BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1.
Latar Belakang................................................................................................1
1.2.
Tujuan..............................................................................................................2
1.3.
Manfaat............................................................................................................2
Definisi.............................................................................................................3
2.2.
Faktor Resiko..................................................................................................3
2.2.1.
Umur.........................................................................................................3
2.2.2.
Genetik......................................................................................................3
2.2.3.
Lingkungan...............................................................................................3
2.2.4.
2.2.5.
2.3.
Patogenesis.....................................................................................................4
2.3.1.
Fisiologi Tulang.........................................................................................4
2.3.2.
Osteoporosis Primer.................................................................................6
2.3.3.
Osteoporosis Sekunder............................................................................7
2.4.
Diagnosis Osteoporosis..................................................................................7
2.4.1.
Anamnesis................................................................................................7
2.4.2.
Pemeriksaan Fisik....................................................................................7
2.4.3.
Pemeriksaan Penunjang..........................................................................8
2.5.
Terapi.............................................................................................................12
2.5.1.
2.5.2.
2.5.3.
Terapi Farmakologis...............................................................................13
Kesimpulan....................................................................................................17
3.2.
Saran.............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
BAB III
Tujuan
Untuk dapat mengetahui dan memahami definisi, faktor resiko, patogenesis,
BAB IV
Manfaat
Diharapkan dengan adanya responsi kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca khususnya dokter muda agar dapat menangani kasus oteoporosis sebagai dokter
umum di kemudian hari.
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
BAB VI
Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh adanya
compromised bone strength sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (National
Institute of Health,2001).
BAB VII
Faktor Resiko
Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Terdapat beberapa
Umur
Semakin meningkatnya umur akan semakin meningkatkan angka terjadinya
fraktur osteoporotik. Hal ini ditandai salah satunya dengan meningkatnya angka kejadian
fraktur pergelangan tangan secara bermakna setelah umur 50-an, fraktur vertebra juga
meningkat setelah umur 60-an. Pada perempuan resiko fraktur dua kali lipat dibandingkan
oleh laki-laki sehingga prevalensi fraktur osteoporotik pada perempuan menjadi lebih tinggi
dibanding laki-laki.
BAB IX
Genetik
Perbedaan genetik dan ras juga berhubungan dengan risiko osteoporosis.
Etnis kaukasus/oriental memiliki resiko lebih besar dalam mengalami fraktur osteoporotik
dibandingkan dengan etnis orang hitam/polinesia. Sedangkan untuk jenis kelamin, wanita
memiliki prevalensi mengalami fraktur osteoporotik dibandingkan dengan laki-laki . Selain
itu, seseorang dengan riwayat keluarga yang pernah mengalami fraktur osteoporotik akan
lebih beresiko mengalami hal yang serupa karena berhubungan dengan tingkat kesamaan
genetik dalam satu keluarga.
BAB X Lingkungan
Faktor lingkungan berhubungan dengan terjadinya osteoporosis terutama
yang menyangkut pola makan, adanya defisiensi konsumsi kalsium harian, pola aktivitas
fisik dan pembebanan mekanik dalam kehidupan sehari-hari, serta penggunaan beberapa
obat-obatan tertentu yang memiliki pengaruh terhadap metabolism tulang seperti
3
sehingga dapat mencegah adanya penurunan densitas massa tulang yang akan
meningkatkan resiko terjadinya fraktur tulang. Hormon estrogen dan hormon androgen
memiliki peran penting dalam menjaga homeostasis tulang melalui mekanisme homeostasis
kalsium dengan meregulasi absorpsi kalsium di usus dan eksresi kalsium di ginjal serta
mengatur sekresi hormone paratiroid.
Selain itu beberapa penyakit kronis seperti sirosis juga berhubungan dengan
densitas tulang yang rendah. Selain itu adanya gastrektomi, tirotoksikosis, hiperkortisolisme
akan mempengaruhi turunnya metabolisme kalsium yang akan menganggu keseimbangan
homeostasis pada tulang.
BAB XII
dan geometri tulang, mikroarsitektur tulang dan komposisi tulang akan berpengaruh pada
mekanisme remodeling tulang sehingga berperan dalam mempertahankan densitas massa
tulang untuk terhindar dari resiko terjadinya fraktur tulang. (Setyohadi, 2014)
BAB XIII
Patogenesis
BAB XIV
Fisiologi Tulang
Jaringan tulang terdiri dari komponen sel dan matriks. sel tulang terdiri dari
osteoblas, osteosit dan osteoclast sebagai remodelling cells. Dan untuk Matriks tulang terdiri
dari serat kolagen dan protein non-kolagen yang disebut osteoid. (Clarke, 2008)
Osteoblas adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses formasi
tulang, yaitu berfungsi dalam sintesis matriks tulang yang disebut osteoid, yaitu komponen
protein dari jaringan tulang. Selain itu osteoblas juga berperan memulai proses resorpsi
tulang dengan cara membersihkan permukaan osteoid yang akan diresorpsi melalui
berbagai proteinase netral. Terdapat berbagai reseptor mediator metabolisme di permukaan
osteoblas, sehingga osteoblas merupakan sel yang sangat penting dalam bone turnover.
(PEROSI, 2010)
Osteosit merupakan sel tulang yang terbenam di dalam matriks tulang. Sel ini
berasal dari osteoblas, terletak di dalam rongga yang disebut lakuna dan memiliki juluran
sitoplasma (prosesus) yang menghubungkan antara satu osteosit dengan osteosit lainnya
(terletak di kanilikuli) disebut dengan bone lining cells di permukaan tulang membentuk
sistem lakunokanilikular (LCS), fungsi osteosit belum sepenuhnya diketahui, namun diduga
berperan pada transmisi signal dan stimuli dari satu sel ke sel lainnya. Baik osteoblas
maupun osteosit berasa dari sel mesenkimal yang terdapat di dalam sumsul tulang,
periosteum, dan endothel pembulur darah. Sekali osteoblas mensintesis osteosit maka
osteoblas akan langsung berubah menhadi osteosit dan terbenam di dalam osteosit yang
disintesisnya. (PEROSI, 2010)
Osteoklas adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorpsi
tulang. Pada tulang trabekular, osteoklas akan membentuk cekungan pada permukaan
tulang yang aktif yang disebut dengan lakuna Howship. Sedangkan pada tulang kortikal,
osteoklas akan membentuk kerucut sebagai hasil resoropsinya yang disebut dengan cutting
cone, dan osteoklas berapa di apex kerucut terssebut. Osteoklas merupakan Giant cell
yang berasal dari sel hematopoetik mononuklear. (PEROSI, 2010)
Gambar 2.1
formation. Pembentukan
tulang terutama terjadi pada masa pertumbuhan. Pembentukan dan penyerapan tulang
5
berada dalam keseimbangan pada individu berusia sekitar 30 - 40 tahun. Keseimbangan ini
mulai terganggu dan lebih berat ke arah penyerapan tulang ketika wanita mencapai
menopause dan pria mencapai usia 60 tahun. (Shane, 2003)
BAB XV
Osteoporosis Primer
BAB XVI
Osteoporosis tipe I
Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade
awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius
distal meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena
memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen.
Petanda resorpsi tulang dan formasi tulang, keduanya meningkat menunjukkan adanya
peningkatan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin
oleh bone marrow yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian
penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin
tersebut sehingga aktifitas osteoklas meningkat. Selain peningkatan aktifitas osteoklas,
menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium
di ginjal. (Keith R., 2007)
BAB XVII
Osteoporosis Tipe II
sinar
matahari
yang
rendah.
Akibat
defisiensi
kalsium,
akan
timbul
BAB XVIII
Osteoporosis Sekunder
Orang dewasa muda dan orang bahkan lebih tua yang menderita osteoporosis sering
merupakan produk dari kondisi lain atau obat yang digunakan. Bahkan ada berbagai macam
penyakit bersama dengan obat-obatan tertentu dan agen beracun yang dapat menyebabkan
atau memberikan kontribusi terhadap perkembangan osteoporosis.8 Individu yang
mengalami osteoporosis dikarenakan beberapa keadaan ini dikatakan mengalami
osteoporosis sekunder. Individu dengan osteoporosis sekunder biasanya mengalami
kehilangan tulang lebih dari individu normal dengan usia, jenis kelamin, dan ras yang sama.
Penyebab sekunder pada umumnya merupakan penyebab dari osteoporosis pada
perempuan premenopause dan laki-laki. Pada kenyataannya, dengan beberapa perkiraan
mayoritas laki-laki dengan osteoporosis menunjukkan osteoporosis sekunder. Selain itu,
hingga sepertiga dari wanita premenopause dengan osteoporosis juga memiliki kondisi lain
yang dapat menyebabkan kerapuhan pada tulang. (Saag K., 2003)
BAB XIX
Diagnosis Osteoporosis
BAB XX
Anamnesis
Anamnesis terhadap penegakkan diagnosa osteoporosis berhubungan dengan
evaluasi keluhan utama penderita osteoporosis, meliputi apakah terdapat fraktur pada
trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, rendahnya
paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D yang tidak mencukupi,
minimnya latihan fisik weight bearing dalam meningkatkan kekuatan otot maupun tulang.
Riwayat pengobatan yang diminum jangka panjang seperti steroid, obat-obatan tiroid,
antikonvulsan, heparin, antasida dengan kandungan alumunium, sodium dan bifosfonat
serta obat kontrasepsi hormonal. Riwayat sosial meliputi kebiasaan merokok, minum
alkohol, kebiasaan makan tinggi kolesterol. Riwayat penyakit dahulu seperti penyakit ginjal,
gangguan pencernaan yaitu sindrom malasorbsi, penyakit hati, endokrin dan sirosis bilier
primer, insufisiensi pankreas, keganasan hematologik dan penyakit saraf. Riwayat keluarga
berhubungan dengan kelainan metabolik tulang herediter (Setyohadi, 2014).
BAB XXI
Pemeriksaan Fisik
Beberapa hal yang harus dinilai dalam pemeriksaan fisik penderita osteoporosis
adalah tinggi badan, berat badan, gaya jalan, deformitas tulang, leg-length inequality, spinal
dan jaringan parut. Pemeriksaan fisik pada osteoporosis juga membantu menegakkan
diagnosa dan membedakan dengan kelainan tulang lainnya. Misalnya, pada pemeriksaan
7
mata, jarang didapatkan adanya anemis atau ikterik pada pasien osteoporosis pengecualian
pada kondisi malnutrisi maupun terdapat komorbiditas lain pada pasien. Sklera mata yang
biru biasanya dapat ditemukan pada osteogenesis imperfecta. Pada penderita osteoporosis
dapat ditemukan adanya kifosis dorsal / gibbus dan penurunan tinggi badan.
BAB XXII
Pemeriksaan Penunjang
BAB XXIII
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan
radiologis
diperlukan
untuk
membedakan
osteoporosis
dan
menyingkirkan diagnosa kelainan tulang lain karena pemeriksaan radiologis ini memiliki
gambaran yang khas pada penderita osteoporosis. Gambaran yang dapat diberikan dapat
berupa adanya penipisan kortek dengan daerah trabekuler yang lebih lusen. Tulang vertebra
akan memberikan gambaran frame-picture vertebrae. Pemeriksaan foto x ray pada
penderita osteoporosis biasanya di sasarkan pada foto area vertebrae brakialis dan lumbalis
AP juga lateral untuk mencari adanya fraktur akibat osteoporosis (Setyohadi, 2014).
BAB XXV
Densitometri
dual-energy x-ray absorptiometry (DXA) lumbal dan proksimal femur serta quantitative
computed tomo-graphy (QCT) (Hologic-Osteoporosis Australia, 2014).
Rheumatoid arthritis
g. Hiperparatiroid primer
h. Hipertiroid
i.
j.
HIV
m. Pengobatan SSRI
n. DM tipe 1 atau 2
o. Multipel Myeloma
p. Transplan organ atau sumsum tulang
2. Suspek fraktur vertebra
3. Pasien dengan fraktur minimal akibat trauma
4. Pasien usia lebih dari 70 tahun
Pada pemeriksaan densitometri, hasil pemeriksaan akan dibandingkan dengan
kepadatan mineral tulang ideal atau puncak pada orang dewasa yang sehat di usia 30 tahun
menghasilkan nilai T-score. Skor 0 menunjukkan kepadatan yang sama dengan orang
dewasa muda yang sehat. Penyimpangan hasil dengan nilai kepadatan pada orang dewasa
muda yang sehat diukur dalam satuan yang disebut standar deviasi (SD). Nilai standar
9
deviasi yang semakin di bawah 0 menunjukkan risiko fraktur yang lebih tinggi (Monash
University, 2010).
3.
Densitas
tulang normal
Osteopenia
Osteoporosis
Kepadatan mineral
tulang tidak lebih dari
1,0 SD dibawah rata-rata
orang dewasa muda.
Kepadatan mineral tulang
diantara 1,0 sampai dengan
2,5 SD dibawah rata-rata
orang dewasa muda.
Kepadatan mineral tulang
kurang dari atau sama
dengan 2,5 SD dibawah
rata-rata orang dewasa
muda.
4.
BAB XXVI
WHO Fracture Risk Assesment Tool (FRAX) merupakan alat perhitungan resiko
fraktur setelah 10 tahun bedasarkan studi. Informasi yang diperlukan dalam penghitungan
antaralain:
Negara
Densitas mineral tulang (Opsional)
Usia
Jenis kelamin
Faktor resiko klinis
FRAX tersedia
Gambar 2.2
11
5. Contoh Tabel Probabilitas Fraktur Osteoporosis Mayor Sesuai Faktor Resiko Klinis
dan BMI pada Wanita Usia 50 Tahun di Indonesia (Sumber: WHO Collaborating
Centre for Metabolic Bone Diseases, University of Sheffield, 2011)
BAB XXVII
Terapi
tersebut terapi pada osteoporosis dibagi dalam sebuah pendekatan piramidal yang dimulai
dari tingkat pertama, yaitu perubahan gaya hidup, tingkat kedua berupa pengobatan
penyebab sekunder osteoporosis, tingkat ketiga meliputi intervensi farmakoterapi untuk
memperbaiki densitas tulang dan mengurangi resiko terjadinya fraktur (Gass & DawsonHudges, 2006)
BAB XXVIII
12
BAB XXX
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik diperlukan dalam membentuk dan menjaga massa tulang sepanjang
hidup. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan adalah olahraga. Olahraga memberikan
keuntungan pada proses osteogenik terutama oleh olahraga yang melibatkan gaya beban
tinggi. Mekanisme tersebut disebabkan oleh adanya regangan biomekanis yang dihasilkan
kontraksi otot selama olahraga sebagai contributor dominan terhadap pertambahan massa
tulang berupa peningkatan BMD (Bone Mass Density). Pada wanita pasca menopause awal,
intervensi olahraga berupa jalan kaki moderat selama 30 menit yang dikombinasikan
dengan olahraga beban tubuh dua kali seminggu mampu mencegah kehilangan tulang.
Sedangkan bagi wanita lebih tua, kombinasi olahraga beban tubuh juga efektif
meningkatkan BMD tulangnya (West et al.,2009).
BAB XXXI
Nutrisi yang baik dan diet seimbang dengan kalori yang tepat, tidak berlebih
maupun kurang sangat diperlukan dalam pertumbuhan normal. Asupan kalsium memiliki
peran yang penting dalam menjaga dan mencapai massa tulang yang adekuat. Sedangkan,
Vitamin D diperlukan dalam proses absorbs kalsium di intestinal. Kombinasi suplementasi
vitamin D dan kalsium juga mampu menurunkan resiko terjadinya fraktur. Asupan diet
kalsium yang direkomendasikan adalah 1000 mg/hari pada pria dan wanita usia < 50 tahun.
Bagi wanita usia > 50 tahun rekomendasi dietnya sebesar 1200 mg/hari. Untuk asupan
Vitamin D yang direkomendasikan adalah 400 IU/hari untuk pria dan wanita usia 51-70
tahun dan 600 IU untuk usia > 71 tahun (Gass & Dawson-Hudges, 2006).
13
BAB XXXII
Gaya hidup dan kebiasaan penderita berhubungan erat dengan osteoporosis dan
faktor resiko terjadinya fraktur. Penderita osteoporosis harus menjauhi alkohol, kafein, dan
merokok serta meningkatkan asupan antioksidan yang terdapat pada makanan seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan. Alkohol, kafein dan merokok diketahui mengandung
beragam zat kimia yang dapat menurunkan massa tulang melalui mekanisme yang tidak
sepenuhnya jelas dan kemungkinan besar dapat terjadi oleh mekanisme radikal bebas yang
masuk ke dalam tubuh ketika mengkonsumsi alkohol, kafein dan merokok (Lewiecki, 2008).
BAB XXXIII
Terapi Farmakologis
Biphosphonate
rekrutmen
dan
aktivitas
osteoklas
serta
meningkatkan
apoptosis.
14
BAB XXXV
Alendronate
dapat
digunakan
sebagai
pengobatan
osteoporosis
akibat
induksi
kostikosteroid dan penyakit Paget tulang pada pria dan wanita. Alendronate juga berperan
sebagai pengobatan untuk menurunkan resiko fraktur dengan mekanisme penekanan
remodeling tulang yang akhirnya meningkatkan BMD tulang, penurunan porositas kortikal,
perbaikan parameter geometri tulang dan meningkatkan keseragaman mineralisasi pada
tulang kortikal. Dosis pemberianyang dianjurkan adalah seminggu sekali (Iwamoto et al.,
2008).
BAB XXXVI
Risedonate
untuk
pengobatan
dan
pencegahan
osteoporosis
pada
wanita
15
meningkatkan risiko thrombosis vena dalam dan emboli paru yang mirip dengan terapi
hormonal (Gass & Dawson-Hudges,2006).
BAB XXXIX
Terapi Estrogen
Teriparatide
Teriparatide adalah formulasi rekombinan 34-N terminal asam amino dari hormon
Kalsitonin
Antibody anti RANKL dapat menghambat munculnya penyakit pada tulang dengan
mekanisme menghambat ikatan RANKL dengan RANK sehingga akan mencegah proses
resorptif pada tulang oleh osteoklas. Salah satu obatnya ialah Denosumab (AMG 162) yang
merupakan antibody spesifik terhadap RANKL (Bekker et al., 2004; McClung, et al., 2006).
16
BAB XLIII
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.