Anda di halaman 1dari 9

PROSEDUR TETAP

PELAYANAN ANESTESIA

1. PENATALAKSANAAN DAN EVALUASI PRA ANESTESI


Sebelum anestesia untuk pembedahan atau prosedur lain perlu dilakukan penilaian
evaluasi oleh dokter yang mengelola anestesia. Dengan tujuan menjamin agar pasien
berada dalam keadaan optimal untuk anestesi dan pembedahan.
a. Prinsip Umum
1. Evaluasi pra anestesia hendaknya dilakukan oleh dokter anestesia (sebaiknya
dokter yang mengelola anestesia).
2. Supaya terapi atau pemeriksaan yang dilakukan dapat dilaksanakan,
hendaknya diberikan waktu yang cukup maksimal untuk evaluasi tersebut.
3. Meskipun evaluasi dini tidak selalu dapat dilakukan, misal : pembedahan
darurat, tetapi penilaian diperlukan sebelum memulai anestesi dan
pembedahan.
b. Evaluasi pra anestesia hendaknya mencakup :
1. Identitas pasien
2. Konfirmasi sifat prosedur yang akan dilaksanakan
3. Riwayat medis dan pemeriksaan klinis pasien yang mencakup pemeriksaan
pengobatan sekarang dan hasil laboratorium serta pemeriksaan khusus seperti:
a) Pada operasi kecil perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin seperti :
(1) Darah rutin : HB, Ht, Leuko, Dift, waktu pembekuan dan pendarahan.
(2) Urine rutin : reduksi, sedimen, protein, EKG rutin pada usia di atas
40 tahun, kecuali bila ada indikasi.
b) Pada operasi sedang / besar :
(1) Semua pemeriksaan pada operasi kecil.
(2) Foto thorax (pada operasi kecil bila ada indikasi).
(3) EKG / evaluasi kardiologis
(4) Test fungsi ginjal termasuk elektrolit.
(5) Test fungsi hati.
(6) Gula darah.
(7) Hemostasis lengkap.
(8) Spirometri (bila perlu analisa gas darah)
(9) CT Scan / MRI : katerisasi jantung (bila ada indikasi)
c) Pada operasi cito :
(1) Persiapan operasi oleh dokter bedah
(2) Pengecekan dan pemeriksaan oleh dokter Anestesi atas hasil
laboratorium rutin / pemeriksaan khusus.
4. Konsultasi dengan dokter spesialis lain.
5. Memberikan penjelasan tentang anestesi agar supaya pasien merasa tenang,
puas, dan menyetujui.
6. Memberikan Instruksi :
a)
Premedikasi bila diperlukan
b)
Pasien dipuasakan 6 8 jam sebelum anestesi dan pada bayi / 2
4 jam sebelum anestesi.
c)
Gigi palsu, mata palsu dan perhiasan dilepaskan, lipstik, cat kuku
dihapus.
7. Menentukan pilihan anestesi dan menentukan resiko anestesi (ASA = American
Society of Anesthesiologist).
a)
ASA I
: Penderita normal hanya indikasi operasi.
b)
ASA II
: Penderita dengan kelainan sistemik ringan
1

c) ASA III : Penderita dengan kelainan sistemik sedang s/d berat, tapi
tidak mempengaruhi fungsi vital / fungsi kehidupan (bila ada
komplikasi maka baru mempengaruhi fungsi vital).
d)ASA IV: Penderita dengan kelainan sistemik berat, mempengaruhi
fungsi kehidupan dan mengganggu fungsi vital.
8. Memastikan adanya informed Concent, kecuali dalam keadaan sangat darurat.
9. Pada penderita dengan kelainan sistemik berat, dengan komplikasi perlu
dibentuk Tim pada parade kecil.
2. PENATA LAKSANAAN ANESTESIA / ANALGESIA.
a.
Prinsip Umum.
Anestesia hendaknya dilakukan oleh dokter Spesialis Anestesiologi dibantu oleh
tenaga Perawat Terlatih (Perawat Anestesi)
b.
Pedoman pemantauan selama anestesi / analgesia
Pemantauan yang ketat pada pasien yang diberi anestesia / anagesia merupakan
suatu keharusan untuk mencegah kecelakaan anestesia / analgesia dan hasil yang
tidak diinginkan.
1)
Hasil yang harus dipantau pada selang waktu yang teratur (paling
lambat setiap 5 menit ), kecuali bila secara teknis tidak mungkin.
a)
Ventilasi
(1)
Palpasi atau observasi balon reservoar atau aukultasi bunyi nafas,
bunyi jantung atau dianjurkan pemantauan CO 2 tidal akhir (Kapnografi)
(2)
Observasi terlepasnya hubungan mesin anestesi dari pasien.
b)
Sirkulasi
Diukur tekanan darah non invasif, (invasif pada keadaan operasi berat dan
lama) dan palpasi frekuensi nadi atau auskultasi denyut jantung. Pada
operasi besar dan lama atau pada resiko tinggi dianjurkan untuk
menggunakan ECG monitor dan Oksimeter pulsa.
c)
Oksigen
Oksigen darah pasien dipantau dengan memperhatikan warna kuku, selaput
lendir, warna darah dan dianjurkan penggunaan Oksimeter pulsa.
2)
EKG
Pemantauan kontinue EKG hendaknya dilakukan pada operasi besar atau lama
atau pada pasien dengan resiko tinggi, dimulai sejak permulaan induksi
anestesi sampai pasien siap meniggalkan kamar operasi.
3)
Suhu
Pada setiap pemberian anestesi / analgesia umum hendaknya dapat segera
dilakukan pengukuran suhu tubuh, bila diperlukan.
4)
Urine
Pada operasi besar dan lama hendaknya dilakukan kateterisasi untuk
memantau pengeluaran / produksi urine.
3. KEAMANAN PASIEN SELAMA ANESTESIA
a. Mesin anestesi harus diperiksa / diuji secara berkala dan dipastikan berfungsi
dengan baik
b. Bila digunakan elektokauter, elektrokoagulator atau peralatan listrik lain yang
menimbulkan bunga api selama prosedur tindakan, maka sebaiknya digunakan zat
zat anestesi yang tidak mudah terbakar.
c. Laringoskop, pipa jalan nafas / pipa trakhea, kantong nafas, sungkup muka, dan
semua alat anestesi yang berhubungan langsung dengan pasien hendaknya dicuci
setiap prosedur.

4. KEAMANAN TENAGA YANG DIPERLUKAN


a. Dalam pelaksanaan anestesi perlu dibantu oleh tenaga terlatih (perawat anestesi)
sebagai pengelola anestesi / analgesia, agar pelaksanaan anestesia efisien dan
aman.
b. Kehadiran tenaga bantuan perawat terlatih (Perwat Anestesi) sangat diperlukan
terutama selama persiapan dan pemantauan selama anestesia serta peangakhiran
anestesia
c. Perlu dibantu Ahli Anestesi lain bila ada 2 operasi besar atau lebih yang bersamaan
waktunya.
5. PENATA LAKSANAAN PASIEN PULIH SADAR DARI ANESTESIA
a. Setelah pengahiran anestesia pasien dievaluasi untuk penatalaksanaan pasca
anestesia. Pasien dikirim ke kamar pulih sadar untuk pemantauan parameter
fisiologis, diperlukan tenaga yang terlatih
b. Penata laksanaan pasien dan evaluasi kondisinya dikamar pulih dilakukan oleh
dokter yang bertugas.
c. Sebelum dipindahkan tempat lain pasien harus dalam keadaan stabil dan
sebaiknya kembali ke keadaan sebelum operasi, atau memenuhi kreteria Aldred
sebagai berikut :
Nilai
1. Kesadaran
: Sadar benar
2
Bereaksi
1
Tidak bereaksi
0
2. Pernafasan

d.

: Nafas baik adekuat / menangis


2
Nafas depresi ringan
1
Nafas Perlu dibantu
0
3. Sirkulasi
: Tensi berubah < 20%
2
Tensi berubah 20 50 %
1
Tensi Berubah >50%
0
4. Aktivitas
: Gerak bertujuan
2
Gerak tidak bertujuan
1
Diam
0
5. Warna kulit
: Merah jambu
2
Pucat
1
Cianosis
0
Catatan : Pasien dapat dipulangkan kerumah bila skor >9
Pasien dapat dipindahkan keruangan, bila skor >7 9
Pasien dipindahkan ke ICU, sebaiknya bila skor > 5 7
Serah terima pasien dengan petugas ruang perawatan dengan baik dan tercatat.

6. KEAMANAN PERSONIL KAMAR OPERASI SELAMA ANESTESI


a. Menggunakan sarung tangan pada kasus-kasus yang dicurigai menular, seperti
Hepatitis, HIV, dsb.
b. Jangan sampai tangan atau anggota tubuh lain tercemar oleh darah, lendir, liur
pasien.
c. Jangan sampai tertusuk oleh jarum / suntikan / dan benda tajam lainnya
d. Cegah kebocoran gas dari alat / mesin anestesi (harus segera diatasi/ diperbaiki)

PENGAJUAN OPERASI
1.
Pengajuan rencana operasi elektif /
berencana oleh departemen lain tidak melebihi jam 11.00 pagi, sehari sebelum operasi.
2.
Rencana operasi pada pasien dengan
resiko tinggi dengan penyulit, maka harus dibicarakan antar departemen yang terkait
atau dibentuk tim / parade kecil.
PEMBATALAN OPERASI / ANESTESI
Dalam penatalaksanaan anestesi pada operasi berencana ( elektif ) ada kalanya terjadi
pembatalan operasi, alasan pembatalan dapat disebabkan oleh :
1. Alasan Medis
a. Pasien menjelang operasi
1)
Pasien menderita panas tinggi, atau panas yang sebabnya tidak diketahui dan
tidak berhubungan dengan penyakitnya
2)
Pasien menderita batuk dan pilek, khusunya pada bayi / anak anak.
3)
Tekanan darah yang belum terkontrol, atau naik dengan tiba-tiba ( diastolik
>110 ) yang tidak dapat diturunakan segera dengan obat-obatan penenang,
timbulnya kelainan kardiologis atau kelainan paru yang dapat megancam jiwa
pasien.
4)
Belum terkoreksi dengan baik hasil hasil pemeriksaan / laboratorium
seperti : gula darah, elektrolit, ereum / kreatinin, T-3, T 4, albumin dan
sebagainya.
b. Dokter, menjelang operasi :
1) Dinas keluar atau ada halangan tiba-tiba, yang semestinya / operasinya tidak dapat
diwakilkan oleh operator / anestesi lain. Karena operasi khusus seperti : operasi
jantung, transplantasi ginjal dan sebagainya.
2) Bila operasi tidak khusus maka operator / anestesi harus diganti oleh operatur /
anestesi lain yang ditunjuk oleh koordinator anestesi / bedah atau konsultan yang
bertugas pada hari itu.
2. Alasan non medis :
a.
Pasien :
Pasien menolak operasi atau tidak datang / belum masuk ruangan atau tidak
terdaftar dalam acara operasi atau salah mengajukan pasien.
b.
Fasilitas, menjelang operasi :
Listrik mati, AC mati, oksigen habis, pakaian operasi steril habis, alat alat operasi
belum steril dan sebagainya.
Lain lain :
Seperti : 1) Belum adanya Surat Persetujuan Operasi (Informed Consent)
2) Persiapan operasi belum lengkap
3) Persiapan darah belum ada
4) Tidak ada induksi setelah jam 14.00 WIB, kecuali operasinya sangat
singkat sekali dan khusus pada hari jumat tidak ada induksi setelah jam
11.00 pagi
5) Dan lain- lain
Catatan :
Pembatalan operasi tersebut harus dikoordinasikan dengan Kepala
Ruangan Bedah Sentral.

DOKUMEN ANESTESIA / ANALGESIA


1)
Prinsip :
Dokumen anestesia/ analgesia yang lengkap dalam anestesia merupakan bagian
penting dari dikumen medis pasien secara keseluruhan.
2)
Fungsi dokumen anestesia/ analgesia.
a. Memberikan informasi kepada pemberi anestesia/ analgesia tentang kemajuan
anestesia/ analgesia dan obat serta tekhnik yang dipakai sehingga penyulit
( komplikasi ) yang timbul dapat segera diketahui dan diberi terapi.
b. Memberikan informasi bagi ahli bedah, staf kamar pulih sadar, perawat ruangan
dan staf lainnya.
c. Merupakan catatan penyulit dan pengelolaannya.
d. Memberikan informasi yang mungkin mempengaruhi pemberian anestesi yang
akan datang
e. Mempunyai nilai pendidikan dokter spesialis maupun yang sedang dididik.
f. Memberikan data untuk tujuan riset klinis
g. Dapat digunakan untuk tujuan Mediko Legal.
3)
Informasi Esensial.
a. Informasi dasar
1)
Nama pasien, nomor status, Ras / suku, jenis kelamin dan berat
badan.
2)
Tanggal pelaksaanaan pemberian anestesia / analgesia
3)
Nama pemberian anestesia / anelgesia, dan bila ada nama
supervisornya.
4)
Nama ahli bedah
5)
Jenis pembedahan yang dilakukan
b. Informasi Pra Bedah.
1)
Hasil evaluasi klinis pasien pra bedah
2)
Terapi lain yang diberikan dan riwayat sensitivitas obat.
3)
Obat premedikasi, waktu pemberian, cara pemberian dan efek
obatnya.
c. Informasi selama pembedahan.
1)
Rincian pemberian semua obat dan deskripsi respons yang tidak
lazim.
2)
Nomor, ukuran dan jenis pipa trakhea yang dipakai dan penyulit yang
timbul waktu intubasi serta cara mengatasinya.
3)
Rincian teknik anastesi umum atau anastesi regional atau sedasi
dalam deskripsi masalah yang terjadi
4)
Rincian pemberian infus hendaknyamencakup : lokasi, kanulasi /
ukuran, dan jenis jarum atau kanulasi yang dipakai.
5)
Rincian cairan dan darah yang masuk dan keluar dari pasien harus
dicatat.
6)
Posisi pasien selama pembedahan.
7)
Alat pemantau dan metode yang dipakai.
8)
Tahap pembedahan yang relevan.
9)
Awal dan akhir anestesi dan pembedahan.
10)
Hasil pemantauan sirkulasi, ventilasi dan oksigenasi, serta kesadaran
dan suhu bila diperlukan.
11)
Penyulit dan penatalaksanaan anestesi / anelgesia.
d. Informasi Pasca Bedah
5

1)

Keadaan kesadaran, sirkulasi, ventilasi, oksigenasi, suhu pada saat


masuk dan saat meninggalkan Ruang Pulih serta hal hal lain yang relevan.
2)
Penyulit yang timbul pada masa pulih serta penatalaksaannya
3)
Rincian terapi yang diberikan selama diruang pulih
4)
Saat pasien masuk dan meninggalkan Ruang Pulih

ANESTESIA BEDAH SARAF


1. Prinsip Umum
Khusus pada operasi otak tidak boleh terjadi peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial).
Sedangkan pada operasi bedah saraf lainnya seperti prosedur biasa.
2. Evaluasi Pre Operatif
a.
Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit / operasi / obat.
b.
Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus serta hasil
konsultasi departemen lain.
c.
Evaluasi kesadaran (Glasgow Coma Scale). Bila dicurigai TIK sangat tinggi
maka pada operasi elektif perlu diturunkan dahulu sampai optimal.
3. Premedikasi
Premedikasi pada bedah saraf umumnya ringan saja, hindari narkotik kecuali
keadaan tertentu.
4. Penatalaksanaan Anestesia.
a. Induksi : Gunakan obat obat intravena yang tidak meningkatkan TIK (dosisnya
sesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien).
b. Intubasi : Gunakan ETT non kingking, sedangkan untuk fasilitas intubasi dapat
digunakan obat pelumpuh otot depolarisasi dengan sebelmnya dilakukan
prekurarisasi atau obat non depolarisasi.
Intubasi dilakukan secara halus dan non traumatik sehingga tidak terjadi
peningkatan TIK (bila perlu gunakan lidocain sesuai dosis).
c. Rumusan :
1)
Monitor Hemodinamik : EKG, Pulsa Oksimetri, CVP (bila diperlukan).
Pernafasan : Tekni hiperventilasi dengan menggunakan alat monitor Kapnograf
atau analisa gas darah yang diperiksa setiap jam kecuali ada indikasi lain
(PCO2 berkisar : 25 30 torr, sedangkan pada kelainan paru kronis PCO2 : 40
torr)
2)
Cairan infus : gunakan cairan elektrolit (kristaloid / koloid) hindari
pemakaian dextros 5% murni.
d. Obat obat yang dapat digunakan untuk menurunkan / mengurangi TIK, manitol 20
% Kortikosteroid.
ANESTESI PADA BEDAH UROLOGI
1. Prinsip
Hindari obat obat dan teknik anestesi yang memperberat ginjal
2. Evaluasi
a. Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit / operasi / obat-obatan yang digunakan.
b. Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium yaitu:
1)
Hb (sebaiknya HB>10 gr%)
2)
Fungsi pembekuan darah
3)
Elektrolit (sebaiknya K < 5 meq/l) dan metabolisme (analisa gas darah/
astrup).
4)
Fungsi ginjal yang dinilai berdasarkan creatinin clearance
MI/menit =
(140 umur ) x berat badan
6

472 x serum creatinine mfg / 100ml


Bila hasil :
> 50 ml / menit : tindakannya seperti pasien biasa umumnya.
30 50 ml/ menit : harus dicegah jangan terjadi dehidrasi dan
jangan gunakan obat-obat yang neprotoksik.
10 30 ml/ menit : sebaiknya dianalisa pre operatif.
< 10 ml/ menit : harus dianalisa 24 jam sebelum operasi.
3. Prenedikasi
Gunakan Prenedikasi ringan, hindari obat yang neprotoksik
4. Penatalaksanaan Anestesi.
Dapat dilakukan dengan :
a. Anestesi umum (dosis obat disesuaikan dengan kondisi pasien)
1)
Induksi : gunakan obat obat sedatif yang tidak memperburuk fungsi
ginjal.
b. Anestesi Regional
1)
Dapat dikerjakan bila tidak ada gangguan pembekuan dan indikasi
kontra untuk anestesi regional.
2)
Hati-hati penggunaan cairan.
c. Lokal anestesi dibantu dengan sedativa intravena.
Memperhatikan pernafasan dan hemodinamika.
5. Pemantauan
Dilakukan secara ketat mengenai hemodinamik termasuk Urine Out Put serta
pernafasan pasien.
ANESTESI PADA BEDAH RAHANG / MULUT / GIGI
1) Prinsip Umum
a.
Nilai evaluasi kesulitan intubasi yang mungkin timbul akibat kelainan
anatomi dan bentuk rahang / hidung / mulut dan gigi-geligi.
b.
Kurangi salivasi yang berlebihan, terutama pada anak-anak.
2) Evaluasi Pre Operatif
a.
Pemeriksaan fisik dan riwayat / operasi / obat.
b.
Evaluasi hasil pemeriksaan laboratium rutin dan khusus sera hasil
konsultasi. Departemen lain ysng terkait
3) Premidikasi.
Bila tidak ada indikasi kontra sebaiknya digunakan obat anti kolinergik.
4) Penatalaksaan Anestesi.
a. Induksi : dapat diginakan obat obat sedatif intravena, sedangkan pada anakanak dapat digunakan obat-obat inhalasi (Bila anak tidak kooparetif dapat
digunakan ketalar IM sewaktu diruang persiapan).
b. Intubasi :
1) Sebaiknya digunakan ETT non kingking, dapat dari mulut atau dari
hidung tergantung kebutuhan dan letak daerah yang akan dioperasi.
2) Sebaiknya pasang atau masukan pack
c. Rumatan
: dengan inhalasi atau dengan intervena dengan menggunakan
syringe pump
Catatan
: Pada anestesi inhalasi harus waspada bila digunakan adrenalin
(pengenceran sebaiknya 1 : 200.000)
d. Pemantauan ketat terhadap hemodinamik dan pernapasan.
e. Ekstubasi sebaiknya setelah pasien sadar benar.

ANESTESI PADA OPERASI MATA


1. Prinsip Umum
Pada operasi mata intra okuler tidak boleh terjadi peningkatan TIO. Sedangkan pada
operasi ekstra okuler lainnya seperti prosedur oparasi biasa.
2. Evaluasi Pre Operatif
a. Pemeriksaan Fisik dan riwayat penyakit / operasi / obat obat.
b. Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus serta hasil konsultasi
Departemen lain yang terkait, terutama penyakit dalam kardiologi.
3. Premedikasi
Bila tidak ada indikasi kontra sebaiknya digunakan obat anti kolinergik sehingga dapat
mencegah terjadinya okula kardia reflek yang tidak diinginkan.
4. Penatalaksanaan
a. Induksi : dapat digunakan obat obat sedatif intravena, sedangkan pada anak
anak dapat digunakan obat obat inhalasi.
b. Intubasi :
1) Sebaiknya digunakan ETT Non kingking, dapat dari mulut atau dari
hidung tergantung kebutuhandan letak daerah yang akan dioperasi.
2) Sebaiknya pasang atau masukan pack
c. Rumatan : dengan inhasi atau intervena dengan menggunakan syringe pump
d. Pemantauan : Secara ketat mengenai hemodinamik dan pernapasan
e. Ektubasi : Dilakukan ektubasi dalam guna mencegah terjadinya batuk, bucking
atau muntah.
ANESTESI PADA BEDAH THT
1. Prinsip Umum
Pada operasi bedah THT yang terutama menggunakan mikroskop harus
dilaksanakan dengan teknik hipotensi. Sedangkan pada operasi THT lainnya dilakukan
seperti prosedur biasa.
2. Evaluasi Pre Operatif
a. Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit / operasi / obat obat.
b. Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus serta hasil konsultasi
Departemen lain yang terkait.
3.
Premedikasi
a. Induksi : dapat digunakan obat obat sedatif intravena, sedangkan pada anak
anak dapat digunakan obat obat inhalasi untuk anak-anak.
b. Intubasi : Sebaiknya digunakan ETT Non Kingking.
c. Rumatan : Dengan inhalasi atau intervena dengan menggunakan syringe pump.
d. Pemantauan : Monitor secara ketat mengenai hemodinamik dan pernapasan
terutama operasi dengan menggunakan tehnik hipotensi.
e. Ektubasi : dilakukan ektubasi dalam guna mencegah terjadinya batuk, bucking
spasme jalan napas atau muntah.
ANESTESI PADA BEDAH KANDUNGAN
Prinsip Umum
Pada operasi bedah kandungan, terutama Seksio Sesaria harus diperhatikan
untuk keamanan ibu, bayi, dan kandungannya serta bahaya aspirasi sehingga harus
hati hati dalam menentukan pemakaian obat dan tehnik anestesinya. Sedangkan
pada Operasi bedah kandungan lainnya dilakukan seperti prosedur biasa.
2.
Evaluasi Pre Operatif
a. Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit / operasi / obat obat.
1.

b. Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus serta hasil konsultasi
Departemen lain yang terkait. Terutama penyakit kandungan dan kardiologi.
c. Anamnesa makan / minum terakhir, kondisi pengosongan lambung.
3.
Premedikasi
Pada Operasi C tidak boleh diberikan premedikasi, kecuali pada kasus-kasus tertentu.
Untuk operasi bedah kandungan yang lain dapat diberikan premedikasi ringan.
4.
Penatalaksanaan Anestesi
Dapat dilakukan dengan :
a. Anestesi umum, dosis obat yang dipakai harus disesuaikan / titrasi untuk menjamin
kemanan pasien (ibu), bayi, dan kontraksi kandungannya.
b. Induksi : dapat digunakan obat-obat sedatif intravena

Anda mungkin juga menyukai