KEDOKTERAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
DAN ILMU KESEHATAN STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
UNIVERSITAS ABDURRAB Untuk Mahasiswa
I. IDENTITAS
Nama : Ny.S
Usia : 38 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SLTA
Pendidikan : SLTA
II. ANAMNESIS
menerus sejak 2 hari yang lalu dengan disertai nyeri perut bawah,pernah abortus 2
3. Riwayat pernikahan
4. Riwayat Menstruasi
5. Riwayat Fertilitas
1. Status Generalis
bersih,
kelenjar tiroid.
2. Status Obstetri
g. Auskultasi :
Periksa I
Umur kehamilan ( minggu ) VI minggu
TFU Tidak ada data
Presentasi Tidak ada data
Letak anak dan turunnya bagian bawah Tidak ada data
Punggung Tidak ada data
DJJ Tidak ada data
Edema Tidak ada data
Tekanan darah (mm Hg) 80/60
Berat badan (kg) 75
1. Laboratorium
a. Darah
Hb :11,6g/dl
AL :tidak ada data
Hmt :33,9%
LED :tidak ada data
AT :tidak ada data
Masa pendarahan :3 menit
Masa pembekuan :7 menit
HJL :tidak ada data
Eosinofil :tidak ada data
Segmen :tidak ada data
Limfosit :tidak ada data
Monosit :tidak ada data
b.
Malaria
U :tidak ada data
Golongan
r darah :B
i
n
pH :6,7
Albumin :tidak ada data
Gula :negative
Urobilin :negative
Keton :negative
Darah samar :tidak ada data
Epitel :4-6/Lpk
Leukosit :3-5/Lpb
Eritrosit :40-47/Lpb
Protein : tidak ada data
USG :
1 kali
VII. TERAPI
- Kuretase
- Citosol 2x1
- Natabion 1x1
1. Anamnesis
a. Pada RPD tidak diketahui data pasien apakah pernah mengalami infeksi seperti
toxoplasmosis untuk melihat faktor risiko dari abortus inkomplet.
b. Pada RPS tidak diketahui berapa banyak perdarahan pada pasien, padahal ini
penting untuk mendukung diagnosis.
c. Pada riwata infertilitas juga tidak didapatkan data penggunaan kontrasepsi padahal
ini acuan untuk menentukan faktor risiko yang berperan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pada pemeriksaan dalam vagina, tidak ditemukan data atau mungkin tidak
dilakukan sehingga tidak terdapat adanya sisa jaringan hasil konsepsi, dan tidak
terdapat bukti serviks terbuka.
b. Pada status obstetrik, juga tidak didapatkan data tentang inspeksi dan palpasi.
Seharusnya hal tersebut dilakukan dan akan didapatkan hasil pada palpasi uterus
normal.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pada USG, tidak didapatkan data berupa hasil USG. Seharusnya didapatkan hasil
berupa kantong gestasi tidak utuh, terdapat sisa hasil konsepsi, endometrium tipis
dan ireguler.
b. Pada PP juga seharusnya lebih ditekankan pada pemeriksaan β Hcg.
4. Terapi
a. Seharusnya diberikan terapi ergometrin i.v sebagai uterotonika atau suatu obat
yang meningkatkan kontraksi uterus, agar sisa-sisa jaringan dapat keluar dan
bersih tanpa meninggalkan sisa.
b. Pada data tidak dicantumkan penanganan untuk mengatasi syok hipovolumik
apabila perdarahan banyak keluar, jenis cairan yang dipakai adalah Ringer Laktat
atau NaCl.
TINJUAN PUSTAKA
1. Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan (Prawihardjo, 2014). Sedangkan abortus
inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteri
tsedangkan sebagian masih tersisa didalamnya (medscape).
2. Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit sendiri belum diketahui secara pasti akan
tetapi penting diketahui bahwa sekitar 60% dari wanita hamil yang mengalami
abortus inkomplit memerlukan perawatan di rumah sakit akibat perdarahan
yang banyak keluar (POGI,2005).
Anomaly kromosom menyebabkan separuh dari abortus pada
trisemester pertama, kemudian menurun 20-30% pada trisemester kedua dan
5-10% pada trisemester ketiga. Risiko abortus semakin meningkat dengan
bertambahnya paritas dan semakin lanjutnya usia ibu dan ayah.
3. Etiopatogenesis
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak
selalu terlihat jelas.penyebab abortus bervariasi dan umunya lebih dari satu
penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai berikut (POGI,2014;
Prawihardjo, 2014) :
1. Penyebab genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip
embrio. Paling sedikit 50 % abortus pada trisemester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Proses pastinya belum diketahui,
kemungkinan adanya gangguan gen tunggal (mendelian) atau mutasi
pada beberapa lokus yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan
kariotip.
2. Penyebab anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi
obstetric, seperti abortus berulang dan prematuritas. Pada perempuan
yang mengalami abortus inkomplit maka akan terdapat 27% kelainan
berupa anomali uterus.
3. Penyebab autoimun
Terdapat hubungan nyata antara abortus berulang dan penyakit
autoimun,misalnya Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan
Antiphospolipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibody spesifik
yang didapati pada perempuan SLE. Kejadian abortus pada SLE sekiat
10 % dibanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang
terjadinya pengakhiran kehamilan trisemester 2 dan 3, maka
diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir dengan
terhentinya kehamilan.
4. Penyebab infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus diduga sejak
tahun 1917 ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan
kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar
brucellosis. Beberapa mikroba yang berperan adalah : Listeria
Monositogenes, Clamidia Trachomatis, Citomegalivirus, Rubella,
Toksoplasma Gondii, dan lain lain.
5. Faktor lingkungan
Diperkirakan 1-10 % malformasi janin akibat paparan obat, bahan
kimia atau radiasi dan umunya berakhir abortus. Sigaret rokok
diketahui mengandung ratusan unsure toksik seperti nikotin yang
mempunyai efek vasoaktif sehingga membuat sirkulasi uteroplasenta.
Karbon Monoksia juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin
serta memacu neurotoksin.
6. Faktor hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini tergantung pada koordinasi
yang baik sistem pengaturan hormone maternal. Oleh karena itu, perlu
perhatian langsung terhadap sistem hormone secara keseluruhan, fase
luteal, dan gambaran hormone setelah kontrasepsi terutama kadar
progesterone.
7. Faktor hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombin pada pembuluh darah plasenta. Berbagai
komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada
implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi.
4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya abortus semua sama, hanya hasil konsepsinya
saja yang membedakan seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
5. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan abortus inkomplit didapatkan
hasil berupa : kanalis servikalis terbuka, teraba, jaringan dapat teraba dalam
kavum uteri/ menonjol dari OUE, perdarahan bisa banyak sekali, tak akan
berhenti sebelum sisa konsepsi dikeluarkan yang akan nantinya terjai syok
hemoragik ataupun keadaan anemia (Cunningham,2005).
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang sebenarnya tidak terlalu menjadi poin
diagnosis abortus inkomplit. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu
dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak
masa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan (Prawihardjo, 2014).
8. Penatalaksanaan
Pertama kali yang harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan pasien
abortus inkomplit adalah memperbaiki keadaan umum dengan memberi cairan
Ringer Laktat atau NaCl, apabila darah terlalu banyak keluar maka berikan
tranfusi darah untuk mengatasi syok hemoragik dan keadaan anemianya.
Selanjutnya segera bersihkan sisa jaringan yang masih ada di cavum uteri dengan
tindakan kuretase dilanjutkan pemberian ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol
400 mg per oral. Berikan antibiotic untuk mencegah infeksinya yaitu ampisilin
500 mg per oral atau doksisiklin 100 mg dan apabila sudah terkena infeksi berikan
ampisilin 1 gr dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam (Prawihardjo, 2014).
9. Prognosis
Prognosis pasien sangat bervariasi tergantung kondisi pasien. Prognosis
keberhasilan tergantung dari etiologi abortus spontan sebelumnya (medscape).
DAFTAR PUSTAKA