Anda di halaman 1dari 11

Menulis Paragraf

1. Keterampilan Dasar Berbahasa


Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempunyai peran penting di dalam berkomunikasi
baik secara lisan maupun tulisan. Keraf (dalam Murinah, 2016) mengungkapkan bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok
sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia kita berharap agar dapat memiliki keterampilan bahasa yang baik melalui
menyimak, berbicara, membaca dan menulis (Sari, 2017). Bahasa Indonesia di dalam proses
pembelajaran merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan pada tingkat
pendidikan dasar, menengah, sampai jenjang perguruan tinggi. Kompetensi berbahasa sendiri
terdiri dari empat aspek berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara,
keterampilan membaca, dan keterampilan menulis (Andyani dkk., 2016).
Kemampuan berkomunikasi yang mendasar adalah kemampuan mengungkapkan
makna dan pesan termasuk kemampuan menafsirkan, menilai, dan mengekspresikan diri
dengan bahasa. Keterampilan berbahasa yang diajarkan di sekolah mencakup empat aspek,
yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Setiap keterampilan itu erat sekali
berhubungan dengan keterampilan yang lain. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya
merupakan satu kesatuan, atau biasa disebut dengan catur tunggal. Setiap keterampilan itu
erat pula berhubungan dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa
seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah
dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat dikuasai dengan jalan praktik dan
latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir (Dawson,
1963).
2. Hakikat Menulis
Menulis merupakan suatu proses menuangkan suatu ide atau pikiran yang
disampaikan dalam bahasa tulis. Tarigan (1986: 15) menyatakan bahwa menulis dapat
diartikan sebagai kegiatan menuangkan ide atau gagasan dengan menggunakan bahasa tulis
sebagai media penyampai. Sulistyo dalam buku Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi mengutip pendapat Burhan Nurgiyantoro bahwa menulis adalah aktivitas aktif
produktif, yaitu aktivitas menghasilkan bahasa. Sejalan dengan itu White dan Arndt
berpendapat menulis bukanlah sekadar menuliskan bahasa ke dalam lambang tulisan
melainkan suatu proses berpikir yang mengandung kebenaran (Sulistyo, 2015). Menulis
merupakan upaya mengekspresikan yang dilihat, dialami, dirasakan, dan dipikirkan ke dalam
bahasa tulis, informasi-informasi dan ide-ide tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan
(Hakim, 2005). Menulis dapat bermanfaat bagi seseorang untuk mengungkapkan gagasan
agar dibaca dan dipahami oleh pembaca. Dengan menulis, seseorang mampu mengungkapkan
gagasan secara sistematis, jelas, logis, serta mampu berkomunikasi sesuai dengan konteks.
Selain itu, melalui kegiatan menulis, gagasan yang diungkapkan dapat diketahui oleh banyak
orang sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas (Oktaria dkk., 2017).
Bila dibandingkan dengan tiga kompetensi berbahasa lainnya, keterampilan menulis
termasuk dalam kategori keterampilan yang membutuhkan bakat dan praktik yang
berkesinambungan. Keterampilan ini tidak kalah penting dengan keterampilan menyimak,
keterampilan membaca, dan keterampilan berbicara. Menulis merupakan jenis keterampilan
produktif. Writing skill is more inclined towards the practice rather than to the theory. It
does not mean that the discussion of writing theory is sown in the teaching of writing. The
comparison between practice and theory should be more practice rather than theory
(Nurmayani, 2016). Writing skill is mechanistic. It means that the mastery of writing skill
must be through training or practice. In other words, it requires more and more activities to
write, and then someone is more capable to write (Munirah, 2017). In addition, writing is a
developmental process that can be observed and encouraged. It takes time for students to
achieve competency as they move through characteristic stages from scribbling to
conventional spelling (Muluneh, 2018).
3. Tahapan Menulis
Menulis merupakan kemampuan yang paling akhir dikuasai setelah peserta didik
mampu menyimak, berbicara, dan membaca. Hal tersebut tidak mengherankan karena dalam
menulis, peserta didik diharuskan untuk menguasai berbagai unsur kebahasaan dan unsur di
luar bahasa itu sendiri sehingga tulisan yang dihasilkan dapat runtut dan padu, kohesif, dan
kohern (Mahargyani dkk., 2012). Menulis merupakan keterampilan mengolah dan menyusun
kata-kata yang melalui berbagai macam tahapan agar menjadi tulisan yang baik. Tahapan
menulis dibagi menjadi 3, yaitu: (a) tahap prapenulis, (b) tahap penulisan, dan (c) tahap pasca
penulisan (Sulistyo, 2015).
Sulistyo mengutip pendapat dari Poet dan Gill (1986) yang menyatakan bahwa tahap
prapenulis merupakan fase mencari, menemukan, dan mengingat kembali pengetahuan atau
pengalaman yang dimiliki penulis untuk dapat dituangkan dalam sebuah tulisan yang baik.
Pada tahap ini seorang penulis menentukan topik, merumuskan judul, mengumpulkan bahan
tulisan, dan membuat kerangka karangan. Tahap ini sangat penting untuk dipersiapkan
dengan sangat baik oleh penulis karena tahap ini sangat berpengaruh terhadap tahapan
selanjutnya.
Pada tahap penulisan penulis mengembangkan kerangka yang telah dibuat. Dalam
pengembangan kerangka tersebut penulis berupaya memilih dan menjalin kosa kata ke dalam
kalimat efektif sehingga membentuk paragraf yang memiliki kepaduan dan kesatuan. Tahap
terakhir merupakan tahap dimana penulis melakukan revisi (perbaikan) terhadap tulisannya.
Perbaikan mencakup bahasa dan isi tulisan. Perbaikan bahasa meliputi perbaikan ejaan,
pilihan kata, maupun perumusan kalimat efektif. Sedangkan perbaikan isi meliputi kesatuan
dan kepaduan antar paragraf yang ada dalam tulisan serta kelogisan isi karangan. Perbaikan
dan revisi yang dilakukan itulah yang disebut dengan tahap pasca penulisan.
Menentukan topik, merumuskan judul, mengumpulkan bahan tulisan, dan membuat
kerangka karangan merupakan bagian dari tahap prapenulis. Pada tahap penulisan, penulis
mengembangkan kerangka ke dalam paragraf-paragraf yang terdiri atas beberapa kalimat.
Tahap pasca penulisan merupakan tahap dimana penulis meninjau kembali tulisannya dari
segi bahasa (perbaikan ejaan, diksi, dan keefektifan kalimat) maupun isi (kesatuan, kepaduan,
dll.) agar menjadi tulisan yang baik.
4. Hakikat Paragraf
Segala jenis tulisan tidak lepas dari adanya paragraf. Paragraf adalah gabungan dari
beberapa kalimat yang saling berhubungan dan memiliki keterkaitan antara kalimat satu
dengan kalimat lainnya. Paragraf dibatasi sebagai himpunan kalimat-kalimat yang bertalian
dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan (Keraf, 2001). Menurut Gani
(2013: 21) paragraf adalah bagian-bagian dari kalimat-kalimat yang berhubung-hubungan
secara utuh dan padu serta merupakan kesatun pikiran. Di bidang bentuk pada umumnya
paragraf terdiri dari sejumlah kalimat. Kalimat itu kait-mengait sehingga membentuk suatu
kesatuan. Di bidang makna, paragraf itu merupakan suatu informasi yang memiliki ide pokok
sebagai pengendalinya.
Paragraf adalah merupakan ide pokok yang dikembangkan oleh kalimat-kalimat
penjelas yang merupakan ide-ide penjelasan baik secara deduktif maupun induktif, secara
sebab-akibat atau akibat sebab (Soejito, 2006). Pengembangan tersebut dapat dilakukan
dengan cara menentukan kata-kata kunci, kemudian kata-kata kunci disusun menjadi kalimat,
dan kalimat-kalimat itu disusun menjadi paragraf. Paragraf merupakan suatu piranti untuk
berkomunikasi secara tertulis, yakni komunikasi antara penulis dengan pembaca. Seorang
penulis menyatakan gagasan/pikirannya dalam tulisan, sehingga seorang pembaca dapat
mengerti ide sedikit demi sedikit hingga keseluruhan kalimat dalam paragraf (Syafi'ie, 2010).
5. Unsur Pembentuk Paragraf
Unsur pembentuk paragraf terdiri dari empat, yaitu: gagasan pokok/utama, kalimat
topik, kalimat penjelas atau pendukung, dan kalimat transisi atau konjungsi. Gagasan utama
adalah unsur terpenting dalam suatu paragraf karena merupakan gambaran dari keseluruhan
isi dalam sebuah paragraf (Suladi, 2014). Topik paragraf berupa gagasan pengarang maupun
suatu masalah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dengan adanya gagasan utama, para
pembaca dapat mengerti isi keseluruhan dari paragraf tersebut. Maka dari itu sebelum
membuat paragraf, penulis harus menentukan gagasan utama terlebih dahulu. Kalimat utama
merupakan sebuah kalima yang di dalamnya terdapat gagasan utama. Kalimat utama masih
dapat diuraikan kembali menjadi kalimat kalimat penjelas. Setiap paragraf biasanya hanya
memiliki satu kalimat utama. Kalimat utama bisa terletak di bagian awal paragraf, awal dan
akhir paragraf, di tengah paragraf, serta di akhir paragraf. Unsur pembentuk paragraf ketiga
ialah kalimat penjelas atau kalimat pendukung. Kalimat pendukung ialah sebuah kalimat
yang berisi gagasan penjelas. Kalimat penjelas berguna untuk mendukung dan menguatkan
gagasan utama. Kalimat pendukung biasanya berupa opini, fakta, contoh, dan sebagainya.
Antara kalimat penjelas dengan kalimat utama harus saling berkaitan satu sama lain agar
tercipta paragraf yang baik dan koheren. Unsur pembentuk paragraf terakhir ialah transisi.
Transisi atau  konjungsi berguna untuk menyusun kalimat kalimat dalam paragraf. Konjungsi
tersebut dapat dibagi menjad dua macam yaitu konjungsi intra kalimat dan konjungsi antar
kalimat. Konjungsi intra kalimat merupakan kata yang digunakan untuk menyambung induk
kalimat dengan anak kalimat. Sementara konjungsi antar kalimat merupakan kata yang
menyambungkan kalimat kalimat dalam paragraf.
Gagasan pokok/utama, kalimat topik, kalimat penjelas atau pendukung. Keempat
unsur pembentuk paragraf tersebut tersusun atas beberapa penanda kebahasaan. Mulyati
(2015) mengungkapkan beberapa penanda kebahasaan yang dapat digunakan untuk
membangun paragraf yaitu penunjukan, penggantian, pelepasan, perangkaian. Penunjukan,
yaitu penggunaan kata untuk menunjukkan/mengacu atau suatu acuan yang sudah disebutkan.
Misalnya: itu, tersebut, demikian, ini. Penggantian yaitu penanda hubungan kalimat yang
menggunakan kata lain yang sudah disebutkan sebelumnya. Misalnya: dia, mereka, sana, sini.
Pelepasan yaitu melepaskan/menghilangkan unsur suatu kalimat berikutnya karena kehadiran
unsur penghematan atau efektifitas. Perangkaian yaitu penggunaan kata-kata
perangkai/transisi untuk menghubungkan antarkalimat dalam paragraf. Misalnya: seperti,
sebaiknya, walaupun demikian, oleh karena itu.
6. Aspek Penyusun Paragraf
Penulis tidak boleh asal-asalan dalam membuat dan menyusun paragraf. Paragraf pada
dasarnya dibuat oleh penulis untuk mempermudah pembaca dalam menangkap informasi
(Sulistyo, 2015). Oleh karenanya ada beberapa aspek yang harus diperhatikan sebelum
menyusun paragraf. Aspek-aspek tersebut yaitu: 1) kesatuan, 2) kepaduan, 3) kelengkapan
dan ketuntasan, 4) kerututan, dan 5) konsistensi.
Kesatuan dalam paragraf mengandung makna kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf
selalu relevan dengan topik yang dikembangkan. Dengan kata lain sebuah paragraf dikatakan
memiliki kesatuan apabila kalimat-kalimat dalam paragraf tersebut saling berkaitan
mendukung satu ide pokok. Kepaduan dalam paragraf ditandai dengan adanya hubungan
timbal balik antara kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf. Hubungan timbal balik tersebut
berfungsi untuk membangun paragraf yang koheren sehingga udah dipahami oleh pembaca.
Kelengkapan sebuah paragraf ditandai dengan hadirnya kalimat-kalimat penjelas yang cukup
untuk menunjang kejelasan kalimat topik. Tidak ada ketentuan yang pasti tentang berapa
jumlah kalimat penjelas dalam paragraf agar sebuah paragraf dikatakan lengkap.
Keruntutan dimana informasi atau ide yang disampaikan diuraikan secara runtut tidak
melompat-lompat. Tujuan informasi diuraikan secara runtut adalah agar pembaca mudah
mengikuti jalan pikiran penulis (Suladi, 2014). Sementara konsistensi merupakan
kemantapan penulis membuat sudut pandang terhadap karangannya. Sebuah paragraf lebih
baik hanya menggunakan satu saja sudut pandang agar bisa terfokus dalam membuat paragraf
maupun karangan. Konsistensi atau penetapan sudut pandang penulis itulah yang membuat
penulis dapat memilih gaya penulisan bahasa dari awal sampai akhir karangan.
7. Jenis-jenis Paragraf
Paragraf adalah gabungan dari beberapa kalimat yang saling berhubungan dan
memiliki keterkaitan antara kalimat satu dengan kalimat lainnya. Paragraf memiliki banyak
jenisnya (Wijayanto, 2006). Secara garis besar paragraf dikelompokkan berdasarkan pola
penalaran, gaya ekspresi atau pengungkapan, dan berdasarkan tata letak atau urutan (Suladi,
2014). Pengelompokan paragraf berdasarkan pola penalaran didasari pada letak gagasan
utama dalam pargraf tersebut. Berdasarkan letak gagasan utamanya, paragraf dibedakan
menjadi lima, yaitu: a) Deduktif, gagasan utamanya terletak pada bagian awal; b) Induktif,
gagasan utamanya terletak pada bagian akhir; c) Deduktif-Induktif, gagasan utamanya
terletak pada bagian awal dan akhir paragraf; d) Interatif, gagasan utamanya terletak di
tengah-tengah paragraf; dan e) Menyebar, paragraf yang tidak memiliki gagasan utama.
Gagasan utamanya menyebar pada seluruh paragraf atau tersirat pada kalimat-kalimatnya.
Pengelompokan paragraf berdasarkan gaya ekspresi atau pengungkapan didasari pada
tujuan penulis dalam membuat tulisan. Paragraf berdasarkan gaya ekspresi atau
pengungkapan dibedakan menjadi 5, yaitu: a) narasi, paragraf yang mengkisahkan atau
menceritakan serangkaian kejadian sehingga bahasa yang digunakan berupa kalimat paparan;
b) deskripsi, paragraf menggambarkan sejelas-jelasnya suatu objek, tempat, atau peristiwa
sehingga penulis menggunakan kalimat yang singkat, padat, dan jelas; (c) eksposisi, paragraf
memberikan informasi secara ilmiah guna memperluas pengetahuan pembaca mengenai suatu
hal sehingga penulis menggunakan kalimat yang singkat, jelas, dan padat. Tujuan karangan
eksposisi adalah memberi informasi dan tambahan pengetahuan bagi pembaca (Ariningsih
dkk., 2012). d) persuasi, paragraf yang berisi ajakan atau bujukan sehingga penulis
menggunakan bahasa semenarik mungkin agar dapat membuat pembaca terkesan. The final
objective is that the reader or listener to do something, then it can be concluded that
persuasion is also way to make decision. Those who receive persuasive have to get the
confidence that their decision is the right decision, thoughtful, and done without coercion
(Munirah, 2017); dan (e) argumentasi merupakan paragraf untuk mempengaruhi sikap dan
pendapat orang lain agar pembaca percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh penulis (Cahyaningrum dkk., 2017). Writing paragraphs of argument is an
activity of creating paragraphs whose development patterns are based on arguments or
reasons be delivered by the author. The argument paragraph includes facts, data, and
arguments (Nasution, 2017).
Suatu karangan umumnya terdiri atas bagian awal, bagian isi (inti), dan bagian akhir
(Suladi, 2014). Paragraf dikelompokkan berdasarkan urutan didasari pada letak paragraf
tersebut dalam suatu tulisan atau karangan. Berdasarkan urutan, paragraf dibedakan menjadi
3, yaitu: a) Paragraf pembuka, paragraf terletak di awal tulisan yang biasanya berupa
gambaran umum dari suatu tulisan. Paragraf pembuka atau paragraf pengantar dibuat
semenarik mungkin oleh penulis agar pembaca dapat tertarik untuk membaca karangan
tersebut; (b) Paragraf isi, paragraf yang merupakan inti pokok pikiran penulis mengenai
masalah yang dikemukakan. Dalam paragraf isi terdapat kalimat yang merupakan
pengembang darii pokok pikiran dan ada pula kalimat yang berfungsi sebagai transisi atau
peralihan gagasan; (c) Paragraf penutup, paragraf yang terletak di akhir sebuah tulisan yang
berupa simpulan dari pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam paragraf isi. Paragraf penutup
biasanya disajikan dalam bentuk penegasan kembali isi, ringkasan atau rangkuman gagasan,
atau dalam bentuk simpulan dan saran.
8. Pengembangan Paragraf
Kalimat merupakan hasil tuangan ide penulis dalam suatu karangan. Kalimat
merupakan satuan kecil dalam sebuah karangan sedangkan paragraf merupakan satuan besar
dalam sebuah karangan yang terdiri atas beberapa kalimat. Kalimat yang ada dalam sebuah
paragraf saling bahu-membahu, bekerja sama untuk menerangkan, melukiskan, menguraikan,
atau mengulas suatu gagasan yang menjadi subjek dalam paragraf itu, atau tema (jiwa)
pembicaraannya. Seorang penulis dituntut memiliki wawasan yang luas agar dapat
menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal dalam ekspresi ataupun komunikasi dalam
tulisan (Sugono, 2009). Sebuah paragraf dikembangkan menurut sifatnya. Dalam buku Seri
Penyuluhan Bahasa Indonesia: Paragraf yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan satu
pola tertentu dan dapat pula dengan kombinasi dua pola atau lebih. Ada beberapa metode
pengembangkan paragraf, diantaranya kronologi, ilustrasi, definisi, analogi, pembandingan
dan pengontrasan, sebab-akibat, pembatas satu persatu/contoh, repetisi, dan kombinasi.
Pertama menggunakan metode kronologi. Kronologi ada 2 macam, yaitu kronologis
waktu dan kronologis peristiwa. Kronologis waktu disusun berdasarkan urutan waktu
terjadinya peristiwa. Disajikan dalam plot linear (cerita dari awal hingga akhir secara rutut).
Paragraf menggunakan kronologis peristiwa disusun mengutamakan urutan penting atau
menariknya peristiwa. Penulis mendahulukan kejadian penting baru dilanjutkan ke hal-hal
yang kurang penting pada bagian akhir atau penuls juga dapat mendahulukan perisitiwa
kurang penting dan diakhiri dengan peristiwa penting. Kedua menggunakan metode ilustrasi.
Pengembangan paragraf menggunakan ilustrasi dilakukan dengan penulis memaparkan
keadaan berupa kesan yang ditangkap oleh inderanya yang dijabarkan dalam bentuk kata-kata
agar pembaca memiliki gambaran dengan tulisan.
Ketiga dengan menggunakan definisi. Penulis memberikan definisi bermaksud untuk
memberikan sebuah definisi dari sesuatu dengan menggunakan kalimat-kalimat penjelas.
Dalam menggunakan metode definisi alangkah baiknya penulis memberikan batasan-batasan
yang jelas dan tepat. Tidak terlalu luas ataupun terlalu sempit. Keempat menggunakan
analogi. Analogi digunakan penulis untuk memberi perbandingan terhadap kedua objek yang
berbeda, tetapi memiliki kesamaan baik dari segi bentuk, asal-usul maupun fungsinya.
Analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang sudah dikenal umum
dengan yang tidak atau kurang dikenal umum. Gunanya untuk menjelaskan hal yang kurang
dikenal tersebut. Kelima menggunakan pembandingan dan pengontrasan. Suatu paragraf
dikembangkan dengan menggunkan teknik ini dikarenakan penulis ingin menunjukkan
kesamaan atau perbedaan antara dua orang, objek, atau gagasan dalam segi-segi tertentu.
Keenam dengan menggunakan metode sebab-akibat. Sebab-akibat digunakan penulis untuk
mengemukakan alasan yang masuk akal, memerikan suatu proses, menerangkan alasan
mengapa sesuatu terjadi demikian, dan meramalkan runtunan peristiwa yang akan datang.
Ketujuh menggunakan pembatas satu persatu/contoh. Penulis dalam mengembangkan
paragraf dapat memberikan contoh-contoh konkret yang mendukung gagasan utama untuk
mempermudah pembaca dalam memahami isi dari paragraf tersebut. Sebuah generalisasi
yang terlalu umum sifatnya agar dapat memberikan penjelasan kepada pembaca, kadang-
kadang memerlukan contoh-contoh yang konkret. Kedelapan menggunakan repetisi. Repetisi
merupakan pengulangan kata/frasa yang menjalankan fungsi sebagai alat mementingkan dan
memeroleh efek-efek tertentu. Dalam dunia tulis-menulis, repetisi sebagai majas berbeda
dengan repetisi sebagai bentuk kelemahan menulis dari para penulis pemula. Maksudnya,
repetisi sebagai majas merupakan bentuk pengulangan untuk mementingkan konstituen-
konstituen tertentu. Kesembilan dengan menggunakan kombinasi. Pengembangan jenis ini
banyak digunakan oleh penulis dimana dalam pengembangan jenis ini penulis melakukan
kombinasi beberapa metode dalam mengembangkan paragraf.
9. Pola Penalaran dalam Menulis Paragraf
Penalaran adalah proses berpikir seseorang untuk memperoleh pengetahuan atau
bahkan kesimpulan baik itu bersifat ilmiah ataupun non ilmiah. Dalam proses berpikir itu
seseorang menghubung-hubungkan data atau fakta hingga sampai pada suatu simpulan. Data
atau fakta itu kemudian dinalar dan data yang dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar.
Seseorang akan menerima data atau fakta yang benar dan menolak data yang tidak benar.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis, juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis.
Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau proposisi yang dianggap benar, orang
akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses
menghubungkan sejumlah pengamatan seperti itulah yang disebut menalar (Suladi, 2014).
Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan (Suriasumantri, 2005). Menulis paragraf dapat dilakukan melaui dua penalaran
yaitu penalaran secara induktif dan penalaran secara deduktif.
Penalaran induktif adalah suatu proses pernalaran untuk menarik simpulan
berdasarkan fakta, asumsi, atau andaian yang bersifat khusus. Pernalaran induktif ini
berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan, teori, atau kaidah yang berlaku
umum yang berupa generalisasi, simpulan, atau rampatan. Ada tiga jenis pengambilan
simpulan berdasarkan pernalaran induktif ini, yaitu dengan analogi (penyimpulan
berdasarkan kesamaan data atau fakta), generalisasi (penarikan kesimpulan mengenai semua
atau sebagian dari gejala atau peristiwa), dan hubungan kausal (sebab-akibat dari gejala-
gejala yang berhubungan).
Penalaran deduktif merupakan penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip
atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Penarikan
simpulan secara deduktif ini dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Ada
dua jenis pernalaran deduktif dengan penarikan simpulan tidak langsung, yaitu silogisme dan
entimen. Dalam silogisme ini penyimpulan pengetahuan yang baru diambil secara sistematis
dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu. Silogisme disebut juga cara
menarik simpulan dari premis-premis umum dan khusus. Entiem merupakan suatu proses
penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Andyani, N., Saddhono, K., & Mujyanto, Yant. (2016). Peningkatan Kemampuan Menulis
Teks Eksplanasi dengan Menggunakan Media Audiovisual pada Siswa Sekolah
Menengah Pertama. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan
Pengajarannya, 4(2), 161-174. ISSN I2302-6405
Ariningsih, N. E., Sumarwati, & Saddhono, K., (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa
Indonesia dalam Karangan Eksposisi Siswa Sekolah Menengah Atas. BASASTRA Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 1(1), 40-53. ISSN I2302-6405
Cahyaningrum, F., Andayani, & Saddhono, K. (2018). Peningkatan Keterampilan Menulis
Argumentasi Melalui Model Think Pair Share dan Media Audiovisual pada Siswa Kelas
X-10 SMA Negeri Kebakkramat. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 3(1), 44-55.
DOI : 10.24832/jpnk.v3i1.605
Hakim, Arief. (2005). Kiat Menulis Artikel Media. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.
Helaluddin. (2016). Penerapan Strategi ‘Catalisting’ dalam Menulis Paragraf Prosedural.
Dialektika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3(2),
216-228. DOI: http://dx.doi.org/10.15408/dialektika.v3i2.5185
Indriyastuti, A. (2018). Peningkatan Keterampilan Menulis Descriptive Text dengan
Menggunakan Media Magic Cord pada Mata Pelajaran Bahsa Inggris di Kelas X. Lensa:
Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya, 8(1), 56-74. DOI:
https://doi.org/10.26714/lensa.8.1.2018.56-74
Jalaluddin & Napitupulu F. D. (2016). Low-Stake Writing For The Short-Paragraph Writing
Skill Of Semester Five Students Of Amik Tunas Bangsa Pematangsiantar. IOSR Journal
of Research & Method in Education (IOSR-JRME), 6(2), 1-5. DOI: 10.9790/7388-
06210105.
Keraf, Gorys. (2001). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kosasih. (2012). Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Yrama Widya.
Mahargyani, A. D., Waluyo, H., & Saddhono K. (2012). Peningkatan Kemampuan Menulis
Deskripsi dengan Menggunakan Metode Field Trip pada Siswa Sekolah Dasar.
BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 1(1), 138-
162. ISSN I2302-6405.
Muluneh, T. K. (2018). Improving Students’ Paragraph Writing Skill through Task-Based
Approach. Arts and Social Sciences Journal, 9(3), 1-4. DOI: 10.4172/2151-
6200.1000351
Mulyati. (2015). Terampil Berbahasa Indonesia untuk Pergurun Tinggi. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP.
Munirah & Hardian. (-), Pengaruh Kemampuan Kosakata dan Struktur Kalimat Terhadap
Kemampuan Menulis Paragraf Deskripsi Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra, 16(1), 78-87. DOI: http://dx.doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v15i2
Munirah. (2017). The Effectiveness of Concept Sentence Model toward Writing Skill of
Persuasive Paragraph. Theory and Practice in Language Studies, 7(2), 112-121. DOI:
http://dx.doi.org/10.17507/tpls.0702.04
Murtono. (2010). Menuju Kemahiran Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press.
Nasution, I. W., Manurung, B., & Gultom T., (2017). Comparison of Metacognitive and
Scientific Writing Skills of Students at Ecology Topic Learned by Project-Based
Learning and Guided Discovery Learning Models. International Journal of Humanities
Social Sciences and Education (IJHSSE), 4(11), 159-166.
http://dx.doi.org/10.20431/2349-0381.0411018
Oktaria, Dinari., Andayani, & Saddhono K. (2017). Penguasaan Kalimat Efektif sebagai
Kunci Peningkatan Keterampilan Menulis Eksposisi. Metalingua, 15(2), 165-177.
Sari, Kartika., Zuela, M. S., & Boeriswati Endry. (2017). Keterampilan Membaca Cepat
melalui Metode Resitasi. Jurnal Pendidikan Dasar, 8(2), 79-88. DOI:
doi.org/10.21009/JPD.082.08
Sugono, D. (2009). Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Umum.
Suladi. (2014). Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Paragraf. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sulistyo., Tri, E., & Suhita, R. (2015). Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.
Surakarta: UPT UNS Press.
Suriasumantri, J. (2005). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Sutama, I M. (2016). Pembelajaran Menulis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tarigan, H. (1986). Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Tarsito.
Wijayanto, A. (2006). Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai