Anda di halaman 1dari 38

Case Report Session (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A219043

**Pembimbing

Pendarahan Intracranial e.c


Acquired Prothrombin Complex Deficiency
(APCD)
Albertus A.S. Prabono, S.Ked* dr. Hj Erni Zainuddin,Sp.Rad**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN RADIOLOGI
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session (CRS)

Pendarahan Intracranial e.c


Acquired Prothrombin Complex Deficiency
(APCD)

DISUSUN OLEH

Albertus Ari Setyo Prabono, S.Ked

G1A219043

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior


Bagian Radiologi RSUD Raden Mattaher/ Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Januari 2020

PEMBIMBING

dr. Hj Erni Zainuddin,Sp.Rad

2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga telaah
jurnal atau Case Report Session (CRS) yang berjudul “Pendarahan
Intracranial e.c Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD)” ini
dapat terselesaikan. Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat
dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Radiologi
RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj Erni
Zainuddin,Sp.Rad selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini
dan khususnya pembimbing dalam Studi Kasus ini. Penulis menyadari
bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar lebih baik
kedepannya. Akhir kata, semoga telaah jurnal ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Jambi, Januari 2020

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga


sebagai Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih
dikenal dengan Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD).
PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan
karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K
(faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar
fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini
akan segera membaik dengan pemberian vitamin K. 1

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Towsend pada tahun


1894 sebagai perdarahan dar berbagai tempat pada bayi sehat tanpa
trauma,asfiksia, ataupun infeksi pada hari pertama sampai kelima
kehidupan. Hubungan antara defisiensi vitamin K dengan adanya
perdarahan spontan diperhatikan pertama kali oleh Dam pada tahun 1929,
sedangkan hubungan antara defisiensi vitamin K dengan HDN
dikemukakan pertama kali oleh Brinkhous dkk pada tahun 1937. 2

The American Academy of Pediatrics (AAP) pada tahun 1961


memberi batasan pada HDN sebagai suatu penyakit perdarahan yang
terjadi pada hari-hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin K dan ditandai oleh kekurangan protrombin,
prokonvertin dan mungkin juga faktor-faktor lain. Batasan awal berubah
menjadi Vitamin K Dependent Bleeding (VKDB)/ atau perdarahan akibat
defisiensi vitamin K (PDVK). 2

Angka kejadian HDN pada bayi yang tidak mendapat vitamin K


profilaksis diberbagai Negara dilaporkan berbeda-beda. Beberapa

4
penelitian menunjukkan bahwa kejadian HDN lebih sering didapatkan
pada bayi-bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) dibandingkan dengan
yang mendapat susu formula. Angka kejadian HDN berkisar antara 1 tiap
200 sampai tiap 400 kelahiran pada bayi-bayi yang tidak mendapat
vitamin K profilaksis. 2

Survey di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81%


diantaranya ditemukan komplikasi perdarahan intracranial. Angka
kejadian ini juga menurun setelah diperkenalkannya pemberian profilaksis
vitamin K pada semua bayi baru lahir. 2

Di Thailand angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat


defisiensi vitamin K1 berkisar 1:1.200 sampai 1:1.400 kelahiran hidup.
Angka tersebut dapat turun menjadi 10:100.000 kelahiran hidup dengan
pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Data PDVK secara
nasionl di Indonesia belum tersedia. 2

Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri


dari empat fase yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah),
fase trombosit (timbul aktifitas trombosit), fase plasma (terjadi interaksi
beberapa faktor koagulasi spesifik yang beredar di dalam darah) dan fase
fibrinolisis (proses lisis bekuan darah). Bila salah satu dari keempat proses
ini terganggu, maka akan timbul gangguan hemostasis dengan manifestasi
klinis perdarahan, misalnya pada defisiensi kompleks protrombin (faktor
II,VII, IX dan X). Defisiensi kompleks protrombin dapat disebabkan oleh
defisiensi vitamin K dan penyakit hati. 3

Gangguan pada proses pembekuan darah, dapat berupa kelainan


yang diturunkan secara genetik atau kelainan yang didapat. Gangguan
pembekuan yang didapat bisa disebabkan oleh adanya gangguan faktor
koagulasi karena kekurangan faktor pembekuan yang tergantung vitamin
K, penyakit hati, percepatan penghancuran faktor koagulasi dan inhibitor

5
koagulasi. Salah satu diantaranya adalah defisiensi kompleks protrombin
yaitu kekurangan faktor-faktor koagulasi faktor II, VII, IX dan X. 3

6
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : by. SA
Umur : 2 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
BB : 4,2 kg
PB : 54 cm
Alamat :RT 04, Jln Flamboyan, Jerambah Bolong, Kota Jambi, Jambi
Nama Ayah : Tn. A
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Swasta
Nama Ibu : Ny. S
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 24 Desember 2019

2.2 Anamnesis
Diberikan Oleh : Ibu Kandung
Keluhan utama : Penurunan Kesadaran
Keluhan tambahan : Kejang
Riwayat perjalanan penyakit
Pasien dibawa kerumah sakit karena mengalami penurunan kesadaran
sejak 5 Jam SMRS. Sebelumnya, pasien mengalami kejang sejak 2 hari
SMRS. Kejang sebanyak 4 kali. Kejang fokal di tubuh sebelah kiri pasien,
mata melirik ke atas. Kejang terjadi selama kurang lebih 2 menit. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. batuk(-), pilek (-). Demam (-), riwayat di ayun (+)

7
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi (+)
DM (-)
Kelainan saluran pencernaan (-)
Riwayat alergi (-)

Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


 Riwayat kehamilan dan kelahiran
 Masa kehamilan : Aterm (38-39 minggu)
 Penyulit : tidak ada
 Partus : Normal
 Ditolong oleh : Bidan
 Tanggal : 27 Oktober 2019
 Berat badan lahir : 2900 gram

 Riwayat imunisasi
 BCG : (+)
 Polio : (-)
 DTP : (-)
 Campak : (-)
 Hepatitis : (-)
 Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap

 Riwayat keluarga
 Perkawinan : Orang tua menikah
 Umur : Ayah (32 tahun) Ibu (30 tahun)
 Pendidikan : Ayah (SMA) Ibu (SMA)

8
Status gizi berdasarkan chart WHO (z-score)

BB/U
BB : 4,2 Kg, Usia : 2 bulan,
-2 SD sd 0 SD (Gizi baik)
TB/U
TB : 54 cm, Usia : 2 bulan
-2 SD sd 0 SD (Normal)

BB/TB
BB : 4,2 Kg, TB : 54 cm
-2 SD sd 0 SD (normal)

Riwayat penyakit yang pernah diderita


*Parotitis :- *Batuk/pilek :-
*Pertusis :- *Muntah berak :-
*Difteri :- *Asma :-
*Tetanus :- *Cacingan :-
*Campak :- *Patah tulang :-
*Varicella :- *Jantung :-
*Thypoid :- *Sendi bengkak : -
*Malaria :- *Kecelakaan :-
*DBD :- *Operasi :-
*Demam menahun : - *Keracunan :-
*Radang paru :- *Sakit kencing :-
*TBC :- *Sakit ginjal :-
*Kejang :- *Alergi :-
*Lumpuh :- *Perut kembung :-
*Otitis Media :-

2.3 Pemeriksaan Fisik

9
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Somnolen
 GCS : E2M3V2 = 7
 Pengukuran
o Tanda vital
Nadi : 122x/menit, kuat angkat
RR : 29 x/menit, teratur
Suhu : 36,5 0C
o Berat badan : 4,2 kg
o Panjang badan : 54 cm
 Kulit
Pucat :-
Sianosis :-
Lain-lain : Purpura (-)
 Kepala
Bentuk :Normochepal, Trauma(-) Ubun-Ubun menonjol
o Rambut
Warna : Hitam
Alopesia :-
Lain-lain : Dalam Batas Normal
Wajah :
o Mata
Palpebra : Edema (-), cekung (-)
Alis : Hitam
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Pupil : pin point, refleks cahaya (+/+)
o Telinga
Bentuk : Normotia, Simetris
Sekret :-

10
Serumen :-
Nyeri tekan :-
o Hidung
Bentuk : Simetris
Sekret :-
Epistaksis :-
o Mulut dan Gigi
Bentuk : Normal
Bibir : Kering (-), Sianosis (-) sikatriks (-)
Karies :-
o Faring
Hiperemis :-
Edema :-
Membran/pseudomembran : -
o Tonsil
Warna : Merah muda
Ukuran : T1/T1
Abses :-
Membran/pseudomembran : -
o Leher
Pembesaran KGB: (-)
Kaku kuduk :-
Massa :-
 Thoraks
Paru
o Inspeksi
Bentuk : Simetris
Retraksi :-
Pernapasan : Thorakoabdominal
Sternum : Deviasi (-)

11
o Palpasi : Fremitus taktil (+) simetris
o Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
o Auskultasi
Suara nafas dasar : vesikuler (+/+)
Suara nafas tambahan : Ronkhi (-/-) , wheezing (-/-).

Jantung
o Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavikularis
sinistra
o Perkusi
Batas kiri : ICS V linea midclavikularis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
o Auskultasi
Suara dasar : Bunyi jantung I/Bunyi jantung II, reguler
Bising : Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi
Bentuk : Cembung
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
o Palpasi
Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Hati : Hepatomegali (-)
Lien : Splenomegali (-)
Ginjal : Perbesaran (-), massa (-)
Massa : (-)
o Perkusi : Timpani
o Ascites :-

12
 Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), CRT < 2detik

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Rutin 25 Desember 2019

Code Nilai Referensi


WBC 10,83 4-10
RBC 4,36 3.5-5.5
HGB 11 11-16
MCV 78,2 80-100
MCH 25,2 27-35
MCHC 323 320-360
HCT 34,1 35-50
PLT 589 100-300
GDS 105 70-150

Pemeriksaan Elektrolit 25 Desember 2019

Code Nilai Referensi


Na 132,94 135-148
K 4,81 3,5-5,3
Cl 103,36 98-110
Ca 1,34 1,19-1,23

CT-Scan Kepala Tanpa Kontas

13
14
Hasil
Sulci menyempit dan gyri mendatar, diferensiasi grey dan white matter tidak
jelas
Falks ditengah, tidak tampak midline shift, tampak falks posterior hyperdens
Tampak lesi hiperdens di temporal, frontal kiri, lesi hyperdens di temporal
parietal kanan dengan edema peri lesi
Sistem ventrikel lateral kanan tampak terobliterasi dan cysterna basalis agak
melebar
Pons, cerebellum CPA dan Medula oblongata baik
Bola mata dan sinus para nasal baik.
Tulang tidak tampak kelainan
Kesan: pendarahan intra cerebral di fronta, parietal kiri, temporal parietal
kanan dan falks posterior (subdural hematom) dengan edema cerebri.

2.5 Diagnosis Kerja


Penurunan Kesadaran e.c. APCD + Hiponatremi

2.6 Tatalaksanan
 O2 nasal kanul 1-2 L
 IVFD NaCl 0,9% 300 cc/hari→Dekstrose 5% +1/4 NS 300cc/hari
Inj Fenitoin 2 x 10 mg
Inj NaCl 3% 3x3cc →manitol 3 x 10 cc
Inj Vit K 1 x 1 mg

2.7 Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam

15
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal Subject Object Assessment Planning


PF Tatalaksana
Lemah, somnolen O2 nasal kanul 1-2 L
Penurunan
GCS E2M3V2, pupil IVFD Nacl 0,9% 300 cc/hari
kesadaran
pin point, UUB Status epilepticus +  Inj. Fenitoin 2 x 10 mg
(+),
24-12-2019 menonjol penurunan kesadaran Inj NaCl 3% 3 x 3 mg
Kejang (+)
e.c susp ICH + Inj Vit K 1 x 1 mg
Demam
TTV hiponatrium
(-)
N : 128x/i T : 36.7 0C
RR : 29 x/i SpO2 : 98%
Nasal canul
PF Tatalaksana
Penurunan
Lemah, somnolen O2 nasal kanul 1-2 L
kesadaran
GCS E2M4V2, pupil pin
(+), Status epilepticus + IVFD D5 ¼ NS 300 cc/hari
point, UUB menonjol
Kejang (-) penurunan kesadaran  Inj. Fenitoin 2 x 10 mg
25-12-2019 Inj NaCl 3% 3 x 3 mg
Demam e.c. ICH +
TTV Inj Vit K 1 x 1 mg
(-) Hiponatrium
N : 130 x/i T : 36,5 0C
RR : 30 x/i SpO2 : 99%
Nasal canul
PF Tatalaksana
Penurunan
Lemah, Apatis O 2 nasal kanul 1-2 L
kesadaran Status epilepticus +
GCS E3M5V3, IVFD D5 ¼ NS 300 cc/hari
(+), penurunan kesadaran
26-12-2019 Kejang (+) e.c. ICH  Inj. Fenitoin 2 x 10 mg
TTV Inj Manitol 3 x 10 mg
Demam + Hiponatrium
N : 145 x/i T : 37.0 0C Inj Vit K 1 x 1 mg
(-) (Teratasi)
RR : 40 x/i SpO2 : 99%
Nasal canul
PF Tatalaksana
Penurunan Lemah, compose mentis O2 nasal kanul 1-2 L
kesadaran GCS E4M6V4, IVFD Nacl 0,9% 300 cc/hari
(+), Status epilepticus +  Inj. Fenitoin 2 x 10 mg
27-12-2019 Kejang (-) TTV penurunan kesadaran Inj Manitol 3 x 10 mg
Demam N : 129 x/i T : 36.5 0C e.c. ICH Inj Vit K 1 x 1 mg
(-) RR : 30 x/i SpO2 : 99%
Nasal canul

28-12-2019 Penurunan PF APCD + Hiponatrium Tatalaksana


kesadaran Lemah, compose mentis O2 nasal kanul 1-2 L
(-), GCS E4M6V5, IVFD Nacl 0,9% 300 cc/hari

16
 Inj. Fenitoin 2 x 10 mg
Kejang (-) TTV Inj Manitol 3 x 10 mg
Demam N : 120 x/i T : 36.4 0C Inj Vit K 1 x 1 mg
(-) RR : 30 x/i SpO2 : 98%
Nasal canul

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai
Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal dengan
Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan
spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor
koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan
aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih
dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin
K.
3.2 Defisiensi Vitamin K
Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang
diperlukan dalam sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K – dependent
protein ) atau GIa. Vitamin K diperlukan sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX
dan X (kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai
antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul faktor II, VII,
IX dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk
prekursor tidak aktif. Molekul yang dikenal sebagai descarboxy proteins ini
disebut PIVKA (Proteins Induced by Vitamin K Absence). Vitamin K diperlukan
untuk konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif.
Proses konversi ini terjadi pada tahap postribosomal, dimana radikal karboksil
dengan vitamin K sebagai katalis akan menempel pada residu asam glutamate
dari precursor molekul untuk membentuk (-carboxyglutamic acids yang mampu
mengikat Ca2+. Faktor pembekuan (faktor II, VII, IX, X) yang memiliki
kemampuan mengikat Ca2+ ini memegang peranan dalam mekanisme
hemostasis fase plasma. Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan
dari proses koagulasi sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya
perdarahan atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).3

18
Gambar 2 menunjukkan terjadinya fase karbosilaksi dalam siklus
metabolisme vitamin K. Pada kondisi defisiensi vitamin K, rantai polipeptida dari
faktor koagulasi tergantung vitamin K tetap terbentuk normal, namun fase
karboksilasi (proses gamma karboksilasi dari amino terminal glutamic acid) tidak
terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari faktor II, VII, IX dan X tidak mampu
berikatan dengan ion kalsium dan tidak dapat berubah menjadi bentuk aktif yang
diperlukan dalam proses koagulasi.3

3.3 Epidemiologi
Angka kejadian VKDB berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi
yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Di Amerika Serikat, frekuensi VKDB
dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,5% pada tahun 1961, dan menurun menjadi 0-
0,44% pada 10 tahun terakhir dengan adanya program pemberian profilaksis
vitamin K.7,13,15 Di Jepang, insidens VKDB mencapai 20 – 25 per 100.000
kelahiran.16 Danielsson pada tahun 2004 melaporkan bahwa insidens VKDB di
Hanoi Vietnam sangat tinggi, sebesar 116 per 100.000 kelahiran. 17 Angka
kematian akibat VKDB di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran. 2,18
Angka kejadian tersebut ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:500 kelahiran, di
daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada
bayi baru lahir.2

19
Di Indonesia, data mengenai VKDB secara nasional belum
tersedia. Hingga tahun 2004 didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 6
kasus di RS Dr Sardjito Yogyakarta dan 8 kasus di RSU Dr Soetomo
Surabaya.2
3.4 Etiologi
Secara umum gangguan pembekuan darah masa anak disebabkan oleh
beberapa keadaan seperti pada tabel 1.

Keadaan yang berhubungan dengan defisiensi faktor pembekuan yang


bergantung pada vitamin K adalah :
a. Prematuritas
b. Kadar faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K pada waktu lahir
berbanding lurus dengan umur kehamilan dan berat pada waktu lahir. Pada
bayi premature fungsi hati masih belum matang dan respon terhadap
vitamin K subnormal.

20
c. Asupan makanan yang tidak adekuat
d. Terlambatnya kolonisasi kuman
e. Komplikasi obstetrik dan perinatal
f. Kekurangan vitamin K pada ibu
Suatu keadaan khusus yang dikenal sebagai Hemorragic Disease of
the Newborn (HDN), merupakan suatu keadaaan akibat kekurangan vitamin
K pada masa neonatus. Terdapat penurunan kadar faktor II, VII, IX, dan X
yang merupakan faktor pembekuan darah yang tergantung kepada vitamin K
dalam derajat sedang pada semua neonatus yang berumur 48-72 jam dan
kadar faktor-faktor tersebut secara berangsur-angsur akan kembali normal
pada umur 7-10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan karena
kurangnya vitamin K pada ibu dan tidak adanya flora normal usus yang
bertanggung jawab terhadap sintesis vitamin K.
Pada keadaan obstruksi biliaris baik intrahepatik maupun ekstrahepatik
akan terjadi kekurangan vitamin K karena tidak adanya garam empedu pada
usus yang diperlukan untuk absorpsi vitamin K, terutama vitamin K 1 dan K2.
Obstruksi yang komplit akan mengakibatkan gangguan proses pembekuan
dan perdarahan setelah 2-4 minggu. Sindrom malabsorpsi serta gangguan
saluran cerna kronis dapat menyebabkan kekurangan vitamin K akibat
berkurangnya absorpsi vitamin K.
Obat yang bersifat antagonis terhadap vitamin K seperti coumarin,
menghambat kerja vitamin K secara kompetitif, yaitu dengan cara
menghambat siklus vitamin K antara bentuk teroksidasi dan tereduksi
sehingga terjadi akumulasi dari vitamin K2,3 epokside dan pelepasan g-
karboksilasi yang hasil akhirnya akan menghambat pembentukan faktor
pembekuan.
Pemberian antibiotik yang lama menyebabkan penurunan produksi
vitamin K dengan cara menghambat sintesis vitamin K 2 oleh bakteri atau
dapat juga secara langsung mempengaruhi reaksi karboksilase. Kekurangan
vitamin K dapat juga disebabkan penggunaan obat kolestiramin yang efek

21
kerjanya mengikat garam empedu sehingga akan mengurangu absorpsi
vitamin K yang memerlukan garam empedu pada proses absorpsinya
3.5 Patofisiologi2,3
Semua neonatus dalam 48-72 jam setelah kelahiran secara fisiologis
mengalami penurunan kadar faktor koagulasi yang bergantung vitamin K (faktor
II, VII, IX, dan X) sekitar 50%, kadar-kadar faktor tersebut secara berangsur akan
kembali normal dalam usia 7-10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan
oleh kurangnya vitamin K ibu dan tidak adanya flora normal usus yang
bertanggungjawab terhadap sintesis vitamin K sehingga cadangan vitamin K pada
bayi baru lahir rendah.
Diantara neonatus (lebih sering pada bayi premature dibanding yang
cukup bulan) ada yang mengalami defisiensi ini lebih berat dan lebih lama
sehingga mekanisme hemostasis fase plasma terganggu dan timbul perdarahan
spontan.
Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik
dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel
endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor
(Faktor III) pada tempat terjadinya luka.
Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan
XII, dibantu dengan protein prekalikrein, high-molecular weight kininogen
(HMWK), ion kalsium dan fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika
prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII bersentuhan dengan permukaan sel
endotelial, yang disebut dengan fase kontak.
Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi
kalikrein, yang kemudian mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor
XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II
(protrombin) secara berurutan (Gambar 1).
Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari
ion Ca, faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit.
Faktor VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa
dan X. Aktifasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya

22
trombin, akan tetapi makin tinggi kadar trombin, malah akan memecah faktor
VIIIa menjadi bentuk inaktif.
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan
tissue factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan
sel, adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF
akan berikatan dengan faktor VIIa akan mempercepat aktifasi faktor X menjadi
faktor Xa sama seperti proses pada jalur intrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi
melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF ternyata juga
mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur
ekstrinsik dan intrinsik.1,5

Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protombin (faktor II) menjadi


trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer
dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit,
ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan
kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, Faktor V teraktifasi menjadi faktor
Va dipicu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga mengubah faktor XIII

23
menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin
polymer yang lebih kuat.
Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir
kadar protein koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti
protein prekalikrein, HMWK, faktor V, XI dan XII serta faktor koagulasi yang
tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) pada bayi cukup bulan lebih rendah 15 –
20% dibandingkan dewasa dan lebih rendah lagi pada bayi kurang bulan. Kadar
inhibitor koagulasi seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih rendah 50%
dari normal. Sedangkan kadar faktor VIII, faktor von Willebrand dan fibrinogen
setara dengan dewasa.
Kadar protein prokoagulasi ini secara bertahap akan meningkat dan dapat
mencapai kadar yang sama dengan dewasa pada usia 6 bulan. Kadar faktor
koagulasi\ yang tergantung vitamin K berangsur kembali ke normal pada usia 7-
10 hari. Cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah mungkin disebabkan
oleh kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya cadangan flora normal usus yang
mampu mensintesis vitamin K.
Selain itu kadar inhibitor koagulasi juga meningkat dalam 3 – 6 bulan
pertama kehidupan kecuali protein C yang masih rendah sampai usia belasan
tahun.2 Meskipun kadar beberapa protein koagulasi lebih rendah, pemeriksaan
prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) tidak
jauh berbeda dibandingkan dengan anak dan dewasa. Namun didapatkan
pemanjangan pemeriksaan bleeding time terutama pada usia < 10 tahun, sehingga
interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secara hati-hati.

3.6 Faktor Risiko 1,4


Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obat-
obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama
kehamilan, seperti antikonvulsan (karbamasepin, fenitoin, fenobarbital),
antibiotika (sefalosporin), antituberkulostatik (INH, rifampicin) dan antikoagulan
(warfarin).

24
Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus
karena pemakaian antibiotika berlebihan, gangguan fungsi hati (kolestasis),
kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, serta
malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.2
Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan
dengan susu formula yaitu sekitar 50 - 60 mg/ml. Selain itu pada usus bayi yang
mendapat susu formula, mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu
memproduksi vitamin K. Sedangkan pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya
mengandung bakteri Lactobacillus yang tidak dapat memproduksi vitamin K.2
3.7 Manifestasi Klinis dan Laboratorium1,2,3
Manifestasi perdarahan karena defisiensi vitamin K tidak spesifik dan
bervariasi mulai dari memar ringan sampai ekimosis generalisata, pucat,
perdarahan kulit, gastrointestinal, vagina sampai perdarahan intracranial yang
dapat mengancam jiwa. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat terutama
trauma lahir seperti hematoma sefal. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi
dikulit, mata, hidung, dan saluran cerna. Perdarahan dikulit sering berupa purpura,
ekimosis, atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. Tempat perdarahan
lain yaitu umbilicus, sirkumsisi. Manifestasi perdarahan pada neonatus sedikit
berbeda dari anak yang lebih besar dan dewasa. Pada neonatus perdarahan dapat
timbul dalam bentuk perdarahan discalp, hematoma sefal yang besar, perdarahan
intracranial, perdarahan tali pusat, perdarahan pada bekas sirkumsisi, oozing pada
bekas suntikan dan kadang-kadang perdarahan gastrointestinal.
Perdarahan intracranial merupakan komplikasi tersering 63%, 80-100%
berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intracranial
didapatkan gejala peningkatan tekanan intracranial (TIK) bahkan kadang-kadang
tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%)
didapatkan sakit kepala, muntah, ubun-ubun besar menonjol, pucat dan kejang.
Gejala lain yang ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran,
perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.

25
Pada HDN terdapat 3 macam bentuk klinis yaitu : bentuk dini, klasik,
lambat.
Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya
kekurangan vitamin K, meliputi pemeriksaan : waktu perdarahan, waktu
pembekuan, PTT, PT, TT (thrombin time), jumlah trombosit, kadar hemoglobin,
morfologi darah tepi. Pemeriksaan faktor-faktor pembekuan darah bergantung
kepada vitamin K, fibrinogen, faktor V dan VII dapat pula dilakukan.
3.8 Klasifikasi3
Tabel 2 menunjukkan klasifikasi VKDB pada anak berdasarkan etiologi
dan onset terjadinya menjadi 4 kelompok yaitu VKDB dini, VKDB klasik, VKDB
lambat atau acquired prothrombin complex deficiency (APCD) dan Secondary
prothrombin complex (PC) deficiency

26
3.9 Diagnosis 2,3
Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset
perdarahan, lokasi perdarahan, pola pemberian makanan (ASI atau susu formula),
serta riwayat pemberian obat-obatan antikoagulan pada ibu selama kehamilan.
Anamnesis untuk menyingkirkan kemungkinan lain dengan pemeriksaan atas
keadaan umum dan lokasi fisik perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti
saluran cerna berupa hematemesis atau melena, dari hidung, kulit kepala, tali
pusat atau bekas sirkumsisi.
Penting untuk diketahui adalah jika ditemukan neonatus dengan keadaan
umum baik tetapi ada perdarahan segar dari mulut atau feses berdarah maka harus
dibedakan apakah itu darah ibu yang tertelan pada saat persalinan atau memang
perdarahan saluran cerna. Cara membedakannya dengan melakukan uji Apt,
warna merah muda menunjukkan darah bayi sedangkan warna kuning kecoklatan
menunjukkan darah ibu.
Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat keadaan umum bayi, lokasi
dan bentuk perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti GIT, umbilikus,
hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya. Pada bayi/anak yang menderita
kekurangan vitamin K biasanya keadaan umum penderita baik, tidak tampak sakit.
Pada pemeriksaan laboratorium dari gangguan pembekuan darah karena
kekurangan vitamin K menunjukkan :
a. Penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X
b. Waktu pembekuan memanjang
c. Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang
d. (TT) dan masa perdarahan normal
e. Jumlah trombosit, waktu perdarahan, fibrinogen, faktor V dan VIII, fragilitas
kapiler serta retraksi bekuan normal
f. Faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia
Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk
melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial.

27
Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis
VKDB.
VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat
maupun yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat
menyebabkan gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga
memberikan manifestasi klinis perdarahan.

3.10 Diagnosis Banding 2,3


Gangguan pembekuan darah akibat kekurangan vitamin K merupakan
salah satu dari penyakit gangguan pembekuan darah yang didapat, sehingga harus
dibedakan dengan penyakit lain yang dapat mengakibatkan gangguan pembekuan
darah. Terdapat banyak penyebab gangguan pembekuan darah. Terdapat banyak
penyebab ganguan pembekuan darah yang didapat, tetapi pada bayi dan anak
kelainan tersering yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding sebelum
kita mendiagnosis suatu kelainan pembekuan darah akibat kekurangan vitamin K
adalah penyakit hati dan DIC ( Disseminated Intravascular Coagulation ).
Ketiga keadaan tersebut dapat dibedakan berdasarkan informasi yang
didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium. Kadang-kadang
pada saat yang sama terjadi 2 keadaan misalnya defisiensi vitamin K disertai
penyakit hati atau penyakit hati dan DIC.
Pada penyakit hati, gangguan koagulasi terjadi terutama pada penyakit hati
yang berat, dicari kearah kemungkinan etiologi dan manifestasi kelainan penyakit
hatinya seperti ikterik, tanda-tanda gagal hati, dan sebagainya. Pada DIC hampir
selalu ada penyebab primernya dan penderita sering dalam keadaan sakit berat.
Informasi diperkuat dengan melihat hasil laboratorium seperti tampak pada table
3.

28
3.11 Pencegahan VKDB 2
Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis. Ada tiga bentuk
vitamin K, yaitu :
1. Vitamin K1 (phylloquinone), terdapat dalam sayuran hijau
2. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal
3. Vitamin K3 (menadione), vitamin K sintetis yang sekarang jarang diberikan
karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.
Pemberian vitamin K per oral sama efektifnya dibandingkan pemberian
intramuskular dalam mencegah terjadinya VKDB klasik, namun tidak efektif
dalam mencegah timbulnya VKDB lambat. 2 Amerika Serikat merekomendasikan
penggunaan phytonadione, suatu sintesis analog vitamin K1 yang larut dalam
lemak, diberikan secara i.m.13
Thailand sejak tahun 1988 merekomendasikan pemberian vitamin K 2 mg
per oral untuk bayi normal dan 0,5 – 1 mg i.m untuk bayi prematur atau tidak
sehat. Ternyata mampu menurunkan angka kejadian VKDB dari 30 – 70 menjadi
4 – 7 per 100.000 kelahiran. Sejak tahun 1999 Vitamin K 1 mg i.m harus
diberikan pada semua bayi baru lahir dan diberikan bersama imunisasi rutin.11
Kanada sejak tahun 1997 merekomendasikan pemberian vitamin K1
intramuskular 0,5 mg (untuk bayi < 1500 g) dan 1 mg (untuk bayi > 1500 g)
diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir. Untuk orang tua yang menolak

29
pemberian secara i.m, vitamin K1 diberikan per oral dengan dosis 2 mg segera
setelah minum, diulang pada usia 2 – 4 minggu dan 6-8 minggu.
AAP pada tahun 2003 merekomendasikan pemberian vitamin K pada
semua bayi baru lahir dengan dosis tunggal 0,5 – 1 mg i.m. 15 Departemen
Kesehatan RI pada tahun 2003 mengajukan rekomendasi untuk pemberian
vitamin K1 pada semua bayi baru lahir dengan dosis 1 mg i.m (dosis tunggal) atau
secara per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3 – 7 hari dan
umur 1 – 2 tahun.21

Untuk ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus


mendapat profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg i.m
pada 24 jam sebelum melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg i.m
dan diulang 24 jam kemudian.
Meskipun ada penelitian yang melaporkan hubungan antara pemberian
vitamin K i.m dengan meningkatnya angka kejadian kanker pada anak, namun
penelitian terbaru yang dilakukan oleh McKinney pada tahun 1998 tidak
membuktikan adanya peningkatan resiko terjadinya kanker pada anak yang
mendapatkan profilaksis vitamin K i.m.

3.11 Penatalaksanaan 2,3


Secara garis besar penatalaksanaan VKDB dibagi atas penatalaksanaan
antenatal untuk mencegah terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan setelah
bayi lahir untuk mencegah dan mengobati bila terjadi perdarahan.
A. Pemberian vitamin K profilaksis
Hasil penelitian terakhir menunjukkan, bahwa dalam mencegah
terjadinya VKDB bentuk klasik pemberian vitamin K peroral sama efektif,
lebih murah dan lebih aman daripada pemberian secara intramuscular
(IM), namun untuk mencegah VKDB bentuk lambat pemberian vitamin K
oral tidak seefektif IM. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan
pemberian berulang 3 kali dibanding dengan dosis 2 mg daripada dosis 1

30
mg, pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu
sama efektifnya dengan profilaksis vitamin K IM.
AAP mengatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
efikasi, keamanan, bioavailabilitas dan dosis optimal vitamin K oral
sediaan baru untuk mencegah VKDB lambat. Cara pemberian oral
merupakan alternative pada kasus-kasus bila orangtua pasien menolak cara
pemberian IM untuk melindungi bayi mereka karena injeksi. Disamping
itu untuk keamanan, bayi yang ditolong oleh dukun bayi sebaiknya
diberikan secara oral.
Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alas an
sebagai berikut:
a. Absorpsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi
diare
b. Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu,
sebagai konsekuensinya tingkat kepatuhan orangtua pasien dapat
merupakan masalah
c. Kemungkinan terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena
absorpsinya atau ada regurgitasi
d. Efektifitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh
Sampai saat ini tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis
vitamin K dengan insidens kanker pada anak dikemudian hari.
Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan RI (2003)
mengajukan rekomendasi sebagai berikut:
a. Semua bayi baru lahir harus mendapatkan profilaksis vitamin K1
b. Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1
c. Cara pemberian vitamin K1 adalah secara IM atau oral
d. Dosis yang diberikan untuk semua bayi baru lahir adalah:
- IM, 1 mg dosis tunggal atau
- Oral, 3 kali @ 2 mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7
hari, dan pada saat bayi berumur 1-2 tahun

31
e. Untuk bayi baru lahir yang ditolong oleh dukun bayi maka diwajib
pemberian profilaksis vitamin K1 secara oral
f. Kebijakan ini harus dikoordinasikan bersama Direktorat Pelayanan
Farmasi dan Peralatan dalam penyediaan vitamin K1 dosis 2 mg/tablet
yang dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau kelipatannya.
g. Profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir dijadikan sebagai program
nasional

B. Pengobatan defisiensi vitamin K


Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat
pengobatan vitamin K1 dengan dosis 1 – 2 mg/hari selama 1 – 3
hari.Vitamin K1 tidak boleh diberikan secara intramuskular karena akan
membentuk hematoma yang besar, sebaiknya pemberian dilakukan secara
subkutan karena absorbsinya cepat, dan efeknya hanya sedikit lebih lambat
duibanding dengan cara pemberian sistemik. Pemberian secara intravena
harus diperti.mbangkan dengan seksama karena dapat memberikan reaksi
anafilaksis, meskipun jarang terjadi.
Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat
dipertimbangkan pada bayi dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10
– 15 ml/kg, mampu meningkatkan kadar faktor koagulasi tergantung
vitamin K sampai 0,1 – 0,2 unit/ml. Respon pengobatan diharapkan terjadi
dalam waktu 4 – 6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan dan
pemeriksaan faal hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika
tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus dipikirkan kelainan
yang lain misalnya penyakit hati.

3.12 Prognosis
Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin
K1 akan membaik dalam waktu 24 jam. Angka kematian pada VKDB dengan
manifestasi perdarahan berat seperti intrakranial, intratorakal dan intraabdominal

32
sangat tinggi. Pada perdarahan intrakranial angka kematian dapat mencapai 25%
dan kecacatan permanen mencapai 50 – 65%.

33
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada bulan Desember tahun 2019, dilaporkan pasien an. SA usia 2 bulan
dengan berat badan 4,2 kg datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah
mengalami kejang SMRS. Penurunan kesadaran dialami 5 jam SMRS, sebelum
mengalami penurunan kesadaran, pasien mengalami kejang berulang sejak 2 hari
SMRS. Kejang fokal dengan fokus kejang pada anggota badan sebelah kiri.
Kejang dialami sebanyak 4 kali dengan durasi tiap serangan kurang lebih 2 menit.
Pasien tidak mengalami demam, keluhan batuk disangkal, diare dan muntah tidak
di ada., BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Di Instalasi Gawat Darurat, kesadaran pasien dilaporkan sopor dengan
GCS E2M3V2, nadi 129 kali per menit, pernafasan 29 kali permenit, suhu 36,7
derajat celcius, dan SpO2 ekstrimitas 98%. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
pupil mata pin point, anisokor kanan 3 mm dan kiri 2 mm. sclera tidak ikterik,
kelopak mata tidak cekung, ubun ubun menonjol, telinga hidung mulut dalam
batas normal. Leher tidak terdapat kelaian, dada, paru jantung dan abdomen dalam
batas normal ekstreamitas juga dalam batas normal.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, penurunan diduga karena
adanya pendarahan intracranial. Hal ini karena penurunan kesadaran tidak disertai
demam, dan tanda dehidrasi atau gejala lain yang mungkin, selain itu adanya bukti
deficit neurologis dan ubun ubun yang menonjol menguatkan diagnosis kerja.
Selain itu, dari hasil anamnesis lanjutan, di ketahui bahwa selama dirumah pasien
sehari hari diayun pada ayunan per.
Pendarahan intra kranial merupakan salah satu penyebab tersering pada
penurunan kesadaran dan kejang pada bayi berusia 1-3 bulan. Pendarahan pada
kasus ini umunya disebabkan karena adanya gangguan pada sistem pembekuan
darah baik genetic maupun yang didapat, dan diperarah dengan aktifitas yang
dapat memicu perdarahan seperti di ayun, terguncang, jatuh, atau trauma yang
dapat memicu perdarahan intracranial.
Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal
dengan Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD) adalah perdarahan

34
spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor
koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan
aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih
dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin
K.
Dari hasil pemeriksaan penunjang laboratoris, pada pemeriksaan darah
rutin tidak terdapat kelainan bermakana, sementara pada pemeriksaan elektrolit,
didapatkan pasien mengalami hiponatremi. Secara teori, hiponatremi dapat
diakibatkan karena kejang yang berulang. Natrium memiliki peranan penting
dalam aktifitas kelistrikan otak, sehingga keadaan hiponatremi dapat
menyebabkan pasien mengalami penurunan kesadaran dan dalam keadaan yang
parah dapat menyebabkan koma dan enchepalopathy.
Selain keadaan hiponatremi, ubun- ubun yang menonjol dari pemeriksaan
fisik juga dapat meng indikasikan adanya peningkatan tekanan intra kranial, hal
ini dibuktikan dari hasil pemeriksaan penunjang radiologis CT-Scan kepala tanpa
kontras, dimana, dari hasil yang didapatkan adanya penyempitan ada sulci dan
gyri, sistem ventrikel kanan yang terobliterasi, dan cysterna basalis yang agak
melebar, tampak adanya lesi hiperdens pada daerah temporo fontal kiri, temporo
parietal kanan dan falks posterior yang disertai edema peri lesi.
Pasien mendapatkan terapi berupa bantuan oksigen nasal kanul, oksigenasi
pada pasien dengan status epileptikus menjadi sangat penting, hal ini karena
kejang berulang atau dengan durasi yang lama mengakibatkan suplai oksigen ke
otak berkurang dan dapat menyebabkan hipoksia ada jaringan otak. Intra vennes
fluid drip (IVFD) normal saline 0,9 % diberikan untuk menjaga rehidrasi pasien
dan koreksi hiponatremi.
Sebagai tatalaksana kejang, pasien mendapatkan injeksi intra vena
fenitoin 2 x 10 mg. fenitoin diberikan untuk mencegah bangkitan kejang berulang.
Untuk menurunkan tekanan intracranial secara teori dapat diberikan manitol atau
larutan Saline 3%. Pada pasien ini, larutan Saline (NaCl) 3% diberikan selain
untuk menurunkan tekanan intracranial juga sebagai koreksi hiponatremi yang
dialami pasien. Pasien mendapat injeksi vitamin K 1 x 1 mg, terapi ini merupakan

35
terapi utama pada pendarahan intracranial yang disebabkan oleh kelaina faktor
pembekuan darah akibat defisiensi vitamin K.
Pada hari rawat ke 3. Koreksi natrium teratasi, sehingga diberikan manitol
3 x 10 ml sebagai tatalaksana bagi peningkatan tekanan intrakrania, selain itu
terapi cairan diganti menjadi cairan dekstrose 5 % ditambah ¼ normal saline,
cairan ini di pilih untuk mendukung kebutuhan kalori pasien, hal ini Karen pasien
mengalami penurunan kesadaran, diet ASI melalui OGT 8 x 30 cc perhari
menjadi sumber nutrisi utama.
Perbaikan pada hari ke 3 perawatan mendukung teori bahwa koreksi
hiponatremi dan pendarahan akibat defisiensi vitamin K mengalami perbaikan
setalah pemberian koreksi dan suplumentasi vitamin K. perbaikan kesadaran dan
status neurologis pasien dengan APCD secara teori memiliki prognosis baik bila
mendapatkan suplementasi dan terapi yang tepat.

36
BAB V
KESIMPULAN

Penurunan kesadaran dan kejang pada bayi usia 1-3 bulan tanpa
adanya gejala demam dapat diduga disebabkan adanya pendarahan
intracranial yang dipicu karena adan kelainan sistem pembekuan darah
akibat devisiensi vit K. Selain riwayat injeksi profilaksis vitamin K pada
neonatus dan intake vitamin K, perlu juga di perhatikan adanya aktivitas
atau trauma yang dapat memicu perdarahan pada intracranial
Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (VKDB) disebut juga
sebagai Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih
dikenal dengan Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD)
PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan
karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K
(faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar
fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini
akan segera membaik dengan pemberian vitamin K.

Faktor resiko timbulnya VKDB adalah obat yang diminum ibu


hamil (antikonvulsan, antibiotika, antituberkulostatik, antikoagulan),
kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus, kurangnya asupan vitamin
K, gangguan fungsi hati serta sindroma malabsorbsi. VKDB dibagi
menjadi 4 yaitu VKDB dini, VKDB klasik, VKDB lambat atau acquired
prothrombin complex deficiency (APCD) dan defisiensi kompleks
protrombin sekunder.

Pencegahan VKDB dilakukan dengan pemberian profilaksis


vitamin K1 pada semua bayi baru lahir baik secara per oral maupun
intramuskular. Penatalaksanaannya terdiri dari Pemberian vitamin K
profilaksis dan Pengobatan defisiensi vitamin k

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. DR. dr. Sudigdo Sastroasmoro Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K,


Buku Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak 2007: 279-
281
2. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Gangguan Pembekuan Darah. Didapat:
Defisiensi Vitamin K. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti
E, Abdulsalam M, Eds. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI, 2005:182-96.
3. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Hemorrhagic Disease of the Newborn
Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M,
Eds. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,
2005:197-206

4. Behrman Richard et all. Nelson textbook of Pediatrics sanders:Phyladelpia.


2009
5. Matondang. C, wahidiyat. I, sastroasmoro. S, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi
kedua. Jakarta, 2003. Sagung Seto.
6. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Jakarta,
2005.

38

Anda mungkin juga menyukai