Anda di halaman 1dari 5

ARTIKEL

HAKIKAT PENYUNTINGAN

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Kundharu Saddhono, S.S, M.Hum

DISUSUN OLEH:

Puja Sukmawati

K1217059 / A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017/2018
Keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat keterampilan, di antaranya keterampilan
menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
Dalam keterampilan berbahasa, semakin banyak kosakata yang dikuasai oleh seseorang
semakin baik pula kemampuannya dalam mengembangkan empat keterampilan tersebut.
Belajar berbahasa tidak sama dengan belajar tentang bahasa (Yahya, dkk, 2018). Belajar
berbahasa menuntut seseorang untuk mempelajari dan memiliki pengetahuan yang
berhubungan dengan kebahasaan pula, seperti tentang fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik. Tujuannya agar seseorang tersebut memiliki pemahaman yang lebih dalam
berbahasa.

Dalam hal keterampilan berbahasa, kebanyakan orang masih mengalami kesulitan


dalam penulisan tata bahasa. Salah satunya ialah keterampilan menulis. Keterampilan
menulis mutlak perlu dikuasai karena memiliki banyak manfaat. Melalui kegiatan menulis,
seseorang mampu memengaruhi orang lain sehingga mampu melakukan perubahan dalam
kehidupan pembacanya menuju perubahan yang positif (Oktaria, dkk, 2017). Kegiatan
menulis juga bermanfaat bagi masyarakat luas, karena kegiatan menulis mampu memberikan
gagasan kepada suatu permasalahan secara global. Segala pengalaman kehidupan dapat
diungkapkan kepada orang lain melalui bahasa tulis.

Namun dalam kegiatan tulis menulis, hal yang masih sering terjadi di dalam
keterampilan menulis ialah kesalahan berbahasa dalam bidang ejaan, diksi, kalimat, dan
paragraf. Menurut (Sumarwati, 2010) dikutip dalam (Ariningsih, dkk, 2012) yang
mengemukakan bahwa pada umumnya organisasi tulisan dalam karangan siswa masih
menampakkan penalaran bahasa yang kurang logis dan terdapat banyak kesalahan bahasa
yang meliputi pemakaian ejaan, diksi, kalimat, dan ada beberapa tulisan yang mirip. Untuk
itu, diperlukan adanya seorang penyunting untuk menyunting naskah seseorang yang akan
diterbitkan. Dalam hal ini peran seorang penyunting sangat penting.

Seorang penyunting sendiri adalah orang yang mengatur, memperbaiki, merevisi,


mengubah isi, dan gaya naskah orang lain. Hal ini dilakukan agar naskah dapat diselaraskan
dan disesuaikan dengan suatu pola penyajian yang dibakukan sesuai dengan kaidah
kebahasaan untuk kemudian dapat diterbitkan dan dipublikasikan ke khalayak umum.
Sedangkan menurut (Rahardi, 2009) makna dari kata ‘penyunting’ adalah ‘orang yang
bertugas menyiapkan naskah’. Yang dimaksud ialah membenahi atau memperbaiki naskah-
naskah karangan yang masuk ke meja redaksi, agar naskah tersebut bisa sesuai dengan
kaidah-kaidah kebahasaan dan agar siap juga untuk diterbitkan kepada khalayak.

Sementara itu, penyuntingan adalah aktivitas menyiapkan naskah dan sebagainya


untuk diedarkan atau diterbitkan dalam bentuk cetakan dengan memperhatikan tata
penyajiannya (Wibowo, 2016). Artinya, dalam menyunting sebuah naskah sebelum
dipublikasikan dalam bentuk media cetak, pada proses penyuntingan harus dilakukan dengan
teliti dan cermat oleh si penyunting agar tidak terjadi sebuah kesalahan kebahasaan, ejaan,
tanda baca atau apapun yang berkaitan dalam menyunting naskah. Karena proses
penyuntingan membutuhkan konsentrasi, keahlian, dan keterampilan yang tinggi. Maka
seorang penyunting harus bersungguh-sungguh dan optimal dalam menyunting sebuah
naskah.

Para editor (penyunting) bekerja untuk membantu para penulis agar naskahnya sesuai
dengan ketentuan dan tujuan (Trim, 2013). Tujuan penyuntingan yang dilakukan oleh para
penyunting adalah untuk memastikan data dan fakta berkenaan yang disampaikan dengan
jelas, tepat, dan tidak menyalahi agama, undang-undang, dan norma masyarakat, serta untuk
mengurangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan penulis dalam naskah tersebut, sehingga
naskah dapat menjadikan kualitas tulisan menjadi lebih baik dari sebelumnya dan dapat
menambah daya pikat pembaca dalam meresapi kata demi kata yang tersaji dalam naskah
itu. Dalam hal ini peran penyunting tentunya sangat penting dan sangat diperlukan.

Karena pentingnya fungsi penyunting sebagai penghubung, haruslah tersedia saluran


akrab dan terbuka di antara penulis, penyunting, dan pembaca. Semuanya harus satu nada,
satu irama, satu gelombang (Rifai, 2005). Yang berarti antara penulis, penyunting, dan
pembaca haruslah ada keselarasan untuk menentukan keteknisan isi karya/naskah yang telah
disusun penulis, kemudian diolah oleh penyunting, dan akan dikeluarkan oleh penerbit untuk
dinikmati para pembaca. Sehingga dalam menyunting si penyunting harus memiliki
penguasaan dalam bidang ilmunya dan harus mempunyai kemampuan bahasa yang tinggi,
serta tak lupa konsistensinya dalam menyunting agar dapat menghasilkan naskah yang
memiliki kemantapan dalam isinya.

Ketika menyunting naskah ada baiknya sebagai seorang penyunting yang professional
seharusnya membaca keseluruhan teks yang ada pada naskah terlebih dahulu. Sebelum
mencorat-coret naskah di sana-sini dan sebelum membetulkan atau mengoreksi kalimat-
kalimat dalam naskah, sebaiknya seorang penyunting naskah membaca naskah secara
keseluruhan (Eneste, 2017). Dengan demikian, pada saat membaca naskah dan menemukan
hal-hal yang membuat janggal (seperti: kata, kalimat,istilah, tanda baca,dll.), penyunting
dapat memperbaiki atau bahkan menanyakannya kepada penulis naskah tersebut. Hal ini
dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman antara penulis, penyunting, maupun pembaca.

Seorang penyunting naskah seharusnya mengetahui bahwa tidak semua naskah yang
masuk ke penrbit bisa diterbitkan (Eneste, 2017). Dalam naskah tidak hanya dilihat dari segi
mutu saja, namun juga harus dari segi lainnya (keamanan, SARA, dll.) yang memungkinkan
naskah tersebut tidak bisa diterbitkan. Tentunya ada rambu-rambu atau peraturan yang perlu
diperhatikan seorang penyunting dalam menyunting naskah yang menyangkut hak cipta. Jika
naskah kurang atau bahkan tidak aman jika dilihat dari sudut pandang hak cipta, sebaiknya
sebuah naskah jangan diterbitkan terlebih dahulu. Maka dalam hal ini seorang penyunting
naskah harus mengerti, memahami, serta menguasai Undang-Undang tentang hak cipta
dalam penyuntingan.

Proses penyuntingan merupakan bagian terpenting dalam berkarya. Ketelitian dan


kecermatan seorang penyunting sangat dibutuhkan. Karena di dalam menyunting teks/naskah
membutuhkan konsentrasi dan ketelitian yang tinggi. Memeriksa setiap kata dan kalimat agar
logis, mudah dipahami, dan tidak rancu. Hal ini bertujuan agar teks/naskah yang disunting
memiliki ejaan yang benar, arti yang jelas, dan enak dibaca oleh para pembaca. Dalam proses
penyuntingan juga seorang penyunting sangat perlu memerhatikan data dan fakta agar tetap
akurat dan benar, agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan faktual.
DAFTAR PUSTAKA

Yahya, M., Andayani and Saddhono, K. (2018) ‘Hubungan Penguasaan Kosakata dengan
Kesalahan Diksi dalam Kalimat Bahasa Indonesia Mahasiswa Bipa Level Akademik’,
Jurnal Kredo, 1(2), pp. 53–70.

Oktaria, D., Andayani and Saddhono, K. (2017) ‘Penguasaan Kalimat Efektif Sebagai
Kunci’, Metalingua, 15(2), pp. 165–177.

Ariningsih, N. E., Sumarwati and Saddhono, K. (2012) ‘Analisis Kesalahan Berbahasa


Indonesia Siswa Sekolah Menengah Atas’, Basastra, 1(1), pp. 40–53.

Eneste, Pamusuk. (2017) Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Rahardi, K. (2009) Penyuntingan Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang. Yogyakarta:


PT Gelora Aksara Pratama.

Rifai, Mien A. (2005) Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan dan Penerbitan.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Trim, Bambang. (2013) Jagat Penulisan dan Penerbitan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Wibowo, W. (2016) Menjadi Penulis dan Penyunting Sukses. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai