabila 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan taraf signifikan 5% (∝= 0,05) dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif fisika antara siswa
yang belajar dengan model pembelajaran discovery learning dan siswa yang belajar
47