Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam dunia pendidikan penilaian adalah hal substansial untuk mengukur

sejauh mana pencapaian tujuan dan proses dalam kegiatan pembelajaran.

Penilaian sebagai perangkat yang memenuhi syarat akademis untuk dijadikan

instrumen penilaian yang tepat terhadap basis pembelajaran yang diinginkan.

Basuki & Hariyanto (2014:177) mengungkapkan pembelajaran di abad 21

menurut Partnership of 21st Century Skill berpijak pada pengembangan

kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti; berpikir kritis (critical thinking),

penyelesaian masalah (problem solving), kemampuan berkomunikasi

(communication skills), penguasaan penggunaan teknologi (ICT), penyerapan

informasi (information literacy) dan kecakapan dalam penggunaan media (media

literacy). Intinya kemampuan kompetensi yang harus dikuasai di abad ke 21

sebagaimana lembaga Partnership of 21st Century Skill ungkapkan adalah hal

yang esensial dan mutlak untuk dikuasai oleh peserta didik, terutama critical

thinking dan problem solving yang cocok dengan kompetensi ilmu sosial terutama

sejarah. Dengan dorongan yang besar untuk mempersiapan tantangan yang akan

dicapai tersebut tentu memerlukan konsep penilaian yang mampu mengambarkan

pencapaian tujuan yang diinginkan.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan

Kemendikbud, Nizam. Sebagaimana dikutip dari laman Republika online

https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/05/29/oqps7w384-

1
puspendik-ubah-model-pembelajaran-di-kelas Nizam berpendapat di abad ke 21

model pembelajarannya bukan lagi episodik, dilain hal pendidik tidak lagi

menjadi sumber utama dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Namun, pendidik

memiliki tanggung jawab untuk membuata anak terkesan atas pertanyaan dan

jawaban yang diajukannya. Singkatnya peserta didik datang kesekolah dengan

serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang dimiliki dan pendidik memiliki

kemampuan menjelaskan pertanyaan tersebut. Nizam memberi masukan untuk

mengubah kebiasaan penilaian pada, model pembelajaran. Ia berpendapat,

semestinya penilaian menjadi motor isntrumen untuk meraih tujuan diabad 21.

Dilain kesempatan, Nizam dalam laman tirto.id https://tirto.id/soal-soal-hots-

yang-bikin-siswa-pusing-itu-penting-cStV mengungkapkan bahwa berpikir orde

tinggi (HOTS) adalah kemampuan kualitas berpikir yang secara konsepsi berbasis

pada tingakatan berpikir taksonomi Bloom. Ia berpendapat peserta didik mesti

memiliki kemampuan HOTS mengatasi problem yang rumit dan memiliki

kemampuan critical and rational thinking. Siswa harus mampu mengatasi

rintangan jaman yang bertambah rumit problemnya.

Berikutnya peserta didik mesti digerakan dan ditingkatkan kompetensi

berpikir tingkat tingginya, bukan hanya mengingat konsep dan pengetahuan,

namun bisa melakukan analize, evaluate, and create terhadap permasalahan yang

ia temui. Nizam berpendapat, jika peserta didik sering dihadapkan melalui

tantangan soal-soal HOTS yang menarik untuk dipecahkan, potensi peserta didik

akan terdorong untuk meningkat dan bertambah. Singkatnya memberikan soal

2
berorde tinggi didalam pembeljaran seperti mengasih nutrisi tanaman supaya bibit

potensi critical and creative thinking berkembang dengan baik.

Akses perkembangan dunia dan dunia kependidikan secara esensial

terhubung dengan penilaian pembelajaran di sekolah, bila perkembangan dunia

yang direspon secara adaptif oleh manusia dalam hampir setiap konteks, respon

awal bagi kalangan pendidik berusaha memenuhi tuntutan perkembangan dunia

tersebut. sementara penilaian seringkali dipandang sebagai heart of education

oleh beberapa ahli pendidikan. Dapat diartikan antara tujuan pembelajaran yang

menjawab tuntutan perkembangan jaman dan penilaian sebagai heart of education

adalah simbiosis mutualisme, lantas bagaimana menghubungkan alur pikir antara

tujuan dan penilaian tersebut? Dalam konteks tesis ini akan diberikan standar

proses dari pembelajaran sampai penilaian yang menjadi basisnya, standar proses

tersebut adalah lintasan belajar (learning trajectory). Wadah yang

menghubungkan hal tersebut adalah instrument penilaian higher order thinking

skill (hots) berbasis learning trajectory.

Dalam praktiknya, pemerintah lewat kurikulum 2013 edisi revisi pada

tahun 2017 lalu menyusun silabus pembelajaran untuk dikembangkan oleh guru

dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), RPP tersebut menjadi pedoman

dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Penyusunan silabus oleh pemerintah

melalui kementrian pendidikan tersebut dilakukan dengan prinsip keselarasana

ide, desain, dan pelaksanaan kurikulum. (Kemdikbud. 2016 : 3). Untuk materi

yang disiapkan dalam silabus tersebut menuntut siswa untuk memiliki

kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), dalam konteks ini adalah materi

3
sejarah yang disiapkan dalam pembelajaran di sekolah menengah atas (SMA) dan

penilaian yang disiapkan tentu harus menyesuaikan dengan kemampuan berpikir

tingkat tinggi (HOTS) sejarah. Pertanyaan awal kenapa kemampuan berpikir

tingkat tinggi dan learning trajectory penting untuh disyarahkan dalam penjelasan

latar belakang penelitian ini.

Dikutip dari laman berita Republika yang berbasis pada pemberitaan

https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/05/02/p836kk409-

mendikbud-pendidikan-indonesia-butuh-penguatan-standar-hots Mendikbud

Muhadjir Effendy menyatakan pendidikan di Indonesia saat ini sedang butuh

penguatan saat mengimplementasikan capaian berpikir orde tinggi (HOTS)

sebagai bagian standar internasional yang dilegalisasi di Indonesia. Mendikbud

mengungkapkan standar HOTS ini menarik partisipasi berbagai macam stake

holder di dunia pendidikan. Faktanya hari ini, pejabat kementrian pendidikan dan

kebudyaan Totok Suprayitno pada lama Republika online

https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/12/27/pkebep335-

kemendikbud-akui-banyak-guru-salah-persepsi-terkait-hots menyatakan

diberbagai wilayah pendidik masih salah paham akan HOTS. Seringkali HOTS

dipahami sebagai sesuatu hal yang melekat dengan kesulitan, namun yang

sebenarnya HOTS tersebut hanya membutuhkan kecerdikan pendidik untuk

menjadikan peserta didik dapat berpikir saat menyelesaikan masalah (soal).

Makna penilaian sendiri dalam ranah pendidikan adalah mengetahui

pencapaian tujuan dan proses dalam kegiatan pembelajaran (dalam hal ini

sejarah). Hasil belajar sejarah dari pencapaian tujuan dalam proses pembelajaran

4
adalah output yang akan dinilai, untuk itu penilaian ditasbihkan sebagai perangkat

yang memenuhi syarat akademis untuk dijadikan alat melaksanakan penilaian

yang tepat terhadap basis pembelajaran sejarah yang dilaksanakan di sekolah

menengah atas (SMA). Hasil belajar diperoleh dari penilaian yang berbasis pada

pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan kompetensi dasar.

Pertanyaan mendasarnya, basis pembelajaran apa yang sesuai untuk digunakan

dalam pembelajaran sejarah? (dalam hal ini adalah kompetensi dasar 3.8

terbentuknya pemerintahan dan NKRI). Seperti pembahasan sebelumnya

indikator kompetensi dasar yang diharapakan tercapai dalam pembelajaran

mengarah pada berpikir tingkat tinggi (HOTS). Sebagai jalan berpikir yang telah

mapan (HOTS) dalam taksonomi kognitif Bloom (1956) tentu membutuhkan

tahapan berurut dari pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3),

analisis (C4), evaluasi (C5), dan membuat (C6). Dalam sudut mencapai tahapan

ini dibutuhkanlah basis yang memiliki skema yang sesuai.

Berangkat dari hal tersebut learning trajectory (lintasan belajar) yang

dicetuskan oleh Simon dengan komponen learning goals (tujuan pembelajaran),

learning activity (aktivitas pembelajaran) dan hyphothetical learning process

(hipotesis proses pembelajaran) mampu dan mumpuni untuk mengabsorpsi

tahapan-tahapan pemikiran tingkat tinggi. Serangkaian proses learning trajectory

pada tahap learning goals adalah menyerap tujuan pembelajaran untuk

disampaikan pada siswa. Pada tahap learning activity adalah merancang

pembelajaran dengan menggunakan hyphothetical learning process (hipotesis

5
proses pembelajaran) untuk dapat membentuk hyphothetical learning trajecory

(dugaan alur belajar).

Untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan tentu

membutuhkan instrument yang tepat, baik proses pembelajaran dan instrumen

penilaian. Penilaian pada kategori mapan ini (HOTS) membutuhkan instrumen

penilaian yang mapan pula dalam prosesnya. Instrumen yang memenuhi kategori

tersebut adalah instrumen yang berdasarkan pada higher order thinking skills

(HOTS) yang dicetuskan oleh Anderson dan Krathwohl (2001). Higher order

thinking skill (HOTS) adalah revisi pengembangan dari taksonomi Bloom (1956).

Anderson dan Krathwohl (2001) mengembangkan taksonomi kognitif Bloom

pada dua dimensi yakni lower order thinking skill (LOTS) dan higher order

thinking skill (HOTS). LOTS dengan pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan

aplikasi (C3). Higher order thinking skill (HOTS) dengan analisis (C4), evaluasi

(C5), membuat (C6).

Pertanyaan lanjutan kenapa instrumen penilaian higher order thinking skill

(HOTS) dan basis learning trajectory. Hal yang paling mendasar adalah kenyataan

dalam pembelajaran sejarah akan efektivitas dan efisiensinya. Dalam silabus

Kurikulum 2013 alokasi waktu dan materi dalam mata pelajaran sejarah dibagi

kedalam 2 kategori, Sejarah nasional (wajib) dan sejarah peminatan. Untuk

sejarah wajib memiliki alokasi waktu 2 jam perminggunya, termasuk KD 3.8

“Terbentuknya Pemerintahan dan NKRI”. Dalam target yang dikembangkan

untuk sampai ke tahap berpikir yang mapan pada kompetensi dasar tersebut tentu

6
membutuhkan strategi yang efektif dan efisien untuk memenuhi target

penyampaian materi yang dibebankan dalam satu alokasi waktu.

Target tersebut harus dipenuhi dengan basis pembelajaran yang tepat dan

instrumen pengukur yang baik sebagai perangkat penilaian akan ketercapaiannya.

Penilaian yang berkembang pada umumnya di Kurikulum 2013 adalah sebagai

berikut.

Tabel.1. Penilaian Kurikulum 2013


No Pengetahuan Keterampilan Sikap
1 Tes tulis Unjuk Observasi
kerja/praktik
2 Observasi Proyek Penilaian diri
sendiri
3 Penugasan Produk Penilaian teman
sebaya
4 Portofolio Jurnal

Dengan beragam aspek penilaian yang menjadi tugas seorang guru, di

tengah tuntutan ketercapaian kompetensi dasar guru harus kreatif menyiasati

alokasi pembagian jam yang mengharuskan pencapaian kompetensi tersebut, hal

ini tentu bukanlah perkara mudah. Permasalahan lain yang muncul dilapangan

adalah kejenuhan dan keterbatasan untuk kemampuan menganalisis hanya pada

tes tertulis saja. Sebelumnya kita berbicara tentang output hasil belajar lewat

learning trajectory, jika output hasil belajar mengikuti pola-pola learning

trajectory tes tertulis hanya bagian kecil dari pola tersebut. Bagian sesungguhnya

dari learning trajectory adalah pada proses mencapai tahap kemampuan berpikir

tingkat tinggi. Pada learning trajectory penekanan pada proses kegiatan

pembelajaran dilakukan dengan tahap demi tahap. Tahap-tahap proses tersebut

tentu melalui tingkat berpikir kognitif yang mengarah pada tujuan akhir berpikir

7
mapan (tingkat tinggi). Untuk ini penilaian berdasarkan high order thinking skill

(HOTS) berbasis Leraning trajectory tepat dibutuhkan.

Penelitian sebelumnya yang terhubung dengan penelitian ini, Pada bagian

pertama, artikel internasional Higher Order Thinking Skills Assessment (Hots)

yang ditulis oleh Widana (2017) seputar penilaian Hots. Persamaan dengan

penelitian yang diajukan pengusul adalah penilaian HOTS dalam pembelajaran,

perbedaannya artikel ini hanya membahas poin-poin penilaian, langkah-langkah

penyusunan dan keuntungan penilaian HOTS. Sedangkan penelitian yang

diajukan oleh penulis adalah mengembangkan instrument penilaian HOTS yang

berbasiskan learning trajectory. Tinjauan kedua adalah artikel internasional The

Development of Higher Order Thinking Skill (HOTS) Instrumen Assessment In

Physics Study yang ditulis oleh Kusuma, Rosidin, Abdurahman dan Suyatna

(2017), artikel tersebut menulis pengembangan Hots dalam studi Pendidikan

Fisika. Persamaan penelitian ini bagi penelitian yang diajukan peneliti adalah

mengembangkan instrument penilaian HOTS dalam pembelajaran, sedangkan

perbedaanya terletak pada ranah keilmuan (Pendidikan Fisika dan Pendidikan

Sejarah) dan pada basis learning trajectory yang menjadi objek pembeda

penelitian penulis.

Tinjauan ketiga adalah artikel Pengembangan Instrumen Asesmen Higher

Order Thinking Skill (HOTS) Pada Mata Pelajaran Matematika SMP Kelas VIII

Semester 1 oleh Agus Budiman dan Jailani (2014) persamaan artikel ini dengan

pengusul adalah pengembangan instrument penilaian HOTS namun bedanya

berfokus pada bidang studi matematika kelas VIII, sedangkan penelitian penulis

8
pada bidang studi sejarah yang berbasiskan learning trajectory. Artikel kempat

Pengembangan Instrumen Penilaian HOTS Berbasis Kurikulum 2013 Terhadap

Sikap Disiplin oleh Pratiwi dan Fasha (2015) Persamaan dengan penelitian yang

pengusul ajukan ialah sama-sama mengembangkan instrument penilaian hots

dengan basis yang ditetapkan pada kompetensi yang dituju, bila artikel ini

basisnya kurikulum 2013 dan pada kompetensi sikap disiplin maka penelitian

penulisl berbasiskan learning trajectory dan pada kompetensi dasar (KD) bidang

studi sejarah di sekolah menengah atas (SMA).

Penelitian terakhir adalah tesis Batubara (2019) yang meneliti

pengembangan instrument penilaian HOTS pembelajaran sejarah di sekolah

menengah atas pada kompetensi dasar “Menganalisis Strategi Perlawanan Bangsa

Indonesia dalam Melawan Penjajahan Bangsa Eropa”. Persamaannya adalah

mengembangkan instrument Hots pada pembelajarn sejarah namun minus pada

basis yang menjadi objek kajian peneliti yakni learning trajectory.

Berdasarkan kajian penelitian sebelumnya tentang penilaian HOTS

peneliti menemukan aspek state of art dari penelitian ini aspek novelty (kebaruan)

penelitian instrument penilaian HOTS dengan basis learning trajectory (lintasan

belajar) terutama dibidang penilaian sejarah dan urgensi penelitian menghadapi

tantangan perkembangan jaman terutama diabad kedua puluh satu. Dilansir dari

laman tirto.id https://tirto.id/hots-idealnya-dipelajari-rutin-bukan-cuma-bikin-

pusing-di-unbk-cHTn saat Maret 2016 Central Connecticut State University

membuka hasil risetnya ke umum akan tingkat minat membaca bertema "World's

Most Literate Nations". Sebanyak 61 negara yang diteliti, Indonesia menempati

9
posisi peringkat kedua paling akhir atau pada nomor urut 60. Posisi tersebut hanya

lebih baik dari Botswana, Indonesia harus mengakui keunggulan negeri-negeri

jirannya di ASEAN seperti Thailand menempati peringkat 59, Malaysia

menempati peringkat 53, atau Singapura menempati peringkat 36. Negeri Asia

yang naik jauh pada peringkat teratas adalah Korea Selatan yang menempati

peringkat 22, Jepang menempati peringkat 32, Cina menempati peringkat 39, dan

Qatar menempati peringkat 44. Sampai peringkat 20 besar, negeri-negeri Eropa

(barat) mengisi peringkat mayoritasnya. Berdasarkan gambaran tersebut

seharusnya kemampuan berpikir tingkat tinggi sulit diwujudkan dalam situasi

literasi yang amat minim dalam dunia pendidikan Indonesia.

Masih dilaman online yang sama tirto,id https://tirto.id/hots-idealnya-

dipelajari-rutin-bukan-cuma-bikin-pusing-di-unbk-cHTn capaian peringkat

Programme for International Student Assessment dunia pendidikan Indonesia

tahun 2015 masuk dalam taraf yang amat memprihatinkan dibidang sains,

matematika dan membaca, Indonesia masuk dalam urutan sepuluh terbawah dari

tujuh puluh negara di dunia. Lalu survei dari Trends In International Mathematics

and Science Study tahun 2011 mendudukan capaian Hots siswa Indonesia pada

peringkat tiga puluh delapan dari empat puluh lima negara. namun masih ada

harapan memlalui pendekatan pembelajaran yang mendorong pada arah

kemampuan berpikir tingkat tinggi yang diharapkan oleh setiap praktisi

pendidikan. Salah satu pendekatan yang peneliti anggap layak yakni konsepsi

learning trajectory yang disesuaikan dengan pembelajaran sejarah sehingga

10
menjadi capaian penilaian yang mampu mengarah pada pembelajaran abad ke 21

oleh Kapuspendik Kemendikbud

Berdasarkan hal tersebut penelitian penulis yang berjudul “Pengembangan

Instrumen Penilaian Higher Order Thinking Skill (HOTS) berbasis Learning

Trajectory KD 3.8 Terbentuknya Pemerintahan dan NKRI” adalah sesuatu yang

baru dalam ranah penelitian akademik.

B. Identifikasi Masalah

Atas paparan latar belakang yang telah dibahas, masalah yang bisa

diidentifikasi antara lain.

1. Perkembangan pembelajaran diabad ke-21 yang berpijak pada kemampuan

berpikir tingkat tinggi untuk menyelesaikan permasalahan yang semakin

kompleks sehingga masuk pada era ketidakpastian. Hal tersebut berimbas pada

kebutuhan akan penilaian yang mendorong capaian pembelajaran di abad ke-

21 tersebut.

2. Kebutuhan akan penguatan standar HOTS oleh pemerintah namun fakta riil

dilapngangan guru-guru masih miskonsepsi terhadap pengembangan soal

HOTS sehingga dibutuhkan pengembangan instrument penilaian dengan basis

yang dapat menguatkan dan menghilangkan miskonsepsi tersebut.

3. Penyusunan RPP pada kurikulum 2013 yang mengarah pada pembelajaran

dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) untuk menengahi tuntutan

perkembangan pembelajaran sehingga membutuhkan proses belajar dan

instrument penilaian yang tepat.

11
4. Beragam aspek penilaian yang berkembang dilapangan yang berimbas pada

tuntutan pemenuhan kebutuhan kompetensi dasar yang dapat

dipertanggunjawabkan dan terukur, maka proses penyusunan instrument perlu

diperhatikan dan untuk itu pula aspek penilaian juga perlu diuji kelayakannya.

5. Capaian HOTS siswa yang masih rendah berdasarkan survey yang dilakukan

praktisi ilmu matematika dan sains, ditandai dengan kurangnya minat literasi

terutama pembelajaran sejarah sebagai salah faktor selain sebab musabab

kebijakan pendidikan baik dari hulu maupun hilir yang kurang bijak

memutuskan hingga menjadikan pembelajaran Hots dapat teraktualisasi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan narasi latar belakang serta indentifikasi masalah yang telah

disusun sebelumnya, peneliti memberi batasan masalah yang akan diriset antara

lain.

1. Kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi berbasis

learning trajectory untuk dapat dibaca gambaranya hasilnya setelah dilakukan

penelitian dan implementasi.

2. Proses pengembangan instrument penilaian dan pengujian kelayakan

instrument penilaian tersebut.

D. Rumusan Masalah

Atas identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dianalisis

sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain.

12
1. Bagaimana proses pengembangan instrumen penilaian higher order thinking

skill berbasis learning trajectory pada KD.3.8 “Terbentuknya Pemerintahan

dan NKRI” ?

2. Bagaimana kelayakan hasil pengembangan instrumen penilaian higher order

thinking skill berbasis learning trajectory pada KD.3.8 “Terbentuknya

Pemerintahan dan NKRI”?

E. Tujuan Pengembangan

Dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan, penelitian ini bertujuan

untuk:

1. Mengetahui tahapan-tahapan proses pengembangan instrumen penilaian

higher order thinking skill berbasis learning trajectory pada KD.3.8

“Terbentuknya Pemerintahan dan NKRI”.

2. Menganalisis standar kelayakan instrumen penilaian higher order thinking skill

berbasis learning trajectory pada KD.3.8 “Terbentuknya Pemerintahan dan

NKRI” melalui validitas dan reliabilitas pengukuran instrument tersebut.

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk Instrumen penilaian HOTS berbasis learning trajectory dengan

KD.3.8 “Terbentuknya Pemerintahan dan NKRI adalah instrumen yang memiliki

validasi empiris dari validasi ahli instrumen, ahli materi pembelajaran sejarah, dan

validasi keterbacaan oleh guru. Kemudian memiliki standar kelayakan dari segi

validitas dan realibilitas, kemudian tergambarkannya tingkat kesukaran, daya

pembeda dan distraktor yang terukur. Hasil analisis validasi empiris tersebut

menjadi data informatif mengenai hasil belajar siswa dari penilaian HOTS berbasis

13
learning trajectory yang dapat dijadikan tolak ukur menentukan kebijakan di ranah

pendidikan khususnya dibidang penilaian.

G. Manfaat Pengembangan

Manfaat pengembangan penelitian instrument penilaian HOTS berbasis

learning trajectory dapat dilihat dibawah ini yakni:

1. Ranah keilmuan, diharapkan penelitan ini dapat memberikan sumbangsih bagi

penelitian dan pengembangan dalam ilmu evaluasi (penilaian) pembelajaran

sejarah di sekolah menengah atas.

2. Ranah akademis, membantu mengembangkan sistim penilaian pembelajaran

sejarah di sekolah, terutama penilaian berpikir tingkat tinggi dengan basis alur

belajar. Produk hasil pengembangan diharapkan mampu menjadi sarana

refrensif bagi stake holder terutama guru sejarah sekolah menengah atas untuk

mengembangkan penilaian.

3. Bagi peserta didik, dengan adanya instrumen penilaian HOTS berbasis

learning trajectory ini bisa memberi manfaat empiris kepada peserta didik

dalam mengerjakan soal-soal HOTS serupa dimasa datang.

H. Asumsi Pengembangan

Asumsi pengembangan instrumen penilaian HOTS berbasis learning

trajectory dapat dilihat dibawah ini yakni:

1. Stake holder dunia pendidikan (praktisi, akademisi, pihak berwenang) terutama

dibidang evaluasi pembelajaran sejarah, terhadap penelitian dan pengembangan

instrumen penilaian ini bersepakat untuk meyakini produk yang dikembang

layak untuk di produksi dan distribusikan ke khalayak.

14
2. Guru mampu menilai dengan baik dan mempermudah pekerjaannya lewat

instrumen penilaian yang dikembangkan.

3. Kelayakan instrumen penilaian kemampuan Higher Order Thinking Skill dalam

pembelajaran sejarah menjadi data informatif bagi pihak terkait untuk

menentukan langkah berikutnya dalam mengembangkan penilaian HOTS dalam

pembelajaran sejarah di sekolah menengah atas.

15

Anda mungkin juga menyukai