Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

Gangren Diabetik Pedis Sinistra

Disusun Oleh
Basra Ahmad Amru 1920221142

Pembimbing
dr. Anthony Pratama, Sp.B., M.Kes., AIFO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG


KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL VETERAN JAKARTA
PERIODE 30 Agustus –10 Oktober 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UPNVJ
(UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA)

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UPNVJ
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:

Gangren Diabetik Pedis Sinistra

SMF ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama Mahasiswa : Basra Ahmad Amru Tanda Tangan


NIM : 1920221167 ......................

Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Anthony Pratama, Sp.B., M.Kes., AIFO .....................
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I........................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................5
PRESENTASI KASUS..............................................................................................5
A. Identitas Pasien...........................................................................................................5
B. Anamnesis..................................................................................................................5
C. Pemeriksaan Fisik........................................................................................................7
D. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................9
E. Diagnosis...................................................................................................................11
F. Tatalaksana...............................................................................................................11
G. Prognosis...................................................................................................................12
H. Follow-Up.................................................................................................................12
BAB III...................................................................................................................13
DISKUSI DAN PEMBAHASAN.............................................................................13
BAB IV....................................................................................................................16
KESIMPULAN........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan data yang disampaikan oleh International Diabetes Federation pada


tahun 2019, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk sebagai
urutan ke-7 dari 10 negara dengan jumlah pasien diabetes tertinggi di dunia. Jumlah
penderita diabetes di Indonesia sebesar 10,7 Juta. (Pusdatin, 2020). Secara khusus,
diabetes melitus merupakan jenis diabetes yang lebih banyak ditemukan dibanding tipe
lainnya. Pada diabetes melitus dengan kadar gula darah tidak terkendali dapat terjadi
komplikasi. Beberapa contoh komplikasi DM adalah penyakit ginjal, kebutaan pada usia
dibawah 65 tahun, dan amputasi (Perkeni, 2019).

Menurut PERKENI tahun 2019, pilar pengendalian diabetes melitus meliputi


latihan jasmani, terapi gizi medis, intervensi farmakologis, dan edukasi. Keberhasilan
proses kontrol terhadap penyakit DM salah satunya ditentukan oleh kepatuhan pasien
dalam mengelola pola makan atau diet sehari-hari. Hal ini agar mencegah timbulnya
komplikasi dari penyakit DM. Menurut Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2018,
tiga faktor terbesar alasan pasien DM tidak melakukan pengobatan rutin adalah persepsi
terkait merasa sudah sehat, tidak rutin datang ke fasilitas layanan kesehatan, dan
menggunakan pengobatan herbal yang diyakini pasien.

Laporan kasus ini akan menceritakan terkait pasien riwayat DM tipe 2 tidak
terkontrol sejak 4 tahun yang lalu yang dilakukan amputasi akibat terjadinya komplikasi
pada telapak kaki kiri bagian. Hal yang menarik adalah bahwa kesadaran, pengetahuan,
dan kemauan pasien terkait pengobatan DM serta pengawasan keluarga memiliki peran
penting untuk mencegah komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat DM seperti
gangrene diabetik pada kasus yang mengakibatkan amputasi kaki harus dilakukan pada
pasien.
BAB II

PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TL : 2 Agustus 1967
Alamat : Kembangan Utara
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status : Menikah
Pembayaran : BPJS
Tanggal Masuk : 27 Agustus 2021
Tanggal Periksa : 4 September 2021
Ruang Periksa : Pepaya
No RM : 29-27-67

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 4
September 2021 pukul 14.00 WIB di Ruang Pepaya RSUD Cengkareng.
Keluhan Utama
Pasien mengalami keluhan nyeri pada kaki kiri akibat adanya luka yang meluas
dan menghitam pada telapak kaki kiri pasien. Demam (-). Tanda radang pada daerah
operasi (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami keluhan nyeri pada telapak kaki kiri sejak 4 bulan yang lalu.
Keluhannya diakibatkan adanya luka yang dimulai dari bagian jari kelingking, tidak
kian sembuh dan menyebar ke bagian telapak kaki lainnya. Pasien sudah
terdiagnosis DM tipe II sejak tahun 2018, namun tidak melakukan pengobatan dan
pemeliharaan terhadap kondisinya tersebut. Selain tidak patuh dalam konsumsi
obat, pasien juga tidak menjaga pola makan dan bahkan cenderung makan makanan
yang tinggi gula dan lemak setiap harinya. Pasien juga tidak memantau kadar gula
darahnya secara rutin. Satu bulan yang lalu, pasien dibawa melalui IGD oleh anak
pasien karena dilihat pengalami perburukan kondisi berupa kelemasan dan
perlukaan telapak kaki kiri yang semakin meluas dan tidak kian sembuh. Pasien
dirawat selama 1 minggu dan pulang atas permintaanya. Pasien menolak
rekomendasi dokter untuk dilakukan amputasi pada telapak kaki kiri pasien tersebut
sesuai indikasi yang ditemukan. Satu bulan setelahnya, saat di poli pasien akhirnya
memutuskan untuk dilakukan tindakan amputasi pada kaki kiri pasien. Setelah itu,
pasien langsung dilakukan rawat inap mulai tanggal 27 Agustus 2021 untuk
persiapan operasi. Keluhan saat ini dari keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
nyeri pada bekas operasi, Tindakan operasi amputasi pada pasien dilakukan pada
tanggal 3 September 2021.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat operasi : Disangkal
b. Riwayat penyakit serupa : Disangkal
c. Riwayat hipertensi : Disangkal
d. Riwayat diabetes melitus : Diakui, tidak terkontrol
e. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
f. Riwayat penyakit paru : Disangkal
g. Riwayat penyakit hati : Disangkal
h. Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
i. Riwayat alergi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat keluhan (benjolan jinak atau ganas) : Disangkal
b. Riwayat alergi : Disangkal
c. Riwayat penyakit lain : DM (+) pada keluarga inti, HT(-),
Paru (-) Jantung (-).
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak mengonsumsi obat apapun dari dokter. Pasien mengaku mengonsumsi
obat-obatan herbal yang tidak bisa disebutkan merek atau jenisnya.

Riwayat Sosial Ekonomi Gaya Hidup


Setiap harinya, pasien mengonsumsi nasi putih dan makanan berlemak tanpa
pengawasan. Anak pasien sudah menikah dan bekerja, sehingga pengawasan dan
pemantauan terhadap pasien menjadi minim sekali.

C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Compos Mentis/E4M6V5
c. Status Gizi
BB : 55 kg
TB : 160 cm
IMT : 21
Kesimpulan : normoweight
d. Tanda Vital
Tekanan darah : 112/70 mmHg
Nadi : 85x/menit
Respiratory rate : 20x/menit
Suhu : 36.4°C
e. Status Generalis
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtivas anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RC +/+,
pupil isokor 3 mm/3 mm
Telinga : Discharge (-/-)
Hidung : Discharge (-/), napas cuping hidung (-/-)
Mulut : Mukosa basah, erosi (-)
Leher : Deviasi trakea (-), KGB tidak teraba
Toraks
Paru
a. Inspeksi : Pergerakan dada simeteris kanan=kiri, tidak ada yang
tertinggal, deformitas (-/-)
b. Palpasi : Vokal fremitus paru kanan=kiri
c. Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
d. Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
a. Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
c. Perkusi : Batas jantung kanan atas ICS II linea parasternal dextra,
batas jantung kiri atas ICS III linea parasternal sinistra, batas
jantung kanan bawah ICS IV linea para sternal dextra, batas jantung
kiri bawah ICS V linea midklavikula sinistra
d. Auskultasi : BJ SI dan SII regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
a. Inspeksi : Dinding perut datar, distensi (-), laserasi (-), jejas (-),
warna kulit sama dengan warna sekitar.
b. Auskultasi : Bising usus (+) normal.
c. Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, nyeri ketok CVA (-)
d. Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, deformitas (-)
f. Status lokalis
Regio Pedis Sinistra
Inspeksi : Terpasang verban, rembes darah (-), nanah (-), bengkak di
sekitar verban (-)
Palpasi : (+) pulsasi a. poplitea

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang disarankan:
1. Darah lengkap
2. Rontgen Thorax
3. Pemeriksaan fungsi hati (SGOT dan SGPT)
4. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum, kreatinin, eGFR)
5. GDS dan HbA1C
6. USG Doppler pada vaskularisasi tungkai kiri dan kanan

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
27/08/21 03/09/21 04/09/21
LED 83
Hemoglobin 10.1 9.7 10.3 11.7 – 15.5 g/dl
Hematokrit 31 28 30 35.0 – 47.0 %
Eritrosit 3.57 - - 3.8 – 5.2 ^6/uL
Trombosit 513 358 206 150 – 440 ^3/uL
Leukosit 11.3 8.5 9.9 3.6 – 11.0 ^3/uL
MCV 87 - 80 – 100 fL
MCH 28 - 26 – 34 pg
MCHC 33 - 32 – 36 dl
Basofil 1 0 0–1%
Eosinofil 3 0 2–4%
Segmen 0 79 50 – 70 %
Batang 70 1 3–5%
Limfosit 19 13 25 – 40 %
Monosit 7 7 2–8%
PT 14.7 12 - 16
APTT 35.9 26 – 37
Ureum 10 15.0 – 40.0
Kreatinin 0.5 0.5 – 1.0
eGFR 145
GDS 95 < 110

Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
27/08/21 02/09/21
Natrium 131 11.7 – 15.5 g/dl
Kalium 4.4 35.0 – 47.0 %
Clorida 105 3.8 – 5.2 ^6/uL
AST/SGOT 6 0-50 U/L
ALT/SGPT <6 0-50 U/L
Protein total 7.1 6.0-8.0 g/dL
Albumin 2.9 3.4-4.8 g/dL
Globulin 4.2 1.3-2.7 g/dL
GDS 227 <110 mg/dL
Ureum 34 18.0-55.0 mg/dL
Kreatinin 0.7 0.7-1.2 mg/dL
eGFR 125.1 >=90
HbA1C 6.0 <6%
Hasil Observasi Gula Darah Pasien
Pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai Rujukan
GDS 17.00 WIB 24.00 WIB -
27/08/21 228 131 -

06.00 WIB 11.00 WIB 17.00 WIB


28/08/21 134 191 264
29/08/21 201 141 172
30/08/21 148 176 122
31/08/21 72 160 201
01/09/21 115 106 165
02/09/21 105 157 247
03/09/21 136 162 166
04/09/21 104 133 187
<110 mg/dL
05/09/21 87 - -

E. Diagnosis
Post amputasi a.i Gangren Pedis, DM tipe II

F. Tatalaksana
Tindakan Operasi yang Dilakukan: Amputasi below knee sinistra

IVFD NaCl 0.9%/ 8 jam


PO Na Diclofenac 2 x 50 mg
PO Omeprazole 2 x 1 tablet
Inj.Metronidazole 3 x 500mg
Inj.Cefoperazone 3 x 1 g
Inj.Pantoprazole 1 x 40 mg
Inj.Ondansetron 3 x 8 mg
Inj.Apidra 3 x 8 mg
Inj.Lantus malam hari 10

G. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
H. Follow-Up
Pasien dipulangkan pada tanggal 5 September 2021 dengan resep obat pulang:
Cefixime 100mg 2x1
Asam Mefenamat 3x1
Lantus 1x8 unit
Apidra 3x8 unit
Omeprazol 1x1
Metronidazol 3x1
BAB III

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Pasien datang keluhan nyeri telapak kaki kiri yang tampak menghitam. Kondisi
tersebut mengarahkan pada gangrene pedis. Menurut Tsutsumi (2020), Gangrene pedis
dapat diakibatkan oleh berbagai macam etiologi berdasarkan tipenya klinis yang
ditemukan, yaitu wet gangrene dan dry gangrene. Gambaran klinis yang ditemukan
pada pasien adalah wet gangrene. Gambaran ini didukung oleh klinis kaki kiri pasien
yang mengalami pembengkakan pada daerah luka telapak kaki yang melunak, terlihat
membusuk, dan dan berwarna kehitaman. Selain itu, terdapat kulit seperti melepuh
yang berisi cairan keruh terbentuk dan dingin saat disentuh. Wet gangrene terjadi karena
adanya infeksi sekunder pada jaringan yang aliran darah vena atau arteri-nya terganggu
dan buruk. Hal ini paling sering terjadi pada daerah yang rentan terhadap edema
(ekstremitas bawah/kaki), meskipun juga dapat ditemukan pada jaringan genitourinari
dan mulut. Pasien dengan riwayat diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi ini
karena adanya penyembuhan luka yang buruk dan hiperglikemia. (Wahbi, 2018)

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan dengan pasien, luka pasien awalnya


hanya ada pada bagian jari kelingking, kian tidak sembuh dan makin meluas ke bagian
jari dan sepanjang telapak kaki. Pada penderita diabetes, infeksi dan luka dapat sulit
sembuh karena adanya beberapa faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut.
Pertama, adanya angiopati arteriol yang dapat mengakibatkan perfusi jaringan kaki yang
tidak adekuat sehingga mekanisme radang dan pemulihan luka menjadi tidak efektif.
Kedua, lingkungan dengan gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol dapat menjadi
tempat yang subur untuk perkembangan bakteri patogen. Ketiga, terbukanya pintas
arteri-vena di subkutan sehingga aliran nutrisi akan memintas tempat infeksi di kulit.
(Sjamsuhidajat, 2017)

Diagnosis gangrene diabetic pedis sinistra ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan hasil lab yang dilakukan pada Tn.A. Faktor risiko yang
ditemukan pada pasien adalah riwayat diabetes melitus tidak terkontrol sejak tahun
2018. Pasien cenderung meyakini pengobatan herbal yang direkomendasikan
kerabatnya. Saat dilakukan anamnesa lebih lanjut, keluarga pasien juga mengakui
bahwa tidak pernah memperhatikan kondisi pasien. Selain kepatuhan dalam
pengobatan, pasien juga tidak melakukan kontrol rutin gula darah secara rutin.
Penyebab kondisi tersebut sejalan antara anamnesis yang dilakukan kepada pasien
dengan data yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI tahun 2018 terkait alasan
pengobatan DM yang tidak rutin, meliputi merasa sudah sehat (50,4 %), tidak berobat
rutin ke fasilitas layanan kesehatan (30,2%), dan minum obat tradisional (25,3%).
Kedua, berdasarkan klasifikasi Meggit Wagner pada pemeriksaan fisik ditemukan
kondisi klinis kaki diabetik yang sudah mencapai grade 5, yaitu gangrene pada sebagian
kaki depan pasien. (Sjamsuhidajat, 2017). Ketiga, berdasarkan hasil lab dan observasi
pasien, ditemukan HbA1c dalam normal dan masuk dalam kriteria terkontrol, namun
gula darah sewaktu (GDS) pasien cenderung tinggi. HbA1c pada pasien tidak dapat
dijadikan indikator yang objektif sebagai kriteria DM terkendali karena kadar Hb tidak
dalam batas normal. (PERKENI, 2019)

Gangren diabetik merupakan dampak jangka panjang dari arteriosklerosis dan


emboli trombus kecil akibat diabetes melitus. Selain itu, angiopati diabetik juga terjadi
dan dapat mengakibatkan neuropati perifer, berupa gangguan motorik, sensorik, dan
otonom yang berperan dalam terjadinya Iuka diabetik. Gangguan motoric menyebabkan
otot kaki mengalami perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan,
dan akan menimbulkan perubahan titik tekan pada telapak kaki sehingga terjadi
penebalan berupa kalus pada tempat tersebut. Selanjutnya, gangguan sensorik dapat
menyebabkan mati rasa setempat pada kaki dan menghilangnya respon perlindungan
terhadap trauma di kaki sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari. Hal
tersebut dapat mengakibatkan kalus yang terbentuk pada kaki dapat lebih mudah
berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi akan berkembang menjadi selulitis dan
berakhir dengan gangren pedis. (Sjamsuhidajat, 2017)

Prinsip pengobatan pada kaki diabetik terdiri atas pengendalian diabetes dan
penanganan kelainan kaki. Pengendalian diabetes melitus harus disertai upaya
memperbaiki keadaan umum dengan nutrisi yang memadai. (Sjamsuhidajat, 2017)
Pada kasus ini, pasien diberikan pengobatan diabetes melitus menggunakan analog
hormon insulin kerja cepat dan lambat, yaitu Apidra dan Lantus. Hal ini dilakukan
untuk menurunkan kadar gula darah pasien dalam rentan yang normal dan stabil.
Selanjutnya, pemberikan antibiotik dapat dilakukan dengan pemberian antibiotic
golongan penisilin spektrum luas, golongan kloksasilin/dikloksasilin unruk terapi
vaskulits dan golongan yang aktif terhadap kuman anaerob, seperti klindamisin atau
metronidazol. Pada kasus ini, pasien diberikan pula antibiotik cefixime dan
metronidazole. Metronidazole diberikan sebagai profilaksis pertumbuhan kuman
anaerob yang berisiko terjadi pada kondisi pasien.

Penanganan kelainan mencakup pengangkatan jaringan nekrotik sehingga


memungkinkan penyembuhan jaringan yang hidup di sekitarnya. Hal ini juga
merupakan langkah penting sebagai pencegahan infeksi lebih lanjut. Perawatan pilihan
dari berbagai jenis gangrene dapat berbeda karena sifat dan kondisi yang berbeda.
(Caudell, 2008) Indikasi dari dilakukannya amputasi adalah adanya jaringan nekrotik
yang luas berupa gangrene, iskemia jaringan yang tidak dapat direkonstruksi, dan
infeksi dengan risiko sepsis. Batas amputasi pada kasus ini ditentukan oleh status
vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh luka yang ada. Prinsip dilakukannya
amputasi harus se-distal mungkin dari jaringan dengan aliran darah yang masih adekuat.
Identifikasi status vaskularisasi melalui pemeriksaan fisik dan ankle-brachial index
(ABI) dapat membantu dalam menentukan batas amputasi pada pasien. (Huang, 2018)
Pada pasien ini, Batasan dalam dilakukannya amputasi pada ekstremitas bawah
menggunakan batas amputasi klasik. Amputasi Syme menjadi pilihan jenis tindakan
pada pasien ini. (Sjamsuhidajat , 2017)

Prognosis ulkus diabetikum akan lebih baik bila dapat diidentifikasi sedini mungkin dan
penanganan yang optimal dapat dilakukan segera. Keterlambatan dalam penanganan
dapat mengakibatkan kerugian berupa amputasi kaki. (Oliver dan Mutluoglu, 2021)
Ulkus diabetikum dengan derajat Wagner 0-2 maka prognosisnya adalah dubia dan
derajat 3-5 adalah dubia ad malam. (Lee, 2009)
BAB IV

KESIMPULAN

Gangrene diabetik adalah gangrene yang dijumpai sebagai komplikasi penderita


diabetes melitus. Salah satu contoh kasus terjadi pada Tn.A dengan usia 53 tahun dan
riwayat diabetes melitus tidak terkontrol. Pengobatan dan control rutin diabetes melitus
berperan besar dalam mencegah risiko komplikasi gangrene diabetik yang terjadi serta
menurunkan risiko morbiditas, mortalitas, dan mengurangi kualitas hidup pasien.. Pada
kasus ini, pemahaman dan kesadaran pasien beserta keluarga penting dalam mencegah
perburukan-perburukan yang dapat terjadi akibat komplikasi diabetes melitus sehingga
pengobatan dapat optimal dijalankan.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons Committee on Trauma. (2014) Advanced Trauma Life


Support for Doctors. Student Course Manual. Nineth Edition

Caudell, Britanny Stapp., (2008). Gangrene: Recognizing and treating cellular necrosis.
Assosiation of Surgical Technologist. Available at:
https://www.ast.org/pdf/300.pdf

Huang, Yu-Yao. (2018) Survival and associated risk factors in patients with diabetes
and amputations caused by infectious foot gangrene. Available at:
https://jfootankleres.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13047-017-0243-0

Kementrian Kesehatan RI (2018). Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian RI

Lee, L. T., (2009) Glycemic control in the diabetic patient after stroke. Available at:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19951766/

Oliver, T.I., Mutluoglu, Mesut. (2021) Diabetic Foot Ulcer. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537328/#_article-34555_s7_

PERKENI. (2019). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia 2019.

Sjamsuhidajat R, Prasetyono TO, Rudiman R, et al. (2017) Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.
1-3. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Tsutsumi, Y. (2020) ‘Pathology of Gangrene’, Intech. doi: 10.5772/intechopen.93505.


Al Wahbi A. Autoamputation of diabetic toe with dry gangrene: a myth or a
fact? Diabetes Metab Syndr Obes. 2018;11:255-264

Anda mungkin juga menyukai