Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempunyai peran penting di dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Keraf (dalam Murinah, 2016) mengungkapkan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kita berharap agar dapat memiliki keterampilan bahasa yang baik melalui menyimak, berbicara, membaca dan menulis (Sari, 2017). Bahasa Indonesia di dalam proses pembelajaran merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan pada tingkat pendidikan dasar, menengah, sampai jenjang perguruan tinggi. Kompetensi berbahasa sendiri terdiri dari empat aspek berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis (Andyani dkk., 2016). Kemampuan berkomunikasi yang mendasar adalah kemampuan mengungkapkan makna dan pesan termasuk kemampuan menafsirkan, menilai, dan mengekspresikan diri dengan bahasa. Keterampilan berbahasa yang diajarkan di sekolah mencakup empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan dengan keterampilan yang lain. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan, atau biasa disebut dengan catur tunggal. Setiap keterampilan itu erat pula berhubungan dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat dikuasai dengan jalan praktik dan latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir (Dawson, 1963). 2. Hakikat Menulis Menulis merupakan suatu proses menuangkan suatu ide atau pikiran yang disampaikan dalam bahasa tulis. Tarigan (1986: 15) menyatakan bahwa menulis dapat diartikan sebagai kegiatan menuangkan ide atau gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampai. Sulistyo dalam buku Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi mengutip pendapat Burhan Nurgiyantoro bahwa menulis adalah aktivitas aktif produktif, yaitu aktivitas menghasilkan bahasa. Sejalan dengan itu White dan Arndt berpendapat menulis bukanlah sekadar menuliskan bahasa ke dalam lambang tulisan melainkan suatu proses berpikir yang mengandung kebenaran (Sulistyo, 2015). Menulis merupakan upaya mengekspresikan yang dilihat, dialami, dirasakan, dan dipikirkan ke dalam bahasa tulis, informasi-informasi dan ide-ide tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan (Hakim, 2005). Menulis dapat bermanfaat bagi seseorang untuk mengungkapkan gagasan agar dibaca dan dipahami oleh pembaca. Dengan menulis, seseorang mampu mengungkapkan gagasan secara sistematis, jelas, logis, serta mampu berkomunikasi sesuai dengan konteks. Selain itu, melalui kegiatan menulis, gagasan yang diungkapkan dapat diketahui oleh banyak orang sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas (Oktaria dkk., 2017). Bila dibandingkan dengan tiga kompetensi berbahasa lainnya, keterampilan menulis termasuk dalam kategori keterampilan yang membutuhkan bakat dan praktik yang berkesinambungan. Keterampilan ini tidak kalah penting dengan keterampilan menyimak, keterampilan membaca, dan keterampilan berbicara. Menulis merupakan jenis keterampilan produktif. Writing skill is more inclined towards the practice rather than to the theory. It does not mean that the discussion of writing theory is sown in the teaching of writing. The comparison between practice and theory should be more practice rather than theory (Nurmayani, 2016). Writing skill is mechanistic. It means that the mastery of writing skill must be through training or practice. In other words, it requires more and more activities to write, and then someone is more capable to write (Munirah, 2017). In addition, writing is a developmental process that can be observed and encouraged. It takes time for students to achieve competency as they move through characteristic stages from scribbling to conventional spelling (Muluneh, 2018). 3. Tahapan Menulis Menulis merupakan kemampuan yang paling akhir dikuasai setelah peserta didik mampu menyimak, berbicara, dan membaca. Hal tersebut tidak mengherankan karena dalam menulis, peserta didik diharuskan untuk menguasai berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri sehingga tulisan yang dihasilkan dapat runtut dan padu, kohesif, dan kohern (Mahargyani dkk., 2012). Menulis merupakan keterampilan mengolah dan menyusun kata-kata yang melalui berbagai macam tahapan agar menjadi tulisan yang baik. Tahapan menulis dibagi menjadi 3, yaitu: (a) tahap prapenulis, (b) tahap penulisan, dan (c) tahap pasca penulisan (Sulistyo, 2015). Sulistyo mengutip pendapat dari Poet dan Gill (1986) yang menyatakan bahwa tahap prapenulis merupakan fase mencari, menemukan, dan mengingat kembali pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki penulis untuk dapat dituangkan dalam sebuah tulisan yang baik. Pada tahap ini seorang penulis menentukan topik, merumuskan judul, mengumpulkan bahan tulisan, dan membuat kerangka karangan. Tahap ini sangat penting untuk dipersiapkan dengan sangat baik oleh penulis karena tahap ini sangat berpengaruh terhadap tahapan selanjutnya. Pada tahap penulisan penulis mengembangkan kerangka yang telah dibuat. Dalam pengembangan kerangka tersebut penulis berupaya memilih dan menjalin kosa kata ke dalam kalimat efektif sehingga membentuk paragraf yang memiliki kepaduan dan kesatuan. Tahap terakhir merupakan tahap dimana penulis melakukan revisi (perbaikan) terhadap tulisannya. Perbaikan mencakup bahasa dan isi tulisan. Perbaikan bahasa meliputi perbaikan ejaan, pilihan kata, maupun perumusan kalimat efektif. Sedangkan perbaikan isi meliputi kesatuan dan kepaduan antar paragraf yang ada dalam tulisan serta kelogisan isi karangan. Perbaikan dan revisi yang dilakukan itulah yang disebut dengan tahap pasca penulisan. Menentukan topik, merumuskan judul, mengumpulkan bahan tulisan, dan membuat kerangka karangan merupakan bagian dari tahap prapenulis. Pada tahap penulisan, penulis mengembangkan kerangka ke dalam paragraf-paragraf yang terdiri atas beberapa kalimat. Tahap pasca penulisan merupakan tahap dimana penulis meninjau kembali tulisannya dari segi bahasa (perbaikan ejaan, diksi, dan keefektifan kalimat) maupun isi (kesatuan, kepaduan, dll.) agar menjadi tulisan yang baik. 4. Hakikat Paragraf Segala jenis tulisan tidak lepas dari adanya paragraf. Paragraf adalah gabungan dari beberapa kalimat yang saling berhubungan dan memiliki keterkaitan antara kalimat satu dengan kalimat lainnya. Paragraf dibatasi sebagai himpunan kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan (Keraf, 2001). Menurut Gani (2013: 21) paragraf adalah bagian-bagian dari kalimat-kalimat yang berhubung-hubungan secara utuh dan padu serta merupakan kesatun pikiran. Di bidang bentuk pada umumnya paragraf terdiri dari sejumlah kalimat. Kalimat itu kait-mengait sehingga membentuk suatu kesatuan. Di bidang makna, paragraf itu merupakan suatu informasi yang memiliki ide pokok sebagai pengendalinya. Paragraf adalah merupakan ide pokok yang dikembangkan oleh kalimat-kalimat penjelas yang merupakan ide-ide penjelasan baik secara deduktif maupun induktif, secara sebab-akibat atau akibat sebab (Soejito, 2006). Pengembangan tersebut dapat dilakukan dengan cara menentukan kata-kata kunci, kemudian kata-kata kunci disusun menjadi kalimat, dan kalimat-kalimat itu disusun menjadi paragraf. Paragraf merupakan suatu piranti untuk berkomunikasi secara tertulis, yakni komunikasi antara penulis dengan pembaca. Seorang penulis menyatakan gagasan/pikirannya dalam tulisan, sehingga seorang pembaca dapat mengerti ide sedikit demi sedikit hingga keseluruhan kalimat dalam paragraf (Syafi'ie, 2010). 5. Unsur Pembentuk Paragraf Unsur pembentuk paragraf terdiri dari empat, yaitu: gagasan pokok/utama, kalimat topik, kalimat penjelas atau pendukung, dan kalimat transisi atau konjungsi. Gagasan utama adalah unsur terpenting dalam suatu paragraf karena merupakan gambaran dari keseluruhan isi dalam sebuah paragraf (Suladi, 2014). Topik paragraf berupa gagasan pengarang maupun suatu masalah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dengan adanya gagasan utama, para pembaca dapat mengerti isi keseluruhan dari paragraf tersebut. Maka dari itu sebelum membuat paragraf, penulis harus menentukan gagasan utama terlebih dahulu. Kalimat utama merupakan sebuah kalima yang di dalamnya terdapat gagasan utama. Kalimat utama masih dapat diuraikan kembali menjadi kalimat kalimat penjelas. Setiap paragraf biasanya hanya memiliki satu kalimat utama. Kalimat utama bisa terletak di bagian awal paragraf, awal dan akhir paragraf, di tengah paragraf, serta di akhir paragraf. Unsur pembentuk paragraf ketiga ialah kalimat penjelas atau kalimat pendukung. Kalimat pendukung ialah sebuah kalimat yang berisi gagasan penjelas. Kalimat penjelas berguna untuk mendukung dan menguatkan gagasan utama. Kalimat pendukung biasanya berupa opini, fakta, contoh, dan sebagainya. Antara kalimat penjelas dengan kalimat utama harus saling berkaitan satu sama lain agar tercipta paragraf yang baik dan koheren. Unsur pembentuk paragraf terakhir ialah transisi. Transisi atau konjungsi berguna untuk menyusun kalimat kalimat dalam paragraf. Konjungsi tersebut dapat dibagi menjad dua macam yaitu konjungsi intra kalimat dan konjungsi antar kalimat. Konjungsi intra kalimat merupakan kata yang digunakan untuk menyambung induk kalimat dengan anak kalimat. Sementara konjungsi antar kalimat merupakan kata yang menyambungkan kalimat kalimat dalam paragraf. Gagasan pokok/utama, kalimat topik, kalimat penjelas atau pendukung. Keempat unsur pembentuk paragraf tersebut tersusun atas beberapa penanda kebahasaan. Mulyati (2015) mengungkapkan beberapa penanda kebahasaan yang dapat digunakan untuk membangun paragraf yaitu penunjukan, penggantian, pelepasan, perangkaian. Penunjukan, yaitu penggunaan kata untuk menunjukkan/mengacu atau suatu acuan yang sudah disebutkan. Misalnya: itu, tersebut, demikian, ini. Penggantian yaitu penanda hubungan kalimat yang menggunakan kata lain yang sudah disebutkan sebelumnya. Misalnya: dia, mereka, sana, sini. Pelepasan yaitu melepaskan/menghilangkan unsur suatu kalimat berikutnya karena kehadiran unsur penghematan atau efektifitas. Perangkaian yaitu penggunaan kata-kata perangkai/transisi untuk menghubungkan antarkalimat dalam paragraf. Misalnya: seperti, sebaiknya, walaupun demikian, oleh karena itu. 6. Aspek Penyusun Paragraf Penulis tidak boleh asal-asalan dalam membuat dan menyusun paragraf. Paragraf pada dasarnya dibuat oleh penulis untuk mempermudah pembaca dalam menangkap informasi (Sulistyo, 2015). Oleh karenanya ada beberapa aspek yang harus diperhatikan sebelum menyusun paragraf. Aspek-aspek tersebut yaitu: 1) kesatuan, 2) kepaduan, 3) kelengkapan dan ketuntasan, 4) kerututan, dan 5) konsistensi. Kesatuan dalam paragraf mengandung makna kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf selalu relevan dengan topik yang dikembangkan. Dengan kata lain sebuah paragraf dikatakan memiliki kesatuan apabila kalimat-kalimat dalam paragraf tersebut saling berkaitan mendukung satu ide pokok. Kepaduan dalam paragraf ditandai dengan adanya hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf. Hubungan timbal balik tersebut berfungsi untuk membangun paragraf yang koheren sehingga udah dipahami oleh pembaca. Kelengkapan sebuah paragraf ditandai dengan hadirnya kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik. Tidak ada ketentuan yang pasti tentang berapa jumlah kalimat penjelas dalam paragraf agar sebuah paragraf dikatakan lengkap. Keruntutan dimana informasi atau ide yang disampaikan diuraikan secara runtut tidak melompat-lompat. Tujuan informasi diuraikan secara runtut adalah agar pembaca mudah mengikuti jalan pikiran penulis (Suladi, 2014). Sementara konsistensi merupakan kemantapan penulis membuat sudut pandang terhadap karangannya. Sebuah paragraf lebih baik hanya menggunakan satu saja sudut pandang agar bisa terfokus dalam membuat paragraf maupun karangan. Konsistensi atau penetapan sudut pandang penulis itulah yang membuat penulis dapat memilih gaya penulisan bahasa dari awal sampai akhir karangan. 7. Jenis-jenis Paragraf Paragraf adalah gabungan dari beberapa kalimat yang saling berhubungan dan memiliki keterkaitan antara kalimat satu dengan kalimat lainnya. Paragraf memiliki banyak jenisnya (Wijayanto, 2006). Secara garis besar paragraf dikelompokkan berdasarkan pola penalaran, gaya ekspresi atau pengungkapan, dan berdasarkan tata letak atau urutan (Suladi, 2014). Pengelompokan paragraf berdasarkan pola penalaran didasari pada letak gagasan utama dalam pargraf tersebut. Berdasarkan letak gagasan utamanya, paragraf dibedakan menjadi lima, yaitu: a) Deduktif, gagasan utamanya terletak pada bagian awal; b) Induktif, gagasan utamanya terletak pada bagian akhir; c) Deduktif-Induktif, gagasan utamanya terletak pada bagian awal dan akhir paragraf; d) Interatif, gagasan utamanya terletak di tengah-tengah paragraf; dan e) Menyebar, paragraf yang tidak memiliki gagasan utama. Gagasan utamanya menyebar pada seluruh paragraf atau tersirat pada kalimat-kalimatnya. Pengelompokan paragraf berdasarkan gaya ekspresi atau pengungkapan didasari pada tujuan penulis dalam membuat tulisan. Paragraf berdasarkan gaya ekspresi atau pengungkapan dibedakan menjadi 5, yaitu: a) narasi, paragraf yang mengkisahkan atau menceritakan serangkaian kejadian sehingga bahasa yang digunakan berupa kalimat paparan; b) deskripsi, paragraf menggambarkan sejelas-jelasnya suatu objek, tempat, atau peristiwa sehingga penulis menggunakan kalimat yang singkat, padat, dan jelas; (c) eksposisi, paragraf memberikan informasi secara ilmiah guna memperluas pengetahuan pembaca mengenai suatu hal sehingga penulis menggunakan kalimat yang singkat, jelas, dan padat. Tujuan karangan eksposisi adalah memberi informasi dan tambahan pengetahuan bagi pembaca (Ariningsih dkk., 2012). d) persuasi, paragraf yang berisi ajakan atau bujukan sehingga penulis menggunakan bahasa semenarik mungkin agar dapat membuat pembaca terkesan. The final objective is that the reader or listener to do something, then it can be concluded that persuasion is also way to make decision. Those who receive persuasive have to get the confidence that their decision is the right decision, thoughtful, and done without coercion (Munirah, 2017); dan (e) argumentasi merupakan paragraf untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain agar pembaca percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis (Cahyaningrum dkk., 2017). Writing paragraphs of argument is an activity of creating paragraphs whose development patterns are based on arguments or reasons be delivered by the author. The argument paragraph includes facts, data, and arguments (Nasution, 2017). Suatu karangan umumnya terdiri atas bagian awal, bagian isi (inti), dan bagian akhir (Suladi, 2014). Paragraf dikelompokkan berdasarkan urutan didasari pada letak paragraf tersebut dalam suatu tulisan atau karangan. Berdasarkan urutan, paragraf dibedakan menjadi 3, yaitu: a) Paragraf pembuka, paragraf terletak di awal tulisan yang biasanya berupa gambaran umum dari suatu tulisan. Paragraf pembuka atau paragraf pengantar dibuat semenarik mungkin oleh penulis agar pembaca dapat tertarik untuk membaca karangan tersebut; (b) Paragraf isi, paragraf yang merupakan inti pokok pikiran penulis mengenai masalah yang dikemukakan. Dalam paragraf isi terdapat kalimat yang merupakan pengembang darii pokok pikiran dan ada pula kalimat yang berfungsi sebagai transisi atau peralihan gagasan; (c) Paragraf penutup, paragraf yang terletak di akhir sebuah tulisan yang berupa simpulan dari pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam paragraf isi. Paragraf penutup biasanya disajikan dalam bentuk penegasan kembali isi, ringkasan atau rangkuman gagasan, atau dalam bentuk simpulan dan saran. 8. Pengembangan Paragraf Kalimat merupakan hasil tuangan ide penulis dalam suatu karangan. Kalimat merupakan satuan kecil dalam sebuah karangan sedangkan paragraf merupakan satuan besar dalam sebuah karangan yang terdiri atas beberapa kalimat. Kalimat yang ada dalam sebuah paragraf saling bahu-membahu, bekerja sama untuk menerangkan, melukiskan, menguraikan, atau mengulas suatu gagasan yang menjadi subjek dalam paragraf itu, atau tema (jiwa) pembicaraannya. Seorang penulis dituntut memiliki wawasan yang luas agar dapat menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal dalam ekspresi ataupun komunikasi dalam tulisan (Sugono, 2009). Sebuah paragraf dikembangkan menurut sifatnya. Dalam buku Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Paragraf yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan satu pola tertentu dan dapat pula dengan kombinasi dua pola atau lebih. Ada beberapa metode pengembangkan paragraf, diantaranya kronologi, ilustrasi, definisi, analogi, pembandingan dan pengontrasan, sebab-akibat, pembatas satu persatu/contoh, repetisi, dan kombinasi. Pertama menggunakan metode kronologi. Kronologi ada 2 macam, yaitu kronologis waktu dan kronologis peristiwa. Kronologis waktu disusun berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa. Disajikan dalam plot linear (cerita dari awal hingga akhir secara rutut). Paragraf menggunakan kronologis peristiwa disusun mengutamakan urutan penting atau menariknya peristiwa. Penulis mendahulukan kejadian penting baru dilanjutkan ke hal-hal yang kurang penting pada bagian akhir atau penuls juga dapat mendahulukan perisitiwa kurang penting dan diakhiri dengan peristiwa penting. Kedua menggunakan metode ilustrasi. Pengembangan paragraf menggunakan ilustrasi dilakukan dengan penulis memaparkan keadaan berupa kesan yang ditangkap oleh inderanya yang dijabarkan dalam bentuk kata-kata agar pembaca memiliki gambaran dengan tulisan. Ketiga dengan menggunakan definisi. Penulis memberikan definisi bermaksud untuk memberikan sebuah definisi dari sesuatu dengan menggunakan kalimat-kalimat penjelas. Dalam menggunakan metode definisi alangkah baiknya penulis memberikan batasan-batasan yang jelas dan tepat. Tidak terlalu luas ataupun terlalu sempit. Keempat menggunakan analogi. Analogi digunakan penulis untuk memberi perbandingan terhadap kedua objek yang berbeda, tetapi memiliki kesamaan baik dari segi bentuk, asal-usul maupun fungsinya. Analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang sudah dikenal umum dengan yang tidak atau kurang dikenal umum. Gunanya untuk menjelaskan hal yang kurang dikenal tersebut. Kelima menggunakan pembandingan dan pengontrasan. Suatu paragraf dikembangkan dengan menggunkan teknik ini dikarenakan penulis ingin menunjukkan kesamaan atau perbedaan antara dua orang, objek, atau gagasan dalam segi-segi tertentu. Keenam dengan menggunakan metode sebab-akibat. Sebab-akibat digunakan penulis untuk mengemukakan alasan yang masuk akal, memerikan suatu proses, menerangkan alasan mengapa sesuatu terjadi demikian, dan meramalkan runtunan peristiwa yang akan datang. Ketujuh menggunakan pembatas satu persatu/contoh. Penulis dalam mengembangkan paragraf dapat memberikan contoh-contoh konkret yang mendukung gagasan utama untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi dari paragraf tersebut. Sebuah generalisasi yang terlalu umum sifatnya agar dapat memberikan penjelasan kepada pembaca, kadang- kadang memerlukan contoh-contoh yang konkret. Kedelapan menggunakan repetisi. Repetisi merupakan pengulangan kata/frasa yang menjalankan fungsi sebagai alat mementingkan dan memeroleh efek-efek tertentu. Dalam dunia tulis-menulis, repetisi sebagai majas berbeda dengan repetisi sebagai bentuk kelemahan menulis dari para penulis pemula. Maksudnya, repetisi sebagai majas merupakan bentuk pengulangan untuk mementingkan konstituen- konstituen tertentu. Kesembilan dengan menggunakan kombinasi. Pengembangan jenis ini banyak digunakan oleh penulis dimana dalam pengembangan jenis ini penulis melakukan kombinasi beberapa metode dalam mengembangkan paragraf. 9. Pola Penalaran dalam Menulis Paragraf Penalaran adalah proses berpikir seseorang untuk memperoleh pengetahuan atau bahkan kesimpulan baik itu bersifat ilmiah ataupun non ilmiah. Dalam proses berpikir itu seseorang menghubung-hubungkan data atau fakta hingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta itu kemudian dinalar dan data yang dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Seseorang akan menerima data atau fakta yang benar dan menolak data yang tidak benar. Berdasarkan pengamatan yang sejenis, juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis. Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau proposisi yang dianggap benar, orang akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses menghubungkan sejumlah pengamatan seperti itulah yang disebut menalar (Suladi, 2014). Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan (Suriasumantri, 2005). Menulis paragraf dapat dilakukan melaui dua penalaran yaitu penalaran secara induktif dan penalaran secara deduktif. Penalaran induktif adalah suatu proses pernalaran untuk menarik simpulan berdasarkan fakta, asumsi, atau andaian yang bersifat khusus. Pernalaran induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan, teori, atau kaidah yang berlaku umum yang berupa generalisasi, simpulan, atau rampatan. Ada tiga jenis pengambilan simpulan berdasarkan pernalaran induktif ini, yaitu dengan analogi (penyimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta), generalisasi (penarikan kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa), dan hubungan kausal (sebab-akibat dari gejala- gejala yang berhubungan). Penalaran deduktif merupakan penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Penarikan simpulan secara deduktif ini dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Ada dua jenis pernalaran deduktif dengan penarikan simpulan tidak langsung, yaitu silogisme dan entimen. Dalam silogisme ini penyimpulan pengetahuan yang baru diambil secara sistematis dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu. Silogisme disebut juga cara menarik simpulan dari premis-premis umum dan khusus. Entiem merupakan suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami. DAFTAR PUSTAKA Andyani, N., Saddhono, K., & Mujyanto, Yant. (2016). Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Eksplanasi dengan Menggunakan Media Audiovisual pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 4(2), 161-174. ISSN I2302-6405 Ariningsih, N. E., Sumarwati, & Saddhono, K., (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia dalam Karangan Eksposisi Siswa Sekolah Menengah Atas. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 1(1), 40-53. ISSN I2302-6405 Cahyaningrum, F., Andayani, & Saddhono, K. (2018). Peningkatan Keterampilan Menulis Argumentasi Melalui Model Think Pair Share dan Media Audiovisual pada Siswa Kelas X-10 SMA Negeri Kebakkramat. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 3(1), 44-55. DOI : 10.24832/jpnk.v3i1.605 Hakim, Arief. (2005). Kiat Menulis Artikel Media. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia. Helaluddin. (2016). Penerapan Strategi ‘Catalisting’ dalam Menulis Paragraf Prosedural. Dialektika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3(2), 216-228. DOI: http://dx.doi.org/10.15408/dialektika.v3i2.5185 Indriyastuti, A. (2018). Peningkatan Keterampilan Menulis Descriptive Text dengan Menggunakan Media Magic Cord pada Mata Pelajaran Bahsa Inggris di Kelas X. Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya, 8(1), 56-74. DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.1.2018.56-74 Jalaluddin & Napitupulu F. D. (2016). Low-Stake Writing For The Short-Paragraph Writing Skill Of Semester Five Students Of Amik Tunas Bangsa Pematangsiantar. IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME), 6(2), 1-5. DOI: 10.9790/7388- 06210105. Keraf, Gorys. (2001). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kosasih. (2012). Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Yrama Widya. Mahargyani, A. D., Waluyo, H., & Saddhono K. (2012). Peningkatan Kemampuan Menulis Deskripsi dengan Menggunakan Metode Field Trip pada Siswa Sekolah Dasar. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 1(1), 138- 162. ISSN I2302-6405. Muluneh, T. K. (2018). Improving Students’ Paragraph Writing Skill through Task-Based Approach. Arts and Social Sciences Journal, 9(3), 1-4. DOI: 10.4172/2151- 6200.1000351 Mulyati. (2015). Terampil Berbahasa Indonesia untuk Pergurun Tinggi. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP. Munirah & Hardian. (-), Pengaruh Kemampuan Kosakata dan Struktur Kalimat Terhadap Kemampuan Menulis Paragraf Deskripsi Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 16(1), 78-87. DOI: http://dx.doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v15i2 Munirah. (2017). The Effectiveness of Concept Sentence Model toward Writing Skill of Persuasive Paragraph. Theory and Practice in Language Studies, 7(2), 112-121. DOI: http://dx.doi.org/10.17507/tpls.0702.04 Murtono. (2010). Menuju Kemahiran Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press. Nasution, I. W., Manurung, B., & Gultom T., (2017). Comparison of Metacognitive and Scientific Writing Skills of Students at Ecology Topic Learned by Project-Based Learning and Guided Discovery Learning Models. International Journal of Humanities Social Sciences and Education (IJHSSE), 4(11), 159-166. http://dx.doi.org/10.20431/2349-0381.0411018 Oktaria, Dinari., Andayani, & Saddhono K. (2017). Penguasaan Kalimat Efektif sebagai Kunci Peningkatan Keterampilan Menulis Eksposisi. Metalingua, 15(2), 165-177. Sari, Kartika., Zuela, M. S., & Boeriswati Endry. (2017). Keterampilan Membaca Cepat melalui Metode Resitasi. Jurnal Pendidikan Dasar, 8(2), 79-88. DOI: doi.org/10.21009/JPD.082.08 Sugono, D. (2009). Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Suladi. (2014). Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Paragraf. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sulistyo., Tri, E., & Suhita, R. (2015). Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Surakarta: UPT UNS Press. Suriasumantri, J. (2005). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sutama, I M. (2016). Pembelajaran Menulis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Tarigan, H. (1986). Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Tarsito. Wijayanto, A. (2006). Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Gramedia.