I L M U P E N YA K I T D A L A M
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212
Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364
w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
TO 1
SOAL no. 1
• Tn. Kurapika, berusia 59 tahun datang ke RS
dengan keluhan batuk sejak 2 bulan terakhir.
Keluhan disertai sesak yang tidak berkurang
dengan istirahat. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 80x/mnt
dan RR 26x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan
didapatkan perkusi pekak pada seluruh lapangan
hemithoraks kanan. Pada pemeriksaan radiologi
didapatkan perselubungan homogen pada
seluruh hemithoraks dekstra disertai penarikan
trachea dan mediastinum ke sisi kanan. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
• A. Efusi pleura dextra
• B. Atelektasis
• C. Emfisema paru
• D. Malignansi pada paru kanan
• E. Bronkopneumonia
Jawaban: B. Atelektasis
• Pasien dengan keluhan batuk 2 bulan disertai sesak. Adanya perkusi pekak
pada hemithoraks kanan serta gambaran rontgen perselubungan
homogen pada hemithoraks kanan disertai penarikan trakea dan
mediastinum kesisi yang mengalami kelainan menandakan terjadinya
atelektasis.
• Pilihan A, pada efusi pleura biasanya akan ditemukan sesak yang berubah-
ubah dengan perubahan posisi dan gambaran meniscus sign pada
radiologi.
• Pilihan C, pada emfisema biasanya akan ditemukan perkusi hipersonor dan
hiperlusen paa radiologi.
• Pilihan D, pada malignansi akan ditemukan tanda-tanda keganasan seperti
berat badan turun, anemia ataupun penurunan nafsu makan. Selain itu
biasanya pada malignansi akan menyebabkan terdorongnya trakea dan
mediastinum kea rah kontralateral.
• Pilihan E, bronkopneumonia merupakan infeksi pada paru yang ditandai
dengan demam, batuk dan sesak napas. Pada foto rontgen akan
didapatkan corakan brokovaskular akan meningkat.
1. ATELEKTASIS
• Atelectasis describes loss of lung
volume due to the collapse of
lung tissue.
• Clinical manifestation
– Pain on the affected side, sudden
onset of dyspnea, and cyanosis.
– Hypotension, tachycardia, fever,
and shock may also occur.
• Lung examination
– Dullness to percussion over the
involved area and diminished or
absent breath sounds Mediastinal displacement,
opacification, and loss of volume
– The trachea and the heart may be are present in the right
deviated toward the affected side. hemithorax
Treatment
• Depends on etiology.
• Nonpharmacologic therapies for improving cough and
clearance of secretions from the airways:
– chest physiotherapy + postural drainage
– chest wall percussion and vibration
– forced expiration technique (huffing)
• Medication:
– Bronchodilators (beta agonists, methylxantine, anticholinergics)
• decrease muscle tone in both the small and large airways in the lungs,
thereby increasing ventilation
– Mucolytics (N-acetylsistein)
• May promote sputum removal of thick mucous plugs
– Antibiotics
• To treat underlying bronchitis or postobstructive infection
• Chronic atelectasis is treated with segmental resection or
lobectomy.
SOAL No. 2
• Tn. Leorio, berusia 63 tahun datang dengan
keluhan batuk-batuk dan sesak sejak 3 hari SMRS.
Pasien diketahui memiliki riwayat mengalami
stroke 1 tahun yang lalu. Sejak itu ia banyak
menghabiskan waktunya di tempat tidur & sering
tersedak ketika makan. Pada pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah kasar di
basal paru, pada foto thorax didapatkan adanya
infiltrat. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien
tersebut?
• Pneumonia komunitas
• Pneumonia aspirasi
• Hospital acquired pneumonia
• Ventilator associated pneumonia
• TB paru
Etiology
Imaging
• Chest x-ray often reveals bilateral, diffuse patchy
infiltrates and posterior segment upper lobes
• After several days’ or longer duration may reveal
necrosis and even cavitation with air-fluid levels,
indicating lung abscess.
Tatalaksana
CAP aspiration pneumonia
• clindamycin (600 mg IV twice daily followed by 300 mg q6h orally).
• Intravenous penicillin G (1 to 2 million U q4 to 6h) can also still be used.
• Alternative oral agents include:
– amoxicillin-clavulanate (875 mg orally twice daily),
– amoxicillin plus metronidazole or oral moxifloxacin (400 mg orally once daily).
– Do not use metronidazole alone, as this is associated with high failure rates.
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
3. Demam rematik
• Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis
akibat GABHS (Streptococcus pyogenes)
• Usia rerata penderita: 10 tahun
• Komplikasi: penyakit jantung reumatik
• Demam rematik terjadi pada sedikit kasus
faringitis GABHS setelah 1-5 minggu
Jawaban: B. Intrahepatik
Pasien didapatkan kuning disertai mual, muntah dan nyeri perut kanan
atas. Adanya sclera ikterik, venektasi, asites dan edema mengarahkan
kemungkinan diagnosis sirosis hepatis. Pada pasien ini didapatkan
kenaikan kadar bilirubin baik direk maupun bilirubin inderek dimana
kenaikannya hampir seimbang sehingga diperkirakan kelainan berasal
dari intrahepatik yang disebabkan karena sirosis hepatis.
• Pilihan A, akan ditemukan pada kasus anemia hemolitik. Pada kasus
ini akan ditemukan peningkatan yang tinggi pada bilirubin indirek.
• Pilihan C, akan ditemukan pada penyakit yang menyebabkan
gangguan aliran empedu. Pada kasus ini akan ditemukan
peningkatan yang tinggi pada bilirubin direk.
• Pilihan D dan E, tidak ada istilah tersebut.
4. Ikterus
Pathophysiology of disease
Soal NO 5
• Ny. Alluka Zoldyk, 25 tahun, datang ke RS dengan
keluhan nyeri sendi sejak 3 bulan lalu. Pasien
mengatakan nyeri sendi berpindah-pindah namun
paling sering di pergelangan tangan dan lutut. Pasien
juga mengeluh lesu, lemah, berat badan turun
sebanyak 3 kg dalam 4 bulan terakhir dan lebih
sensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari.
Pada pemeriksaan fisik didapai ruam malar dan
ruam diskoid pada wajah. Pemeriksaan lab didapati
ANA dan anti dsDNA lebih tinggi dari normal.
Reumatoid Faktor (-). Apakah kemungkinan diagnosis
pasien tersebut?
• Rheumatoid Arthritis
• SLE
• Gout Arthritis
• Spondiloarthritis
• Osteoarthritis
Jawaban: B. SLE
Pada pasien ini terdapat keluhan nyeri sendi terutama
sendi-sendi kecil. Adanya lesu, penurunan BB, fotofobia
disertai ruam pada wajah dan ANA dan dsDNA yang lebih
tinggi dari normal menunjukkan kemungkinan diagnosis
adalah SLE.
• Pilihan A, pada RA akan ditemukan nyeri pada sendi-
sendi kecil dan rheumatoid faktor (+).
• Pilihan C, akan ditemukan adanya peningkatan kadar
asam urat dan tofus.
• Pilihan D, akan ditemukan nyeri pada vertebra.
• Piilihan E, akan ditemukan nyeri pada weight bearing
joint seperti panggul atau lutut
5. SLE
• Merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis peradangan pada
kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem saraf dan organ tubuh lainnya
• Kebanyakan mengenai
– wanita : pria 9-14:1
– usia reproduksi, 20 sampai 30 tahun
– kelompok kulit hitam dan Asia.
• Predisposisi yang ada pemicu kacaunya sistem toleransi
imunologis sehingga respon imun melawan antigen diri sendiri.
– Faktor genetik
– imunologik
– hormonal serta
– Lingkungan
SLE
(Diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria)
Pemeriksaan Serologi pada SLE
• Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
SLE adalah tes ANA.
• Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan
gejala mengarah pada SLE.
– Pada penderita SLE ditemukan tesANA yang positif sebesar 95-100%,
– akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain
yang mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya
• infeksi kronis (tuberkulosis),
• penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD),
• artritis rematoid, tiroiditis autoimun),
• keganasan
• pada orang normal.
– Jika hasil tes ANA negatif
• pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan
• tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang
terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan.
• Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif
adalah tes antibodi terhadap antigen nuklear spesi ik, termasuk
anti-dsDNA, Sm, nRNP , Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo.
• Kriteria SLE ringan:
1. Secara klinis tenang
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat,
sendi, hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.
Rheumatoid Arthritis
Ulnar deviation of the fingers with wasting
Rheumatoid nodules &
of the small muscles of the hands and
olecranon bursitis.
synovial swelling at the wrists, the extensor
tendon sheaths, MCP & PIP.
Pemeriksaan Laboratorium
• RF (sensitivity ∼60%; specificity ∼80%)
– False positives are seen with hepatitis C, subacute
bacterial endocarditis, primary biliary cirrhosis, sarcoidosis,
malignancy, Sjögren’s syndrome, SLE, and increasing age.
• Anti-CCP antibodies
– Sensitivity is similar to RF, but it is more specific for RA
than RF (up to 95%-98%).
• The presence of either RF or anti-CCP (“seropositive
RA”) is associated with more severe disease, more
extraarticular manifestations, and worse prognosis.
Rheumatoid Arthritis
• Pilar Pengelolaan Artritis Reumatoid
– Edukasi
– Program/Latihan Rehabilitasi
– Pilihan Pengobatan
• DMARD
• Agen Biologik
• Kortikosteroid
• Obat Anti Inflamasi Non Steroid
– Pembedahan
2. Biologic DMARDS
O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
Rheumatoid Arthritis
Kompetensi Dokter Umum
O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
SOAL NO 8
• Ny. Fugetsu Hui, 69 tahun, datang ke RS dengan
keluhan utama berupa nyeri punggung terutama
ketika akan berdiri setelah duduk sejak 6 bulan
terakhir. Pasien mengatakan hanya bisa berjalan
3 meter kemudian berhenti karena nyeri. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
130/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Pada pemeriksaan radiologis tampak
korpus vertebra berbentuk bikonkaf. Apa
diagnosis pasien?
• Osteoporosis
• Spondiloartrosis.
• Spondilitis TB
• Spondilolistesis
• Pott’s Disease
• Jawaban: A. Osteoporosis
Pasien lansia dengan nyeri pada punggung. Adanya
gambaran fraktur pada vertebra menandakan
kemungkinan pasien mengalami fraktur patologis
yang sering terjadi pada pasien dengan
osteoporosis.
• Pilihan B, akan ditemukan adanya nyeri dan kaku
pada vertebra.
• Pilihan C dan E, akan ditemukan adanya
gambaran gibbus pada vertebra.
• Pilihan D, akan ditemukan adanya pergesarana
corpus vertebra.
8. OSTEOPOROSIS
• Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
• Compromised bone strength
• Tipe osteoporosis
– Osteoporosis tipe I pasca menopause (defisiensi esterogen)
– Osteoporosis tipe II senilis (gangguan absorbsi kalsium di
usus)
• Faktor risiko osteoporosis
– Usia, genetik, lingkungan, hormon, sifat fisik tulang
• Dapat menyebabkan fraktur patologis
Tanda dan Gejala
• Seringnya tanpa
gejala – silent
disease
• Gejala lain yang
dapat muncul
Nyeri punggung
Fraktur patologis
Penurunan tinggi
badan
Imobilisasi
Kifosis bertambah
Klasifikasi Osteoporosis
EXAMINATION
• The bone mineral density (BMD) test is the primary test used to
identify osteoporosis and low bone mass.
• Laboratory test
– Blood calcium levels - this test is usually normal in osteoporosis
but may be elevated with other bone diseases.
– Vitamin D - deficiencies can lead to decreased calcium absorption.
– Thyroid tests - such as T4 and TSH to screen for thyroid disease
– Parathyroid hormone (PTH) - to check for hyperparathyroidism
– Follicle-stimulating hormone (FSH) - to check for menopause
– Testosterone - to check for deficiency in men
– Protein electrophoresis - to identify abnormal proteins produced
by a certain type of cancer (called multiple myeloma) that can
break down bone
– Alkaline phosphatase (ALP) - to test for increased levels that may
point to a problem with the bones
Radiologi Osteoporosis
Plain radiograph
• not a sensitive modality, as more than 30-50% bone loss is required
to appreciate decreased bone density on a radiograph
• vertebral osteoporosis manifests as pencilling of vertebrae
• loss of cortical bone (picture frame vertebra) and trabecular bone
(ghost vertebra)
• compression fractures and vertebra plana
• loss of trabeculae in proximal femur area
• in tubular bones (especially metacarpals), there will be thinning of
the cortex
• cortical thickness <25% of the whole thickness of metacarpal
signifies osteoporosis (normally 25-33%)
Fraktur Kompresi pada Osteoporosis
• Wedge fractures –
collapse of the
anterior or posterior
of the vertebral body
• Biconcave
fractures – collapse of
the central portion of
both vertebral body
endplates
• Crush fractures –
collapse of entire
vertebral body
Gambaran Rontgen Pada Osteoporosis
Tatalaksana
• Vitamin D supplement: 600 IU/day for persons 19 to 70 years of age and
800 IU/day for persons 71 years and older
• Calcium supplement: The recommended dietary intake of calcium for
women 19 to 50 years of age and men 19 to 70 years of age is 1000
mg/day; women older than age 50 and men older than age 70 require
1200 mg/day.
• Oral bisphosphonates (alendronate, ibandronate, risedronate): they
decrease bone resorption by attenuating osteoclast activity. They are first-
line therapy for the treatment of most patients with osteoporosis.
– Alendronate is given 70 mg once weekly on awakening, with 8 oz water on
empty stomach, with no oral intake for at least 30 min.
– Risedronate is given 35 mg once weekly or 75 mg taken on 2 consecutive days
per month on awakening, with 8 oz water on empty stomach, with no oral
intake for at least 30 min
• Raloxifene: 60 mg qd. Selective estrogen receptor modulator, it has
suppressive effects on osteoclast and bone resorbtion. Its main use is for
prevention of vertebral fractures.
Tatalaksana
• Teriparatide
– a recombinant human parathyroid hormone used
for postmenopausal women with osteoporosis
who are at high risk for fracture especially
vertebral fractures.
• Estrogen (conjugated equine estrogen or
equivalent): 0.3 to 0.625 mg/day
– Although HRT is not currently recommended for
the treatment of osteoporosis.
SOAL NO 9
• Tn. Chrollo Lucifer, 45 tahun, datang ke
poliklinik swasta dengan keluhan utama lemah
syahwat dan penurunan libido sejak 6 bulan.
Pasien memiliki riwayat DM sejak 4 tahun.
Pasien mendapat pengobatan rutin insulin
basal, metformin, dan atorvastatin. Pemeriksaan
fisik didapatkan IMT 31kg/m2. TD 129/80
mmHg, HR 88x/mnt, RR 20x/mnt, T 36,5C. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan GDP 287
mg/dL, G2PP 263 mg/dL, kolesterol total 243
mg/dL, HDL 37 mg/dL, TG 174 mg/dL. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
• Cushing disease
• Hipogonadotropic hipogonadism
• Addison disease
• Metabolic syndrome
• kallman syndrome
Complex multidirectional interactions between testosterone and obesity, metabolic syndrome, and type 2 diabetes
mediated by cytokines and adipokines leading to comorbidities such as ED (endothelial dysfunction) and increased CVD risk.
FFA, free fatty acids; GnRH, gonadotropin-releasing hormone; LH, luteinizing hormone; PAI-1, plasminogen activator
inhibitor-1.
Pemeriksaan Penunjang
• Profil lipid, glukosa darah, Tes fungsi hati,
Urine lengkap , Tes fungsi ginjal, TSH, EKG
• Skrining dianjurkan pada semua pasien
berusia ≥ 20 tahun, setiap 5 tahun sekali
Meig JB. The Metabolic Syndrome. April 2018. Available from https://www.uptodate.com/contents/the-
metabolic-syndrome-insulin-resistance-syndrome-or-syndrome-x
Farmakologis
Tatalaksana
• Golongan statin: Simvastatin 5 – 40
mg/hr (↓kolest; ES: mialgia,
Modifikasi gaya hidup ↑SGOT/PT; KI:kehamilan)
• Golongan resin:Kolestiramin 4 – 16
• Diet, dengan komposisi:Lemak g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest)
jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA • Golongan asam nikotinat:Lepas
10%; Lemak total25 – 35%; cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 –
Karbohidrat 50 – 60%; Protein 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest &
15%; Serat20 – 30 g/hari; TG; Interaksi dgn Aspirin; ES: gout,
Kolesterol< 200 mg/hari ↑glukosa)
• Golongan asam fibrat: Gemfibrazil
• Latihan jasmani dan
2x600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn
Penurunan berat badan bagi kombinasi dgn statin ↑resiko ES
yang gemuk miopathy)
• Menghentikan kebiasaan • Penghambat absorpsi kolesterol:
merokok, minuman alcohol Ezetimibe 10 mg/hr
Meig JB. The Metabolic Syndrome. April 2018. Available from https://www.uptodate.com/contents/the-
metabolic-syndrome-insulin-resistance-syndrome-or-syndrome-x
Hiperkolesterolemia Hipertrigliseridemia
• Evaluasi profil lipid tiap 6 minggu • Batas tinggi atau tinggi
– Bila tercapaisetiap 4-6 bulan. – tujuan utama tata laksana adalah
• 6 minggu modifikasi gaya hidup, target mencapai target kolesterol LDL.
belum tercapai
– intensifkan penurunan lemak jenuh dan
• Pasien dengan trigliserida tinggi:
kolesterol, tambahkan stanol/steroid nabati, – target sekunder kadar
tingkatkan konsumsi serat, dan kerjasama kolesterol non-HDL
dengan dietisien.
• sebesar 30 mg/dL lebih tinggi
• 6 minggu berikutnya non-farmakologis dari target kadar kolesterol LDL
tidak berhasilfarmakologis (lihat tabel di atas).
• Pencegahan primer (tanpa PJK), dimulai • Pendekatan Tata Laksana obat:
dengan nutrisi medis dan latihan fisik3 – Obat penurun kadar kolesterol
bulan tidak mencapai sasaran LDL, atau tambah obat fibrat atau
ditambahkan statin. asam nikotinat
– 6 minggu target belum tercapai naikkan
dosis statin atau kombinasi dengan yang lain.
• Pasien dengan PJK atau yang setara
(pencegahan sekunder), segera diberi tata
laksana non farmakologis dan farmakologis,
jika kolesterol LDL > 100 mg/dL.
Target Tatalaksana
SOAL NO 9
• Tn. Gon Freecs, usia 29 tahun, datang ke RS
dengan keluhan lemas dan pucat sejak 3
bulan terakhir. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
90x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
Hb 9 gram/ dl. Pada pemeriksaan apusan
darah tepi ditemukan gambaran seperti
dibawah ini. Apakah kemungkinan diagnosis
pasien tersebut?
10. Gambar di Soal
• Anemia defisiensi besi
• Anemia hemolitik
• Anemia megaloblastik
• Anemia aplastik
• Thalassemia
Emedicine
Anemia Defisiensi besi
• Hypersensitivity
– Frequency not reported: Hypersensitivity reactions
(from rashes to anaphylaxis).
Anemia - Infeksi Hookworm
• The greatest concern from infection is blood loss.
– Aided by an organic anticoagulant, a hookworm
consumes about 0.25 mL of host blood per day.
– The blood loss caused by hookworms can produce a
microcytic hypochromic anemia (Iron deficiency).
• Compensatory volume expansion contributes to
hypoproteinemia, edema, pica, and wasting.
• The infection may result in physical and mental
retardation in children.
• Eosinophilia has been noted in 30 to 60 percent
of infected patients.
• Telur hookworm
(cacing tambang)
bentuk oval dgn
dinding transparan
SOAL NO 12
• Ny. Neon Nostrade, 24 tahun, datang ke
poliklinik dengan keluhan utama berupa
mudah lelah, lemah dan pucat. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium Hb
10 g/dl, anemia mikrositik hipokrom. Hasil
elektroforesis Hb A menurun, Hb A2
meningkat, Hb F meningkat. Apakah
kemungkinan diagnosa kasus di atas?
• Thallasemia Gamma
• Thallasemia Beta
• Thallasemia Alfa
• Hb Barts
• HbH
• Alpha-thalassemia
• duplikasi rantai α-globin pada kromosom 16 menghasilkan
4α-globin gen (αα/αα).
• α-thalassemia terjadi jika terdapat delesi pd gen tersebut.
Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
http://elcaminogmi.dnadirect.com/grc
/patient-site/alpha-thalassemia-
Penurunan genetik
thalassemia beta jika kedua
orang tua merupakan
thalassemia trait
NB: need
two genes
(one from
each parent)
to make
enough beta
globin
protein
chains.
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS
• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Manifestasi Klinis
Beta-thalassemia:
• Heterozygous beta-thalassemia (thalassemia minor): no or mild anemia, microcytosis
and hypochromia, mild hemolysis manifested by slight reticulocytosis and
splenomegaly.
• Homozygous beta-thalassemia (thalassemia major): intense hemolytic anemia;
transfusion dependency; bone deformities (skull and long bones); hepatomegaly;
splenomegaly; iron overload leading to cardiomyopathy, diabetes mellitus, and
hypogonadism; growth retardation; pigment gallstones; susceptibility to infection.
• Thalassemia intermedia caused by combination of beta- and alpha-thalassemia or
beta-thalassemia and Hb Lepore: resembles thalassemia major but is milder.
Alpha-thalassemia:
• Silent carrier: no symptoms.
• Alpha-thalassemia trait: microcytosis only.
• Hemoglobin H disease: moderately severe hemolysis with microcytosis and
splenomegaly.
• The loss of all four alpha-globin genes is incompatible with life (stillbirth of hydropic
fetus).
Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Klasifikasi
α-Thalassemia syndromes
Number of α-Globin Syndrome Hematocrit MCV
Genes Transcribed
4 Normal Normal Normal
3 Silent carrier Normal Normal
2 Thalassemia minor (or Trait) 28–40% 60–75 fL
1 Hemoglobin H disease 22–32% 60–70 fL
0 Hydrops fetalis
Β-Thalassemia syndromes
α-Globin Genes Hb A Hb A2 Hb F Transfusions
Transcribed
Normal Homozygous β 97–99% 1–3% <1%
Papadakis MA, McPhee SJ. Current Medical Diangnosis and Treatment.2014. New York : McGraw-Hill Companies
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)
– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
Pencil Cell and Target cell
• Pencil cells/cigar cell:
– a commonly cited feature of Iron deficiency
anemia, but pencil cells may also be seen less
commonly in other processes, including b-
thalassemia minor and anemia of chronic disease
• Target cells:
– classically described features of β-thalassemia
minor, but also can be found in iron deficiency
anemia (less common)
Thalasemia
Tata laksana thalassemia
• Transfusi darah, indikasi pertama kali • Splenektomi jika memenuhi
jika: kriteria
– Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x berurutan
dengan jarak 2 minggu • Splenomegali masif
– Hb>7 disertai gejala klinis spt facies • Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
cooley, gangguan tumbuh kembang ml/kg/tahun
• Transfusi darah selanjutnya jika hb<8
g/dL SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL • Transplantasi (sumsum tulang,
(dlm bentuk PRC rendah Leukosit) darah umbilikal)
• Medikamentosa • Fetal hemoglobin inducer
– Asam folat (penting dalam
pembentukan sel) 2x 1mg/hari (meningkatkan Hgb F yg
– Kelasi besi menurunkan kadar Fe membawa O2 lebih baik dari Hgb
bebas dan me<<< deposit hemosiderin).
Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 A2)
ng/ul, atau 10-20xtransfusi, atau
menerima 5 L darah. • Terapi gen
– Vitamin E (antioksidan karena banyak
pemecahan eritrosit stress oksidatif
>>)
– Vitamin C (dosis rendah, pada terapi
denga n deferoxamin)
• Nutrisi: kurangi asupan besi
• Support psikososial
SOAL NO 13
• Ny. Lesch Nyhan, usia 28 tahun, datang ke tempat praktik
Dokter dengan keluhan nyeri pada ulu hati. Sudah berobat
2 bulan yang lalu, nyeri memberat 2 hari ini. Keluhan juga
timbul saat malam hari sehingga pasien terbangun dari
tidur. Keluhan akan membaik beberapa menit bila
mengkonsumsi makanan dan beberapa jam bila
mengkonsumsi antasida. Pasien mengatakan akhir -akhir
ini pekerjaan dikantor berat dan pasien sering
mengkonsumsi kopi. Riwayat penggunaan obat hanya
antasida, riwayat penyakit lain disangkal, pemeriksaan fisik
dalam batas normal. Dokter meminta pasien untuk makan
sedikit-sedikit tapi sering dan memberikan obat berupa
H2 bloker. Apa diagnosis pasien tersebut?
• Gastritis
• Tukak duodenum
• Irritable bowel syndrom
• Ca Gaster
• Tukak pepticum
Both
• most common symptom: diffuse epigastric pain
• may be pain free
• may be associated with dyspeptic symptoms
• can lead to bleeding, perforation, or obstruction
Pemeriksaan Ulkus Peptikum
• Comprehensive history and physical exam to
exclude other diagnoses.
• Diagnostic modalities include endoscopy or
upper GI series.
• Endoscopy is preferred and remains the gold
standard for diagnosis of PUD. The presence
of a mucosal break ≥5 mm in the stomach or
duodenum confirms the diagnosis.
Indikasi Esofagoduodenoskopi
• Pielonefritis berat:
– Demam tinggi,
– rigors,
– Mual, muntah,
– Nyeri pinggang.
• Pemeriksaan penunjang:
– Urinalisis: didapatkan pyuria (>5-10 leukosit/LPB, aatau
didapatkan esterase leukosit yang positif.
– Pemeriksaan radiologi umumnya tidak dibutuhkan untuk
menegakka diagnosis, kecuali pada gejala yang tidak khas, atau
pada pasien yang tidak respons terhadap terapi.
• Complicated Pyelonephritis
– Infection associated with a condition, such as a
structural or functional abnormality of the
genitourinary tract, or the presence of an underlying
disease, which increase the risk of a more serious
outcome than expected from UTI
Pyelonefritis
• Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di awal
terapi), terapi dapat dibatasi selama 7-10 hari.
• Pada laki-laki muda (< 35 tahun), sebaiknya fluoroquinolone diteruskan
hingga 14 hari. Karena risiko aktivitas seksual lebih aktif.
• Pada beberapa penelitian pemberian golongan β-lactam kurang dari 14 hari
berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi.
• Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7 hari
dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari.
Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015
Complicated Pyelonephritis
• Klasifikasi
Klasifikasi interdisipliner internasional yang pertama kali untuk GGA adalah kriteria
RIFLE yang diajukan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI). Kemudian ada
upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network (AKIN) untuk mempertajam
kriteria RIFLE sehingga lebih awal dikenali.
• disebabkan oleh berbagai kondisi yang
GGA prerenal menimbulkan hipoperfusi ginjal →
(~55%) penurunan fungsi ginjal tanpa ada
kerusakan parenkim yang berarti.
Kulit Livido reticularis, iskemia jari-jari, butterfly rash, purpura, vaskulitis sistemik.
Maculopapular rash ditemukan pada nefritis interstitial alergi.
Mata Keratitis, iritis, uveitis, konjungtiva kering: ditemukan pada vaskulitis autoimun.
Jaundice: penyakit liver.
Band keratopathy (karena hiperkalsemia): mieloma multipel.
Retinopati diabetes.
Retinopati hipertensi.
Atheroemboli.
Kompleks QRS
Hilang
• Diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) adalah kombinasi diet yang
kaya dengan buah, sayur, kacang-kacangan serta rendah kandungan asam lemak
jenuh. Diet ini merupakan salah satu pendekatan yang paling efektif dalam
mencegah dan mengatasi hipertensi terutama pada pasien non obese.
• Pilihan A, Diet kalsium atau suplementasi kalsium memiliki efek yang sangat kecil
dalam penurunan tekanan darah.
• Pilihan B, Vegetarian memiliki insidensi hipertensi yang lebih rendah daripada
nonvegetarian tapi tidak ada data yang mendukung bahwa dengan tidak
mengkonsumsi protein dari hewan dapat menurunkan tekanan darah secara
efektif pada pasien dengan hipertensi.
• Pilihan C, Mengurangi intake natrium dapat menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi tetapi efeknya lebih rendah daripada diet DASH.
• Pilihan E, Merokok dapat menyebabkan kenaikan pada tekanan darah namun
berhenti merokok tidak secara signifikan menurunkan tekanan darah. Walaupun
begitu, pasien hipertensi disarankan untuk berhenti merokok agar dapat
menurunkan risiko komplikasi kardiovaskular.
Hipertensi
Klasifikasi
• Hipertensi Esensial (i.e., there is no identifiable cause)
applies to more than 95% of cases of HTN.
• Etiologi Hipertensi sekunder :
Renal/renovascular disease—renal artery stenosis (most common
cause of secondary HTN) chronic renal failure, polycystic kidneys
Endocrine causes—hyperaldosteronism, thyroid or parathyroid
disease,
Cushing’s syndrome, pheochromocytoma, hyperthyroidism,
acromegaly
Medications—oral contraceptives, decongestants, estrogen, appetite
suppressants, chronic steroids, tricyclic antidepressants (TCAs), NSAIDs
Coarctation of the aorta
Cocaine, other stimulants
Sleep apnea
JNC VIII
Tatalaksana Non Farmakologi
Approximate systolic BP
Modification Recommendation
reduction, range*
Maintain normal body weight 5 to 20 mmHg per 10 kg weight
Weight reduction 2
(BMI, 18.5 to 24.9 kg/m ) loss
Consume a diet rich in fruits,
vegetables, and low-fat dairy
Adopt DASH eating plan 8 to 14 mmHg
products with a reduced content
of saturated and total fat
Reduce dietary sodium intake to
Dietary sodium reduction no more than 100 mEq/day (2.4 g 2 to 8 mmHg
sodium or 6 g sodium chloride)
Engage in regular aerobic physical
activity such as brisk walking (at
Physical activity 4 to 9 mmHg
least 30 minutes per day, most
days of the week)
Limit consumption to no more
than two drinks per day in most
Moderation of alcohol
men and no more than one drink 2 to 4 mmHg
consumption
per day in women and lighter-
weight persons
For overall cardiovascular risk reduction, stop smoking. The effects of implementing these modifications are dose- and time-dependent and could be higher for some individuals; they are not all additive.
BP: blood pressure; BMI: body mass index; DASH: Dietary Approaches to Stop Hypertension.
Reproduced from: The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Available at
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf.
SOAL 18
• Ny. Yakult Doco, 19 tahun, datang dengan
keluhan sering bersendawa. Keluhan juga
disertai dengan rasa terbakar didada tengah, dan
kadang-kadang makanan terasa naik ke
kerongkongan. Hal ini sering membuat pasien
merasa mual namun tidak muntah. Riwayat
sendawa seperti ini sudah 1 bulan. Pemeriksaan
tanda vital dalam batas normal, PF: konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik -/-, abd: meteorismus,
nyeri tekan epigastrik (-). Pada pemeriksaan
gastroskopi didapatkan hiperemis sepanjang
esofagus. Diagnosis pasien tersebut adalah…
• GERD
• Gastritits
• Kolesistitis
• Kolelithiatis
• Pankreatitis
• Jawaban: A. GERD
• Adanya keluhan rasa terbakar di dada dan makanan yang terasa
naik ke kerongkongan yang disertai mual dan sendawa
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami GERD.
Adanya gambaran hiperemis pada esofagus pada pemeriksaan
gastroskopi mendukung diagnosis ini.
• Management:
– Aggressive lifestyle modification & pharmacologic therapy.
– Surgery is encouraged for the fit patient who requires chronic
high doses of pharmacologic therapy to control GERD or who
dislikes taking medicines.
– Endoscopic treatments for GERD are very promising, but
controlled long-term comparative trials with proton pump
inhibitors and/or surgery are lacking.
SOAL NO 19
• Ny. Nano Mono, 32 tahun, datang ke poliklinik
dengan keluhan radang tenggorokan dan
panas di dada seperti terbakar sejak 1 bulan
terakhir. Akhir-akhir ini pasien mengaku sering
merasa asam dan pahit pada tenggorokkan.
Terkadang juga terasa mual tapi tidak sampai
muntah. TD 120/80, HR 75x/menit, RR
18x/menit, suhu 36,9oC. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan nyeri tekan pada epigastrium.
Bagaimana edukasi pasien yang tepat?
• Makan makanan besar dalam interval yang
panjang
• Bila ingin tidur setelah makan setidaknya diberi
jarak 2-3 jam
• Tidur kepala lurus tanpa bantal
• Rokok tidak mempengaruhi keluhan pasien
• Makan makanan berlemak
Etiologi
• Penyakit obstruktif paru kronis.
• Hipoventilasi kronis.
• Kelainan pembuluh darah paru.
• Kelainan parenkim paru.
Manifestasi Klinis
• Sesak napas, nyeri dada, pingsan, barrel chest,
sianosis, bendungan vena leher
• Kelainan pemeriksaan fisis sesuai dengan kelainan
paru dan jantung.
• Nyeri perut kanan atas karena kongesti hepar.
• Tanda-tanda gagal jantung kanan
• JVP meningkat,
• edema tungkai,
• asites,
• bunyi jantung S3 pada ventrikel kanandapat didengar
pada garis sternal kiri
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan EKG
• didapatkan RAD/RVH, artimia supraventrikular/ventrikular.
• Dapat didapatkan polisitemia
• Pemeriksaan darah
• Peningkatan hematoktrit ( polisitemia sekunder)
• Def alpha 1-antitrypsin
• ANA positif jika etiologi penyakit kolagen vaskular
• Hiperkoagulasi (peningkatan protein S dan C. antitrombin III, faktor V
Leyden, anticardiolipin antibodies, homosistein).
• Nuclear scanning menilai V/Q (ventilation/perfusion)
• CT scan untuk estimasi massa ventrikel kanan jantung
• Echocardiogram to detect right ventricular enlargement and/or
hypertrophy and estimate pulmonary artery pressure.
• Right-sided heart catheterization measures pulmonary artery
pressures and pulmonary vascular resistance.
Pemeriksaan Penunjang
• Gambaran EKG :
Deviasi aksis ke kanan
Hipertrofi ventrikel kanan
P-pulmonale yg tampak pd lead II, III, aVF
RBBB
Low voltage QRS
Gambaran Radiologis Cor
Pulmonale
• Didapatkan dilatasi
arteri pulmonal
sentral dan hipertrofi
ventrikel kanan. (From
Crawford MH et al [eds]:Cardiology,ed
2, St Louis, 2004, Mosby.
Cor Pulmonale
Tatalaksana
• Tatalaksana penyakit yg mendasari penyakit paru.
• Memperbaiki oksigenasi.
Diberikan jika saturasi oksigen >88%, dengan target saturasi
oksigen 88%.
• Tatalaksana terhadap jantung dan hipertensi pulmonal
Tirah baring
Diet rendah garam
Diuretika
Digitalis
Vasodilator (inhibitor fosfodiesterase)
Tatalaksana Medikamentosa
• Diuretik
Menurun load jantung
• Calcium channel blocker, terutama slow release
nifedipine dan diltiazem
Vasodilatasi arteri pulmonal
• PDE-5 Inhibitor (sildenafil)
Melepaskan nitric oxide yang berfungsi untuk
vasodilatasi
• Antikoagulan (warfarin)
Mencegah trombosis yg sering terjadi pd pasien cor
pulmonal.
SOAL NO 22
• Tn. Milenium Earl, 50 tahun, datang ke UGD
dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan tiba-tiba
sekitar 3 jam yang lalu. Sesak dirasakan semakin
memberat. Pasien juga mengeluh batuk. Terdapat
riwayat 11 hari yang lalu operasi tungkai kanan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/90
mmHg, HR 112x/menit. Pada pemeriksaan foto
thoraks didapatkan palla's sign (+), westermark's
sign (+), hampton's hump (+). Diagnosis yang
paling mungkin pada pasien ini adalah...
• Pneumonia
• Emboli paru
• Gagal gantung
• Atelektasis
• DVT
M shape RBBB
T3
Q3
Right Ventricular strain
Gambaran Radiologis Emboli Paru
Tanda Patologi
Uptodate.com
Managemen PE dengan hemadinamik tidak
stabil
Uptodate.com
SOAL NO 23
• Tn. Tyki Mikk, 73 tahun, datang dengan keluhan sering
pingsan sejak seminggu yang lalu. Keluhan disertai
dengan pusing-pusing dan mudah lelah saat beraktivitas.
Tidak terdapat riwayat deman dan keringat banyak.
Pemeriksaan fisik tekanan darah : 120/80 mmHg, HR:
43x/menit, RR 25x/mnt, Suhu: 36,5C dan pada auskultasi
jantung ditemukan murmur(+). Pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal. Pada pemeriksaan
EKG ditemukan gambaran seperti berikut:
• Kemungkinan penyebab kelainan pada pasien
tersebut adalah…
• Fokus ektopik di atrium
• Hambatan total AV node ke ventrikel
• Iskemik dinding jantung
• Fokus ektopik ventrikel
• Hambatan dari SA node ke AV node
• Jawaban: D. Diuretik
Pasien didapatkan keluhan sesak yang memberat sejak 35 menit.
Adanya peningkatan tekanan vena jugular serta ronchi pada basal paru
mengarahkan diagnosis edema paru. Tatalaksana awal edema paru
adalah dengan pemberian oksigen, posisi setengah duduk, diuretic,
morfin dan nitrat. Dipilih pemberian diuretic karena dapat
menurunkan volume preload dengan cepat.
• Pilihan A, dapat diberikan setelah diuretic dan dapat menurunkan
preload.
• Piilihan B, dapat diberikan setelah diuretic.
• Pilihan C, tidak diberikan pada pasien dengan tanda-tanda gagal
jantung akut atau edema paru karena dapat memperberat kongesti
pada paru.
• Pilihan E, tidak diberikan pada kasus edema paru.
24. ACUTE LUNG EDEMA
• Clinical manifestation of acute pulmonary
edema:
– Acute pulmonary edema usually presents with the
rapid onset of dyspnea at rest, tachypnea,
tachycardia, and severe hypoxemia.
– Crackles and wheezing due to alveolar flooding
and airway compression from peribronchial
cuffing may be audible.
– Release of endogenous catecholamines often
causes hypertension.
Edema Paru Akut
Klinis
• Sianosis sentral
• Sesak nafas dengan bunyi napas melalui mukus
berbuih
• Ronkhi basah nyaring di basal paru kemudian
memenuhi hampir seluruh lapangan paru; kadang-
kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang
memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut
asma kardial
• Takikardia dengan gallop S3
• Murmur bila ada kelainan katup
Pemeriksaan Radiologi
• Edema paru kardiogenik
– Pemeriksaan radiologi polos dada
• menunjukkan adanya kardiomegali,
• redistribusi pembuluh darah paru,
• infiltrat perihiler (seperti kupu — kupu), dan
• efusi pleura
• Pada edema paru non kardiogenik
– biasanya ditemukan infiltrat yang berdistribusi di
seluruh lapang paru, dengan tidak adanya
kardiomegali atau efusi pIeura.*
Gambaran Radiologi pada Edema Paru
Kardiogenik
• Kerley B lines (septal lines) penebalan garis septa
parenkim paru, +- tebal 1 mm dan panjang 1 cm, tegak
lurus terhadap permukaan pleura, ditemukan pada
perifer paru
• Efusi pleura biasanya bilateral, sisi kanan lebih besar
dari kiri. Jika unilateral, lebih sering di sisi kanan
• Peribronkial cuffing gambaran cairan pada dinding
bronkus
• Batwing’s appearance opasitas perihiler bilateral
• Kardiomegali (tidak selalu ada)
Batwing’s appearance Kerley B lines (panah putih) Peribronchial cuffing
Penanganan Edem Paru
• Posisi ½ duduk.
• Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila
perlu dengan masker.
– Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi
bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
• Infus emergensi.
– Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.
Penanganan Edem Paru
• Nitrogliserin sublingual atau intravena
– Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit
– Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
• Morfin sulfat
– 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit
– total dosis 15 mg> pemberian ini bertujuan untuk menenangkan
pasien
• Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus
– followed by continuous I.V.
– infusion doses of 10-40 mg/hour
– If urine output is <1 mL/kg/hour, double as necessary to a
maximum of 80-160 mg/hour.
• Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) :
– Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik
SOAL NO 25
• Tn. The Water Pillar Giyu, usia 56 tahun, datang
dengan keluhan nyeri dada sejak 6 jam yang lalu.
Pasien mengaku nyeri dirasakan menjalar ke
rahang dan lengan kiri. Pada pemeriksana tanda-
tanda vital didapatkan tekanan darah 80/60
mmHg, nadi 110x/menit, frekuensi napas
28x/menit, CTR < 2 detik dan akral teraba
hangat. Pada pemeriksaan EKG didapatkan
gambaran ST elevasi pada lead II, III, dan aVF.
Apakah tatalaksana yang akan diberikan pada
pasien tersebut?
• Terapi dobutamin
• Terapi dopamin
• Terapi norepinefrin
• Terapi atropine
• Terapi adenosine
• Gangguan fungsi
ventrikel kiri
gangguan perfusi
oksigen ke jaringan
• Disebabkan oleh
infark miokard akut
• Hilangnya >40%
jaringan otot pada
ventrikel kiri
Syok Kardiogenik
SOAL NO 26
• Ny. The Love Pillar Mitsuri, usia 47 tahun datang
dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3
hari yang lalu, keluhan dirasa semakin
memberat. Pasien memiliki riwayat batu
empedu. Pasien tampak dalam posisi terpaksa
membungkuk, menahan sakit. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan tekanan darah 140/80 mmHg, HR
98x/menit, RR: 20x/menit dan suhu 37 C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Cullen sign (+).
Apakah tatalaksana yang akan diberikan pada
pasien tersebut?
• Operasi
• Rehidrasi cairan
• Antibiotik
• Bilas lambung
• Antiemetik
KLINIS
• Dispepsia sedang sampai berat, gelisah kadang disertai gangguan kesadaran
• Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising usus
menurun (ileus paralitik)
• Pankreatitis akut berat dapat mengalami sesak napas karena inflamasi diafragma
akibat pankreatitis, efusi pleura, atau adult respiratory distress syndrome.
• Nyeri tekan abdomen, defans, tanda perdarahan retroperitoneal (Cullens –
periumbilical, Grey Turners – pinggang) jarang terlihat
PENEGAKAN DIAGNOSIS
• Amylase & lipase ↑
– Amilase meningkat pada 6-12 jam dari onset pankreatitis. Lipase meningkat pada 24 jam-14
hari dari onset pankreatitis.
• MRI
• MRCP (bila terdapat dugaan bahwa pankreatitis disebabkan oleh koledokolithiasis)
https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-diagnosis-of-acute-pancreatitis
PANKREATITIS AKUT
• Pankreatitis adalah
inflamasi pankreas
yang berlangsung akut
(onset tiba-tiba, durasi
kurang dari 6 bulan)
atau akut berulang (>1
episode pankreatitis
akut sampai kronik -
durasi lebih dari 6
bulan).
https://teachmemedicine.org/cleveland-clinic-acute-pancreatitis/
Pankreatitis
SOAL NO 27
• Tn. The Serpent Pillar Obanai, berusia 17 tahun
datang ke UGD RS dengan keluhan nyeri dan rasa
terbakar di tenggorokan. Pasien juga mengeluhkan
mual muntah dan nyeri menelan. Pada 6 jam
sebelumnya pasien meminum cairan pembersih
kamar mandi karena ingin bunuh diri setelah
diputuskan secara sepihak oleh pacarnya, padahal
pasien masih sayang. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Pada status lokalis didapatkan
luka bakar di daerah mulut. Apakah kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?
• Esofagitis korosif
• Esofagitis erosif
• GERD
• Stenosis esofagus
• Atresia esofagus
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Alkali vs Acid injuries
ACID ALKALI
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Pemeriksaan Penunjang
(Radiologi)
• Rontgen
– udara di mediastinum atau bawah diafragma
( melihat adanya perforasi)
• Konfirmasi perforasi
– agen barium sulfat
• Pemeriksaan barium meal esogagus
– evaluasi progres disfagia hingga kejadian
striktur
• Endoskopi
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Tatalaksana Umum
• Pasien asimptomatik
– low volume, accidental ingestion of low concentration
• tidak perlu endoskopi
• Follow up dan rawat jalan
NPONIL
De Lusong MAA, Timbol ABG, Tuazon DJS. Management of esophageal caustic PER OS
injury. World J Gastrointest Pharmacol Ther 2017; 8(2): 90-98 (PUASA)
Komplikasi
1. Striktur Esofagus
Derajat luka :
• Grade I ~ Grade IIA tidak ada risiko
• Grade IIB 75% terjadi striktur
• Grade III 100% terjadi striktur
2. Obstruksi Lambung
3. Keganasan Esofagus
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
SOAL NO 28
• Ny. The Mist Pillar Muichiro, usia 30 tahun, dengan
keluhan utama nyeri pada ulu hati jika terlambat
makan. Pasien sudah mengalami gejala-gejala
tersebut semenjak kuliah dan akan kambuh jika
pasien terlambat makan atau mengkonsumsi
makanan pedas atau asam. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR
20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan nyeri tekan epigastrium. Apakah tata
laksana yang akan diberikan pada pasien tersebut?
• Ranitidine 2x150 mg
• Ranitidine 3x150 mg
• Famotidine 2x50 mg
• Famotidine 2x40 mg
• Famotidine 3x40 mg
• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala
berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa.
• Epidemiologi
Sekitar 2 juta penduduk di US
(about 1% of the population)
Typical presentation age: 40 to 50
yr. Kebanyakan terjadi pada usia
sebelum 60.
Patients with alcoholic hepatitis
typically drink more than 80 g of
alcohol daily for at least 5 years
Alcoholic Liver Disease
Manifestasi Klinis
• Alcoholic liver disease dapat diklasifikasikan :
Alcoholic fatty liver
Alcoholic hepatitis
Alcoholic cirrhosis of liver
Alcoholic Fatty Liver
• Patients with fatty liver and most patients with mild/moderate AH
are usually asymptomatic.
• Some patients have vague symptoms such as anorexia, malaise,
nausea or right hypochondrial discomfort/pain.
• Pada 15% kasus didapatkan ikterus.
• Physical examination:
– unremarkable although a mild smooth, non-tender hepatomegaly
without any signs of chronic liver disease (CLD) may be present.
• Laboratorium:
– Aminotransferases can be elevated and gamma-glutamyl
transpeptidase levels are often increased as a result of ethanol-
induced microsomal enzyme activity.
• Alcoholic fatty liver can be difficult to differentiate from non-
alcoholic fatty liver disease.
Fatty liver Normal liver
Alcoholic Hepatitis
Alcoholic Hepatitis
Alcoholic Cirrhosis of Liver
• Patients with cirrhosis may remain asymptomatic and
others have vague symptoms, such as tiredness,
malaise or features of hepato-cellular failure, such as
jaundice, ascites, peripheral oedema, etc.
• Physical signs of CLD is usually present in patients with
cirrhosis and can broadly be divided into the following:
– Signs of portal hypertension, i.e. ascites, splenomegaly and
prominent abdominal wall veins.
– Signs of alcoholism and liver disease, such as jaundice,
telangiectasia, palmar erythema, parotid enlargement,
clubbing, Dupuytren’s contracture, neuropathy, etc.
– Signs of hormonal dysfunction (feminisation), such as
hypogonadism and gynaecomastia..
Pemeriksaan Alcoholic Liver Disease
Pemeriksaan Imaging
• Abdominal ultrasound
– is the first-line and the most costeffective imaging modality.
– An increased echogenicity of liver is sensitive for fatty liver.
– macrovesikular steatosis
– The presence of splenomegaly, ascites, dilated portal vein and
collaterals suggest portal hypertension.
• Computed tomography (CT) and magnetic resonance
imaging (MRI)
– more sensitive in diagnosis of cirrhosis and demonstrate liver
surface nodularity and altered density of the liver.
• Ultrasound elastography (Fibroscan)
– has recently been used as a noninvasive method to establish the
presence of hepatic fibrosis (by assessing the elasticity of the
liver).
SOAL NO 31
• Tn. The Stone Pillar Gyomei, 27 tahun, diantar ke
IGD RS dengan keluhan sesak nafas sejak sehari
yang lalu. Seminggu yang lalu pasien mengeluh
sakit kepala, demam, batuk, pilek dengan ingus
banyak dan nyeri tenggorokan. Sekitar dua
minggu sebelumnya pasien baru saja pulang dari
perjalanan dinas di Hongkong. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan sesak nafas berat, demam,
gelisah, ronki basah kasar di kedua lapangan
paru. Apakah diagnosis yang paling mungkin
pada pasien tersebut?
• SARS
• Influenza
• Pneumonia
• Bronchiolitis
• Bronchiectasis
• Jawaban: A. SARS
Pasien datang dengan keluhan sesak disertai sakit kepala, demam serta
batuk pilek dan nyeri tenggorokan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya ronki basah kasar di kedua lapang paru. Adanya penyakit
saluran napas disertai dengan riwayat perjalanan ke Hongkong atau
Negara dengan wabah SARS menguatkan kemungkinan diagnosis ke
arah SARS.
• Pilihan B, biasanya bermanifestasi sebagai malaise, hidung berair
dan demam, namun gejala-gejala tersebut tidak berat hingga
menyebabkan sesak napas.
• Pilihan C, akan ditemukan demam, batuk dan sesak napas, biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri.
• Pilihan D, akan ditemukan adanya wheezing dan sering terjadi pada
anak-anak yang berusia kurang dari 2 tahun.
• Pilihan E, akan ditemukan adanya sputum 3 lapis dan gambaran
honey comb appearance pada foto rontgen.
31-32. Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS)
Definisi
• Penyakit saluran respirasi yang disebabkan
oleh coronavirus SARS-associated
coronavirus (SARS-CoV).
• Wabah SARS terutama terjadi di China, Hong
Kong, Singapore, and Taiwan.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Kriteria Epidemiologis
• Riwayat perjalanan ke daerah
dgn wabah SARS atau suspek
SARS dalam kurun waktu 10 hari
sejak onset gejala.
• Kontak erat dgn pasien SARS
atau suspek SARS dalam kurun
waktu 10 hari sejak onset gejala.
• Riwayat memakan kelelawar cina
(Chinese Horseshoe bat) yg
merupakan reservoir virus SARS.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Kriteria Klinis
• Asimtomatik atau penyakit respirasi ringan
• Penyakit respirasi sedang
Suhu > 38 C dan
Satu atau lebih temuan klinis penyakit saluran respirasi (batuk, sesak,
kesulitan bernapas, hipoksia)
• Penyakit respirasi berat
T > 38 C dan
Satu atau lebih temuan klinis penyakit saluran respirasi (batuk, sesak,
kesulitan bernapas, hipoksia) dan
Gambaran radiologis pneumonia atau
Respiratory distress syndrome atau
Temuan autopsi sesuai dgn pneumonia atau respiratory distress
syndrome tanpa penyebab yang jelas.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Kriteria Laboratorium
• Terkonfirmasi
Deteksi antibodi terhadap SARS-CoV dari sampel serum.
Deteksi RNA SARS-CoV dgn PCR yg dikonfirmasi dgn
pemeriksaan PCR kedua.
Isolasi SARS-CoV
• Negatif
Tidak ditemukan antibodi thdp SARS-CoV
• Undetermined
Tes lab tidak dilakukan atau tidak lengkap.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Manifestasi Klinis
• Gambaran awal :
– demam, mialgia dan sakit kepala. Demam tinggi
disertai menggigil.
• Batuk kering non produktif terjadi dalam waktu 2
hingga 4 hari setelah demam.
• Diare dapat terjadi pd 25% kasus.
• Dyspneu dan hipoksemia
• Gambaran bifasik dpt terjadi berupa perbaikkan
yg diikuti dgn perburukkan pd beberapa pasien.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Pemeriksaan
• Laboratorium
Isolasi virus
PCR
DPL, hitung trombosit, enzim hati, LDH, dan CPK.
Temuan pd SARS : thrombocytopenia,
lymphopenia, peningkatan LDH, and elevated CPK,
ALT, AST.
Gambaran Radiologi SARS
Chest x-ray:
• patchy focal infiltrates or
consolidation with
peripheral distribution.
• Interstitial infiltrates can be
observed early in the disease
course
• As the disease progresses,
widespread opacification
affects large areas, generally
starting in the lower lung
fields
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Tatalaksana
• Non Farmakologi
Supportive care.
Nearly 25% of cases will require ventilator assistance.
Nutritional support.
• Farmakologi
Tidak ada tatalaksana spesifik.
Antibiotik spektrum luas (kuinolone atau makrolide)
Kortikosteroid (metilprednisolon 40 mg bid atau 2
mg/kg/day)
SOAL NO 32
• Ny. The Mist Pillar Muichiro, 37 tahun, datang ke IGD
dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu.
Sebelumnya pasien mengalami demam tinggi,
menggigil, nyeri sendi, nyeri otot. Pasien juga
mengaku mengalami batuk kering sejak 3 hari yang
lalu. Sekitar 10 hari yang lalu pasien pergi ke
Hongkong. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan
umum baik, kesadaran compos mentis. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 90/60
mmHg, HR 120x/mnt, RR 36x/mnt, suhu 390C dan pada
auskultasi didapatakan ronkhi basah pada seluruh
lapangan paru. Apakah pemeriksaan penunjang yang
akan dilakukan pada pasien tersebut?
• Spirometri
• Foto thoraks
• CRP
• EKG
• TB mantoux dan sputum BTA
• Jawaban: A. Pneumokoniosis
Pada pasien didapatkan sesak nafas sejak 1 tahun dengan riwayat bekerja sebagai penambang
batu bara. Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan frekuensi napas. Pada rontgen
ditemukan kalsifikasi berupa gambaran eggshell pada daerah perihiller kanan. Berdasarkan
anamnesis dan penunjang pasien terdapat kecurigaan diagnosis berupa pneumoconiosis yang
disebabkan paparan debu mineral yang terus menerus sehingga menyebabkan terjadinya fibrosis
parenkim paru. Pasien ini kemungkinan mengalami silicosis karena paparan debu silika yang
sering terdapat di daerah pertambangan ditambah bukti adanya eggshell calsification pada foto
thoraks. Pada penambang batu bara sebenarnya pasien juga dapat mengalami coal workers
pneumonia, namun pada penyakit ini gambaran radiologi yang dapat ditemukan adalah adanya
opasitas pada lobus atas paru
• Pilihan B, Tidak dipilih COPD karena tidak didapatkan gambaran klinis bronkitis kronis
ataupun emfisema serta tidak dijelaskan faktor risiko tersering COPD yaitu merokok pada
soal.
• Pilihan C, akan ditemukan gejala berupa batuk, sesak dan demam.
• Pilihan D, akan ditemukan gejala berupa batuk-batuk lama, keringat dingin dan penurunan
berat badan.
• Pilihan E, Pada fibrosis paru idiopatik etiologinya tidak diketahui secara jelas. Selain itu pada
fibrosis paru idiopatik memang terdapat gambaran abnormal pada foto thoraks namun tidak
mempunyai nilai diagnostik yang spesifik seperti opasitas retikular di perifer paru dan volume
loss pada lobus paru bagian bawah.
33. Pneumoconiosis
• Definisi
gangguan permanen pd struktur paru diakibatkan
inhalasi debu mineral yg disertai reaksi jaringan paru
terhadap debu tersebut.
Occupational Lung Disease
Disease Exposure Clinical Findings
Silicosis Silica in mining, quarrying, and tunneling; Diffuse airspace or ground-glass
stonecutting, polishing, and cleaning disease in a perihilar distribution with
monumental masonry; sandblasting and glass air bronchograms.
manufacturing, foundry work, pottery and Egg-shell calcifications in hilar and
porcelain manufacturing, brick lining, boiler mediastinal lymph nodes
scaling, and vitreous enameling, Coal miners
Byssinosis Textile workers exposed to the dust of cotton, Acute dyspnea, cough, wheezing
flax, hemp, and jute Xray:diffuse, ill-defined haziness,
predominantly in the lower lung zones
Bagassosis Hypersensitivity Pneumonitis caused due to Shortness of breath, coughing blood,
inhalation of sugarcane fiber waste low grade fever.
Xray: mottling of lungs or may show a
shadow.
Farmers breathing in dust containing the spores of Diffuse air-space consolidation is
lung special, heat-tolerating bacteria or moulds often typical of acute farmer's lung (with
found on moldy crops. Spores from two types of acute antigen exposure). Nodular or
bacteria, "Micropolyspora faeni" and reticulonodular pattern is characteristic
"Thermoactinomyces vulgaris", and certain of the subacute phase
types of moulds called "Aspergillus"
Silikosis
• Agen : debu silika bebas(free-crystalline silica),
(bedakan dengan silikat !)
SiO2 , kristal heksagonal (bentuk amorf tak berbahaya)
Mineral plg banyak di bumi
Berisiko jika kandungan SiO2 >1%
Sumber : pasir kwarsa, batu granit, tanah gerabah, dll
Pekerja berisiko : tambang, drilling, keramik, sand
blaster, industri ampelas/gerinda, pencetakan logam
• Penyakit yang sering menyertai : tbc, penyakit
obstruktif paru, kanker
• Dibagi Menjadi Silikosis kronik, berkembang
(accelerated), dan akut
• SILIKOSIS AKUT :
o Akibat paparan dengan dosis sangat tinggi dalam
waktu beberapa minggu – tahun (1 – 3 tahun)
o Pekerja berisiko : sandblaster, flint crusher, keramik
o Keluhan & gejala : sesak, febris, batuk, berat badan
turun
o Gejala lain : sering diserta odema paru atau extrinsic
allergic alveolitis
o Komplikasi silikosis
Tuberkulosis dan infeksi aportunis
Pnemotoraks
Rematoid dan penyakit kolagen lain
Penyakit ginjal
Kanker paru
Silikosis
• Silikosis Kronik • Silikosis berkembang
Setelah terpapar > 20 tahun Akibat paparan pada dosis
pada dosis rendah
Umumnya tanpa keluhan. tinggi > 5 tahun
Keluhan (bila ada) : napas Secara cepat berkembang
pendek dan batuk
Dapat berkembang menjadi
menjadi pmf
bentuk progresif : progressive Keluhan napas pendek
massive fibrosis (pmf)
muncul lebih awal
Progresif : penurunan fungsi
(restriksi), distorsi bronki. Cepat mengalami hipoksia
Komplikasi : kegagalan kardio-
respirasi Nodul mengalami
Radiologis : egg shell konsolidasi membesar > 1
calcification (pengkapuran cm
getah bening hilus)
Pemeriksaan
• CT is the modality of choice for evaluating lung
pathologies, such as benign and malignant neoplasms,
infections, various interstitial lung diseases (ILDs) and
pneumoconiosis.
• In the pleura, effusions, empyema, pneumothorax and
tumours and in the mediastinum, lymphadenopathy and
neoplasm are well assessed.
• HRCT is a technique used for evaluating exquisite details of
the lung parenchyma.
• HRCT can detect pathologies, which are not apparent on
plain chest radiographs and has changed the management
of patient with ILDs and airway pathology.
Silikosis
Silicosis with Progressive Massive Fibrosis. There are large conglomerate upper lobe "masses" (black
arrows). Multiple enlarged and calcified hilar lymph nodes are seen, many with rim-like or "egg-shell"
calcification (white arrows). There is scarring in both lower lobes (green arrows).
Silikosis
• Manifestasi Klinis
– First stage is called as simple pneumoconiosis which is
characterized by chronic cough, fever, expectoration and
dysponea on exertion, this is associated with little ventilatory
impairment.
– Second stage is called progressive massive fibrosis. It is
irreversible and continues even after cessation of the
exposure, prognosis is not good.
Coal Worker Pneumoconiosis
(Antrakosis)
• Diagnosis
– History of exposure.
– Lung function Test:
• varies from normal to obstructive or restrictive or
combination of both.
– Diffusion decreased.
– Dysponea on exertion.
– X-ray chest:
• small nodules, 1-10 mm in upper lung zones, ground
glass appearance of the lung.
2
Micronodule
Ground glass
appearance
Coal Worker Pneumoconiosis (Antrakosis)
Asbestos-Related Pleural Disease. Again, there are innumerable pleural plaques (calsification), seen both en face (white
arrows) and in profile (black arrows).
Asbestosis
Asbestosis. High-resolution CT scan through the lower lung zone nicely demonstrates thickened septal lines (white arrows) and
small, rounded, subpleural, intralobular opacities (black arrow). Also note the calcified diaphragmatic pleural plaque on the left.
Asbestosis
• Tuberkulosis postprimer/reaktivasi
• Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
• Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
• Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.
• Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
• Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
TUBERKULOSIS
Terduga TB
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
Tuberculosis
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)
Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)
MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Neg
(- -) (+ +) Sensitive Indeterminate Resistance
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung
TB
Bukan TB; Cari
kemungkinan penyebab
penyakit lain
Ada
Perbaikan
Tidak Ada
Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Algoritma TB
Klinis Klinis, ada
TB MDR
Nasional 2016
XDR
faktor risiko
TB TB, dan atas
Terkonfirmasi Bukan TB; Cari pertimbangan
Klinis Lanjutkan Pengobatan
kemungkinan dokter Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
TB
Terkonfirmasi yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
Klinis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Pengobatan indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB Lini 1
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia
Terduga TB
Tuberculosis
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)
Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung Bukan TB; Cari
TB kemungkinan penyebab Ada Tidak Ada
penyakit lain Perbaikan Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Klinis Klinis, ada
faktor risiko
TB MDR XDR Algoritma TB
TB
Terkonfirmasi
Klinis
Bukan TB; Cari
kemungkinan
TB, dan atas
pertimbangan
dokter
Lanjutkan Pengobatan
Nasional 2016
Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain TB
Terkonfirmasi
Klinis
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
Pengobatan gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
TB Lini 1 indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5
(satu bulan sebelum akhir pengobatan)
Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
TATALAKSANA
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3
– Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
– Pasien TB paru terdiagnosis klinis
– Pasien TB ekstra paru
(K)*
(K)*
(K)*
(K)*
Amalia Iliopoulou MRCP, Afroze Abbas PhD, MRCP and Robert Murray BSc, MD, FRCP. How to
manage withdrawal of glucocorticoid therapy. Prescriber.co.uk
SOAL NO 37
• Tn. Thunder Pillar Jigoro, 40 tahun, datang dengan
keluhan sering BAK dan kehausan. Riwayat makan
banyak disangkal. Tidak ada riwayat DM. IMT
normal. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Hasil
tes gula darah menunjukkan gula darah puasa 80
mg/dl, dan gula darah sewaktu 140 mg/dl. Water
deprivation test (+). Osmolalitas urin setelah water
deprivation test didapatkan 200 mOsm/KgH2O
(normal : > 800 mOsm/KgH2O). Apa yang menjadi
penyebab kelainan tersebut?
37. Poliuria
• Definisi
Ekskresi urin ≥ 3 liter/hari
• Patofisiologi
Central diabetes insipidus
rendahnya sekresi ADH (vasopresin) oleh pituitari posterior
Nephrogenic diabetes inspidus
Sekresi ADH normal tp tubulus tidak respon thd ADH
Transient diabetes insipidus
pd kehamilan terjadi peningkatan metabolisme ADH
Primary polidipsia (psychogenic)
intake cairan terlalu banyak sehingga BAK akan sering (respon
fisiologis)
A.Gangguan sekresi Renin angiotensin
B.Gangguan sekresi ACTH
C.Gangguan sekresi Aldosteron
D.Gangguan sekresi Vasopresin
E. Gangguan sekresi insulin
• Jika timbul nyeri otot, nyeri tekan, atau kelemahan otot, maka CK harus
diperiksa & obat dhentikan jika aktivitas CK meningkat signifikasn di atas
nilai rujukan
Toksisitas Statin
SOAL NO 38
• Tn. Muzan Kibutsuji, berusia 64 tahun, datang untuk
konsultasi ke dokter karena memiliki riwayat
miokard infark sejak 3 bulan tetapi tidak rutin
minum obat. Pada pemeriksaan fisis didapatkan TD
130/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu
37C. Pada pemeriksaan laboratorium darah
didapatkan kadar LDL 186 mg/dl; HDL normal;
kolesterol total 267 mg/dl dan trigliserid normal.
Jika pasien tersebut diberikan terapi statin jangka
panjang, apakah yang hendaknya diperiksa untuk
memantau terjadinya efek samping?
A.Kreatin kinase
B.Kadar Asam Urat
C.CK MB
D.INR
E. HbA1C
• Jawaban: D. PTU
Pasien mengeluh badan lemas disertai berkeringat dan BB turun. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan takikardia. Pada PF ada massa di leher serta
kenaikan FT4 dan TSH turun. Dari data-data diatas pasien kemungkinan
mengalami hipertiroidisme yang disebabkan oleh grave disease yang ditandai
dengan adanya eksoftalmus. Pada hipertiroidisme tatalaksana awal yang
dapat diberikan adalah obat anti tiroid yaitu PTU atau metimazole.
• Pilihan A, diberikan pada pasien dengan hipotiroid.
• Pilihan B, merupakan pilihan invasif dan biasanya merupakan pilihan
terakhir setelah terapi farmakologi tidak efektif. Selain itu tiroidektomi
biasanya tidak dilakukan jika pasien memiliki hipertiroidisme yang tidak
terkontrol karena dapat menyebabkan krisis tiroid intraoperative atau
postoperative sehingga biasanya untuk dilakukan tiroidektomi kondisi
pasien ditunggu hingga eutiroid.
• Pilihan C dan E, diberikan jika dengan terapi thionamid selama 1 tahun
belum ada perbaikkan.
40.HIPERTIROID
Hipertiroidisme
Ross et al 2016 American Thyroid Association Guidelinesfor Diagnosis and Management of Hyperthyroidism and Other
Causes of Thyrotoxicosis 2016
GRAVES DISEASE
• Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon
tiroid dalam sirkulasi.
• Hipertiroidisme: tirotoksikosis yang disebabkan
oleh kelenjar tiroid hiperaktif.
Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema pretibial.
Indeks Wayne utk pasien dengan
hipertiroidisme
• Skor>19
hipertiroid
• Skor<11 eutiroid
• Antara 11-
19equivocal
Kalra S, Khandelwal SK, Goyal A. Clinical scoring scales in thyroidology: A compendium. Indian J Endocr
Metab 2011;15, Suppl S2:89-94
Faktor Risiko & Etiologi Patofisiologi
• Jawaban: C. Propanolol
• Pasien ini mengeluh berdebar-debar, penurunan BB,
dan tidak tahan panas. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipertensi, eksoftalmus, pembesaran tiroid
difus dan fine tremor sehingga kemungkinan pasien ini
mengalami hipertiroid akibat penyakit Grave. Salah
satu tatalaksana palpitasi dan hipertensi pada pasien
dengan grave disease adalah pemberian obat
antihipertensi golongan beta blocker. Dipilih
propranolol karena selain dapat meredakan palpitasi
dan hipertensi, obat ini dapat menghambat konversi T4
menjadi T3 di jaringan perifer.
41. Beta Blocker Untuk Hipertiroidisme
http://online.liebertpub.com/doi/pdf/10.1089/thy.2016.0229
SOAL NO 42
• Tn. Upper Moon Doma, usia 43 tahun datang
dengan keluhan gangguan penglihatan pada
malam hari. Gangguan penglihatan dirasakan
mengganggu pekerjaan pasien sebagai supir truk
antarkota. Keluhan disertai BAB dengan feses
berminyak. Pasien memiliki riwayat konsumsi
alkohol sejak usia 17 tahun. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x//mnt,
RR 22x/mnt dan suhu 37C. Apa kemungkinan
penyebab kelainan pada pasien tersebut?
A.Kekurangan vit A
B.Kekurangan vit D
C.Kekurangan vit E
D.Kekurangan vit K
E. Kekurangan vit C
• Etiologi
Pankretitis kronis
Celiac disease
Postgastrectomy
Cholestasis
Giardiasis
Chron’s disease
Steatorrhea
Malabsorbsi Vitamin Larut Lemak
Pankreatitis Kronik
Etiologi
• Chronic alcoholism (most common cause)
• Obstruction (ampullary stenosis, tumor, trauma [with pancreatic duct
stricture], pancreas divisum, annular pancreas)
• Tobacco
• Hereditary pancreatitis
• Severe malnutrition
• Idiopathic
• Untreated hyperparathyroidism (hypercalcemia)
• Mutations of the cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR)
gene
• and the TF genotype
• Other genetic mutations (Cationic trypsinogen gene, chemotrypsinogen C
gene, calcium-sensing receptor gene, claudin-2 gene, serine protease
inhibitor, kazal type 1 gene)
• Autoimmune pancreatitis
Pankreatitis Kronik
Manifestasi Klinis
– Persistent or recurrent epigastric and left upper
quadrant pain that may radiate to the back
– Tenderness over the pancreas, muscle guarding
– Significant weight loss
– Bulky, foul-smelling stools, greasy in appearance
– Epigastric mass (10% of patients)
– Jaundice (5%-10% of patients)
Manifestasi Pankreatitis Kronik
• Nyeri abdomen
– Biasanya daerah epigastrik, menjalar punggung
– Mual-muntah
– Membaik dengan duduk tegap atau bungkuk ke
depan
• Insufisiensi pankreas
– Malabsorpsi lemak
– Diabetes pankreatik
• Moderate
– Autonomic and neuroglycopenic symptoms
– Individual is able to self-treat
• Severe
– Requires the assistance of another person
– Unconsciousness may occur
– Plasma glucose is typically < 50 mg/dL
TATALAKSANA
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat
• Konsumsi makanan tinggi
karbohidrat • Terdapat gejala
• Gula murni
neuroglikopenik dextrose
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm)
20% sebanyak 50 cc (jika
dilarutkan dalam air tidak ada bisa diberikan
• Pemeriksaan glukosa darah dextrose 40% 25 cc), diikuti
dengan glukometer setelah infus D5% atau D10%
15 menit upaya terapi • Periksa GD 15 menit, jika
• Kadar gula darah normal, belum mencapai target
pasien diminta untuk makan dapat diulang
atau konsumsi snack untuk
mencegah berulangnya • Monitoring GD tiap 1-2 jam
hipoglikemia.
• Jawaban: A. Sistitis
Pasien ini mengalami nyeri saat BAK disertai dengan nyeri
tekan pada suprapubis menandakan pasien mengalami sistitis.
Di soal tidak ditemukan adanya komplikasi sehingga pasien
bisa rawat jalan dan diberikan obat oral. Pilihan pengobatan
pada sistitis akut tanpa komplikasi adalah salah satunya
dengan cephalosporin oral generasi ke 3 yaitu cefixime.
• Pilihan B, akan ditemukan demam dan nyeri ketok CVA (+).
• Pilihan C, akan ditemukan BAK nyeri atau discharge pada
urin.
• Pilihan D, akan ditemukan painless hematuria.
• Pilihan E, akan ditemukan nyeri pada epigastrium.
46. Infeksi Saluran Kemih
• Escherichia coli is by far the most frequent cause
of uncomplicated community-acquired UTIs.
• Klasifikasi anatomik:
– Bawah : uretritis, sistitis
– Atas : pielonefritis, abses renal/perinefrik, prostatitis
• Klasifikasi klinis:
– Uncomplicated:
• ISK pada individu tanpa kelainan struktural atau fungsional,
• ISK pada individu tanpa penyakit yang menimbulkan kerentanan
ISK
– Complicated:
• ISK pada laki-laki,
• ISK pada kelainan struktural atau fungsional
• ISK pada perempuan hamil, dengan kateter, imunodefisien, DM
INFEKSI SALURAN KEMIH
Pielonefritis
– Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis
– Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare,
– Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria,
leukosit esterase +.
Sistitis:
Inflamasi pada kandung kemih
Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau,
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.
Urethritis:
Inflammation pada uretra
Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh.
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Pemeriksaan Lab
• Urethritis can be diagnosed based on the
presence of one or more of the following:
– A mucopurulent or purulent urethral discharge
– A urethral smear that demonstrates at least five
leukocytes per oil immersion field on microscopy
– A first-voided urine specimen that demonstrates
leukocyte esterase on dipstick test or at least 10
white blood cells (WBCs) per high-power field on
microscopy.
– All patients with urethritis should be tested for
Neisseria gonorrhoeae and Chlamydia trachomatis.
Urinalysis
• Urinalysis with microscopic evaluation of clean-catch urine
for bacteria and pyuria.
• The presence of ≥10 leukocytes/μl of unspun urine from a
midstream catch indicates UTI.
• If urine dipsticks are used, the presence of positive nitrite
and positive leukocyte esterase is indicative of UTI in a
symptomatic patient.
• The role of pretreatment urine culture in the evaluation of
suspected UTI is to confirm the presence of bacteriuria
and to identify and provide antibiotic susceptibility
information on the causative organism
• Complete blood count with differential (shows
leukocytosis)
Infeksi Saluran Kemih
• Traditionally, >100,000 CFU/mL is
used to exclude contamination.
• In women with symptoms of cystitis,
a threshold of >102 bacteria/mL is
more sensitive (95%) & specific
(85%) than a threshold of 105/mL for
the diagnosis of acute cystitis.
• In men, the minimal level indicating
infection appears to be 103/mL.
• Amoxicillin or ampicillin
should not be used for
empirical treatment given
the relatively poor efficacy
SOAL NO 47
• Tn. Lower Moon Wakuraba, 52 tahun datang
dengan keluhan badan lemah dan pucat.
Riwayat pasien memiliki penyakit TB paru,
akan tetapi tidak pernah berobat secara
teratur, obat juga tidak diminum secara rutin.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 90x/mnt, RR 24x/mnt dan suhu
37C. Apakah kemungkinan hasil laboratorium
yang akan didapatkan pada pemeriksaan
pasien tersebut?
• MCV turun
• MCV naik
• Ferritin serum turun
• TIBC naik
• Ferritin serum naik
• If inflammation doesn’t
resolve normocytic
normochromic anaemia
microcytic
hypochromic anaemia
Essential Hematology.
Anemia
NB: Pemeriksaan TIBC memiliki ketersediaan yang lebih luas dibandingkan pemeriksaan Transferin
SOAL NO 48
• Ny. Older Sister Spider, 38 tahun, mengeluh BAB
cair sejak 6 minggu yang lalu. BAB cair disertai
ampas berwarna pucat, tidak ada lendir dan
darah. Pasien juga mengeluhkan mual hilang
timbul. Pasien mempunyai riwayat menjalani
operasi bariatrik (gastric bypass) beberapa bulan
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR 20x/mnt dan
suhu 37C. Apakah kondisi yang terjadi pada
pasien tersebut?
A.Defisiensi niasin
B.Defisiensi riboflavin
C.Defiensi thiamin
D.Defisiensi piridoksin
E.Defisiensi cobalamin
• Jawaban: B. Polimiksin
• Pasien diberikan polimiksin oleh dokter. Polimiksin bekerja
dengan cara mengganggu fungsi membrane sel bakteri
sehingga meningkatkan permeabilitas.
• Pilihan A, Rifampisin bekerja dengan berikatan pada subunit
beta dari RNA polimerase bakteri sehingga menghalangi
terjadinya sinstesis DNA.
• Pilihan C dan D, Eritromisin dan Linkomisin bekerja dengan
menghambat ribosom 50S yang menghambat aktivitas
peptidil tranferase sehingga menghalangi pembentukan
protein bakteri.
• Pilihan E, Trimethoprim bekerja dengan menghambat
pembentukan asam folat pada bakteri
49. Antibiotik
Chloramphenicol
• Chloramphenicol dapat menyebabkan depresi
sumsum tulang sehingga mengakibatkan anemia
aplastik, agranulositosis, thrombositopenia atau
pansitopenia
• Reversibel jika obat dihentikan
• Dapat ditemukan jika dosis obat melebihi 3-4 gram
per hari selama 1-2 minggu
• Menghambat sintesis protein dari mitokondria
dengan menghambat ribosomal
peptidyltransferase.
Resistensi antibiotik
• Antibiotic resistance happens when bacteria
change to protect themselves from an antibiotic.
They are then no longer sensitive to that
antibiotic.
• The inappropriate use of antimicrobial drugs,
including in animal husbandry, favours the
emergence and selection of resistant strains, and
poor infection prevention and control practices
contribute to further emergence and spread of
antimicrobial resistance.
How to help prevent resistance?
• People
– hand washing, and avoiding close contact with sick people to prevent
transmission of bacterial infections and viral infections such as
influenza or rotavirus, and using condoms to prevent the transmission
of sexually-transmitted infections;
– getting vaccinated, and keeping vaccinations up to date;
– using antimicrobial drugs only when they are prescribed by a certified
health professional;
– completing the full treatment course (which in the case of antiviral
drugs may require life-long treatment), even if they feel better;
– never sharing antimicrobial drugs with others or using leftover
prescriptions.
• Health workers
– enhancing infection prevention and control in hospitals and clinics;
– only prescribing and dispensing antibiotics when they are truly
needed;
– prescribing and dispensing the right antimicrobial drugs to treat the
illness.
SOAL NO 50
• Tn. Upper Moon Kaigaku, 47 tahun, datang ke
UGD RS dengan keluhan mual dan muntah sejak
4 jam yang lalu. Keluhan disertai dengan diare.
Sebelumnya ketika pasien bekerja di sawah,
pasien menyiapkan dan menggunakan insektisida
parathion malathion. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 50x/mnt, RR
36x /menit, suhu 37C, pupil miosis, hipersekresi
kelenjar keringat dan saliva, bising usus
meningkat. Bagaimana mekanisme kerja zat
tersebut?
A.Meningkatkan kerja adrenergik
B.Meningkatkan kerja antagonis kolinergik
C.Menghambat kerja kolinesterase
D.Meningkatkan kerja kolinesterase
E. Meningkatkan kerja direct agonist kolinergik
• Acetylcholinesterase inhibition
accumulation of acetylcholine &
overstimulation of acetylcholine
receptors in synapses of the
autonomic nervous system, CNS,
and neuromuscular junctions
DUMBELS.
• CDC:
– Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk anak
0,01 mg/kg (minimum 0,01 mg), diberikan IV. Jika
tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
– Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret & keringat
berlebih terkontrol.
– Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak 25-
50mg/kg. Diberikan IV selama 30-60 menit.
TO 3
SOAL NO 51
• Tn. Adonis, berusia 20 tahun, dating ke IGD dengan keluhan lemas
sejak 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan
TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan laboratorium didpatkan Hb 7, leukosit 150.000,
trombosit 89.000. Pada pemeriksaan hasil hapus darah tepi
ditemukan gambaran sel seperti di dibawah. Apa kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?
A.AML
B.CML
C.CLL
D.ALL
E.Lymphoma
• Jawaban: A. AML
Pasien didapatkan lemas sejak 2 minggu. Pada pemeriksaan
lab didapatkan anemia, leukositosis dan trombositopenia.
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan myeloblas dominan
dan gambaran auer rod. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan penunjang maka kemungkinan pasien
mengalami AML.
• Pilihan B, akan ditemukan gambaran sel myeloid matur
seperti limfosit.
• Pilhan C, akan ditemukan gambaran smudge cell.
• Pilihan D, akan ditemukan gambaran limfoblast dominan.
• Pilihan E, akan ditemukan gambaran limfadenopati dengan
B symtomps seperti BB turun, demam dan keringat malam.
51. Leukemia
CLL CML ALL AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they
should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in Adults &
children children
Symptoms & Grows slowly may Grows quickly feel sick & go to
Signs asymptomatic, the disease is found their doctor.
during a routine test.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,
bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab Mature Mature granulocyte, Lymphoblas Myeloblast
lymphocyte, dominant myelocyte t >20% >20%, aeur rod
smudge cells & segment may (+)
Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away
CDC.gov
Leukemia (gejala klinis)
Sel blas dengan Auer rod pada leukemia Leukemia mielositik kronik
mieloblastik akut
Auer Rod
SOAL NO 52
• Tn. Adromeda, berusia 49 tahun datang dengan
keluhan mudah lelah sejak 7 minggu yang lalu,
keluhan disertai lemas. Pasien bekerja di pabrik
plastik dan bahan sintetis selama 22 tahun terakhir.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu
37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb
8.2 leukosit 45.000, trombosit 40.000. Pada aspirat
sumsum tulang ditemukan sel mieloblas ganas. Apa
yang menjadi penyebab keluhan pasien tersebut?
A.Benzene
B.Benzopyrene
C.Carbon tetrachlorin
D.Glyserin
E. Trichloroethylene
• Jawaban: A. Benzene
Pasien mengalami leukemia akut karena ditemukan adanya sel-sel meieloblas
ganas. Pada soal disebutkan pasien bekerja di pabrik plastik dan bahan
sintetis. Dari riwayat pekerjaan pasien tersebut maka zat yang sering
menyebabkan terjadinya leukemia adalah paparan benzene.
• Pilihan B, Benzopyrene merupakan zat yang terjadi dari hasil sisa
pembakaran dan bisanya berhubungan dengan kejadian kanker paru.
• Pilihan C, carbon tetrachlorin merupakan zat yang sering terdapat pada
gas aerosol dan cairan pembersih yang bersifat sebagai radikal bebas yang
dihubungkan dengan kejadian kanker hepar.
• Pilihan D, Glyserin merupakan gula alkohol yang terdapat dalam bahan
makanan dan tidak berhubungan dengan kejadian kanker.
• Pilihan E, Trichloroetilen sering dihubungkan dengan kejadian kanker
ginjal, hepar, dan limfoma maligna.
52. Leukemia
CLL CML ALL AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they
should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in Adults &
children children
Symptoms & Grows slowly may Grows quickly feel sick & go to
Signs asymptomatic, the disease is found their doctor.
during a routine test.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,
bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab Mature Mature granulocyte, Lymphoblas Myeloblast
lymphocyte, dominant myelocyte t >20% >20%, aeur rod
smudge cells & segment may (+)
Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away
CDC.gov
Substance Source Cancer
Benzopyrene Asap rokok, asap pembakaran kayu Lung
• Jawaban: E. DIC
Pada pasien ini didapatkan lebam-lebam pada tubuh dengan riwayat melahirkan
sebelumnya. Pada PF didapatkan takikardia, hipotensi, konjungtiva anemis serta
purpura pada abdomen dan ekstremitas. Pada pemeriksaan lab didapatkan anemia,
leukositosis, trombositopenia serta peningkatan kadar D-dimer. Dari anamnesis dan
pemeriksaan pasien kemungkinan mengalami DIC yang dapat disebabkan oleh infeksi
puerperium.
• Pilihan A, akan ditemukan trombositopenia dengan tanda-tanda hemokonsentrasi.
• Pilihan B, akan ditemukan adanya trombositopenia dengan riwayat viral infection
sebelumnya.
• Pilihan C, akan ditemukan sesak berat dengan onset akut dan faktor risiko
thrombus seperti imobilisasi lama, operasi atau post partum. Pada soal diatas
pasien memang dalam kondisi post partum namun tidak ditemukan tanda-tanda
adanya emboli paru.
• Pilihan D, akan ditemukan leukositosis dengan gambaran myeloblast dengan auer
rod pada apusan darah tepi
53. DISSEMINATED INTRAVASCULAR
COAGULATION (DIC)
• Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) is a
syndrome characterized by
massive activation and
consumption of coagulation
proteins, fibrinolytic proteins
and platelets.
• Jawaban: E. Prolaktinoma
Pasien didapatkan keluhan menstruasi yang irregular disertai galaktorea
menunjukkan bahwa kemungkinan diagnosis adalah prolaktinemia.
Prolaktinemia adalah meningkatnya kadar prolactin dalam darah sehingga
dapat menghambat sekresi GnRH yang menyebabkan gangguan pada
menstruasi serta dapat menyebabkan infertilitas karena rendahya kadar FSH
dan LH. Penyebab tersering hiperprolaktinemia adalah adanya adenoma pada
hipofisis atau disebut prolaktinoma.
• Pilihan A, akan ditemukan gejala lemas, hipotensi dan hiperpigmentasi
pada kulit.
• Pilihan B, akan ditemukan gejala berupa peningkatan BB, moon face, striae
abdomen, hipertensi dan buffalo hump.
• Pilihan C, akan ditemukan gejala hipertiroid berupa bedebar-debar, berat
badan turun dan eksoftalmus.
• Pilihan D, akan ditemukan gejala hiperglikemia, menstruasi tidak teratur
dan dapat mengalami infetilitas, hirsutisme dan jerawat.
56. Hyperprolactinemia
Etiologi
• Prolactinoma
Most common cause of
hyperprolactinemia
Most common type of pituitary
adenoma (up to 40%)
• Medications (e.g., psychiatric
medications, H2 blockers,
metoclopramide, verapamil, estrogen).
• Pregnancy
• Renal failure
• Suprasellar mass lesions (can
compress hypothalamus or pituitary
stalk)
• Hypothyroidism
• Idiopathic
Hyperprolactinemia
Manifestasi Klinis
• Pria
• Hypogonadism, penurunan
libido,infertilitas, impotensi
• Galaktorea or ginekomastia
(uncommon)
• Parasellar signs and symptoms (visual
field defects and headaches)
• Wanita
Premenopausal: mens tidak teratur,
oligomenorrhea or amenorrhea,
anovulasi dan infertilitas, libido turun,
dyspareunia, vagina kering, risk of
osteoporosis, galaktorea
Postmenopausal: parasellar signs and
symptoms (less common than in men)
Hyperprolactinemia
• Pemeriksaan
Peningkatan serum prolaktin
Test kehamilan dan kadar TSH
CT scan dan MRI identifikasi massa
• Tatalaksana
Obati penyakit yg mendasari
Jika penyebab prolactinoma berikan bromokriptin
Operasi
Hyperprolactinemia
SOAL NO 57
• Ny. Galaxaura, 55 tahun, datang ke RS dengan
keluhan benjolan di leher kanan sejak 10 tahun yang
lalu. Awalnya benjolan kecil sebesar telur puyuh,
namun lama-kelamaan benjolan membesar dengan
ukuran 10x6 cm. Benjolan tidak nyeri. Pasien
mengaku mengalami penurunan BB 12 kg. Pasien
juga mengeluh serak, sesak dan sulit menelan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A.Karsinoma tiroid
B.Tumor jinak tiroid
C.Penyakit graves
D.Penyakit autoimun tiroid
E. Tiroiditis
569
Characteristics of DKA and HHS
570
Diabetic Hyperglycemic Crises
No hyperosmolality Hyperosmolality
Acidosis No acidosis
571
KETOASIDOSIS DIABETIK
• Pencetus KAD:
– Insulin tidak
adekuat
– Infeksi
– Infark
• Diagnosis KAD:
– Kadar glukosa 250
mg/dL
– pH <7,35
– HCO3 rendah
– Anion gap tinggi
– Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
ADA Diagnostic Criteria for
DKA and HHS
DKA
Parameter Mild Moderate Severe HHS
Plasma glucose, mg/dL >250 >250 >250 >600
Arterial pH 7.25-7.3 7.0-7.24 <7.0 >7.30
Serum bicarbonate, mmol/L 15-18 10 to <15 <10 >15
Serum ketones† Positive Positive Positive Small
Urine ketones† Positive Positive Positive Small
Effective serum osmolality,*
Variable Variable Variable >320
mOsm/kg
Alteration in sensoria or mental
Alert Alert/drowsy Stupor/coma Stupor/coma
obtundation
*Calculation: 2[measured Na+ (mEq/L)] + glucose (mg/dL)/18.
† Nitroprusside reaction method.
• Jawaban: B. Acromegaly
Pasien didiagnosis acromegaly atas dasar adanya keluhan lemah dan sakit
kepala yang disertai dengan rahang dan jari-jari tangan yang membesar, berat
badan bertambah dan disertai dengan intoleransi glukosa atau DM.
• Pilihan A, akan ditemukan tinggi badan berlebih akibat produksi GH
berlebih dan terjadi pada anak dimana lempeng epifise belum menutup.
• Pilihan C, akan ditemukan adanya gambaran berat badan bertambah,
moon face, buffalo hump dan striae abdomen.
• Pilihan D, akan ditemukan pada pasien dengan mutase gen FBN1 yang
menyebabkan kelainan pada protein fibrilin yang bermanifestasi sebagai
pasien tinggi, ekstremitas panjang dan pectus carinatum.
• Pilihan E, merupakan kelainan pada kolagen dan akan ditemukan kulit
yang hiperelastis dan mudah memar.
60. Akromegali
Definisi
• Peningkatan Growth hormone
(GH) levels pada orang dewasa,
paling sering akibat benign
pituitary GI-l-secreting adenoma
• Anak-anak dengan peningkatan
GH gigantisme.
Akromegali
Anamnesis dan PF
• Pembesaran kepala, tangan, and dan kaki serta
penebalan pd tulang-tulang wajah.
• Berkaitan dgn peningkatan kejadian:
– carpal tunnel syndrome,
– obstructive sleep apnea,
– type 2 DM,
– heart disease (diastolic dysfunction),
– hypertension, and
– arthritis.
• Bitemporal hemianopsia compression of the optic
chiasm by a pituitary adenoma .
• Excess GH may also lead to glucose intolerance or
diabetes.
Akromegali
Komplikasi
• The mortality
rate of patients
with
acromegaly
appears to be
increased.
• Death is
primarily from
cardiovascular
disease.
SOAL NO 61
• Tn. Nemesis, berusia 43 tahun datang untuk
kontrol ke dokter. Pasien diketahui menderita
diabetes melitus dan mengkonsumsi obat
glibenklamid 1 kali sehari. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 88x/mnt, RR 22 x/mnt dan suhu
37C. Dokter memutuskan agar pasien
melanjutkan pengobatan dengan glibenklamid
saja. Apa edukasi yang dijelaskan pada pasien
terkait penggunaan obat tersebut?
A.Diminum sebelum makan
B.Diminum setelah makan
C.Dikonsumsi bersamaan dengan makanan
D.Diminum sebelum tidur
E. Diminum pagi hari
Sitagliptin 25-100 24
Saxagliptin 5 24
Linagliptin 5 24
Penghambat SGLT-2 Dapagliflozin 5-10 24
SOAL NO 62
• Tn. Odysseus, berusia 60 tahun, datang ke
rumah sakit dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 30 menit SMRS. Pasien
mengeluh nyeri kepala 2 jam sebelumnya,
tidak ada mual, muntah ataupun kelemahan
sebelah tubuh. Pada pemeriksana tanda-
tanda vital didapatkan tekanan darah
230/120 mmHg, frekuensi nadi 90x/mnt,
napas 22x/mnt, dan suhu normal. Tatalaksana
yang akan diberikan pada pasien ini adalah…
A.Nitroprusside
B.Nitrogliserin iv
C.Nimodipin
D.Labetalol
E. Esmolol
• Jawaban: D. Labetalol
Pada pasien ini didapatkan penurunan kesadaran dengan gejala nyeri kepala
sebelumnya. Tidak ada mual, muntah ataupun kelemahan sebelah tubuh.
Kemungkinan pasien mengalami hipertensi ensefalopati yang disebabkan oleh
hipertensi emergensi yang menyebabkan hiperperfusi pada cerebral blood flow yang
menghasilkan edema pada otak. Namun karena diagnosis hipertensi ensefalopati
merupakan diagnosis eksklusi dan pada soal diatas belum dapat disingkirkan
kemungkinan adanya peningkatan TIK, maka antihipertensi IV yang aman diberikan
pada hampir semua kasus hipertensi emergensi adalah labetalol.
• Pilihan A, Nitropruside tidak lagi menjadi obat pilihan pertama pada kebanyakan
kasus hipertensi emergensi terkait toksisitasnya pada perfusi otak dan miokard
serta efek samping berupa peningkatan tekanan intrakranial.
• Pilihan B, Nitrogliserin IV biasanya digunakan pada pasien hipertensi emergensi
yang disertai dengan sindrom koroner akut.
• Pilihan C, nimodipin tidak digunakan dalam tatalaksana HT emergensi.
• Pilihan E, esmolol karena bila dibandingkan dengan labetalol, esmolol memiliki
potensi yang lebih rendah dalam menurunkan tekanan darah.
62. Krisis Hipertensi
Definisi
• Krisis hipertensi:
– peningkatan TD secara cepat yang memerlukan penurunan
tekanan darah segera.
• Klasifikasi
– Hipertensi emergency:
• situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah (≥180/120)
yang segera karena adanya kerusakan organ target
– Hipertensi urgency:
• situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna (≥180/120) tanpa adanya kerusakan organ target atau
gejala yang berat
Tatalaksana Hipertensi emergency:
• Secara umum tidak bijaksana untuk menurunkan tekanan darah terlalu cepat
atau terlalu banyak karena bisa memicu iskemia organ karena pembuluh
darah yang telah terbiasa dengan tekanan darah yang lebih tinggi (sifat
autoregulasi).
• Untuk sebagian besar keadaan hipertensi emergensi, MAP harus dikurangi
secara bertahap:
– sekitar 10-20% pada jam pertama dan
– dilanjutkan 5-15% selama 23 jam berikutnya.
• Ini sering menghasilkan:
– target tekanan darah <180 / <120 mmHg untuk jam pertama dan
– <160 /<110 mmHg untuk 23 jam berikutnya (tetapi jarang <130 / <80 mmHg
selama jangka waktu tersebut).
• Setelah periode yang sesuai (seringkali 8 hingga 24 jam) dari kontrol tekanan
darah pada target di ICU, obat oral biasanya diberikan dan terapi intravena
awal dikurangi dan dihentikan.
Hipertensi emergency:
• Pengecualian dilakukan pada:
– Fase akut stroke iskemik
• Tekanan darah biasanya tidak diturunkan kecuali:
– ≥185/110 mmHg pada pasien kandidat untuk terapi reperfusi atau
– ≥220/120 mmHg pada pasien bukan kandidat untuk terapi reperfusi (trombolitik).
– Diseksi aorta akut
• Tekanan darah sistolik harus diturunkan dengan cepat ke target 100 hingga 120 mmHg
(dicapai dalam 20 menit)
• untuk mengurangi shear forces pada aorta.
– Perdarahan intraserebral
• Untuk pasien dengan ICH akut dengan TD sistolik 150-220 mmHg, target TD sistolik
adalah 140 mmHg
• Untuk pasien dengan ICH akut dengan TD sistolik > 220 mmHg, TD diturunkan secara
agresif dengan antihipertensi intravena dan pemantauan TD setiap lima menit
– TD sasaran yang optimal tidak pasti, tetapi 140-160 mmHg adalah target yang
masuk akal.
• Contoh obat yang digunakan pada kasus hipertensi emergensi bisa dilihat
pada tabel.
Drug Dose range Adverse effects¶ RoleΔ
Vasodilators
Fenoldopam Initially 0.1 mcg/kg per minute◊ Tachycardia, headache, nausea, Most hypertensive emergencies.
as IV infusion titrated to a flushing Use caution or avoid with glaucoma or
maximum of 1.6 mcg/kg per increased intracranial pressure.
minute
Hydralazine 10 to 20 mg IV Sudden precipitous drop in blood In general, hydralazine should be
pressure, tachycardia, flushing, avoided due to its prolonged and
10 to 20 mg IM (40 mg headache, vomiting, aggravation of unpredictable hypotensive effect.
maximum per labeling) angina Labetalol and nicardipine are generally
preferred choices for treatment of
eclampsia.
Nicardipine 5 to 15 mg/hour as IV infusion. Tachycardia, headache, dizziness, Most hypertensive emergencies,
Some patients may require up nausea, flushing, local phlebitis, edema including pregnancy induced.
to 30 mg/hour. Avoid use in acute heart failure.
Caution with coronary ischemia.
Labetalol Initial bolus of 20 mg IV followed by Nausea/vomiting, paresthesias (eg, Most hypertensive emergencies
20 to 80 mg IV bolus every 10 scalp tingling), bronchospasm, including myocardial ischemia,
minutes (maximum 300 mg) dizziness, nausea, heart block hypertensive encephalopathy,
or pregnancy, and postoperative
0.5 to 2 mg/minute as IV loading hypertension.
infusion following an initial 20 mg IV Avoid use in acute
bolus (maximum 300 mg) decompensated heart failure.
Use cautiously in obstructive or
reactive airway.
• Jawaban: B. Defibrilasi
Pasien mengalami penurunan kesadaran disertai
takikardia. Dari gambaran EKG ditemukan gambaran VT
polimorfik atau torsades de pointes. Berdasarkan
algoritma ACLS makan penanganan yang tepat untuk VT
polimorfik yang tidak stabil adalah dengan defibrilasi.
• Pilihan A, dilakukan pada pasien henti jantung.
• Pilihan C, dilakukan pada pasien dengan takiaritmia
tidak stabil.
• Pilihan D, diberikan pada pasien dengan atrial flutter
atau SVT yang stabil.
• Pilihan E, diberikan pada pasien dengan VT
monomorfik yang stabil
63. TAKIKARDI
SOAL NO 64
• Tn. Protomeideia, berusia 40 tahun, datang ke Rumah sakit
dengan keluhan nyeri dada kiri yang hilang timbul sejak 3
bulan terakhir. Nyeri menjalar sampai lengan kiri terutama
saat bermain tenis dan hilang dengan istirahat. Terkadang
pasien juga meminum obat yang ditaruh dibawah lidah jika
terjadi nyeri dada. Saat ini pasien mengeluhkan pusing dan
pandangan double setelah minum obat kuat. Tidak ada obat
lain yang dikonsumsi oleh pasien. Pada pemeriksaan tanda
vital didapatkan TD 80/70 mmHg, HR 77x/mnt, RR 22x/mnt
dan suhu 37C. Apakah kemungkinan Interaksi obat yang
menyebabkan keluhan pada pasien tersebut?
A.Sildenafil + ISDN
B.Sildenafil + Furosemid
C.Sildenafil + Propanolol
D.Sildenafil + Bisoprolol
E. Sildenafil + Labetalol
Atrial fibrilasi
Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular
Atrial Fibrilasi
• AF berpotensi berbahaya karena:
1. HR yang terlalu cepat menurunkan preload sehingga curah jantung
menurun,
2. Kontraksi atrium yang ireguler mengakibatkan stasis di atrium trombus
embolisasi.
• Klasifikasi AF:
– Paroksismal:
• Episode < 48 jam.
• Sekitar 50% kembali normal dalam 24 jam.
– Persisten:
• Episode 48 jam s.d. 7 hari
• Diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus
– Kronik/permanen
• Berlangsung lebih dari 7 hari
• Dengan kardioversi pun sulit kembali ke irama sinus.
Interpretation :
– More than 10 beat per min : atrial Fibrillation
– Pulse deficit Less than 10: MAT /
TAKIKARDI
Atrial Fibrilasi
• Prinsip tatalaksana AF:
1. Pengontrolan laju irama jantung,
• Target 60-80 x/menit saat istirahat, 90-115 kali/menit saat
aktivitas.
2. Pengembalian ke irama sinus (kardioversi),
• Kardioversi farmakologis
– Pasien AF episode pertama tanpa gangguan hemodinamik bermakna
tidak perlu terapi spesifik.
– Pasien AF persisten rekuren dengan gejala mengganggu diberikan
antiaritmia.
• Electric cardioversion:
– Untuk pasien tidak stabil (penurunan kesadaran, hipotensi, nyeri dada,
sinkop), bifasik 120-200 J, monofasik 200 J.
3. Pencegahan tromboemboli
• Warfarin diberikan untuk pasien dengan risiko tinggi terjadi stroke (usia
>65, hipertensi, penyakit jantung reumatik, DM, CHF, riwayat stroke/TIA).
Target INR of 2.0 to 3.0
• Jawaban: B. RBBB
• Pada pasien ini didapatkan riwayat hipertensi yang terkontrol.
Pada EKG didapatkan gambaran R’ di V1 dan V2 yang sesuai
dengan gambaran Right Bundle Branch Block.
• Pilihan A, Pada LBBB akan ditemukan gambaran QS di V1 dan
RsR’ di V6.
• Pilihan C, akan ditemukan gambaran QRS lebar.
• Pilihan D, akan ditemukan gambaran QRS sempit yang regular
dimana sulit ditemukan adanya gambaran gelombang P.
• Pilihan E, akan ditemukan gambaran QRS sempit yang
irregular dan gel P yang sulit untuk diidentifikasi.
67. Right Bundle Branch Block
• RBBB
– adanya hambatan
konduksi pada Right
Bundle Branch
depolarisasi ventrikel
tertunda hingga
ventrikel kiri telah
terdepolarisasi
sepenuhnya
Right Bundle Branch Block
Etiologi
• Normal variant in 0.2% of
adults.
• CAD Acute anterior MI
(occlusion of proximal LAD)
• Pulmonary hypertension
(COPD)
• Acute pulmonary embolism
• Congenital heart disease e.g.
ASD, Ebstein’s anomaly
• Rate dependent RBBB
• Rare: Brugada syndrome
Right Bundle Branch Block
Kriteria Right Bundle Branch Block
• Jawaban: D. HCT
Pasien didapatkan menggunakan obat diuretik selama 6 bulan. Diperkirakan
diagnosis pada pasien adalah hipertensi. Pada pasien hipertensi, obat yang
sering digunakan sebagai first line therapy adalah diuretic golongan thiazide.
Efek samping dari penggunaan thiazid adalah hipokalemia.
• Pilihan A dan E, Amiloride dan triamterene merupakan diuretic hemat
kalium sehingga jarang ditemukan efek samping hipokalemia.
• Pilihan B, Carbonic anhydrase merupakan golongan diuretic lemah yang
jarang digunakan dalam penyakit kardiovaskular. Biasanya obat ini
digunakan dalam tatalaksana glaukoma.
• Pilihan C, Furosemid merupakan obat golongan loop diuretik. Obat ini
jarang digunakan sebagai first line therapy hipertensi. Furosemid biasa
digunakan bila terdapat tanda-tanda kongesti seperti tungkai edema,
asites, atau edema paru. Pada soal diatas tidak dijelaskan apakah pasien
mengalami tanda-tanda kongesti atau tidak.
Loop diuretics
68. Diuretics Furosemide (Lasix)
Bumetandie (Bumex)
• Loops Torsemide (Demadex)
– Inhibit Na-K-Cl carrier Ethacrynic acid (Edecrin)
– Hypokalemia, hypomagnesemia, Thiazide diuretics
metabolic alkalosis Chlorthalidone (Hygroton)
• Thiazides Indapamide (Lozol)
– Inhibit Na-Cl carrier Hydrochlorothiazide
– Hypercalcemia, hypokalemia Metolazone (Zaroxolyn)
• Potassium-sparing K-sparing diuretics
– Inhibit sodium channel directly or Amiloride (Midamor)
decrease aldosterone activity Triamterene (Dyrenium)
– Hyperkalemia, gynecomastia Spironolactone (Aldactone)
Eplerenone (Inspra)
Diuretik
Diuretik
• Adverse effects of sulfonamide
type (CA inhibitor, thiazide, loop)
diuretics:
– hypokalemia is a consequence of
excessive K+ loss in the terminal
segments of the distal tubules
where increased amounts of Na+
are available for exchange with
K+
– hyperglycemia and glycosuria
– Hyperuricemia: increase in
serum urate levels may
precipitate gout in predisposed
patients.
– Sulfonamide diuretics compete
with urate for the tubular organic
anion secretory system.
• Kolitis ulseratif
– Gejala utama kolitis ulseratif adalah
diare dengan/tanpa darah.
– Gejala lainnya meliputi tenesmus,
urgency, nyeri rektal, pasase mukus
tanpa diare.
– Nyeri tekan biasanya terdapat di kiri
bawah.
– Lokasi lesi bervariasi dari
proctosigmoiditis, lef-sided disease
sampe proksimal kolon desenden,
hingga universal colitis.
• Crohn disease
– Lesi bisa di area saluran cerna manapun.
– Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di
kanan bawah, memberat setelah makan,
– Nyeri tekan, massa akibat inflamasi di
kanan bawah
Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of lumen
Collar button ulcers
Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of lumen
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif
Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of lumen
Collar button ulcers
Pseudopolyps - 'island'
of preserved colonic
mucosa, surrounded by
'sea' of ulcerated
hemorrhagic mucosa
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif
Chronic stage
Loss of haustrations
Shortened and
narrowed colon – due to
spasm or fibrosis
(Lead-pipe colon)
2. Gambaran Radiologi Chron Disease
Ileo-Ileal Fistula
Kolitis ulseratif Crohn’s disease
Inflamasi Mukosa Transmural
Luas area Rectum proksimal Mulut – anus
Continuous Skip lesion
50% proctosigmoiditis, 30%
left-sided colitis, 20%
pancolitis
Patologi Mukosa rapuh Mukosa tidak rapuh
Ulkus difus Ulkus aphthous
Pseudopolip Cobblestone, fisura
Barium enema Tepi kabur (granularitas Lesi tajam, cobblestone,
mukosa halus) ulkus dan fisura panjang,
Haustra kolon hilang “lead “string sign”
pipe”
Mikroskopik Inflamasi superfisial Inflamasi transmural
PMN Limfosit
Abses kripti Granuloma non-kaseosa
Fibrosis, ulkus, fisura
SOAL NO 70
• Tn. Memphis, berusia 37 tahun datang ke rumah sakit
dengan keluhan utama berupa susah menelan sejak
6 bulan smrs. Keluhan dirasakan pasien hilang timbul.
Pasien pada awalnya mampu menelan makanan padat
dan dibantu minuman dan makin lama keluhan
makin memberat sehingga pasien hanya mampu
memakan makanan cair. Pasien mengeluh sering
tersedak dan terbatuk saat menelan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pemeriksaan
penunjang apa yang paling diperlukan untuk pasien
tersebut?
A.Laboratorium darah
B.Foto polos toraks
C.CT scan
D.EKG
E.Barium swallow
Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati ptiogenik. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6, Jakarta: 2014.
A. ABSES HEPAR AMOEBA
• Riwayat disentri sebelumnya
• Demam
• Nyeri abdomen kanan atas,
dapat menjalar ke bahu atau
lengan kanan
• Mual muntah
• Hepatomegali
• Ludwig sign (+): menekan sela
iga ke-6 setentang linea axilaris
anterior, terdapat nyeri tekan
Abses Hepar
Manifestasi klinis
• Anamnesis
– nyeri perut kanan atas, jalan membungkuk ke depan, demam, malaise,
nyeri pada bahu kanan, batuk atau atelektasis, mual, muntah, nafsu makan
turun, penurunan BB, kelemahan badan, ikterus, BAB seperti kapur, BAK
gelap.
• PF
– febris, hepatomegali, nyeri tekan hepar, splenomegali, asites, ikterus, tanda
hipertensi portal
– Ludwig sign menekan sela iga ke-6, linea axilaris anterior, apabila
terdapat nyeri tekan maka menguatkan dugaan abses hati.
• Penunjang
– leukositosis, shift to the left, anemia, LED meningkat, peningkatan alkali
fosfatase, peningkatan enzim transaminase, peningkatan serum bilirubin,
penurunan albumin dan PT
– Kultur hasil aspirasi standar emas untuk penegakan diagnosis miikrobiologi
– Foto thoraks (efusi pleura, diafragma kanan meninggi, empiema, abses
paru), foto abdomen (air fluid level), CT scan abdomen, MRI, USG abdomen
Abses Hati Amebik (AHA)
• Berikaitan dengan
daerah endemis
• Komplikasi Amebiasis
ekstraintestinal
tersering
• Trofozoit masuk vena
porta menuju hepar
• Karakteristik AHA: abses
berisi jaringan hepatik
lisis dalam berbagai
ukuran abses coklat-
kemerahan “Anchovy
Paste” Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Patofisiologi Abses Hepar Amoeba
Abses hepar
• USG Abdomen
– Liver abscesses are
typically poorly
demarcated with a variable
appearance, ranging from
predominantly hypoechoic
(still with some internal
echoes however) to
hyperechoic.
– Gas bubbles may also be
seen
– Colour Doppler will
demonstrate absence of
central perfusion.
• Liver cyst
– round or ovoid anechoic
lesion, but almost
asymptomatic
Abses Hati Amebik (AHA)
• Tanda&Gejala: • Pemeriksaan Penunjang:
– Leukositosis tanpa
– Nyeri Abdomen eosinofilia
kuadran kanan atas – Peningkatan alkalin
(Ludwig Sign) fosfatase, transaminase
– Demam – Proteinuria
– Elevasi hemidiafragma
– Anoreksia kanan pada CXR
– Ikterik – Pemeriksaan feses
– Hepatomegali – Aspirasi tidak rutin pada
AHA karena sulit
– Batuk mendeteksi trofozoit,
kecuali tidak respon
– Riwayat diare terhadap obat empiris atau
sebelumnya abses risiko ruptur
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica amebiasis. Uptodate: 2017.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Radiologis:
– USG, CT, MRI baku emas
– Abses sering di lobus kanan
daerah posterior
• Hasil radiologis sugestif abses
– konfirmasi dgn tes serologi
antibodi dan antigen
• Antibodi terdeteksi >7hari
• Pada daerah endemis, antibodi
antiamebik bisa saja positif
palsu akibat infeksi sebelumnya
• Tes Rekombinan Antigen
dikembangkan untuk mencegah
positif palsu
Haneghan HM, et al. Modern management of pyogenic hepatic abscess. BMC: 2011.
Abses Hati Piogenik (AHP)
• Tanda & Gejala:
– Jarang pada anak-anak dan – Urin Gelap
dewasa muda
– Berkaitan defisiensi imun – BAB pucat
atau trauma – Anoreksia
– Demam
– Mual-Muntah
– Hepatomegali + nyeri tekan
perut kanan atas (Ludwig – Penurunan BB
sign) dengan penjalaran ke
bahu – Tanda hipertensi portal
– Batuk karena iritasi
diafragma
– Ikterus
Malik AA, et al. Pyogenic liver abscess. W J Gastro. 2010.
Abses Hati Piogenik (AHP)
• Pemeriksaan: • Radiologi:
– Leukositosis (shift to the – Sensitif namun sulit
left) membedakan dengan
AHA
– Peningkatan LED, alkalin
– USG: Goldstandard
fosfatase, transaminase, Diagnostic Modality
bilirubin serum, dan waktu • Identifikasi ukuran abses
protrombin >2 cm
– Penurunan albumin serum • Massa hipoekoik dengan
batas ireguler, kavitas
• Mikrobiologi: debris atau septasi interna
– Kultur darah dan cairan – CT Scan: Ukuran abses
aspirasi abses kecil
Davis J, McDonald M. Pyogenic liver abscess. Uptodate Feb 2018.
Indikasi Operasi Abses Pyogenic
• Multiple abscesses
• Loculated abscesses
• Abscesses with viscous contents obstructing
the drainage catheter
• Underlying disease requiring primary surgical
management
• Inadequate response to percutaneous
drainage within seven days
Abses Hati Piogenik (AHP)
Tatalaksana:
• Teknik drainase tergantung
ukuran dan jumlah abses
– Abses tunggal diameter ≤5cm
aspirasi jarum
– Abses tunggal diameter >5cm
drainase kateter
perkutaneus
– Abses multipel, kandungan
abses berisiko menyumbat Penisilin
kateter, respon inadekuat DAN
teknik lain indikasi Ampisilin atau Aminoglikosida
drainase pembedahan atau
• Antibiotik: Sefalosporin Generasi 3
• Empiris spektrum luas: 2-3 DAN
minggu dilanjutkan regimen Klindamisin atau Metronidazole
berbeda 2-4 minggu setelah
resolusi klinis, lab, dan radiologi Davis J, McDonald M. Pyogenic liver abscess. Uptodate Feb 2018.
SOAL NO 72
• Tn. Pareia, usia 50 tahun, datang ke rumah sakit
dengan keluhan batuk berdahak yang dialami sejak
2 bulan ini. Pasien juga mengeluh batuk disertai
keringat pada malam hari, dan penurunan BB tanpa
sebab. Pada pemeriksaan BTA didapatkan hasil
positif dan pasien didiagnosis dengan TB paru.
Pasien kemudian diberikan OAT kategori 1 oleh
dokter. Pada pemeriksaan BTA sebelum pemberian
terapi didapati +3/+3. Setelah dijalani pengobatan
selama 5 bulan hasil BTA +1/+1. Apakah tindakan
selanjutnya yang paling tepat?
A.Melanjutkan OAT KAT 1
B.Mengganti dengan OAT KAT 2
C.Menghentikan OAT dan cek BTA ulang
D.Menghentikan OAT dan kultur sputum
E. Cek ulang SPS
• Jawaban: E. Bromhexin
Pada pasien ini terdapat sesak dengan bunyi ngik. Adanya
riwayat asma di keluarga disertai dengan adanya dahak yang sulit
dikeluarkan menunjukkan pasien mengalami asma eksaserbasi
akut disertai ISPA. Pilihan obat batuk pada dahak produktif yang
sulit dikeluarkan adalah dengan golongan ekspektoran salah
satunya adalah bromhexin.
• Pilihan A,B, dan C, Kodein, noskapin serta dekstrometorfan
merupakan golongan obat batuk antitusif yang menekan
pusat batuk di otak. Obat-obatan ini digunakan pada jenis
batuk kering yang tidak produktif.
• Pilihan D, diberikan pada pasien yang mengalami reaksi alergi
dan menghilangkan kongesti pada hidung.
73. Batuk
• Definisi
Merupakan mekanisme proteksi untuk membersihkan sekresi
dan benda asing pada tracheo-bronchial tree.
• Mekanisme
Sebagai mekanisme defensif punya afferent and efferent
pathways.
The afferent limb includes receptors within the sensory
distribution of the trigeminal, glossopharyngeal, superior
laryngeal and vagus nerves.
The efferent limb includes the recurrent laryngeal nerve and the
spinal nerves.
Mekanisme Batuk
Deep inspiration glottic closure relaxation of the
diaphragm muscle contraction against a closed glottis
markedly positive intrathoracic pressure narrowing of the
trachea glottis opens at once the large pressure
differential between the airways and the atmosphere coupled
with tracheal narrowing produces rapid flow rates through the
trachea COUGH
Contoh
Opioids: Codein, Pholcodein
Non-opioids: Noscapine, Dextromethorphan, Chlophedianol
Antihistaminics: Chlorpheniramine, Diphenhydramine, Promethazine
SOAL NO 74
• Tn. Triptolemus, berusia 22 tahun, datang ke IGD
rumah sakit dengan keluhan sesak nafas disertai
demam sejak 3 hari yang lalu. Pada awalnya pasien
batuk dengan dahak berwarna seperti karat. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg, nadi
116x/menit, napas 32x/menit, suhu 39,8C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan perkusi sonor,
auskultasi ronki kasar paru kanan, vocal fremitus
meningkat. Dari pemeriksaan foto thorak didapatkan
konsolidasi dan infiltrat pada paru kanan. Apakah
terapi yang akan diberikan pada pasien tersebut?
A.Kotrimoxazol oral 3x960mg/hari
B.Kloramfenikol IV 4x1gr
C.Cefadroxil oral 3x250mg
D.Ceftriakson IV 1x2gr
E. Metronidazol oral 3x500mg
• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
• Community acquired pneumonia:
– Pneumonia yang didapat di masyarakat
https://pulmccm.org/infectious-disease-sepsis-review/idsa-guidelines-2016-hap-vap-end-hcap-know-feel-fine/
Lobar Pneumonia
• Konsolidasi pada
seluruh lobus.
• 95% disebabkan
oleh Streptococcus
pneumonia.
• Terdapat 4 stadium.
Tatalaksana Pneumonia Severity Index (PSI)/ PORT
score
Pneumonia
• Indikasi rawat inap
pneumonia komuniti (PDPI):
– Skor PSI 70
– Skor PSI < 70 , tapi dijumpai
salah satu kriteria ini:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 <250 mmHg
• Foto toraks infiltrat
multilobus
• TD sistolik < 90 mmHg
• TD diastolik < 60 mmHg
– Pneumonia pada pengguna
NAPZA
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Management
Rawat Inap non ICU Floroquinolon respirasi : levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
ATAU
β laktam ditambah makrolid
Ruang Rawat Intensif Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
• β laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin sulbaktam) ditambah makrolid baru atau
floroquinolon respirasi IV
Pertimbangan Khusus Bila ada faktor risiko pseudomonas:
• Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam (piperacilin-tazobaktam, sefepime,
imipenem atau meropenem) ditambah levofloksasin 750 mg
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan azitromisin
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan antipneumokokal
fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β laktam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
• Tambahkan vankomisin atau linezolid
SOAL NO 75
• Tn. Tanagra, 25 tahun, datang ke UGD rumah sakit
dengan keluhan lemas sejak 1 minggu smrs. Pasien
memiliki riwayat serupa 4 tahun yang lalu dan
dirawat hingga 5 hari. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan KU lemah, composmentis, TD 110/80
mmHg, N 82x/m, RR 18x/m, T 36,5C, gerak
ekstremitas menurun, kekuatan ekstremitas superior
3, inferior 2, refleks fisiologis (+) menurun, refleks
patologis (-). Pada pemeriksaan laboratoirum
didapatkan GDS 118 mg/dl, Na 136 mEq/L, K 2
mEq/L, Cl 108 mEq/L. Tatalaksana yang tepat pada
pasien ini adalah...
A.Insulin + glukosa iv
B.Larutan KCl dalam NS 0,9% IV
C.NaCl 3% iv
D.Kalsium klorida
E. Kalsium glukonas
Symptoms:
• Muscle
weakness
• Ileus
• Respiratory
failure
• Arythmia
(prolonged
QT interval)
• ECG: U wave
• Glucose
intolerance
SOAL NO 76
• Ny. Tisiphone, berusia 26 tahun datang ke tempat
praktek dokter karena khawatir akan tulangnya
keropos. Pasien diketahui mempunyai penyakit SLE
dan telah mengkonsumsi prednison selama 1 tahun
terakhir. Pasien mengatakan telah mengkonsumsi
obat kalsium. Pasien juga enggan minum susu juga
karena takut kegemukan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 77x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Apakah terapi tambahan
yang diberikan kepada pasien tersebut?
A.Alendronat
B.Risedronate
C.Vitamin D
D.Nasal spray calcium
E. Celecoxib
• Jawaban: C. Vitamin D
Pasien didapatkan mengalami SLE dan rutin konsumsi prednisone selama
setahun. Pada pasien SLE yang mengonsumsi glukokortikoid jangka panjang
(>3 bulan) terdapat peningkatan risiko terjadinya osteoporosis. Untuk
mencegah (preventif) terjadinya osteoporosis dapat ditambahkan
suplementasi kalsium dan vitamin D.
• Pilihan A dan B, Alendronat dan risedronat adalah obat golongan
bifosfonat. Obat ini dapat digunakan sebagai perevensi ataupun
tatalaksana osteoporosis. Bifosfonat tidak disarankan penggunaanya pada
wanita usia produktif karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
tulang pada janin. Jika memang harus diberikan bifosfonat pada wanita
premenopause maka penggunaanya diutamakan jika terdapat riwayat
fraktur patologis dan densitas mineral tulang yang rendah.
• Pilihan D, tidak ada kalsium nasal spray.
• Pilihan E, diberikan sebagai anti nyeri.
76. SLE - Osteoporosis
• Pasien lupus yang mendapat kortikosteroid,
diperlukan penilaian risiko osteoporosis.
• Pemberian kalsium
– bila memakai kortikosteroid dalam dosis lebih dari 7,5
mg/hari dan diberikan dalam jangka panjang (lebih
dari 3 bulan).
• Suplemen vitamin D, Latihan pembebanan
yang ditoleransi, Obat-obatan seperti calcitonin
bila terdapat gangguan ginjal, bisfosfonat
(kecuali terdapat kontraindikasi) atau
rekombinan PTH perlu diberikan
Pencegahan Osteoporosis pd SLE
• Minimalisir penggunaan glukokortikoid
• Pasien yg menggunakan glukokortikoid ≥ 3 bulan berikan
suplementasi kalsium dan vitamin D.
• 1200–1500 mg/day of calcium and 1000–2000 IU of
vitaminD.
• These patients should also be screened for vitamin D
deficiency and assessed for fall risk and for a history of
fragility fractures.
• Particularly in older individuals, it is recommended to obtain a
baseline height measurement and to assess for vertebral
fracture in the setting of significant height loss.
• All patients with SLE on chronic glucocorticoids should also be
counselled to engage in weight-bearing physical activities.
SLE - Osteoporosis
Tatalaksana Osteoporosis pd SLE
• Tergantung pada
– status menopause
– usia
– jenis kelamin
• Pada wanita premenopause dan laki-laki dibawah 50 tahun:
– bifosfonat digunakan jika terdapat riwayat faktur patologis dgn
densitas mineral tulang yg sangat rendah dan kebutuhan
penggunaan glukokortikoid kronis, atau dgn densitas tulang yg sangat
rendah dgn kebutuhan untuk long-term heparin therapy.
• Bisphosphonates hendaknya dihindari pada wanita usia
produktif
– menyebabkan anomali pd perkembangan tulang janin.
• Bifosfonat hendaknya tdk digunakan sebagai terapi jangka
panjang.
• Bifosfonat direkomendasikan penggunaanya pd wanita
postmenopause yg menggunakan glukokortikoid > 7,5mg/day.
SOAL NO 77
• Tn. Callisto, berusia 40 tahun datang ke rumah sakit
dengan keluhan utama berupa nyeri saat BAK. Nyeri
sudah dirasakan sejak 2 hari terakhir. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pinggang. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 130/80 mmHg, HR
98x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan radiologi tidak didapatkan gambaran
opasifikasi. Dokter menduga batu tersebut tidak
dapat divisualisasi dengan foto rontgen biasa.
Apakah obat dibawah ini yang dapat mencegah
pembesaran batu tersebut?
A.Tiazid
B.Probenezid
C.Allopurinol
D.Penisilamin
E. Kolkisin
• Jawaban: C. Allopurinol
• Pasien datang dengan keluhan nyeri pada saat BAK dan pinggang. Pada
pemeriksaan radiologi didapatkan batu radiolusen. Dari anamnesis dan PF
kemungkinan diagnosis pasien adalah batu asam urat. Batu asam urat
merupakan batu radiolusen yang sering terjadi. Salah satu tatalaksana
untuk mencegah pembesaran batu adalah dengan menurunkan kadar
pembentukan asam urat yaitu dengan pemberian allopurinol.
• Pilihan A, bermanfaat dalam menurunkan pembentukkan batu kalsium.
• Pilihan B, meningkatkan eksresi asam urat di urin sehingga dapat
memperbesar batu asam urat.
• Pilihan D, diberikan pada pasien dengan keracunan timbal.
• Pilihan E, merupakan terapi pilihan pada pasien dengan serangan gout
akut.
77. Batu Asam Urat
• Account for 7% of stones
• A persistently acidic urine pH (<5.5)
promotes uric acid stone formation.
• These are associated with
hyperuricemia, secondary to gout or to
chemotherapeutic treatment of
leukemias and lymphomas with high
cell destruction.
• The release of purines from dying cells
leads to hyperuricemia.
• Stones are radiolucent (cannot be seen
on an abdominal radiograph) require
CT, ultrasound, or IVP for detection
Faktor Risiko
• Low fluid intake—most common and preventable risk
factor.
• Family history.
• Conditions known to precipitate stone formation (e.g.,
gout, Crohn’s disease,hyperparathyroidism, type 1 RTA).
• Medications (e.g., loop diuretics, acetazolamide,
antacids, chemotherapeutic drugs that cause cell
breakdown [uric acid stones]).
• Male gender (three times more likely to have
urolithiasis).
• UTIs (especially with urease-producing bacteria).
• Dietary factors—low calcium and high oxalate intake.
Manifestasi Klinis
• Renal colic—refers to the pain associated with passing a
kidney stone into the ureter, with ureteral obstruction and
spasm
• Description of pain—begins suddenly and soon may
become severe (patient cannot sit still—usually writhes in
excruciating pain). Pain may occur in waves or paroxysms.
• Location of pain—begins in the flank and radiates anteriorly
toward the groin (i.e., follows path of the stone)
• Nausea and vomiting are common.
• Hematuria (in over 90% of the cases)
• UTI
Classification of stones
X-ray characteristics
2,8-
dihydroxyadenine
'Drug-stones'
Batu Asam Urat
Tatalaksana batu asam urat
• Uric acid calculi:
– Principal concept is to increase urinary pH with
potassium citrate (10-mEq tablets).
– Taking the drug once nightly is sufficient to prevent
– dosing two or three times daily alkalinizes the urine
throughout the day and can dissolve stones.
• Serum urate-lowering therapy with allopurinol
or febuxostat is reserved for patients who have
difficulty alkalinizing their urine and those with
gout.
SOAL NO 78
• Tn. Hyperion, berusia 22 tahun, dibawa ke IGD oleh
keluarganya dengan keluhan tidak sadar sejak 1 jam
smrs. Pasien diketahui sebelumnya sedang
melangsungkan pesta miras oplosan dengan bahan
dasar umbi umbian dengan teman-temannya.
dengan tidak sadar diantar keluarganya setelah
minum oplosan bahan dasar umbi umbian. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 150/80
mmHg, HR 110x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C.
Apakah kemungkinan intoksikasi yang dialami oleh
pasien tersebut?
A.H2S
B.CO
C.CO2
D.Sianida
E. H2CO3
• Jawaban: D. Sianida
• Pasien didapatkan tidak sadar dan adanya riwayat
minum oplosan dengan bahan dasar umbi-umbian
mengarahkan kemungkinan diagnosis adalah
intoksikasi sianida.
• Pilihan A, biasanya terjadi pada pasien yang terpapar
zat kimia pada industri pengolahan kulit.
• Pilihan B, biasanya terjadi pada kebocoran gas mobil.
• Pilihan C, biasanya terjadi pada pasien yang terjebak
pada ruangan yang terbakar atau sumur tua.
• Pilihan E, peningkatan kadar bikarbonat dapat terjadi
pada intoksikasi salisilat.
78. Intoksikasi Sianida
• Source:
– the vasodilator drug nitroprusside, natural sources are
found incassava.
• Mechanism of toxicity:
– Cyanide binds to cellular cytochrome oxidase blocking the
aerobic utilization of oxygen metabolic acidosis.
• Symptoms
– headache, nausea, dyspnea, & confusion.
– Syncope, seizures, coma, agonal respirations, &
cardiovascular collapse ensue rapidly after heavy
exposure.
Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control
System third edition
Intoksikasi Sianida
Treatment:
A. Emergency and supportive measures. Treat all cyanide
exposures as potentially lethal.
1. Maintain an open airway and assist ventilation if necessary.
2. Treat coma, hypotension, & seizures if they occur.
3. Start an IV line and monitor the patient’s vital signs and ECG
B. Specific drugs and antidotes
1. The cyanide antidote package consists of amyl & sodium nitrites,
which produce cyanide-scavenging methemoglobinemia, & sodium
thiosulfate, which accelerates the conversion of cyanide to thiocyanate.
C. Prehospital.
– Immediately administer activated charcoal if available. Do not induce
vomiting unless victim is more than 20 minutes from a medical
facility and charcoal is not available.
Antidotum Sianida
• For patients in locations where hydroxocobalamin is available, it is the
preferred treatment and we recommend:
– Sodium thiosulfate 25 percent, 1.65 mL/kg IV (maximum dose 12.5 g) AND
– Hydroxocobalamin 70 mg/kg IV (5 g is the standard adult dose)
• Deficiency of
thyroid hormone.
• Autoimmune
thyroid disease
(Hashimoto
disease) is the
most common
cause of
hypothyroidism.
Hipotiroid
• Treatment of choice:
levothyroxine (synthetic levothyroxine, LT4)
Dose of Levothyroxine depends on the degree of
Hypothyroidism, Age & General health condition
of the patient.
Usually daily replacement dose is 1.6µgm/Kg body
weight.
Start with Low Dose.
Patients under age 60, without cardiac disease can
be started on 50 – 100 μg/day. Dose adjusted
according to TSH levels. 767
Factors That May Reduce
Levothyroxine Effectiveness
• Malabsorption Syndromes
Postjejunoileal bypass
surgery
Short bowel syndrome
• Drugs That Increase Clearance
Rifampin
Carbamazepine
Phenytoin
• Factors That Reduced T4 to T3 conversion
Amiodarone
Selenium deficiency
768
Rifampin
• Rifampin strongly induces most cytochrome
P450 isoforms (CYP1A2, 2C9, 2C19, 2D6, and
3A4), which increases the elimination of
numerous other drugs including methadone,
anticoagulants, cyclosporine, some
anticonvulsants, protease inhibitors, some
nonnucleoside reverse transcriptase
inhibitors, contraceptives, and a host of
others.
SOAL NO 80
• Ny. Cressida, berusia 48 tahun, datang ke kontrol ke
dokter. Pasien sudah menderita DM tipe 2 sejak 2
tahun yang lalu. Pasien mengkonsumsi obat
metformin 2x1 dan berobat teratur. Pada 2 hari
yang lalu GDS pasien 240 mg/dl. Pasien mengaku 1
minggu yang lalu telah mengkonsumsi obat
prednison, natrium diklofenak, asam mefenamat
dan antihistamin untuk nyeri pinggangnya. Obat
apa yang dapat menyebabkan meningkatnya kadar
glikemik pada pasien ini?
• Asam mefenamat
• Antihistamin
• Prednison
• Natrium diklofenac
• Asam mefenamat dan natrium diklofenac
• Jawaban: C. Prednison
• Dari obat-obatan yang dikonsumsi pasien diatas,
yang memiliki efek samping meningkatkan kadar gula
darah adalah obat golongan glukokortikoid yaitu
prednison. Prednison akan meningkatkan
gluconeogenesis di hati sehingga akan meningkatkan
kadar glukosa darah.
• Pilihan A,D dan E, akan memberikan efek samping
berupa ulkus peptikum.
• Pilihan B, dapat memberikan efek samping berupa
pusing atau mengantuk.
80. Steroids
• Stimulate hepatic glucose production and inhibit
peripheral glucose uptake
• Dexamethasone: Half life 48 hrs
• Prednisone:
Effect usually seen post meals
Peak effect on glycemia 2 PM to 8 PM
Impact of Medications
on Blood Glucose Levels
• Medications used for the treatment of
co-morbid conditions can cause hyperglycemia
Corticosteroids (i.e., Solumedrol, Solucortef, Prednisone,
Decadron) can increase glucose production by the liver and
increase insulin resistance
Reduction or discontinuation of the steroid can cause
hypoglycemia
Pengaruh Glukortikoid di Jaringan
Perifer