Anda di halaman 1dari 36

Tugas Mata Kuliah Pengembangan Asesmen Pendidikan Biologi

HIGHER ORDER THINKING SKILL (HOTS)

Dosen Pengampu : Dr. Siti Sriyati, M.Si.

Oleh :

REGINA SILFIA

2208317

PROGRAM STUDI PASCASARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat, hidayah dan inaya-Nya penulis
dapat menyusun makalah ini. Makalah ini merupakan bagian dari tugas mata
kuliah Pengembangan Asesmen Pendidikan Biologi. Makalah ini membahas
tentang Higher Order Thinking Skill (HOTS). Setelah membaca makalah ini
diharapakan pembaca dapat memahami lebih baik tentang HOTS. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
makalah ini. Atas perhatiannya, penulis mengucapakan terima kasih.

Bandung, 3 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………… i


DAFTAR ISI …………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... .... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... ........ 3
C. Tujuan .................................................................................................. 3
D. Manfaat .................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
A.Konsep Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) ............................... 4
B. Karakteristik Soal HOTS...................................................................10
C. Penyusunan Soal HOTS ...................................................................15
D. Peran Soal HOTS dalam Penilaian .....................................................22
E. Strategi dan Implementasi Penysunan Soal HOTS .............................. 26

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .............................................................................................. 29
B. Saran ...................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….30

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tantangan saat ini dihadapi tidak hanya dengan pengetahuan
konsep semata, melaikan dengan adanya penerapan keterampilan
pengetahuan dan keterampilan berpikir. Hal tersebut memunculkan istilah
kecakapan abad 21 atau 21st Century Skill. Abad 21 ditandai dengan
berkembangnya informasi, komputasi, otomasi, dan komunikasi yang
merambah dalam segala aspek kehidupan manusia di semua belahan
dunia. Hal ini tentunya berdampak pada pendidikan yang diterapkan
termasuk di dalamnya bagaimana model pembelajarannya sehingga dapat
mengadaptasi dan memenuhi semua tuntutan abad 21. Oleh karena itu,
model pembelajaran di abad 21 hendaknya diarahkan untuk mendorong
peserta didik agar mampu: (1) mencari tahu dari berbagai sumber
observasi, bukan diberi tahu, (2) merumuskan masalah (menanya), bukan
hanya menyelesaikan masalah (menjawab), (3) berpikir analitis
(mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin), dan (4)
menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan
masalah (Kemdikbud, 2013).
Terkait hal di atas, maka pola pikir kritis dan kreatif sangat penting
dilatihkan dan dikembangkan pada peserta didik dalam pembelajaran di
abad ke 21 ini, dimana informasi dan teknologi tinggi (high tech)
diimplementasikan di berbagai sektor kehidupan manusia. Mengingat hal
ini, maka seseorang harus dapat merespons berbagai perubahan dengan
cepat dan efektif. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan intelektual
yang fleksibel, kemampuan menganalisis informasi, dan mengintegrasikan
berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah.
Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam peningkatan pendidikan
di Indonesia adalah dengan dengan cara menganalisis dan merevisi

1
standart kurikulum yang digunakan (Apandi dalam Fatimah, 2020).
Kurikulum yang ditetapkan pemerintah saat ini adalah K13 Revisi.
kurikulum 2013 yang merupakan kurikulum yang berorientasi pada
pengembangan berbagai keterampilan berpikir khususnya pada
keterampilan tingkat tinggi. Sehingga, keterampilan berpikir tingkat tinggi
atau HOTS (Higher Order Thinking Skill) termasuk ke dalam tujuan
pembelajaran yang utama.
Di Indonesia telah diterapkan soal-soal berpikir tingkat tinggi
HOTS, namun siswa di Indonesia masih memiliki kemampuan yang lemah
dalam menalar, menganalisis, dan mengevaluasi. Sebenarnya dalam
penyusunan soal HOTS itu tidak jauh berbeda pada soal pada umum.
Prinsip penyusunan soal HOTS antara lain: menggunakan materi
pengantar, menggunakan materi baru, dan mengelola kompleksitas dan
kesulitan kognitif secara terpisah. Perlu diingat bahwa soal-soal HOTS
bukan berarti soal yang sulit, redaksinya panjang, berbelit-belit, sehingga
banyak membuang waktu saat membacanya, melainkan soal yang disusun
secara proporsional dan sistematis untuk mengukur IPK pada siswa
(Haryani & Prasetya, 2021).
Indikator HOTS meliputi berpikir kritis dan berpikir kreatif
(Helmawati, 2019). Pola pikir kritis dan kreatif akan menghasilkan
kreativitas yang akan sangat membantu seseorang dalam mengembangkan
karirnya di berbagai bidang pekerjaan apapun termasuk misalnya dalam
pengembangan ekonomi kreatif menuju MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN) maupun dalam lingkup yang lebih luas. Pola pikir kritis dan
kreatif ini akan dapat dicapai manakala seseorang memiliki kemampuan
berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Terkait hal ini, maka
peserta didik di semua level (jenjang) pendidikan perlu dibekali dengan
HOTS agar mampu mempersiapkan diri menghadapi segala tantangan di
abad 21. Sebab dengan memiliki HOTS, maka peserta didik akan mampu
berpikir kritis, kreatif, meneliti, memecahkan masalah, membuat
keputusan, dan memiliki karakter yang baik (Widihastuti,2015).

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, dapat
dirumuskanpermasalahan dalam makalah ini yaitu:
a. Bagaimana konsep soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) ?
b. Bagaimana karakteristik soal Higher Order Thinking Skills
(HOTS) ?
c. Bagaimana penyusunan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)
?
d. Bagaimana peran soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam
penilaian ?
e. Bagaimana strategi dan implementasi penyusunan soal Higher
Order Thinking Skills (HOTS) ?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Memahami konsep soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)
b. Memahami karakteristik soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)
c. Memahami penyusunan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)
d. Memahami peran soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam
penilaian
e. Memahami strategi dan implementasi penyusunan soal Higher Order
Thinking Skills (HOTS)

D. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu:
a. Manfaat bagi penulis dan mahasiswa lainnya yaitu dapat
memberikan wawasan tentang HOTS dan pengembangan soal model
HOTS.
b. Dapat menambah ilmu pengetahuan dengan menjadikan soal HOTS
sebagai contoh untuk mengembangkan soal-soal pada pokok bahasan
lain.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)


Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan kemampuan berpikir
yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau
merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). HOTS pada konteks asesmen
mengukur kemampuan:
1. transfer satu konsep ke konsep lainnya
2. memproses dan menerapkan informasi
3. mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda
4. menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah
5. menelaah ide dan informasi secara kritis.
Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal
yang lebih sulit daripada soal recall (Kemdikbud, 2016).

Dini (2018) menyatakan pula Higher Order Thinking terjadi ketika


peserta didik terlibat dengan apa yang mereka ketahui sedemikian rupa untuk
mengubahnya, artinya siswa mampu mengubah atau mengkreasi pengetahuan
yang mereka ketahui dan menghasilkan sesuatu yang baru. Melalui higher
order thinking peserta didik akan dapat membedakan ide atau gagasan secara
jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu
mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal
kompleks menjadi lebih jelas, dimana kemampuan ini jelas memperlihatkan
bagaimana peserta didik bernalar.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi transfer informasi, berpikir


kritis, dan pemecahan masalah. Pembelajaran untuk mentransfer merupakan
pembelajaran bermakna karena peserta didik dapat menerapkan pengetahuan
dan keterampilannya dan mengaitkan informasi yang satu dengan yang
lainnya. Adapula pembelajaran dengan berpikir kritis supaya peserta didik
dapat berargumentasi, merefleksikan, dan mengambil keputusan sendiri.

4
Pembelajaran berbasis masalah bertujuan agar peserta didik dapat
mengidentifikasi dan mencari solusi terhadap masalahnya baik secara
akademik maupun dalam kehidupan sehari-hari (Brookhart, 2010).
Stiggins (1994) menyatakan dimensi proses berpikir dalam Taksonomi
Bloom sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl
(2001) HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah
menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi
(creating-C6). Proses berpikir tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Proses Berpikir Kognitif pada Taksonomi Bloom

5
Tabel 2. 1 Kata Kerja Operasioanal Taksonomi Bloom Ranah Kognitif

Pemilihan kata kerja operasional (KKO) yang disajikan Tabel 2.1 untuk
merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada
pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja ‘menentukan’ pada Taksonomi
Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata
kerja ‘menentukan’ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk
menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi
yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan
yang terbaik. Bahkan kata kerja ‘menentukan’ bisa digolongkan C6 (mengkreasi)
bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah
baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses
berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan
(Widana, 2017).

Widana (2017) mengemukakan jika dilihat dari dimensi pengetahuan,


umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur
dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif
menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda,
menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi
pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen
(reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.
6
Heong, et al (2011) menyatakan dimensi pembelajaran Marzano
mengasumsikan bahwa proses pembelajaran melibatkan interaksi dari lima jenis
berikut berpikir:
a. sikap dan persepsi positif tentang pembelajaran
b. berpikir terlibat dalam memperoleh dan mengintegrasikan
pengetahuan
c. berpikir terlibat dalam memperluas dan menyempurnakan
pengetahuan
d. berpikir terlibat dalam menggunakan pengetahuan secara bermakna
e. kebiasaan pikiran yang produktif

Kerangka kerja dalam pembelajaran akan membantu untuk:


a. mempertahankan fokus pada pembelajaran;
b. mempelajari proses pembelajaran; dan
c. merencanakan kurikulum, instruksi, dan penilaian

Dimensi pembelajaran Marzano merupakan model komprehensif yang


menggunakan apa yang para peneliti dan ahli teori ketahui belajar untuk
mendefinisikan proses pembelajaran. Dimensi dari belajar menawarkan cara
berpikir dan proses belajar yang kompleks sehingga studi dapat diikuti setiap
aspek dan mendapatkan wawasan tentang bagaimana mereka berinteraksi. Kelima
jenis pemikiran didasari sebagai lima dimensi pembelajaran yang penting untuk
keberhasilan pembelajaran. Mempertimbangkan lima aspek penting dari
pembelajaran. Ke 13 keterampilan berpikir tingkat tinggi Marzano ini dipaparkan
pada Table. 2.2.

7
Tabel 2. 2 Higher Order Thinking Skill Konsep Marzano

Marzano (1993) dalam Rustaman (2011) membagi habits of mind ke


dalam tiga kategori yaitu: self regulation, critical thinking dan creative thinking.
Self regulation meliputi: (a) menyadari pemikirannya sendiri, (b) membuat
rencana secara efektif, (c) menyadari dan menggunakan sumber-sumber informasi
yang diperlukan, (d) sensitif terhadap umpan balik dan (e) mengevaluasi
keefektifan tindakan. Critical thinking meliputi: (a) akurat dan mencari akurasi,
(b) jelas dan mencari kejelasan, (c) bersifat terbuka, (d) menahan diri dari sifat
impulsif, (e) mampu menempatkan diri ketika ada jaminan, (f) bersifat sensitif dan
tahu kemampuan temannya. Creative thinking meliputi: (a) dapat melibatkan diri

8
dalam tugas meski jawaban dan solusinya tidak segera nampak, (b) melakukan
usaha semaksimal kemampuan dan pengetahuannya, (c) membuat, menggunakan,
memperbaiki standar evaluasi yang dibuatnya sendiri, (d) menghasilkan cara baru
melihat situasi yang berbeda dari cara biasa yang berlaku pada umumnya.

Habits of mind memerlukan banyak keterampilan majemuk, sikap,


pengalaman masa lalu dan kecenderungan. Hal ini berarti bahwa kita menilai satu
pola berpikir terhadap yang lainnya. Oleh karena itu, hal tersebut menunjukkan
bahwa kita harus memiliki pilihan pola mana yang akan digunakan pada waktu
tertentu. Termasuk juga kemampuan apa yang diperlukan untuk mengatasi sesuatu
di lain waktu, sehingga habits of mind dijabarkan sebagai beriku. Pertama, value,
memilih menggunakan pola perilaku cerdas daripada pola lain yang kurang
produktif; (b) Inclination, kecenderungan, perasaan dan tendensi untuk
menggunakan pola perilaku cerdas; (c). Sensitivity, tanggap terhadap kesempatan
dan kelayakan menggunakan pola perilaku; (d) Capability, memiliki keterampilan
dasar dan kapasitas dalam hubungannya dengan perilaku; (e) Commitment adalah
secara konstan berusaha untuk merefleksi dan meningkatkan kinerja pola perilaku
cerdas (Costa & Kallick, 2000a; Costa & Kallick, 2000b dalam Rustaman (2011)).
Berdasarkan hal tersebut, habits of mind Marzano termasuk keterampilan berpikir
tingkat tinggi (higher order thinking skill).

Mengacu pada konsep HOTS beberapa ahli Widihastuti (2015)


menyatakan bahwa HOTS merupakan keterampilan berpikir pada tingkat/level
yang lebih tinggi yang memerlukan proses pemikiran lebih kompleks mencakup
menerapkan (applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan
mencipta (creating) yang didukung oleh kemampuan memahami (understanding),
sehingga: (1) mampu berpikir secara kritis (critical thinking); (2) mampu
memberikan alasan secara logis, sistematis, dan analitis (practical reasoning); (3)
mampu memecahkan masalah secara cepat dan tepat (problem solving); (4)
mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat (decision making); dan
(5) mampu menciptakan suatu produk yang baru berdasarkan apa yang telah
dipelajari (creating). Dengan demikian, untuk dapat mengembangkan HOTS ini

9
maka harus sudah memiliki pengetahuan (knowledge) dan mampu mengingatnya
(remembering), serta pemahaman (comprehension) dan mampu memahaminya
(understanding).

Pada penyusunan soal-soal HOTS umumnya menggunakan stimulus


(Kemdikbud, 2016). Stimulus merupakan dasar untuk membuat pertanyaan.
Dalam konteks HOTS, stimulus yang disajikan hendaknya bersifat kontekstual
dan menarik. Stimulus dapat bersumber dari isu-isu global. Stimulus juga dapat
diangkat dari permasalahan- permasalahan yang ada di lingkungan sekitar satuan
pendidikan Kreativitas seorang guru sangat mempengaruhi kualitas dan variasi
stimulus yang digunakan dalam penulisan soal HOTS.

B. Karakteristik Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada


berbagai bentuk penilaian kelas. Untuk menginspirasi guru menyusun
soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan
karakteristik soal-soal HOTS (Widana, 2017) :
1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
The Australian Council for Educational Research (ACER)
menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan
proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan),
menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk
mengingat, mengetahui, atau mengulang. Dengan demikian, jawaban
soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk
memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis
(critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan
berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan
(decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan
salah satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib

10
dimilikioleh setiap peserta didik.
Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas
:
a. kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
b. kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang
yang berbeda;
c. menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda
dengancara-carasebelumnya.
‘Difficulty’ is not same as higher order thinking. Tingkat
kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir
tingkat tinggi kecuali melibatkan proses bernalar (Kemdikbud, 2016).
Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum
(uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat
tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak
termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal
HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang
tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses
pembelajaran di kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki
kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya
juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan
konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran
dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan
berpikir kritis.

2. Berbasis permasalahan kontekstual


Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata
dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat
menerapkan konsep- konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan
masalah. Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia

11
saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang
angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula
bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate),
menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan
mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di
kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata
(Kemdikbud, 2015).

3. Menggunakan bentuk soal beragam


Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal
HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat
memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang
kemampuan peserta tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru agar
penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif.Artinya hasil
penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan kemampuan
peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.Penilaian yang
dilakukan secara objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian.
Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk
menulis butir soal HOTS (yang digunakan pada model pengujian PISA),
sebagai berikut.
a. Pilihan ganda
Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan stimulus yang
bersumber pada situasi nyata. Soal pilihan ganda terdiri dari pokok
soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas
kunci jawaban dan pengecoh (distractor).
b. Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji
pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah secara komprehensif
yang terkait antara pernyataan satu dengan yang lainnya.Sebagaimana
soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan

12
ganda kompleks juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi
kontekstual.
c. Isian singkat atau melengkapi
Soal isian singkat atau melengkapi adalah soal yang menuntut peserta
tes untuk mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi kata, frase,
angka, atau simbol. Karakteristik soal isian singkat atau melengkapi
adalah sebagai berikut : a) bagian kalimat yang harus dilengkapi
sebaiknya hanya satu bagian dalam ratio butir soal, dan paling banyak
dua bagian supaya tidak membingungkan siswa dan b) jawaban yang
dituntut oleh soal harus singkat dan pasti yaitu berupa kata, frase,
angka, simbol, tempat, atau waktu. Jawaban yang benar diberikan skor
1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.

d. Jawaban singkat atau pendek


Soal dengan bentuk jawaban singkat atau pendek adalah soal yang
jawabannya berupa kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu
pertanyaan. Karakteristik soal jawaban singkat adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah;
2. Pertanyaan atau perintah harus jelas, agar mendapat jawaban yang
singkat;
3. Panjang kata atau kalimat yang harus dijawab oleh siswa pada
semua soal diusahakan relatif sama;
4. Hindari penggunaan kata, kalimat, atau frase yang diambil
langsung dari buku teks, sebab akan mendorong siswa untuk
sekadar mengingat atau menghafal apa yang tertulis dibuku. Setiap
langkah/kata kunci yang dijawab benar diberikan skor 1, dan
jawaban yang salah diberikan skor 0.

e. Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa
untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya

13
dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut
menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis. Untuk
penilaian yang dilakukan oleh sekolah seperti Ujian Sekolah (US)
bentuk soal HOTS yang disarankan cukup 2 saja, yaitu bentuk pilihan
ganda dan uraian.Pemilihan bentuk soal itu disebabkan jumlah peserta
US umumnya cukup banyak, sedangkan penskoran harus secepatnya
dilakukan dan diumumkan hasilnya.Sehingga bentuk soal yang paling
memungkinkan adalah soal bentuk pilihan ganda dan
uraian.Sedangkan untuk penilaian harian, dapat disesuaikan dengan
karakteristik KD dan kreativitas guru mata pelajaran.
Pemilihan bentuk soal hendaknya dilakukan sesuai dengan tujuan
penilaian yaitu assessment of learning, assessment for learning, dan
assessment as learning. Masing-masing guru mata pelajaran hendaknya
kreatif mengembangkan soal-soal HOTS sesuai dengan KI-KD yang
memungkinkan dalam mata pelajaran yang diampunya.Wawasan guru
terhadap isu-isu global, keterampilan memilih stimulus soal, serta
kemampuan memilih kompetensi yang diuji, merupakan aspek-aspek
penting yang harus diperhatikan oleh guru, agar dapat menghasilkan
butir-butir soal yang bermutu.
Karakteristik assessment for learning berbasis HOTS menurut
Widihastuti (2015:) antara lain sebagai berikut :
1. Proses penilaiannya terintegrasi dengan proses pembelajaran
dan bersifat on going
2. Proses penilaiannya melibatkan empat elemen yaitu sharing
learning goal and success criteria, using effective questioning,
self-assessment & self-reflection, dan feedback
3. Proses penilaiannya bertujuan untuk meningkatkan dan
mengembangkan HOTS, sikap dan perilaku positif peserta
didik, serta untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran

14
4. Proses penilaiannya menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan menerapkan (applying), menganalisis (analyzing),
mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) sehingga
peserta didik mampu untuk: berpikir kritis (critical thinking),
memberikan alasan secara logis, analitis, dan sistematis
(practical reasoning), memecahkan masalah secara cepat dan
tepat (problem solving), membuat keputusan secara cepat dan
tepat (decision making), dan menciptakan suatu produk yang
baru (creating), dan bukan sekedar menghafal atau mengingat
5. Pendidik dapat memberikan permasalahan kepada peserta didik
sebagai bahan diskusi dan pemecahan masalah sehingga dapat
merangsang aktivitas berpikir
6. Kegiatan penilaiannya dapat dilakukan melalui kegiatan
diskusi, kegiatan lapangan, praktikum, menyusun laporan
praktikum, dan peserta didik diminta mengevaluasi sendiri
keterampilan itu
7. Penilaian ini dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik
8. Kegiatan penilaiannya juga melibatkan peserta didik untuk
melakukan penilaian diri dan refleksi disi (self-assessment dan
self-reflection) atas kondisi kemampuan mereka dalam
menguasai materi yang telah dipelajari
9. Dapat memberikan umpan balik yang mampu mengoreksi
kesalahan atau mengklarifikasi kesalahan (corrective feedback)
kepada peserta didik.

C. Penyusunan Soal HOTS


1) Langkah- Langkah Penyusunan Soal HOTS
Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat
menentukan perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang
akan dijadikan dasar pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu
sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Selain itu uraian materi yang

15
akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia
di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu dalam penulisan soal HOTS,
dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal
(kontruksi soal), dan kreativitas guru dalam memilih stimulus soal
sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan pendidikan.
Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal- soal HOTS
(Widana, 2017) :
1. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
Terlebih dahulu guru-guru memilih KD yang dapat dibuatkan soal-
soal HOTS.Tidak semua KD dapat dibuatkan model-model soal
HOTS. Guru-guru secara mandiri atau melalui forum MGMP dapat
melakukan analisis terhadap KD yang dapat dibuatkan soal-soal
HOTS.
2. Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu para
guru dalam menulis butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut
diperlukan untuk memandu guru dalam: (a) memilih KD yang dapat
dibuat soal-soal HOTS, (b) memilih materi pokok yang terkait dengan
KD yang akan diuji, (c) merumuskan indikator soal, dan (d)
menentukan level kognitif.
3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong
peserta didik untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik
umumnya baru, belum pernah dibaca oleh peserta didik. Sedangkan
stimulus kontekstual berarti stimulus yang sesuai dengan kenyataan
dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik untuk
membaca.Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus
dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir
soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan

16
kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak
pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa
relatif sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format
terlampir.
5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan
pedoman penskoran atau kunci jawaban.Pedoman penskoran dibuat
untuk bentuk soal uraian.Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk
bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah,
ya/tidak), dan isian singkat.

2. Contoh Soal HOTS pada Mata Pelajaran Biologi SMA

1. Topik: Sistem Organ Ekskresi


Perhatikan gambar berikut ini

Salah satu proses pembentukan urin, terjadi proses penambahan zat-zat sisa
yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, misalnya urea. Proses itu berlangsung di
dalam organ....

A. 1
B. 2
C. 3
D. 4
E. 5

Jawaban : D
Pembahasan : Proses pembentukan urin yang terjadi di nefron ginjal melalui
tahap-tahap filtrasi, rearbsorpsi dan augmentasi. Filtrasi atau penyaringan

17
terjadi di bagian glomerulus (1) dan kapsul Bowman (2) dan menghasilkan
urin primer. Rearbsoprsi atau penyerapan kembali terjadi di tubulus proksimal,
lengkung Henle (3), tubulus distal (4) dan sebagian tubulus pengumpul (5),
dan menghasilkan urin sekunder. Augmentasi atau proses penambahan zat-zat
sisa yang tidak dibutuhkan tubuh terjadi di tubulus distal, sehingga
menghasilkan urin sesungguhnya. Urin sesungguhnya akan disalurkan menuju
tubulus pengumpul, medula, pelvis, dan kemudian ureter.

2. Topik : Pertumbuhan dan Perkembangan


Dua kecambah kacang hijau diletakkan di suatu tempat. Kecambah ke-1
diletakkan di tempat yang terkena cahaya, sedangkan kecambah ke-2
diletakkan di tempat yang tidak terkena cahaya. Berikut data hasil pengamatan
kecambah selama 7 hari:

Berdasarkan data di atas, kesimpulan yang dapat diambil yaitu....


A. cahaya merupakan faktor yang tidak dibutuhkan dalam pertumbuhan.
B. pertumbuhan kecambah tidak memerlukan cahaya.
C. cahaya sangat mempengaruhi pertumbuhan kecambah.
D. cahaya diperlukan dalam jumlah sedikit untuk pertumbuhan kecambah.
E. cahaya dapat menghambat pertumbuhan kecambah.
Jawaban : E
Pembahasan : Cahaya merupakan salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Cahaya berhubungan dengan kerja
hormon auksin. Aktivitas hormon auksin dihambat oleh cahaya. Pada
kondisi tidak ada cahaya, kerja auksin menjadi sangat optimal sehingga

18
memacu pembelahan dan pemanjangan sel. Akibatnya, tumbuhan tumbuh
sangat cepat, tetapi berdaun pucat karena tidak dapat membentuk klorofil.

3. Topik : Materi Genetik


Molekul tRNA merupakan jenis RNA yang terdapat dalam sitoplasma
yang memiliki basa nitrogen berpasangan dan yang tidak berpasangan.
Salah satu lengan tRNA yang tidak berpasangan, saat sintesis protein
digunakan untuk....
A. membentuk pita tunggal RNA yang akan ditranskripsi.
B. mengirimkan informasi genetik ke dalam ribosom.
C. membawa asam amino hasil translasi.
D. menerjemahkan asam amino yang akan dibentuk.
E. membantu DNA untuk mensintesis kodon.
Jawaban : C
Pembahasan : Ada tiga jenis RNA, yaitu mRNA, tRNA, dan rRNA.
Ketiga jenis RNA ini terlibat dalam proses sintesis protein di dalam
sel. Messenger RNA atau mRNA merupakan untaian hasil transkripsi
dari DNA yang menyampaikan informasi genetik yang selanjutnya
akan diterjemahkan menjadi asam amino. Transfer RNA terdapat di
dalam sitoplasma. Pada molekul tRNA terdapat bagian yang basa-basa
nitrogennya saling berpasangan dan ada bagian yang basa nitrogennya
tidak berpasangan. Salah satu lengan tRNA yang tidak berpasangan
merupakan tempat membawa asam amino saat terjadi
sintesis protein. Ribosomal RNA merupakan penyusun ribosom yang
banyak digunakan sebagai dasar klasifikasi organisme secara
molekuler.

4. Topik : Metabolisme Sel Enzim Katabolisme/Anabolisme


Berikut ini adalah pernyataan mengenai fotosintesis.
1. Menggunakan pigmen klorofil a dan b untuk fotosistem.
2. Terjadi di dalam bagian stroma.

19
3. Sumber energi berupa ATP dan NADPH.
4. Terjadi reaksi fotolisis.
5. Salah satu akseptor elektron berupa NADP+.
Pernyataan yang terkait dengan proses reaksi gelap fotosintesis adalah....
A. 1 dan 2
B. 1 dan 3
C. 2 dan 3
D. 3 dan 4
E. 2 dan 5
Jawaban : C
Pembahasan : Reaksi gelap dalam fotosintesis dapat berlangsung baik
ada cahaya maupun tanpa cahaya. Reaksi ini terjadi di bagian dalam
stroma. Pada reaksi gelap, ATP dan NADPH yang dihasilkan pada
reaksi terang digunakan sebagai sumber energi untuk mereduksi
karbon dioksida menjadi glukosa. Pembentukan glukosa dari karbon
dioksida akan melalui siklus Calvin.

5. Topik : Bioteknologi
Tahap-tahap kloning gen insulin dari manusia adalah sebagai berikut:
1. Isolasi gen insulin dari manusia.
2. Penyisipan DNA donor ke dalan vektor plasmid.
3. Pemotongan DNA menggunakan enzim restriksi endonuklease.
4. Transformasi DNA ke dalam sel bakteri.
5. Deteksi gen insulin apakah mampu di ekspresikan oleh bakteri.
Urutan pekerjaan yang harus dilakukan adalah....
A. 1) – 2) – 3) – 4) – 5)
B. 1) – 3) – 2) – 4) – 5)
C. 1) – 5) – 3) – 4) – 2)
D. 5) – 4) – 3) – 2) – 1)
E. 4) – 5) – 1) – 2) – 3)

20
Jawaban : B
Pembahasan : Kloning gen atau teknik DNA rekombinan merupakan
teknik rekayasa genetik yang digunakan untuk menyisipkan gen dari suatu
organisme ke dalam gen organisme lain, sehingga organisme tersebut
membawa sifat-sifat tertentu dari gen yang disisipkan. Contoh penggunaan
teknik ini adalah produksi insulin manusia dengan menggunakan sel
bakteri. Tahap-tahap kloning gen insulin tersebut meliputi:
1. Donor DNA insulin (manusia) dipotong oleh enzim restriksi
endonuklease.
2. Plasmid dari sel bakteri diekstraksi dan dipotong oleh enzim
restriksi endonuklease.
3. DNA insulin dari manusia dengan DNA plasmid digabungkan.
4. DNA yang telah bergabung dengan plasmid dikembalikkan ke
dalam sel bakteri (transformasi).
5. Mendeteksi gen insulin yang telah dikloning, apakah mampu
diekspresikan oleh bakteri atau tidak; tahap selanjutnya adalah
peningkatan ekspresi gen terkloning dan produksi insulin dalam
jumlah yang banyak.

6. Topik : Evolusi
Serangan hama wereng di daerah pertanian disebabkan habitat wereng
berubah menjadi pemukiman atau pertanian. Tanaman yang homogen di
daerah pertanian mempercepat pertumbuhan populasi wereng karena
tersedia makanan yang melimpah. Penyemprotan pestisida biasanya
dilakukan untuk mengirangi populasi wereng, namun setelah lima tahun
kembali terjadi serangan hama wereng, padahal penyemprotan rutin
pestisida selalu dilakukan. Bagaimana teori seleksi alam Darwin
dihubungkan dengan peristiwa tersebut?
A. Sebagian kecil populasi wereng dapat bertahan hidup karena
resistensi tinggi
B. Migrasi wereng terus menerus terjadi sepanjang masa

21
C. Sebagian populasi wereng terisolasi saat penyemprotan pestisida
D. Populasi wereng meningkat drastis selang lima tahun
E. Sebagian wereng bertelur sebelum penyemprotan pestisida
berlangsung
Jawaban : A
Pembahasan : Sebagian kecil populasi wereng dapat bertahan hidup
karena resistensi tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa Seleksi Alam
menurut Darwin adalah makhluk hidup yang dapat menyesuaikan
dengan lingkungan akan bertahan hidup dan akan menurunkan sifat-
sifat yang dimilikinya kepada generasi selanjutnya. Dalam kasus di atas
pada`saat penyemprotan pestisida dengan tujuan mematikan wereng.
Tetapi tidak semua wereng mati, karena memiliki daya tahan (adaptasi)
yang tinggi terhadap lingkungan, sehingga wereng tersebut bertahan
hidup (resisten) dan akan berkembang biak kembali di saat kondisi telah
kembali normal. Oleh karena itu serangan wereng akan terulang
kembali.

D. Peran Soal HOTS dalam Penilaian


a) Penilaian
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian
pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdiri
atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah.Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk
memantau dan mengevaluasi proses,kemajuan belajar, dan perbaikan
hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan untuk
menilai pe ncapaian Standar Kompetensi Lulusan untuk semua mata
pelajaran.Penilaian hasil belajar peserta didik meliputi aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.Penilaian aspek sikap dilakukan

22
melalui observasi/pengamatan dan teknik penilaian lain yangrelevan,
dan pelaporannya menjadi tanggungjawab wali kelas atau guru kelas.
Penilaian aspekpengetahuan dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan,
dan penugasan sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Penilaian
keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio,
dan atau tehbnik lain sesjuai dengan kompetensi yang dinilai. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan,
pengamatan, penugasan,dan/atau bentuk lain yang diperlukan.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan dalam bentuk
penilaian akhir dan ujian sekolah.

b) Peran Soal HOTS dalam Penilaian


Saat melakukan Penilaian, guru dapat menyisipkan beberapa butir soal
HOTS. Berikut dipaparkan beberapa peran soal-soal HOTS dalam
meningkatkan mutu Penilaian (Widana, 2017) :
1. Mempersiapkan kompetensi peserta didik menyongsong abad
ke-21
Penilaian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan
diharapkan dapat membekali peserta didik untuk memiliki
sejumlah kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21. Secara
garis besar, terdapat 3 kelompok kompetensi yang dibutuhkan pada
abad ke-21 (21st century skills) yaitu: a) memiliki karakter yang
baik (beriman dan taqwa, rasa ingin tahu, pantang menyerah,
kepekaan sosial dan berbudaya, mampu beradaptasi, serta memiliki
daya saing yang tinggi); b) memiliki sejumlah kompetensi (berpikir
kritis dan kreatif, problem solving, kolaborasi, dan komunikasi);
serta c) menguasai literasi mencakup keterampilan berpikir
menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak,
visual, digital, dan auditori.
Penyajian soal-soal HOTS dalam Penilaian dapat melatih
peserta didik untuk mengasah kemampuan dan keterampilannya

23
sesuai dengan tuntutan kompetensi abad ke-21 di atas. Melalui
penilaian berbasis pada soal-soal HOTS, keterampilan berpikir
kritis (creative thinking and doing), kreativitas (creativity) dan rasa
percaya diri (learning self reliance), akan dibangun melalui
kegiatan latihan menyelesaikan berbagai permasalahan nyata
dalam kehidupan sehari- hari (problem-solving).
2. Memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan daerah
Dalam Penilaian guru diharapkan dapat mengembangkan
soal- soal HOTS secara kreatif sesuai dengan situasi dan kondisi di
daerahnya masing- masing.Kreativitas guru dalam hal pemilihan
stimulus yang berbasis permasalahan daerah di lingkungan satuan
pendidikan sangat penting.Berbagai permasalahan yang terjadi di
daerah tersebut dapat diangkat sebagai stimulus kontekstual.Dengan
demikian stimulus yang dipilih oleh guru dalam soal- soal HOTS
menjadi sangat menarik karena dapat dilihat dan dirasakan secara
langsung oleh peserta didik. Di samping itu, penyajian soal-soal
HOTS dalam ujian sekolah dapat meningkatkan rasa memiliki dan
cinta terhadap potensi- potensi yang ada di daerahnya.Sehingga
peserta didik merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian untuk
memecahkan berbagai permasalahan yang timbul di daerahnya.

3. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik


Pendidikan formal di sekolah hendaknya dapat menjawab
tantangan di masyarakat sehari- hari.Ilmu pengetahuan yang dipelajari
di dalam kelas, agar terkait langsung dengan pemecahan masalah di
masyarakat. Dengan demikian peserta didik merasakan bahwa materi
pelajaran yang diperoleh di dalam kelas berguna dan dapat dijadikan
bekal untuk terjun di masyarakat.Tantangan- tantangan yang terjadi di
masyarakat dapat dijadikan stimulus kontekstual dan menarik dalam
Penilaian, sehingga munculnya soal-soal berbasis soal- soal

24
HOTS, yang diharapkan dapat menambah motivasi belajar peserta
didik.

4. Meningkatkan mutu penilaian.


Penilaian yang berkualitas akan dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Dengan membiasakan melatih siswa untuk menjawab
soal-soal HOTS, maka diharapkan siswa dapat berpikir secara kritis
dan kreatif. Ditinjau dari hasil yang dicapai dalam US dan UN,
terdapat 3 kategori sekolah yaitu: (a) sekolah unggul, apabila rerata
nilai US lebih kecil daripada rerata UN; (b) sekolah biasa, apabila
rerata nilai US tinggi diikuti dengan rerata nilai UN yang tinggi dan
sebaliknya nilai rerata US rendah diikuti oleh rerata nilai UN juga
rendah; dan (c) sekolah yang perlu dibina bila rerata nilai US lebih
besar daripada rerata nilai UN.
Masih banyak satuan pendidikan dalam kategori sekolah yang
perlu dibina.Indikatornya adalah rerata nilai US lebih besar daripada
rerata nilai UN. Ada kemungkinan soal-soal buatan guru level
kognitifnya lebih rendah daripada soal-soal pada UN. Umumnya soal-
soal US yang disusun oleh guru selama ini, kebanyakan hanya
mengukur level 1 dan level 2 saja. Penyebab lainnya adalah belum
disisipkannya soal-soal HOTS dalam US yang menyebabkan peserta
didik belum terbiasa mengerjakan soal-soal HOTS. Di sisi lain, dalam
soal-soal UN peserta didik dituntut memiliki kemampuan
mengerjakan soal-soal HOTS. Setiap tahun persentase soal-soal
HOTS yang disisipkan dalam soal UN terus ditingkatkan. Sebagai
contoh pada UN tahun pelajaran 2015/2016 kira-kira terdapat 20%
soal-soal HOTS. Oleh karena itu, agar rerata nilai US tidak berbeda
jauh dengan rerata nilai UN, maka dalam penyusunan soal-soal US
agar disisipkan soal-soal HOTS.

25
E. Strategi dan Implementasi Penyusunan Soal HOTS

a) Strategi Penyusunan Soal HOTS


Strategi penyusunan soal-soal HOTS dilakukan dengan melibatkan
seluruh komponen stakeholder di bidang pendidikan mulai dari tingkat
pusat sampai ke daerah, sesuai dengan tugas pokok dan kewenangan
masing-masing (Widana, 2017) antara lain :
1. Pusat
Direktorat Pembinaan SMA sebagai leading sector dalam
pembinaan SMA di seluruh Indonesia, mengkoordinasikan strategi
penyusunan soal-soal HOTS dengan dinas pendidikan
provinsi/kabupaten/kota dan instansi terkait melalui kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
a. Merumuskan kebijakan penyusunan soal-soal HOTS;
b. Menyiapkan bahan berupa modul penyusunan soal-soal
HOTS;
c. Melaksanakan pelatihan terkait dengan strategi penyusunan
soal-soal HOTS;
d. Melaksanakan pendampingan ke sekolah-sekolah bekerjasama
dengan dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan instansi
terkait lainnya.

2. Dinas Pendidikan
Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya di daerah, menindaklanjuti kebijakan pendidikan di
tingkat pusat dengan melakukan kegiatan- kegiatan sebagai berikut:
a. Mensosialisasikan kebijakan penyusunan soal-soal HOTS dan
implementasinya dalam Penilaian;
b. Memfasilitasi kegiatan penyusunan soal-soal HOTS dalam
rangka persiapan penyusunan soal-soal;
c. Melaksanakan pengawasan dan pembinaan ke sekolah-sekolah

26
3. Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan sebagai pelaksana teknis penyusunan soal-soal
HOTS, sebagai salah satu bentuk pelayanan mutu pendidikan. Dalam
konteks pelaksanaan Penilaian, satuan pendidikan menyiapkan bahan-
bahan Penilaian dalam bentuk soal- soal yang memuat soal-soal
HOTS.
a. Meningkatkan pemahaman guru tentang penulisan butir soal
yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher
Order Thinking Skills/HOTS).
b. Meningkatkan keterampilan guru untuk menyusun instrumen
penilaian (Higher Order Thinking Skills/HOTS)

b) Implementasi Penyusunan Soal HOTS


Penyusunan soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan
dapat diimplementasikan dalam bentuk kegiatan (Widana,2017) adalah
sebagai berikut :
1. Kepala sekolah memberikan arahan teknis kepada guru-guru/MGMP
sekolah tentang strategi penyusunan soal-soal HOTS yang mencakup:
a. Menganalisis KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS;
b. Menyusun kisi-kisi soal HOTS;
c. Menulis butir soal HOTS;
d. Membuat pedoman penilaian HOTS;
e. Menelaah dan memperbaiki butir soal HOT;
f. Menggunakan beberapa soal HOTS dalam Penilaian.
2. Wakasek kurikulum dan Tim Pengembang Kurikulum Sekolah
menyusun rencana kegiatan untuk masing-masing MGMP sekolah
yang memuat antara lain uraian kegiatan,sasaran/hasil,pelaksana,
jadwal pelaksanaan kegiatan.
3. Kepala sekolah menetapkan dan menandatangani rencana kegiatan dan
rambu- rambu tentang penyusunan soal-soal HOTS;

27
4. Kepala sekolah menugaskan guru/MGMP sekolah melaksanakan
kegiatan sesuai rencana kegiatan;
5. Guru/MGMP sekolah melaksanakan kegiatan sesuai penugasan dari
kepala sekolah;
6. Kepala sekolah dan wakasek kurikulum melakukan evaluasi terhadap
hasil penugasan kepada guru/MGMP sekolah;
7. Kepala sekolah mengadministrasikan hasil kerja penugasan
guru/MGMP sekolah, sebagai bukti fisik kegiatan penyusunan soal-
soal HOTS.

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
HOTS menurut konsep Anderson dan Krathwol, Marzano, serta Brookhart
merupakan keterampilan berpikir pada tingkat tinggi yang memerlukan proses
pemikiran lebih kompleks mencakup menerapkan (applying), menganalisis
(analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) yang
didukung oleh kemampuan memahami (understanding), sehingga: (1) mampu
berpikir secara kritis (critical thinking); (2) mampu memberikan alasan secara
logis, sistematis, dan analitis (practical reasoning); (3) mampu memecahkan
masalah secara cepat dan tepat (problem solving); (4) mampu mengambil
keputusan secara cepat dan tepat (decision making); dan (5) mampu
menciptakan suatu produk yang baru berdasarkan apa yang telah dipelajari
(creating).
Karakteristik HOTS meliputi keterampilan berpikir tingkat tinggi, berbasis
permasalahan kontekstual, dan menggunakan bentuk soal beragam. Adapun
langkah- langkah penyusunan soal HOTS sebagai berikut : menganalisis KD,
menyusun kisi-kisi soal, memilih stimulus yang kontekstual, menuis butir-butir
pertanyaan, dan membuat rubrik. Contoh-contoh soal HOTS telah diterapkan
pada Ujian Nasional Biologi SMA. Soal -soal HOTS berperan dalam penilaian
salah satunya mempersiapkan kompetensi pendidik menuju abad 21. Strategi
dan implementasi soal-soal HOTS dimulai dari pusat, dinas pendidikan, serta
satuan pendidikan.

B. Saran
Sebaiknya dilakukan pelatihan secara berkala pada setiap daerah kepada
para pendidik dalam penyusunan soal HOTS dalam pembelajaran supaya
peserta didik terlatih mengerjakan soal HOTS baik Ujian Sekolah maupun
Ujian Nasional dan mampu bersaing dalam studi Internasional.
29
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W., Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching,


and Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational
Objectives, Complete Edition. New York : Addison Wesley Longman

Brookhart, S.M. (2010). How to Assess Higher-Order Thinking Skills in Your


Classrom. Alexandria : ASDC

Dini, H.N.(2018). Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan Kaitannya dengan
Kemampuan Literasi Matematika. Prosiding Seminar Nasional
Matematika pp. 170-176, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Fatimah, Siti. 2020. Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis HOTS (Higher


Order Thinking Skills) Pada Kompetensi Dasar Menerapkan Sistem
Penyimpanan Arsip Sistem Abjad, Kronologis, Geografis, Nomor, dan
Subjek di Jurusan OTKP SMKN 1 Bojonegoro. Jurnal Pendidikan
Administrasi Perkantoran (JPAP). Volume 8, Nomor 2. 318-328.

Haryani, S., & Prasetya, T. A. (2021). Desain Perangkat Pembelajaran


Terintegrasi Kecakapan Abad 21 (Nadhiva (ed.); 1st ed.). Yogyakarta:
DIVA Press.

Helmawati. (2019). Pembelajaran dan Penilaian Berbasis HOTS. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Heong, Y.M., Othman, W.B., Yunos, J.BM., Kiong, T.T.,Razali, B.H and
Mohamad, M.M.B. (2011). The Level of Marzano Higher Order Thinking
Skills among Technical Education Students. International Journal of Social
Science and Humanity, Vol. 1(2) pp. 121-125.

Kemdikbud. (2013). Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemdikbud. (2015). Panduan Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills


(HOTS). Jakarta:Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Pendidikan Menengah
Kemdikbud

Kemdikbud. (2016). Panduan Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills


(HOTS). Jakarta:Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Pendidikan Menengah
Kemdikbud

30
Nitko, A.J., Brookhart, S.M. (2007). Education Assessment of Students. New
Jearsey : Merrill Prentice Hall

Rustaman, N.Y. (2011). Pendidikan dan Penelitian Sains dalam Mengembangkan


Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi untuk Pembangunan Karakter. Prosiding
Seminar Biologi 8 (1) pp. 16-34, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York :


Macmillan College Publishing Company

Widana, I.W. (2017). Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills
(HOTS). Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Kemdikbud

Widihastuti. (2015). Model Penilaian untuk Pembelajaran Abad 21 (Sebuah


Kajian untuk Mempersiapkan SDM Kritis dan Kreatif). Prosiding Seminar
Nasional Pengembangan SDM Kreatif dan Inovatif untuk Mewujudkan
Generasi Emas Indonesia Berdaya Saing Global pp. 77-86, Universitas
Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

31
32

Anda mungkin juga menyukai