MAKASSAR
1611440009
JURUSAN MATEMATIKA
2019
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berpikir merupakan hal yang paling utama yang harus dilakukan seorang
siswa untuk memecahkan sebuah masalah. Ahmadi dan Supriyono (2004: 31),
mendefinisikan berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan antara
miliki dengan pengetahuan lainnya dengan cara terus belajar. Menurut Sudjana
(2010), belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk
kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu-individu yang
belajar. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih
dan kreativitas dalam menyelesaikan masalah atau membuat sebuah konsep. Hal ini di
dukung oleh Sadirman (2011: 26 – 28) yang mengemukakan bahwa secara umum ada
tiga tujuan belajar yaitu : (1) untuk memperoleh pengetahuan; (2) menanamkan
mata pelajaran matematika yang diberikan ditingkat SMA pada kelas X semester II
adalah materi pokok trigonometri. Pada materi tersebut memuat tentang aturan sinus,
aturan cosinus, dan luas segitiga. Berdasarkan pengalaman peneliti, masalah yang
sering dihadapi siswa pada materi ini adalah pada saat mereka menyelesaikan soal
cerita tentang penerapan aturan sinus, aturan cosinus, dan luas segitiga. Kesulitan
yang dialami siswa antara lain siswa tidak mampu menerjemahkan soal cerita, siswa
tidak tahu apa saja yang diketahui dan ditanyakan, dan tidak mampu mengubah soal
cerita ke dalam model matematikanya. Ada juga siswa yang dapat mengidentifikasi
soal yaitu apa saja yang diketahui dan ditanyakan dalam soal cerita tetapi tidak tahu
dengan teori yang ada. Dalam soal-soal yang kompleks seperti soal cerita siswa
Kebiasaan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skills (LOTS)
tingkat tinggi siswa atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). Seharusnya HOTS
HOTS. Brookhart (2010) mendefinisikan HOTS sebagai proses transfer dari sebuah
kritis. Secara terpisah Anderson dan Krathwohl's Taksonomi (2010) merevisi level
kognitif tersebut menjadi dua, yaitu; cara berpikir tingkat rendah terdapat pada level
mengingat (C1), memahami (C2), dan mengaplikasikan (C3), sedangkan cara berpikir
tingkat tinggi berada pada tingkatan menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), serta
mencipta (C6). Costa (1991) menyampaikan bahwa dalam HOTS dibagi menjadi
4
empat golongan, yaitu memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis, dan
berpikir kreatif. Bogan (2005) menemukan HOTS akan terjadi ketika individu
menerima informasi asing dan “memanggil” informasi lama yang tersimpan dalam
memori.
dengan menguji siswa dalam hal memecahkan masalah yang disajikan dalam bentuk
tes. Untuk itu, diperlukan soal-soal yang membangkitkan HOTS siswa. Miri, David,
& Uri (2007) mengungkapkan bahwa “if one persistently teaches for enhancing
higherorder thinking skills, there are chances for success”, Artinya adalah apabila kita
permasalahan yang memiliki banyak jawaban benar. Siswa tidak dituntut untuk
menyelesaikan dengan jalan yang biasa atau konsep yang biasa, namun siswa
diberikan kesempatan untuk lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah. Becker dan
dengan tujuan untuk memberikan pengalaman pada siswa dalam menemukan sesuatu
mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada
suatu jawaban. Dengan demikian, bukanlah hanya satu cara dalam mendapatkan
pada pemahaman atas masalah yang diajukan untuk kemudian dilanjutkan dengan
5
proses analisis yang dapat melatih Higher Order Thinking Skills siswa. Hal ini sejalan
where no algorithm has been taught, where justification or explanation are required,
and where more than one solution may be possible” maksudnya adalah mencirikan
diajarkan, yang memerlukan pembenaran atau penjelasan, dan yang memiliki lebih
berpikir tingkat tinggi, siswa akan lebih mudah memahami berbagai topik dalam
siswa maupun pendidik untuk lebih kreatif dan inovatif sehingga terjadi
Dimana yang harus dilakukan oleh pendidik dalam memilih sebuah permasalahan
yaitu apabila sebuah permasalahan yang bermutu dan mampu dijalankan dengan baik
maka akan terjadi pula keseimbangan dengan tercapainya tujuan pembelajaran yang
baik serta terjadi sebuah perubahan yang berarti bagi siswa dengan adanya
masalah open-ended.
B. Rumusan Masalah
tingkat tinggi siswa ditinjau dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan open ended
6
Negeri 11 Makassar ?”
C. Tujuan Masalah
adalah menganalisis dan mendeskripsikan cara berpikir siswa pada kategori higher
order thinking skills (HOTS) kelas X dalam menyelesaikan open ended problem
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil bagi siswa, guru, ataupun pembaca secara umum
dari penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai hasil analisis kemampuan
bahasan trigonometri.
E. Batasan Istilah
2. Masalah Open-Ended
4. Trigonometri
yang meliputi : (a) aturan sinus, kosinus, dan luas segitiga (b) rumus
trigonometri jumlah dan selisih dua sudut; (c) rumus trigonometri sudut
rangkap; (d) rumus perkalian sinus dan kosinus; serta (e) rumus
BAB II
KAJIAN TEORI
yang diterima melalui panca indera dan ditujukan untuk mencari suatu kebenaran.
Berpikir juga merupakan penggunaan otak secara sadar untuk mencari sebab,
memahami, oleh sebab itu kemampuan untuk mengingat menjadi bagian terpenting
tetapi belum tentu kemampuan mengingat dan memahami yang dimiliki seseorang
2008: 230-231).
Higher order thinking skills (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi
dijelaskan oleh Gunawan (2003 : 171) adalah proses berpikir yang mengharuskan
siswa untuk memanipulasi informasi yang ada dan ide-ide dengan cara tertentu yang
informasi yang baru diterima dengan informasi yang sudah tersimpan didalam
secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat
9
tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan
dalam situasi baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi aspek kemampuan
data. Berpikir kreatif yaitu kemampuan untuk menggunakan struktur berpikir yang
rumit sehingga memunculkan ide yang baru dan orisinil. Kemampuan memecahkan
masalah yaitu kemampuan untuk berpikir secara kompleks dan mendalam untuk
dasar bagi berpikir tingkat tinggi. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang
dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali dikemukakan oleh
Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi
menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali
dibagi ke dalam tiga domain, yaitu: (1) Cognitive Domain (Ranah Kognitif) yang
pengertian, dan keterampilan berpikir; (2) Affective Domain (Ranah Afektif) yang
berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat,
sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri; (3) Psychomotor Domain (Ranah
kognitif yang ada dalam Taksonomi Bloom dan bertujuan untuk mengasah
keterampilan mental seputar pengetahuan. Ranah kognitif versi Bloom ini kemudian
10
direvisi oleh Lorin Anderson, David Karthwohl, dkk. (2001). Urutannya diubah
kemampuan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skills (LOTS),
berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan aktivitas
berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang
dan memecahkan suatu permasalahan pada situasi baru dan hal tersebut tidak dapat
2005) ada beberapa anggapan siswa terhadap pembelajaran matematika, yaitu: (1)
Proses matematika formal hanya mempunyai sedikit atau tidak sama sekali discovery
atau invention; (2) Hanya beberapa siswa yang mampu memahami materi,
sebentar; (3) Hanya siswa genius yang benar benar memahami matematika; (4) Hanya
beberapa siswa yang berhasil disekolah mengerjakan tugas, tepat, dan persis sesuai
perintah guru.
11
beberapa tokoh harus dirubah, hal ini dikarenakan ”education for all” and ”Math for
all”. Menurut Gtegno (Takahashi, 2005) salah satu konsep yang penting dari peran
guru adalah bagaimana caranya harus menstimulus siswa belajar matematika dan
bahwa siswa harus dipandang sebagai pembangun yang aktif dari pada penerima
pasif.
negara Jepang pada tahun 1970-an. Menurut Becker dan Shigeru (Inprashita, 2008),
Antara tahun 1971 dan 1976, peneliti-peneliti Jepang melakukan proyek penelitian
terbuka atau open-ended problem (Mahmudi, 2008). Hal ini sejalan dengan pendapat
Takahashi (2006), soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang mempunyai
dimulai dengan memberi suatu masalah kepada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat
12
menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar
lebih dari satu. Pembelajaran open-ended dapat memberi kesempatan kepada siswa
tipe, yaitu: (1) terbuka proses penyelesaiannya, yakni soal itu memiliki beragam cara
penyelesaian, (2) terbuka hasil akhirnya, yakni soal itu memiliki banyak jawaban
yang benar, dan (3) terbuka pengembangan lanjutannya, yakni ketika siswa telah
mengubah syarat atau kondisi pada soal yang telah diselesaikan (Suherman, 2001).
(Takahashi, 2006). Dalam upaya menemukan berbagai alternatif strategi atau solusi
berbagai informasi atau konsep-konsep yang relevan. Hal demikian akan mendorong
siswa menjadi lebih kompeten dalam memahami ide-ide matematika. Hal demikian
tidak akan terjadi dalam pembelajaran yang menggunakan soal tertutup yang hanya
Shimada (Suherman, 2001) memberikan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan
dalam mengkreasi masalah tersebut, antara lain: (1) menyajikan permasalahan melalui
situasi fisik yang nyata dimana konsep matematika dikaji dan diamati siswa; (2) soal-
soal pembuktisn dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan
13
hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam masalah itu; (3) menyajikan bangun-
bangun geometri sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur; (4) memberikan
suatu barisan bilangan atau tabel bilangan sehingga siswa dapat menemukan aturan
matematika; (5) memberikan contoh konkret dalam beberapa kategori sehingga siswa
dapat mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang
umum.
Shimada (Livne dkk, 2008), penggunaan soal terbuka dapat menstimulasi kreativitas,
Nohda (2008), salah satu tujuan pemberian soal terbuka dalam pembelajaran
masalah.
Becker & Shimada (Takahashi, 2008 : 2), berpendapat bahwa bila penggunaan
soal terbuka diberikan pada siswa di sekolah, setidaknya ada lima keuntungan yang
dapat diharapkan. Pertama, siswa dapat lebih berpartisipasi aktif pada pembelajaran
dan dapat mengekspresikan ide mereka dengan lebih sering. Kedua, siswa mempunyai
keterampilan. Jadi mereka akan terlibat lebih aktif dalam menggunakan potensi
masalah dengan cara mereka sendiri. Jadi kreativitas siswa akan dapat terungkap.
14
Keempat, siswa akan termotivasi secara intrinsik untuk dapat memberikan bukti.
Kelima, siswa yang kaya pengalaman akan senang menemukan dan menerima
persetujuan dari siswa lain terhadap ide-ide mereka. Hal ini sejalan dengan konsep
dan strategi pembelajaran Kurikulum 2013 yang termuat dalam Peraturan Menteri
Nomor 81A Tahun 2013, di mana siswa tidak hanya dituntut untuk bekerja
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa open-ended problem membantu siswa
menyelesaikan suatu permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga dengan
banyak jawaban benar. Tujuannya agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat
tingkat tinggi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis
2. Mengevaluasi
3. Mengkreasi
15
tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi yang baik memberikan pengaruh yang
tingkat tinggi bagi siswanya. Lewy, Zulkardi, dan Aisyah (2009) melalui
berpikir tingkat tinggi karena soal-soal tersebut memiliki efek potensial terhadap hasil
siswa dalam berpikir. Novianti (2014) juga menyarankan agar guru dapat
matematika.
dan Speer (dalam Haji dan Yumiati, 2011) cara berpikir siswa dapat ditingkatkan
menurut Brookhart (dalam Koriyah dan Idris, 2015) bahwa kesempatan luas pada
mana berpikir secara kritis merupakan berpikir secara mendalam dan merupakan
bagian dari berpikir tingkat tinggi serta dengan jawaban yang berbeda sehingga siswa
dengan kemampuan rendah dapat memberikan respon terhadap masalah dengan cara
mengembangkan pola pikirnya dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuan
teknik dan menghargai siswa ketika mereka menemukan jawaban dari masalah yang
Sawada (dalam Koriyah dan Idris, 2015) bahwa keunggulan pendekatan open-ended
yaitu menjadikan siswa berpartisipasi lebih aktif dalam proses pembelajaran dan
terhadap masalah dengan beberapa cara mereka sendiri yang bermakna, siswa secara
yang berharga dalam penemuan mereka dan memperoleh pengakuan atau persetujuan
dari temannya.
D. Materi Trigonometri
a
a) Aturan sinus : sin A b
sin B
c
sin C
2r
b b
c
a. 2 sudut dan satu sisi b. 2 sisi dan satu sudut di depan sisi sisi
b a b
c c
a. sisi sisi sisi b. sisi sudut sisi
c) Luas segitiga
a 2 sin B sin C
L= : dengan kondisi “sudut sisi sudut”
2 sin(B C)
tan A tan B
tan (A B) = 1 tan A tan B
sin( A B)
tan A + tan B = cos A cos B
sin( A B)
tan A – tan B = cos A cos B
g) Sudut Rangkap
sin 2A = 2sinA·cosA
= 2cos2A – 1
= 1 – 2sin2A
2 tan A
tan 2A =
1 tan 2 A
E. Penelitian Relevan
Adapun penelitian yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini yaitu :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Yuningsih pada tahun 2013 dengan
HOTS pada siswa kelas XII IPA SMA Al-Islam 3 Surakarata yaitu: (1)
Prosentasi kategori HOTS secara rinci: 30% Recall, 60% Basic, 10%
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Hastuti Noer pada tahun 2011
Tipe Higher Order Thnking Skills (HOTS) dalam Soal UN Kimia SMA
bahwa karakteristik soal tipe HOTS yang ada pada UN Kimia Rayon B
kesulitan dan tidak merasa putus asa. Subjek yakin akan kemampuan
situasi dan kondisi yang beragam dengan cara yang baik dan positif
menyelesaikan permasalahan
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Langkah-langkah
pada penelitian ini berlandaskan pada data empirik yakni berdasarkan fenomena yang
terjadi secara alamiah pada kondisi lapangan. Metode penelitian ini menggunakan
pendekatan penalitian yang bersifat naturalis (wajar) karena peneliti tidak berusaha
memanipulasi suasana penelitian, dan hasil penelitian sesuai dengan apa yang terjadi
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 11 Makassar. Subjek
ini dipilih berdasarkan gender (laki-laki dan perempuan) dan kemampuan awal
Maka dalam penelitian ini akan diambil enam siswa untuk dijadikan subjek
penelitian berdasarkan gender dan kelompok kemampuan yaitu, tiga siswa laki-laki
22
kelompok
D. Instrumen Penelitian
1. Tes
Adapun tes yang akan diberikan berupa materi trigonomentri dengan masalah
2. Pedoman Wawancara
besar data diperoleh pada saat wawancara. Jadi, peneliti akan mengumpulkan
1. Pemberian Tes
2. Melakukan Wawancara
digunakan sebagai cross cek terhadap hasil data yang diperoleh sebelumnya.
23
dengan berbagai cara dan waktu, sehingga triangulasi dapat kelompokkan dalam 3
jenis yakni; triangulasi sumber, triangulasi pengumpulan data dan triangulasi waktu..
sumber. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui
sumber data yang lain yaitu siswa lain yang memiliki karakteristik kemampuan awal
Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian tersebut kemudian dianalisis
1. Reduksi Data
sehingga dapat ditarik dan diverifikasi. Data yang di reduksi antara lain
diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan maka jumlah data akan
semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu, reduksi data
perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak mempersulit analisis
selanjutnya.
2. Penyajian Data
tindakan. (Miles dan Huberman, 1992 : 17). Penyajian data diarahkan agar
makin mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian
naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram alur. Penyajian data
terjadi. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan
untuk menjawab masalah penelitian. Penyajian data yang baik merupakan satu
langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal.
naratif, akan tetapi disertai proses analisis yang terus menerus sampai proses
verifikasi data.
3. Penarikan Kesimpulan
yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau
25
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Candy Ayu, dkk. 2018. Analisis Keyakinan Diri (Self Efficacy) Siswa SMA Dalam
Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Perbedaan Gender. Jurnal
Matematika dan Pendidikan Matematika. 1(2).
Annuru, Tia Agusti, dkk. 2017. Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dalam
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Peserta Didik Sekolah Dasar Melalui Model
Pembelajaran Treffinger. Jurnal Edutcehnologia. 3(2).
Ardiyanto, Arfan Nur. 2018. Penerapan Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran
Matematika Untuk Meningkatkan Higher Order Thinking Skills (Hots) Siswa Kelas
Viii Smp Negeri 1 Mojolaban. Skripsi. Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Fardah, Dini Kinati. 2012. Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam
Matematika Melalui Tugas Open-Ended. Jurnal Matematika FMIPA UNNES. 3(2).
Lailly, Nur Rochmah, Asih Widi Wisudaati. 2015. Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking
Skills (HOTS) Dalam Soal UN Kimia SMA Rayon B Tahun 2012/2013. Jurnal
Kaunia. 11(1): 27-39.
Noer, Sri Hastuti. 2011. Kemampuan Berpikir Matematis Dan Pembelajaran Matematika
Berbasis Masalah Open- Ended. Jurnal Pendidikan Matematika. 5(1).
Nurhayati, Lia Angraeni. 2017. Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Mahasiswa
(Higher Order Thinking Skills) dalam Menyelesaikan Konsep Optika melalui
Model Problem Based Learning. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Fisika. 3(2): 119.
Nurlita, Maya. 2015. Pengembangan Soal Terbuka (Open-Ended Problem) pada Mata
Pelajaran Matematika SMP Kelas VIII. Jurnal Pendidikan Matematika. 10(1): 38-
49.
Prasetyani, Etika, dkk. 2016. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas Xi Dalam
Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah Di Sma Negeri 18 Palembang. Jurnal
GANTANG Pendidikan Matematika FKIP. 1(1).
Puspaningtyas, Nur Astuti. 2018. Peningkatan Higher Order Thinking Skills (HOTS) Melalui
Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) Pada
Pembelajaran Ekonomi Kelas X Smk Muhammadiyah 1 Wates. Skripsi.
Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.
Rochman, Syaiful, Zainal Hartoyo. 2018. Analisis High Order Thinking Skills (HOTS)
Taksonomi Menganalisis Permasalahan Fisika. Science and Physics Education
Journal. 1(2): 77-78.
Sakti, Debra Pratama, dkk. 2016. Pengaruh Pendekatan Open-Ended Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Triadik.
15(2): 1-8.
Yuningsih, Tri. 2013. Analisis High Order Thinking Skill Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Open Ended Pokok Bahasan Integral Tak Tentu Fungsi Aljabar. Skripsi. Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yusuf, Mariska, dkk. 2009. Pengembangan Soal-Soal Open-Ended Pada Pokok Bahasan
Segitiga Dan Segiempat di SMP. Jurnal Pendidikan Matematika. 3(2): 48-56.