Anda di halaman 1dari 775

C B T O P T I M A B AT C H F E B R U A R I 2 0 2 0

I L M U P E N YA K I T D A L A M
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
TO 1
SOAL no. 1
• Tn. Kurapika, berusia 59 tahun datang ke RS
dengan keluhan batuk sejak 2 bulan terakhir.
Keluhan disertai sesak yang tidak berkurang
dengan istirahat. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 80x/mnt
dan RR 26x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan
didapatkan perkusi pekak pada seluruh lapangan
hemithoraks kanan. Pada pemeriksaan radiologi
didapatkan perselubungan homogen pada
seluruh hemithoraks dekstra disertai penarikan
trachea dan mediastinum ke sisi kanan. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
• A. Efusi pleura dextra
• B. Atelektasis
• C. Emfisema paru
• D. Malignansi pada paru kanan
• E. Bronkopneumonia

Jawaban: B. Atelektasis
• Pasien dengan keluhan batuk 2 bulan disertai sesak. Adanya perkusi pekak
pada hemithoraks kanan serta gambaran rontgen perselubungan
homogen pada hemithoraks kanan disertai penarikan trakea dan
mediastinum kesisi yang mengalami kelainan menandakan terjadinya
atelektasis.
• Pilihan A, pada efusi pleura biasanya akan ditemukan sesak yang berubah-
ubah dengan perubahan posisi dan gambaran meniscus sign pada
radiologi.
• Pilihan C, pada emfisema biasanya akan ditemukan perkusi hipersonor dan
hiperlusen paa radiologi.
• Pilihan D, pada malignansi akan ditemukan tanda-tanda keganasan seperti
berat badan turun, anemia ataupun penurunan nafsu makan. Selain itu
biasanya pada malignansi akan menyebabkan terdorongnya trakea dan
mediastinum kea rah kontralateral.
• Pilihan E, bronkopneumonia merupakan infeksi pada paru yang ditandai
dengan demam, batuk dan sesak napas. Pada foto rontgen akan
didapatkan corakan brokovaskular akan meningkat.
1. ATELEKTASIS
• Atelectasis describes loss of lung
volume due to the collapse of
lung tissue.
• Clinical manifestation
– Pain on the affected side, sudden
onset of dyspnea, and cyanosis.
– Hypotension, tachycardia, fever,
and shock may also occur.
• Lung examination
– Dullness to percussion over the
involved area and diminished or
absent breath sounds Mediastinal displacement,
opacification, and loss of volume
– The trachea and the heart may be are present in the right
deviated toward the affected side. hemithorax
Treatment
• Depends on etiology.
• Nonpharmacologic therapies for improving cough and
clearance of secretions from the airways:
– chest physiotherapy + postural drainage
– chest wall percussion and vibration
– forced expiration technique (huffing)
• Medication:
– Bronchodilators (beta agonists, methylxantine, anticholinergics)
• decrease muscle tone in both the small and large airways in the lungs,
thereby increasing ventilation
– Mucolytics (N-acetylsistein)
• May promote sputum removal of thick mucous plugs
– Antibiotics
• To treat underlying bronchitis or postobstructive infection
• Chronic atelectasis is treated with segmental resection or
lobectomy.
SOAL No. 2
• Tn. Leorio, berusia 63 tahun datang dengan
keluhan batuk-batuk dan sesak sejak 3 hari SMRS.
Pasien diketahui memiliki riwayat mengalami
stroke 1 tahun yang lalu. Sejak itu ia banyak
menghabiskan waktunya di tempat tidur & sering
tersedak ketika makan. Pada pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah kasar di
basal paru, pada foto thorax didapatkan adanya
infiltrat. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien
tersebut?
• Pneumonia komunitas
• Pneumonia aspirasi
• Hospital acquired pneumonia
• Ventilator associated pneumonia
• TB paru

Jawaban: B. Pneumonia aspirasi


Adanya riwayat stroke disertai dengan ronchi basah serta
infiltrat paru pada foto thoraks mengarahkan kecurigaan
bahwa pasien mengalami pneumonia aspirasi.
• Pilihan A, akan ditemukan adanya riwayat demam dan
batuk tanpa riwayat tersedak sebelumnya.
• Pilihan C, HAP merupakan infeksi pneumonia yang
diperoleh setelah dirawat di RS lebih dari 48 jam.
• Pilihan D, akan ditemukan riwayat pemasangan
ventilator sebelumnya.
• Pilihan E, akan ditemukan penurunan BB, batuk kronik,
demam dan keringat malam.
2. PNEUMONIA ASPIRASI
Definition : pulmonary abnormalities following abnormal entry of
endogenous or exogenous substances in the lower airways.

Etiology

CAP- Aspiration Pneumonia


• Generally results from anaerobic mouth bacteria (Haemophilus
influenzae, and Streptococcus pneumoniae, etc)
• High-risk groups: the elderly, alcoholics; IV drug users; patients who are
obtundedstroke victims , those with esophageal disordersseizures,
poor dentition, or recent dental manipulations.
HAP- Aspiration Pneumonia
• High-risk groups: seriously ill hospitalized patients; patients undergoing
anesthesia; those with strokes, dementia, or swallowing disorders; the
elderly; and those receiving antacids or H2 blockers (but not sucralfate).
Pemeriksaan
Laboratorium
• CBC: leukocytosis often present.
• Sputum Gram stain.

Imaging
• Chest x-ray often reveals bilateral, diffuse patchy
infiltrates and posterior segment upper lobes
• After several days’ or longer duration may reveal
necrosis and even cavitation with air-fluid levels,
indicating lung abscess.
Tatalaksana
CAP aspiration pneumonia
• clindamycin (600 mg IV twice daily followed by 300 mg q6h orally).
• Intravenous penicillin G (1 to 2 million U q4 to 6h) can also still be used.
• Alternative oral agents include:
– amoxicillin-clavulanate (875 mg orally twice daily),
– amoxicillin plus metronidazole or oral moxifloxacin (400 mg orally once daily).
– Do not use metronidazole alone, as this is associated with high failure rates.

HAP aspiration pneumonia:


• Piperacillin-tazobactam 3.375 g IV q6h, or
• cefoxitin 2 g IV q8h ± vancomycin IV to cover MRSA.
• Alternative agents are ceftriaxone 1 g IV q24h plus metronidazole 500 mg IV
q6h or 1 g IV q12h.
• Confirmed Pseudomonas pneumonia should be treated with antipseudomonal
beta-lactam agent plus an aminoglycoside until antimicrobial sensitivities
confirm that less toxic agents may replace the aminoglycoside.
• Do not use metronidazole alone for anaerobes.
Soal No. 3
• Tn. Hisoka berusia 27 tahun datang ke poliklinik
RS dengan keluhan jantung berdebar-debar
sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengeluh sesak
nafas, demam naik turun dan nyeri sendi
berpindah-pindah. Sebelumnya pasien memiliki
riwayat sakit tenggorokan namun tidak diobati.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
TD 120/90 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
suara murmur sistolik grade 3/6 di apeks.
Apakah kelainan pada pasien ini?
• Stenosis katup mitral
• Regurgitasi katup mitral
• Stenosis katup trikuspidal
• Regurgitasi katup trikuspidal
• Stenosis aorta

Jawaban: B. Regurgitasi katup mitral


Pasien didapatkan jantung berdebar, sesak nafas serta demam naik
turun dan nyeri sendi berpindah-pindah. Terdapat riwayat sakit
tenggorokan yang tidak diobati dan murmur pada pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka kemungkinan
diagnosis pasien adalah demam rematik. Adanya murmur sistolik pada
apeks menandakan kelainan katup berupa regurgitasi katup mitral.
• Pilihan A, akan ditemukan murmur diastolik pada apeks.
• Pilihan C, akan ditemukan murmur diastolik pada garis sternal kiri
ICS 4/5.
• Pilihan D, akan ditemukan mumur sistolik pada garis sternal kiri ICS
4/5.
• Pilihan E, akan ditemukan murmur sistolik pada ICS 2 parasternal
kanan.
3. Penyakit katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
3. Demam rematik
• Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis
akibat GABHS (Streptococcus pyogenes)
• Usia rerata penderita: 10 tahun
• Komplikasi: penyakit jantung reumatik
• Demam rematik terjadi pada sedikit kasus
faringitis GABHS setelah 1-5 minggu

Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview


Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Ket: ASO=ASTO
Rheumatic fever-treatment
• Bed rest 2-6 weeks(till inflammation subsided)
• Supportive therapy - treatment of heart failure
• Anti-streptococcal therapy - Benzathine penicillin(long acting)
1.2 million units once(IM injection) or oral penicillin V 10 days, if
allergic to penicillin  erythromycin 10 days (antibiotic is given
even if throat culture is negative)
• Anti-inflammatory agents
Aspirin in anti-inflammatory doses effectively reduces all
manifestations of the disease except chorea, and the response
typically is dramatic.
• Aspirin 100 mg/kg per day for arthritis and in the absence of carditis- for 4-6
weeks to be tapered off
• Corticosteroids If moderate to severe carditis is present as indicated by
cardiomegaly, third-degree heart block, or CHF, add PO prednisone to
salicylate therapy -2 mg/kg per day – for 2-6 weeks to be tapered off
Rheumatic Fever -Prevention
Secondary prevention – prevention of recurrent attacks
• Benzathine penicillin G 1.2 million units IM SD every 4
week
• Penicillin V 250 mg twice daily orally
• Or If allergic – Erythromycin 250 mg twice daily orally
Duration of secondary rheumatic fever prophylaxis
•Rheumatic fever + carditis + persistent valve disease - 10 years since last
episode or until 40 years of age, sometimes life long
•Rheumatic fever + carditis + no valvar disease – 10 years or well into
adulthood whichever is longer
•Rheumatic fever without carditis - 5 years or until 21 years whichever is
longer
(Continous prophylaxis is important since patient may have asymptomatic GAS infection)

AHA Scientific Statement


SOAL NO.4
• Ny. Kacho Hui, 25 tahun, datang dengan keluhan
kuning pada seluruh tubuh sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh mual, muntah dan perut nyeri di
kanan atas. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD
120/80 mmHg, nadi 88x/menit, RR 22x/menit, suhu
370C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik,
venektasi dada (+), ascites (+), edema tungkai (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT dan
SGPT meningkat moderat, bilirubin total 5,5 mg/dL
(0.1 to 1.2 mg/dL), bilirubin direk 2,5 mg/dL (< 0,3
mg/dL) dan Urobilinogen di urin (+). Dimanakah
kemungkinan letak kelainan pada pasien ini?
• Prehepatik
• Intrahepatik
• posthepatik
• Prebilier
• Postbilier

Jawaban: B. Intrahepatik
Pasien didapatkan kuning disertai mual, muntah dan nyeri perut kanan
atas. Adanya sclera ikterik, venektasi, asites dan edema mengarahkan
kemungkinan diagnosis sirosis hepatis. Pada pasien ini didapatkan
kenaikan kadar bilirubin baik direk maupun bilirubin inderek dimana
kenaikannya hampir seimbang sehingga diperkirakan kelainan berasal
dari intrahepatik yang disebabkan karena sirosis hepatis.
• Pilihan A, akan ditemukan pada kasus anemia hemolitik. Pada kasus
ini akan ditemukan peningkatan yang tinggi pada bilirubin indirek.
• Pilihan C, akan ditemukan pada penyakit yang menyebabkan
gangguan aliran empedu. Pada kasus ini akan ditemukan
peningkatan yang tinggi pada bilirubin direk.
• Pilihan D dan E, tidak ada istilah tersebut.
4. Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.


Ikterus

Pathophysiology of disease
Soal NO 5
• Ny. Alluka Zoldyk, 25 tahun, datang ke RS dengan
keluhan nyeri sendi sejak 3 bulan lalu. Pasien
mengatakan nyeri sendi berpindah-pindah namun
paling sering di pergelangan tangan dan lutut. Pasien
juga mengeluh lesu, lemah, berat badan turun
sebanyak 3 kg dalam 4 bulan terakhir dan lebih
sensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari.
Pada pemeriksaan fisik didapai ruam malar dan
ruam diskoid pada wajah. Pemeriksaan lab didapati
ANA dan anti dsDNA lebih tinggi dari normal.
Reumatoid Faktor (-). Apakah kemungkinan diagnosis
pasien tersebut?
• Rheumatoid Arthritis
• SLE
• Gout Arthritis
• Spondiloarthritis
• Osteoarthritis

Jawaban: B. SLE
Pada pasien ini terdapat keluhan nyeri sendi terutama
sendi-sendi kecil. Adanya lesu, penurunan BB, fotofobia
disertai ruam pada wajah dan ANA dan dsDNA yang lebih
tinggi dari normal menunjukkan kemungkinan diagnosis
adalah SLE.
• Pilihan A, pada RA akan ditemukan nyeri pada sendi-
sendi kecil dan rheumatoid faktor (+).
• Pilihan C, akan ditemukan adanya peningkatan kadar
asam urat dan tofus.
• Pilihan D, akan ditemukan nyeri pada vertebra.
• Piilihan E, akan ditemukan nyeri pada weight bearing
joint seperti panggul atau lutut
5. SLE
• Merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis  peradangan pada
kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem saraf dan organ tubuh lainnya
• Kebanyakan mengenai
– wanita : pria 9-14:1
– usia reproduksi, 20 sampai 30 tahun
– kelompok kulit hitam dan Asia.
• Predisposisi yang ada pemicu kacaunya sistem toleransi
imunologis sehingga respon imun melawan antigen diri sendiri.
– Faktor genetik
– imunologik
– hormonal serta
– Lingkungan
SLE
(Diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria)
Pemeriksaan Serologi pada SLE
• Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
SLE adalah tes ANA.
• Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan
gejala mengarah pada SLE.
– Pada penderita SLE ditemukan tesANA yang positif sebesar 95-100%,
– akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain
yang mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya
• infeksi kronis (tuberkulosis),
• penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD),
• artritis rematoid, tiroiditis autoimun),
• keganasan
• pada orang normal.
– Jika hasil tes ANA negatif
• pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan
• tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang
terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan.
• Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif
adalah tes antibodi terhadap antigen nuklear spesi ik, termasuk
anti-dsDNA, Sm, nRNP , Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo.
• Kriteria SLE ringan:
1. Secara klinis tenang
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat,
sendi, hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.

• SLE dengan tingkat keparahan sedang:


1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
3. Serositis mayor

• Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa:


a. Jantung : endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade
jantung, hipertensi maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru,
fibrosis interstisial, shrinking lung.
c. Gastrointestinal : pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d. Ginjal : nefritis proliferatif dan atau membranous.
e. Kulit : vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis,
polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3), trombositopenia < 20.000/mm3 ,
purpura trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri.
Algoritma pengobatan penyakit Lupus

TR: tidak respon, RS: respon sebagian, RP: respon penuh


KS: kortikosteroid, MP: metilprednisolon, AZA: azatioprin, OAINS:
obat antiinflamasi steroid, CYC: siklofosfamid, NPSLE:
neuropsikiatri SLE. (Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis
dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta: Perhimpunan
Reumatologi Indonesia.2011.)
• Proteksi terhadap sinar matahari, sinar
ultraviolet, dan sinar fluoresein
• Pemberian Kortikosteroid
– Dosis rendah sampai sedang digunakan pada lupus
yang relatif tenang.
– Dosis sedang sampai tinggi berguna untuk lupus yang
aktif.
– Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk
krisis akut yang berat seperti pada vaskulitis luas,
nephritis lupus, lupus cerebral.
• Cara pengurangan dosis kortikosteroid
– Dosis kortikosteroid mulai dikurangi segera setelah
penyakitnya terkontrol.
– Tapering dilakukan hati-hati untuk menghindari
kembalinya aktivitas penyakit, dan defisiensi kortisol
akibat penekanan aksis HPA kronis.
– Sebagai panduan, untuk tapering dosis prednison > 40
mg sehari , dilakukan penurunan 5-10 mg/ 1-2
minggu penurunan 5 mg/ 1-2 minggu pada dosis
antara 40-20 mg/hari penurunan 1-2,5 mg/ hari /2-
3 minggu bila dosis prednison < 20 mg/hari dosis
rendah untuk mengontrol aktivitas penyakit.
SOAL NO 6
• Ny. Sylva Zoldyk berusia 28 tahun datang ke
rumah sakit mengeluh sesak nafas setalah
mendapatkan obat dari puskesmas. Sebelumnya
pasien datang ke PKM karena demam batuk dan
pilek sejak 2 hari dan diberikan obat oleh dokter
puskesmas. Beberapa saat setelah meminum
obat tersebut pasien mengatakan keluhan
sesaknya muncul. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 90/60 mmhg, nadi
110x/menit , RR 28x/m, suhu 37,5. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
• Syok anafilatik
• Syok kardiogenik
• Syok neurogenik
• Syok hipovolemik
• Syok septic

Jawaban: A. Syok anafilaktik


Pasien mengeluh sesak napas setelah minum obat. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan hipotensi, peningkatan frekuensi napas serta takikardi.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien kemungkinan
mengalami syok anafilaktik yang diperantarai oleh reaksi
hipersensitivitas tipe 1.
• Pilihan B, pada syok kardiogenik biasanya akan ditemukan faktor
risiko berupa kerusakan jantung seperti infark miokard.
• Pilihan C, akan ditandai dengan hipotensi dan bradikardi serta
pemicu seperti trauma medulla spinalis.
• Pioihan D, akan ditandai dengan faktor risiko berupa perdarahan,
muntah atau diare berat.
• Pilihan E, akan ditandai dengan adanya focus infeksi dan gejala
sistemik berupa demam.
Syok
Definisi
• Syok  kumpulan gejala akibat perfusi selular tidak mencukupi dan
asupan O2 tidak cukup memenuhi kebutuhan metabolic
– Perfusi yang inadekuat
– Gangguan hemodinamik
– Disfungsi organ
Klinis
• Manifestasi klinis tergantung penyakit dasar dan mekanisme
kompensasi yang terjadi, misalnya:
– Peningkatan tahanan vaskular perifer: kulit pucat dan dingin, oliguria
– Tonus saraf adrenergik meningkat menyebabkan takikardia, keringat
banyak, cemas, mual, muntah, atau diare
– Hipoperfusi organ vital berupa iskemi miokard ditandai dengan nyeri
dada atau sesak nafas, insufisiensi serebral ditandai dengan
perubahan status mental
Jenis Syok
HIPOVOLEMIK KARDIOGENIK DISTRIBUTIF OBSTRUKTIF
• Hemoragik • Gagal pompa • Sepsis • Tamponade
• Trauma • Infark miokard akut • Anafilaksis perikard
• Perdarahan GI • Kardiomiopati • Neurogenik • Emboli pulmonal
• Ruptur aneurisma • Myokarditis • Toksin masif
aorta • Ruptur kordae • Sianida • Tension
• Ruptur diseksi aorta tendinae • Karbon monoksida pneumotoraks
• Perdarahan akibat • Ruptur septum • Hipotensi berat • Dapat
kehamilan ventrikel memanjang dimanifestasikan
• Dehidrasi berat • Disfungsi otot sebagai pulseless
• Gastroenteritis papilar electrical activity
• Krisis adrenal • Disfungsi katup
• Luka bakar prostetik
• Insufisiensi aorta
kronik
• Toksin
• Kontusi miokard
• Masalah Irama
• Bradikardia
• Takikardia
6. Syok Anafilaksis
• Anafilaksis : reaksi tipe segera
yang dimediasi oleh interaksi
antara alergen dengan IgE
yang terikat pada permukaan
sel mast atau basofil. Interaksi
tersebut akan menimbulkan
berbagai manifestasi klinis
yaitu gejala sistemik.
• Manifestasi klinis yang timbul
meliputi gejala pada kulit,
pernapasan, kardiovaskuler,
gastrointestinal, dan gejala
pada sistem organ lain seperti
rinitis, konjungtivitis.
Syok Anafilaksis
• Tatalaksana anafilaksis
– Segera berikan suntikan epinefrin 1:1000 0,3
ml i.m di daerah deltoid atau vastus lateralis.
Dapat diulang 15-20 mg bila diperlukan
– Hentikan infus media kontras, antibiotika, dan
zat lain yang dicurigai sebagai alergen.
– Berikan difenhidramin 50 mg intravena,
ranitidin 50 mg atau cimetidin 300 mg
intravena, oksigen, infus cairan garam,
metilprednisolon 125 mg intravena
– Intubasi bila diperlukan
– Bila terdapat hipotensi segera berikan
rehidrasi dan dopamin atau norepinefrine.
– Bila terdapat sesak napas berikan salbutamol
inhalasi dan oksigen
SOAL NO 7
• Ny. Kaluto Zoldyck, 42 tahun, datang ke RS
dengan keluhan utama berupa nyeri pada
pangkal jari-jari tangan. Keluhan dirasakan sejak
5 bulan terakhir dan berulang selama 2 tahun.
Pasien juga mengatakan keluhan disertai kaku
pada sendi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Pada PF didapatkan bengkak
kemerahan pada sendi metacarpophalangeal.
Dari pemeriksaan Xray didapatkan osteopenia
dan erosi dekat celah sendi. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
• Osteoarthritis
• Fibromyalgia
• Poliarthritis migrans
• Rheumatoid Arthritis
• Seronegative Spondiloatrhropathy

• Jawaban: D. Rheumatoid Arthritis


Pasien didapatkan nyeri pada pangkal jari-jari tangan sejak 5 bulan yang berulang
selama 2 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kaku sendi serta bengkak dan
kemerahan pada sendi-sendi kecil. Adanya osteopenia dan erosi pada celah sendi
ditambah dengan bukti inflamasi sendi pada pemeriksaan fisik mengarahkan
kecurigaan diagnosis pada rheumatoid arthritis yang merupakan suatu penyakit
autoimun.
• Pilihan A, pada OA akan ditemukan nyeri dan kaku pada weight bearing joint
seperti panggul atau lutut.
• Pilihan B, pada fibromyalgia akan ditemukan nyeri kronik pada beberapa bagian
tubuh yang disertai rasa kaku. Pada fibromyalgia terdapat nyeri tekan pada
sedikitnya 11 dari 18 titik nyeri (tender points) pada tubuh. Selain itu fibromyalgia
merupakan diagnosis eksklusi yang artinya hanya dapat ditegakkan jika tidak ada
penyebab yang lain yang mendasari.
• Pilihan C, polyarthritis migrans merupakan suatu gejala nyeri sendi yang
berpindah-pindah yang biasanya dapat disebabkan oleh demam rematik.
• Pilihan E, Seronegative spondiloatrhropathy merupakan kelompok penyakit radang
sendi yang mengenai sendi aksial dan ekstremitas terutama bagian bawah,
biasanya asimetris dan tidak terkait dengan faktor rheumatoid. Yang termasuk ke
dalam kelompok penyakit ini antara lain ankylosing spondylitis, psoriatic artritis,
reactive artritis dan artritis pada IBD.
7. RHEUMATOID ARTHRITIS
• Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum diketahui, ditandai oleh
poliartritis perifer yang simetrik.
• Merupakan penyakit sistemk dengan gejala ekstra-artikular.
• Berbagai faktor risikonya meliputi infeksi (mycoplasma, EBV, parvovirus, rubella), genetik,
wanita usia produktif.
• Terdapat:
• inflamasi dan proliferasi synovium
• Kartilago sendi menghilang
• Erosi juxtarticular
Rheumatoid Arthritis
• Skor 6/lebih: definite RA.
• Faktor reumatoid: autoantibodi terhadap IgG
Gambaran Klinis dan Patofisiologi
• GEJALA UMUM
– Demam
– Lemas
– Penurunan Berat Badan
• GEJALA LOKAL
– Poliartritis simetris terutama
pada PIP, MCP
– Kekakuan sendi >30 menit
– Sendi merah, bengkak
– Deformitas sendi
• EKSTRA-ARTIKULAR
– Nodul Rematoid
– Keratokonjungtivitis sicca
– Efusi pericardium
– Pyoderma gangrenosum
– Anemia
Rheumatoid Arthritis

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.


Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Boutonnoere deformity caused by Swan neck deformity caused by
flexion of the PIP joint with Hyperextension of the PIP joint
hyperextension of the DIP joint. with flexion of the DIP joint .

Rheumatoid Arthritis
Ulnar deviation of the fingers with wasting
Rheumatoid nodules &
of the small muscles of the hands and
olecranon bursitis.
synovial swelling at the wrists, the extensor
tendon sheaths, MCP & PIP.
Pemeriksaan Laboratorium
• RF (sensitivity ∼60%; specificity ∼80%)
– False positives are seen with hepatitis C, subacute
bacterial endocarditis, primary biliary cirrhosis, sarcoidosis,
malignancy, Sjögren’s syndrome, SLE, and increasing age.
• Anti-CCP antibodies
– Sensitivity is similar to RF, but it is more specific for RA
than RF (up to 95%-98%).
• The presence of either RF or anti-CCP (“seropositive
RA”) is associated with more severe disease, more
extraarticular manifestations, and worse prognosis.
Rheumatoid Arthritis
• Pilar Pengelolaan Artritis Reumatoid
– Edukasi
– Program/Latihan Rehabilitasi
– Pilihan Pengobatan
• DMARD
• Agen Biologik
• Kortikosteroid
• Obat Anti Inflamasi Non Steroid
– Pembedahan

Konsensus Artritis Reumatoid IRA 2014


Terapi
1. Synthetic DMARDS 3. low-dose
glucocorticoids

2. Biologic DMARDS

O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
Rheumatoid Arthritis
Kompetensi Dokter Umum

O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
SOAL NO 8
• Ny. Fugetsu Hui, 69 tahun, datang ke RS dengan
keluhan utama berupa nyeri punggung terutama
ketika akan berdiri setelah duduk sejak 6 bulan
terakhir. Pasien mengatakan hanya bisa berjalan
3 meter kemudian berhenti karena nyeri. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
130/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Pada pemeriksaan radiologis tampak
korpus vertebra berbentuk bikonkaf. Apa
diagnosis pasien?
• Osteoporosis
• Spondiloartrosis.
• Spondilitis TB
• Spondilolistesis
• Pott’s Disease

• Jawaban: A. Osteoporosis
Pasien lansia dengan nyeri pada punggung. Adanya
gambaran fraktur pada vertebra menandakan
kemungkinan pasien mengalami fraktur patologis
yang sering terjadi pada pasien dengan
osteoporosis.
• Pilihan B, akan ditemukan adanya nyeri dan kaku
pada vertebra.
• Pilihan C dan E, akan ditemukan adanya
gambaran gibbus pada vertebra.
• Pilihan D, akan ditemukan adanya pergesarana
corpus vertebra.
8. OSTEOPOROSIS
• Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
• Compromised bone strength
• Tipe osteoporosis
– Osteoporosis tipe I  pasca menopause (defisiensi esterogen)
– Osteoporosis tipe II  senilis (gangguan absorbsi kalsium di
usus)
• Faktor risiko osteoporosis
– Usia, genetik, lingkungan, hormon, sifat fisik tulang
• Dapat menyebabkan fraktur patologis
Tanda dan Gejala
• Seringnya tanpa
gejala – silent
disease
• Gejala lain yang
dapat muncul
Nyeri punggung
Fraktur patologis
Penurunan tinggi
badan
Imobilisasi
Kifosis bertambah
Klasifikasi Osteoporosis
EXAMINATION
• The bone mineral density (BMD) test is the primary test used to
identify osteoporosis and low bone mass.
• Laboratory test
– Blood calcium levels - this test is usually normal in osteoporosis
but may be elevated with other bone diseases.
– Vitamin D - deficiencies can lead to decreased calcium absorption.
– Thyroid tests - such as T4 and TSH to screen for thyroid disease
– Parathyroid hormone (PTH) - to check for hyperparathyroidism
– Follicle-stimulating hormone (FSH) - to check for menopause
– Testosterone - to check for deficiency in men
– Protein electrophoresis - to identify abnormal proteins produced
by a certain type of cancer (called multiple myeloma) that can
break down bone
– Alkaline phosphatase (ALP) - to test for increased levels that may
point to a problem with the bones
Radiologi Osteoporosis
Plain radiograph
• not a sensitive modality, as more than 30-50% bone loss is required
to appreciate decreased bone density on a radiograph
• vertebral osteoporosis manifests as pencilling of vertebrae
• loss of cortical bone (picture frame vertebra) and trabecular bone
(ghost vertebra)
• compression fractures and vertebra plana
• loss of trabeculae in proximal femur area
• in tubular bones (especially metacarpals), there will be thinning of
the cortex
• cortical thickness <25% of the whole thickness of metacarpal
signifies osteoporosis (normally 25-33%)
Fraktur Kompresi pada Osteoporosis
• Wedge fractures –
collapse of the
anterior or posterior
of the vertebral body

• Biconcave
fractures – collapse of
the central portion of
both vertebral body
endplates

• Crush fractures –
collapse of entire
vertebral body
Gambaran Rontgen Pada Osteoporosis
Tatalaksana
• Vitamin D supplement: 600 IU/day for persons 19 to 70 years of age and
800 IU/day for persons 71 years and older
• Calcium supplement: The recommended dietary intake of calcium for
women 19 to 50 years of age and men 19 to 70 years of age is 1000
mg/day; women older than age 50 and men older than age 70 require
1200 mg/day.
• Oral bisphosphonates (alendronate, ibandronate, risedronate): they
decrease bone resorption by attenuating osteoclast activity. They are first-
line therapy for the treatment of most patients with osteoporosis.
– Alendronate is given 70 mg once weekly on awakening, with 8 oz water on
empty stomach, with no oral intake for at least 30 min.
– Risedronate is given 35 mg once weekly or 75 mg taken on 2 consecutive days
per month on awakening, with 8 oz water on empty stomach, with no oral
intake for at least 30 min
• Raloxifene: 60 mg qd. Selective estrogen receptor modulator, it has
suppressive effects on osteoclast and bone resorbtion. Its main use is for
prevention of vertebral fractures.
Tatalaksana
• Teriparatide
– a recombinant human parathyroid hormone used
for postmenopausal women with osteoporosis
who are at high risk for fracture especially
vertebral fractures.
• Estrogen (conjugated equine estrogen or
equivalent): 0.3 to 0.625 mg/day
– Although HRT is not currently recommended for
the treatment of osteoporosis.
SOAL NO 9
• Tn. Chrollo Lucifer, 45 tahun, datang ke
poliklinik swasta dengan keluhan utama lemah
syahwat dan penurunan libido sejak 6 bulan.
Pasien memiliki riwayat DM sejak 4 tahun.
Pasien mendapat pengobatan rutin insulin
basal, metformin, dan atorvastatin. Pemeriksaan
fisik didapatkan IMT 31kg/m2. TD 129/80
mmHg, HR 88x/mnt, RR 20x/mnt, T 36,5C. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan GDP 287
mg/dL, G2PP 263 mg/dL, kolesterol total 243
mg/dL, HDL 37 mg/dL, TG 174 mg/dL. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
• Cushing disease
• Hipogonadotropic hipogonadism
• Addison disease
• Metabolic syndrome
• kallman syndrome

• Jawaban: D. Metabolic syndrome


Pasien didapatkan keluhan lemah syahwat dan penurunan libido.
Pasien juga telah didiagnosis dengan DM. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan GDP ≥ 100mg/dL, TG ≥ 150 mg/dL, HDL < 40
mg/dL. Dari anamnesis dan PF pasien dapat disimpulkan mengalami
sindrom metabolik. Keluhan lemah syahwat dan penurunan libido
pada pasien dengan sindrom metabolik berhubungan dengan
rendahnya kadar testosterone pada pasien-pasien tersebut.
• Pilihan A, pada cushing akan ditemukan adanya moon face, striae
abdomen dan penambahan BB.
• Pilihan B, juga dapat ditemukan adanya penurunan libido namun
biasanya diakibatkan karena kerusakan otak seperti tumor atau
riwayat operasi intracranial.
• Pilihan C, akan ditemukan adanya penurunan BB, hipotensi dan
mudah lemas.
• Pilihan E, akan ditemukan adanya anosmia.
9. Sindrom Metabolik
WHO(World Health IDF = International Diabetes
Organization) Federation
• Diagnosis bila kadar gula • Diagnosis jika kadar gula
darah abnormal dan ada 2 darah abnormal dan ada 2
criteria lainnya
kriteria tambahan
• GDP 100-125 atau riwayat DM tp
• Intoleransi glukosa, DM tipe 2, 2
Resistensi Insulin • Lingkar pinggang ≥ 94 cm Pria,
• IMT > 30 dan Rasio lingkar atau ≥ 80 cm Wanita
pinggang banding panggul • TG ≥150 mg/dl atau HDL < 40 utk
(HWR) >0.9 Pria, >0.85 Wanita pria, dan < 50 untuk wanita
• TG ≥150 mg/dl atau HDL < 35 • Dalam pengobatan hipertensi
atau
Pria dan < 39 Wanita
• TD ≥130/85 mmHg
• Dalam pengobatan hipertensi
atau TD ≥160/90 mmHg
• Microabuminuria ≥ 20 mcg/min
Meig JB. The Metabolic Syndrome. April 2018. Available from https://www.uptodate.com/contents/the-metabolic-syndrome-insulin-resistance-
syndrome-or-syndrome-x
SINDROM METABOLIK
Sindrom Metabolik

Complex multidirectional interactions between testosterone and obesity, metabolic syndrome, and type 2 diabetes
mediated by cytokines and adipokines leading to comorbidities such as ED (endothelial dysfunction) and increased CVD risk.
FFA, free fatty acids; GnRH, gonadotropin-releasing hormone; LH, luteinizing hormone; PAI-1, plasminogen activator
inhibitor-1.
Pemeriksaan Penunjang
• Profil lipid, glukosa darah, Tes fungsi hati,
Urine lengkap , Tes fungsi ginjal, TSH, EKG
• Skrining dianjurkan pada semua pasien
berusia ≥ 20 tahun, setiap 5 tahun sekali

Meig JB. The Metabolic Syndrome. April 2018. Available from https://www.uptodate.com/contents/the-
metabolic-syndrome-insulin-resistance-syndrome-or-syndrome-x
Farmakologis
Tatalaksana
• Golongan statin: Simvastatin 5 – 40
mg/hr (↓kolest; ES: mialgia,
Modifikasi gaya hidup ↑SGOT/PT; KI:kehamilan)
• Golongan resin:Kolestiramin 4 – 16
• Diet, dengan komposisi:Lemak g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest)
jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA • Golongan asam nikotinat:Lepas
10%; Lemak total25 – 35%; cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 –
Karbohidrat 50 – 60%; Protein 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest &
15%; Serat20 – 30 g/hari; TG; Interaksi dgn Aspirin; ES: gout,
Kolesterol< 200 mg/hari ↑glukosa)
• Golongan asam fibrat: Gemfibrazil
• Latihan jasmani dan
2x600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn
Penurunan berat badan bagi kombinasi dgn statin ↑resiko ES
yang gemuk miopathy)
• Menghentikan kebiasaan • Penghambat absorpsi kolesterol:
merokok, minuman alcohol Ezetimibe 10 mg/hr
Meig JB. The Metabolic Syndrome. April 2018. Available from https://www.uptodate.com/contents/the-
metabolic-syndrome-insulin-resistance-syndrome-or-syndrome-x
Hiperkolesterolemia Hipertrigliseridemia
• Evaluasi profil lipid tiap 6 minggu • Batas tinggi atau tinggi
– Bila tercapaisetiap 4-6 bulan. – tujuan utama tata laksana adalah
• 6 minggu modifikasi gaya hidup, target mencapai target kolesterol LDL.
belum tercapai
– intensifkan penurunan lemak jenuh dan
• Pasien dengan trigliserida tinggi:
kolesterol, tambahkan stanol/steroid nabati, – target sekunder  kadar
tingkatkan konsumsi serat, dan kerjasama kolesterol non-HDL
dengan dietisien.
• sebesar 30 mg/dL lebih tinggi
• 6 minggu berikutnya non-farmakologis dari target kadar kolesterol LDL
tidak berhasilfarmakologis (lihat tabel di atas).
• Pencegahan primer (tanpa PJK), dimulai • Pendekatan Tata Laksana obat:
dengan nutrisi medis dan latihan fisik3 – Obat penurun kadar kolesterol
bulan tidak mencapai sasaran  LDL, atau tambah obat fibrat atau
ditambahkan statin. asam nikotinat
– 6 minggu  target belum tercapai naikkan
dosis statin atau kombinasi dengan yang lain.
• Pasien dengan PJK atau yang setara
(pencegahan sekunder), segera diberi tata
laksana non farmakologis dan farmakologis,
jika kolesterol LDL > 100 mg/dL.
Target Tatalaksana
SOAL NO 9
• Tn. Gon Freecs, usia 29 tahun, datang ke RS
dengan keluhan lemas dan pucat sejak 3
bulan terakhir. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
90x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
Hb 9 gram/ dl. Pada pemeriksaan apusan
darah tepi ditemukan gambaran seperti
dibawah ini. Apakah kemungkinan diagnosis
pasien tersebut?
10. Gambar di Soal
• Anemia defisiensi besi
• Anemia hemolitik
• Anemia megaloblastik
• Anemia aplastik
• Thalassemia

• Jawaban: C. Anemia megaloblastik


Pasien mengeluh lemas dan pucat disertai anemia dan
gambaran darah tepi menunjukkan adanya hipersegmentasi
neutrophil. Hipersegmentasi neutrophil sering ditemukan
pada anemia megaloblastik baik karena defisiensi vitamin B12
ataupun defisiensi asam folat.
• Pilihan A, pada ADB akan ditemukan gambaran mikrositik
hipokrom dan sel pensil
• Pilihan B, pada anemia hemolitik akan ditemukan
gambaran icterus.
• Pilihan D, akan ditemukan pansitopenia tanpa
organomegali.
• Pilihan E, akan ditemukan tanda-tanda hemolitik dan
gambaran mikrositik hipokrom
10. Anemia Makrositik
Anemia Megaloblastik
• Anemia yang dicirikan
dengan adanya sel
megaloblastik (eritrosit
imatur) pada sumsum
tulang.
• Sumsum tulang umumnya
hiposeluler, eritropoiesis
tidak efektif.
• Etiologi tersering: defisiensi
B12 atau asam folat 
gangguan pembentukan
DNA  kematian sel darah
di sumsum tulang.
Hipersegmentasi (segmen 5/lebih)

Makro-ovalosit pada anemia


makrositik megaloblastik
Defisiensi B12 & asam folat – Etiologi
Manifestasi Klinis
• Gejala anemia: pucat, cepat lelah
• Dapat tampak kuning
• Dapat ditemukan glositis  lidah licin akibat hilangnya
papil, terutama ditemukan pada defisiensi B12, dapat
pula ditemukan pada andemia defisiensi besi
• Gangguan neurologi (hanya pada defisiensi vitamin
B12, tidak pada folat):
– Neuropati perifer: parestesi, lemah
– Gangguan sensasi proprioseptif dan getaran
– Gangguan memori, depresi, iritabilitas
– Neuropati optik: penglihatan kabur, gangguan lapang
pandang
Tongue Manifestation of Anemia

(A) Generalized dryness of the tongue of a 61-year-old woman with


vitamin B12 deficiency, with atrophy (blue arrowheads) and
erythematous plaques (white arrowheads). (B) Normal appearance of
the tongue 3 days after the patient received a single injection of
vitamin B12
Hematologic Findings
• Peripheral blood:
– MCV > 100 fL
– Makroovalosit dengan anisositosis dan
poikilositosis
– Hipersegmentasi neutrofil (> 5 lobus)
• Bone marrow:
– Akumulasi sel primitif, eritroblas dengan
nukleus
– Giant metamyelosit, hyperpolyploid
megakariosit
• Hematopoiesis inefektif yang ditandai
dengan peningkatan bilirubin indirek
10. Tatalaksana Defisiensi B12
• Pernicious anemia
– usually treated with parenteral vitamin B12.
– Typically this is administered parenterally (by
intramuscular or deep subcutaneous injection), at a dose
of 1000 mcg (1 mg) once per week for four weeks,
followed by 1000 mcg once per month.
• Altered gastrointestinal anatomy and Dietary
deficiency
– The typical dose for adults is 1000 mcg parenterally once
per week until the deficiency is corrected and then once
per month (cyanocobalamin) or once every other month
(hydroxocobalamin);
– in adults, oral dosing is equally effective, at a dose of 1000
mcg orally once per day.
Uptodate.Treatment of Vitamin B12 and and folate deficiencies
10. Tatalaksana Defisiensi B9
• Folate deficiency
– typically treated with oral folic acid (1 to 5 mg
daily).
– This dose is usually sufficient even if
malabsorption is present.

Uptodate.Treatment of Vitamin B12 and and folate deficiencies


SOAL NO 11
• Tn. Zepile, 25 tahun, seorang petani datang ke
poliklinik dengan keluhan mudah lelah saat
bekerja sejak 3 bulan smrs. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 130/80 mmHg,
HR 24x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan didapatkan konjungtiva anemis, Hb
8, pada pemeriksaan tinja didapati telur parasit
berbentuk oval, ukuran 40x65 mikron, dinding
transparan dan tipis. Apakah kemungkinan jenis
anemia yang dialami oleh pasien ini?
• Mikrositik hipokrom
• Normositik nomokrom
• Normositik hipokrom
• Mikrositik nomokrom
• Anemia Megaloblastik

• Jawaban: A. Mikrositik hipokrom


Pasien, seorang petani didapatkan keluhan mudah lelah. Pada PF
didapatkan konjungtiva anemis dan Hb 8. Pada pemeriksaan feses
didapatkan telur parasit oval dengan dinding transparan. Dari
anamnesis dan PF kemungkinan pasien terinfeksi oleh cacing tambang
(hookworm). Pada infeksi cacing tambang terjadi kehilangan darah
karena cacing menghisap darah dari usus hostnya. Anemia yang
ditimbulkan akibat kehilangan darah tersebut adalah anemia defisiensi
besi yang pada pemeriksaan darah tepi akan memberikan gambaran
mikrositik hipokrom.
• Pilihan B, merupakan gambaran normal.
• Pilihan C, akan ditemukan pada anemia hemolitik, anemia aplastic
atau leukemia.
• Pilihan D, akan ditemukan pada anemia akibat CKD.
• Pilihan E, akan ditemukan pada defisiensi asam folat dan Vit B 12.
11. Anemia Defisiensi Besi
• Kegagalan pembentukan hb akibat defisiensi besi yang
berperan dalam pembentukan heme.
Faktor Risiko
Anemia Defisiensi
Besi
Anemia

Hoffbrand essential hematology.


Anemia Defisiensi Besi
Kegagalan pembentukan Hb akibat defisiensi besi yang
berperan dalam pembentukan heme.

Tanda Anemia Defisiensi Besi


Kuku Spoon nail (koilonikia)
Lidah Atrofi papila
Mulut Kelitis angularis, pagophagia (e.g. crave ice to suck or chew)
Hipofaring Dysphagia, upper (postcricoid) esophageal webs, and iron
deficiency anemia, disebut Plummer-Vinson syndrome (PVS) di
AS dan Paterson-Brown Kelly syndrome di Inggris
Gaster Gastritis akibat infeksi kronikH. Pylori, aklorhidria (absence of
hydrochloric acid in gastric secretions)  bisa menyebabkan ADB

Emedicine
Anemia Defisiensi besi

Harrison’s principles of internal medicine.


Etiologi
• Perdarahan saluran cerna atau menstruasi
• Kurangnya besi dalam diet
• Gangguan penyerapan besi pada pasien dengan
gastrektomi
• Phlebotomi berulang
• Meningkatnya kebutuhan besi (terutama saat
hamil)
• Hemosiderosis
• hemoglobinuria (hemolysis intravaskular)
• Infeksi cacing tambang
Anemia Defisiensi Besi (Tatalaksana)
• Suplemen Besi (Ferrous Sulfat)
– 300 mg/hari selama 6-12 bulan Atau sampai Hb normal + 8 minggu (WHO)
– dapat ditambah suplemen vitamin C untuk menambah penyerapan besi
– Ferrous sulfate (contains 20% elemental iron per mg of mineral salt)
– Ferrous fumarat(contains 33% elemental iron per mg of mineral salt)
– Ferrous gluconate(contains approximately 10 to 14% elemental iron per mg of
mineral salt)

• Terapi besi parenteral


 Iron dextran dapat diberikan secara IV atau IM
 Jarang diperlukan karena biasanya pasien berespon dengan terapi oral.
 Terapi ini berguna pada pasien yang absorbs besinya buruk, severe/ongoing
blood loss, gastric sugery, malabsorbtion syndrome

• Transfusi PRC dibutuhkan


– bila Hb < 6g/dl atau
– Hb > 6g/dl dengan penyerta (dehidrasi, persiapan operasi, infeksi berat, gagal
jantung dan distress pernapasan)
Efek Samping Suplementasi Besi
• Gastrointestinal
– Frequency not reported: Nausea, epigastric pain,
altered bowel habit (constipation, diarrhea),
discolored (blackened) stools, fecal impaction,
gastrointestinal irritation, contact irritation resulting
in erosion or ulceration, tooth discoloration.

• Hypersensitivity
– Frequency not reported: Hypersensitivity reactions
(from rashes to anaphylaxis).
Anemia - Infeksi Hookworm
• The greatest concern from infection is blood loss.
– Aided by an organic anticoagulant, a hookworm
consumes about 0.25 mL of host blood per day.
– The blood loss caused by hookworms can produce a
microcytic hypochromic anemia (Iron deficiency).
• Compensatory volume expansion contributes to
hypoproteinemia, edema, pica, and wasting.
• The infection may result in physical and mental
retardation in children.
• Eosinophilia has been noted in 30 to 60 percent
of infected patients.
• Telur hookworm
(cacing tambang) 
bentuk oval dgn
dinding transparan
SOAL NO 12
• Ny. Neon Nostrade, 24 tahun, datang ke
poliklinik dengan keluhan utama berupa
mudah lelah, lemah dan pucat. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium Hb
10 g/dl, anemia mikrositik hipokrom. Hasil
elektroforesis Hb A menurun, Hb A2
meningkat, Hb F meningkat. Apakah
kemungkinan diagnosa kasus di atas?
• Thallasemia Gamma
• Thallasemia Beta
• Thallasemia Alfa
• Hb Barts
• HbH

• Jawaban: B. Thalasemia Beta


Pasien didapatkan mudah lelah, lemah dan pucat. Pada
pemeriksaan lab didapatkan anemia mikrositik hipokrom
disertai penurunan Hb A, peningkatan Hb A2 dan HB F.
Dari anamnesis, PF, dan laboratorium kemungkinan
pasien mengalamai thalassemia beta.
• Pilihan A, tidak ada istilah ini.
• Pilihan C, akan ditemukan peningkatan kadar Hb Barts.
• Pilihan D, merupakan temuan pada thalassemia alfa.
• Piilhan E, merupakan temuan pada thalassemia alfa.
12. THALASSEMIA
• Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
• Diturunkan secara autosomal resesif
• Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
• Secara genotip:
– Thalassemia beta (kromosom 11, kelainan berupa mutasi)  yang
mayoritas ditemukan di Indonesia
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa (Kromosom 16, kelainan berupa delesi)
• -thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
• -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
• Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
• Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.


Etiologi
• Beta-thalassemia
• terjadi karena adanya point mutation.
• Rendahnya sintesis beta-globin peningkatan non
fungsional rantai alpha-globin (Heinz bodies)  sitotoksik
dan menyebabkan hemolisis intramedula dan eritropoesis
yg tidak efektif.

• Alpha-thalassemia
• duplikasi rantai α-globin pada kromosom 16 menghasilkan
4α-globin gen (αα/αα).
• α-thalassemia terjadi jika terdapat delesi pd gen tersebut.

Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
http://elcaminogmi.dnadirect.com/grc
/patient-site/alpha-thalassemia-

Pewarisan Genetik Thalassemia-β


carrier-screening/genetics-of-alpha-
thalassemia.html?6AC396EC1151986D
584C6C02B56BBCC0

Penurunan genetik
thalassemia beta jika kedua
orang tua merupakan
thalassemia trait

NB: need
two genes
(one from
each parent)
to make
enough beta
globin
protein
chains.
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS

• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
 facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Manifestasi Klinis
Beta-thalassemia:
• Heterozygous beta-thalassemia (thalassemia minor): no or mild anemia, microcytosis
and hypochromia, mild hemolysis manifested by slight reticulocytosis and
splenomegaly.
• Homozygous beta-thalassemia (thalassemia major): intense hemolytic anemia;
transfusion dependency; bone deformities (skull and long bones); hepatomegaly;
splenomegaly; iron overload leading to cardiomyopathy, diabetes mellitus, and
hypogonadism; growth retardation; pigment gallstones; susceptibility to infection.
• Thalassemia intermedia caused by combination of beta- and alpha-thalassemia or
beta-thalassemia and Hb Lepore: resembles thalassemia major but is milder.

Alpha-thalassemia:
• Silent carrier: no symptoms.
• Alpha-thalassemia trait: microcytosis only.
• Hemoglobin H disease: moderately severe hemolysis with microcytosis and
splenomegaly.
• The loss of all four alpha-globin genes is incompatible with life (stillbirth of hydropic
fetus).

Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Klasifikasi
α-Thalassemia syndromes
Number of α-Globin Syndrome Hematocrit MCV
Genes Transcribed
4 Normal Normal Normal
3 Silent carrier Normal Normal
2 Thalassemia minor (or Trait) 28–40% 60–75 fL
1 Hemoglobin H disease 22–32% 60–70 fL
0 Hydrops fetalis

Β-Thalassemia syndromes
α-Globin Genes Hb A Hb A2 Hb F Transfusions
Transcribed
Normal Homozygous β 97–99% 1–3% <1%

Thalassemia minor Heterozygous β0 80–95% 4–8% 1–5% None

Heterozygous β++ 80–95% 4–8% 1–5% None

Thalassemia Homozygous β++ 0–30% 0–10% 6–100% Occassional


intermedia (mild)

Thalassemia major Homozygous β0 0% 4–10% 90–96% Dependent

Thalassemia major Homozygous β++ 0–10% 4–10% 90–96% Dependent

Papadakis MA, McPhee SJ. Current Medical Diangnosis and Treatment.2014. New York : McGraw-Hill Companies
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW  
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)

• Analisis Hb peripheral blood smear of patient with homozygous beta

– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
Pencil Cell and Target cell
• Pencil cells/cigar cell:
– a commonly cited feature of Iron deficiency
anemia, but pencil cells may also be seen less
commonly in other processes, including b-
thalassemia minor and anemia of chronic disease
• Target cells:
– classically described features of β-thalassemia
minor, but also can be found in iron deficiency
anemia (less common)
Thalasemia
Tata laksana thalassemia
• Transfusi darah, indikasi pertama kali • Splenektomi  jika memenuhi
jika: kriteria
– Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x berurutan
dengan jarak 2 minggu • Splenomegali masif
– Hb>7 disertai gejala klinis spt facies • Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
cooley, gangguan tumbuh kembang ml/kg/tahun
• Transfusi darah selanjutnya jika hb<8
g/dL SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL • Transplantasi (sumsum tulang,
(dlm bentuk PRC rendah Leukosit) darah umbilikal)
• Medikamentosa • Fetal hemoglobin inducer
– Asam folat (penting dalam
pembentukan sel) 2x 1mg/hari (meningkatkan Hgb F yg
– Kelasi besi  menurunkan kadar Fe membawa O2 lebih baik dari Hgb
bebas dan me<<< deposit hemosiderin).
Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 A2)
ng/ul, atau 10-20xtransfusi, atau
menerima 5 L darah. • Terapi gen
– Vitamin E (antioksidan karena banyak
pemecahan eritrosit  stress oksidatif
>>)
– Vitamin C (dosis rendah, pada terapi
denga n deferoxamin)
• Nutrisi: kurangi asupan besi
• Support psikososial
SOAL NO 13
• Ny. Lesch Nyhan, usia 28 tahun, datang ke tempat praktik
Dokter dengan keluhan nyeri pada ulu hati. Sudah berobat
2 bulan yang lalu, nyeri memberat 2 hari ini. Keluhan juga
timbul saat malam hari sehingga pasien terbangun dari
tidur. Keluhan akan membaik beberapa menit bila
mengkonsumsi makanan dan beberapa jam bila
mengkonsumsi antasida. Pasien mengatakan akhir -akhir
ini pekerjaan dikantor berat dan pasien sering
mengkonsumsi kopi. Riwayat penggunaan obat hanya
antasida, riwayat penyakit lain disangkal, pemeriksaan fisik
dalam batas normal. Dokter meminta pasien untuk makan
sedikit-sedikit tapi sering dan memberikan obat berupa
H2 bloker. Apa diagnosis pasien tersebut?
• Gastritis
• Tukak duodenum
• Irritable bowel syndrom
• Ca Gaster
• Tukak pepticum

• Jawaban: B. Tukak duodenum


Pasien didiagnosis dengan tukak duodenum atas dasar nyeri
ulu hati yang membaik setelah makan. Pada tukak gaster nyeri
ulu hati justru semakin hebat setelah pasien makan.
• Piilihan A, akan ditemukan nyeri pada ulu hati dengan
gejala yang tidak spesifik.
• Pilihan C, akan ditemukan gejala berupa konstipasi atau
diare dan nyeri perut yang membaik setelah defekasi.
• Pilhan D, akan ditemukan penurunan berat badan dan
perubahan pola defekasi.
• Pilihan E, merupakan istilah umum dari ulserasi yang terjadi
pada GI tract dan terdiri dari tukak gaster dan tukak
duodenum
13. Ulkus Peptikum
Ulkus GI

Pain after eating Relief after eating, and pain


again after 2-5 hours (gastric
emptying time)
Characteristics
Duodenal Ulcer of DU and
Gastric UlcerGU
• May present < age 40 • Usually seen in
50-60 year olds
• Rarely associated with
NSAID use • Strong relationship to
NSAID use
• Pain often on empty • Pain usually worse after
stomach, better with food meals
or antacids • H. pylori in 70% to 90%
• H. pylori in 90% to 100%

Both
• most common symptom: diffuse epigastric pain
• may be pain free
• may be associated with dyspeptic symptoms
• can lead to bleeding, perforation, or obstruction
Pemeriksaan Ulkus Peptikum
• Comprehensive history and physical exam to
exclude other diagnoses.
• Diagnostic modalities include endoscopy or
upper GI series.
• Endoscopy is preferred and remains the gold
standard for diagnosis of PUD. The presence
of a mucosal break ≥5 mm in the stomach or
duodenum confirms the diagnosis.
Indikasi Esofagoduodenoskopi

• Diagnostic evaluation for signs or symptoms suggestive


of upper gastrointestinal (GI) disease (eg, dyspepsia,
dysphagia, noncardiac chest pain, or recurrent emesis)
• Surveillance for upper GI cancer in high-risk settings (eg,
Barrett esophagus or polyposis syndromes)
• Biopsy for known or suggested upper GI disease (eg,
malabsorption syndromes, neoplasms, or infections)
• Therapeutic intervention (eg, retrieval of foreign bodies,
control of hemorrhage, dilatation or stenting of
stricture, ablation of neoplasms, or gastrostomy
placement)
TATALAKSANA
• Medikamentosa:
ANTACID H2R Antagonis PPI SITOPROTEKTIF

• Memperingan • Antagonis • Inhibisi • Sukralfat:


gejala nyeri ulu reseptor H2, H+/K+ATPase. sebagai
hati/dyspepsia. sehingga • Bekerja amat protektan
• Paling umum menurunkan poten dalam • Membentuk
digunakan : sekresi asam menghambat lapisan
gabungan lambung. asam lambung pelindung yang
Al(OH)3 dan • Contoh: • Onset dalam 26 melapisi
Mg(OH)2 cimetidine, jam dengan mukosa
• Bekerja dengan ranitidine, durasi aksi 72- • Meningkatkan
menetralisir famotidine, 96 jam. proliferasi serta
asam lambung nizatidine. • Contoh obat: meningkatkan
berlebihan omeprazole, sintesis
lansoprazole, prostaglandin.
esomeprazole,
pantoprazole.
Sumber: Fauci, A.S. et al (2012) Harrison Principles of Internal Medicine. 18th Ed
Terapi Dietetik: Terapi Pembedahan:
• Perubahan pola makan, menjauhi Tatalaksana bedah dilakukan dengan
makanan yang memicu gejala indikasi:
dyspepsia harus dilakukan, antar • Penyakit yang tidak respon
lain: dengan pengobatan
– Menghindari makanan pedas medikamentosa
– Menghindari kopi, karena kopi • Bedah cito bila terdapat
dapat menyebabkan peningkatan perforasi, karena meningkatkan
sekresi asam lambung serta resiko peritonitis dan sepsis.
dihubungkan denganresiko infeksi
H. pylori Bedah elektif:
– Menghindari konsumsi alkohol • Vagotomy dan drainase
– Diet tinggi serat (pyloroplasty,
• Pola makan teratur dengan gastroduodenotomy,
selingan makanan gastrojejunotomy)
• Highly selective vagotomy
• Vagotomy dengan antrectomy
SOAL NO 14
• Ny. Hartnup, usia 20 tahun, datang dengan
keluhan demam tinggi menggigil sejak 3 hari
yang lalu. Pasien juga mengatakan bahwa
terdapat nyeri pinggang sebelah kanan. Riwayat
trauma di sangkal. Pada PF didapatkan TD
100/70 mmHg, HR 88 x/menit, RR 18 x/menit,
Suhu 38,70C . Status generalis didapatkan nyeri
ketok CVA +/-. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis. Apakah kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?
• Pielonefritis akut
• GNAPS
• Sindrom nefrotik
• Sindrom nefritik
• Lupus nefritis

• Jawaban: A. Pielonefritis akut


Pada pasien ini didapatkan adanya keluhan nyeri pinggang
kanan disertai dengan demam. Pada PF didapatkan nyeri
ketok CVA disertai penemuan lekosit pada urinalisis. Pada
pemeriksaan lab didapatkan leukositosis. Hasil tersebut
mengarahkan diagnosis pada pyelonefritis.
• Pilihan B, akan ditemukan adanya hematuria dan bengkak
pada tubuh atau kelopak mata.
• Pilihan C, akan ditemukan proteinuria massif dan edema
anasarka.
• Pilihan D, akan ditemukan adanya hematuria dan dapat
disebabkan salah satunya akibat GNAPS.
• Pilihan E, merupakan salah satu bentuk dari nefritis.
14. Infeksi Saluran Kemih
• Escherichia coli is by far the most frequent cause
of uncomplicated community-acquired UTIs.

• Other bacteria frequently isolated from patients


with UTIs are:
Klebsiella spp.,
other Enterobacteriaceae,
Staphylococcus saprophyticus, and
enterococci.
INFEKSI SALURAN KEMIH
Pielonefritis
• Pielonefritis ringan:
– Demam ringan dengan/tanpa nyeri CVA.

• Pielonefritis berat:
– Demam tinggi,
– rigors,
– Mual, muntah,
– Nyeri pinggang.

• Gejala umumnya akut, gejala sistitis bisa ada/tidak.

• Demam adalah tanda utama yang membedakan


pielonefritis dari sistitis.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.


Pielonefritis Akut
• Trias gejala pielonefritis: demam, nyeri ketok CVA, mual/
muntah.

• Pemeriksaan penunjang:
– Urinalisis: didapatkan pyuria (>5-10 leukosit/LPB, aatau
didapatkan esterase leukosit yang positif.
– Pemeriksaan radiologi umumnya tidak dibutuhkan untuk
menegakka diagnosis, kecuali pada gejala yang tidak khas, atau
pada pasien yang tidak respons terhadap terapi.

• Tatalaksana adalah antibiotik. DOC: fluoroquinolones,


cephalosporins, penicillins, extended-spectrum penicillins,
carbapenems, atau aminoglycosides.
Pyelonefritis
• Uncomplicated Pyelonephritis
– Mild to moderate cases
– Severe cases

• Complicated Pyelonephritis
– Infection associated with a condition, such as a
structural or functional abnormality of the
genitourinary tract, or the presence of an underlying
disease, which increase the risk of a more serious
outcome than expected from UTI
Pyelonefritis

• Indikasi Absolut • Indikasi Relatif Rawat


Rawat Inap Inap
• Usia > 60 tahun
– Muntah persisten
• Abnormalitas saluran
– Infeksi progresif kemih
– Tersangka sepsis • Imunokompromais
– Diagnosis belum • Akses follow up
pasti kurang adekuat
• Dukungan social
– Obstruksi saluran kurang
kemih
Pemeriksaan Urin pada ISK
• Salah satu hasil pemeriksaan urin yang dapat
menggambarkan adanya proses infeksi pada
saluran kemih, ditemukannya
– Nitrit
• produk reduksi senyawa nitrat pada urin oleh bakteri gram
negatif terutama E coli.
– Leukosit esterase
• suatu enzim yang terdapat pada granul-granul dari leukosit
yang akan memberikan hasil positif pada piuria.
• Jika ditemukan nitrit (+) dan leukosit esterase (+)
kemungkinan besar mengalami ISK.
Pielonefritis

• Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di awal
terapi), terapi dapat dibatasi selama 7-10 hari.
• Pada laki-laki muda (< 35 tahun), sebaiknya fluoroquinolone diteruskan
hingga 14 hari. Karena risiko aktivitas seksual lebih aktif.
• Pada beberapa penelitian pemberian golongan β-lactam kurang dari 14 hari
berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi.
• Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7 hari
dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari.
Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015
Complicated Pyelonephritis

• Antibiotik IV durasi 7-14 hari


SOAL 15
• Tn. Prader Wili, 60 tahun, datang dengan
keluhan tidak bisa BAK sejak kemarin.
Sebelumnya pasien mengalami diare BAB cair
20x, muntah 2x yang sudah terjadi 2 hari
yang lalu. Pada pemeriksaan TD 100/ 80, HR
110 suhu 37.2 dan RR 24x/m. Didapatkan
mata cowong kulit kering mulut kering
pengisian vena jugularis (-) turgor kembali
sangat lambat. Apakah kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?
• Gagal ginjal akut tahap risk
• Gagal ginjal akut tahap injury
• Gagal ginjal akut tahap failure
• Gagal ginjal akut tahap loss
• Gagal ginjal kronis dengan gangguan ginjal
akut

• Jawaban: C. Gagal ginjal akut tahap failure


Pasien didapatkan keluhan anuria sejak 1 hari setelah sebelumnya BAB
cair dan muntah. Dari PF pasien didapatkan tanda-tanda presyok serta
adanya tanda-tanda dehidrasi berat. Berdasarkan kriteria RIFLE pasien
termasuk ke gagal ginjal akut tahap failure karena adanya anuria yang
terjadi minimal selama 12 jam.
• Pilihan A, akan ditemukan urin output yang < 0,5cc/Kg/jam selama
6 jam.
• Pilihan B, akan ditemukan urin output yang < 0,5cc/Kg/jam selama
12 jam.
• Pilihan D, akan ditemukan gejala AKI yang persisten lebih dari 4
minggu.
• Pilihan E, akan ditemukan tanda CKD seperti mengecilnya ginjal
pada USG dan anemia karena penurunan produksi eritropoetin.
15. Gangguan Ginjal Akut

Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7


Gambar 11. Klasifikasi GGA menurut RIFLE dan AKIN (Sumber:
Cruz,N.D.,et al, 2009. Critical Care 13:211).

• Klasifikasi
Klasifikasi interdisipliner internasional yang pertama kali untuk GGA adalah kriteria
RIFLE yang diajukan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI). Kemudian ada
upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network (AKIN) untuk mempertajam
kriteria RIFLE sehingga lebih awal dikenali.
• disebabkan oleh berbagai kondisi yang
GGA prerenal menimbulkan hipoperfusi ginjal →
(~55%) penurunan fungsi ginjal tanpa ada
kerusakan parenkim yang berarti.

• Kerusakan langsung pada parenkim ginjal. Proses


inflamasi memegang peranan penting pada
patofisiologi GGA yang terjadi karena iskemia..
GGA renal • Obstruksi renovaskular
• Penyakit pada glomerulus atau pembuluh darah
(~40%) • Nekrosis tubular akut
• Nefritis interstitial
• Obstruksi intratubular

• Gangguan yang berhubungan dengan


obstruksi saluran kemih.
GGA postrenal • Obstruksi ureter
(~5%) • Obstruksi leher vesica urinaria
• Obstruksi urethra
Tanda dan Gejala GGA
Organ Temuan klinis

Kulit Livido reticularis, iskemia jari-jari, butterfly rash, purpura, vaskulitis sistemik.
Maculopapular rash ditemukan pada nefritis interstitial alergi.

Mata Keratitis, iritis, uveitis, konjungtiva kering: ditemukan pada vaskulitis autoimun.
Jaundice: penyakit liver.
Band keratopathy (karena hiperkalsemia): mieloma multipel.
Retinopati diabetes.
Retinopati hipertensi.
Atheroemboli.

Kardiovaskular Nadi iregular: tromboemboli.


Murmur: endokarditis.
Pericardial friction rub: perikarditis uremikum.
JVP meningkat, ronki basah basal, S3: gagal jantung.

Abdomen Massa pulsatil atau bruits: atheroemboli.


Nyeri tekan abdomen atau CVA: nefrotlitiasis, nekrosis papilar, trombosis arteri atau vena
renalis.
Massa pada pelvis atau rektum, hipertorofi prostat, distensi bladder: obstruksi saluran
kemih.
Iskemia, edema ekstremitas: rabdimiolisis.

Pulmo Ronki: sindro Goodpasture, Wegener granulomatosis.


Hemoptysis: Wegener granulomatosis.
Terapi Spesifik : GGA Prerenal
• Pemberian terapi cairan pengganti harus disesuaikan dengan
kondisi pasien.
• Pilihan cairan:
• Larutan Ringer Laktat (pilihan utama), larutan NaCL (berpotensi menimbulkan
asidosis hiperkloremik).
• Dosis:
• Pada pemberian awal →bolus cepat 1-2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg BB
pada anak→ nilai respon untuk memutuskan penanganan lanjutannya
• Perhitungan jumlah total volume kristaloid yang dibutuhkan dikenal dengan 3
for 1 rule → mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml
kristaloid.
• Obat-obatan:
• Pasien gagal jantung → agen inotropik, penurun preload dan afterload,
antiaritmia, atau tindakan invasif seperti intraaortic ballon pumps
• Selama pemberian terapi cairan, dokter harus memperhatikan timbulnya
ascites dan edema paru.
Terapi Spesifik
GGA renal (~40%)
• NTA iskemik
• Pengembalian perfusi renal dilakukan dengan pemberian resusitasi cairan
dan agen vasopressor.
• NTA nefrotoksik
• Eliminasi agen nefrotoksiknya, juga dapat diberikan penanganan spesifik
untuk toksinnya, misalnya forced alkaline diuresis dilakukan untuk
rabdomiolisis, dan allopurinol/rasburicase untuk sindrom lisis tumor.
• Glukokortikoid dan agen imunosupresan lainnya dapat diberikan
pada GGA renal yang lain seperti pada glomerulonefritis akut,
vaskulitis renal, dan nefritis intersititial alergik.
GGA postrenal (~5%)
• Menghilangkan obstruksi
Terapi Pengganti Ginjal
• Indikasi memulai terapi pengganti ginjal pada GGA:
 Oligouria: urine output<200 cc/ 12 jam
 Anuria: urine output<50 cc/ 12 jam
 Hiperkalemia: K+>6,5 mmol/L
 Asidemia berat: pH <7
 Azotemia: kadar urea >30 mmol/L
 Ensefalopati uremikum
 Neuropati/miopati uremikum
 Perikarditis uremikum
 Natrium abnormalitas plasma: Na+>155 mmol/L atau
<120 mmol/L
 Hipertermia
 Keracunan obat
SOAL NO 16
• Tn. Hugo Welsh, 35 tahun, datang dengan
keluhan saat ini mengeluh cepat merasa lelah
bila beraktivitas. Pasien memiliki riwayat
demam rematik saat kecil. Pada PF tidak
didapatkan kelainan akan tetapi dari gambaran
EKG didapatkan gambaran dibawah ini:
• Diagnsosis pasien adalah…
• AV block Mobitz 1
• Atrial Fibrilasi
• AV block Mobitz 2
• Atrial Flutter
• Total AV Block

• Jawaban: C. AV block Mobitz 2


• Gambaran EKG pada pasien menunjukkan
adanya kompleks QRS yang tiba-tiba hilang
setelah 4 kompleks QRS normal tanpa
ditemukan adanya pemanjangan PR interval
menunjukkan bahwa pasien mengalami AV
block mobitz 2.
16. Gambar EKG Soal

Kompleks QRS
Hilang

PR Inteval PR Inteval PR Inteval


konstan konstan konstan
16. AV Block
SOAL NO 17
• Tn. Baladriel Yugoslavichi, 55 tahun, datang
ke RS untuk kontrol darah tinggi. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 155/90
mmHg, HR 70x/menit, RR 20x/mnt, BB 70 Kg,
TB 175 cm, BMI 22.9 Kg/m2. Tidak
didapatkan kelainan lain selain tekanan darah
tinggi pada pasien. Pasien memiliki riwayat
merokok sejak 30 tahun. Apakah terapi non
farmakologis yang paling efektif dalam
meurunkan tekanan darah pasien tersebut?
• Suplementasi kalsium
• Mengurangi konsumsi protein hewani
• Mengurangi intake natrium
• Diet DASH
• Berhenti merokok

• Jawaban: D. Diet DASH


• Pasien di atas mengalami hipertensi. Tatalaksana awal untuk hipertensi ringan
terdiri dari terapi non farmakologis atau modifikasi gaya hidup sebelum obat
antihipertensi diberikan. Penurunan berat badan merupakan intervensi yang
paling efektif pada pasien pasien hipertensi dengan obesitas.

• Diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) adalah kombinasi diet yang
kaya dengan buah, sayur, kacang-kacangan serta rendah kandungan asam lemak
jenuh. Diet ini merupakan salah satu pendekatan yang paling efektif dalam
mencegah dan mengatasi hipertensi terutama pada pasien non obese.

• Pilihan A, Diet kalsium atau suplementasi kalsium memiliki efek yang sangat kecil
dalam penurunan tekanan darah.
• Pilihan B, Vegetarian memiliki insidensi hipertensi yang lebih rendah daripada
nonvegetarian tapi tidak ada data yang mendukung bahwa dengan tidak
mengkonsumsi protein dari hewan dapat menurunkan tekanan darah secara
efektif pada pasien dengan hipertensi.
• Pilihan C, Mengurangi intake natrium dapat menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi tetapi efeknya lebih rendah daripada diet DASH.
• Pilihan E, Merokok dapat menyebabkan kenaikan pada tekanan darah namun
berhenti merokok tidak secara signifikan menurunkan tekanan darah. Walaupun
begitu, pasien hipertensi disarankan untuk berhenti merokok agar dapat
menurunkan risiko komplikasi kardiovaskular.
Hipertensi
Klasifikasi
• Hipertensi Esensial (i.e., there is no identifiable cause)
applies to more than 95% of cases of HTN.
• Etiologi Hipertensi sekunder :
 Renal/renovascular disease—renal artery stenosis (most common
cause of secondary HTN) chronic renal failure, polycystic kidneys
 Endocrine causes—hyperaldosteronism, thyroid or parathyroid
disease,
 Cushing’s syndrome, pheochromocytoma, hyperthyroidism,
acromegaly
 Medications—oral contraceptives, decongestants, estrogen, appetite
suppressants, chronic steroids, tricyclic antidepressants (TCAs), NSAIDs
 Coarctation of the aorta
 Cocaine, other stimulants
 Sleep apnea
JNC VIII
Tatalaksana Non Farmakologi
Approximate systolic BP
Modification Recommendation
reduction, range*
Maintain normal body weight 5 to 20 mmHg per 10 kg weight
Weight reduction 2
(BMI, 18.5 to 24.9 kg/m ) loss
Consume a diet rich in fruits,
vegetables, and low-fat dairy
Adopt DASH eating plan 8 to 14 mmHg
products with a reduced content
of saturated and total fat
Reduce dietary sodium intake to
Dietary sodium reduction no more than 100 mEq/day (2.4 g 2 to 8 mmHg
sodium or 6 g sodium chloride)
Engage in regular aerobic physical
activity such as brisk walking (at
Physical activity 4 to 9 mmHg
least 30 minutes per day, most
days of the week)
Limit consumption to no more
than two drinks per day in most
Moderation of alcohol
men and no more than one drink 2 to 4 mmHg
consumption
per day in women and lighter-
weight persons
For overall cardiovascular risk reduction, stop smoking. The effects of implementing these modifications are dose- and time-dependent and could be higher for some individuals; they are not all additive.
BP: blood pressure; BMI: body mass index; DASH: Dietary Approaches to Stop Hypertension.
Reproduced from: The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Available at
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf.
SOAL 18
• Ny. Yakult Doco, 19 tahun, datang dengan
keluhan sering bersendawa. Keluhan juga
disertai dengan rasa terbakar didada tengah, dan
kadang-kadang makanan terasa naik ke
kerongkongan. Hal ini sering membuat pasien
merasa mual namun tidak muntah. Riwayat
sendawa seperti ini sudah 1 bulan. Pemeriksaan
tanda vital dalam batas normal, PF: konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik -/-, abd: meteorismus,
nyeri tekan epigastrik (-). Pada pemeriksaan
gastroskopi didapatkan hiperemis sepanjang
esofagus. Diagnosis pasien tersebut adalah…
• GERD
• Gastritits
• Kolesistitis
• Kolelithiatis
• Pankreatitis

• Jawaban: A. GERD
• Adanya keluhan rasa terbakar di dada dan makanan yang terasa
naik ke kerongkongan yang disertai mual dan sendawa
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami GERD.
Adanya gambaran hiperemis pada esofagus pada pemeriksaan
gastroskopi mendukung diagnosis ini.

• Tidak dipilih B. Gastritis karena keluhan utamanya berupa nyeri ulu


hati bukan rasa terbakar di tenggorokan. Pada C. Kolesistitis akan
ditemukan nyeri pada kuadran kanan atas pada penekanan jika
pasien menarik nafas (murphy sign). Kolelithiasis akan
menimbulkan gejala kolik bilier atau nyeri bila mengkonsumsi
makanan berlemak dan biasanya bermanifestasi ikterik. Pada
pankreatitis akan ditemukan peningkatan enzim lipase/amilase dan
keluhan utamanya berupa nyeri epigastrium.
18-19. GERD

• Terdapat kelemahan pada sfingter esofagus


bawah  refluks
GERD

• Management:
– Aggressive lifestyle modification & pharmacologic therapy.
– Surgery is encouraged for the fit patient who requires chronic
high doses of pharmacologic therapy to control GERD or who
dislikes taking medicines.
– Endoscopic treatments for GERD are very promising, but
controlled long-term comparative trials with proton pump
inhibitors and/or surgery are lacking.
SOAL NO 19
• Ny. Nano Mono, 32 tahun, datang ke poliklinik
dengan keluhan radang tenggorokan dan
panas di dada seperti terbakar sejak 1 bulan
terakhir. Akhir-akhir ini pasien mengaku sering
merasa asam dan pahit pada tenggorokkan.
Terkadang juga terasa mual tapi tidak sampai
muntah. TD 120/80, HR 75x/menit, RR
18x/menit, suhu 36,9oC. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan nyeri tekan pada epigastrium.
Bagaimana edukasi pasien yang tepat?
• Makan makanan besar dalam interval yang
panjang
• Bila ingin tidur setelah makan setidaknya diberi
jarak 2-3 jam
• Tidur kepala lurus tanpa bantal
• Rokok tidak mempengaruhi keluhan pasien
• Makan makanan berlemak

Jawaban: B. Tidur 2-3 jam setelah makan


• Adanya keluhan rasa panas di dada seperti terbakar,
mual serta rasa pahit di tenggorokan menunjukkan
bahwa pasien kemungkinan mengalami GERD. Pada
pasien dengan GERD maka edukasi yang dapat
diberikan adalah tidur dengan interval setidaknya 2
sampai 3 jam setelah makan agar mengurangi resiko
terjadinya refluks ke esofagus.
• Pilihan A tidak ada rekomendasi secara detail dalam
penanganan GERD seperti dalam berapa jam atau
harus makan seberapa sering, sementara pilihan C dan
E dapat memperburuk gejala, pilihan D salah karena
rokok juga salah satu faktor yang memperberat GERD
SOAL NO 20
• Ny. Ius Wardhana, 20 tahun, datang ke klinik
untuk berkonsultasi dengan membawa hasil
pemeriksaan laboratorium. Pasien mengaku
bahwa pasien telah mendapatkan imunisasi
lengkap namun tetap ingin memastikan karena
pasien akan mendaftar ke sekolah keperawatan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
HBsAg negatif, anti HBs positif, anti HBc negatif,
HBeAg negatif dan anti HBeAg negatif. Apakah
interpretasi hasil serologi tersebut?
• Infeksi hepatitis B akut
• Infeksi Hepatitis B kronik
• Fase penyembuhan infeksi hepatitis B
• Pernah terinfeksi virus hepatitis B
• Pernah mendapatkan vaksin hepatitis B

Jawaban: E. Pernah mendapatkan vaksin
hepatitis B
• Vaksinasi mengandung HBsAg yang dapat menstimulasi produksi dari anti
HBs namun vaksin tidak mengandung antigen core sehingga antibodi
terhadap core tidak terbentuk dan pasien biasanya memiliki anti-HBc yang
negatif. Jadi jawaban pada kasus ini adalah E. Pernah mendapatkan vaksin,
bila pasien pernah terinfeksi seharusnya juga ditemukan imunoglobulin
(IgG) anti HBC (+) karena terbentuk untuk melawan core antigen hepatitis
B.
• Serologi dari virus hepatitis B antara lain:
– HBsAg merupakan marker serologi yang pertama kali terdeteksi di dalam
serum setelah pasien terinfeksi. HBsAg akan tetap terdeteksi selama fase
simptomatik dari infeksi Hepatitis B akut dan menandakan bahwa pasien
memang terinfeksi.
– Anti HBs akan muncul di dalam serum setelah vaksinasi HBV berhasil atau
pasien sembuh dari infeksi virus hepatitis B. Anti HBs akan menetap dan
menandakan bahwa pasien tidak infektif dan sudah memperoleh imunitas.
– HBcAg biasanya tidak terdeteksi di dalam serum karena secara normal akan
bersekuestrasi di dalam lapisan HBsAg.
– HbeAG adalah marker yang menandakan replikasi dari virus HBV secara aktif.
20. Hepatitis B clinical course
HEPATITIS VIRUS
• HBsAg (the virus coat, s= surface)
– the earliest serological marker in the serum.
• HBeAg
– Degradation product of HBcAg.
– It is a marker for replicating HBV.
• HBcAg (c = core)
– found in the nuclei of the hepatocytes.
– not present in the serum in its free form.
• Anti-HBs
– Sufficiently high titres of antibodies ensure
imunity.
• Anti-Hbe
– suggests cessation of infectivity.
• Anti-HBc
– the earliest immunological response to HBV
– detectable even during serological gap.

Principle & practice of hepatology.


TO 2
SOAL NO 21
• Tn. Cross Marian, 50 tahun, datang dengan keluhan
sesak sejak 4 tahun SMRS. Sesak dirasakan memberat
dengan aktivitas dan reda dengan istirahat. Pasien
tidur dengan 3 bantal. Terdapat edema tungkai pada
pasien. Riwayat merokok 20 tahun. Riwayat darah
tinggi dan diabetes melitus disangkal. Pemeriksaan fisis
tekanan darah 110/90, frekuensi nadi 113x/menit, RR
29x/menit, suhu afebris, pemeriksaan JVP 5+3cm,
dada barrel chest, sela interkosta melebar, retraksi
interkosta, heaving epigastrium. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan hepatomegali. Edema tungkai
positif. Apakah kemungkinan gambaran radiologi yang
akan ditemukan pada pasien tersebut?
• Pembesaran jantung kiri
• Pembesaran jantung kanan
• Cor Pulmonale
• Infiltrat pada paru kanan
• Efusi pleura

Jawaban: B. Pembesaran jantung kanan


Pasien didapatkan mengeluh sesak. Terdapat riwayat tidur dengan 3 bantal,
edema tungkai, dan riwayat merokok. Pada pemeriksaaan fisik RR meningkat,
heaving epigastrium, peningkatan JVP serta hepatomegali yang mengarahkan
kecurigaan gagal jantung kanan. Pada pasien juga ditemukan barrel chest, sela
interkosta melebar sehingga dapat disimpulkan penyebab gagal jantung
kanan pada pasien adalah PPOK. Pasien dengan gagal jantung kanan akan
memberikan gambaran hipertrofi ventrikel kanan pada pemeriksaan foto
thoraks. Cor pulmonale tidak dipilih karena merupakan diagnosis, bukan
gambaran radiologi.
• Pilihan A, pembesaran jantung kiri biasanya akan ditemukan pada pasien
dengan hipertensif heart desease.
• Pilihan C, cor pulmonale merupakan suatu kondisi dimana terganggunya
struktur dari ventrikel kanan akibat adanya kelainan pada parenkim paru.
Pada soal pasien sebenarnya sudah mengalami cor pulmonal namun
karena pertanyaannya adalah gambaran radiologi yang akan ditemukan,
maka jawaban yang lebih tepat adalah pembesaran jantung kanan.
• Pilihan D, gambaran ini dapat ditemukan pada pneumonia.
• Pilihan E, biasanya akan ditemukan pada komplikasi TB atau pneumonia.
21. Cor Pulmonale
Definisi
• Cor pulmonale  kelainan jantung kanan berupa
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan sekunder
karena hipertensi pulmonal sebagai akibat penyakit
parenkim atau vaskuler paru

Etiologi
• Penyakit obstruktif paru kronis.
• Hipoventilasi kronis.
• Kelainan pembuluh darah paru.
• Kelainan parenkim paru.
Manifestasi Klinis
• Sesak napas, nyeri dada, pingsan, barrel chest,
sianosis, bendungan vena leher
• Kelainan pemeriksaan fisis sesuai dengan kelainan
paru dan jantung.
• Nyeri perut kanan atas karena kongesti hepar.
• Tanda-tanda gagal jantung kanan
• JVP meningkat,
• edema tungkai,
• asites,
• bunyi jantung S3 pada ventrikel kanandapat didengar
pada garis sternal kiri
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan EKG
• didapatkan RAD/RVH, artimia supraventrikular/ventrikular.
• Dapat didapatkan polisitemia
• Pemeriksaan darah
• Peningkatan hematoktrit ( polisitemia sekunder)
• Def alpha 1-antitrypsin
• ANA positif jika etiologi penyakit kolagen vaskular
• Hiperkoagulasi (peningkatan protein S dan C. antitrombin III, faktor V
Leyden, anticardiolipin antibodies, homosistein).
• Nuclear scanning  menilai V/Q (ventilation/perfusion)
• CT scan  untuk estimasi massa ventrikel kanan jantung
• Echocardiogram to detect right ventricular enlargement and/or
hypertrophy and estimate pulmonary artery pressure.
• Right-sided heart catheterization measures pulmonary artery
pressures and pulmonary vascular resistance.
Pemeriksaan Penunjang

• Gambaran EKG :
Deviasi aksis ke kanan
Hipertrofi ventrikel kanan
P-pulmonale yg tampak pd lead II, III, aVF
RBBB
Low voltage QRS
Gambaran Radiologis Cor
Pulmonale
• Didapatkan dilatasi
arteri pulmonal
sentral dan hipertrofi
ventrikel kanan. (From
Crawford MH et al [eds]:Cardiology,ed
2, St Louis, 2004, Mosby.
Cor Pulmonale
Tatalaksana
• Tatalaksana penyakit yg mendasari  penyakit paru.
• Memperbaiki oksigenasi.
Diberikan jika saturasi oksigen >88%, dengan target saturasi
oksigen 88%.
• Tatalaksana terhadap jantung dan hipertensi pulmonal
Tirah baring
Diet rendah garam
Diuretika
Digitalis
Vasodilator (inhibitor fosfodiesterase)
Tatalaksana Medikamentosa
• Diuretik
Menurun load jantung
• Calcium channel blocker, terutama slow release
nifedipine dan diltiazem
Vasodilatasi arteri pulmonal
• PDE-5 Inhibitor (sildenafil)
Melepaskan nitric oxide yang berfungsi untuk
vasodilatasi
• Antikoagulan (warfarin)
Mencegah trombosis yg sering terjadi pd pasien cor
pulmonal.
SOAL NO 22
• Tn. Milenium Earl, 50 tahun, datang ke UGD
dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan tiba-tiba
sekitar 3 jam yang lalu. Sesak dirasakan semakin
memberat. Pasien juga mengeluh batuk. Terdapat
riwayat 11 hari yang lalu operasi tungkai kanan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/90
mmHg, HR 112x/menit. Pada pemeriksaan foto
thoraks didapatkan palla's sign (+), westermark's
sign (+), hampton's hump (+). Diagnosis yang
paling mungkin pada pasien ini adalah...
• Pneumonia
• Emboli paru
• Gagal gantung
• Atelektasis
• DVT

• Jawaban: B. Emboli paru


Pada pasien didapatkan sesak nafas, batuk dengan riwayat operasi tungkai
kanan 11 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia.
Pada rontgen thoraks didapatkan palla's sign (+), westermark's sign (+),
hampton's hump (+). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
penunjang maka didapatkan bahwa emboli paru merupakan differential
diagnosis pertama sehingga memberikan skor 3, HR > 100 (skor 1,5) dan
riwayat operasi dalam 4 minggu terakhir (skor 1,5) modified Wells Score
pasien adalah 6 sehingga pasien kemungkinan besar mengalami emboli
paru.
• Pilihan A, akan ditemukan demam, sesak dan batuk yang terjadi dengan
onset akut.
• Pilihan C, akan ditemukan gejala sesak saat aktivitas, tidur dengan
bantal lebih dari 1 dan edema pada ekstremitas.
• Pilihan D, akan ditemukan gejala sesak, perkusi pekak dan penurunan
suara napas.
• Pilihan E, akan ditemukan bengkak pada tungkai unilateral, merah dan
nyeri. Biasanya terdapat faktor risiko berupa imobilisasi.
22. Pulmonary Embolism
• Obstruksi pada arteri pulmonal oleh thrombus /
tumor / udara / lemak yang berasal dari
pembuluh darah lain
• PE unstable hemodynamic:
– SBP < 90 mmHg dalam waktu lebih dari 15 menit
• Lokasi
– Emboli paru paling sering terjadi pada arteri pulmonal
lobar, segmental atau subsegmental
– Saddle  emboli paru pada bifurkasi arteri pulmonal,
jarang terjadi, menyebabkan unstable hemodynamic
Emboli Paru
Modified Wells Criteria
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: EKG:
• Pemeriksaan darah • S1Q3T3 pattern:
lengkap
• Analisis Gas Darah – S dalam di lead 1
• BNP, Troponin, D-dimer – Gelombang Q dan T
• X-ray inverted di lead III
Gold standard: • Right ventricular strain:
• CT-pulmonary – T wave inversion pada
angiography atau MR- precordial lead kanan
Pulmonary angiography (V1-4) dan dapat disertain
• Ventilation perfusion pada lead inferior (II, III,
scanning aVF)
• Catheter based • RBBB
pulmonary angiography
S1

M shape RBBB

T3

Q3
Right Ventricular strain
Gambaran Radiologis Emboli Paru

Tanda Patologi

Westermarks sign Area dengan oligemia perifer.


(Oligemia  penurunan aliran darah
karena trombus)

Palla’s sign / Knuckle sign Dilatasi right descending pulmonary


artery (karena adanya trombus)

Hampton’s hump Peripheral wedge shaped opacity with


convexity towards hilum 
menggambarkan adanya infark pada
paru akibat trombus

Melting sign Infarct shows rapid clearing in


contrast to pneumonic consolidation

Fleishner’s sign Hemidiafragma terangkat


Gambaran Skematik Foto Thoraks
Emboli Paru

Hampton • Palla’s sign 


hump arrow
• Westermark sign
circle
Managemen PE
Hemodinamik Stabil

Assessment clinical suspicion 


Modified Wells Score

Uptodate.com
Managemen PE dengan hemadinamik tidak
stabil

Uptodate.com
SOAL NO 23
• Tn. Tyki Mikk, 73 tahun, datang dengan keluhan sering
pingsan sejak seminggu yang lalu. Keluhan disertai
dengan pusing-pusing dan mudah lelah saat beraktivitas.
Tidak terdapat riwayat deman dan keringat banyak.
Pemeriksaan fisik tekanan darah : 120/80 mmHg, HR:
43x/menit, RR 25x/mnt, Suhu: 36,5C dan pada auskultasi
jantung ditemukan murmur(+). Pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal. Pada pemeriksaan
EKG ditemukan gambaran seperti berikut:
• Kemungkinan penyebab kelainan pada pasien
tersebut adalah…
• Fokus ektopik di atrium
• Hambatan total AV node ke ventrikel
• Iskemik dinding jantung
• Fokus ektopik ventrikel
• Hambatan dari SA node ke AV node

• Jawaban: B. Hambatan total AV node ke


ventrikel
Pasien didapatkan keluhan sering pingsan disertai pusing dan lelah saat
beraktivitas. Pemeriksaan fisik didapatkan bradikardia disertai gambaran EKG
menunjukkan bahwa pasien mengalami AV block derajat 3 atau disebut juga
dengan total AV block. Pada total AV blok terjadi hambatan total dari impuls
yang berasal dari SA node sehingga impuls tersebut tidak diteruksan hingga
ke ventrikel. Walaupun tidak ada impuls yang diteruksan ke ventrikel namun
ventrikel masih bisa berkontraksi dengan menggunakan pace maker yang ada
di ventrikel sehingga pada EKG akan ditemukan gelombang P dan gelombang
QRS yang tidak saling terkait.
• Pilihan A, dapat ditemukan pada kondisi atrial flutter atau atrial fibrilasi.
• Pilhan C, dapat ditemukan gambaran EKG berupa T inverted, ST depresi
atau ST elevasi.
• Pilihan D, dapat ditemukan pada kondisi ventricular ekstrasistol.
• Pilhan E, dapat ditemukan pada sinoatrial blok.
23. Gambar pada Soal

Jarak antar gel P ke P selalu konstan (3 kotak)


Jarak antar gel QRS ke P selalu konstan (3
kotak)
23. AV Block
SOAL NO 24
• Tn. Kagaya Ubuyashiki, 55 tahun, datang ke IGD
dengan keluhan sesak nafas sejak 35 menit yang
lalu. Pasien mengaku sebelumnya sesak nafas
sudah dirasakan sejak 6 bulan terutama saat
beraktifitas. Pasien juga biasanya tidur dengan 3
bantal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD :
150/90 mmhg HR 100x/menit, RR :40x/ mnt.
Pada pemeirksaan fisik didapatkan peningkatan
tekanan vena jugularis dan terdengar suara
ronkhi terutama pada basal paru. Terapi awal
yang diberikan pada pasien tersebut adalah...
• Nitrat
• Morfin
• Beta bloker
• Diuretik
• Aspirin

• Jawaban: D. Diuretik
Pasien didapatkan keluhan sesak yang memberat sejak 35 menit.
Adanya peningkatan tekanan vena jugular serta ronchi pada basal paru
mengarahkan diagnosis edema paru. Tatalaksana awal edema paru
adalah dengan pemberian oksigen, posisi setengah duduk, diuretic,
morfin dan nitrat. Dipilih pemberian diuretic karena dapat
menurunkan volume preload dengan cepat.
• Pilihan A, dapat diberikan setelah diuretic dan dapat menurunkan
preload.
• Piilihan B, dapat diberikan setelah diuretic.
• Pilihan C, tidak diberikan pada pasien dengan tanda-tanda gagal
jantung akut atau edema paru karena dapat memperberat kongesti
pada paru.
• Pilihan E, tidak diberikan pada kasus edema paru.
24. ACUTE LUNG EDEMA
• Clinical manifestation of acute pulmonary
edema:
– Acute pulmonary edema usually presents with the
rapid onset of dyspnea at rest, tachypnea,
tachycardia, and severe hypoxemia.
– Crackles and wheezing due to alveolar flooding
and airway compression from peribronchial
cuffing may be audible.
– Release of endogenous catecholamines often
causes hypertension.
Edema Paru Akut
Klinis
• Sianosis sentral
• Sesak nafas dengan bunyi napas melalui mukus
berbuih
• Ronkhi basah nyaring di basal paru kemudian
memenuhi hampir seluruh lapangan paru; kadang-
kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang
memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut
asma kardial
• Takikardia dengan gallop S3
• Murmur bila ada kelainan katup
Pemeriksaan Radiologi
• Edema paru kardiogenik
– Pemeriksaan radiologi polos dada
• menunjukkan adanya kardiomegali,
• redistribusi pembuluh darah paru,
• infiltrat perihiler (seperti kupu — kupu), dan
• efusi pleura
• Pada edema paru non kardiogenik
– biasanya ditemukan infiltrat yang berdistribusi di
seluruh lapang paru, dengan tidak adanya
kardiomegali atau efusi pIeura.*
Gambaran Radiologi pada Edema Paru
Kardiogenik
• Kerley B lines (septal lines)  penebalan garis septa
parenkim paru, +- tebal 1 mm dan panjang 1 cm, tegak
lurus terhadap permukaan pleura, ditemukan pada
perifer paru
• Efusi pleura  biasanya bilateral, sisi kanan lebih besar
dari kiri. Jika unilateral, lebih sering di sisi kanan
• Peribronkial cuffing  gambaran cairan pada dinding
bronkus
• Batwing’s appearance  opasitas perihiler bilateral
• Kardiomegali (tidak selalu ada)
Batwing’s appearance Kerley B lines (panah putih) Peribronchial cuffing
Penanganan Edem Paru
• Posisi ½ duduk.
• Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila
perlu dengan masker.
– Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi
bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
• Infus emergensi.
– Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.
Penanganan Edem Paru
• Nitrogliserin sublingual atau intravena
– Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit
– Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
• Morfin sulfat
– 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit
– total dosis 15 mg> pemberian ini bertujuan untuk menenangkan
pasien
• Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus
– followed by continuous I.V.
– infusion doses of 10-40 mg/hour
– If urine output is <1 mL/kg/hour, double as necessary to a
maximum of 80-160 mg/hour.
• Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) :
– Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik
SOAL NO 25
• Tn. The Water Pillar Giyu, usia 56 tahun, datang
dengan keluhan nyeri dada sejak 6 jam yang lalu.
Pasien mengaku nyeri dirasakan menjalar ke
rahang dan lengan kiri. Pada pemeriksana tanda-
tanda vital didapatkan tekanan darah 80/60
mmHg, nadi 110x/menit, frekuensi napas
28x/menit, CTR < 2 detik dan akral teraba
hangat. Pada pemeriksaan EKG didapatkan
gambaran ST elevasi pada lead II, III, dan aVF.
Apakah tatalaksana yang akan diberikan pada
pasien tersebut?
• Terapi dobutamin
• Terapi dopamin
• Terapi norepinefrin
• Terapi atropine
• Terapi adenosine

• Jawaban: A. Terapi dobutamin


Pasien didapatkan nyeri dada. Adanya ST elevasi pada lead II,III, aVF
dan klinis nyeri dada mengarahkan diagnosis STEMI inferior. Pada
pasien didapatkan hipotensi dan takikardia sehingga dapat disimpulkan
pasien mengalami keadaan syok yang disebabkan oleh STEMI yang
disebut sebagai syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik jika TD sistolik
70-100 mmHg dan tanpa tanda-tanda syok (pada pasien, akral masih
teraba hangat dan CRT < 2 detik) maka tatalaksana yang dapat
diberikan adalah dobutamin 2-20 µg/kg/menit IV.
• Pilihan B, diberikan jika TD sistolik 70-100 mmHg dan ditemukan
tanda-tanda syok.
• Pilihan C, diberikan jika TD < 70 mmHg.
• Pilihan D, diberikan biasanya pada pasien bradikardia.
• Pilihan E, dapat diberikan pada pasien takiaritmia dengan kompleks
QRS sempit teratur yang stabil.
25. Syok Kardiogenik

• Gangguan fungsi
ventrikel kiri 
gangguan perfusi
oksigen ke jaringan
• Disebabkan oleh
infark miokard akut
• Hilangnya >40%
jaringan otot pada
ventrikel kiri
Syok Kardiogenik
SOAL NO 26
• Ny. The Love Pillar Mitsuri, usia 47 tahun datang
dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3
hari yang lalu, keluhan dirasa semakin
memberat. Pasien memiliki riwayat batu
empedu. Pasien tampak dalam posisi terpaksa
membungkuk, menahan sakit. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan tekanan darah 140/80 mmHg, HR
98x/menit, RR: 20x/menit dan suhu 37 C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Cullen sign (+).
Apakah tatalaksana yang akan diberikan pada
pasien tersebut?
• Operasi
• Rehidrasi cairan
• Antibiotik
• Bilas lambung
• Antiemetik

• Jawaban: B. Rehidrasi cairan


Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 3 hari yang semakin memberat disertai
dengan riwayat batu empedu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adannya tanda
perdarahan disekitar umbilicus (Cullen Sign). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik pasien kemungkinan mengalami pankreatitis akut yang disebabkan oleh batu
empedu yang menyebabkan obstruksi sehingga dapat menyebabkan iskemia pada sel
asinar pankreas. Pada pankreatitis akut terjadi perdarahan retroperitoneal yang dapat
menyebar melalu ligament rotundum ke umbilikus yang disebut dengan Cullen sign.
Pada pankreatitis akut, tatalaksana yang diberikan adalah dengan rehidrasi cairan yang
agresif dengan menggunakan kristaloid.
• Pilihan A, operasi akan dilakukan pada pasien yang mengalami nekrosis pancreas
yang terinfeksi dan gagal ditatalaksana dengan pemberian antibiotik.
• Pilihan C, pemberian antibiotic dilakukan pada pasien dengan infeksi
ektrapankreas seperti kolangitis, ISK atau pneumonia. Penggunaan antibiotic tidak
disarakankan pada pasien dengan pankreatitis steril.
• Pilihan D, tidak dilakukan bilas lambung pada pankreatitis.
• Pilihan E, dapat diberikan pada pasien dengan gejala muntah tapi tidak menjadi
terapi utama pada pankreatitis akut.
26. PANKREATITIS AKUT
DEFINISI
• Reaksi peradangan pankreas yang akut

KLINIS
• Dispepsia sedang sampai berat, gelisah kadang disertai gangguan kesadaran
• Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising usus
menurun (ileus paralitik)
• Pankreatitis akut berat dapat mengalami sesak napas karena inflamasi diafragma
akibat pankreatitis, efusi pleura, atau adult respiratory distress syndrome.
• Nyeri tekan abdomen, defans, tanda perdarahan retroperitoneal (Cullens –
periumbilical, Grey Turners – pinggang) jarang terlihat

PENEGAKAN DIAGNOSIS
• Amylase & lipase ↑
– Amilase meningkat pada 6-12 jam dari onset pankreatitis. Lipase meningkat pada 24 jam-14
hari dari onset pankreatitis.
• MRI
• MRCP (bila terdapat dugaan bahwa pankreatitis disebabkan oleh koledokolithiasis)

https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-diagnosis-of-acute-pancreatitis
PANKREATITIS AKUT

• Pankreatitis adalah
inflamasi pankreas
yang berlangsung akut
(onset tiba-tiba, durasi
kurang dari 6 bulan)
atau akut berulang (>1
episode pankreatitis
akut sampai kronik -
durasi lebih dari 6
bulan).

CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016


Pankreatitis Akut

Robbins & Cotran Pathologic basis of diseases.


Etiologi Pankreatitis
• Gallstones (batu empedu) 40-70%
• Alkohol (25-35%)
• Hipertrigliseridemia, terutama jika > 1000
mg/dL (1-4%)
• Massa jinak atau ganas pada pankreatoilier (5-
14%)
Manifestasi Pankreatitis Akut
• Kriteria 2 dari 3:
– Nyeri hebat abdomen biasanya daerah
epigastrium dengan onset akut dan menjalar ke
punggung
– Kenaikan enzim amilase dan lipase lebih dari 3x
– Gambaran pankreatitis akut CT scan dengan
kontras, MRI, atau USG
• Grey-Turner’s sign  ekimosis pada pinggang
• Cullen’s sign  ekimosis periumbilikal
• Ikterik
• Nodul nekrosis lemak subkutan (pannikulitis)
Freedman SD, Lewis MD. Pancreatitis in adults. Uptodate 2016.
Pankreatitis Akut
• Diagnosis pankreatitis akut:
– Klinis
Nyeri epigastrium akut menjalar ke punggung, adanya faktor
risiko alkoholisme atau penyakit bilier
– Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan amilase dan/atau lipase lebih dari 3 kali
– Evaluasi radiologi.
CT scan bermanfaat untuk menemukan inflamasi &
menyingkirkan penyakit lain.
Pemeriksaan contrast-enhanced computed tomographic
(CECT) dan/atau MRI pankreas sebaiknya dilakukan jika
diagnosis belum jelas atau klinis tidak membaik dalam 48-72
jam pertama perawatan di RS
Pankreatitis Akut
• Enzim pankreas keluar  nekrosis lemak dan inflamasi
retroperitoneal atau perdarahan intraabdomen
• Menyebar melalui ligamen rotundum ke umbilikus  Cullen sign
• Penyebaran dari retroperitoneum ke jaringan subkutan pinggang 
Grey Turner’s sign.
Klasifikasi Pankreatitis
Tatalaksana
Pankreatitis
Akut

NPOnil per os (tidak


ada asupan oral)

https://teachmemedicine.org/cleveland-clinic-acute-pancreatitis/
Pankreatitis
SOAL NO 27
• Tn. The Serpent Pillar Obanai, berusia 17 tahun
datang ke UGD RS dengan keluhan nyeri dan rasa
terbakar di tenggorokan. Pasien juga mengeluhkan
mual muntah dan nyeri menelan. Pada 6 jam
sebelumnya pasien meminum cairan pembersih
kamar mandi karena ingin bunuh diri setelah
diputuskan secara sepihak oleh pacarnya, padahal
pasien masih sayang. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Pada status lokalis didapatkan
luka bakar di daerah mulut. Apakah kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?
• Esofagitis korosif
• Esofagitis erosif
• GERD
• Stenosis esofagus
• Atresia esofagus

• Jawaban: A. Esofagitis Korosif


Pasien didapatkan keluhan nyeri dan rasa terbakar
ditenggorokan setelah sebelumnya meminum cairan
pembersih. Pada PF didapatkan luka bakar di daerah mulut.
Dari anamnesis dan PF kemungkinan pasien mengalami
gastritis korosif akibat zat pembersih kamar mandi.
• Pilihan B, disebabkan oleh asam lambung.
• Pilihan C, dapat ditemukan gejala berupa rasa terbakar di
dada setelah makan.
• Pilihan D, dapat ditemukan gejala berupa kesulitan
menelan makan yang progresif.
• Pilihan E, biasanya ditemukan pada bayi dengan keluhan
muntah dan tersedak serta drooling dan gambaran coiling
NGT pada pemeriksaan babygram.
27. Caustic Ingestion
DEFINISI AGENTS
• Peristiwa dimana • Alkali (pH >7) : shampoo,
tertelannya zat-zat korosif detergen laundry,
baik disengaja maupun pembersih piring
tidak disengaja • Asam (pH<7) : pembersih
• Gejala lebih parah  Niat toilet, cairan batere, asam
bunuh diri sulfur
• Tingkat keparahan (Jenis zat • Pemutih (pH ~ 7) : sodium
korosif yang tertelan dan hipoklorit
kuantitas)

Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Alkali vs Acid injuries

ACID ALKALI

• Acids are potent dessicants • Alkalis cause liquefaction


necrosis, saponification of fats,
• Cause coagulative necrosis dehydration and thrombosis of
with eschar formation blood vessels
• Eschar may limit penetration to • No eschar formation, hence
deeper layers of the deeper injuries
– Usually leads to fibrous scarring
oesophageal wall
• More esophageal damage than
• Induce intense pylorospasm stomach and duodenum
with pooling in the antrum • Do not induce pylorospasm
– More gastric damage than alkalis
Manifestasi Klinis

Common Perforation /with Burns of the


presentation peritonitis epiglottis & larynx
• Oropharyngeal, • Persistent, • Hoarseness,
retrosternal or localized
epigastric pain stridor,
abdominal
• Dysphagia/odynopha
tenderness,
aphonia and
gia
rebound, and respiratory
• Hypersalivation
• Vomiting rigidity difficulties
• Hematemesis
Manifestasi Klinis
• Laring atau epiglotitis
– suara serak atau stridor
• Esofagus
– disfagia,odinofagia, striktur
• Lambung
– nyeri epigastrik, muntah,
hematemesis, perforasi dan
fistula aortoentrik
• Apabila tidak terdapat nyeri
belum tentu mengeksklusi
kerusakan GI tract

Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Pemeriksaan Penunjang
(Radiologi)
• Rontgen
– udara di mediastinum atau bawah diafragma
( melihat adanya perforasi)
• Konfirmasi perforasi
– agen barium sulfat
• Pemeriksaan barium meal esogagus
– evaluasi progres disfagia hingga kejadian
striktur
• Endoskopi
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
Tatalaksana Umum

• Pasien asimptomatik
– low volume, accidental ingestion of low concentration
• tidak perlu endoskopi
• Follow up dan rawat jalan

• Signifikan ingesti  Tatalaksana bedah dan ICU


NPO, Stabiliasi hemodinamik, PPIs, Adequate analgesia
Cari tanda-tanda of perforasi, mediastinitis atau
peritonitis  OP cito
Intubasi atau trakeostomi
Tatalaksana Umum
• Use of emetics, neutralizing agents, or nasogastric
intubation to remove remaining corrosive material
is contraindicated

• In most patients, gastrointestinal endoscopy should


be performed during the first 24 hours
– Contraindication:
• hemodynamic instability
• evidence of perforation
• severe respiratory distress, or severe oropharyngeal or glottic
edema and necrosis
Tatalaksana
• In 1st degree burns:
 48 hours observation; oral feeds are started once patient
swallows saliva painlessly.
 Regular follow-up endoscopy at 1st, 2nd and 8th months.
Stricture if formed can be identified by this time.

• 2nd and 3rd degree burns:


 They are treated with fluid therapy, antibiotics, nutrition,
PPIs, aerosolised steroids
 Fiber optic guided airway intubation if needed
tracheostomy;
 Endoscopic oesophageal stenting, feeding jejunostomy,
laparoscopy for evaluation
Algoritma Tatalaksana
NPONIL
PER OS
(PUASA)

De Lusong MAA, Timbol ABG, Tuazon DJS. Management of esophageal caustic


injury. World J Gastrointest Pharmacol Ther 2017; 8(2): 90-98
Algoritma Tatalaksana

NPONIL
De Lusong MAA, Timbol ABG, Tuazon DJS. Management of esophageal caustic PER OS
injury. World J Gastrointest Pharmacol Ther 2017; 8(2): 90-98 (PUASA)
Komplikasi
1. Striktur Esofagus
Derajat luka :
• Grade I ~ Grade IIA tidak ada risiko
• Grade IIB  75% terjadi striktur
• Grade III  100% terjadi striktur
2. Obstruksi Lambung
3. Keganasan Esofagus
Rossi A. Acute Caustic Ingestion: State of Art and New Trends. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research 2015; 4(3): 1501-1506
SOAL NO 28
• Ny. The Mist Pillar Muichiro, usia 30 tahun, dengan
keluhan utama nyeri pada ulu hati jika terlambat
makan. Pasien sudah mengalami gejala-gejala
tersebut semenjak kuliah dan akan kambuh jika
pasien terlambat makan atau mengkonsumsi
makanan pedas atau asam. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR
20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan nyeri tekan epigastrium. Apakah tata
laksana yang akan diberikan pada pasien tersebut?
• Ranitidine 2x150 mg
• Ranitidine 3x150 mg
• Famotidine 2x50 mg
• Famotidine 2x40 mg
• Famotidine 3x40 mg

• Jawaban: A. Ranitidine 2x150 mg


Pasien didapatkan keluhan nyeri ulu hati yang
hilang setelah makan. Kemungkinan diagnosis
pasien adalah dyspepsia. Pada dispepsia dapat
diberikan dosis ranitidine 2x150mg atau 1x300
mg sebelum tidur. Sedangkan untuk famotidine
dosis yang benar adalah 2x20mg atau 1x40 mg
sebelum tidur.
28. DISPEPSIA
• Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas.

• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala
berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa.

• Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik &


fungsional.
– Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi,
gastritis, duodenitis dan proses keganasan
– Untuk dispepsia fungsional, keluhan berlangsung setidaknya selama tiga bulan
terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.

Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.


KLASIFIKASI DISPEPSIA FUNGSIONAL (ROMA III)

Epigastric pain syndrome Post prandial distress


syndrome
• Dispepsia fungsional dengan gejala • Dispepsia fungsional dengan gejala
predominan nyeri epigastrium predominan gejala ketidaknyaman
• Diagnostic criteria* Must include all pada perut
of the following: • Diagnostic criteria (Must include one
– Pain or burning localized to the or both of the following):
epigastrium of at least moderate – Bothersome postprandial fullness,
severity, at least once per week occurring after ordinary-sized meals, at
least several times per week
– The pain is intermittent
– Early satiation that prevents finishing a
– Not generalized or localized to other regular meal, at least several times per
abdominal or chest regions week
– Not relieved by defecation or passage * Criteria fulfilled for the last 3 months with
of flatus symptom onset at least 6 months prior to
– Not fulfilling criteria for gallbladder diagnosis
and sphincter of Oddi disorders • Supportive criteria
* Criteria fulfilled for the last 3 months – Upper abdominal bloating or
with symptom onset at least 6 months postprandial nausea or excessive
prior to diagnosis belching can be present
– Epigastric pain syndrome may coexist
Ya Tidak
Dispepsia
• Gejala predominan
– Nyeri epigastrium
 PPI
(omeprazole,
lansoprazole, dll)
– Cepat kenyang,
mual, muntah 
Agen prokinetik
(contoh:
metoklopramid,
domperidon)
• Dapat
dikombinasikan
antara PPI dan agen
prokinetik
Dispepsia
SOAL NO 29
• Ny. Susamaru, berusia 37 tahun datang ke unit
gawat darurat RS dengan keluhan tubuh
berwarna kuning. Keluhan disertai dengan
penurunan berat badan. Sebulan yang lalu
pasien tertusuk jarum suntik setelah
menyuntikkan obat pada pasien hepatitis.
Pasien adalah perawat di RSUD. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan perut
kuadran kanan atas. Apakah hasil pemeriksaan
penunjang yang menunjukkan etiologi pada
kasus di atas?
• HAV antibodi (+)
• HBc antibodi (+)
• HBs antigen (+)
• HBs antibody (+)
• HCV antibodi

• Jawaban: C. HBs antigen (+)


Pasien didapatkan ikterik dan berat badan turun dengan riwayat
tertusuk jarum setelah menyuntik pasien hepatitis sebelumnya.
Kemungkinan pasien saat ini mengalami hepatitis akut. Virus hepatitis
yang ditularkan melalui darah adalah virus hepatitis B dan virus
hepatitis C. Pada occupational percutaneous exposure risiko terinfeksi
virus hepatitis B jika sumber infeksi memiliki antigen e (HBeAg) yang
positif adalah hingga 30% sedangkan risiko penularan virus hepatitis C
hanya sekitar 1,8%.
• Pilihan A, ditemukan pada pasien dengan hepatitis A akut.
• Pilihan B, ditemukan pada pasien dengan infeksi akut ataupun yang
pernah terinfeksi virus hepatitis B.
• Pilihan D, ditemukan pada pasien yang sudah sembuh dari hepatitis
B ataupun yang mendapatkan imunisasi hepatitis B.
• Pillihan E, ditemukan pada pasien yang pernah terinfeksi (IgG) atau
sedang terinfeksi virus hepatitis C (IgM).
29. Hepatitis
• Inflamasi hepar yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab.
• Penyebab hepatitis: autoimun, hepatitis imbas obat, virus,
alkohol, dan lain-lain.
• Virus hepatitis merupakan infeksi sistemik yang dominan
menyerang hepar. Hepatitis jenis ini paling sering disebabkan
oleh virus hepatotropik (virus Hepatitis A, B, C, D, E).
• Incubation periods
– hepatitis A range from 15–45 days (mean, 4 weeks)
– hepatitis B and D from 30–180 days (mean, 8–12 weeks)
– hepatitis C from 15–160 days (mean, 7 weeks)
– hepatitis E from 14–60 days (mean, 5–6 weeks).
Hepatitis
Risk of HBV, HCV and HIV Transmission after
Occupational Percutaneous Exposure

• HBV risk varies depending on e-


antigen status of source person
If e-antigen positive, risk is up to
30%
If e-antigen negative, risk is 1-6%
• HCV risk is 1.8% (range of 0 -
7%)
• HIV risk is 0.3% (range of 0.2 -
0.5%)
SOAL NO 30
• Tn. The Wind Pillar Sanemi, berusia 45 tahun,
datang ke puskesmas, dengan keluhan kulit
tampak kuning, mual, cepat lelah. Pasien riwayat
peminum alkohol sejak 6 tahun terakhir yang
dilakukan hampir setiap hari. Tanda tanda vital :
TD 110/70 mmHg, RR 24x/menit, Nadi
88x/menit, suhu 36,5 C. Pada pemeriksaan fisik
tampak sklera ikterik, hepar tidak teraba.
Pemeriksan lab : SGOT 145 IU/L, SGPT 60 IU/L,
GGT 150 IU/L, Bilirubin total 6 mg/L, bilirubin
direk 4 mg/L. Diagnosa yang paling mungkin
adalah…
• Hepatitis A
• Hepatitis B kronik
• Abses hepar
• Perlemakkan hepar
• Hepatitis autoimun

• Jawaban: D. Perlemakan Hepar


Pasien dengan keluhan kulit tampak kuning, mual dan cepat lelah.
Pada pemeriksaan lab ditemukan sclera ikterik disertai peningkatan
SGOT/SGPT, GGT dan bilirubin. Adanya riwayat konsumsi alkohol
jangka panjang dan tanda-tanda hepatitis menunjukkan kemungkinan
diagnosis pasien adalah alkoholik liver disease dalam hal ini
perlemakan hepar. Pada alkoholik liver disease biasanya didapatkan
rasio SGOT/SGPT > 2.
• Pilihan A, faktor risiko berupa makanan yang terkontaminasi dan
biasanya pada hepatitis akan ditemukan kadar SGPT yang lebih
tinggi.
• Pilihan B, akan ditemukan HbsAg (+) selama lebih dari 6 bulan.
• Pilihan C, akan ditemukan Ludwig sign (+).
• Pilihan E, hepatitis autoimun merupakan kerusakan hepar yang
etiologi nya tidak diketahui dan bukan disebabkan akibatkan virus,
konsumsi alcohol, obat-obatan hepatotoksik atau bahan kimia.
30. Alcoholic Liver Disease
• Definisi
 Spektrum kerusakan hepar yang
disebabkan konsumsi alkohol
jangka panjang dapat hanya
berupa perlemakan hepar (fatty
liver) atau kerusakan hepar yg
irreversible (sirosis).

• Epidemiologi
 Sekitar 2 juta penduduk di US
(about 1% of the population)
 Typical presentation age: 40 to 50
yr. Kebanyakan terjadi pada usia
sebelum 60.
 Patients with alcoholic hepatitis
typically drink more than 80 g of
alcohol daily for at least 5 years
Alcoholic Liver Disease
Manifestasi Klinis
• Alcoholic liver disease dapat diklasifikasikan :
Alcoholic fatty liver
Alcoholic hepatitis
Alcoholic cirrhosis of liver
Alcoholic Fatty Liver
• Patients with fatty liver and most patients with mild/moderate AH
are usually asymptomatic.
• Some patients have vague symptoms such as anorexia, malaise,
nausea or right hypochondrial discomfort/pain.
• Pada 15% kasus didapatkan ikterus.
• Physical examination:
– unremarkable although a mild smooth, non-tender hepatomegaly
without any signs of chronic liver disease (CLD) may be present.
• Laboratorium:
– Aminotransferases can be elevated and gamma-glutamyl
transpeptidase levels are often increased as a result of ethanol-
induced microsomal enzyme activity.
• Alcoholic fatty liver can be difficult to differentiate from non-
alcoholic fatty liver disease.
Fatty liver Normal liver
Alcoholic Hepatitis
Alcoholic Hepatitis
Alcoholic Cirrhosis of Liver
• Patients with cirrhosis may remain asymptomatic and
others have vague symptoms, such as tiredness,
malaise or features of hepato-cellular failure, such as
jaundice, ascites, peripheral oedema, etc.
• Physical signs of CLD is usually present in patients with
cirrhosis and can broadly be divided into the following:
– Signs of portal hypertension, i.e. ascites, splenomegaly and
prominent abdominal wall veins.
– Signs of alcoholism and liver disease, such as jaundice,
telangiectasia, palmar erythema, parotid enlargement,
clubbing, Dupuytren’s contracture, neuropathy, etc.
– Signs of hormonal dysfunction (feminisation), such as
hypogonadism and gynaecomastia..
Pemeriksaan Alcoholic Liver Disease
Pemeriksaan Imaging
• Abdominal ultrasound
– is the first-line and the most costeffective imaging modality.
– An increased echogenicity of liver is sensitive for fatty liver.
– macrovesikular steatosis
– The presence of splenomegaly, ascites, dilated portal vein and
collaterals suggest portal hypertension.
• Computed tomography (CT) and magnetic resonance
imaging (MRI)
– more sensitive in diagnosis of cirrhosis and demonstrate liver
surface nodularity and altered density of the liver.
• Ultrasound elastography (Fibroscan)
– has recently been used as a noninvasive method to establish the
presence of hepatic fibrosis (by assessing the elasticity of the
liver).
SOAL NO 31
• Tn. The Stone Pillar Gyomei, 27 tahun, diantar ke
IGD RS dengan keluhan sesak nafas sejak sehari
yang lalu. Seminggu yang lalu pasien mengeluh
sakit kepala, demam, batuk, pilek dengan ingus
banyak dan nyeri tenggorokan. Sekitar dua
minggu sebelumnya pasien baru saja pulang dari
perjalanan dinas di Hongkong. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan sesak nafas berat, demam,
gelisah, ronki basah kasar di kedua lapangan
paru. Apakah diagnosis yang paling mungkin
pada pasien tersebut?
• SARS
• Influenza
• Pneumonia
• Bronchiolitis
• Bronchiectasis

• Jawaban: A. SARS
Pasien datang dengan keluhan sesak disertai sakit kepala, demam serta
batuk pilek dan nyeri tenggorokan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya ronki basah kasar di kedua lapang paru. Adanya penyakit
saluran napas disertai dengan riwayat perjalanan ke Hongkong atau
Negara dengan wabah SARS menguatkan kemungkinan diagnosis ke
arah SARS.
• Pilihan B, biasanya bermanifestasi sebagai malaise, hidung berair
dan demam, namun gejala-gejala tersebut tidak berat hingga
menyebabkan sesak napas.
• Pilihan C, akan ditemukan demam, batuk dan sesak napas, biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri.
• Pilihan D, akan ditemukan adanya wheezing dan sering terjadi pada
anak-anak yang berusia kurang dari 2 tahun.
• Pilihan E, akan ditemukan adanya sputum 3 lapis dan gambaran
honey comb appearance pada foto rontgen.
31-32. Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS)

Definisi
• Penyakit saluran respirasi yang disebabkan
oleh coronavirus  SARS-associated
coronavirus (SARS-CoV).
• Wabah SARS terutama terjadi di China, Hong
Kong, Singapore, and Taiwan.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Kriteria Epidemiologis
• Riwayat perjalanan ke daerah
dgn wabah SARS atau suspek
SARS dalam kurun waktu 10 hari
sejak onset gejala.
• Kontak erat dgn pasien SARS
atau suspek SARS dalam kurun
waktu 10 hari sejak onset gejala.
• Riwayat memakan kelelawar cina
(Chinese Horseshoe bat) yg
merupakan reservoir virus SARS.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Kriteria Klinis
• Asimtomatik atau penyakit respirasi ringan
• Penyakit respirasi sedang
 Suhu > 38 C dan
 Satu atau lebih temuan klinis penyakit saluran respirasi (batuk, sesak,
kesulitan bernapas, hipoksia)
• Penyakit respirasi berat
 T > 38 C dan
 Satu atau lebih temuan klinis penyakit saluran respirasi (batuk, sesak,
kesulitan bernapas, hipoksia) dan
 Gambaran radiologis pneumonia atau
 Respiratory distress syndrome atau
 Temuan autopsi sesuai dgn pneumonia atau respiratory distress
syndrome tanpa penyebab yang jelas.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Kriteria Laboratorium
• Terkonfirmasi
 Deteksi antibodi terhadap SARS-CoV dari sampel serum.
 Deteksi RNA SARS-CoV dgn PCR yg dikonfirmasi dgn
pemeriksaan PCR kedua.
 Isolasi SARS-CoV

• Negatif
 Tidak ditemukan antibodi thdp SARS-CoV

• Undetermined
 Tes lab tidak dilakukan atau tidak lengkap.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)

Manifestasi Klinis
• Gambaran awal :
– demam, mialgia dan sakit kepala. Demam tinggi
disertai menggigil.
• Batuk kering non produktif terjadi dalam waktu 2
hingga 4 hari setelah demam.
• Diare dapat terjadi pd 25% kasus.
• Dyspneu dan hipoksemia
• Gambaran bifasik dpt terjadi berupa perbaikkan
yg diikuti dgn perburukkan pd beberapa pasien.
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Pemeriksaan
• Laboratorium
Isolasi virus
PCR
DPL, hitung trombosit, enzim hati, LDH, dan CPK.
Temuan pd SARS : thrombocytopenia,
lymphopenia, peningkatan LDH, and elevated CPK,
ALT, AST.
Gambaran Radiologi SARS

Chest x-ray:
• patchy focal infiltrates or
consolidation with
peripheral distribution.
• Interstitial infiltrates can be
observed early in the disease
course
• As the disease progresses,
widespread opacification
affects large areas, generally
starting in the lower lung
fields
Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
Tatalaksana
• Non Farmakologi
 Supportive care.
 Nearly 25% of cases will require ventilator assistance.
 Nutritional support.

• Farmakologi
 Tidak ada tatalaksana spesifik.
 Antibiotik spektrum luas (kuinolone atau makrolide)
 Kortikosteroid (metilprednisolon 40 mg bid atau 2
mg/kg/day)
SOAL NO 32
• Ny. The Mist Pillar Muichiro, 37 tahun, datang ke IGD
dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu.
Sebelumnya pasien mengalami demam tinggi,
menggigil, nyeri sendi, nyeri otot. Pasien juga
mengaku mengalami batuk kering sejak 3 hari yang
lalu. Sekitar 10 hari yang lalu pasien pergi ke
Hongkong. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan
umum baik, kesadaran compos mentis. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 90/60
mmHg, HR 120x/mnt, RR 36x/mnt, suhu 390C dan pada
auskultasi didapatakan ronkhi basah pada seluruh
lapangan paru. Apakah pemeriksaan penunjang yang
akan dilakukan pada pasien tersebut?
• Spirometri
• Foto thoraks
• CRP
• EKG
• TB mantoux dan sputum BTA

• Jawaban: B. Foto thorax


Pasien datang dengan keluhan sesak disertai sakit kepala, demam serta
batuk pilek dan nyeri tenggorokan. Adanya penyakit saluran napas
disertai dengan riwayat perjalanan ke Hongkong menguatkan
kemungkinan diagnosis SARS. Pada kecurigaan SARS pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain darah perifer lengkap,
antibodi terhadap virus SARS, PCR dan foto thoraks.
• Pilihan A, pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kelainan berupa
asma atau PPOK.
• Pilihan C, pemeriksaan ini dapat dilakukan pada penyakit autoimun
seperti RA atau pada pasien dengan kecurigaan sepsis.
• Pilihan D, dilakukan jika terdapat kecurigaan ke arah penyakit
jantung seperti angina atau pericarditis.
• Pilihan E, dilakukan pada pasien dengan kecurigaan ke arah TB paru.
SOAL NO 33
• Tn. Flame Pillar Kyojuro, 63 tahun, datang
dengan keluhan sesak yang semakin berat sejak
5 hari. Sesak sudah dirasakan sejak 1 tahun
terakhir. Pasien memiliki riwayat bekerja sebagai
penambang batubara sejak usia 20 tahun. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan TD 125/80, N
89x/mnt, R 32x/mnt, S 36.7C. Dari pemeriksaan
rontgen dada didapatkan kalsifikasi berupa
gambaran eggshell pada daerah perihiller kanan.
Diagnosis yang tepat pada pasien tersebut
adalah...
• Pneumokoniosis
• COPD
• Pneumonia
• TB paru
• Fibrosis paru idiopatik

• Jawaban: A. Pneumokoniosis
Pada pasien didapatkan sesak nafas sejak 1 tahun dengan riwayat bekerja sebagai penambang
batu bara. Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan frekuensi napas. Pada rontgen
ditemukan kalsifikasi berupa gambaran eggshell pada daerah perihiller kanan. Berdasarkan
anamnesis dan penunjang pasien terdapat kecurigaan diagnosis berupa pneumoconiosis yang
disebabkan paparan debu mineral yang terus menerus sehingga menyebabkan terjadinya fibrosis
parenkim paru. Pasien ini kemungkinan mengalami silicosis karena paparan debu silika yang
sering terdapat di daerah pertambangan ditambah bukti adanya eggshell calsification pada foto
thoraks. Pada penambang batu bara sebenarnya pasien juga dapat mengalami coal workers
pneumonia, namun pada penyakit ini gambaran radiologi yang dapat ditemukan adalah adanya
opasitas pada lobus atas paru
• Pilihan B, Tidak dipilih COPD karena tidak didapatkan gambaran klinis bronkitis kronis
ataupun emfisema serta tidak dijelaskan faktor risiko tersering COPD yaitu merokok pada
soal.
• Pilihan C, akan ditemukan gejala berupa batuk, sesak dan demam.
• Pilihan D, akan ditemukan gejala berupa batuk-batuk lama, keringat dingin dan penurunan
berat badan.
• Pilihan E, Pada fibrosis paru idiopatik etiologinya tidak diketahui secara jelas. Selain itu pada
fibrosis paru idiopatik memang terdapat gambaran abnormal pada foto thoraks namun tidak
mempunyai nilai diagnostik yang spesifik seperti opasitas retikular di perifer paru dan volume
loss pada lobus paru bagian bawah.
33. Pneumoconiosis
• Definisi
gangguan permanen pd struktur paru diakibatkan
inhalasi debu mineral yg disertai reaksi jaringan paru
terhadap debu tersebut.
Occupational Lung Disease
Disease Exposure Clinical Findings
Silicosis Silica in mining, quarrying, and tunneling; Diffuse airspace or ground-glass
stonecutting, polishing, and cleaning disease in a perihilar distribution with
monumental masonry; sandblasting and glass air bronchograms.
manufacturing, foundry work, pottery and Egg-shell calcifications in hilar and
porcelain manufacturing, brick lining, boiler mediastinal lymph nodes
scaling, and vitreous enameling, Coal miners
Byssinosis Textile workers exposed to the dust of cotton, Acute dyspnea, cough, wheezing
flax, hemp, and jute Xray:diffuse, ill-defined haziness,
predominantly in the lower lung zones
Bagassosis Hypersensitivity Pneumonitis caused due to Shortness of breath, coughing blood,
inhalation of sugarcane fiber waste low grade fever.
Xray: mottling of lungs or may show a
shadow.
Farmers breathing in dust containing the spores of Diffuse air-space consolidation is
lung special, heat-tolerating bacteria or moulds often typical of acute farmer's lung (with
found on moldy crops. Spores from two types of acute antigen exposure). Nodular or
bacteria, "Micropolyspora faeni" and reticulonodular pattern is characteristic
"Thermoactinomyces vulgaris", and certain of the subacute phase
types of moulds called "Aspergillus"
Silikosis
• Agen : debu silika bebas(free-crystalline silica),
(bedakan dengan silikat !)
 SiO2 , kristal heksagonal (bentuk amorf tak berbahaya)
 Mineral plg banyak di bumi
 Berisiko jika kandungan SiO2 >1%
 Sumber : pasir kwarsa, batu granit, tanah gerabah, dll
 Pekerja berisiko : tambang, drilling, keramik, sand
blaster, industri ampelas/gerinda, pencetakan logam
• Penyakit yang sering menyertai : tbc, penyakit
obstruktif paru, kanker
• Dibagi Menjadi Silikosis kronik, berkembang
(accelerated), dan akut
• SILIKOSIS AKUT :
o Akibat paparan dengan dosis sangat tinggi dalam
waktu beberapa minggu – tahun (1 – 3 tahun)
o Pekerja berisiko : sandblaster, flint crusher, keramik
o Keluhan & gejala : sesak, febris, batuk, berat badan
turun
o Gejala lain : sering diserta odema paru atau extrinsic
allergic alveolitis
o Komplikasi silikosis
 Tuberkulosis dan infeksi aportunis
 Pnemotoraks
 Rematoid dan penyakit kolagen lain
 Penyakit ginjal
 Kanker paru
Silikosis
• Silikosis Kronik • Silikosis berkembang
 Setelah terpapar > 20 tahun  Akibat paparan pada dosis
pada dosis rendah
 Umumnya tanpa keluhan. tinggi > 5 tahun
 Keluhan (bila ada) : napas  Secara cepat berkembang
pendek dan batuk
 Dapat berkembang menjadi
menjadi pmf
bentuk progresif : progressive  Keluhan napas pendek
massive fibrosis (pmf)
muncul lebih awal
 Progresif : penurunan fungsi
(restriksi), distorsi bronki.  Cepat mengalami hipoksia
 Komplikasi : kegagalan kardio-
respirasi  Nodul mengalami
 Radiologis : egg shell konsolidasi membesar > 1
calcification (pengkapuran cm
getah bening hilus)
Pemeriksaan
• CT is the modality of choice for evaluating lung
pathologies, such as benign and malignant neoplasms,
infections, various interstitial lung diseases (ILDs) and
pneumoconiosis.
• In the pleura, effusions, empyema, pneumothorax and
tumours and in the mediastinum, lymphadenopathy and
neoplasm are well assessed.
• HRCT is a technique used for evaluating exquisite details of
the lung parenchyma.
• HRCT can detect pathologies, which are not apparent on
plain chest radiographs and has changed the management
of patient with ILDs and airway pathology.
Silikosis

Silicosis with Progressive Massive Fibrosis. There are large conglomerate upper lobe "masses" (black
arrows). Multiple enlarged and calcified hilar lymph nodes are seen, many with rim-like or "egg-shell"
calcification (white arrows). There is scarring in both lower lobes (green arrows).
Silikosis

High-resolution CT images of advanced coal-worker's pneumoconiosis with parenchymal nodules,


calcifications, and progressive and massive fibrosis. Advanced-stage silicosis is indistinguishable from this
condition.
Coal Worker Pneumoconiosis
(Antrakosis)

• The disease is caused by inhalation of the coal dust.


• Respirable dust  coal dust particles of the size 0.5 to 3
microns.

• Manifestasi Klinis
– First stage is called as simple pneumoconiosis which is
characterized by chronic cough, fever, expectoration and
dysponea on exertion, this is associated with little ventilatory
impairment.
– Second stage is called progressive massive fibrosis. It is
irreversible and continues even after cessation of the
exposure, prognosis is not good.
Coal Worker Pneumoconiosis
(Antrakosis)
• Diagnosis
– History of exposure.
– Lung function Test:
• varies from normal to obstructive or restrictive or
combination of both.
– Diffusion decreased.
– Dysponea on exertion.
– X-ray chest:
• small nodules, 1-10 mm in upper lung zones, ground
glass appearance of the lung.
2
Micronodule

Ground glass
appearance
Coal Worker Pneumoconiosis (Antrakosis)

Posteroanterior chest radiograph shows bilateral upper lobe–predominant peripheral


reticular opacities.
Tatalaksana
• Terminate exposure to prevent PMF.
• Corticosteroids, pulmonary lavage, lung
transplant.
• Treat complications: Pneumothorax, COPD,
cor pulmonale, T.B., vascular diseases.
Asbestosis
• Asbestosis menyebabkan fibrosis intersisial akibat inhalasi asbestos
• Pajanan asbestos predominan pada laki-laki terutama yang bekerja
pada konstruksi, tambang, perkapalan, atau industri otomotif.
• Gejala dapat berupa sesak nafas, ronki kering pada inspirasi, clubbing
finger.
• Selalu terdapat adanya bukti fibrosis pada paru bawah, dan lebih
dari 50% terdapat penebalan pleura
• Pada HRCT:
– Subpleural curvilinear opacities
– ground-glass opacity
– subpleural poorly defined centrilobular nodules
– thickening of interlobular septa, parenchymal bands
– traction bronchiectasis, dan honeycombing.
Pemeriksaan
• CT is the modality of choice for evaluating lung
pathologies, such as benign and malignant neoplasms,
infections, various interstitial lung diseases (ILDs) and
pneumoconiosis.
• In the pleura, effusions, empyema, pneumothorax and
tumours and in the mediastinum, lymphadenopathy and
neoplasm are well assessed.
• HRCT is a technique used for evaluating exquisite details of
the lung parenchyma.
• HRCT can detect pathologies, which are not apparent on
plain chest radiographs and has changed the management
of patient with ILDs and airway pathology.
Asbestosis

Asbestos-Related Pleural Disease. Again, there are innumerable pleural plaques (calsification), seen both en face (white
arrows) and in profile (black arrows).
Asbestosis

Asbestosis. High-resolution CT scan through the lower lung zone nicely demonstrates thickened septal lines (white arrows) and
small, rounded, subpleural, intralobular opacities (black arrow). Also note the calcified diaphragmatic pleural plaque on the left.
Asbestosis

High-resolution CT scan shows subpleural areas of ground-glass opacification (arrows).


SOAL NO 34
• Tn. The Sound Pillar Tengen, usia 35 tahun,
datang dengan keluhan batuk sejak 6 bulan
SMRS. Sekitar 1 tahun yang lalu pasien
pernah pengobatan TB namun hanya 20 hari
selebihnya pasien tidak melanjutkan
pengobatan. Pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Tergolong dalam
pengobatan TB apakah pasien tersebut?
• OAT sebagai gagal pengobatan
• OAT sebagai kambuh
• OAT sebagai kasus baru
• OAT sebagai putus pengobatan
• OAT sebagai relaps

• Jawaban: C. OAT sebagai kasus baru


Pada pasien ditemukan batuk kronis dengan riwayat
pengobatan TB sebelumnya yang kurang dari 28
dosis sehingga kategori pengobatan TB pasien saat
ini adalah TB paru kasus baru. Pada TB kasus baru
regimen OAT yang diberikan adalah OAT kategori 1.
• Pilihan A, jika ditemukan BTA positif pada akhir
bulan ke 5 atau bulan ke 6.
• Pilihan B dan E, jika pasien pernah berobat tuntas
namun sekarang datang lagi dengan BTA (+).
• Pilihan D, jika pasien selama 2 bulan berturut-
turut tidak berobat.
34. TUBERKULOSIS
• Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh
mycrobacterium tubercolosis dengan gejala
yang sangat bervariasi
• Kuman TB berbentuk batang, memiliki sifat
tahan asam terhadap pewarnaan Ziehl
Neelsen sehingga dinamakan Basil Tahan
Asam (BTA).
Tuberkulosis
• Tuberkulosis primer
• M. tb  saluran napas  sarang/afek primer di bagian paru mana
pun  saluran getah bening  kgb hilus (limfadenitis regional).
• Dapat sembuh tanpa bekas atau terdapat garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus.
• Morfologi: radang puth keabuan, perkejuan sental.

• Tuberkulosis postprimer/reaktivasi
• Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
• Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
• Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.

• Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
• Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
TUBERKULOSIS

Gejala respiratori: batuk ≥2 minggu, batuk darah,


Gejala Klinis sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik: demam,
malaise, keringat malam, turun berat badan

Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen posterior),


PF apeks lobus inferior: suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum

Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks & posterior


Roentgen lobus superior, segmen superior lobus inferior, Kavitas,
Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif: fibrotik,
kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.


Tanda dan Gejala
1. Gejala lokal/ gejala respiratorik
 batuk - batuk > 2 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
2. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun
Pemeriksaan fisik
• Pada TB paru
• tergantung luas kelainan struktur paru.
• Umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah
apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior.
• Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah.
• Pleuritis TB
• kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura.
• Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
• Pada limfadenitis TB
• terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah axila
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
Tuberculosis
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pemeriksaan TCM TB

MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Neg
(- -) (+ +) Sensitive Indeterminate Resistance
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung
TB
Bukan TB; Cari
kemungkinan penyebab
penyakit lain
Ada
Perbaikan
Tidak Ada
Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Algoritma TB
Klinis Klinis, ada
TB MDR

Nasional 2016
XDR
faktor risiko
TB TB, dan atas
Terkonfirmasi Bukan TB; Cari pertimbangan
Klinis Lanjutkan Pengobatan
kemungkinan dokter Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
TB
Terkonfirmasi yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
Klinis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Pengobatan indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB Lini 1
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Terduga TB
Tuberculosis
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pemeriksaan TCM TB


Algoritma
TB Nasional
(- -) (+ +)
(+ -)
MTB Pos, Rif
Sensitive
MTB Pos, Rif
Indeterminate
MTB Pos, Rif
Resistance
MTB Neg
2016
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
Non OAT
Pemeriksaan
pada tambahan
hasil pada semua pasien TB
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
maupun negatif
klinis (-adalah pemeriksaan HIV dan
TB Lini 1 -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB; gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Mendukung Bukan TB; Cari indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB kemungkinan penyebab Ada Tidak Ada
(- -) (+ +)
MTB Pos, Rif
Sensitive
MTB Pos, Rif
Indeterminate
MTB Pos, Rif
Resistance Tuberculosis
MTB Neg

(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung Bukan TB; Cari
TB kemungkinan penyebab Ada Tidak Ada
penyakit lain Perbaikan Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Klinis Klinis, ada
faktor risiko
TB MDR XDR Algoritma TB
TB
Terkonfirmasi
Klinis
Bukan TB; Cari
kemungkinan
TB, dan atas
pertimbangan
dokter
Lanjutkan Pengobatan
Nasional 2016
Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain TB
Terkonfirmasi
Klinis
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
Pengobatan gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
TB Lini 1 indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5
(satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
TATALAKSANA
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 
– Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
– Pasien TB paru terdiagnosis klinis
– Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) 


– Pasien kambuh
– Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru.

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1
(2(HRZE)/4(HR))
Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


SOAL NO 35
• Ny. The Insect Pillar Shinobu, berusia 38 tahun datang
ke UGD RS dengan keluhan sesak napas disertai mengi
sejak 3 jam yang lalu. Pasien diketahui memiliki
riwayat asma, berobat teratur dan biasa
menggunakan bronkodilator inhalasi. Sebelum ke
UGD RS pasien sempat menggunakannya namun tidak
ada perubahan. Pemeriksaan fisis didapatkan
kesadaran CM, TD 130/80, N 100x/mnt, RR 38x/mnt
dangkal, S 37,4oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
wheezing di kedua lapang paru. Bila diajak berbicara,
pasien tidak dapat menyelesaikan satu kata secara
utuh. Apakah kemungkinan hasil pemeriksaan analisa
gas darah pada pasien tersebut?
• pH meningkat
• PCO2 meningkat
• PO2 meningkat
• HCO3 meningkat
• Total CO2 meningkat

• Jawaban: B. PCO2 meningkat


Pasien datang dengan keluhan sesak napas disertai wheezing dan
adanya riwayat asma menunjukkan kemungkinan diagnosis asma
eksaserbasi akut. Pada pasien asma terjadi gangguan ventilasi
terutama komponen ekspirasi sehingga akan terjadi retensi CO2 yang
akan meningkatkan kadar PCO2 darah.
• Pilihan A, akan ditemukan pada pasien dengan hiperventilasi atau
acute mountain sickness.
• Pilihan C, akan ditemukan pada pasien yang mendapat terapi
suplementasi oksigen.
• Pilihan D, akan ditemukan pada pasien dengan konsumsi antacid
dalam dosis besar.
• Pilihan E, diperiksa untuk menghitung kadar bikarbonat dalam
darah.
35. Keseimbangan Asam-Basa
350
351
Kelainan Asam-Basa Tubuh dengan Reaksi
Kompensasinya

(K)*

(K)*

(K)*

(K)*

*(K) adalah reaksi kompensasi yang terjadi akibat gangguan


keseimbangan pH
Kompensasi
• Tidak terkompensasi/Uncompensated
– pH abnormal; acid OR base component abnormal
• Terkompensasi sebagian/Partially compensated
– pH abnormal; acid AND base component abnormal
• Terkompensasi penuh/Compensated
– pH WNL; acid or base imbalance is neutralized, but
not corrected; acid or base components are
abnormal, but balanced
• Corrected
– pH WNL; all acid or base parameters are returned to
WNL after state of imbalance
PENYEBAB ASIDOSIS DAN ALKALOSIS
SOAL NO 36
• Tn. Water Pillar Sakonji, usia 30 tahun datang
dengan keluhan lemas. Pasien memiliki riwayat
sakit asma sejak 2 tahun yang lalu dan
mengkonsumsi obat deksametason yang dibeli
sendiri di toko obat. Pasien menghentikan
konsumsi obat tersebut karena mengalami nyeri
pada ulu hati. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan TD 90/60 mmHg, HR 80x/menit, RR
20x/menit, dan suhu 37,2. Apakah kemungkinan
penyebab keluhan pasien tersebut?
• Produksi ACTH yang berlebihan karena adenoma
hipofisis
• Produksi ACTH yang kurang
• Insufisiensi adrenal akibat penghentian steroid
yang mendadak
• Tingginya kadar kortisol dalam darah
• Rendahnya kadar kortisol dalam darah

• Jawaban: C. Insufisiensi adrenal akibat


penghentian steroid yang mendadak
Pasien didapatkan lemas disertai riwayat konsumsi steroid jangka
panjang. Keluhan lemas disertai riwayat penghentian tiba-tiba terapi
steroid jangka panjang mengarahkan kecurigaan diagnosis insufiensi
adrenal sekunder akibat adanya steroid eksogen yang menekan aksis
hipotalamus-pituitari-adrenal sehingga sekresi ACTH tidak adekuat
yang menyebabkan kadar kortisol tubuh rendah. Pilihan B dan E
memang benar namun pilihan C lebih tepat karena merupakan etiologi
langsung berdasarkan soal diatas.
• Pilihan A, akan ditemukan gejala cushing syndrome seperti
peningaktan berat badan, moon face dan striae abdomen.
• Pilihan B, dapat ditemukan pada pasien dengan penggunaan steroid
jangka panjang, tumor adrenal atau kerusakan hipofisis.
• Pilihan D, dapat ditemukan pada pasien dengan cushing syndrome.
• Pilihan E, dapat ditemukan pada kondisi insufiensi adrenal.
36. KELENJAR ADRENAL
INSUFISIENSI
ADRENAL
• Klasifikasi klinis insufisiensi
adrenal:
– Insufisiensi adrenal primer
(Addison’s disease):
gangguan pada korteks
adrenal
– Insufisiensi adrenal sekunder:
sekresi ACTH menurun.
– Insufisiensi adrenal tersier:
sekresi CRH menurun.
Etiologi
• Autoimmune destruction of the adrenal glands (80% of cases)
• Tuberculosis (TB) (7%-20% of cases)
• Carcinomatous destruction of the adrenal glands, lymphoma
• Adrenal hemorrhage (anticoagulants, trauma, coagulopathies,
pregnancy, sepsis)
• Adrenal infarction (antiphospholipid syndrome, arteritis,
thrombosis)
• AIDS (adrenal insufficiency develops in 30% of patients with AIDS,
often cytomegalovirus [CMV] adrenalitis)
• Genetic causes: autoimmune polyglandular syndromes (APS) types
1 and 2, X-linked adrenoleukodystrophy, congenital adrenal
hyperplasia
• Other: sarcoidosis, amyloidosis, hemochromatosis, Wegener’s
granulomatosis, postoperative, fungal infections (candidiasis,
histoplasmosis)
Manifestasi Klinis
• Adrenal insufficiency may present insidiously with
nonspecific symptoms. A high index of suspicion is required
for diagnosis.
• About half of patients may present acutely with adrenal
crises.
• Hyperpigmentation of skin and mucous membranes is a
cardinal sign of adrenal insufficiency: more prominent in
palmar creases, buccal mucosa, pressure points (elbows,
knees, knuckles), perianal mucosa, and around areolas of
nipples.
• Hypotension, postural dizziness.
• Generalized weakness, chronic fatigue, malaise, anorexia
• Amenorrhea and loss of axillary hair in females
38. Chronic High-Dose Glucocorticoid
Therapy
• Suppression of hypothalamic-pituitary-adrenal function by chronic
administration of high doses of glucocorticoids is the most common
cause of tertiary adrenal insufficiency.
• Glucocorticoids may induce adrenal insufficiency, even if given in a
dose that normally would not suppress the axis, if their metabolism
is reduced by a drug interaction.
• High doses of glucocorticoids decrease hypothalamic corticotropin-
releasing hormone (CRH) synthesis and secretion.
• They also block the trophic and corticotropic (ACTH) secretagogue
actions of CRH on the anterior pituitary  decreased synthesis of
proopiomelanocortin (POMC) and decreased secretion of ACTH and
other POMC-derived peptides by the pituitary corticotrophs 
pituitary corticotrophs decrease in size, and eventually, the number
of identifiable corticotrophs decreases.
• In the absence of ACTH stimulation, the zona fasciculata and zona
reticularis of the adrenal atrophy and can no longer produce
cortisol.
Tatalaksana
• Patients with random cortisol levels <100nmol per litre
or significantly impaired responses to stimulation:
– should be commenced on physiological glucocorticoid
replacementhydrocortisone 15– 20mg per day or
prednisolone 4–5mg per day
• Advice regarding the need to increase their steroid dose
two to three fold with moderate illness is essential, and
it must be explained that they will require parenteral
glucocorticoids with severe illness.
• Full recovery of the endogenous HPA axis may take up
to 12 months.

Amalia Iliopoulou MRCP, Afroze Abbas PhD, MRCP and Robert Murray BSc, MD, FRCP. How to
manage withdrawal of glucocorticoid therapy. Prescriber.co.uk
SOAL NO 37
• Tn. Thunder Pillar Jigoro, 40 tahun, datang dengan
keluhan sering BAK dan kehausan. Riwayat makan
banyak disangkal. Tidak ada riwayat DM. IMT
normal. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Hasil
tes gula darah menunjukkan gula darah puasa 80
mg/dl, dan gula darah sewaktu 140 mg/dl. Water
deprivation test (+). Osmolalitas urin setelah water
deprivation test didapatkan 200 mOsm/KgH2O
(normal : > 800 mOsm/KgH2O). Apa yang menjadi
penyebab kelainan tersebut?
37. Poliuria
• Definisi
 Ekskresi urin ≥ 3 liter/hari

• Patofisiologi
 Central diabetes insipidus
 rendahnya sekresi ADH (vasopresin) oleh pituitari posterior
 Nephrogenic diabetes inspidus
 Sekresi ADH normal tp tubulus tidak respon thd ADH
 Transient diabetes insipidus
 pd kehamilan terjadi peningkatan metabolisme ADH
 Primary polidipsia (psychogenic)
 intake cairan terlalu banyak sehingga BAK akan sering (respon
fisiologis)
A.Gangguan sekresi Renin angiotensin
B.Gangguan sekresi ACTH
C.Gangguan sekresi Aldosteron
D.Gangguan sekresi Vasopresin
E. Gangguan sekresi insulin

• Jawaban: D. Gangguan sekresi vasopressin


Pada pasien didapatkan mengalami polyuria dan polydipsia. Tidak ada riwayat
DM dan pemeriksaan GDS dan GDP normal menandakan bahwa pasien
mengalami diabetes insipidus. Pada diabetes insipidus terdapat gangguan
sekresi vasopressin/ADH sehingga tubuh tidak mampu memekatkan urin
sehingga urin menjadi lebih encer dan banyak.
• Water deprivation test dilakukan untuk membedakan penyebab polyuria
apakah sentral, nefrogenik ataupun psikologis. Pada diabetes insipidus
sentral dan nefrogenik akan didapatkan water deprivation test (+) yang
artinya walaupun pasien dipuasakan (intake air dikurangi) volume urin
akan tetap tinggi.
• Pilihan A dan C dapat ditemukan pada pasien dengan kerusakan zona
fasikulata kelenjar adrenal dan dapat bermanifestasi sebagai hipotensi dan
hyponatremia.
• Pilihan B, dapat disebabkan karena adanya gangguan pada hipofisis
anterior dan dapat bermanifestasi sebagai insuffisiensi adrenal.
• Pilihan E, dapat ditemukan pada pasien DM.
Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus
• Poliuria
Frekuensi berkemih 
Enuresis,
Nokturia  mengganggu tidur  lelah pada siang hari
atau somnolen
• Peningkatan osmolaritas plasma
Haus  polidipsia
• Tanda klinis dehidrasi
Tanda yang jelas jarang ditemukan kecuali pada pasien
dengan asupan air yang terganggu.

 Harrison’s principles of internal medicine


Pemeriksaan fisik
• Hydronephrosis, with pelvic fullness,
• Flank pain or tenderness, or pain radiating to
the testicle or genital area, may be present.
• Bladder enlargement occurs in some patients.
Diabetes Insipidus
1. Neurogenic Diabetes Insipidus
• Idiopathic (Autoimmune hypophysitis)
• Malignancy: Neoplasms of brain or pituitary fossa
(craniopharyngiomas, metastatic neoplasms from breast or lung)
• Posttherapeutic neurosurgical procedures (e.g., hypophysectomy)
• Head trauma (e.g., basal skull fracture)
• Granulomatous disorders (sarcoidosis, granulomatosis with
polyangiitis, or tuberculosis)
• Histiocytosis (Hand-Schüller-Christian disease, eosinophilic
granuloma)
• Familial (autosomal dominant); some cases autosomal recessive
• Other: interventricular hemorrhage, aneurysms, meningitis,
postencephalitis, multiple sclerosis, Guillain-Barré syndrome, IgG4-
• related disease, lymphocytic hypophysitis
2. Nephrogenic diabetes insipidus
• Drugs: lithium, aminoglycosides, antivirals
(foscarnet, didanosine), amphotericin B,
demeclocycline, ifosfamide, methoxyflurane
anesthesia
• Familial: X-linked
• Metabolic: hypercalcemia or hypokalemia
• Other: sarcoidosis, urinary tract infection,
amyloidosis, Sjögren syndrome, pyelonephritis,
nephronophthisis, polycystic disease, sickle cell
nephropathy, postobstructive, lowprotein diets
(protein malnourishment)
Poliuria
Poliuria
38. Toksisitas Statin
• Peningkatan ringan creatin kinase (CK) di plasma dijumpai pada sebagian
pasien yang mendapat statin, terutama terkait dengan aktivitas fisik berat.

• Faktor risiko miopati akibat statin:


– Usia > 70 tahun
– Perempuan
– Dosis terapi > 1,5 kali dosis maksimum
– Gangguan fungsi hati/ginjal (klirens kreatinin <30 mL/min/1.73 m2
– Berat badan rendah

• Terapi dapat dilanjutkan pada pasien yang asimptomatik jika


aminotransferase diawasi dan stabil.

• Jika timbul nyeri otot, nyeri tekan, atau kelemahan otot, maka CK harus
diperiksa & obat dhentikan jika aktivitas CK meningkat signifikasn di atas
nilai rujukan
Toksisitas Statin
SOAL NO 38
• Tn. Muzan Kibutsuji, berusia 64 tahun, datang untuk
konsultasi ke dokter karena memiliki riwayat
miokard infark sejak 3 bulan tetapi tidak rutin
minum obat. Pada pemeriksaan fisis didapatkan TD
130/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu
37C. Pada pemeriksaan laboratorium darah
didapatkan kadar LDL 186 mg/dl; HDL normal;
kolesterol total 267 mg/dl dan trigliserid normal.
Jika pasien tersebut diberikan terapi statin jangka
panjang, apakah yang hendaknya diperiksa untuk
memantau terjadinya efek samping?
A.Kreatin kinase
B.Kadar Asam Urat
C.CK MB
D.INR
E. HbA1C

• Jawaban: A. Kreatin kinase


Pasien didapatkan riwayat infark miokard disertai kelainan profil lipid dimana
ditemukan peningkatan kadar kolesterol total dan peningkatan LDL sehingga dapat
disimpulkan pasien mengalami dislipidemia. Pada pasien dislipidemia dengan
peningkatan kadar kolesterol total dan LDL maka terapi pilihannya adalah golongan
HMG CoA reductase inhibitor yaitu statin. Pada pasien dengan terapi statin jangka
panjang dapat terjadi komplikasi berupa myopathy dan rhabdomylosis. Pada pasien ini
akan dijumpai peningkatan enzim creatin kinase (CK) sehingga jika timbul nyeri otot,
nyeri tekan, atau kelemahan otot, maka CK harus diperiksa & obat dihentikan jika
aktivitas CK meningkat signifikan di atas nilai rujukan.
• Pilihan B, kadar asam urat biasanya dipantau pada pasien yang rutin konsumsi
pirazinamid atau diuretik seperti thiazide atau furosemide.
• Pilihan C, diperiksa pada ke arah kecurigaan kerusakan otot jantung seperti pada
infark miokard.
• Pilihan D, INR diperiksa pada pemantauan terapi warfarin.
• Pilihan E, diperiksa pada pemantauan terapi pada pasien DM.
38. Dislipidemia
Klasifikasi kadar kolesterol
• Definisi : Kelainan
LDL Klasifikasi
fraksi lipid
– ↑kolesterol total < 100 mg/dL Optimal
– ↑ trigliserid 100 – 129 mg/dL Mendekati optimal
– ↓kolesterol HDL. 130 – 159 mg/dL Batas tinggi
160 – 189 mg/dL Tinggi
 190 mg/dL Sangat tinggi

Klasifikasi trigliserida Kolesterol Total Klasifikasi

Trigliserida Klasifikasi < 200 mg/dL Yang diinginkan


200 – 239 mg/dL Batas tinggi
< 150 mg/dL Normal  240 mg/dL Tinggi
150 – 199 mg/dL Batas tinggi HDL Klasifikasi
200 – 499 mg/dL Tinggi
 500 mg/dL Sangat tinggi < 40 mg/dL Rendah
 60 mg/dL Tinggi
Modifikasi Gaya Hidup Untuk Dislipidemia

Pedoman Tatalaksana Dislipidemia, PERKI, 2013.


Intensitas Statin
Low intensity statin Moderate-intensity statin High-intensity statin

Simvastatin 10 mg Atorvastatin 10 (20)mg Atorvastatin 40 -80mg


Pravastatin 10-20mg Rosuvastatin 5(10)mg Rosuvastatin 20(40)mg
Lovastatin 20mg Simvastatin 20-40mg
Fluvastatin 20-40mg Pravastatin 40(80)mg
Pitavastatin 1mg Lovastatin 40mg
Fluvastatin XL 80mg
Fluvastatin 40 mg bid
Pitavastatin 2-4mg
Farmakologis
Tatalaksana
• Golongan statin: Simvastatin 5 – 40
mg/hr (↓kolest; ES: mialgia,
Modifikasi gaya hidup ↑SGOT/PT; KI:kehamilan)
• Golongan resin:Kolestiramin 4 – 16
• Diet, dengan komposisi:Lemak g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest)
jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA • Golongan asam nikotinat:Lepas
10%; Lemak total25 – 35%; cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 –
Karbohidrat 50 – 60%; Protein 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest &
15%; Serat20 – 30 g/hari; TG; Interaksi dgn Aspirin; ES: gout,
Kolesterol< 200 mg/hari ↑glukosa)
• Golongan asam fibrat: Gemfibrazil
• Latihan jasmani dan
2x600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn
Penurunan berat badan bagi kombinasi dgn statin ↑resiko ES
yang gemuk miopathy)
• Menghentikan kebiasaan • Penghambat absorpsi kolesterol:
merokok, minuman alcohol Ezetimibe 10 mg/hr
SOAL NO 39
• Ny. Upper Moon Nakime, usia 35 tahun datang
dengan keluhan berat badan berlebih. Pasien
bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan
swasta. Pasien memiliki kebiasaan
mengkonsumsi nasi goreng dan makanan
berlemak tinggi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD: 130/90. Dari hasil pemeriksaan
penunjang didapatkan GDS 195 mg/dl, LDL 241,
HDL 20, Kolesterol total 453, Trigliserida 450.
Makanan yang sebaiknya dihindari adalah...
A.Nasi tim
B.Kuning telur
C.Ikan Salmon
D.Beras Merah
E. Mangga

• Jawaban: B. Kuning telur


• Pasien mengalami kelebihan berat badan
disertai dengan peningkatan kadar LDL,
kolesterol total dan hipertrigliserida. Dari
temuan tersebut kemungkinan pasien
mengalami dyslipidemia. Pada dyslipidemia
tatalaksana non farmakologis yang dapat
diberikan salah satunya adalah diet rendah
lemak, sehingga makanan yang sebaiknya
dihindari adalah kuning telur karena banyak
mengandung kolesterol
39. Tatalaksana Diet Dislipidemia
Diet pada Dislipidemia
• Data dari penelitian klinis acak, kasus kelola dan kohor
menunjukkan bahwa konsumsi PUFA omega-6 setidaknya 5%
hingga 10% dari total energi mereduksi risiko PJK.
• Konsumsi PUFA omega-3, PUFA omega-6 dan MUFA
berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kolesterol HDL
sampai 5% dan penurunan TG sebesar 10-15%.
• Diet karbohidrat bersifat netral terhadap kolesterol LDL,
sehingga makanan kaya karbohidrat merupakan salah satu
pilihan untuk menggantikan diet lemak jenuh.
• Diet kaya karbohidrat (>60% kalori total) berhubungan dengan
penurunan konsentrasi kolesterol HDL dan peningkatan
konsentrasi TG.
Nutrional Intake
SOAL NO 40
• Ny. Lower Moon Enmu, usia 38 tahun datang dengan
keluhan lemas badan. Pasien juga mengeluh banyak
berkeringat dan berat badan tidak naik padahal
makannya banyak. Pemeriksaan fisik didapatkan TD
130/70 mmHg, nadi 110x/menit, RR 22x/menit dan
suhu 36,8C. Pemeriksaan kepala didapatkan kedua
mata eksoftalmus dan teraba masa difus di leher,
bruit (+), ekstremitas teraba hangat dan basah. Pada
pemeriksaan fungsi tiroid didapatkan FT4 naik TSH
turun. Apakah tatalaksana yang akan diberikan pada
pasien tersebut?
A.Levotiroksin
B.Tiroidektomi
C.Iodium radioaktif
D.PTU
E. Terapi radiasi

• Jawaban: D. PTU
Pasien mengeluh badan lemas disertai berkeringat dan BB turun. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan takikardia. Pada PF ada massa di leher serta
kenaikan FT4 dan TSH turun. Dari data-data diatas pasien kemungkinan
mengalami hipertiroidisme yang disebabkan oleh grave disease yang ditandai
dengan adanya eksoftalmus. Pada hipertiroidisme tatalaksana awal yang
dapat diberikan adalah obat anti tiroid yaitu PTU atau metimazole.
• Pilihan A, diberikan pada pasien dengan hipotiroid.
• Pilihan B, merupakan pilihan invasif dan biasanya merupakan pilihan
terakhir setelah terapi farmakologi tidak efektif. Selain itu tiroidektomi
biasanya tidak dilakukan jika pasien memiliki hipertiroidisme yang tidak
terkontrol karena dapat menyebabkan krisis tiroid intraoperative atau
postoperative sehingga biasanya untuk dilakukan tiroidektomi kondisi
pasien ditunggu hingga eutiroid.
• Pilihan C dan E, diberikan jika dengan terapi thionamid selama 1 tahun
belum ada perbaikkan.
40.HIPERTIROID
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


Graves’ disease(penyebab Manifestasi klinis hipertiroid
hipertiroid terbanyak) • Apathetic thyrotoxicosis
• Pr:Lk5–10:1, usia terbanyak – dpt terjadi pada org tua dengan
40 - 60 thn satu2nya gejala berupa letargi

• Antibodi tiroid (+): TSI atauTBII • Thyroid storm/krisis


(+pada 80%), anti-TPO, tiroid(mengancam jiwa,
antithyroglobulin; ANA mortalitas 20–50%):
• Manifestasi klinis yaitu gejala – delirium, demam, takikardia,
hipertiroid ditambah: – hipertensisistolik dengan tekanan
nadi melebar &↓MAP, gejala
– Goiter
pencernaan;
• diffusa, tdk nyeri, terdengar
bruit
– ophthalmopati: 90% kasus
• Edema periorbital, retraksi
kelopak, proptosis
– myxedema pretibial (3%):
• edema di tungkai bawah akibat
dermopati infiltratif
Pemeriksaan penunjang • Hipertiroid Subklinis
• ↑FT4 &FT3; ↓TSH (↑ pada sebab
sekunder) – ↓TSH ringan &free T4
• RAIU scan utk menentukan normal,tanpa gejala klinis
penyebab – 15%  hipertiroid dlm 2 thn;
• Tidak perlu periksa autoantibodi ↑resiko AF & osteoporosis
kecuali pada kehamilan (resiko fetal
Graves)
• Dapat terjadi hipercalciuria,
hipercalcemia, anemia
• Indeks Wayne
– Skor>19 hipertiroid
– Skor<11 eutiroid
– Antara 11-19 equivocal
Diagnostic Workup of Hyperthyroidism

American Academy of Family Physicians. Hyperthyroidism:


Diagnosis and Treatment. 2016
Rekomendasi diagnosis menurut
American Thyroid Association 2016
The etiology of thyrotoxicosis should be determined.
If the diagnosis is not apparent based on the clinical
presentation and initial biochemical evaluation, diagnostic
testing is indicated and can include, depending on available
expertise and resources
(1) measurement of Thyrotropin Receptor Antibodies (TRAb),
(2) determination of the radioactive iodine uptake (RAIU), or
(3) measurement of thyroidal blood flow on ultrasonography.

Jadi pilihan kedua untuk penentuan etiologi tirotoksikosis


adalah TRAb, RAIU atau USG

Ross et al 2016 American Thyroid Association Guidelinesfor Diagnosis and Management of Hyperthyroidism and Other
Causes of Thyrotoxicosis 2016
GRAVES DISEASE
• Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon
tiroid dalam sirkulasi.
• Hipertiroidisme: tirotoksikosis yang disebabkan
oleh kelenjar tiroid hiperaktif.

Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema pretibial.
Indeks Wayne utk pasien dengan
hipertiroidisme
• Skor>19
hipertiroid
• Skor<11 eutiroid
• Antara 11-
19equivocal

Kalra S, Khandelwal SK, Goyal A. Clinical scoring scales in thyroidology: A compendium. Indian J Endocr
Metab 2011;15, Suppl S2:89-94
Faktor Risiko & Etiologi Patofisiologi

• Kerentanan Genetis • Autoimunitas sel limfosit B


• Infeksi & T ke antigen:
– Tiroglobulin
• Gender
– Peroksidase tiroid
• Stress
– Na+I- simporter
• Kehamilan – Reseptro tirotropin
• Iodin dan obat-obatan
• Iradiasi
Tatalaksana
• βblocker:
– Diberikan pada awal terapi sampai mennggu pasien menjadi eutiroid.
– Dosis 40 – 200 mg dalam 4 dosis, mengontrol takikardia (propranolol juga↓ konversi T4 T3)
• Methimazole:
– dosis awal 20 – 30 mg / hari.
– 70% rekuren setelah 1 thn
– ES: pruritus,rash, arthralgia, demam, &agranulocytosis pd 0.5% kasus
– DOC untuk pasien dewasa, anak-anak dan ibu hamil trimester kedua dan ketiga
• PTU:
– resiko ↑nekrosis hepatosellular; efek lebih lambat
– dosis awal 300 – 600 mg / hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari
– Evaluasi: fx hepar, DPL, dan TSH sebelum terapi dan saat follow-up
– DOC pada ibu hamil trimester pertama
• Radioactive iodine (RAI):
– Premedikasi psn dgn obat antitiroid utk mencegah tirotoksikosis, hentikan 3 hari sebelum terapi
agar RAIbisa di uptake
– 75% pasisen setelah terapi radioaktif menjadi hipotiroid dan siap operasi
Tatalaksana
• Awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu eutiroid, pemantauan setiap 3-6
bulan
– memantau klinis, FT4/T4/T3 dan TSHs.
• Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis
terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan
– Setelah 12-24 bln, dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi
– Remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid
• Tindakan bedah
– usia muda dengan struma besar tidak respons dengan antitiroid
– hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
– Alergi antitiroid
– tidak dapat menerima yodium radioaktif
– Adenoma toksik, struma multinodosa toksik, Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
• Radioablasi
– ≥35 tahun
– kambuh setelah dioperasi
– Gagal remisi
– Tidak mampu atau tidak mau obat antitiroid
– Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
20.
Radioactive Iodine
SOAL NO 41
• Ny. Mother Spider Demon, 37 tahun, datang
dengan keluhan berdebar-debar sejak 4 bulan
terakhir. Keluhan disertai keringat yang banyak
dan selalu merasa kepanasan. Pasien juga
mengeluhkan selalu lapar dan penurunan berat
badan. Dari pemeriksaan fisik di temukan
eksoftalmus, TD 150/90, nadi 120x/menit, RR
20x/menit, suhu 37, dan teraba benjolan di leher
bagian depan. Apakah terapi utama
antihipertensi yang diberikan pada pasien ini?
A.Nifedipin
B.Captopril
C.Propanolol
D.Hidrochlorotiazide
E. Amlodipin

• Jawaban: C. Propanolol
• Pasien ini mengeluh berdebar-debar, penurunan BB,
dan tidak tahan panas. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipertensi, eksoftalmus, pembesaran tiroid
difus dan fine tremor sehingga kemungkinan pasien ini
mengalami hipertiroid akibat penyakit Grave. Salah
satu tatalaksana palpitasi dan hipertensi pada pasien
dengan grave disease adalah pemberian obat
antihipertensi golongan beta blocker. Dipilih
propranolol karena selain dapat meredakan palpitasi
dan hipertensi, obat ini dapat menghambat konversi T4
menjadi T3 di jaringan perifer.
41. Beta Blocker Untuk Hipertiroidisme

http://online.liebertpub.com/doi/pdf/10.1089/thy.2016.0229
SOAL NO 42
• Tn. Upper Moon Doma, usia 43 tahun datang
dengan keluhan gangguan penglihatan pada
malam hari. Gangguan penglihatan dirasakan
mengganggu pekerjaan pasien sebagai supir truk
antarkota. Keluhan disertai BAB dengan feses
berminyak. Pasien memiliki riwayat konsumsi
alkohol sejak usia 17 tahun. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x//mnt,
RR 22x/mnt dan suhu 37C. Apa kemungkinan
penyebab kelainan pada pasien tersebut?
A.Kekurangan vit A
B.Kekurangan vit D
C.Kekurangan vit E
D.Kekurangan vit K
E. Kekurangan vit C

• Jawaban: A. Kekurangan vitamin A


Pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan berupa rabun senja. Adanya
feses berminyak disertai riwayat konsumsi alkohol mengarahkan
kemungkinan bahwa pasien mengalami pankreatitis kronis akibat konsumsi
alkohol jangka panjang. Pada pankreatitis kronis terjadi insufisiensi enzim
pankreas terutama lipase yang berguna untuk memecah lemak sehingga
lemak yang berada di saluran pencernaan tidak diserap dengan baik dan
keluar bersama-sama feses yang disebut sebagai steatorrhea.
• Rabun senja merupakan gejala defisiensi vitamin A yang sering terjadi
pada pasien dengan gangguan absorbsi lemak.
• Pilihan B, menyebabkan terjadinya gangguan penyerapan kalsium dan
dapat menyebabkan kerapuhan pada tulang.
• Pilihan C, dapat menyebabkan gangguan saraf.
• Pilihan K, dapat menyebabkan gangguan koagulasi.
• Pilihan C, ditandai dengan perdarahan pada gusi dan petekie pada kulit.
42. Steatorrhea
• Definisi
Ditemukannya lemak berlebih
pada feses

• Etiologi
Pankretitis kronis
Celiac disease
Postgastrectomy
Cholestasis
Giardiasis
Chron’s disease
Steatorrhea
Malabsorbsi Vitamin Larut Lemak
Pankreatitis Kronik
Etiologi
• Chronic alcoholism (most common cause)
• Obstruction (ampullary stenosis, tumor, trauma [with pancreatic duct
stricture], pancreas divisum, annular pancreas)
• Tobacco
• Hereditary pancreatitis
• Severe malnutrition
• Idiopathic
• Untreated hyperparathyroidism (hypercalcemia)
• Mutations of the cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR)
gene
• and the TF genotype
• Other genetic mutations (Cationic trypsinogen gene, chemotrypsinogen C
gene, calcium-sensing receptor gene, claudin-2 gene, serine protease
inhibitor, kazal type 1 gene)
• Autoimmune pancreatitis
Pankreatitis Kronik
Manifestasi Klinis
– Persistent or recurrent epigastric and left upper
quadrant pain that may radiate to the back
– Tenderness over the pancreas, muscle guarding
– Significant weight loss
– Bulky, foul-smelling stools, greasy in appearance
– Epigastric mass (10% of patients)
– Jaundice (5%-10% of patients)
Manifestasi Pankreatitis Kronik
• Nyeri abdomen
– Biasanya daerah epigastrik, menjalar punggung
– Mual-muntah
– Membaik dengan duduk tegap atau bungkuk ke
depan
• Insufisiensi pankreas
– Malabsorpsi lemak
– Diabetes pankreatik

Freedman SD, Lewis MD. Pancreatitis in adults. Uptodate 2016.


Pemeriksaan Lab
• Serum amylase and lipase may be elevated (normal amylase levels,
however, do not exclude the diagnosis).
• Hyperglycemia, glycosuria, hyperbilirubinemia, and elevated serum
alkaline phosphatase may also be present.
• 72-hr fecal fat determination (rarely performed) reveals excess fecal fat.
Fecal elastase test requires only 20 g of stool.
• Secretin stimulation test is the best test for diagnosing pancreatic exocrine
insufficiency.
• Lipid panel: significantly elevated triglycerides can cause pancreatitis.
• Serum calcium: hyperparathyroidism is a rare cause of chronic
pancreatitis.
• Elevated levels of serum IgG4 are found in sclerosing pancreatitis and AIP.
• Elevated serum Ig or gamma-globulin level, presence of ALA, ACA II level,
ASMA, or ANA in AIP.
Pemeriksaan Imaging
• Plain abdominal radiographs may reveal
pancreatic calcifications (95% specific for chronic
pancreatitis).
• Ultrasound of abdomen may reveal duct dilation,
pseudocyst, calcification, and presence of ascites.
• Contrast-enhanced CT scan of abdomen is the
initial modality of choice. It is useful to detect
calcifications, evaluate for ductal dilation and rule
out pancreatic cancer.
Pemeriksaan Imaging
Tatalaksana
• Treatment of steatorrhea with pancreatic
supplements.
• Antioxidants (vitamin A, selenium, vitamin E) may
be helpful for pain control in chronic pancreatitis.
• Surgical intervention may be necessary to
eliminate biliary tract disease and improve flow
of bile into the duodenum by eliminating
obstruction of pancreatic duct.
SOAL NO 43
• Tn. Upper Moon Akaza, 47 tahun datang dengan
keluhan lemas sejak 2 hari. Diketahui pasien
tidak mau makan sejak 1 minggu ini. Riwayat DM
dan gagal ginjal. Pasien memiliki riwayat
menggunakan insulin prandial 3 x 10 unit. Pada
pemeriksaan fisik kesadaran apatis, tampak
lemah, TD 100/70 mmHg, nadi 70 x/menit, RR 20
x/m, Suhu 36,70C. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kreatinin 1,6 mg/dL
dan ureum 55 mg/dL (normal 20-50 mg/dL).
Apakah penyebab yang paling memungkinkan
pada kondisi pasien?
A. Gangguan ginjal terminal
B. Restriksi gula darah akibat sekresi cathecolamin
C. Penurunan kadar gula darah < 45mg/dL
D. Penurunan insulin endogen akibat klirens ginjal
menurun
E. Peningkatan sekresi glukagon

• Jawaban: C. Penurunan kadar gula darah <45 mg/dL


Pada pasien ini didapatkan lemas disertai keadaan yang apatis. Adanya
riwayat menggunakan insulin tanpa diikuti dengan makan mengarahkan
diagnosis pada pasien ini adalah hipoglikemia. Pasien dicurigai mengalami
hipoglikemia berat dimana gejala yang timbul sangat berat sehingga pasien
membutuhkan bantuan orang lain untuk mengatasinya. Pada kadar gula
darah < 45 mg/dL biasanya sudah terdapat disfungsi neurologis.
• Pilihan A, biasanya akan ditemukan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin yang sangat tinggi. Pada pasien ini kadar creatinine dan urea
belum terlalu tinggi sehingga membuat kemungkinan terjadinya gagal
ginjal terminal yang menyebabkan ensefalopati uremikum sepertinya tidak
menjadi penyebab penurunan kesadaran pada pasien tersebut.
• Pilihan B, katekolamin biasanya akan menyebabkan hiperglikemia.
• Pilihan D, tidak ada hubungan antara penurunan sekresi insulin endogen
dengan fungsi ginjal.
• Pilihan E, akan didapatkan kondisi berupa hiperglikemia.
43. Hipoglikemia
• Hipoglikemia  kumpulan
gejala klinis karena
konsentrasi glukosa darah yg
rendah.
• Whipple triad
– Gejala hipoglikemia
– Kadar glukosa darah rendah
– Gejala berkurang dengan
pengobatan
• Batas konsentrasi glukosa
darah untuk diagnosis
hipoglikemia tdk sama untuk
setiap orang  gunakan
whipple triad
• Glukosa normal puasa 70-110
mg/dL
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Hipoglikemia
• Respons akut hipoglikemia dimediasi oleh
glukagon & epinefrin untuk menaikkan
glukosa darah.

• Bila respons tersebut gagal, timbul gejala


neurogenik yang berasal dari impuls saraf
simpatoadrenal di SSP  adrenergik
(gemetar, palpitasi, ansietas) dan
kolinergik (sweating, hunger).
• Obat beta bloker (propranolol, atenolol)
dapat menyamarkan respon adrenergik.

• Bila glukosa darah semakin rendah,


timbul gejala neuroglikopenik
(confusion,koma) akibat efek langsung
hipoglikemia di SSP.

Pathophysiology of disease- an introduction to clinical medicine. 7th ed. 2014.


Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, hipotermia, kejang, koma
gangguan kognitif, pandangan kabur,
diplopia
• Probable hipoglikemia  gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan
GDS
• Hipoglikemia relatif  GDS>70 mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia asimtomatik  GDS<70mg/dL tanpa gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia simtomatik  GDS<70mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia berat  pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
43. Severity of Hypoglycemia
• Mild
– Autonomic symptoms present
– Individual is able to self-treat

• Moderate
– Autonomic and neuroglycopenic symptoms
– Individual is able to self-treat

• Severe
– Requires the assistance of another person
– Unconsciousness may occur
– Plasma glucose is typically < 50 mg/dL
TATALAKSANA
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat
• Konsumsi makanan tinggi
karbohidrat • Terdapat gejala
• Gula murni
neuroglikopenik  dextrose
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm)
20% sebanyak 50 cc (jika
dilarutkan dalam air tidak ada bisa diberikan
• Pemeriksaan glukosa darah dextrose 40% 25 cc), diikuti
dengan glukometer setelah infus D5% atau D10%
15 menit upaya terapi • Periksa GD 15 menit, jika
• Kadar gula darah normal, belum mencapai target
pasien diminta untuk makan dapat diulang
atau konsumsi snack untuk
mencegah berulangnya • Monitoring GD tiap 1-2 jam
hipoglikemia.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015


SOAL NO 44
• Tn. Lower Moon Rui, 47 tahun, dibawa oleh keluarga
karena keluhan penurunan kesadaran sejak 30 menit
yang lalu, Pasien baru saja menyelesaikan lomba lari,
dan langsung pingsan setelah minum air 3 Liter. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 90/60 mmHg,
HR 120 x/menit, RR 20 x/menit, suhu afebris.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan ureum 69,
kreatinin 1.6, Na 128, K 3.9, Hb 13 gr/dl. Sebelumnya
diuresis pasien normal, namun setelah 2-3 hari
perawatan, diuresis pasien menjadi <400 cc/24 jam,
ureum 80 dan creatinine 3. Apakah kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?
A.Acute tubular nekrosis
B.AKI prerenal
C.AKI renal
D.AKI postrenal
E. Acute on CKD

• Jawaban: A. Acute tubular nekrosis


Pada pasien ini didapatkan adanya penurunan kesadaran dengan riwayat lomba lari
sebelumnya. Pada PF didapatkan adanya hipotensi serta takikardia yang mengarahkan
keadaan pasien ke syok hipovolemik. Didapatkannya peningkatan kadar creatinin
menjadi lebih dari 2 kali nilai sebelumnya disertai dengan urin output <0,5/kgbb/jam
selama lebih dari 12 jam menunjukkan pasien kemungkinan mengalami gangguan
ginjal akut karena iskemia. Pada AKI maka dapat dilakukan perhitungan
BUN/creatinine untuk menentukan apakah pasien mengalami AKI pre renal atau sudah
jatuh pada keadaan ATN. Pada soal didapatkan ureum 80 mg/dL sehingga harus
dikonversi dulu ke bentuk BUN dengan rumus BUN = urea/2,14 yang mana didapatkan
hasil sekitar 37,3. Kemudian jika BUN dibagi creatinine dipatkan hasil 37,3/3 = 12,4.
Hasil ini menunjukkan bahwa pasien telah mengalami acute tubular necrosis (ATN)
karena didapatkan rasio BUN/creatinin < 20:1.
• Pilihan B, pada AKI pre renal rasio BUN/creatinin adalah > 20:1 sedangkan pada
soal didapatkan rasio BUN/creatinine < 20:1 ( 12,4 : 1).
• Pilihan C, disebakan oleh kelainan berupa glomerulonephritis, vasculitis atau ATN.
• Pilihan D, biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan akibat batu.
• Pilihan E, jika terjadi perburukkan fungsi ginjal pada pasien yang memiliki baseline
CKD.
44. Gangguan Ginjal Akut
Definisi

• kondisi penurunan mendadak faal ginjal


dalam 48 jam berupa
• kenaikan kadar kreatinin serum ≥0,3 mg/dl
(≥26,4 µmol/l), atau
• presentasi kenaikan kreatinin serum ≥50%
(1,5 kali kenaikan dari nilai dasar), atau
• pengurangan produksi urin (oligouria yang
tercatat ≤0,5 ml/kg/jam dalam waktu lebih
dari 6 jam).
• disebabkan oleh berbagai kondisi yang
GGA prerenal menimbulkan hipoperfusi ginjal →
(~55%) penurunan fungsi ginjal tanpa ada
kerusakan parenkim yang berarti.

• Kerusakan langsung pada parenkim ginjal. Proses


inflamasi memegang peranan penting pada
patofisiologi GGA yang terjadi karena iskemia..
GGA renal • Obstruksi renovaskular
• Penyakit pada glomerulus atau pembuluh darah
(~40%) • Nekrosis tubular akut
• Nefritis interstitial
• Obstruksi intratubular

• Gangguan yang berhubungan dengan


obstruksi saluran kemih.
GGA postrenal • Obstruksi ureter
(~5%) • Obstruksi leher vesica urinaria
• Obstruksi urethra
Acute Tubular Necrosis
• Acute kidney injury due to tubular damage is
termed “acute tubular necrosis” and accounts for
approximately 85% of intrinsic acute kidney
injury.
• The two major causes of acute tubular necrosis
are ischemia and nephrotoxin exposure.
– Ischemic acute kidney injury is characterized not only
by inadequate GFR but also by renal blood flow
inadequate to maintain parenchymal cellular
perfusion (50%).
– Exogenous nephrotoxins more commonly cause
damage than endogenous nephrotoxins.(30%)
ACUTE TUBULAR NECROSIS
• Kerusakan pada epitel tubular
ginjal, yang menyebabkan
nekrosis dan pelepasan dari
membrane basal, biasa terjadi
karena pengurangan masukan
darah ke ginjal.
Ditandai dengan
• oliguria or anuria
• Riwayat hipotensi atau sepsis,
takikardia
• Penemuan granular cast
(“muddy brown cast”) di urin.

Jaipaul N. MSD Manuals. https://www.msdmanuals.com/professional/genitourinary-disorders/tubulointerstitial-diseases/acute-tubular-necrosis-atn


Patofisiologi Iskemia Renal
Diagnosis
• Urinalysis
– pigmented, muddy brown, granular casts,
suggesting that established ATN is present.
– These casts may be absent in 20-30% of patients
with ATN.
Pembahasan Soal
• BUN = ureum/2,14  80/2,14  37,3
• Perbandingan BUN/cr  37,3/3 = 12,4.
• Hasil ini menunjukkan bahwa pasien telah
mengalami acute tubular necrosis (ATN)
karena didapatkan rasio BUN/creatinin < 20:1.
SOAL NO 45
• Tn. Upper Moon Hantengu, 71 tahun, diantar
keluarga dengan penurunan kesadaran sejak 3
hari yang lalu. Sejak 4 bulan terakhir pasien
jarang BAK. Terdapat riwayat DM, HT tidak
terkontrol dan pasien merupakan perokok. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/90mmHg,
nadi 100x/menit, RR 27x/menit, suhu 37,5C. Pada
pemeriksaan paru, jantung dan abdomen dalam
batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 9, leukosit 7100, trombosit
198.000, HT 27%, ureum 198, kreatinin 4,02.
Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A.IgA nefropathy
B.Acute on CKD
C.Glomerulonephritis akut
D.Glomerulonephritis kronis
E. Sindroma nefrotik

• Jawaban: B. Acute on CKD


Adanya riwayat jarang BAK sejak 4 bulan terakhir ditambah kebiasan merokok dan riwayat DM
dan HT tidak terkontrol serta pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi mengarahkan
kecurigaan ke gagal ginjal kronis/ CKD. Pasien CKD terutama CKD stage 5 akan mengalami oliguria
karena fungsi filtrasi ginjal yang semakin berkurang. Pada pemeriksaan lab juga ditemukan
anemia yang juga sering menyertai pasien-pasien CKD karena kurangnya produksi eritropoetin.
Penurunan kesadaran sejak 3 hari serta didapatkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin
menunjukkan bahwa pasien mengalami ensefalopati uremikum yang kemungkinan terjadi akibat
dari penurunan mendadak laju filtrasi glomerulus. Walaupun tidak diketahui berapa kadar serum
creatinin pasien atau eGFR pasien dalam 3 bulan terakhir namun karena adanya faktor risiko CKD
seperti HT dan DM serta adanya oliguria dalam 4 bulan terakhir maka dapat dipikirkan
kemungkinan bawa pasien mengalami suatu kondisi penurunan fungsi ginjal akut pada penyakit
ginjal kronis yang disebut Acute on Chronic Kidney Disease/Acute on CKD.
• Pilihan A, biasa terjadi pada laki-laki usia muda yang ditandai dengan adanya hematuria.
• Pilihan C, biasanya akan ditemukan adanya hematuria dan dapat disebabkan salah satunya
oleh post infeksi streptokokus.
• Pilihan D, merupakan kondisi yang ditandai dengan fibrosis progresif dari glomerulus dan
tubulus yang disebabkan oleh berbagai macam etiologic seperti GNAPS yang berlanjut atau
penyakit autoimun seperti lupus.
• Pilihan E, ditandai dengan adanya edema anasarka dan protein urin > 3,5 gram dalam 24 jam
45. Acute On CKD
• Pasien dgn CKD berisiko tinggi mengalami AKI
yg secara spesifik disebut Acute on CKD atau
Acute on Chronic Renal Failure (ACRF).
• Makin rendah eGFR makin tinggi risiko
terjadinya acute on CKD.
• Peningkatan risiko terjadinya AKI tidak hanya
pd CKD tapi juga pd komorbiditas lain seperti
DM, HT, arteriosklerosis dan penyakit
kardiovaskular.
Etiologi Acute on CKD
Etiologi Acute on CKD
Diagnosis Acute on CKD
• Sama dgn diagnosis AKI
• Adanya riwayat penyakit ginjal sebelumnya
ataupun faktor risiko CKD : HT, DM, penyakit
autoimun, chronic analgesic use.
• Peningkatan tiba-tiba serum Cr 25-50% dari nilai
baseline
• Pada USG  ginjal mengecil (tanda CKD)
• Pasien Acute on CKD cepat mengalami progresi
ke gagal ginjal dibanding pasien AKI dgn fungsi
ginjal yg sebelumnya normal.
SOAL NO 46
• Ny. Lower Moon Mukago , usia 35 tahun datang
dengan keluhan nyeri saat BAK, pasien juga
merasa anyang-anyangan. Pada saat BAK hanya
sedikit yang keluar. Padapemeriksaan fisik
didappatkan nyeri tekan pada suprapubis (+), TD
120/80 mmHg, N 80x/menit, S 36,5°C, RR 18
kali/menit. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan trombosit 200.000, Hb 14 g/dl, HCT
35%, Urinalisis 10 – 15/lp, leukosit (+), keton (-).
Apakah kemungkinan diagnosis pasien ini?
A.Sistitis
B. Pyelonefritis
C. Uretritis
D.Karsinoma buli
E. Gastritis

• Jawaban: A. Sistitis
Pasien ini mengalami nyeri saat BAK disertai dengan nyeri
tekan pada suprapubis menandakan pasien mengalami sistitis.
Di soal tidak ditemukan adanya komplikasi sehingga pasien
bisa rawat jalan dan diberikan obat oral. Pilihan pengobatan
pada sistitis akut tanpa komplikasi adalah salah satunya
dengan cephalosporin oral generasi ke 3 yaitu cefixime.
• Pilihan B, akan ditemukan demam dan nyeri ketok CVA (+).
• Pilihan C, akan ditemukan BAK nyeri atau discharge pada
urin.
• Pilihan D, akan ditemukan painless hematuria.
• Pilihan E, akan ditemukan nyeri pada epigastrium.
46. Infeksi Saluran Kemih
• Escherichia coli is by far the most frequent cause
of uncomplicated community-acquired UTIs.

• Other bacteria frequently isolated from patients


with UTIs are:
Klebsiella spp.,
other Enterobacteriaceae,
Staphylococcus saprophyticus, and
enterococci.
INFEKSI SALURAN KEMIH
INFEKSI SALURAN KEMIH

• Rute infeksi saluran kemih:


– Ascending
• kolonisasi uretra, lalu infeksi menyebar ke atas
– Hematogen
• bakteri ke ginjal berasal dari bakteremia
– Limfogen
• dari abses retroperitoneal atau infeksi intestin
Klasifikasi ISK
INFEKSI SALURAN KEMIH

• Klasifikasi anatomik:
– Bawah : uretritis, sistitis
– Atas : pielonefritis, abses renal/perinefrik, prostatitis

• Klasifikasi klinis:
– Uncomplicated:
• ISK pada individu tanpa kelainan struktural atau fungsional,
• ISK pada individu tanpa penyakit yang menimbulkan kerentanan
ISK
– Complicated:
• ISK pada laki-laki,
• ISK pada kelainan struktural atau fungsional
• ISK pada perempuan hamil, dengan kateter, imunodefisien, DM
INFEKSI SALURAN KEMIH
 Pielonefritis
– Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis
– Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare,
– Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria,
leukosit esterase +.

 Sistitis:
 Inflamasi pada kandung kemih
 Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau,
 Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.

 Urethritis:
 Inflammation pada uretra
 Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh.
 Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Pemeriksaan Lab
• Urethritis can be diagnosed based on the
presence of one or more of the following:
– A mucopurulent or purulent urethral discharge
– A urethral smear that demonstrates at least five
leukocytes per oil immersion field on microscopy
– A first-voided urine specimen that demonstrates
leukocyte esterase on dipstick test or at least 10
white blood cells (WBCs) per high-power field on
microscopy.
– All patients with urethritis should be tested for
Neisseria gonorrhoeae and Chlamydia trachomatis.
Urinalysis
• Urinalysis with microscopic evaluation of clean-catch urine
for bacteria and pyuria.
• The presence of ≥10 leukocytes/μl of unspun urine from a
midstream catch indicates UTI.
• If urine dipsticks are used, the presence of positive nitrite
and positive leukocyte esterase is indicative of UTI in a
symptomatic patient.
• The role of pretreatment urine culture in the evaluation of
suspected UTI is to confirm the presence of bacteriuria
and to identify and provide antibiotic susceptibility
information on the causative organism
• Complete blood count with differential (shows
leukocytosis)
Infeksi Saluran Kemih
• Traditionally, >100,000 CFU/mL is
used to exclude contamination.
• In women with symptoms of cystitis,
a threshold of >102 bacteria/mL is
more sensitive (95%) & specific
(85%) than a threshold of 105/mL for
the diagnosis of acute cystitis.
• In men, the minimal level indicating
infection appears to be 103/mL.

Smith’s General Urology. 17th ed..


Tatalaksana ISK

European Association of Urology, 2015


Tatalaksana Sistitis Akut
• Guideline IDSA/EAU
Recommended:
 Nitrofurantoin
 Trimetoprim-
Sulfametoksazole
 Fosfomycin trometamol
 Pivmecillinam

• Amoxicillin or ampicillin
should not be used for
empirical treatment given
the relatively poor efficacy
SOAL NO 47
• Tn. Lower Moon Wakuraba, 52 tahun datang
dengan keluhan badan lemah dan pucat.
Riwayat pasien memiliki penyakit TB paru,
akan tetapi tidak pernah berobat secara
teratur, obat juga tidak diminum secara rutin.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 90x/mnt, RR 24x/mnt dan suhu
37C. Apakah kemungkinan hasil laboratorium
yang akan didapatkan pada pemeriksaan
pasien tersebut?
• MCV turun
• MCV naik
• Ferritin serum turun
• TIBC naik
• Ferritin serum naik

• Jawaban: E. Ferritin serum naik


Pasien didapatkan badan lemah dan pucat. Pasien mempunyai riwayat
penyakit TB sehingga pasien dicurigai mengalami anemia yang
disebabkan oleh penyakit kronis. Pada ACD, proses inflamasi akan
mengakibatkan peningkatan kadar Hepcidin, yaitu regulator dari
metabolisme besi yang akan menghalangi tranportasi dari besi dari
enterosit ke vena porta serta menghalangi pengeluaran besi oleh
makrofag sehingga besi akan terperangkap di dalam sel. Proses
tersebut akan meningkatkan kadar cadangan besi tubuh atau ferritin.
• Tidak dipilih MCV turun karena pada anemia penyakit kronis dapat
ditemukan anemia normositik normokrom dapat juga berupa
anemia mikrositik hipokrom.
• Pilihan A, ditemukan pada ADB, thalassemia atau anemia
sideroblastik.
• Pilihan B, ditemukan pada anemia megaloblastik.
• Pilihan C dan D, ditemukan pada ADB atau anemia sideroblastik.
47. Anemia Penyakit Kronis
Definisi
 Inflammatory anemia or anemia of chronic disease is a
disorder of iron homeostasis promoted by hepcidin-25 in
response to an inflammatory condition.
Anemia
• Proinflammatory
cytokines  hepcidin 

• Hepcidin block iron


release from
macrophage in order to
limit iron serum from
being used by bacteria.

• If inflammation doesn’t
resolve  normocytic
normochromic anaemia
 microcytic
hypochromic anaemia
Essential Hematology.
Anemia

NB: Pemeriksaan TIBC memiliki ketersediaan yang lebih luas dibandingkan pemeriksaan Transferin
SOAL NO 48
• Ny. Older Sister Spider, 38 tahun, mengeluh BAB
cair sejak 6 minggu yang lalu. BAB cair disertai
ampas berwarna pucat, tidak ada lendir dan
darah. Pasien juga mengeluhkan mual hilang
timbul. Pasien mempunyai riwayat menjalani
operasi bariatrik (gastric bypass) beberapa bulan
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR 20x/mnt dan
suhu 37C. Apakah kondisi yang terjadi pada
pasien tersebut?
A.Defisiensi niasin
B.Defisiensi riboflavin
C.Defiensi thiamin
D.Defisiensi piridoksin
E.Defisiensi cobalamin

• Jawaban: E. Defisiensi cobalamin


Pasien dengan riwayat operasi bariatrik rentan mengalami defisiensi
vitamin karena adanya malabsorbsi. Salah satu defisiensi vitamin pada
pasien post op gastric bypass adalah defisiensi cobalamian atau
vitamin B12 yang memerlukan asam lambung untuk memecahnya dari
makanan dan faktor intrinsik yang dihasilkan lambung yang membantu
penyerapan B12 di ileum. Pada pasien juga didapatkan adanya ampas
pucat yang kemungkinan terjadi akibat adanya kolestasis. Pasien yang
menjalani operasi bariatrik dapat mengalami komplikasi berupa
kolelitiasis yang dapat berkembang menjadi koledokolitiasis sehingga
menyebabkan terjadinya kolestasis.
• Pilihan A, ditandai dengan pellagra yang terdiri dari dermatitis, diare
dan demensia.
• Pilihan B, ditandai dengan cheilosis dan vaskularisasi kornea.
• Pilihan C, ditandai dengan dermatitis, enteritis dan alopecia.
• Pilihan D, ditandai dengan neuropati perifer.
48. DEFISIENSI VITAMIN B12
Etiologi
• Pernicious anemia (lack of intrinsic factor)—most
common cause in the Western hemisphere
• Gastrectomy / Bariatric surgery
• Poor diet (e.g., strict vegetarianism); alcoholism
• Crohn’s disease, ileal resection (terminal ileum
approximately the last 100 cm)
• Other organisms competing for vitamin B12
Diphyllobothrium latum infestation (fish tapeworm)
Blind-loop syndrome (bacterial overgrowth)
Anemia Makrositik
• Vegetarian diet:
– Consume less total protein than omnivores, but
meet the recommended dietary allowances.
– ferritin levels are lower, but not depleted.
– Serum vit B12 in vegans are generally lower
– Calcium intake is lower
– Vitamin D is less consumed

Modern Nutrition in Health & Disease.


Defisiensi Vitamin B12
Defisiensi Vitamin B12
Diagnosis
• Apusan darah tepi
 Megaloblastik anemia
 Hypersegmented neutrofil
• Vit B 12 serum rendah (<
100pg/mL)
• Meningkatnya kadar asam
metilmalonic dan
homosistein
• Antibodi thdp faktor
intrinsik (pd anemia
pernisiosa)
• Schiling test
Tatalaksana Defisiensi B12
• Pernicious anemia  usually treated with parenteral
vitamin B12. Typically this is administered parenterally
(by intramuscular or deep subcutaneous injection), at a
dose of 1000 mcg (1 mg) once per week for four weeks,
followed by 1000 mcg once per month.
• Altered gastrointestinal anatomy and Dietary
deficiency  The typical dose for adults is 1000 mcg
parenterally once per week until the deficiency is
corrected and then once per month (cyanocobalamin)
or once every other month (hydroxocobalamin); in
adults, oral dosing is equally effective, at a dose of
1000 mcg orally once per day.

Uptodate.Treatment of Vitamin B12 and and folate deficiencies


SOAL NO 49
• Tn. Upper Moon Gyokko, berusia 30 tahun
datang dengan keluhan demam sejak 1
minggu lalu, nyeri perut, dan susah BAB.
Pasien pernah mengalami keluhan ini pada 6
bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
TD 120/70 mmHg, HR 90x/mnt, RR 22x/mnt
dan suhu 37C. Dokter memberikan antibiotik
yang bekerja dengan cara menghambat
fungsi membran sel kuman. Apakah
antibiotik yang dimaksud?
A.Rifampisin
B.Polimiksin
C.Eritromisin
D.Linkomisin
E. Trimethoprim

• Jawaban: B. Polimiksin
• Pasien diberikan polimiksin oleh dokter. Polimiksin bekerja
dengan cara mengganggu fungsi membrane sel bakteri
sehingga meningkatkan permeabilitas.
• Pilihan A, Rifampisin bekerja dengan berikatan pada subunit
beta dari RNA polimerase bakteri sehingga menghalangi
terjadinya sinstesis DNA.
• Pilihan C dan D, Eritromisin dan Linkomisin bekerja dengan
menghambat ribosom 50S yang menghambat aktivitas
peptidil tranferase sehingga menghalangi pembentukan
protein bakteri.
• Pilihan E, Trimethoprim bekerja dengan menghambat
pembentukan asam folat pada bakteri
49. Antibiotik
Chloramphenicol
• Chloramphenicol dapat menyebabkan depresi
sumsum tulang sehingga mengakibatkan anemia
aplastik, agranulositosis, thrombositopenia atau
pansitopenia
• Reversibel jika obat dihentikan
• Dapat ditemukan jika dosis obat melebihi 3-4 gram
per hari selama 1-2 minggu
• Menghambat sintesis protein dari mitokondria
dengan menghambat ribosomal
peptidyltransferase.
Resistensi antibiotik
• Antibiotic resistance happens when bacteria
change to protect themselves from an antibiotic.
They are then no longer sensitive to that
antibiotic.
• The inappropriate use of antimicrobial drugs,
including in animal husbandry, favours the
emergence and selection of resistant strains, and
poor infection prevention and control practices
contribute to further emergence and spread of
antimicrobial resistance.
How to help prevent resistance?
• People
– hand washing, and avoiding close contact with sick people to prevent
transmission of bacterial infections and viral infections such as
influenza or rotavirus, and using condoms to prevent the transmission
of sexually-transmitted infections;
– getting vaccinated, and keeping vaccinations up to date;
– using antimicrobial drugs only when they are prescribed by a certified
health professional;
– completing the full treatment course (which in the case of antiviral
drugs may require life-long treatment), even if they feel better;
– never sharing antimicrobial drugs with others or using leftover
prescriptions.
• Health workers
– enhancing infection prevention and control in hospitals and clinics;
– only prescribing and dispensing antibiotics when they are truly
needed;
– prescribing and dispensing the right antimicrobial drugs to treat the
illness.
SOAL NO 50
• Tn. Upper Moon Kaigaku, 47 tahun, datang ke
UGD RS dengan keluhan mual dan muntah sejak
4 jam yang lalu. Keluhan disertai dengan diare.
Sebelumnya ketika pasien bekerja di sawah,
pasien menyiapkan dan menggunakan insektisida
parathion malathion. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 50x/mnt, RR
36x /menit, suhu 37C, pupil miosis, hipersekresi
kelenjar keringat dan saliva, bising usus
meningkat. Bagaimana mekanisme kerja zat
tersebut?
A.Meningkatkan kerja adrenergik
B.Meningkatkan kerja antagonis kolinergik
C.Menghambat kerja kolinesterase
D.Meningkatkan kerja kolinesterase
E. Meningkatkan kerja direct agonist kolinergik

• Jawaban: C. Menghambat kerja kolinesterase


Pasien ini kemungkinan mengalami intoksikasi organofosfat atas dasar
riwayat paparan dengan insektisida serta adanya gejala sesak,
bradikardia, pupil miosis, hipersalivasi dan bising usus yang meningkat.
Organofosfat bekerja sebagai inhibitor dari kolinesterase yang
membuat asetilkolin tidak didegradasi sehingga terjadi peningkatan
kadar asetilkolin.
• Pilihan A, merupakan cara kerja obat seperti phenilefrin, ephedrine,
amphetamine atau kokain.
• Pilihan B, merupakan cara kerja obat seperti atropine, scopolamine
atau ipratropium.
• Pilihan D, tidak ada obat yang bekerja meningkatkan kerja dari
kolinesterase.
• Pilihan E, merupakan cara kerja obat seperti pilocarpine atau
asetilkolin.
50. Intoksikasi Organofosfat
• Organophosphorus pesticides
inhibit esterase enzymes,
especially acetylcholinesterase in
synapses and on red-cell
membranes.

• Acetylcholinesterase inhibition 
accumulation of acetylcholine &
overstimulation of acetylcholine
receptors in synapses of the
autonomic nervous system, CNS,
and neuromuscular junctions 
DUMBELS.

• DUMBELS: diarrhea, urination,


miosis,
bradycardia/bronchorea/bronchos
pasm, emesis, lacrimation,
salivation.
Klasifikasi keracunan organophosphate
Intoksikasi Organofosfat
Intoksikasi Organofosfat
Decontamination
• Remove all clothing from and gently cleanse patients suspected of
organophosphate exposure with soap and water because
organophosphates are hydrolyzed readily in aqueous solutions with a high
pH. Consider clothing as hazardous waste and discard accordingly.
• Health care providers must avoid contaminating themselves while
handling patients.
– Use personal protective equipment, such as neoprene gloves and gowns, when
decontaminating patients because hydrocarbons can penetrate nonpolar substances
such as latex and vinyl.
– Use charcoal cartridge masks for respiratory protection when decontaminating patients
who are significantly contaminated.
• Irrigate the eyes of patients who have had ocular exposure using isotonic
sodium chloride solution or lactated Ringer's solution. Morgan lenses can
be used for eye irrigation.
Intoksikasi Organofosfat
• Buku ajar IPD:
– Sulfas atropin 1-2 mg IV, ulang 10-15 menit.

• CDC:
– Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk anak
0,01 mg/kg (minimum 0,01 mg), diberikan IV. Jika
tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
– Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret & keringat
berlebih terkontrol.
– Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak 25-
50mg/kg. Diberikan IV selama 30-60 menit.
TO 3
SOAL NO 51
• Tn. Adonis, berusia 20 tahun, dating ke IGD dengan keluhan lemas
sejak 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan
TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan laboratorium didpatkan Hb 7, leukosit 150.000,
trombosit 89.000. Pada pemeriksaan hasil hapus darah tepi
ditemukan gambaran sel seperti di dibawah. Apa kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?
A.AML
B.CML
C.CLL
D.ALL
E.Lymphoma

• Jawaban: A. AML
Pasien didapatkan lemas sejak 2 minggu. Pada pemeriksaan
lab didapatkan anemia, leukositosis dan trombositopenia.
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan myeloblas dominan
dan gambaran auer rod. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan penunjang maka kemungkinan pasien
mengalami AML.
• Pilihan B, akan ditemukan gambaran sel myeloid matur
seperti limfosit.
• Pilhan C, akan ditemukan gambaran smudge cell.
• Pilihan D, akan ditemukan gambaran limfoblast dominan.
• Pilihan E, akan ditemukan gambaran limfadenopati dengan
B symtomps seperti BB turun, demam dan keringat malam.
51. Leukemia
CLL CML ALL AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte  dont die when they
should  crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in Adults &
children children
Symptoms & Grows slowly  may Grows quickly  feel sick & go to
Signs asymptomatic, the disease is found their doctor.
during a routine test.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,
bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab Mature Mature granulocyte, Lymphoblas Myeloblast
lymphocyte, dominant myelocyte t >20% >20%, aeur rod
smudge cells & segment may (+)
Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away
CDC.gov
Leukemia (gejala klinis)
Sel blas dengan Auer rod pada leukemia Leukemia mielositik kronik
mieloblastik akut

Limfosit matur & smudge cell


Sel blas pada leukemia limfoblastik akut pada leukemia limfositik kronik
AML
• Karakteristik
Mieloblast imatur yg
sangat besar dgn inti yg
banyak
Adanya Auer rod 
gumpalan bahan
granula azurophilik yang
tampak seperti jarum
yang memanjang
berukuran lebar 0,1 – 2
µ, dan panjang 3 – 6 µ
pada sitoplasma blas
leukemia.
Klasifikasi
The traditional French–American–British (FAB) classification of AML
is as follows:
• M0 - Undifferentiated leukemia  6 percent of AML
• M1 - Myeloblastic without differentiation  25 percent of AML
• M2 - Myeloblastic with differentiation  28 percent of AML
• M3 – Promyelocytic  13 percent of AML  Sekarang disebut APL
with PML-RARA
• M4 – Myelomonocytic; M4eo - Myelomonocytic with eosinophilia
• M5 - Monoblastic leukemia; M5a - Monoblastic without
differentiation; M5b - Monocytic with differentiation
• M6 - Erythroleukemia
• M7 - Megakaryoblastic leukemia
Gambar pada Soal

Auer Rod
SOAL NO 52
• Tn. Adromeda, berusia 49 tahun datang dengan
keluhan mudah lelah sejak 7 minggu yang lalu,
keluhan disertai lemas. Pasien bekerja di pabrik
plastik dan bahan sintetis selama 22 tahun terakhir.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu
37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb
8.2 leukosit 45.000, trombosit 40.000. Pada aspirat
sumsum tulang ditemukan sel mieloblas ganas. Apa
yang menjadi penyebab keluhan pasien tersebut?
A.Benzene
B.Benzopyrene
C.Carbon tetrachlorin
D.Glyserin
E. Trichloroethylene

• Jawaban: A. Benzene
Pasien mengalami leukemia akut karena ditemukan adanya sel-sel meieloblas
ganas. Pada soal disebutkan pasien bekerja di pabrik plastik dan bahan
sintetis. Dari riwayat pekerjaan pasien tersebut maka zat yang sering
menyebabkan terjadinya leukemia adalah paparan benzene.
• Pilihan B, Benzopyrene merupakan zat yang terjadi dari hasil sisa
pembakaran dan bisanya berhubungan dengan kejadian kanker paru.
• Pilihan C, carbon tetrachlorin merupakan zat yang sering terdapat pada
gas aerosol dan cairan pembersih yang bersifat sebagai radikal bebas yang
dihubungkan dengan kejadian kanker hepar.
• Pilihan D, Glyserin merupakan gula alkohol yang terdapat dalam bahan
makanan dan tidak berhubungan dengan kejadian kanker.
• Pilihan E, Trichloroetilen sering dihubungkan dengan kejadian kanker
ginjal, hepar, dan limfoma maligna.
52. Leukemia
CLL CML ALL AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte  dont die when they
should  crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in Adults &
children children
Symptoms & Grows slowly  may Grows quickly  feel sick & go to
Signs asymptomatic, the disease is found their doctor.
during a routine test.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,
bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab Mature Mature granulocyte, Lymphoblas Myeloblast
lymphocyte, dominant myelocyte t >20% >20%, aeur rod
smudge cells & segment may (+)
Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away
CDC.gov
Substance Source Cancer
Benzopyrene Asap rokok, asap pembakaran kayu Lung

Carbon Pabrik pembuat gas aerosol, cairan pembersih Liver


tetrachlorin

Glyserin Sugar alkohol (food additive), lubricant, -


emulsifier, hair moisturizer
Trichloroethylene solvent to remove grease from metal parts and Kidney, liver,
as a chemical that is used to make other malignant
chemicals, especially the refrigerant, extraction limphoma
solvent for greases, oils, fats, waxes, and tars;
by the textile processing industry to scour
cotton, wool, and other fabrics; in dry cleaning
operations; and as a component of adhesives,
lubricants, paints, varnishes, paint strippers,
pesticides, and cold metal cleaners
SOAL NO 53
• Ny. Aetherie, 28 tahun, dibawa ke UGD dengan
keluhan lebam-lebam ditubuhnya. Pasien merupakan
ibu P2A0 dan 3 hari yang lalu pasien baru saja
melahirkan dengan ditolong oleh dukun beranak
terlatih dirumah. Pada pemeriksaan fisik nadi 125
x/menit, TD 90/60 mmHg, RR 24 x/menit,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, afebris,
ditemukan purpura di abdomen dan ekstremitas.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb
8,6, leukosit 14.000, trombosit 76.000, D-dimer
3000. Diagnosis pasien adalah ...
A.Dengue hemoragic fever
B.ITP
C.Pulmonary emboli
D.AML
E.DIC

• Jawaban: E. DIC
Pada pasien ini didapatkan lebam-lebam pada tubuh dengan riwayat melahirkan
sebelumnya. Pada PF didapatkan takikardia, hipotensi, konjungtiva anemis serta
purpura pada abdomen dan ekstremitas. Pada pemeriksaan lab didapatkan anemia,
leukositosis, trombositopenia serta peningkatan kadar D-dimer. Dari anamnesis dan
pemeriksaan pasien kemungkinan mengalami DIC yang dapat disebabkan oleh infeksi
puerperium.
• Pilihan A, akan ditemukan trombositopenia dengan tanda-tanda hemokonsentrasi.
• Pilihan B, akan ditemukan adanya trombositopenia dengan riwayat viral infection
sebelumnya.
• Pilihan C, akan ditemukan sesak berat dengan onset akut dan faktor risiko
thrombus seperti imobilisasi lama, operasi atau post partum. Pada soal diatas
pasien memang dalam kondisi post partum namun tidak ditemukan tanda-tanda
adanya emboli paru.
• Pilihan D, akan ditemukan leukositosis dengan gambaran myeloblast dengan auer
rod pada apusan darah tepi
53. DISSEMINATED INTRAVASCULAR
COAGULATION (DIC)
• Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) is a
syndrome characterized by
massive activation and
consumption of coagulation
proteins, fibrinolytic proteins
and platelets.

• Not a primary disease, but a


disorder secondary to
numerous triggering events
such as bacterial, viral,
rickettsial, protozoal, parasitic
diseases, heat stroke, burns,
neoplasia and severe trauma.
Etiologi
DIC
• Coagulation disorders are characterized by
spontaneous hemorrhage and/or excessive
bleeding after surgery or trauma.
• Other signs include shock, petechiae and
ecchymoses of the skin and mucous membranes.

• Laboratory diagnosis is usually based on the triad


of prolonged prothrombin time (PT),
thrombocytopenia, and hypofibrino-genemia.
Manifestasi Klinis
Diagnosis of DIC
• Clinical setting
• Laboratory tests
• Criteria
– Underlying disease known to be associated
– Initial platelet count < 100 X 109/L, or rapid decline in
platelet count
– Prolongation of clotting times (PT & APTT)
– Presence of fibrin degradation products
– Low levels of coagulation inhibitors (e.g. antithrombin)
– Low fibrinogen level in severe cases

Bachelor of Chinese Medicine


Disseminated intravascular coagulation
• Laboratory results:
– Prolonged PT, APTT and TT
– Reduced fibrinogen level
– Increased D-Dimers
– Thrombocytopenia
– Microangiopathic changes in blood film
Tatalaksana
• Correct and eliminate underlying cause (e.g., antimicrobial therapy for
infection, removal of necrotic bowel, evacuation of uterus in obstetric
emergencies).
• Give replacement therapy with fresh frozen plasma (FFP) and platelets in
patients with significant hemorrhage:
 FFP 10 to 15 ml/kg can be given with a goal of normalizing international normalized
ratio.
 Platelet transfusions are given when platelet count is <10,000 (or higher if major
bleeding is present).
 Cryoprecipitate 1 U/5 kg is reserved for hypofibrinogen states.
 Antithrombin III treatment may be considered as a supportive therapeutic option in
patients with severe DIC. Its modest results and substantial cost are limiting factors.
 Heparin therapy at a dose lower than that used in venous thrombosis (300 to 500 U/hr)
may be useful in selected cases to increase neutralization of thrombin (e.g., DIC
associated with acute promyelocytic leukemia, purpura fulminans, acral ischemia).
SOAL NO 54
• Tn. Bellorophone, berusia 52 tahun datang dengan
keluhan lemas sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga
merasa dada berdebar dan keringat dingin sejak
sejam yang lalu. Pasien memiliki riwayat DM sejak 3
tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi
glibenklamid 2x sehari. Sejak 2 minggu terakhir
pasien makan sekali sehari dan jarang makan
karbohidrat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran compos mentis, HR 97/menit, GDS 50
mg/dl. Terapi apakah yang akan diberikan pada
pasien tersebut?
A.Infus dextrose 5% per 6 jam
B.Infus dextrose 10% per 8 jam
C.Bolus dextrose 40%
D.Minum air dengan gula 2-3 sendok makan
E. Injeksi metil prednisolon 125 mg IV

• Jawaban: D. Minum air dengan gula 2-3


sendok makan
Pada pasien ini didapatkan lemas disertai berdebar dan keringat
dingin. Terdapat riwayat DM. Pada pemeriksaan kesadaran
pasien CM dan GDS 50 mg/dL. Dari anamnesis dan PF pasien
kemungkinan mengalami hipoglikemia ringan karena ditemukan
gejala-gejala autonomik tanpa adanya gejala neuroglikopenik.
Tatalaksana pada hipoglikemia ringan adalah dengan pemberian
air gula 2-3 sdm yang dilarutkan dalam air.
• Pilihan C, akan diberikan pada pasien dengan hipoglikemia
berat.
• Pilihan E, akan diberikan pada pasien dengan krisis adrenal.
54. Hipoglikemia
• Hipoglikemia  kumpulan
gejala klinis karena
konsentrasi glukosa darah yg
rendah.
• Whipple triad
– Gejala hipoglikemia
– Kadar glukosa darah rendah
– Gejala berkurang dengan
pengobatan
• Batas konsentrasi glukosa
darah untuk diagnosis
hipoglikemia tdk sama untuk
setiap orang  gunakan
whipple triad
• Glukosa normal puasa 70-110
mg/dL
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Hipoglikemia
• Respons akut hipoglikemia dimediasi oleh
glukagon & epinefrin untuk menaikkan
glukosa darah.

• Bila respons tersebut gagal, timbul gejala


neurogenik yang berasal dari impuls saraf
simpatoadrenal di SSP  adrenergik
(gemetar, palpitasi, ansietas) dan
kolinergik (sweating, hunger).
• Obat beta bloker (propranolol, atenolol)
dapat menyamarkan respon adrenergik.

• Bila glukosa darah semakin rendah,


timbul gejala neuroglikopenik
(confusion,koma) akibat efek langsung
hipoglikemia di SSP.

Pathophysiology of disease- an introduction to clinical medicine. 7th ed. 2014.


Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, hipotermia, kejang, koma
gangguan kognitif, pandangan kabur,
diplopia
• Probable hipoglikemia  gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan
GDS
• Hipoglikemia relatif  GDS>70 mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia asimtomatik  GDS<70mg/dL tanpa gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia simtomatik  GDS<70mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia berat  pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
TATALAKSANA
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat
• Konsumsi makanan tinggi
karbohidrat • Terdapat gejala
• Gula murni
neuroglikopenik  dextrose
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm)
20% sebanyak 50 cc (jika
dilarutkan dalam air tidak ada bisa diberikan
• Pemeriksaan glukosa darah dextrose 40% 25 cc), diikuti
dengan glukometer setelah infus D5% atau D10%
15 menit upaya terapi • Periksa GD 15 menit, jika
• Kadar gula darah normal, belum mencapai target
pasien diminta untuk makan dapat diulang
atau konsumsi snack untuk
mencegah berulangnya • Monitoring GD tiap 1-2 jam
hipoglikemia.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015


SOAL NO 55
• Tn. Ganymede, berusia 56 tahun datang ke rumah
sakit dengan keluhan utama diare yang dialami
sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai sering buang
angin dan perasaan kembung pada perut. Riwayat
menderita DM sejak 1 tahun yang lalu dan rutin
mengkonsumsi obat antihiperglikemik oral. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
78x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Apakah
kemungkinan obat yang dikonsumsi oleh pasien
tersebut?
A.Glibenclamide
B.Metformin
C.Repaglinid
D.Pioglitazone
E.Alfa glukosidase inhibitor

• Jawaban: E. Alfa glukosidase inhibitor


Pasien mengeluh diare, sering buang angina dan
kembung. Obat hipoglikemia oral yang sering
menimbulkan efek tersebut adalah golongan alfa
glukosidase inhibitor.
• Pilihan A dan C, efek samping berupa hipoglikemia.
• Pilihan B, Metformin juga dapat memberikan efek
samping berupa dispepsia dan diare namun efek
samping kembung dan flatulen lebih sering
ditemukan pada penggunaan alfa glukosidase
inhibitor.
• Pilihan D, efek samping berupa retensi cairan.
55. Mekanisme Kerja OHO
KELAS O B AT CARA KERJA KEUNTUNGAN KERUGIAN
Efek samping
Menekan produksi
gastrointestinal, risiko
glukosa hati, Tidak menyebabkan
asidosis laktat, defisiens
Biguanide Metformin menambah hipoglikemia, menurunkan
B12, kontraindikasi pad
sensitivitas kejadian CVD
CKD, asidosis, hipoksia,
terhadap insulin
dehidrasi
Glibenclamide, Efek hipoglikemik kuat,
Meningkatkan Risiko hipoglikemia, bera
Sulfonilurea gliclazide, glipizide, menurunkan komplikasi
sekresi insulin badan naik
glimepiride mikrovaskuler
Meningkatkan Menurunkan glukosa Risiko hipoglikemia, bera
Metiglinides Repaglinide
sekresi insulin postprandial badan naik
Tidak menyebabkan
Berat badan naik, edem
Menambah hipoglikemia,
Thialozidi gagal jantung, risiko
Pioglitazone sensitivitas meningkatkan HDL,
nedione fraktur meningkat pada
terhadap insulin menurunkan trigliserida,
wanita menopause
menurunkan kejadian CVD
Efektivitas penurunan
Tidak menyebabkan
HbA1C sedang, efek
Penghambat Menghambat hipoglikemia, menurunkan
Acarbose samping gastrointestina
alfa glukosidase absorpsi glukosa gula darah postprandial,
penyesuaian dosis haru
menurunkan kejadian CVD
Kelas Obat Cara Kerja Keuntungan Kerugian
Angioedema, urtica,
Meningkatkan efek dermatologis lain
Penghamb Sitagliptin, vildagliptin, sekresi insulin, Tidak menyebabkan dimediasi imun,
at DPP-4 saxagliptin, linagliptin menghambat sekresi hipoglikemia, toleransi baik pankreatitis akut,
glukagon hospitalisasi akibat
gagal jantung
Infeksi urogenital,
Menghambat Tidak menyebabkan
Dapaglifozin, poliuria,
Penghamb penyerapan kembali hipoglikemia, BB turun, TD
canaglifozin, hipovolemi/hipotensi,
at SGLT-2 glukosa di tubulus turun, efektif untuk semua
empaglifozin pusing, LDL naik,
distal ginjal fase DM
kreatinin naik
Efek samping GI,
Liraglutide, exanatide, Meningkatkan Tidak menyebabkan
Agonis meningkatkan heart
albiglutide, sekresi insulin, hipoglikemia, menurunkan
reseptor rate, hiperplasia c-cell,
lixisenatide, menghambat sekresi GDPP, menurunkan
GLP-1 pankreatitis akut,
dulaglutide glukagon beberapa risiko CV
bentuk injeksi
Rapid acting (lispro,
aspart, glulisine)
Short acting (human
Menekan produksi Hipoglikemia, BB naik,
reguler) Respon universal, efektif
gluksoa hati, efek mitogenik?,
Intermediate acting menurunkan GD,
Insulin stimulasi sediaan injeksi, Tidak
(human NPH) menurunkan komplikasi
pemanfaatan nyaman, perlu
Basal insulin analogs mikrovaskuler
glukosa pelatihan pasien
(glagine, detemir,
degludec)
Premixed
SOAL NO 56
• Nn. Atlanteia, 22 tahun, datang ke dokter
dengan keluhan utama berupa menstruasi
tidak teratur. Pasien saat ini terlambat
menstruasi 2-3 bulan. Pasien juga
mengeluhkan keluar cairan seperti susu dari
puting. Pasien khawatir karena ingin menikah
dan memiliki anak. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 88x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Apakah kemungkinan
diagnosis pasien tersebut?
A.Addison
B.Cushing’s syndrome
C.Graves disease
D.PCOS
E.Prolaktinemia

• Jawaban: E. Prolaktinoma
Pasien didapatkan keluhan menstruasi yang irregular disertai galaktorea
menunjukkan bahwa kemungkinan diagnosis adalah prolaktinemia.
Prolaktinemia adalah meningkatnya kadar prolactin dalam darah sehingga
dapat menghambat sekresi GnRH yang menyebabkan gangguan pada
menstruasi serta dapat menyebabkan infertilitas karena rendahya kadar FSH
dan LH. Penyebab tersering hiperprolaktinemia adalah adanya adenoma pada
hipofisis atau disebut prolaktinoma.
• Pilihan A, akan ditemukan gejala lemas, hipotensi dan hiperpigmentasi
pada kulit.
• Pilihan B, akan ditemukan gejala berupa peningkatan BB, moon face, striae
abdomen, hipertensi dan buffalo hump.
• Pilihan C, akan ditemukan gejala hipertiroid berupa bedebar-debar, berat
badan turun dan eksoftalmus.
• Pilihan D, akan ditemukan gejala hiperglikemia, menstruasi tidak teratur
dan dapat mengalami infetilitas, hirsutisme dan jerawat.
56. Hyperprolactinemia

Etiologi
• Prolactinoma
 Most common cause of
hyperprolactinemia
 Most common type of pituitary
adenoma (up to 40%)
• Medications (e.g., psychiatric
medications, H2 blockers,
metoclopramide, verapamil, estrogen).
• Pregnancy
• Renal failure
• Suprasellar mass lesions (can
compress hypothalamus or pituitary
stalk)
• Hypothyroidism
• Idiopathic
Hyperprolactinemia
Manifestasi Klinis
• Pria
• Hypogonadism, penurunan
libido,infertilitas, impotensi
• Galaktorea or ginekomastia
(uncommon)
• Parasellar signs and symptoms (visual
field defects and headaches)

• Wanita
 Premenopausal: mens tidak teratur,
oligomenorrhea or amenorrhea,
anovulasi dan infertilitas, libido turun,
dyspareunia, vagina kering, risk of
osteoporosis, galaktorea
 Postmenopausal: parasellar signs and
symptoms (less common than in men)
Hyperprolactinemia
• Pemeriksaan
Peningkatan serum prolaktin
Test kehamilan dan kadar TSH
CT scan dan MRI  identifikasi massa

• Tatalaksana
Obati penyakit yg mendasari
Jika penyebab prolactinoma  berikan bromokriptin
Operasi
Hyperprolactinemia
SOAL NO 57
• Ny. Galaxaura, 55 tahun, datang ke RS dengan
keluhan benjolan di leher kanan sejak 10 tahun yang
lalu. Awalnya benjolan kecil sebesar telur puyuh,
namun lama-kelamaan benjolan membesar dengan
ukuran 10x6 cm. Benjolan tidak nyeri. Pasien
mengaku mengalami penurunan BB 12 kg. Pasien
juga mengeluh serak, sesak dan sulit menelan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A.Karsinoma tiroid
B.Tumor jinak tiroid
C.Penyakit graves
D.Penyakit autoimun tiroid
E. Tiroiditis

• Jawaban: A. Karsinoma tiroid


Adanya benjolan di leher yang semakin membesar, adanya penurunan berat
badan dan keluhan serak dan sulit menelan menunjukkan bahwa pasien
mengalami suatu keganasan di daerah leher yaitu karsinoma tiroid. Karsinoma
tiroid tipe papiler merupakan karsinoma tiroid yang sering terjadi.
• Pilihan B, tidak ditemukan adanya tanda-tanda gangguan sistemik seperti
penurunan BB, ataupun pembesaran massa yang menyebabkan suara
serak dan sulit menelan.
• Pilihan C, akan ditemukan gejala hipertiroid berupa berdebar-debar,
penurunan berat badan, tidak tahan panas dan eksoftalmus.
• Pilihan D, terdapat berbagai macam penyakit autoimun tiroid dapat
menyebabkan hipertiroid seperti graves disease atau menyebabkan
hipotiroid seperti hashimoto tiroiditis.
• Pilihan E, merupakan peradangan pada tiroid dan dapat berupa akut,
subakut atau kronis.
57. Karsinoma Tiroid
• Definisi
 Neolasma primer tiroid, 4 tipe utama papiller, follikuler, anaplastik, dan
medulla.
• Epidemiologi
 Female/male ratio is 3:1.
 Median age at diagnosis: 45 to 50 yr.
• Etiologi
 Risk factors: prior neck irradiation
 Multiple endocrine neoplasia II (medullary
 carcinoma)
 Inherited syndromes associated with thyroid cancer
 GLP-1 receptor agonists for the treatment of type 2 DM (e.g., exenatide,
albiglutide) can increase the risk of medullary thyroid carcinoma (MTC)
KARSINOMA TIROID
• Thyroid carcinoma is a primary neoplasm of
the thyroid.
• There are four major types of thyroid
carcinoma: papillary, follicular, anaplastic, and
medullary.
Karsinoma Tiroid
 Follicular carcinoma (10%)
• Tanda dan Gejala
• Lebih agresif dari papillary carcinoma
 Nodul tiroid • Insiden meningkat sesuai usia
 Suara serak dan limfadenopati • Cenderung bermetastasis secara
 Pembengkakan tanpa nyeri hematogen ke tulang  fraktur
patologis
pada regio tiroid
 Anaplastic carcinoma (1%)
• Sangat agresif
• Tipe karsinoma tiroid • Two major histologic types: small cell
(less aggressive, 5-yr survival
 Pappilary carcinoma (85%) approximately 20%) and giant cell
• Sering terjadi pd wanita dekade (death usually within 6 mo of
ke 2 atau 3 diagnosis)
• Histologi  Psamoma body  Medullary Thyroid carcinoma (4%)
• Menyebar secara limfatik dan
• Lesi unifokal : ditemukan sporadis pd
invasi lokal
lansia
• Lesi Bilateral : berhubungan dgn
feokromositoma dan hipertiroidisme
 MEN II  Autosomal dominan
Pemeriksaan Laboratorium
• Thyroid function studies are generally normal.
Thyroid-stimulating hormone (TSH), T4, and
serum thyroglobulin levels should be obtained
before thyroidectomy in patients with confirmed
thyroid carcinoma.
• Serum thyroglobulin levels can be useful
postoperatively to monitor recurrence of thyroid
carcinoma.
• Increased plasma calcitonin assay in patients with
medullary carcinoma (tumors produce
thyrocalcitonin).
Karsinoma Tiroid
SOAL NO 58
• Tn. Karmentis, berusia 50 tahun, datang ke rumah
sakit dengan keluhan lemas sejak 4 hari SMRS.
Pasien tampak tidak mau makan dan minum sejak
pasien kehilangan istri yang amat dicintainya 2
tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes
melitus. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan TD
90/65mmHg, HR 102x/menit, RR 24x/menit, suhu
37C. Terdapat nafas kusmaull. Dari pemeriksaan
laboratorium didapatkan GDS 543mg/dl.Terapi
cairan apakah yang akan diberikan kepada pasien
tersebut?
A.RL
B.NaCl 0,9%
C.Manitol
D.Albumin
E. Dekstrose

• Jawaban: B. NaCl 0,9%


Pasien mengalami DM dan saat ini lemas. Pada PF didapatkan
GDS 543 dengan pola pernapasan kussmaul menandakan pasien
mengalami asidosis metabolik yang disebabkan oleh KAD.
Berdasarkan Buku EIMED PAPDI penatalaksanaan rehidrasi pada
KAD adalah menggunakan cairan fisiologis NaCl 0,9%.
• Pilihan A, dapat diberikan pada pasien dengan syok
hipovolemik.
• Pilihan C, diberikan pada pasien dengan peningkatan tekanan
intracranial.
• Pilihan D, diberikan pada pasien hypoalbuminemia.
• Pilihan E, diberikan pada pasien dengan hipoglikemia.
58. DKA and HHS

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Plasma glucose >250 mg/dL Plasma glucose >600 mg/dL

Arterial pH <7.3 Arterial pH >7.3

Bicarbonate <15 mEq/L Bicarbonate >15 mEq/L

Moderate ketonuria or ketonemia Minimal ketonuria and ketonemia

Anion gap >12 mEq/L Serum osmolality >320 mosm/L

569
Characteristics of DKA and HHS

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Absolute (or near-absolute) insulin Severe relative insulin deficiency, resulting


deficiency, resulting in in
• Severe hyperglycemia • Profound hyperglycemia and
• Ketone body production hyperosmolality (from urinary free
• Systemic acidosis water losses)
• No significant ketone production or
acidosis
Develops over hours to 1-2 days Develops over days to weeks
Most common in type 1 diabetes, but Typically presents in type 2 or previously
increasingly seen in type 2 diabetes unrecognized diabetes
Higher mortality rate

570
Diabetic Hyperglycemic Crises

Diabetic Ketoacidosis Hyperglycemic Hyperosmolar State


(DKA) (HHS)

Younger, type 1 diabetes Older, type 2 diabetes

No hyperosmolality Hyperosmolality

Volume depletion Volume depletion

Electrolyte disturbances Electrolyte disturbances

Acidosis No acidosis

571
KETOASIDOSIS DIABETIK
• Pencetus KAD:
– Insulin tidak
adekuat
– Infeksi
– Infark

• Diagnosis KAD:
– Kadar glukosa 250
mg/dL
– pH <7,35
– HCO3 rendah
– Anion gap tinggi
– Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
ADA Diagnostic Criteria for
DKA and HHS
DKA
Parameter Mild Moderate Severe HHS
Plasma glucose, mg/dL >250 >250 >250 >600
Arterial pH 7.25-7.3 7.0-7.24 <7.0 >7.30
Serum bicarbonate, mmol/L 15-18 10 to <15 <10 >15
Serum ketones† Positive Positive Positive Small
Urine ketones† Positive Positive Positive Small
Effective serum osmolality,*
Variable Variable Variable >320
mOsm/kg
Alteration in sensoria or mental
Alert Alert/drowsy Stupor/coma Stupor/coma
obtundation
*Calculation: 2[measured Na+ (mEq/L)] + glucose (mg/dL)/18.
† Nitroprusside reaction method.

ADA. Diabetes Care. 2003;26:S109-S117.


573
Pemeriksaan Laboratorium
Serum electrolytes:
• Serum bicarbonate is usually <15 mEq/L.
• Serum potassium (K+) may be low, normal, or elevated. There is
always significant total body potassium depletion regardless of the
initial potassium level.
• Serum sodium is usually decreased as a result of hyperglycemia,
dehydration, and lipemia. Assume 1.6-mEq/L decrease in
extracellular sodium for each 100-mg/dl increase in glucose
concentration.
• Calculate the anion gap (AG): AG = Na+ − (Cl− + HCO3−)
• In DKA, the anion gap is increased (<12) because of high levels of
ketones.
• Mixed metabolic disturbances demonstrating anion gap metabolic
acidosis overlapping with metabolic alkalosis may be present; this is
common in patients with DKA with persistent vomiting.
Skema Penatalaksanaan
Ketoasidosis Diabetik Dan
Sindroma Hiperosmolar
Hiperglikemik (Perkeni
2015)
SOAL NO 59
• Ny. Hesperia, berusia 45 tahun mengeluhkan
sesak nafas yang semakin memberat sejak 3
hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat gagal
jantung sejak 2 tahun yang lalu dan tidak rutin
minum obat. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan ronki di basal kedua paru, TD
150/90 mmHg, Nadi 100x/menit, frekuensi
pernafasan 36x/menit, suhu 37. Mekanisme
yang mendasari keluhan pasien tersebut
adalah…
A.Penumpukan cairan eksudat di alveoli
B.Penumpukan cairan transudat di alveoli
C.Penurunan tekanan onkotik paru
D.Penumpukan cairan di cavum pleura
E. Penurunan tekanan hidrostatik vaskuler

• Jawaban: B. Penumpukan cairan transudate


di alveoli
Gejala sesak disertai ronchi di basal paru pada pasien dengan riwayat CHF
menunjukkan terjadinya penumpukan cairan di alveoli yang kemungkinan
merupakan suatu edema paru akut. Penumpukan ini terjadi karena
meningkatnya volume darah pada pembuluh darah di paru-paru akibat
peningkatan tekanan pada ventrikel kiri. Peningkatan volume ini akan
menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan transudate dari pembuluh darah
ke alveolus sehingga menggangu pertukaran udara yang menyebabkan
keluhan sesak pada pasien.
• Pilihan A, dapat terjadi pada komplikasi pneumonia.
• Pilihan C, dapat menyebabkan efusi pleura karena hipoalbumin.
• Pilihan D, terjadi pada efusi pleura.
• Pilihan E, dapat terjadi pada syok hipovolemik dan biasanya tidak
menyebabkan penumpukkan cairan pada ruang interstisial.
59. Acute Lung Edema
• Clinical manifestation of acute pulmonary
edema:
– Acute pulmonary edema usually presents with the
rapid onset of dyspnea at rest, tachypnea,
tachycardia, and severe hypoxemia.
– Crackles and wheezing due to alveolar flooding
and airway compression from peribronchial
cuffing may be audible.
– Release of endogenous catecholamines often
causes hypertension.
Edema Paru Akut
• Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh
dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa
dikeluarkan.
• Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung
maupun penyakit di luar jantung ( edema paru
kardiogenik dan non kardiogenik ).
• Edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan
tekanan hidrostatik
• Edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru yang
menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk
ke dalam interstisial paru dan alveolus
Etiologi
• Acute myocardial infarction.
• Exacerbation of chronic congestive heart failure due to arrhythmia,
myocardial ischemia, poor dietary or medical compliance, excessive
alcohol consumption, anemia, or inadequately treated hypertension.
• Valvular regurgitation (e.g., acute mitral regurgitation due to papillary
muscle rupture).
• Ventricular septal defect.
• Severe myocardial ischemia causes left ventricular diastolic dysfunction
prior to causing systolic dysfunction.
• Mitral stenosis, particularly with tachycardia.
• Bilateral renal artery stenosis.
• Postpartum cardiomyopathy.
• Other: cardiac tamponade, endocarditis, myocarditis, arrhythmias,
hypertensive crisis, endocrine abnormalities such as thyrotoxicosis.
Edema Paru Akut
• Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan
dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau
melalui saluran limfatik.
Klinis
• Sianosis sentral
• Sesak nafas dengan bunyi napas melalui mukus berbuih
• Ronkhi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi
hampir seluruh lapangan paru; kadang-kadang disertai
ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut asma kardial
• Takikardia dengan gallop S3
• Murmur bila ada kelainan katup
Pemeriksaan Radiologi
• Edema paru kardiogenik
– Pemeriksaan radiologi polos dada
• menunjukkan adanya kardiomegali,
• redistribusi pembuluh darah paru,
• infiltrat perihiler (seperti kupu — kupu), dan
• efusi pleura
• Pada edema paru non kardiogenik
– biasanya ditemukan infiltrat yang berdistribusi di
seluruh lapang paru, dengan tidak adanya
kardiomegali atau efusi pIeura.*
Batwing’s appearance Kerley B lines (panah putih) Peribronchial cuffing
SOAL NO 60
• Ny. Harmonia, berusia 56 tahun datang ke dokter
dengan keluhan merasa lemah dan sakit kepala
sejak 3 bulan terakhir. Pasien menyadari rahangnya
terasa semakin membesar dan bentuk jari-jari
tangannya berubah serta berat badannya
bertambah. Pasien juga mengatakan bahwa
sepatunya tidak muat lagi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 89x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan GDS 216 mg/dl. Apakah
diagnosis yang paling mungkin?
A.Gigantisme
B.Acromegaly
C.Sindrom cushing
D.Sindrom marfan
E. Ehler-danloss syndrome

• Jawaban: B. Acromegaly
Pasien didiagnosis acromegaly atas dasar adanya keluhan lemah dan sakit
kepala yang disertai dengan rahang dan jari-jari tangan yang membesar, berat
badan bertambah dan disertai dengan intoleransi glukosa atau DM.
• Pilihan A, akan ditemukan tinggi badan berlebih akibat produksi GH
berlebih dan terjadi pada anak dimana lempeng epifise belum menutup.
• Pilihan C, akan ditemukan adanya gambaran berat badan bertambah,
moon face, buffalo hump dan striae abdomen.
• Pilihan D, akan ditemukan pada pasien dengan mutase gen FBN1 yang
menyebabkan kelainan pada protein fibrilin yang bermanifestasi sebagai
pasien tinggi, ekstremitas panjang dan pectus carinatum.
• Pilihan E, merupakan kelainan pada kolagen dan akan ditemukan kulit
yang hiperelastis dan mudah memar.
60. Akromegali
Definisi
• Peningkatan Growth hormone
(GH) levels pada orang dewasa,
paling sering akibat benign
pituitary GI-l-secreting adenoma
• Anak-anak dengan peningkatan
GH  gigantisme.
Akromegali
Anamnesis dan PF
• Pembesaran kepala, tangan, and dan kaki serta
penebalan pd tulang-tulang wajah.
• Berkaitan dgn peningkatan kejadian:
– carpal tunnel syndrome,
– obstructive sleep apnea,
– type 2 DM,
– heart disease (diastolic dysfunction),
– hypertension, and
– arthritis.
• Bitemporal hemianopsia  compression of the optic
chiasm by a pituitary adenoma .
• Excess GH may also lead to glucose intolerance or
diabetes.
Akromegali
Komplikasi
• The mortality
rate of patients
with
acromegaly
appears to be
increased.
• Death is
primarily from
cardiovascular
disease.
SOAL NO 61
• Tn. Nemesis, berusia 43 tahun datang untuk
kontrol ke dokter. Pasien diketahui menderita
diabetes melitus dan mengkonsumsi obat
glibenklamid 1 kali sehari. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 88x/mnt, RR 22 x/mnt dan suhu
37C. Dokter memutuskan agar pasien
melanjutkan pengobatan dengan glibenklamid
saja. Apa edukasi yang dijelaskan pada pasien
terkait penggunaan obat tersebut?
A.Diminum sebelum makan
B.Diminum setelah makan
C.Dikonsumsi bersamaan dengan makanan
D.Diminum sebelum tidur
E. Diminum pagi hari

• Jawaban: A. Diminum sebelum makan


Pasien DM mengonsumsi glibenklamid sekali sehari. Obat
golongan sulfonylurea bekerja dengan cara meningkatkan sekresi
insulin dan diminum 15-30 menit sebelum makan.
• Pilihan B, obat berupa metformin tidak terkait dengan jadwal
makan dan dapat diminum setelah makan.
• Piilhan C, acarbose dikonsumsi pada saat makan suapan
pertama.
• Pilihan D, tidak ada OHO yang diminum sebelum tidur.
• Pilihan E, tidak ada OHO yang harus diminum pada pagi hari.
61. Obat Antihiperglikemia Oral
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Utama Penurunan
HbA1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 1,0-2,0%
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 0,5-1,5%
Metformin Menurunkan glukoneogenesis di Dispepsia, diare, 1,0-2,0%
hepar, menambah sensitivitas asidosis laktat
terhadap insulin
Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%
alfa-
glukosidase
Tiazolidindion Menambah sensitivitas terhadap Edema 0,5-1,4%
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi insulin, Sebah, muntah 0,5-0,8%
DPP-IV menghambat sekresi glukagon
Penghambat Menghambat penyerapan Dehidrasi, infeksi 0,8-1,0%
SGLT-2 kembali glukosa di tubuli distal saluran kemih
ginjal
Golongan Jenis Obat Dosis harian Lama kerja Waktu
(mg) (jam)
Sulfonilurea Glibenclamid 2,5-20 12-24 Sebelum makan
Glipizide 5-20 12-16
Gliclazide 40-320 10-20
Gliquidone 15-120 6-8
Glimepiride 1-8 24
Glinide Repaglinide 1-16 4
Nateglinide 180-360 4
Penghambat alfa- Acarbose 100-300 Bersama suapan
glukosidase pertama
Biguanide Metformin 500-3000 6-8 Bersama/sesudah
Metformin XR 500-2000 24 makan

Thiazolidindion Pioglitazone 15-45 24 Tidak bergantung


Penghambat DPP-IV Vildagliptin 50-200 12-24 jadwal makan

Sitagliptin 25-100 24
Saxagliptin 5 24
Linagliptin 5 24
Penghambat SGLT-2 Dapagliflozin 5-10 24
SOAL NO 62
• Tn. Odysseus, berusia 60 tahun, datang ke
rumah sakit dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 30 menit SMRS. Pasien
mengeluh nyeri kepala 2 jam sebelumnya,
tidak ada mual, muntah ataupun kelemahan
sebelah tubuh. Pada pemeriksana tanda-
tanda vital didapatkan tekanan darah
230/120 mmHg, frekuensi nadi 90x/mnt,
napas 22x/mnt, dan suhu normal. Tatalaksana
yang akan diberikan pada pasien ini adalah…
A.Nitroprusside
B.Nitrogliserin iv
C.Nimodipin
D.Labetalol
E. Esmolol

• Jawaban: D. Labetalol
Pada pasien ini didapatkan penurunan kesadaran dengan gejala nyeri kepala
sebelumnya. Tidak ada mual, muntah ataupun kelemahan sebelah tubuh.
Kemungkinan pasien mengalami hipertensi ensefalopati yang disebabkan oleh
hipertensi emergensi yang menyebabkan hiperperfusi pada cerebral blood flow yang
menghasilkan edema pada otak. Namun karena diagnosis hipertensi ensefalopati
merupakan diagnosis eksklusi dan pada soal diatas belum dapat disingkirkan
kemungkinan adanya peningkatan TIK, maka antihipertensi IV yang aman diberikan
pada hampir semua kasus hipertensi emergensi adalah labetalol.
• Pilihan A, Nitropruside tidak lagi menjadi obat pilihan pertama pada kebanyakan
kasus hipertensi emergensi terkait toksisitasnya pada perfusi otak dan miokard
serta efek samping berupa peningkatan tekanan intrakranial.
• Pilihan B, Nitrogliserin IV biasanya digunakan pada pasien hipertensi emergensi
yang disertai dengan sindrom koroner akut.
• Pilihan C, nimodipin tidak digunakan dalam tatalaksana HT emergensi.
• Pilihan E, esmolol karena bila dibandingkan dengan labetalol, esmolol memiliki
potensi yang lebih rendah dalam menurunkan tekanan darah.
62. Krisis Hipertensi
Definisi
• Krisis hipertensi:
– peningkatan TD secara cepat yang memerlukan penurunan
tekanan darah segera.
• Klasifikasi
– Hipertensi emergency:
• situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah (≥180/120)
yang segera karena adanya kerusakan organ target
– Hipertensi urgency:
• situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna (≥180/120) tanpa adanya kerusakan organ target atau
gejala yang berat
Tatalaksana Hipertensi emergency:
• Secara umum tidak bijaksana untuk menurunkan tekanan darah terlalu cepat
atau terlalu banyak karena bisa memicu iskemia organ karena pembuluh
darah yang telah terbiasa dengan tekanan darah yang lebih tinggi (sifat
autoregulasi).
• Untuk sebagian besar keadaan hipertensi emergensi, MAP harus dikurangi
secara bertahap:
– sekitar 10-20% pada jam pertama dan
– dilanjutkan 5-15% selama 23 jam berikutnya.
• Ini sering menghasilkan:
– target tekanan darah <180 / <120 mmHg untuk jam pertama dan
– <160 /<110 mmHg untuk 23 jam berikutnya (tetapi jarang <130 / <80 mmHg
selama jangka waktu tersebut).
• Setelah periode yang sesuai (seringkali 8 hingga 24 jam) dari kontrol tekanan
darah pada target di ICU, obat oral biasanya diberikan dan terapi intravena
awal dikurangi dan dihentikan.
Hipertensi emergency:
• Pengecualian dilakukan pada:
– Fase akut stroke iskemik
• Tekanan darah biasanya tidak diturunkan kecuali:
– ≥185/110 mmHg pada pasien kandidat untuk terapi reperfusi atau
– ≥220/120 mmHg pada pasien bukan kandidat untuk terapi reperfusi (trombolitik).
– Diseksi aorta akut
• Tekanan darah sistolik harus diturunkan dengan cepat ke target 100 hingga 120 mmHg
(dicapai dalam 20 menit)
• untuk mengurangi shear forces pada aorta.
– Perdarahan intraserebral
• Untuk pasien dengan ICH akut dengan TD sistolik 150-220 mmHg, target TD sistolik
adalah 140 mmHg
• Untuk pasien dengan ICH akut dengan TD sistolik > 220 mmHg, TD diturunkan secara
agresif dengan antihipertensi intravena dan pemantauan TD setiap lima menit
– TD sasaran yang optimal tidak pasti, tetapi 140-160 mmHg adalah target yang
masuk akal.
• Contoh obat yang digunakan pada kasus hipertensi emergensi bisa dilihat
pada tabel.
Drug Dose range Adverse effects¶ RoleΔ
Vasodilators
Fenoldopam Initially 0.1 mcg/kg per minute◊ Tachycardia, headache, nausea, Most hypertensive emergencies.
as IV infusion titrated to a flushing Use caution or avoid with glaucoma or
maximum of 1.6 mcg/kg per increased intracranial pressure.
minute
Hydralazine 10 to 20 mg IV Sudden precipitous drop in blood In general, hydralazine should be
pressure, tachycardia, flushing, avoided due to its prolonged and
10 to 20 mg IM (40 mg headache, vomiting, aggravation of unpredictable hypotensive effect.
maximum per labeling) angina Labetalol and nicardipine are generally
preferred choices for treatment of
eclampsia.
Nicardipine 5 to 15 mg/hour as IV infusion. Tachycardia, headache, dizziness, Most hypertensive emergencies,
Some patients may require up nausea, flushing, local phlebitis, edema including pregnancy induced.
to 30 mg/hour. Avoid use in acute heart failure.
Caution with coronary ischemia.

Nitroglycerin 5 to 100 mcg/minute as IV Hypoxemia, tachycardia (reflex Potential adjunct to other IV


(glyceryl infusion sympathetic activation), headache, antihypertensive therapy in patients
trinitrate) vomiting, flushing, with coronary ischemia (ACS) or acute
methemoglobinemia, tolerance with pulmonary edema.
prolonged use
Nitroprusside 0.25 to 10 mcg/kg per minute Elevated intracranial pressure, In general, nitroprusside should be
as IV infusion. decreased cerebral blood flow, reduced avoided due to its toxicity.
coronary blood flow in CAD, cyanide Nitroprusside should be avoided in
and thiocyanate toxicity, nausea, patients with AMI, CAD, CVA, elevated
vomiting, muscle spasm, flushing, intracranial pressure, renal impairment,
sweating or hepatic impairment.
Drug Dose range Adverse effects¶ RoleΔ
Adrenergic inhibitors
Esmolol 250 to 500 mcg/kg loading dose Nausea, flushing, bronchospasm, Perioperative hypertension.
over one minute; then initiate IV first-degree heart block, infusion-site Avoid use in acute
infusion at 25 to 50 mcg/kg per pain; half-life prolonged in setting of decompensated heart failure.
minute; titrate incrementally up to anemia
maximum of 300 mcg/kg per minute

Labetalol Initial bolus of 20 mg IV followed by Nausea/vomiting, paresthesias (eg, Most hypertensive emergencies
20 to 80 mg IV bolus every 10 scalp tingling), bronchospasm, including myocardial ischemia,
minutes (maximum 300 mg) dizziness, nausea, heart block hypertensive encephalopathy,
or pregnancy, and postoperative
0.5 to 2 mg/minute as IV loading hypertension.
infusion following an initial 20 mg IV Avoid use in acute
bolus (maximum 300 mg) decompensated heart failure.
Use cautiously in obstructive or
reactive airway.

Metoprolol Initially 1.25 to 5 mg IV followed by Refer to labetalol Myocardial ischemia,


2.5 to 15 mg IV every three to six perioperative hypertension.
hours Avoid use in acute
decompensated heart failure.
Tatalaksana Hipertensi urgency:
• Penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap
dalam hitungan jam hingga hari.
• Pada orang dewasa dengan hipertensi asimptomatik
berat, tujuan jangka pendek dari manajemen adalah
untuk mengurangi tekanan darah menjadi ≤160/≤100
mmHg.
• Pada hipertensi urgensi, prinsipnya, MAP tidak boleh
diturunkan lebih dari 25-30% selama beberapa jam
pertama.
• Pasien yang harus diturunkan dalam hitungan jam
adalah pasien dengan faktor risiko tinggi/iminen
mengalami kejadian kardiovaskular, misalnya pasien
dengan aneurisma aorta atau aneurisma intrakranial
– Obat yang dapat digunakan adalah Kaptopril 6,26-15,5 mg
PO, Klonidin 0.1 to 0.2 mg PO
Hipertensi urgency:
• Pasien di luar kriteria risiko tinggi/ iminen KV, tekanan darah hendaknya
diturunkan dalam periode hari.
• Dibedakan menjadi yang pernah/sedang konsumsi obat HT dan pasien
yang belum pernah minum obat HT (naive).
• Pada pasien yang baru-baru ini dalam pengobatan hipertensi, strategi yang
bisa digunakan bisa berupa:
– 1) pemberian kembali obat hipertensi pada pasien yang tidak patuh minum
obat (pasien yang menstop konsumsi obat),
– 2) meningkatkan dosis obat HT yang biasa diberikan/ menambah jenis obat,
– 3) memberikan diuretik dan membatasi konsumsi garam pada pasien yang HT
memburuk akibat konsumsi garam yang berlebih.
• Pada pasien yang belum pernah minum obat HT, bisa menggunakan
calcium channel blocker, beta blocker, angiotensin-converting enzyme
(ACE) inhibitor, atau angiotensin receptor blocker (ARB).
– Contohnya oral nifedipine 30 mg/hari (preparat long-acting), oral metoprolol
XL 50 mg/hari, atau ramipril 10 mg/hari).
SOAL NO 63
• Tn. Oedipus, berusia 55 tahun, datang dibawa
oleh keluarga ke IGD dengan keluhan
penurunan kesadaran saat sedang
berolahraga sekitar 30 menit smrs. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
90/60 mmHg, Nadi 160x/mnt, teraba cepat
dan tidak teratur, RR 23x/mnt dan suhu 37C.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran
sebagai berikut:
63. Gambar pada Soal

Didapatkan gambaran gelombang EKG yang tidak teratur.


Tidak terdapat gelombang P ataupun QRS yang jelas.

Tatalaksana yang akan akan


dilakukan dokter adalah...
A.RJP
B.Defibrilasi
C.Cardioversi Tersinkronasi
D.Adenosine
E. Amiodarone

• Jawaban: B. Defibrilasi
Pasien mengalami penurunan kesadaran disertai
takikardia. Dari gambaran EKG ditemukan gambaran VT
polimorfik atau torsades de pointes. Berdasarkan
algoritma ACLS makan penanganan yang tepat untuk VT
polimorfik yang tidak stabil adalah dengan defibrilasi.
• Pilihan A, dilakukan pada pasien henti jantung.
• Pilihan C, dilakukan pada pasien dengan takiaritmia
tidak stabil.
• Pilihan D, diberikan pada pasien dengan atrial flutter
atau SVT yang stabil.
• Pilihan E, diberikan pada pasien dengan VT
monomorfik yang stabil
63. TAKIKARDI
SOAL NO 64
• Tn. Protomeideia, berusia 40 tahun, datang ke Rumah sakit
dengan keluhan nyeri dada kiri yang hilang timbul sejak 3
bulan terakhir. Nyeri menjalar sampai lengan kiri terutama
saat bermain tenis dan hilang dengan istirahat. Terkadang
pasien juga meminum obat yang ditaruh dibawah lidah jika
terjadi nyeri dada. Saat ini pasien mengeluhkan pusing dan
pandangan double setelah minum obat kuat. Tidak ada obat
lain yang dikonsumsi oleh pasien. Pada pemeriksaan tanda
vital didapatkan TD 80/70 mmHg, HR 77x/mnt, RR 22x/mnt
dan suhu 37C. Apakah kemungkinan Interaksi obat yang
menyebabkan keluhan pada pasien tersebut?
A.Sildenafil + ISDN
B.Sildenafil + Furosemid
C.Sildenafil + Propanolol
D.Sildenafil + Bisoprolol
E. Sildenafil + Labetalol

• Jawaban: A. Sildenafil + ISDN


Pada pasien didapatkan nyeri khas angina disertai
hipotensi. Pada pasien angina, perlu ditanyakan riwayat
penggunaan sildenafil sebelumnya karena adanya
interaksi obat antara sildenafil dan ISDN yang dapat
menyebabkan hipotensi berat.
• Pilihan B, tidak ada interaksi.
• Pilihan C, D dan E, dapat menyebabkan hipotensi
berat namun jika dilihat dari soal pasien sepertinya
tidak ada riwayat minum obat golongan beta blocker.
64. Efek Samping ISDN
The most common side effect was headache.
Nervous system
– Frequency not reported: Headache, dizziness, syncope, lightheadedness
Cardiovascular
– Common (1% to 10%): Decrease in blood pressure and/or orthostatic
hypotension with reflex tachycardia and symptoms/signs of cerebral
ischemia (including drowsiness and dizziness and weakness) with first
time use and when the dose is increased
– Uncommon (0.1% to 1%): Marked decreases in blood pressure with an
aggravation of symptomatic angina pectoris, collapse associated with
bradycardia and cardiac rhythm disturbances
– Frequency not reported: Pallor, crescendo angina, rebound hypertension,
hypotension
Other
– Common (1% to 10%): Peripheral edema in patients treated for left
ventricular failure
Kontraindikasi Nitrat
The current 2014 ACC/AHA NSTEMI and 2013 ACC/AHA STEMI Guidelines as
well as the 1999 ACC/AHA Expert Consensus Document all support the
following to be contraindications to the use of any form of nitroglycerin
include:

• Hypotension (usually reported to be a systolic blood pressure < 90 mm


Hg) or a > 30 mm Hg drop from the patient's baseline
• Bradycardia (< 50 beats per min)
• Tachycardia
• Patients experiencing a right ventricular infarction
• Use of avanfil, sildenafil or vardenafil within 24 hours, or tadalafil within
48 hours, due to the risk of significant hypotension and/or cardiogenic
shock
• Note: Morphine can dilate the venous system and result in a reduction in
preload, which can worsen tachycardia (thereby increasing oxygen
demand) and patients with right sided MIs since they are preload
dependent. Giving nitrates to patients who have recently taken type 5
phosphodiesterase inhibitors (e.g., sildenafil), prevents the breakdown of
cGMP and cause more profound vasodilation.
Sildenafil dan ISDN
• Sildenafil + ISND  kontraindikasi karena efek
farmakodinamik  hipotensi berat
• The American College of Cardiology (ACC) and
American Heart Association (AHA)
– Nitrat tidak diberikan pd pasien yg konsumsi
sildenafil dlm 24 jam terakhir
• Nitrates should also be avoided after use of
other PDE5 inhibitors.
Sildenafil dan ISDN
SOAL NO 65
• Tn. Triptolemus, 55 tahun, datang ke IGD
rumah sakit dengan keluhan utama berupa
sesak nafas, dan nyeri dada sejak 1 tahun
terakhir. Sebelumnya pasien pernah konsul ke
dokter dan didiagnosis dengan stenosis
aorta. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
100/80 mmHg, HR 88x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C. Apa yang menjadi dasar penyebab
nyeri dada pada pasien tersebut?
A.Menyempitnya artery cononari
B.Bertambahnya keperluan energi untuk otot
jantung berkontraksi
C.Nekrosis otot jantung
D.Tersumbatnya arteri koroner jantung
E. Gangguan elektrolit

• Jawaban: B. Bertambahnya keperluan energy


untuk otot jantung berkontraksi
Pasien mengalami stenosis aorta dan mengalami nyeri dada. Pada stenosis
aorta terjadi hipertrofi ventrikel kiri yang disebabkan peningkatan afterload
karena adanya sumbatan pada katup aorta. LVH akan menyebabkan aliran
darah ke arteri koroner berkurang karena adanya kompresi ekstramural
(karena hipertrofi) serta penurunan dari diastolic perfusion time saat pasien
beraktivitas (karena takikardia).
• Pilihan A dan C, biasanya akan menyebabkan penyakit jantung coroner.
• Pilihan C, ditemukan pada penyakit jantung coroner seperti STEMI atau
NSTEMI.
• Pilihan E, dapat menyebabkan gangguan irama jantung namun pada
pasien ini tidak jelas apakah terdapat gangguan elektrolit.
65. Stenosis Aorta
• Gejala klasik stenosis aorta:
Angina
Effort syncope  Secara umum, sinkop terjadi
karena perfusi serebral yang inadekuat. Sinkop
sering terjadi saat exercise.
Gagal jantung kongestif
Stenosis Aorta - Angina
• Progressive LV hypertrophy  increased
myocardial oxygen needs
• Hypertrophy may compress the coronary
arteries
• Reduced diastolic filling  angina, even in
the absence of coronary artery disease
• 35% presentation
• 50% die in 5 years
Stenosis Aorta - Syncope
• A drop in systemic vascular resistance that
normally occurs with exertion  hypotension
and syncope- arrythmias, av block
• 15% presentation
• 50% die in 3 years
Stenosis Aorta - Heart Failure
• Changes in LV function may no longer be
adequate to overcome the outflow
obstruction.
• Hypertrophic remodeling leads to diastolic
dysfunction.
• Afterload excess results in decreased ejection
fraction – systolic dysfunction.
• 50% presentation
• 50% die in 2 years
SOAL NO 66
• Ny. Selene, berusia 42 tahun dibawa keluarganya ke UGD
RS dengan keluhan tiba-tiba pingsan sejak 6 jam yang lalu.
Pasien diketahui sebelumnya sering mengeluh berdebar-
debar, sesak napas saat beraktivitas, pusing, berkeringat
banyak dan cepat lelah. Pasien hobi minum kopi dan minum
alkohol sejak berusia 20 tahun. Riwayat penyakit lain tidak
ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran sopor,
tekanan darah 90/60 mmHg. Denyut nadi 140x/menit
(kuat, ireguler), frekuensi nafas 28x/menit, temperatur
37°C, akral dingin. Pada pemeriksaan EKG didapat
gambaran EKG: AF rapid response. Dokter yang memeriksa
melakukan tindakan stabilisasi hemodinamik ( ABC). Apakah
penanganan selanjutnya yang paling tepat pada pasien
diatas?
A.Digoksin IV
B.Beta bloker
C.Manuver vagal
D.Kardioversi elektrik tersinkronisasi
E. Injeksi adenosine 6 mg IV

• Jawaban: D. Kardioversi elektrik


tersinkronisasi
• Pasien AF dengan tanda-tanda tidak stabil (hipotensi, akral
dingin) maka tatalaksana yang tepat menurut ACLS adalah
dengan kardioversi lisitrik tersinkroniasasi. Kardioversi dapat
dimulai dari dosis 120 J ditingkatkan hingga 200J.
• Pilihan A dan B, diberikan pada pasien dengan atrial fibrilasi
yang stabil.
• Pilihan C, dapat dilakukan pada pasien dengan atrial flutter
atau SVT yang stabil.
• Pilihan E, dapat diberikan pada pasien dengan atrial flutter
atau SVT yang stabil jika tidak ada perbaikkan dengan vagal
maneuver.
66. ATRIAL FIBRILASI
Etiologi
• Fibrillation is presumed to be caused by multiple wandering wavelets,
usually originating from the pulmonary veins. Both reentrant and focal
mechanisms have been proposed.
• Vascular causes: hypertensive heart disease Valvular heart disease
• Pulmonary causes: pulmonary embolism, chronic obstructive pulmonary
disease, obstructive sleep apnea, carbon monoxide poisoning
• Structural cardiac disease: hypertrophic cardiomyopathy, congestive heart
failure, coronary artery disease, myocardial infarction, congenital heart
disease (especially those that lead to atrial enlargement such as atrial
septal defect)
• Pericarditis and myocarditis
• Arrhythmias: atrial tachycardias and atrial flutters have been associated
with atrial fibrillation, as has Wolff-Parkinson-White syndrome
• Endocrine: thyrotoxicosis, hyperthyroidism or subclinical
hyperthyroidism, pheochromocytoma, obesity
Atrial flutter

Atrial fibrilasi

Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular
Atrial Fibrilasi
• AF berpotensi berbahaya karena:
1. HR yang terlalu cepat menurunkan preload sehingga curah jantung
menurun,
2. Kontraksi atrium yang ireguler mengakibatkan stasis di atrium  trombus
 embolisasi.

• Klasifikasi AF:
– Paroksismal:
• Episode < 48 jam.
• Sekitar 50% kembali normal dalam 24 jam.
– Persisten:
• Episode 48 jam s.d. 7 hari
• Diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus
– Kronik/permanen
• Berlangsung lebih dari 7 hari
• Dengan kardioversi pun sulit kembali ke irama sinus.

The only ECG book you ever need.


Atrial Fibrilasi
• AF – Slow ventricular response
– Rate QRS < 60 bpm

• AF – Normal ventricular response


– Rate QRS 60 – 100 bpm

• AF – Rapid ventricular response


– Rate QRS > 100bpm
Pemeriksaan Fisik
• Clinical presentation is variable:
– Palpitations, dizziness, or lightheadedness
– Fatigue, weakness, or impaired exercise tolerance
– Angina
– Dyspnea
– Some patients are asymptomatic
– Cardiac auscultation revealing irregularly irregular rhythm
– Thromboembolic phenomenon such as stroke
– Pulsus defsit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang
teraba dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan
pada pasien FA.
Pulsus Defisit
• It is the difference between the heart rate and
the pulse rate, when counted simultaneously
for one full minute.

Interpretation :
– More than 10 beat per min : atrial Fibrillation
– Pulse deficit Less than 10: MAT /
TAKIKARDI
Atrial Fibrilasi
• Prinsip tatalaksana AF:
1. Pengontrolan laju irama jantung,
• Target 60-80 x/menit saat istirahat, 90-115 kali/menit saat
aktivitas.
2. Pengembalian ke irama sinus (kardioversi),
• Kardioversi farmakologis
– Pasien AF episode pertama tanpa gangguan hemodinamik bermakna
tidak perlu terapi spesifik.
– Pasien AF persisten rekuren dengan gejala mengganggu diberikan
antiaritmia.
• Electric cardioversion:
– Untuk pasien tidak stabil (penurunan kesadaran, hipotensi, nyeri dada,
sinkop), bifasik 120-200 J, monofasik 200 J.
3. Pencegahan tromboemboli
• Warfarin diberikan untuk pasien dengan risiko tinggi terjadi stroke (usia
>65, hipertensi, penyakit jantung reumatik, DM, CHF, riwayat stroke/TIA).
Target INR of 2.0 to 3.0

Pathophysiology of Heart Disease.


SOAL NO 67
• Tn. Psalakantha, berusia 40 tahun, datang ke
rumah sakit untuk kontrol kesehatan. Pasien
mengaku tidak ada keluhan saat ini. Pasien
memiliki riwayat hipertensi terkontrol. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
130/80 mmHg, HR 88x/menit, RR 20x/menit.
Pada pemeriksaan EKG ditemukan R' di V1
dan V2. Apakah kemungkinan diagnosis pada
pasien ini tersebut?
A.LBBB
B.RBBB
C.VT
D.SVT
E. AF

• Jawaban: B. RBBB
• Pada pasien ini didapatkan riwayat hipertensi yang terkontrol.
Pada EKG didapatkan gambaran R’ di V1 dan V2 yang sesuai
dengan gambaran Right Bundle Branch Block.
• Pilihan A, Pada LBBB akan ditemukan gambaran QS di V1 dan
RsR’ di V6.
• Pilihan C, akan ditemukan gambaran QRS lebar.
• Pilihan D, akan ditemukan gambaran QRS sempit yang regular
dimana sulit ditemukan adanya gambaran gelombang P.
• Pilihan E, akan ditemukan gambaran QRS sempit yang
irregular dan gel P yang sulit untuk diidentifikasi.
67. Right Bundle Branch Block
• RBBB
– adanya hambatan
konduksi pada Right
Bundle Branch 
depolarisasi ventrikel
tertunda hingga
ventrikel kiri telah
terdepolarisasi
sepenuhnya
Right Bundle Branch Block
Etiologi
• Normal variant in 0.2% of
adults.
• CAD  Acute anterior MI
(occlusion of proximal LAD)
• Pulmonary hypertension
(COPD)
• Acute pulmonary embolism
• Congenital heart disease e.g.
ASD, Ebstein’s anomaly
• Rate dependent RBBB
• Rare: Brugada syndrome
Right Bundle Branch Block
Kriteria Right Bundle Branch Block

• QRS duration ≥ 110ms


• rSR’ pattern or notched R wave in V1
• Wide and slurred S wave in I and V6
LBBB VS RBBB
Left Bundle Branch Block (LBBB) Right bundle branch block (RBBB)
indirect activation causes left ventricle contracts indirect activation causes right ventricle
later than the right ventricle. contracts later than the left ventricle

QS or rS complex in V1 - W-shaped Terminal R wave (rSR’) in V1 - M-shaped


RsR' wave in V6- M-shaped Slurred S wave in V6 - W-shaped

Mnemonic: WILLIAM Mnemonic: MARROW


DIFFERENCE BETWEEN RBBB AND LBBB
Therapy
• Digoxin is not a potent AV nodal blocking agent
and has a potential for toxicity and therefore
cannot be relied on for acute control of the
ventricular response, but it may be used in
conjunction with beta-blockers and calcium
channel blockers.
– However, it can be a useful adjunction to a beta-
blocker in the hypotensive or heart failure patient,
which is not infrequent.
– When used, give 0.5 mg IV loading dose (slow) and
then 0.25 mg IV 6 hr later.
SOAL NO 68
• Ny. Praxithea, berusia 65 tahun datang ke
rumah sakit untuk kontrol penyakit
hipertensinya. Pasien telah menggunakan
obat diuretik selama lebih dari 6 bulan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80
mmHg, HR 87x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu
37C. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan kalium 2,8 mEq/L (normal : 3,5-5
mEq/L). Apakah obat diuretik yang paling
mungkin digunakan oleh pasien tersebut?
A.Amiloride
B.Carbonic anhydrase
C.Furosemide
D.HCT
E. Triamteren

• Jawaban: D. HCT
Pasien didapatkan menggunakan obat diuretik selama 6 bulan. Diperkirakan
diagnosis pada pasien adalah hipertensi. Pada pasien hipertensi, obat yang
sering digunakan sebagai first line therapy adalah diuretic golongan thiazide.
Efek samping dari penggunaan thiazid adalah hipokalemia.
• Pilihan A dan E, Amiloride dan triamterene merupakan diuretic hemat
kalium sehingga jarang ditemukan efek samping hipokalemia.
• Pilihan B, Carbonic anhydrase merupakan golongan diuretic lemah yang
jarang digunakan dalam penyakit kardiovaskular. Biasanya obat ini
digunakan dalam tatalaksana glaukoma.
• Pilihan C, Furosemid merupakan obat golongan loop diuretik. Obat ini
jarang digunakan sebagai first line therapy hipertensi. Furosemid biasa
digunakan bila terdapat tanda-tanda kongesti seperti tungkai edema,
asites, atau edema paru. Pada soal diatas tidak dijelaskan apakah pasien
mengalami tanda-tanda kongesti atau tidak.
Loop diuretics
68. Diuretics Furosemide (Lasix)
Bumetandie (Bumex)
• Loops Torsemide (Demadex)
– Inhibit Na-K-Cl carrier Ethacrynic acid (Edecrin)
– Hypokalemia, hypomagnesemia, Thiazide diuretics
metabolic alkalosis Chlorthalidone (Hygroton)
• Thiazides Indapamide (Lozol)
– Inhibit Na-Cl carrier Hydrochlorothiazide
– Hypercalcemia, hypokalemia Metolazone (Zaroxolyn)
• Potassium-sparing K-sparing diuretics
– Inhibit sodium channel directly or Amiloride (Midamor)
decrease aldosterone activity Triamterene (Dyrenium)
– Hyperkalemia, gynecomastia Spironolactone (Aldactone)
Eplerenone (Inspra)
Diuretik
Diuretik
• Adverse effects of sulfonamide
type (CA inhibitor, thiazide, loop)
diuretics:
– hypokalemia is a consequence of
excessive K+ loss in the terminal
segments of the distal tubules
where increased amounts of Na+
are available for exchange with
K+
– hyperglycemia and glycosuria
– Hyperuricemia: increase in
serum urate levels may
precipitate gout in predisposed
patients.
– Sulfonamide diuretics compete
with urate for the tubular organic
anion secretory system.

Color atlas of pharmacology.


Katzung’s basic and clinical pharmacology
Hipertensi & Gout
• Among patients with hypertension, the
concurrent administration of an angiotensin
converting enzyme inhibitor or an angiotensin II
receptor blocker can minimize the diuretic-
induced rise in plasma urate concentration

• This has been thought to be mediated by reversal


of the stimulatory effect of angiotensin II on
proximal sodium and urate reabsorption.

Rose Burton D.Diuretic-induced hyperuricemia and gout. UptoDate 19.3.


SOAL NO 69
• Tn. Narcissus, berusia 59 tahun, datang ke
rumah sakit dengan keluhan diare disertai
darah sejak 3 bulan terakhir. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
baik dan tanda vital TD 120/80 mmHg, HR
88x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan barium enema didapatkan
gambaran seperti dibawah ini:

Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?


69. Gambar pada Soal

Collar button ulcer

Double tracking = is spreading


of these ulcer result in large
round or linear ulcers
paralleling the course of
longitudinal muscle (taenia
coli) these are longitudinal
ulcers in submucosa.
A. Irritable bowel syndrome
B. Chron disease
C. Ulcerative colitis
D.Diverticulitis
E. Ca colon

• Jawaban: C. Ulcerative colitis


Pasien mengalami diare berdarah. Pada pemeriksaan barium
enema didapatkan gambaran collar button ulcers dan double
tracking ulcers yang sesuai dengan gambaran colitis ulcerative.
• Pilihan A, biasanya ditandai dengan nyeri perut yang akan
membaik setelah BAB dan terkait dengan faktor risiko berupa
stress. Pada pemeriksaan barium enema biasanya akan diperoleh
hasil normal.
• Pilihan B, Pada chron disease gambaran radiologi yang akan
ditemukan antara lain adanya penyempitan lumen dari usus
akibat fibrosis dan cobblestone.
• Pilihan D, akan ditemukan gejala berupa nyeri perut dan
gambaran diverticula (tonjolan kecil) dari lumen usus.
• Pilihan E, pada Ca colon biasanya akan ditemukan gambaran
berupa filling defect atau apple’s core appearance.
69. IBD
• IBD: penyakit kronik karena aktiviasi
imun di mukosa saluran cerna.

• Kolitis ulseratif
– Gejala utama kolitis ulseratif adalah
diare dengan/tanpa darah.
– Gejala lainnya meliputi tenesmus,
urgency, nyeri rektal, pasase mukus
tanpa diare.
– Nyeri tekan biasanya terdapat di kiri
bawah.
– Lokasi lesi bervariasi dari
proctosigmoiditis, lef-sided disease
sampe proksimal kolon desenden,
hingga universal colitis.

• Crohn disease
– Lesi bisa di area saluran cerna manapun.
– Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di
kanan bawah, memberat setelah makan,
– Nyeri tekan, massa akibat inflamasi di
kanan bawah

Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.


IBD
IBD
IBD
• Diagnosis of ulcerative colitis is
based on clinical symptoms
confirmed by objective findings
from endo scopic & histological
examinations.

• Mayo endoscopic score for


ulcerative colitis
– 1=mild; erythema, decreased
vascular pattern, mild friability
– 2=moderate; marked erythema,
absent vascular pattern, friability,
erosions.
– Score 3=severe; spontaneous
bleeding, ulceration.
1. Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif

Button type = deep ulcer penetrating the


muscularis mucosae undermining the
submucosal fat Flask like ulcers with flat base
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif

Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of lumen
Collar button ulcers

Wide and deep Base


Narrow neck Intestinal
Lumen
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif

Double tracking = is spreading


of these ulcer result in large
round or linear ulcers
paralleling the course of
longitudinal muscle (taenia
coli) these are longitudinal
ulcers in submucosa.
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif

Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of lumen
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif

Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of lumen
Collar button ulcers
Pseudopolyps - 'island'
of preserved colonic
mucosa, surrounded by
'sea' of ulcerated
hemorrhagic mucosa
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif

Chronic stage
Loss of haustrations
Shortened and
narrowed colon – due to
spasm or fibrosis
(Lead-pipe colon)
2. Gambaran Radiologi Chron Disease

Aphthous ulcers – First


sign
Gambaran Radiologi Chron Disease

Aphthous ulcers – First


sign
Cobblestone
appearance - due to
deep fissuring ulcers
around inflamed
mucosa
Gambaran Radiologi Chron Disease
Aphthous ulcers – First
sign
Cobblestone
appearance
String sign – due to
spasm or fibrosis of
intestinal wall
Gambaran Radiologi Chron Disease

Aphthous ulcers – First


sign
Cobblestone
appearance
String sign
Fistulas, strictures,
abscesses

Ileo-Ileal Fistula
Kolitis ulseratif Crohn’s disease
Inflamasi Mukosa Transmural
Luas area Rectum  proksimal Mulut – anus
Continuous Skip lesion
50% proctosigmoiditis, 30%
left-sided colitis, 20%
pancolitis
Patologi Mukosa rapuh Mukosa tidak rapuh
Ulkus difus Ulkus aphthous
Pseudopolip Cobblestone, fisura
Barium enema Tepi kabur (granularitas Lesi tajam, cobblestone,
mukosa halus) ulkus dan fisura panjang,
Haustra kolon hilang “lead “string sign”
pipe”
Mikroskopik Inflamasi superfisial Inflamasi transmural
PMN Limfosit
Abses kripti Granuloma non-kaseosa
Fibrosis, ulkus, fisura
SOAL NO 70
• Tn. Memphis, berusia 37 tahun datang ke rumah sakit
dengan keluhan utama berupa susah menelan sejak
6 bulan smrs. Keluhan dirasakan pasien hilang timbul.
Pasien pada awalnya mampu menelan makanan padat
dan dibantu minuman dan makin lama keluhan
makin memberat sehingga pasien hanya mampu
memakan makanan cair. Pasien mengeluh sering
tersedak dan terbatuk saat menelan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C. Pemeriksaan
penunjang apa yang paling diperlukan untuk pasien
tersebut?
A.Laboratorium darah
B.Foto polos toraks
C.CT scan
D.EKG
E.Barium swallow

• Jawaban: E. Barium swallow


Pasien didapatkan kesulitan menelan yang progresif. Pasien juga
sering batuk dan tersedak. Dari anamnesis pasien kemungkinan
mengalami kelainan di esofagus salah satunya adalah akalasia.
Untuk menegakkan diagnosis maka pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan barium swallow (meal).
• Pilihan A, tidak diperlukan untuk penegakkan diagnosis
namun dapat dilakukan untuk melihat apakah ada komplikasi
berupa gangguan elektrolit.
• Pilihan B, dilakukan jika ada kecurigaan masalah pada
parenkim paru atau tulang.
• Pilihan C, dilakukan jika terjadi kecurigaan ke arah kelainan
vascular atau tumor paru.
• Pilihan D, dilakukan jika curiga pada masalah kardiovaskular.
70. Akalasia
• Akalasia ditandai dengan tidak adanya
peristaltis korpus esofagus bagian bawah dan
sfingter esofagus bagian bawah, sehingga saat
makanan masuk tidak dapat relaksasi secara
sempurna.
• Dari segi etiologi:
– Akalasia primer: penyebab jelas tidak diketahui
– Akalasia sekunder: infeksi, tumor intraluminer,
ataupun obat antikolinergik
Akalasia
• Manifestasi klinis
– Disfagia, baik makanan padat maupun cair (>90%
kasus), yang pada awal keluhan hilang timbul
– Regurgitasi (70% kasus)
– Penurunan berat badan
– Nyeri dada (30% kasus), biasa dirasakan saat
minum air dingin
– Batuk dan pneumonia aspirasi
Akalasia
• Diagnosis
– Gejala klinis
– Pemeriksaan penunjang
• Radiologis Barium swallow
(meal)
– dilatasi esofagus, sering
berkelok-kelok, memanjang
dengan ujung distal meruncing
berbentuk paruh burung
• Endoskopi saluran cerna atas
• manometri
Imaging
SOAL NO 71
• Tn Ouranos, 47 tahun, datang ke poliklinik rumah sakit
dengan keluhan benjolan disertai nyeri pada perut kanan
atas sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mengalami diare
disertai lendir tanpa darah sejak 4 minggu terakhir. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 120/80, HR 82, RR 20,
suhu 37,8 C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Hepar teraba
3 jari BAC, konsistensi kenyal, tepi tumpul dan nyeri tekan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar ALT 56 U/L
dan AST 51 U/L. Dokter telah mendiagnosis pasien dengan
abses hepar. Kapan pasien perlu dirujuk ke ahli bedah?
A. Jika abses < 5cm
B. Jika abses > 5 cm
C. Jika dengan pengobatan selama 7 hari keluhan
tidak membaik
D.Jika dengan pengobatan 5 hari pasien tidak sembuh
E. Adanya keluhan yang memburuk

• Jawaban: C. Jika dengan pengobatan selama 7 hari


keluhan tidak membaik
Pasien didapatkan benjolan pada perut kanan dan riwayat diare berlendir
sejak 3 minggu terakhir. Pada PF pasien demam, hepar teraba dan terdapat
nyeri tekan. Dari pemeriksaan lab didapatkan peningkatatan ringan SGOT dan
SGPT yang didiagnosis sebagai abses hepar. Pada abses hepar perlu dilakukan
tindakan aspirasi jika :
• Risiko tinggi ruptur yang ditandai dengan ukuran > 5cm
• Abses lobus kiri yang risiko rupture peritoneum dan penyebaran ke
perikardium
• Tidak ada perbaikkan gejala setelah diberikan obat selama 5-7 hari
observasi
• Sulit dibedakan dengan abses hepar pyogenic
• Indikasi drainase dengan operasi jika :
• Abses sulit diakses dengan jarum aspirasi
• Dengan pengobatan selama 5-7 hari keluhan tidak membaik
71. Abses Hepar
• Infeksi pada hati disebabkan bakteri, parasit, jamur
maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal.
– Abses hati amebik (AHA)  Entamoeba histolytica
– Abses hati piogenik (AHP)  80% kasus
• Enterobactericeae, streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteroides,
fusobacterium, staphylococcus aureus, cancida, aspergillus,
actinomyces, yersinia enterolitica, salmonella thypii, dll
– Jamur  e.c. Candida
• AHP dapat terjadi akibat komplikasi apendisitis, infeksi
intraabdominal, infeksi sistem biliaris
• Lobus kanan > lobus kiri
– lobus kanan menerima darah dari a. mesenterika superior dan
vena portal, sedangkan lobus kiri dari a. mesenterika inferior
dan aliran limfatik

Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati ptiogenik. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6, Jakarta: 2014.
A. ABSES HEPAR AMOEBA
• Riwayat disentri sebelumnya
• Demam
• Nyeri abdomen kanan atas,
dapat menjalar ke bahu atau
lengan kanan
• Mual muntah
• Hepatomegali
• Ludwig sign (+): menekan sela
iga ke-6 setentang linea axilaris
anterior, terdapat nyeri tekan
Abses Hepar
Manifestasi klinis
• Anamnesis
– nyeri perut kanan atas, jalan membungkuk ke depan, demam, malaise,
nyeri pada bahu kanan, batuk atau atelektasis, mual, muntah, nafsu makan
turun, penurunan BB, kelemahan badan, ikterus, BAB seperti kapur, BAK
gelap.
• PF
– febris, hepatomegali, nyeri tekan hepar, splenomegali, asites, ikterus, tanda
hipertensi portal
– Ludwig sign  menekan sela iga ke-6, linea axilaris anterior, apabila
terdapat nyeri tekan maka menguatkan dugaan abses hati.
• Penunjang
– leukositosis, shift to the left, anemia, LED meningkat, peningkatan alkali
fosfatase, peningkatan enzim transaminase, peningkatan serum bilirubin,
penurunan albumin dan PT
– Kultur hasil aspirasi standar emas untuk penegakan diagnosis miikrobiologi
– Foto thoraks (efusi pleura, diafragma kanan meninggi, empiema, abses
paru), foto abdomen (air fluid level), CT scan abdomen, MRI, USG abdomen
Abses Hati Amebik (AHA)
• Berikaitan dengan
daerah endemis
• Komplikasi Amebiasis
ekstraintestinal
tersering
• Trofozoit masuk vena
porta menuju hepar
• Karakteristik AHA: abses
berisi jaringan hepatik
lisis dalam berbagai
ukuran  abses coklat-
kemerahan  “Anchovy
Paste” Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Patofisiologi Abses Hepar Amoeba
Abses hepar
• USG Abdomen
– Liver abscesses are
typically poorly
demarcated with a variable
appearance, ranging from
predominantly hypoechoic
(still with some internal
echoes however) to
hyperechoic.
– Gas bubbles may also be
seen
– Colour Doppler will
demonstrate absence of
central perfusion.
• Liver cyst
– round or ovoid anechoic
lesion, but almost
asymptomatic
Abses Hati Amebik (AHA)
• Tanda&Gejala: • Pemeriksaan Penunjang:
– Leukositosis tanpa
– Nyeri Abdomen eosinofilia
kuadran kanan atas – Peningkatan alkalin
(Ludwig Sign) fosfatase, transaminase
– Demam – Proteinuria
– Elevasi hemidiafragma
– Anoreksia kanan pada CXR
– Ikterik – Pemeriksaan feses
– Hepatomegali – Aspirasi  tidak rutin pada
AHA karena sulit
– Batuk mendeteksi trofozoit,
kecuali tidak respon
– Riwayat diare terhadap obat empiris atau
sebelumnya abses risiko ruptur
Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.
Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica amebiasis. Uptodate: 2017.
Abses Hati Amebik (AHA)
• Radiologis:
– USG, CT, MRI  baku emas
– Abses sering di lobus kanan
daerah posterior
• Hasil radiologis sugestif abses
– konfirmasi dgn tes serologi
antibodi dan antigen
• Antibodi terdeteksi >7hari
• Pada daerah endemis, antibodi
antiamebik bisa saja positif
palsu akibat infeksi sebelumnya
• Tes Rekombinan Antigen
dikembangkan untuk mencegah
positif palsu

Sharma N, et al. Amoebic liver abscess. BMC: 2010.


Leder K, Weller P. Extraintestinal entamoeba histolytica amebiasis. Uptodate: 2017.
Tatalaksana Abses Hepar Amebik
• Medical management is the cornerstone of therapy in
amebic liver abscess.
• Aspiration of hepatic amebic abscesses is not required
unless there is no response to treatment or a pyogenic
cause is being considered.
• Antibiotic coverage for amebic liver abscesses includes:
• DOC (amebisidal jaringan):
• Metronidazole 3x500-750 mg selama 7-10 hari
• Alternatif: Kloroquin 600 mg (2 hari) dilanjutkan kloroquin 300 mg
(2-3 minggu)
• Luminal agent: after therapy with tissue agent treatment with
any luminal agent is required even if the stool is negative, such
as paromomycin (25-35 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis) for 10
days or diiodohydroxyquin for 20 days.
Indikasi Aspirasi dan Operasi Abses
Amebik
• Consider therapeutic aspiration of amebic liver abscess
in the following situations:
 high risk of abscess rupture, as defined by cavity size
greater than 5 cm;
 left lobe liver abscess, which is associated with higher
mortality and frequency of peritoneal leak or rupture into
the pericardium;
 failure to observe a clinical medical response to therapy
within 5-7 days; and
 cannot differentiate from a pyogenic liver abscess
• Consider open surgical drainage when the abscess is
inaccessible to needle drainage or a response to
therapy has not occurred in 5-7 days.
B. Abses Hati Piogenik (AHP)
• Patogenesis:
– Penyebaran hematogen (sirkulasi sistemik ataupun
portal)
– Langsung dari sumber infeksi di rongga peritoneum
• Penyebab Abses:
– Kelainan sistem hepatobiliar (obstruksi/infeksi) dan
tumor obstruktif
– Emboli septik  apendisitis, divertikulitis, IBD,
perforasi rongga visera
– Penetrasi trauma tusuk dan trauma tumpul

Haneghan HM, et al. Modern management of pyogenic hepatic abscess. BMC: 2011.
Abses Hati Piogenik (AHP)
• Tanda & Gejala:
– Jarang pada anak-anak dan – Urin Gelap
dewasa muda
– Berkaitan defisiensi imun – BAB pucat
atau trauma – Anoreksia
– Demam
– Mual-Muntah
– Hepatomegali + nyeri tekan
perut kanan atas (Ludwig – Penurunan BB
sign) dengan penjalaran ke
bahu – Tanda hipertensi portal
– Batuk karena iritasi
diafragma
– Ikterus
Malik AA, et al. Pyogenic liver abscess. W J Gastro. 2010.
Abses Hati Piogenik (AHP)
• Pemeriksaan: • Radiologi:
– Leukositosis (shift to the – Sensitif namun sulit
left) membedakan dengan
AHA
– Peningkatan LED, alkalin
– USG: Goldstandard
fosfatase, transaminase, Diagnostic Modality
bilirubin serum, dan waktu • Identifikasi ukuran abses
protrombin >2 cm
– Penurunan albumin serum • Massa hipoekoik dengan
batas ireguler, kavitas
• Mikrobiologi: debris atau septasi interna
– Kultur darah dan cairan – CT Scan: Ukuran abses
aspirasi abses kecil
Davis J, McDonald M. Pyogenic liver abscess. Uptodate Feb 2018.
Indikasi Operasi Abses Pyogenic
• Multiple abscesses
• Loculated abscesses
• Abscesses with viscous contents obstructing
the drainage catheter
• Underlying disease requiring primary surgical
management
• Inadequate response to percutaneous
drainage within seven days
Abses Hati Piogenik (AHP)
Tatalaksana:
• Teknik drainase tergantung
ukuran dan jumlah abses
– Abses tunggal diameter ≤5cm
 aspirasi jarum
– Abses tunggal diameter >5cm
 drainase kateter
perkutaneus
– Abses multipel, kandungan
abses berisiko menyumbat Penisilin
kateter, respon inadekuat DAN
teknik lain  indikasi Ampisilin atau Aminoglikosida
drainase pembedahan atau
• Antibiotik: Sefalosporin Generasi 3
• Empiris spektrum luas: 2-3 DAN
minggu dilanjutkan regimen Klindamisin atau Metronidazole
berbeda 2-4 minggu setelah
resolusi klinis, lab, dan radiologi Davis J, McDonald M. Pyogenic liver abscess. Uptodate Feb 2018.
SOAL NO 72
• Tn. Pareia, usia 50 tahun, datang ke rumah sakit
dengan keluhan batuk berdahak yang dialami sejak
2 bulan ini. Pasien juga mengeluh batuk disertai
keringat pada malam hari, dan penurunan BB tanpa
sebab. Pada pemeriksaan BTA didapatkan hasil
positif dan pasien didiagnosis dengan TB paru.
Pasien kemudian diberikan OAT kategori 1 oleh
dokter. Pada pemeriksaan BTA sebelum pemberian
terapi didapati +3/+3. Setelah dijalani pengobatan
selama 5 bulan hasil BTA +1/+1. Apakah tindakan
selanjutnya yang paling tepat?
A.Melanjutkan OAT KAT 1
B.Mengganti dengan OAT KAT 2
C.Menghentikan OAT dan cek BTA ulang
D.Menghentikan OAT dan kultur sputum
E. Cek ulang SPS

• Jawaban: B. Mengganti dengan OAT KAT 2


• Pasien didiagnosis dengan TB paru dan diberi OAT kategori 1.
Pada pemantauan pengobatan TB, jika ditemukan BTA pada
akhir bulan ke 5 masih positif maka pasien dianggap gagal
terapi. Pada TB paru kasus gagal terapi maka tatalaksana yang
tepat adalah dengan menghentikan OAT kemudian dilakukan
uji kultur dan resistensi. Akan tetapi selama menunggu hasil
uji kultur dan resistensi keluar atau pada fasilitas tersebut
tidak terdapat sarana untuk uji resistensi maka pasien dapat
diberikan OAT kategori 2 terlebih dahulu. Sehingga pilihan C
tidak dipilih. Jawaban yang tepat adalah B.
72. TUBERKULOSIS

Gejala respiratori: batuk ≥2 minggu, batuk darah,


Gejala Klinis sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik: demam,
malaise, keringat malam, turun berat badan

Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen posterior),


PF apeks lobus inferior: suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum

Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks & posterior


Roentgen lobus superior, segmen superior lobus inferior, Kavitas,
Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif: fibrotik,
kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.


Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5
(satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
TATALAKSANA
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 
– Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
– Pasien TB paru terdiagnosis klinis
– Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) 


– Pasien kambuh
– Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru.

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1
(2(HRZE)/4(HR))
Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


SOAL NO 73
• Tn. Phaeton, berusia 47 tahun datang ke Ruamh sakit dengan
keluhan sesak disertai dengan bunyi ngik sejak 1 hari yang
lalu. Sesak disertai dengan batuk dengan dahak sulit
dikeluarkan. Pasien juga mengeluh Pilek (+) sekret warna
hijau kekuningan. Pasien mempunyai riwayat gangguan
jantung dan nyeri dada. Ibu dan nenek pasien punya riwayat
asma dan keduanya telah meninggal. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 88x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Obat batuk apa yang tepat diberikan
kepada pasien?
• A. Kodein
• B. Noskapin
• C. Dekstrometorfan
• D. Difenhidramin
• E. Bromhexin

• Jawaban: E. Bromhexin
Pada pasien ini terdapat sesak dengan bunyi ngik. Adanya
riwayat asma di keluarga disertai dengan adanya dahak yang sulit
dikeluarkan menunjukkan pasien mengalami asma eksaserbasi
akut disertai ISPA. Pilihan obat batuk pada dahak produktif yang
sulit dikeluarkan adalah dengan golongan ekspektoran salah
satunya adalah bromhexin.
• Pilihan A,B, dan C, Kodein, noskapin serta dekstrometorfan
merupakan golongan obat batuk antitusif yang menekan
pusat batuk di otak. Obat-obatan ini digunakan pada jenis
batuk kering yang tidak produktif.
• Pilihan D, diberikan pada pasien yang mengalami reaksi alergi
dan menghilangkan kongesti pada hidung.
73. Batuk
• Definisi
 Merupakan mekanisme proteksi untuk membersihkan sekresi
dan benda asing pada tracheo-bronchial tree.

• Mekanisme
 Sebagai mekanisme defensif  punya afferent and efferent
pathways.
 The afferent limb includes receptors within the sensory
distribution of the trigeminal, glossopharyngeal, superior
laryngeal and vagus nerves.
 The efferent limb includes the recurrent laryngeal nerve and the
spinal nerves.
Mekanisme Batuk
 Deep inspiration glottic closure  relaxation of the
diaphragm  muscle contraction against a closed glottis 
markedly positive intrathoracic pressure narrowing of the
trachea  glottis opens at once  the large pressure
differential between the airways and the atmosphere coupled
with tracheal narrowing produces rapid flow rates through the
trachea COUGH

 The shearing forces that develop aid in the elimination of


mucus and foreign materials.
Etiologi Batuk
• Berdasarkan durasinya batuk terbagi :
Acute cough (<3 weeks): URTIs (especially the
common cold, acute bacterial sinusitis, and
pertussis), pneumonia, pulmonary embolus, and
congestive heart failure.
Sub-acute cough (3-8 weeks): post-infectious
Chronic cough (>8 weeks):
 In a smoker: chronic obstructive lung disease or bronchogenic
carcinoma.
 In a nonsmoker: postnasal drip (sometimes termed the upper
airway cough syndrome), asthma, and gastroesophageal reflux.
Tipe Batuk

• Non-productive (dry): No useful purpose,


increases discomfort to the patient  needs
suppression
• Productive (tenacious): Presence of excessive
sputum  suppression not desired  needs
coughing/clearing out of the sputum
Klasifikasi Obat Batuk
• Pharyngeal demulcents: Lozenges, cough drops, linctuses containing
syrup, Glycerine, Liquorice
• Expectorants:
1. Mucokinetics (Bronchial secretion enhancers): Sodium or potassium
citrate, Potassium iodide, Guaphenisin (Glyeryl guaiacolate), balsum
of Tolu, Vasaka, Ammonium chloride.
2. Mucolytics: Bromhexene, Ambroxol, Acetylcystein, Carbocystein
• Antitussives (Cough center supressants):
a) Opioids: Codein, Pholcodein
b) Non-opioids: Noscapine, Dextromethorphan, Chlophedianol
c) Antihistaminics:Chlorpheniramine, Diphenhydramine, Promethazine
• Adjuvant antitussives:
Bronchodilators: Salbutamol, Terbutaline
Expectorants
• Meningkatkan sekresi bronkus atau
mengurangi viskositasnya  mempermudah
pengeluaran dahak
Mucokinetics (Bronchial secretion enhancers) 
Sodium or potassium citrate, Potassium iodide,
Guaphenisin (Glyeryl guaiacolate), balsum of Tolu,
Vasaka, Ammonium chloride.
Mucolytic  Bromhexene, Ambroxol,
Acetylcystein, Carbocystein
Antitussives
(Cough Center Suppresant)
• Mekanisme
 Di CNS  meningkatkan ambang pusat batuk (and/or)
 Di perifer  mengurangi impuls batuk dari saluran pernapasan
• Gunakan hanya untuk batuk kering non produktif (or)
• Batuk sangat mengganggu, menganggu tidur (or)
• Terkait dgn penyakit lain (hernia,cardiac, ocular surgery)

Contoh
 Opioids: Codein, Pholcodein
 Non-opioids: Noscapine, Dextromethorphan, Chlophedianol
 Antihistaminics: Chlorpheniramine, Diphenhydramine, Promethazine
SOAL NO 74
• Tn. Triptolemus, berusia 22 tahun, datang ke IGD
rumah sakit dengan keluhan sesak nafas disertai
demam sejak 3 hari yang lalu. Pada awalnya pasien
batuk dengan dahak berwarna seperti karat. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg, nadi
116x/menit, napas 32x/menit, suhu 39,8C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan perkusi sonor,
auskultasi ronki kasar paru kanan, vocal fremitus
meningkat. Dari pemeriksaan foto thorak didapatkan
konsolidasi dan infiltrat pada paru kanan. Apakah
terapi yang akan diberikan pada pasien tersebut?
A.Kotrimoxazol oral 3x960mg/hari
B.Kloramfenikol IV 4x1gr
C.Cefadroxil oral 3x250mg
D.Ceftriakson IV 1x2gr
E. Metronidazol oral 3x500mg

• Jawaban: D. Ceftriaxon IV 1x2gr


• Pasien datang dengan keluhan sesak disertai demam dan batuk dengan warna
dahak seperti karat. Pada PF didapatkan takipenu dan febris serta ronki kasar pada
paru kanan disertai fokal fremitus yang meningkat. Pada foto thoraks didapatkan
adanya konsolidasi serta infiltrat pada paru kanan. Dari anamnesis dan
pemeriksaan pasien kemungkinan mengalami CAP yang disebabkan oleh infeksi
kuman Streptococcus pneumoniae. Berdasarkan skor CURB 65 pasien memiliki
skor 1 yang didapatkan dari frekuensi pernapasan ≥ 30x/menit dan pada skor PSI
juga didapatkan skor ≤ 51 yang didapatkan dari usia (skor 20) dan frekuensi
pernapasan ≥ 30x/menit (skor 20) sehinga pada pasien dapat dilakukan rawat
jalan. Pilihan antibotik pada CAP rawat jalan obat golongan beta lactam atau beta
lactam ditambah anti beta lactamase atau macrolide. Jika terdapat komorbiditas
seperti penyakit jantung, paru, ginjal, DM, alkoholisme, keganasan atau
penggunaan antibiotic dalam 3 bulan terakhir diberikan obat golongan
floroquinolon atau beta lactam ditambah dengan anti beta lactamase, atau beta
laktam seperti amoxixilin dosis tinggi, amoxicillin-klavulanat, ceftriaxone,
cefpodoxime atau cefuroxime yang dikombinasikan dengan makrolid. Pada pilihan
jawaban diatas tidak ada pilihan yang benar-benar tepat akan tetapi pilihan yang
paling mendekati adalah pemberian ceftriaxone IV 1x2 gr.
• Pilihan A, tidak tepat karena kotrimoksazol diberikan per 12 jam.
• Pilihan B, tidak digunakan dalam tatalaksana pneumonia.
• Pilihan C, tidak digunakan dalam tatalaksana pneumonia.
• Pilihan E, tidak termasuk dalam tatalaksana CAP.
74. Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
• Community acquired pneumonia:
– Pneumonia yang didapat di masyarakat

• Hospital acquired pneumonia (HAP)


– Pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua
infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.

• Ventilator associated pneumonia (VAP)


– Pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.

• Healthcare associated pneumonia (HCAP)


– In the most recent update, however, HCAP has been scrapped – at least for now. A meta-
analysis of 24 studies including more than 20,000 patients found that HCAP was associated
with MDROs [e.g. MRSA, pseudomonas], however, the aforementioned HCAP risk factors were
neither sensitive nor specific to identify at-risk patients.
– The poor clinical outcome noted with HCAP patients was felt to be related more strongly with
age and comorbidities rather than MDROs per se.
– The panel unanimously decided that HCAP should not be included in the HAP & VAP
guidelines.
– HCAP could be included in the upcoming community-acquired pneumonia (CAP) guidelines
because patients with HCAP, like those with CAP, frequently present from the community and
are initially cared for in emergency departments.

https://pulmccm.org/infectious-disease-sepsis-review/idsa-guidelines-2016-hap-vap-end-hcap-know-feel-fine/
Lobar Pneumonia
• Konsolidasi pada
seluruh lobus.
• 95% disebabkan
oleh Streptococcus
pneumonia.
• Terdapat 4 stadium.
Tatalaksana Pneumonia Severity Index (PSI)/ PORT
score
Pneumonia
• Indikasi rawat inap
pneumonia komuniti (PDPI):
– Skor PSI 70
– Skor PSI < 70 , tapi dijumpai
salah satu kriteria ini:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 <250 mmHg
• Foto toraks infiltrat
multilobus
• TD sistolik < 90 mmHg
• TD diastolik < 60 mmHg
– Pneumonia pada pengguna
NAPZA

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Management

American Thoracic Society Guidelines for CAP.


Pneumonia
Petunjuk terapi empiris menurut PDPI
• Rawat jalan
– Sebelumnya sehat atau tanpa riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
• β laktam atau β laktam + anti β laktamase
• Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
– Dengan komorbid atau riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
• Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
• β laktam + anti β laktamase
• β laktam ditambah makrolid

• Rawat inap non-ICU


– Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
– β laktam ditambah makrolid

• ICU, tanpa faktor risiko infeksi pseudomonas: β laktam ditambah


makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi IV
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Faktor Komorbid Pneumonia
Faktor modifikasi pada terapi pneumonia:
• Pneumokokus resisten terhadap penisilin
– Umur lebih dari 65 tahun
– Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
– Pecandu alkohol
– Penyakit gangguan kekebalan
– Penyakit penyerta yang multipel
• Bakteri enterik Gram negatif
– Penghuni rumah jompo
– Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
– Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
– Riwayat pengobatan antibiotik
• Pseudomonas aeruginosa
– Bronkiektasis
– Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
– Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
– Gizi kurang
Pasien Keterangan
Rawat Jalan Pasien yg sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya :
• Golongan β laktam atau β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
• Makrolid baru (Klaritromisin, azitromisin)
Pasien dgn komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.
• Florokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg, moksifloksasin)
ATAU
• Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
• β laktam ditambah makrolid

Rawat Inap non ICU Floroquinolon respirasi : levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
ATAU
β laktam ditambah makrolid
Ruang Rawat Intensif Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
• β laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin sulbaktam) ditambah makrolid baru atau
floroquinolon respirasi IV
Pertimbangan Khusus Bila ada faktor risiko pseudomonas:
• Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam (piperacilin-tazobaktam, sefepime,
imipenem atau meropenem) ditambah levofloksasin 750 mg
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan azitromisin
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan antipneumokokal
fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β laktam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
• Tambahkan vankomisin atau linezolid
SOAL NO 75
• Tn. Tanagra, 25 tahun, datang ke UGD rumah sakit
dengan keluhan lemas sejak 1 minggu smrs. Pasien
memiliki riwayat serupa 4 tahun yang lalu dan
dirawat hingga 5 hari. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan KU lemah, composmentis, TD 110/80
mmHg, N 82x/m, RR 18x/m, T 36,5C, gerak
ekstremitas menurun, kekuatan ekstremitas superior
3, inferior 2, refleks fisiologis (+) menurun, refleks
patologis (-). Pada pemeriksaan laboratoirum
didapatkan GDS 118 mg/dl, Na 136 mEq/L, K 2
mEq/L, Cl 108 mEq/L. Tatalaksana yang tepat pada
pasien ini adalah...
A.Insulin + glukosa iv
B.Larutan KCl dalam NS 0,9% IV
C.NaCl 3% iv
D.Kalsium klorida
E. Kalsium glukonas

• Jawaban: B. Larutan KCl dalam NS 0,9% IV


• Pasien didapatkan lemas. Pada PF kekuatan motorik menurun.
Pada pemeriksaan lab didapatkan kadar kalium yang lebih
rendah dari normal. Berdasarakan anamnesis dan PF, pesien
kemungkinan mengalami hipokalemia. Tatalaksana yang tepat
pada keadaan hipokalemia adalah pemberian larutan KCL.
• Pilihan A, dapat diberikan pada pasien dengan hiperkalemia.
• Pilihan C, dapat diberikan pada pasien dengan hyponatremia.
• Pilihan D dan E, dapat diberikan pada pasien dengan
hipokalsemia dan hiperkalemia.
75. Etiologi Hipokalemia
Inadequate potassium intake
Inadequate potassium intake may result from any of the following:
– Eating disorders : Anorexia, bulimia, starvation, pica, and alcoholism
– Dental problems: Impaired ability to chew or swallow
– Poverty
– Hospitalization: Potassium-poor TPN

Increased potassium excretion


Increased excretion of potassium, especially coupled with poor intake,
is the most common cause of hypokalemia. Increased potassium
excretion may result from any of the following:
– Mineralocorticoid excess (endogenous or exogenous)
– Hyperreninism from renal artery stenosis
– Osmotic diuresis: Mannitol and hyperglycemia can cause osmotic
diuresis
– Increased gastrointestinal losses : vomiting, diarrhea
– Drugs
– Genetic disorders
Hipokalemia

Symptoms:
• Muscle
weakness
• Ileus
• Respiratory
failure
• Arythmia
(prolonged
QT interval)
• ECG: U wave
• Glucose
intolerance
SOAL NO 76
• Ny. Tisiphone, berusia 26 tahun datang ke tempat
praktek dokter karena khawatir akan tulangnya
keropos. Pasien diketahui mempunyai penyakit SLE
dan telah mengkonsumsi prednison selama 1 tahun
terakhir. Pasien mengatakan telah mengkonsumsi
obat kalsium. Pasien juga enggan minum susu juga
karena takut kegemukan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 77x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Apakah terapi tambahan
yang diberikan kepada pasien tersebut?
A.Alendronat
B.Risedronate
C.Vitamin D
D.Nasal spray calcium
E. Celecoxib

• Jawaban: C. Vitamin D
Pasien didapatkan mengalami SLE dan rutin konsumsi prednisone selama
setahun. Pada pasien SLE yang mengonsumsi glukokortikoid jangka panjang
(>3 bulan) terdapat peningkatan risiko terjadinya osteoporosis. Untuk
mencegah (preventif) terjadinya osteoporosis dapat ditambahkan
suplementasi kalsium dan vitamin D.
• Pilihan A dan B, Alendronat dan risedronat adalah obat golongan
bifosfonat. Obat ini dapat digunakan sebagai perevensi ataupun
tatalaksana osteoporosis. Bifosfonat tidak disarankan penggunaanya pada
wanita usia produktif karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
tulang pada janin. Jika memang harus diberikan bifosfonat pada wanita
premenopause maka penggunaanya diutamakan jika terdapat riwayat
fraktur patologis dan densitas mineral tulang yang rendah.
• Pilihan D, tidak ada kalsium nasal spray.
• Pilihan E, diberikan sebagai anti nyeri.
76. SLE - Osteoporosis
• Pasien lupus yang mendapat kortikosteroid,
diperlukan penilaian risiko osteoporosis.
• Pemberian kalsium
– bila memakai kortikosteroid dalam dosis lebih dari 7,5
mg/hari dan diberikan dalam jangka panjang (lebih
dari 3 bulan).
• Suplemen vitamin D, Latihan pembebanan
yang ditoleransi, Obat-obatan seperti calcitonin
bila terdapat gangguan ginjal, bisfosfonat
(kecuali terdapat kontraindikasi) atau
rekombinan PTH perlu diberikan
Pencegahan Osteoporosis pd SLE
• Minimalisir penggunaan glukokortikoid
• Pasien yg menggunakan glukokortikoid ≥ 3 bulan  berikan
suplementasi kalsium dan vitamin D.
• 1200–1500 mg/day of calcium and 1000–2000 IU of
vitaminD.
• These patients should also be screened for vitamin D
deficiency and assessed for fall risk and for a history of
fragility fractures.
• Particularly in older individuals, it is recommended to obtain a
baseline height measurement and to assess for vertebral
fracture in the setting of significant height loss.
• All patients with SLE on chronic glucocorticoids should also be
counselled to engage in weight-bearing physical activities.
SLE - Osteoporosis
Tatalaksana Osteoporosis pd SLE
• Tergantung pada
– status menopause
– usia
– jenis kelamin
• Pada wanita premenopause dan laki-laki dibawah 50 tahun:
– bifosfonat digunakan jika terdapat riwayat faktur patologis dgn
densitas mineral tulang yg sangat rendah dan kebutuhan
penggunaan glukokortikoid kronis, atau dgn densitas tulang yg sangat
rendah dgn kebutuhan untuk long-term heparin therapy.
• Bisphosphonates hendaknya dihindari pada wanita usia
produktif
– menyebabkan anomali pd perkembangan tulang janin.
• Bifosfonat hendaknya tdk digunakan sebagai terapi jangka
panjang.
• Bifosfonat direkomendasikan penggunaanya pd wanita
postmenopause yg menggunakan glukokortikoid > 7,5mg/day.
SOAL NO 77
• Tn. Callisto, berusia 40 tahun datang ke rumah sakit
dengan keluhan utama berupa nyeri saat BAK. Nyeri
sudah dirasakan sejak 2 hari terakhir. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pinggang. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 130/80 mmHg, HR
98x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan radiologi tidak didapatkan gambaran
opasifikasi. Dokter menduga batu tersebut tidak
dapat divisualisasi dengan foto rontgen biasa.
Apakah obat dibawah ini yang dapat mencegah
pembesaran batu tersebut?
A.Tiazid
B.Probenezid
C.Allopurinol
D.Penisilamin
E. Kolkisin

• Jawaban: C. Allopurinol
• Pasien datang dengan keluhan nyeri pada saat BAK dan pinggang. Pada
pemeriksaan radiologi didapatkan batu radiolusen. Dari anamnesis dan PF
kemungkinan diagnosis pasien adalah batu asam urat. Batu asam urat
merupakan batu radiolusen yang sering terjadi. Salah satu tatalaksana
untuk mencegah pembesaran batu adalah dengan menurunkan kadar
pembentukan asam urat yaitu dengan pemberian allopurinol.
• Pilihan A, bermanfaat dalam menurunkan pembentukkan batu kalsium.
• Pilihan B, meningkatkan eksresi asam urat di urin sehingga dapat
memperbesar batu asam urat.
• Pilihan D, diberikan pada pasien dengan keracunan timbal.
• Pilihan E, merupakan terapi pilihan pada pasien dengan serangan gout
akut.
77. Batu Asam Urat
• Account for 7% of stones
• A persistently acidic urine pH (<5.5)
promotes uric acid stone formation.
• These are associated with
hyperuricemia, secondary to gout or to
chemotherapeutic treatment of
leukemias and lymphomas with high
cell destruction.
• The release of purines from dying cells
leads to hyperuricemia.
• Stones are radiolucent (cannot be seen
on an abdominal radiograph) require
CT, ultrasound, or IVP for detection
Faktor Risiko
• Low fluid intake—most common and preventable risk
factor.
• Family history.
• Conditions known to precipitate stone formation (e.g.,
gout, Crohn’s disease,hyperparathyroidism, type 1 RTA).
• Medications (e.g., loop diuretics, acetazolamide,
antacids, chemotherapeutic drugs that cause cell
breakdown [uric acid stones]).
• Male gender (three times more likely to have
urolithiasis).
• UTIs (especially with urease-producing bacteria).
• Dietary factors—low calcium and high oxalate intake.
Manifestasi Klinis
• Renal colic—refers to the pain associated with passing a
kidney stone into the ureter, with ureteral obstruction and
spasm
• Description of pain—begins suddenly and soon may
become severe (patient cannot sit still—usually writhes in
excruciating pain). Pain may occur in waves or paroxysms.
• Location of pain—begins in the flank and radiates anteriorly
toward the groin (i.e., follows path of the stone)
• Nausea and vomiting are common.
• Hematuria (in over 90% of the cases)
• UTI
Classification of stones
X-ray characteristics

Radiopaque Poor radiopaque Radiolucent


Calcium oxalate Magnesium ammonium
Uric acid
dehydrate phosphate
Calcium oxalate
Apatite Ammonium urate
monohydrate

Calcium phosphates Cystine Xanthine

2,8-
dihydroxyadenine

'Drug-stones'
Batu Asam Urat
Tatalaksana batu asam urat
• Uric acid calculi:
– Principal concept is to increase urinary pH with
potassium citrate (10-mEq tablets).
– Taking the drug once nightly is sufficient to prevent
– dosing two or three times daily alkalinizes the urine
throughout the day and can dissolve stones.
• Serum urate-lowering therapy with allopurinol
or febuxostat is reserved for patients who have
difficulty alkalinizing their urine and those with
gout.
SOAL NO 78
• Tn. Hyperion, berusia 22 tahun, dibawa ke IGD oleh
keluarganya dengan keluhan tidak sadar sejak 1 jam
smrs. Pasien diketahui sebelumnya sedang
melangsungkan pesta miras oplosan dengan bahan
dasar umbi umbian dengan teman-temannya.
dengan tidak sadar diantar keluarganya setelah
minum oplosan bahan dasar umbi umbian. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 150/80
mmHg, HR 110x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 37C.
Apakah kemungkinan intoksikasi yang dialami oleh
pasien tersebut?
A.H2S
B.CO
C.CO2
D.Sianida
E. H2CO3

• Jawaban: D. Sianida
• Pasien didapatkan tidak sadar dan adanya riwayat
minum oplosan dengan bahan dasar umbi-umbian
mengarahkan kemungkinan diagnosis adalah
intoksikasi sianida.
• Pilihan A, biasanya terjadi pada pasien yang terpapar
zat kimia pada industri pengolahan kulit.
• Pilihan B, biasanya terjadi pada kebocoran gas mobil.
• Pilihan C, biasanya terjadi pada pasien yang terjebak
pada ruangan yang terbakar atau sumur tua.
• Pilihan E, peningkatan kadar bikarbonat dapat terjadi
pada intoksikasi salisilat.
78. Intoksikasi Sianida
• Source:
– the vasodilator drug nitroprusside, natural sources are
found incassava.
• Mechanism of toxicity:
– Cyanide binds to cellular cytochrome oxidase blocking the
aerobic utilization of oxygen  metabolic acidosis.
• Symptoms
– headache, nausea, dyspnea, & confusion.
– Syncope, seizures, coma, agonal respirations, &
cardiovascular collapse ensue rapidly after heavy
exposure.

Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control
System third edition
Intoksikasi Sianida
Treatment:
A. Emergency and supportive measures. Treat all cyanide
exposures as potentially lethal.
1. Maintain an open airway and assist ventilation if necessary.
2. Treat coma, hypotension, & seizures if they occur.
3. Start an IV line and monitor the patient’s vital signs and ECG
B. Specific drugs and antidotes
1. The cyanide antidote package consists of amyl & sodium nitrites,
which produce cyanide-scavenging methemoglobinemia, & sodium
thiosulfate, which accelerates the conversion of cyanide to thiocyanate.
C. Prehospital.
– Immediately administer activated charcoal if available. Do not induce
vomiting unless victim is more than 20 minutes from a medical
facility and charcoal is not available.
Antidotum Sianida
• For patients in locations where hydroxocobalamin is available, it is the
preferred treatment and we recommend:
– Sodium thiosulfate 25 percent, 1.65 mL/kg IV (maximum dose 12.5 g) AND
– Hydroxocobalamin 70 mg/kg IV (5 g is the standard adult dose)

• For patients without contraindication to nitrites, in locations


where hydroxocobalamin is not available, we recommend the Cyanide
Antidote Kit, if available, which consists of the following three medications:
– Amyl nitrite inhaled by the patient (held under the patient's nose or via the
endotracheal tube) for 30 seconds of each minute, for three minutes
– Sodium nitrite 10 mg/kg IV AND
– Sodium thiosulfate (25 percent) 1.65 mL/kg IV (maximum dose 12.5 g)
– Some kits do not contain amyl nitrite. In such cases, give sodium
nitrite and sodium thiosulfate in the same doses.

• For patients with contraindications to nitrites or with smoke inhalation


(pending test results for carboxyhemoglobin), in locations
where hydroxocobalamin is not available, we recommend:
– Sodium thiosulfate (25 percent) 1.65 mL/kg IV (maximum dose 12.5 g) only
SOAL NO 79
• Tn. Heracles, usia 43 tahun, datang ke rumah sakit
dengan keluhan utama berupa peningkatan berat
badan dan tidak kuat terhadap cuaca dingin. Pasien
didiagnosis mengalami tiroiditis hashimoto dan
diberikan obat berupa levotiroksin. Pasien juga
didiagnosis TB paru oleh dokter. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR
22x/mnt dan suhu 37C. Pasien kemudian diberikan
obat OAT berupa rifampicin. Apakah efek
Rifampicin terhadap pengobatan kelainan tiroid
pasien?
A.Meningkatkan ekskresi obat tiroid
B.Menghambat absorpsi obat tiroid
C.Meningkatkan absorpsi obat tiroid
D.Menghambat metabolisme obat tiroid
E.Meningkatkan metabolisme obat tiroid

• Jawaban: E. Meningkatkan metabolisme obat


tiroid
Pasien didapatkan berat badan meningkat dan
tidak kuat terhadap cuaca dingin. Dari gejala
tersebut pasien kemungkinan mengalami
hipotiroid. Pengobatan hipotiroid salah satunya
adalah pemberian levotiroksin. Rifampisin
merupakan inducer dari sitokrom 450 di hepar
sehingga akan meningkatkan metabolisme
berbagai macam obat salah satunya adalah
levotiroksin.
79. Hipotiroid

• Deficiency of
thyroid hormone.
• Autoimmune
thyroid disease
(Hashimoto
disease) is the
most common
cause of
hypothyroidism.
Hipotiroid
• Treatment of choice:
levothyroxine (synthetic levothyroxine, LT4)
Dose of Levothyroxine depends on the degree of
Hypothyroidism, Age & General health condition
of the patient.
Usually daily replacement dose is 1.6µgm/Kg body
weight.
 Start with Low Dose.
Patients under age 60, without cardiac disease can
be started on 50 – 100 μg/day. Dose adjusted
according to TSH levels. 767
Factors That May Reduce
Levothyroxine Effectiveness
• Malabsorption Syndromes
 Postjejunoileal bypass
surgery
 Short bowel syndrome
• Drugs That Increase Clearance
 Rifampin
 Carbamazepine
 Phenytoin
• Factors That Reduced T4 to T3 conversion
 Amiodarone
 Selenium deficiency
768
Rifampin
• Rifampin strongly induces most cytochrome
P450 isoforms (CYP1A2, 2C9, 2C19, 2D6, and
3A4), which increases the elimination of
numerous other drugs including methadone,
anticoagulants, cyclosporine, some
anticonvulsants, protease inhibitors, some
nonnucleoside reverse transcriptase
inhibitors, contraceptives, and a host of
others.
SOAL NO 80
• Ny. Cressida, berusia 48 tahun, datang ke kontrol ke
dokter. Pasien sudah menderita DM tipe 2 sejak 2
tahun yang lalu. Pasien mengkonsumsi obat
metformin 2x1 dan berobat teratur. Pada 2 hari
yang lalu GDS pasien 240 mg/dl. Pasien mengaku 1
minggu yang lalu telah mengkonsumsi obat
prednison, natrium diklofenak, asam mefenamat
dan antihistamin untuk nyeri pinggangnya. Obat
apa yang dapat menyebabkan meningkatnya kadar
glikemik pada pasien ini?
• Asam mefenamat
• Antihistamin
• Prednison
• Natrium diklofenac
• Asam mefenamat dan natrium diklofenac

• Jawaban: C. Prednison
• Dari obat-obatan yang dikonsumsi pasien diatas,
yang memiliki efek samping meningkatkan kadar gula
darah adalah obat golongan glukokortikoid yaitu
prednison. Prednison akan meningkatkan
gluconeogenesis di hati sehingga akan meningkatkan
kadar glukosa darah.
• Pilihan A,D dan E, akan memberikan efek samping
berupa ulkus peptikum.
• Pilihan B, dapat memberikan efek samping berupa
pusing atau mengantuk.
80. Steroids
• Stimulate hepatic glucose production and inhibit
peripheral glucose uptake
• Dexamethasone: Half life 48 hrs
• Prednisone:
 Effect usually seen post meals
 Peak effect on glycemia 2 PM to 8 PM
Impact of Medications
on Blood Glucose Levels
• Medications used for the treatment of
co-morbid conditions can cause hyperglycemia
 Corticosteroids (i.e., Solumedrol, Solucortef, Prednisone,
Decadron) can increase glucose production by the liver and
increase insulin resistance
 Reduction or discontinuation of the steroid can cause
hypoglycemia
Pengaruh Glukortikoid di Jaringan
Perifer

Anda mungkin juga menyukai