Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM

MENYELESAIKAN MASALAH OPEN ENDED SISWA KELAS X SMA NEGERI 11

MAKASSAR

SYAFIRA ZALZABILAH R. AKIL

1611440009

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2019
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir merupakan hal yang paling utama yang harus dilakukan seorang

siswa untuk memecahkan sebuah masalah. Ahmadi dan Supriyono (2004: 31),

mendefinisikan berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan antara

pengetahuan kita. Seorang siswa dapat menghubungkan suatu pengetahuan yang ia

miliki dengan pengetahuan lainnya dengan cara terus belajar. Menurut Sudjana

(2010), belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

seseorang. Perubahan hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

seperti penambahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan,

kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu-individu yang

belajar. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih

maju dari pada keadaan sebelumnya (Syah, 2008).

Belajar seharusnya bisa membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan

berpikir, memiliki keterampilan yang berhubungan dengan penghayatan, cara berpikir,

dan kreativitas dalam menyelesaikan masalah atau membuat sebuah konsep. Hal ini di

dukung oleh Sadirman (2011: 26 – 28) yang mengemukakan bahwa secara umum ada

tiga tujuan belajar yaitu : (1) untuk memperoleh pengetahuan; (2) menanamkan

konsep dan keterampilan; (3) membentuk sikap.

Menurut Noer (2009) pembelajaran matematika secara umum terbiasa dengan

urutan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: (1) diajarkan

teori/definisi/teorema; (2) diberikan contoh-contoh; (3) diberikan latihan soal. Dalam

proses pembelajaran seperti itu, siswa kurang didorong untuk mengembangkan

kemampuan berpikir. Siswa hanya menerima informasi dan menghafalnya, sehingga


3

kurang memahami informasi-informasi yang diterimanya. Salah satu materi dalam

mata pelajaran matematika yang diberikan ditingkat SMA pada kelas X semester II

adalah materi pokok trigonometri. Pada materi tersebut memuat tentang aturan sinus,

aturan cosinus, dan luas segitiga. Berdasarkan pengalaman peneliti, masalah yang

sering dihadapi siswa pada materi ini adalah pada saat mereka menyelesaikan soal

cerita tentang penerapan aturan sinus, aturan cosinus, dan luas segitiga. Kesulitan

yang dialami siswa antara lain siswa tidak mampu menerjemahkan soal cerita, siswa

tidak tahu apa saja yang diketahui dan ditanyakan, dan tidak mampu mengubah soal

cerita ke dalam model matematikanya. Ada juga siswa yang dapat mengidentifikasi

soal yaitu apa saja yang diketahui dan ditanyakan dalam soal cerita tetapi tidak tahu

bagaimana urutan mengerjakannya karena siswa tidak mampu menghubungkan soal

dengan teori yang ada. Dalam soal-soal yang kompleks seperti soal cerita siswa

dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Kebiasaan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skills (LOTS)

yang diajarkan kepada siswa menyebabkan kurang terbentuknya kemampuan berpikir

tingkat tinggi siswa atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). Seharusnya HOTS

diperlukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan secara kreatif dan inovatif.

Untuk mengatasi persolan tersebut, siswa perlu diarahkan untuk mengembangkan

HOTS. Brookhart (2010) mendefinisikan HOTS sebagai proses transfer dari sebuah

masalah kemudian masalah tersebut dicari solusinya menggunakan cara berpikir

kritis. Secara terpisah Anderson dan Krathwohl's Taksonomi (2010) merevisi level

kognitif tersebut menjadi dua, yaitu; cara berpikir tingkat rendah terdapat pada level

mengingat (C1), memahami (C2), dan mengaplikasikan (C3), sedangkan cara berpikir

tingkat tinggi berada pada tingkatan menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), serta

mencipta (C6). Costa (1991) menyampaikan bahwa dalam HOTS dibagi menjadi
4

empat golongan, yaitu memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis, dan

berpikir kreatif. Bogan (2005) menemukan HOTS akan terjadi ketika individu

menerima informasi asing dan “memanggil” informasi lama yang tersimpan dalam

memori.

Rianawati (2011) menyampaikan bahwa profil HOTS siswa dapat diketahui

dengan menguji siswa dalam hal memecahkan masalah yang disajikan dalam bentuk

tes. Untuk itu, diperlukan soal-soal yang membangkitkan HOTS siswa. Miri, David,

& Uri (2007) mengungkapkan bahwa “if one persistently teaches for enhancing

higherorder thinking skills, there are chances for success”, Artinya adalah apabila kita

mengajarkan terus menerus mengenai perangkat HOTS maka siswa besar

kemungkinan mencapai kesuksesan.

Open ended Problem (OEP) atau permasalahan terbuka yaitu sebuah

permasalahan yang memiliki banyak jawaban benar. Siswa tidak dituntut untuk

menyelesaikan dengan jalan yang biasa atau konsep yang biasa, namun siswa

diberikan kesempatan untuk lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah. Becker dan

Shimada sebagaimana dikutip oleh Takahashi (2005) mendeskripsikan pembelajaran

open-ended sebagai pembelajaran yang dimulai dari mempresentasikan masalah open-

ended, kemudian pembelajaran berlanjut dengan penggunaan banyak jawaban benar

dengan tujuan untuk memberikan pengalaman pada siswa dalam menemukan sesuatu

yang baru. Menurut Suherman, tujuan pendekatan open-ended bukan untuk

mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada

suatu jawaban. Dengan demikian, bukanlah hanya satu cara dalam mendapatkan

jawaban, namun beberapa atau banyak cara.

Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan Open-Ended, diarahkan

pada pemahaman atas masalah yang diajukan untuk kemudian dilanjutkan dengan
5

proses analisis yang dapat melatih Higher Order Thinking Skills siswa. Hal ini sejalan

dengan Senk, et al (1997) yang mengemukakan “characterized HOTS as solving tasks

where no algorithm has been taught, where justification or explanation are required,

and where more than one solution may be possible” maksudnya adalah mencirikan

HOTS sebagai penyelesaian permasalahan yang tidak memiliki algoritma yang

diajarkan, yang memerlukan pembenaran atau penjelasan, dan yang memiliki lebih

dari satu solusi yang memungkinkan. Permasalahan Open-Ended diharapkan dapat

meningkatkan Higher Order Thinking Skills siswa. Dengan tumbuhnya keterampilan

berpikir tingkat tinggi, siswa akan lebih mudah memahami berbagai topik dalam

matematika atau ilmu-ilmu lainnya. Serta berdampak pada kemampuan siswa

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Alternatif tindakan Open-Ended ini mampu memberikan kebebasan baik bagi

siswa maupun pendidik untuk lebih kreatif dan inovatif sehingga terjadi

keseimbangan yang baik dan saling bekerjasama secara komunikasi matematis.

Dimana yang harus dilakukan oleh pendidik dalam memilih sebuah permasalahan

yaitu apabila sebuah permasalahan yang bermutu dan mampu dijalankan dengan baik

maka akan terjadi pula keseimbangan dengan tercapainya tujuan pembelajaran yang

baik serta terjadi sebuah perubahan yang berarti bagi siswa dengan adanya

kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan analisis kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dalam menyelesaikan

masalah open-ended.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah “bagaimana kemampuan berfikir

tingkat tinggi siswa ditinjau dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan open ended
6

problem pokok bahasan trigonometri dalam pembelajaran matematika kelas X SMA

Negeri 11 Makassar ?”

C. Tujuan Masalah

Dari permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah menganalisis dan mendeskripsikan cara berpikir siswa pada kategori higher

order thinking skills (HOTS) kelas X dalam menyelesaikan open ended problem

pokok bahasan trigonometri.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil bagi siswa, guru, ataupun pembaca secara umum

dari penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai hasil analisis kemampuan

berpikir tingkat tinggi siswa dalam menyelesaikan soal open-ended pokok

bahasan trigonometri.

E. Batasan Istilah

Adapun batasan istilah dalam penelitian ini adalah :

1. Berpikir Tingkat Tinggi

Berpikir tingkat tinggi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan

berpikir menurut Taksonomi Bloom yang mencakup C4 – C6 yang terdiri

dari menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi.

2. Masalah Open-Ended

Masalah open-ended yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu masalah

yang memiliki banyak solusi atau strategi penyelesaian dan memiliki

banyak jawaban yang benar.

3. Analisis HOTS dalam Open-Ended

Analisis HOTS dalam Open-Ended Problem yang dimaksud yaitu

proses mengklasifikasi, mensintesa, dan menginterpretasi proses berpikir


7

seseorang pada level mengnalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta

(C6) ketika memecahkan masalah yang bersifat terbuka.

4. Trigonometri

Adapun materi trigonometri yang akan dibahas pada penelitian ini

adalah materi trigonometri pada kelas X terkait rumus-rumus trigonometri

yang meliputi : (a) aturan sinus, kosinus, dan luas segitiga (b) rumus

trigonometri jumlah dan selisih dua sudut; (c) rumus trigonometri sudut

rangkap; (d) rumus perkalian sinus dan kosinus; serta (e) rumus

penjumlahan dan pengurangan sinus, kosinus, dan tangen.


8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Berpikir didefinisikan sebagai kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan

yang diterima melalui panca indera dan ditujukan untuk mencari suatu kebenaran.

Berpikir juga merupakan penggunaan otak secara sadar untuk mencari sebab,

berdebat, mempertimbangkan, memperkirakan, dan merefleksikan suatu subjek

(Rusyna, 2014: 1). Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan

memahami, oleh sebab itu kemampuan untuk mengingat menjadi bagian terpenting

dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Sehingga bisa dikatakan bahwa

kemampuan berpikir seseorang pasti diikuti kemampuan mengingat dan memahami,

tetapi belum tentu kemampuan mengingat dan memahami yang dimiliki seseorang

menunjukkan bahwa seseorang tersebut memiliki kemampuan berpikir (Sanjaya,

2008: 230-231).

Higher order thinking skills (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi

dijelaskan oleh Gunawan (2003 : 171) adalah proses berpikir yang mengharuskan

siswa untuk memanipulasi informasi yang ada dan ide-ide dengan cara tertentu yang

memberikan mereka pengertian dan implikasi baru. Rosnawati (2013 : 3) menjelaskan

kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat terjadi ketika seseorang mengaitkan

informasi yang baru diterima dengan informasi yang sudah tersimpan didalam

ingatannya, kemudian menghubung-hubungkannya dan/atau menata ulang serta

mengembangkan informasi tersebut sehingga tercapai suatu tujuan ataupun suatu

penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran

secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat
9

tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan

sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban

dalam situasi baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi aspek kemampuan

berpikir krtis, kemampuan berpikir kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah.

Berpikir kritis yaitu kemampuan untuk menganalisis, menciptakan, dan mengevaluasi

data. Berpikir kreatif yaitu kemampuan untuk menggunakan struktur berpikir yang

rumit sehingga memunculkan ide yang baru dan orisinil. Kemampuan memecahkan

masalah yaitu kemampuan untuk berpikir secara kompleks dan mendalam untuk

memecahkan suatu masalah (Gunawan, 2003 : 177 – 179).

Pohl dalam Lewy (2009 : 15) mengungkapkan Taksosnomi Bloom merupakan

dasar bagi berpikir tingkat tinggi. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang

dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali dikemukakan oleh

Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi

menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali

ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya. Tujuan pendidikan

dibagi ke dalam tiga domain, yaitu: (1) Cognitive Domain (Ranah Kognitif) yang

berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,

pengertian, dan keterampilan berpikir; (2) Affective Domain (Ranah Afektif) yang

berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat,

sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri; (3) Psychomotor Domain (Ranah

Psikomotor) yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan

motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi sendiri merupakan bagian dari ranah

kognitif yang ada dalam Taksonomi Bloom dan bertujuan untuk mengasah

keterampilan mental seputar pengetahuan. Ranah kognitif versi Bloom ini kemudian
10

direvisi oleh Lorin Anderson, David Karthwohl, dkk. (2001). Urutannya diubah

menjadi enam, yaitu: (1) Mengingat (remembering), (2) Memahami (understanding);

(3) Mengaplikasikan (applying); (4) Menganalisis (analyzing); (5) Mengevaluasi

(evaluating); (6) Mencipta (creating). Tingkatan 1 hingga 3 dikategorikan sebagai

kemampuan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skills (LOTS),

sedangkan tingkat 4 sampai 6 dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat

tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS).

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan

berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan aktivitas

berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang

telah diketahui. Tetapi kemampuan berpikir tingkat tinggi juga merupakan

kemampuan mengkonstruksi, memahami, dan mentransformasi pengetahuan serta

pengalaman yang sudah dimiliki untuk dipergunakan dalam menentukan keputusan

dan memecahkan suatu permasalahan pada situasi baru dan hal tersebut tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

B. Open-Ended Problem (OEP)

Pendekatan open-ended dilatar belakangi oleh anggapan siswa pada

pengajaran matematika yang ditemuinya selama ini. Menurut Schoenfeld (Takashi,

2005) ada beberapa anggapan siswa terhadap pembelajaran matematika, yaitu: (1)

Proses matematika formal hanya mempunyai sedikit atau tidak sama sekali discovery

atau invention; (2) Hanya beberapa siswa yang mampu memahami materi,

memecahkan tugas yang diberikan atau permaslahan matematika dalam waktu

sebentar; (3) Hanya siswa genius yang benar benar memahami matematika; (4) Hanya

beberapa siswa yang berhasil disekolah mengerjakan tugas, tepat, dan persis sesuai

perintah guru.
11

Melihat kenyataan tersebut, pendekatan pembelajaran matematika menurut

beberapa tokoh harus dirubah, hal ini dikarenakan ”education for all” and ”Math for

all”. Menurut Gtegno (Takahashi, 2005) salah satu konsep yang penting dari peran

guru adalah bagaimana caranya harus menstimulus siswa belajar matematika dan

mendukung perkembangan mereka. Sedangkan Brown (Takahashi,2005) menyatakan

bahwa siswa harus dipandang sebagai pembangun yang aktif dari pada penerima

pasif.

Dari hal tersebut, muncul pendekatan open-ended yang dikembangkan di

negara Jepang pada tahun 1970-an. Menurut Becker dan Shigeru (Inprashita, 2008),

pendekatan open-ended pada awalnya dikembangkan di Jepang pada tahun 1970-an.

Antara tahun 1971 dan 1976, peneliti-peneliti Jepang melakukan proyek penelitian

pengembangan metode evaluasi keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam

pendidikan matematika dengan menggunakan soal atau masalah terbuka (open-ended)

sebagai tema. Meskipun pada mulanya pengembangan soal terbuka dimaksudkan

untuk mengevaluasi keterampilan berpikir tingkat tinggi, tetapi selanjutnya disadari

bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan soal terbuka mempunyai potensi

yang kaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Soal yang memiliki multi penyelesaian merupakan pengertian dari soal

terbuka atau open-ended problem (Mahmudi, 2008). Hal ini sejalan dengan pendapat

Takahashi (2006), soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang mempunyai

banyak solusi atau strategi penyelesaian. Sedangkan menurut Syaban (2008),

dipandang dari strategi bagaimana materi pelajaran disampaikan, pada prinsipnya

pembelajaran dengan memanfaatkan soal terbuka dapat dipandang sebagai

pembelajaran berbasis masalah, yaitu suatu pembelajaran yang dalam prosesnya

dimulai dengan memberi suatu masalah kepada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat
12

Shimada (1997) bahwa pembelajaran open-ended adalah pembelajaran yang

menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar

lebih dari satu. Pembelajaran open-ended dapat memberi kesempatan kepada siswa

untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman menemukan, mengenali, dan

memecahkan masalah dengan beragam teknik.

Aspek keterbukaan dalam soal terbuka dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

tipe, yaitu: (1) terbuka proses penyelesaiannya, yakni soal itu memiliki beragam cara

penyelesaian, (2) terbuka hasil akhirnya, yakni soal itu memiliki banyak jawaban

yang benar, dan (3) terbuka pengembangan lanjutannya, yakni ketika siswa telah

menyelesaikan suatu, selanjutnya mereka dapat mengembangkan soal baru dengan

mengubah syarat atau kondisi pada soal yang telah diselesaikan (Suherman, 2001).

Dengan menggunakan soal terbuka, pembelajaran matematika dapat dirancang

sedemikian sehingga lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan kompetensi mereka dalam menggunakan ekspresi matematik

(Takahashi, 2006). Dalam upaya menemukan berbagai alternatif strategi atau solusi

suatu masalah, siswa akan menggunakan segenap kemampuannya dalam menggali

berbagai informasi atau konsep-konsep yang relevan. Hal demikian akan mendorong

siswa menjadi lebih kompeten dalam memahami ide-ide matematika. Hal demikian

tidak akan terjadi dalam pembelajaran yang menggunakan soal tertutup yang hanya

merujuk pada satu jawaban atau strategi penyelesaian.

Dalam membuat suatu masalah open-ended, Jerry P. Becker dan Shigeru

Shimada (Suherman, 2001) memberikan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan

dalam mengkreasi masalah tersebut, antara lain: (1) menyajikan permasalahan melalui

situasi fisik yang nyata dimana konsep matematika dikaji dan diamati siswa; (2) soal-

soal pembuktisn dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan
13

hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam masalah itu; (3) menyajikan bangun-

bangun geometri sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur; (4) memberikan

suatu barisan bilangan atau tabel bilangan sehingga siswa dapat menemukan aturan

matematika; (5) memberikan contoh konkret dalam beberapa kategori sehingga siswa

dapat mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang

umum.

Penggunaan soal tertutup kurang mendorong siswa untuk mengeksplorasi

berbagai ide-ide matematikanya, sehingga kurang memungkinkannya untuk secara

efektif digunakan dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematika

sekaligus membangun pemahaman matematik siswa. Penggunaan soal terbuka dapat

memicu tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif. Menurut menurut Becker dan

Shimada (Livne dkk, 2008), penggunaan soal terbuka dapat menstimulasi kreativitas,

kemampuan berpikir original, dan inovasi dalam matematika. Sedangkan menurut

Nohda (2008), salah satu tujuan pemberian soal terbuka dalam pembelajaran

matematika adalah untuk mendorong aktivitas kreatif siswa dalam memecahkan

masalah.

Becker & Shimada (Takahashi, 2008 : 2), berpendapat bahwa bila penggunaan

soal terbuka diberikan pada siswa di sekolah, setidaknya ada lima keuntungan yang

dapat diharapkan. Pertama, siswa dapat lebih berpartisipasi aktif pada pembelajaran

dan dapat mengekspresikan ide mereka dengan lebih sering. Kedua, siswa mempunyai

kesempatan yang lebih untuk secara komprehensif menggunakan pengetahuan dan

keterampilan. Jadi mereka akan terlibat lebih aktif dalam menggunakan potensi

pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya. Ketiga, siswa

berkemampuan rendah akan dapat memandang masalah dan mampu menyelesaikan

masalah dengan cara mereka sendiri. Jadi kreativitas siswa akan dapat terungkap.
14

Keempat, siswa akan termotivasi secara intrinsik untuk dapat memberikan bukti.

Kelima, siswa yang kaya pengalaman akan senang menemukan dan menerima

persetujuan dari siswa lain terhadap ide-ide mereka. Hal ini sejalan dengan konsep

dan strategi pembelajaran Kurikulum 2013 yang termuat dalam Peraturan Menteri

Nomor 81A Tahun 2013, di mana siswa tidak hanya dituntut untuk bekerja

memecahkan masalah, tetapi benar-benar memahami dan menerapkan

pengetahuannya, sehingga perlu didorong untuk menemukan segala sesuatu untuk

dirinya, dan berupaya keras menunjukkan ide-idenya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa open-ended problem membantu siswa

menyelesaikan suatu permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga dengan

banyak jawaban benar. Tujuannya agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat

berkembang secara maksimal dan kegiatan-kegiatan kreatif siswa terkomunikasikan

melalui proses belajar-mengajar.

C. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dalam Masalah Open-Ended

Kemampuan berpikir tingkat rendah meliputi ranah pengetahuan, pemahaman,

dan aplikasi/penerapan. Sedangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi ranah

menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi. Adapun indikator kemampuan berpikir

tingkat tinggi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis

Mampu memeriksa dan mengurai informasi, memformulasikan

masalah, serta memberikan langkah penyelesaian dengan tepat.

2. Mengevaluasi

Mampu menilai, menyangkal, ataupun mendukung suatu gagasan dan

memberikan alasan yang mampu memperkuat jawaban yang diperoleh.

3. Mengkreasi
15

Mampu merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah atau

memadukan informasi menjadi strategi yang tepat.

Beberapa penelitian mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi telah pernah

dilaksanakan. Dari penelitian Raudenbush, et.al disimpulkan bahwa pemahaman guru

tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi yang baik memberikan pengaruh yang

signifikan untuk persiapan guru dalam mengajarkan materi pengembangan berpikir

tingkat tinggi bagi siswanya. Lewy, Zulkardi, dan Aisyah (2009) melalui

penelitiannya menyarankan agar guru menggunakan soal-soal berlevel kemampuan

berpikir tingkat tinggi karena soal-soal tersebut memiliki efek potensial terhadap hasil

tes kemampuan berpikir tingkat tinggi. Novianti (2014) dalam penelitiannya

mengemukakan bahwa beberapa hambatan siswa dalam menyelesaikan soal

berkemampuan tingkat tinggi adalah kurang gigihnya siswa dan ketidakcermatan

siswa dalam berpikir. Novianti (2014) juga menyarankan agar guru dapat

menggunakan soal-soal kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran

matematika.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis perlu

diterapkan pembelajaran yang tepat, yaitu pendekatan open-ended. Menurut Heddens

dan Speer (dalam Haji dan Yumiati, 2011) cara berpikir siswa dapat ditingkatkan

dengan pembelajaran open-ended. Senada dengan pendapat Heddens dan Speer,

menurut Brookhart (dalam Koriyah dan Idris, 2015) bahwa kesempatan luas pada

pendekatan open-ended memungkinkan siswa berpikir secara lebih mendalam di

mana berpikir secara kritis merupakan berpikir secara mendalam dan merupakan

bagian dari berpikir tingkat tinggi serta dengan jawaban yang berbeda sehingga siswa

dengan kemampuan rendah dapat memberikan respon terhadap masalah dengan cara

mereka sendiri secara bermakna. Pendekatan open-ended merupakan pendekatan yang


16

menyajikan suatu masalah terbuka (open-ended) yang memungkinkan siswa

mengembangkan pola pikirnya dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuan

masing-masing, sehingga dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk

memperoleh pengetahuan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa

teknik dan menghargai siswa ketika mereka menemukan jawaban dari masalah yang

diberikan serta memperhatikan perbedaan kognitif siswa (Fahrurrozi, 2015). Menurut

Sawada (dalam Koriyah dan Idris, 2015) bahwa keunggulan pendekatan open-ended

yaitu menjadikan siswa berpartisipasi lebih aktif dalam proses pembelajaran dan

mengungkapkan ide-ide mereka secara lebih sering, mempunyai kesempatan yang

lebih luas untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika mereka

secara menyeluruh, siswa dengan kemampuan rendah bisa memberikan respon

terhadap masalah dengan beberapa cara mereka sendiri yang bermakna, siswa secara

instrinsik termotivasi untuk membuktikan sesuatu, dan siswa mempunyai pengalaman

yang berharga dalam penemuan mereka dan memperoleh pengakuan atau persetujuan

dari temannya.

D. Materi Trigonometri

a
a) Aturan sinus : sin A  b
sin B
 c
sin C
 2r

Aturan sinus digunakan apabila kondisi segitiganya adalah:

 
b b

 c
a. 2 sudut dan satu sisi b. 2 sisi dan satu sudut di depan sisi sisi

b) Aturan Kosinus : a2 = b2 + c2 – 2bc cos A

Aturan kosinus digunakan jika kondisi segitiganya:


17

b a b


c c
a. sisi sisi sisi b. sisi sudut sisi

c) Luas segitiga

 L = ½ a · b sin C :  dengan kondisi “sisi sudut sisi”

a 2  sin B  sin C
 L= :  dengan kondisi “sudut sisi sudut”
2 sin(B  C)

 L= s( s  a)( s  b)( s  c ) , s = ½(a + b + c) :  dengan kondisi

“sisi sisi sisi”

d) Jumlah dan Selisih Dua Sudut

 sin (A  B) = sin A cos B  cos A sin B

 cos (A  B) = cos A cos B  sin A sin B

tan A  tan B
 tan (A  B) = 1  tan A  tan B

e) Perkalian Sinus dan Kosinus

 2sin A cos B = sin(A + B) + sin(A – B)

sin A cos B = ½{sin(A + B) + sin(A – B)}

 2cos A sin B = sin(A + B) – sin(A – B)

cos A sin B = ½{sin(A + B) – sin(A – B)}

 2cos A cos B = cos(A + B) + cos(A – B)

cos A cos B = ½{cos(A + B) + cos(A – B)}

 –2sin A sin B = cos(A + B) – cos(A – B)

sin A sin B= –½{cos(A + B) – cos(A – B)}

f) Penjumlahan dan Pengurangan Sinus, Kosinus dan Tangen


18

 sin A + sin B = 2sin ½ (A + B) · cos ½(A – B)

 sin A – sin B = 2cos½ (A + B) · sin ½(A – B)

 cos A + cos B = 2cos½ (A + B) · cos ½(A – B)

 cos A – cos B = –2sin½ (A + B) · sin½(A – B)

sin( A  B)
 tan A + tan B = cos A cos B

sin( A  B)
 tan A – tan B = cos A cos B

g) Sudut Rangkap

 sin 2A = 2sinA·cosA

 cos 2A = cos2A – sin2A

= 2cos2A – 1

= 1 – 2sin2A

2 tan A
 tan 2A =
1  tan 2 A

 Sin 3A = 3sin A – 4sin3A

E. Penelitian Relevan

Adapun penelitian yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Yuningsih pada tahun 2013 dengan

judul penlitian Analisis Higher Order Thinking Skills Siswa dalam

Menyelesaikan Soal Open-Ended Pokok Bahasan Integral Tak Tentu

Fungsi Aljabar. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa analisis

HOTS pada siswa kelas XII IPA SMA Al-Islam 3 Surakarata yaitu: (1)

Prosentasi kategori HOTS secara rinci: 30% Recall, 60% Basic, 10%

Critic, dan 0% Creative. (2) Dampak bervariasiHOTS siswa dalam

pembelajaran matematika terhadap prestasi belajar yaitu terbukti


19

adanya keseimbangan atau berbanding lurus antara HOTS dengan

Prestasi belajar siswa

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Hastuti Noer pada tahun 2011

dengan judul penelitian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan

Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended. Dari hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata

peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mengikuti

pembelajaran pada kedua kelompok sampel.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Rochmah Laily dan Widi

Wisudawati pada tahun 2015 dengan judul penelitian Analisis Soal

Tipe Higher Order Thnking Skills (HOTS) dalam Soal UN Kimia SMA

Rayon B Tahun 2012/2013. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa karakteristik soal tipe HOTS yang ada pada UN Kimia Rayon B

tahun 2012/2013 yaitu stimulus, sedangkan kemampuan berpikir kritis

dan kreatif belum dapat dihasilkan kesimpulan. Bentuk stimulus dan

presentase masing-masing bentuk yang terdapat pada soal UN tersebut

yaitu gambar/grafik/diagram sebesar 15%, tabel sebesar 15%,

simbol/rumus/persamaan kimia sebesar 47,5%, contoh sebesar 22,5%,

dan penggalan kasus sebesar 32,5%.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Candy Alfa Agustina, Suesthi

Rahayuningsih, dan Ngatiman pada tahun 2018 dengan judul Analisis

Keyakinan Diri (Self Efficacy) Siswa SMA Dalam Memecahkan

Masalah Matematika Ditinjau Dari Perbedaan Gender. Dari hasil

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki memiliki

pandangan yang optimis dalam memecahkan masalah matematika


20

dengan berpikir optimis, menyebutkan beberapa informasi penting,

menyatakan tujuan, dapat memahami permasalahan, yakin dengan

yang dipahami dan penyelesaiannya, menyatakan strateginya dan yakin

dengan strategi yang dilakukan. Subjek gigih dalam memecahkan

masalah matematika dengan tidak merasa kesulitan dan tidak merasa

putus asa menyelesaikan permasalahan. Subjek yakin akan

kemampuan diri yang dimiliki dalam memecahkan masalah

matematika dengan menjelaskan dan yakin dengan cara yang

digunakan. Subjek menyikapi situasi dan kondisi yang beragam

dengan cara yang baik dan positif dalam memecahkan masalah

matematika dengan berusaha, merasa tidak memiliki kekurangan, dan

tidak merasa stres dalam menyelesaikan permasalahan. Sedangkan

subjek perempuan memiliki pandangan yang optimis dalam

memecahkan masalah matematika dengan berpikir optimis,

menyebutkan beberapa informasi, menyatakan, dapat memahami,

yakin dengan yang dipahami dan penyelesaiannya, menyatakan

strateginya dan yakin dengan strategi yang dilakukan. Subjek gigih

dalam memecahkan masalah matematika dengan sedikit merasa

kesulitan dan tidak merasa putus asa. Subjek yakin akan kemampuan

diri yang dimiliki dalam memecahkan masalah matematika dengan

menjelaskan dan yakin dengan cara yang digunakan. Subjek menyikapi

situasi dan kondisi yang beragam dengan cara yang baik dan positif

dalam memecahkan masalah matematika dengan merasa kebingungan,

kurang faham terhadap masalah, dan sedikit terburu-buru dalam

menyelesaikan permasalahan
21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang dilakukan menggunakan

pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah

sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Langkah-langkah

pada penelitian ini berlandaskan pada data empirik yakni berdasarkan fenomena yang

terjadi secara alamiah pada kondisi lapangan. Metode penelitian ini menggunakan

pendekatan naturalistik. Maksud dari pendekatan penelitian naturalistik adalah

pendekatan penalitian yang bersifat naturalis (wajar) karena peneliti tidak berusaha

memanipulasi suasana penelitian, dan hasil penelitian sesuai dengan apa yang terjadi

selama pelaksanaan penelitian.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMA Negeri 11 Makassar dan akan

dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2019/2020.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 11 Makassar. Subjek

ini dipilih berdasarkan gender (laki-laki dan perempuan) dan kemampuan awal

matematika yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok atas,

kelompok sedang, dan kelompok bawah. Memilih siswa juga berdasarkan

pertimbangan guru yang berkaitan dengan kecakapan siswa dalam mengemukakan

pendapat atau jalan pikirannya secara lisan maupun tulisan.

Maka dalam penelitian ini akan diambil enam siswa untuk dijadikan subjek

penelitian berdasarkan gender dan kelompok kemampuan yaitu, tiga siswa laki-laki
22

dari masing-masing kelompok dan tiga siswa perempuan dari masing-masing

kelompok

D. Instrumen Penelitian

1. Tes

Adapun tes yang akan diberikan berupa materi trigonomentri dengan masalah

open-ended pada semester ganjil tahun ajaran 2019/2020.

2. Pedoman Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang utama karena sebagian

besar data diperoleh pada saat wawancara. Jadi, peneliti akan mengumpulkan

data dengan mewawancarai secara langsung pihak-pihak yang terkait dalam

penelitian ini berdasarkan pedoman yang dikembangkan oleh peneliti.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu :

1. Pemberian Tes

Tes digunakan untuk mendapatkan hasil yang akan dianalisis untuk

diketahuinya tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Tes yang

diberikan mengenai materi trigonometri.

2. Melakukan Wawancara

Wawancara merupakan teknik penggalian data yang utama dan sangat

memungkinkan peneliti untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya, yang

lengkap dan mendalam. Peneliti menggunakan teknik wawancara karena

wawancara merupakan teknik pengumpulan data penelitian kualitatif yang

digunakan sebagai cross cek terhadap hasil data yang diperoleh sebelumnya.
23

F. Teknik Pengujian Keabsahan Data

Keabsahan data dapat dilakukan melalui proses triangulasi. Menurut William

Wiersma dalam Sugiyono (2007:372): “Triangulation is qualitative cross-validation.

It assesses to a sufficiency of the data according to the convergence of multiple data

collection procedurs”. Diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber

dengan berbagai cara dan waktu, sehingga triangulasi dapat kelompokkan dalam 3

jenis yakni; triangulasi sumber, triangulasi pengumpulan data dan triangulasi waktu..

Adapun triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu triangulasi

sumber. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui

sumber data yang lain yaitu siswa lain yang memiliki karakteristik kemampuan awal

matematika yang sama dan memiliki gender yang sama.

G. Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian tersebut kemudian dianalisis

menggunakan analisis data yang terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan lapangan (Miles dan Huberman (1992:16)). Langkah-langkah

yang dilakukan adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau

pengkategorisasian ke dalam tiap permasalahan melalui uraian singkat,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data

sehingga dapat ditarik dan diverifikasi. Data yang di reduksi antara lain

seluruh data mengenai permasalahan penelitian. Data yang di reduksi akan

memberikan gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah peneliti

melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika


24

diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan maka jumlah data akan

semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu, reduksi data

perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak mempersulit analisis

selanjutnya.

2. Penyajian Data

Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian

data. Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. (Miles dan Huberman, 1992 : 17). Penyajian data diarahkan agar

data hasil reduksi terorganisaikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga

makin mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian

naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram alur. Penyajian data

dalam bentuk tersebut mempermudah peneliti dalam memahami apa yan

terjadi. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan

sehingga informasi yang didapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu

untuk menjawab masalah penelitian. Penyajian data yang baik merupakan satu

langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal.

Dalam melakukan penyajian data tidak semata-mata mendeskripsikan secara

naratif, akan tetapi disertai proses analisis yang terus menerus sampai proses

penarikan kesimpulan. Langkah berikutnya dalam proses analisis data

kualitatif adalah menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan

verifikasi data.

3. Penarikan Kesimpulan

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data

yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau
25

verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan,

pola-pola, penjelasan,alur sebab akibat atau proposisi. Sebelum melakukan

penarikan kesimpulan terlebih dahulu dilakukan reduksi data, penyajian data

serta penarikan kesimpulan atau verifikasi dari kegiatan-kegiatan sebelumnya.

Proses analisis tidak sekali jadi, melainkan interaktif, secara bolak-balik

diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan atau verifikasi

selama waktu penelitian. Setelah melakukan verifikasi maka dapat ditarik

kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk narasi.

Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari kegiatan analisis

data.Penarikan kesimpulan ini merupakan tahap akhir dari analisis data.


26

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Candy Ayu, dkk. 2018. Analisis Keyakinan Diri (Self Efficacy) Siswa SMA Dalam
Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Perbedaan Gender. Jurnal
Matematika dan Pendidikan Matematika. 1(2).

Annuru, Tia Agusti, dkk. 2017. Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dalam
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Peserta Didik Sekolah Dasar Melalui Model
Pembelajaran Treffinger. Jurnal Edutcehnologia. 3(2).

Ardiyanto, Arfan Nur. 2018. Penerapan Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran
Matematika Untuk Meningkatkan Higher Order Thinking Skills (Hots) Siswa Kelas
Viii Smp Negeri 1 Mojolaban. Skripsi. Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Fardah, Dini Kinati. 2012. Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam
Matematika Melalui Tugas Open-Ended. Jurnal Matematika FMIPA UNNES. 3(2).

Lambertus, dkk. 2013. Penerapan Pendekatan Open-Ended Untuk Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMP. Jurnal Pendidikan
Matematika. 4(1).

Lailly, Nur Rochmah, Asih Widi Wisudaati. 2015. Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking
Skills (HOTS) Dalam Soal UN Kimia SMA Rayon B Tahun 2012/2013. Jurnal
Kaunia. 11(1): 27-39.

Mahmudi, Ali. 2008. Mengembangkan Soal Terbuka (Open-Ended Problem) dalam


Pembelajaran Matematika. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta

Noer, Sri Hastuti. 2011. Kemampuan Berpikir Matematis Dan Pembelajaran Matematika
Berbasis Masalah Open- Ended. Jurnal Pendidikan Matematika. 5(1).

Nurhayati, Lia Angraeni. 2017. Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Mahasiswa
(Higher Order Thinking Skills) dalam Menyelesaikan Konsep Optika melalui
Model Problem Based Learning. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Fisika. 3(2): 119.

Nurina, Dasih Lelani, Heri Retnawati. 2015. Keefektifan Pembelajaran Menggunakan


Pendekatan Problem Posing dan Pendekatan Open-Ended Ditinjau Dari HOTS.
10(2): 129-136.

Nurlita, Maya. 2015. Pengembangan Soal Terbuka (Open-Ended Problem) pada Mata
Pelajaran Matematika SMP Kelas VIII. Jurnal Pendidikan Matematika. 10(1): 38-
49.

Permansari, Vita, dkk. 2013. Efektivitas Pendekatan Pembelajaran Openended Terhadap


Kemampuan Berpikir Matematis Siswa Pada Materi Trigonometri Ditinjau Dari
Kreativitas Belajar Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Solusi. 1(1).
27

Prasetyani, Etika, dkk. 2016. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas Xi Dalam
Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah Di Sma Negeri 18 Palembang. Jurnal
GANTANG Pendidikan Matematika FKIP. 1(1).

Puspaningtyas, Nur Astuti. 2018. Peningkatan Higher Order Thinking Skills (HOTS) Melalui
Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) Pada
Pembelajaran Ekonomi Kelas X Smk Muhammadiyah 1 Wates. Skripsi.
Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.

Rochman, Syaiful, Zainal Hartoyo. 2018. Analisis High Order Thinking Skills (HOTS)
Taksonomi Menganalisis Permasalahan Fisika. Science and Physics Education
Journal. 1(2): 77-78.
Sakti, Debra Pratama, dkk. 2016. Pengaruh Pendekatan Open-Ended Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Triadik.
15(2): 1-8.

Sinaga, Bornok, dkk. 2017. Matematika SMA/MA/SMK/MAK Kelas X. Pusat Kurikulum


dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Thompson, Tony. 2008. Mathematics Teachers’ Interpretation Of Higher-Order Thinking In


Bloom’s Taxonomy. International Electronic Journal of Mathematics Education.
3(2)

Yuningsih, Tri. 2013. Analisis High Order Thinking Skill Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Open Ended Pokok Bahasan Integral Tak Tentu Fungsi Aljabar. Skripsi. Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Yusuf, Mariska, dkk. 2009. Pengembangan Soal-Soal Open-Ended Pada Pokok Bahasan
Segitiga Dan Segiempat di SMP. Jurnal Pendidikan Matematika. 3(2): 48-56.

Anda mungkin juga menyukai