Anda di halaman 1dari 35

Case Report Session

HIFEMA TRAUMATIKA

Oleh:

Adnan Yunadi Latief 1840312409

Vicky Berlian Ocktaveantari 1840312671

Habifa Mulya Cita 1840312673

Ade Mulki Yahdi 1840312681

Preseptor :

Dr. dr. HENDRIATI, Sp.M(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

2019
0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata
depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari
iris atau badan siliar yang robek. Hifema juga bisa disebabkan oleh trauma
intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi, adanya kanker, atau kelainan vaskular
lain. Menurut studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama
hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi.
Anak-anak dan usia remaja 10-20 tahun memiliki presentase penderita terbanyak,
yaitu sebesar 70%. Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita
dengan perbandingan 3:1.1
Hifema dapat menurunkan visus. Hifema total dapat menurunkan
penglihatan hingga pasien hanya bisa melihat melalui persepsi cahaya saja.
Derajat rendah pada hifema bisa jadi tidak mempengaruhi visus. Pada umumnya
hifema merupakan konsekuensi langsung dari trauma tumpul pada mata normal.
Namun adanya abnormalitas pembuluh darah iris (pada kasus tumor, diabetes
mellitus, operasi intraokular, dan inflamasi kronik yang menyebabkan
neovaskularisasi) merupakan faktor predisposisi terjadinya hifema, yang bisa
terjadi secara spontan (tanpa disertai trauma). Hifema merupakan kondisi yang
darurat dan harus segera di tatalaksana.2 Komplikasi dari hifema traumatika
antara lain adalah peningkatan tekanan intra okuler, sinekia anterior/posterior,
katarak, corneal blood staining, perdarahan sekunder, dan kelainan intraokuler
lainnya.1

1.2 Batasan Masalah


Case report session ini membahas tentang anatomi mata, definisi hifema,
epidemiologi hifema, etiologi dan faktor risiko hifema, klasifikasi hifema,
patogenesis dan patofisiologi hifema, diagnosis hifema, tatalaksana hifema,
komplikasi dan prognosis hifema.

1
1.3 Tujuan Penulisan
Case Report Session (CRS) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman mengenai hifema.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan laporan kasus ini adalah berupa hasil pemeriksaan fisik
pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu kepada berbagai
literatur termasuk jurnal, artikel ilmiah, dan buku teks.

1.5 Manfaat Penulisan


Penulisan Case Report Session (CRS) ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang hifema.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Segmen Anterior


Secara anatomis, mata dapat dibagi menjadi 3 kompartemen yaitu segmen
anterior, segmen posterior, dan vitreous body. Segmen anterior adalah ruang di
antara iris dan kornea yang berisi cairan aqueous. Segmen anterior memiliki
kedalaman sekitar 3 mm dan volume sekitar 200 uL. Segmen posterior adalah
ruang yang terletak posterior terhadap iris dan anterior terhadap lensa. Ruangan
ini juga berisi aqueos humour dengan volume sekitar 60 uL. Kompartemen
terbesar adalah vitreos body, dengan ukuran lebih dari dua per-tiga volume mata
(5-6 ml) yang berisi cairan vitreous. Voluma rata-rata mata orang dewasa adalah
6,7-7 ml.5

Gambar 1 Potongan sagital dari mata.4

Segmen anterior berbatasan dengan kornea dan di posterior berbatasan


dengan diafragma iris dan pupil. Pada segmen anterior terdapat sudut segmen
anterior yang terdiri dari 5 struktur yaitu garis Schwalbe, kanalis schlemm dan
Trabekular Meschwork, scleral spur, batas anterior korpus siliaris, dan iris.
Kedalaman segmen anterior bervariasi, segmen anterior lebih dalam pada aphakia,
pseudophakia, dan miopio, lebih dangkal pada hipermetropia.5

3
Segmen anterior berisi aquous humour yang di produksi oleh epitel korpus
siliaris di bilik mata belakang. Aquous humour merupakan sumber nutrisi utama
dan jalur eksresi lensa dan kornea.Volume aquous humour pada orang dewasa
adalah sekitar 250 uL dengan kecepatan produksi sekitar 2,5 uL/menit.
Aquous humour diproduksi oleh korpus siliarisis. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliarisis dimodifikasi oleh fungsi sawar dan
prosesus sekretorius epitel siliarisis. Setelah masuk ke segmen posterior, aquous
humour mengalir melalui pupil ke segmen anterior, lalu menuju Trabekular
Meschwork, Pada periode ini terjadi pertukaran komponen dengan darah pada
pembuluh darah iris.6

Gambar 2 Stuktur segmen anterior. Tanda panah menunjukkan aliran cairan


aquous.5

Anyaman trabekular terdiri dari jaringan kolagen dan elastic yang


dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan pori-pori
yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot
siliarisis melalui insersinya ke dalam anyaman trabekuler memperbesar pori-pori
pada anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase cairan aquous meningkat.
Saluran eferen dari kanalis schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena
aquous) menyalurkan cairan ke sistem vena. Sejumlah kecil cairan aquous keluar
dari mata antara berkas otot siliarisis, ke ruangan suprakoroid, dan ke dalam
sistem vena korpus siliarisis (aliran uveoskleral).6

4
Perdarahan arteri utama pada mata dan bagian-bagiannya berasal dari arteri
ophtalmica, yaitu cabang pertama arteri karotis interna bagian intrakranial.
Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus melalui kanalis optikus menuju
orbita. Cabang intra orbital pertama adalah arteri centralis retina yang memasuki
nervus optikus 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang arteri lainnya adalah
arteri lacrimali yang mendarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata, cabang-
cabang maskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliarisis posterior longus dan
brevis, arteri palpebralis media ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis
serta supratrochlearis. Arteri siliarisis posterior brevis mendarahi koroid dan
bagian nervus optikus. Arteri ciliaris posterior longus mendarahi korpus siliarisis,
bersama arteri siliarisis anterior membentuk circulus anterior major iris. Arteri
siliarisis anterior berasal dari cabang-cabang maskularis dan menuju ke musculus
recti. Arteri ini memasok darah ke sklera, episklera, limbus, dan konjungtiva.6

Gambar 3 Sistem perdarahan mata.6

5
Gambar 4 Sistem perdarahan pada segmen anterior.6
2.2 Hifema Traumatika
2.2.1 Definisi
Hifema merupakan keadaan di mana terdapat akumulasi darah di dalam
segmen anterior, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliaris dan
bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang
terkumpul di segmen anterior biasanya terlihat dengan inspeksi. Penurunan visus
dapat terjadi meskipun darah di segmen anterior sedikit.1
Hifema atau darah di dalam segmen anterior dapat terjadi baik akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliaris ataupun
karena laserasi (trauma tajam). Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul
dibawah segmen anterior dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang segmen
anterior.6
2.2.2 Epidemiologi
Studi di Amerika Utara menunjukkan estimasi insiden hifema sebesar 17-
20/100.000 populasi tiap tahunnya. Kebanyakan dari pasien ini berusia kurang
dari 20 tahun. Hifema tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan. Penyebab terbanyak dari hifema adalah trauma tumpul, terutama yang
terjadi saat olahraga. Data lain menyebutkan bahwa 33% dari seluruh trauma mata
yang serius memiliki kecendrungan untuk terjadi hifema. Risiko terjadinya hifema

6
sebesar 31% pada trama mata terbuka. Hal ini akan meningkat sebesar 45 bila
terjadi trauma mata tertutup.7,8
Menurut suatu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema
terutama hifema traumatika diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang
populasi. Anak-anak dan remaja usia 10 – 20 tahun memiliki presentase penderita
terbanyak yaitu sebesar 70%. Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
wanita dengan perbandingan 3:1.2
2.2.3 Etiologi dan Klasifikasi
Hifema traumatika disebabkan oleh trauma tumpul, baik disengaja maupun
tidak disengaja. Benda-benda yang dapat menimbulkan trauma misalnya bola,
batu, peluru air gun, bola sepak, bahkan durian. Dengan meningkatnya kejadian
child abuse, trauma akibat pukulan tangan dan ikat pinggang juga ditemukan
sebagai penyebab hifema.1

Gambar 5 Mekanisme trauma tumpul pada hifema. 3

Gambar di atas menunjukkan mekanisme trauma tumpul pada hifema. Gaya


yang dihasilkan oleh trauma akan mendorong iris dan lensa ke posterior dan
sklera terdesak ke zona ekuator. Proses ini akan menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah iris dan badan siliaris anterior.9
Berdasarkan pemenuhan darah di COA, hifema dibagi menjadi:
Grade 1: Darah akan mengisi 1/3 COA, insidensi kasus 58%
Grade 2: Darah akan mengisi 1/3- 1/2 COA, insidensi kasus 20%
Grade 3: Darah akan mengisi ½ - kurang dari seluruh COA, insidensi kasus
14%

7
Grade 4: Darah akan mengisi seluruh COA, dikenal dengan hifema total, atau
blackball hifema insidensi kasus 8% 10
2.2.4. Patofisiologi
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan
limbus, dan perubahan dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan
intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada bilik
mata. Perdarahan terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain
arteri-arteri utama dan cabang dari korpus siliaris, arteri koroidalis, dan vena-vena
korpus siliaris.4,9

Gambar 6 Mekanisme Perdarahan Akibat Trauma Tumpul Mata

Inflamasi hebat pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga
menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh
darah iris atau korpus siliaris. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah
iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat pula terjadi secara spontan atau pada
patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, memenuhi
permukaan dalam kornea.9
Perdarahan pada segmen anterior mengakibatkan teraktivasinya mekanisme
hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokuler, spasme pembuluh
darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme hemostatis yang akan
menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari segmen anterior ke
bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung 4-7 hari. Setelah itu
fibrinolisis akan terjadi. Plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator
kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang
sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama

8
dengan sel darah merah dan debris akan keluar dari segmen anterior menuju
jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.9
Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke-5 setelah trauma. Perdarahan biasanya lebih hebat
daripada yang primer. Oleh karena itu pasien hifema harus dirawat sedikitya 5
hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena reabsorpsi dari bekuan
darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu yang
cukup untuk regenerasi kembali.9
Hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut
COA menuju kanal schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui
permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik
di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk
hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke
dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi berwarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat diterapi dengan
keratoplasti. Imbibisi kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh
disertai glaukoma.4,9
Hifema memiliki beberapa temuan klinis yang berkaitan, seperti resesi sudut
mata, iritis traumatik, miosis, atau midriasis. Resesi sudut mata dapat terjadi pada
85% pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder
dikemudian hari. Resesi sudut mata menunjukkan terpisahnya serat longitudinal
dan sirkular dari otot siliaris, yang dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata.
Iritis traumatik, dengan sel-sel radang dengan segmen anterior, dapat ditemukan
pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun
darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi
endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis
dapat ditemukan pada 10% kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah
siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn.
Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina
(edema, perdarahan dan robekan), dan ruptur koroid. Atropi papil dapat terjadi
akibat peninggian tekanan intraokular.9

9
2.2.5 Diagnosis
Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan
adanya hifema traumatika. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan
pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-
tanda iritasi dari konjungtiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap
sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar
melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi
atau somnolen.11

Gambar 7 Hifema pada 1/3 segmen anterior dan pada ½ segmen anterior

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat
dengan inspeksi bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi
(midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor
pupil.11
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara
langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat
bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini
disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa
darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor
aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada
di kamera anterior akan mengakibatkan blood staining pada dinding kornea dan
kerusakan jaringan kornea.11
10
2.2.6 Tatatalaksana
Hifema akan hilang sempurna pada umumnya. Bila perjalanan penyakit
tidak berjalan demikian, maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan
penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya
adalah:
a. Menghentikan perdarahan.
b. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
c. Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
d. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
e. Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan
hifema traumatika pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan
dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan
tindakan operasi.11,12
2.2.6.1 Tirah baring (bed rest total)
Hifema pada penderita yang tampak mengisi lebih dari 5% segmen
anterior sebaiknya diistirahatkan. Tidur dalam keadaan terlentang dengan posisi
kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi
fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta
memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dengan tirah baring absorbsi hifema lebih cepat dan dapat
mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus
dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal
ini sering sukar dilakukan, terutama pada anak-anak, sehingga diperlukan
pengawasan yang ketat. 11,12
2.2.6.2 Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan hifema traumatika tidak
mutlak, namun berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsi
darah, dan menekan komplikasi yang timbul. 11,12

11
Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain:
 Siklopegik/Midriatik
Untuk mengurangi rasa sakit dan resiko terjadinya sinekia posterior.
Pemberian siklopegik dapat menstabilkan blood-aquous barrier,
meningkatkan kenyamanan pasien, dan memfasilitasi evaluasi segmen
posterior. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika
dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali
sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah
satu obat saja.
 Analgesik bila perlu, berupa acetaminofen atau kodein. Tergantung pada
tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
 Kortikosteroid topikal untuk mengurang inflamasi, dan mencegah
iritis/iridosiklitis.
 Agen antifibrinolitik, seperti asam aminokaproat topikal dan/atau oral
serta asam traneksamat oral. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar
diberi obat anti fibrinolitik dengan tujuan agar bekuan darah tidak terlalu
cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki
diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan perdarahan
sekunder tidak terjadi. Dosis untuk asam aminokaproat adalah 50mg/kgBB
setiap 4 jam maksimal 30g per hari selama 5 hari. Dosis untuk asam
traneksamat adalah 25mg/kgBB, 3 kali sehari selama 6 hari.
Kontraindikasi pada gangguan clotting intravaskular dan kehamilan.
Pemberiannya tidak dianjurkan melewati satu minggu karena dapat
menimbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma
juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya, pengukuran tekanan intra
ocular harus dilakukan.
 Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan.
Dosis tPA adalah 10 mikrogram, diberikan dengan cara intrakamera.
 Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian
7
asetazolamid atau beta-blocker seperti timolol.

12
3. Tindakan Operasi
Tindakan operasi pada hifema dilakukan apabila:
 Hifema total dengan tekanan intraokular tetap tinggi (>35 mmHg selama 7
hari atau 50 mmHg selama 5 hari)
 4 hari setelah onset hifema total
 mikroskopik cornea blood staining
 hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari
 hifema lebih dari ½ COA yang bertahan selama 8 - 9 hari
Parasintesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah
atau nanah dari segmen anterior.11
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada hifema traumatika adalah
perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping
komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina,
katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada
tingginya hifema. 4,9
2.2.7.1 Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul
karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan
primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer.
Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu
bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.4,9
2.2.7.2 Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatika disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah. Adanya
darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-
unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.
Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliaris berakibat suatu
reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. 4,9

13
2.2.7.3 Hemosiderosis kornea
Darah hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui
sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui
permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik
di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk
hemosiderin. Apabila terdapat penumpukan dari hemosiderin, yang dapat masuk
ke dalam lapisan kornea, akan menyebabkan kornea menjadi berwarna kuning dan
disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat diterapi dengan
keratoplasti. Imbibisio kornea lebih cepat terjadi apabila terdapat hifema total
yang disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada
perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan
visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat
kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya ± 10%. Zat besi di
dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan
dapat menimbulkan ptisis bulbi dan kebutaan. 4,9
2.2.7.3 Sinekia Posterior
Sinekia posterior dapat timbul pada pasien hifema traumatik. Komplikasi ini
akibat dari iritis atau iridocyclitis. Komplikasi ini jarang terjadi pada pasien yang
mendapatkan terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien
yang menjalani operasi evakuasi hifema. 4,9
2.2.7.4 Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea,
uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga berasal dari badan siliaris yang
mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada
funduskopi gambaran fundus tidak tampak dan ketajaman penglihatan menurun
drastis. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan
visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena
glaukoma. 4,9

14
2.2.8 Prognosis
Prognosis pada hifema tergantung pada jumlah darah dalam segmen
anterior. Apabila hifema kurang dari setengah COA, maka hifema akan hilang
dan diserap sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah segmen anterior,
maka prognosis menjadi lebih buruk karena akan disertai beberapa penyulit.
Hifema total di dalam bilik mata akan memberikan prognosis lebih buruk
dibanding hifema sebagian.
Prognosis untuk pemulihan penglihatan pada hifema berhubungan dengan
beberapa faktor, yaitu:
a. Kerusakan pada struktur okular lain, seperti robekan pada koroid, parut pada
makula.
b. Perdarahan sekunder.
c. Komplikasi seperti glaukoma, corneal blood staining atau terjadi optik
atrofi.7

15
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. FM
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 11 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Negeri Asal : Sungai Tarung Bungo Kambang, Padang
Masuk RS : 20 Juli 2019

ANAMNESIS
Pasien laki-laki usia 11 tahun dirawat di Bangsal Mata RSUP M Djamil
dengan:

Keluhan Utama
Mata kanan berdarah sejak 5 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


 Mata kanan pasien berdarah sejak 5 hari yang lalu. Sebelumnya pasien
terkena lemparan bola saat bermain sepakbola tepat di mata kanannya.
Awalnya pasien merasakan penglihatannya mulai kabur, kemudian pasien
membasuh muka dan matanya dengan air tetapi tidak ada perubahan. Lalu
tampak merah seperti gumpalan darah pada bagian tengah mata pasien
yang diberitahu oleh teman pasien. Kemudian guru pasien membawa
pasien ke BKIM. Disana pasien diberi posop 6X1 OD, SA 3X1 OD dan
metilprednisolon 1X 16 mg, lalu pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil.
 Keluhan pasien juga disertai mata kabur mendadak pada mata sebelah
kanan
 Pasien mengeluhkan matanya silau ketika melihat cahaya lampu sejak
dirawat di RSUP M. Djamil Padang.
 Pasien tidak ada riwayat memakai kaca mata

16
 Keluhan mual, muntah, dan nyeri kepala tidak ada.
 Riwayat mata kemasukan benda asing (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya.
 Pasien tidak pernah menggunakan kaca mata sebelumnya.
 Riwayat operasi mata sebelumnya tidak ada.
 Riwayat luka yang lama sembuh tidak ada.
 Riwayat keganasan darah tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat luka yang lama sembuh tidak ada.
 Tidak ada keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama seperti
pasien.

PEMERIKSAAN FISIK
 Vital Sign
- Keadaaan Umum : Sakit ringan
- Kesadaran : Composmentis cooperatif
- Frekuensi Nadi : 88x / menit
- Frekuensi Nafas : 20 x / menit
- Suhu : Afebris
 Status Generalisata : Dalam batas normal

STATUS OFTALMOLOGI
Tanggal 20 Juli 2019
STATUS OPHTALMIKUS OD OS
Visus tanpa koreksi 20/30 20/20
Visus dengan koreksi - -
Refleks fundus positif positif
Silia / supersilia Trichiasis [-] Trichiasis [ - ]

17
Madarosis [ - ] Madarosis [ - ]

Palpebra superior Edema (-) Edema (-)


Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)
Margo palpebra Entropion (-), ektropion (-) Entropion (-), ektropion (-)
Aparat lakrimalis Epifora (-), dry eye (-) Epifora (-), dry eye (-)
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (+ ↓), folikel (-), Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-), benda asing (-) papil (-),benda asing (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis (-), folikel (- Hiperemis (-), folikel (-
),benda asing (-) ),benda asing (-)
Konjungtiva bulbi Hiperemis (+), injeksi siliar Hiperemis (-), injeksi siliar
(+), injeksi konjungtiva (-),injeksi konjungtiva (-
(+),benda asing (-) ),benda asing (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera okuli anterior Cukup dalam, koagulum Cukup dalam
(+)
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil semimidriasis Bulat, refleks +/+
Lensa Bening Bening
Korpus vitreum Jernih Jernih
Fundus: Bulat berbatas tegas, C/D Bulat berbatas tegas, C/D
- Papil optikus 0,3 mm 0,3 mm

- Media Jernih Jernih


- Retina Perdarahan (-), eksudat (-) Perdarahan (-), eksudat (-)
- Makula Refleks Fovea (+) Refleks Fovea (+)
- aa/ vv retina 2:3 2:3
Tekanan bulbus okuli Tidak dilakukan Normal (palpasi)
Posisi bola mata Ortho Ortho
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas

18
Sensibilitas Kornea Tidak dilakukan Normal
Gambar :

Gambar 3.1. Hifema grade 1 OD (20 Juli 2019)

Gambar 3.2. Koagulum pada COA OD (24 Juli 2019)

19
Gambar 3.3. Koagulum pada COA OD (24 Juli 2019)

DIAGNOSIS KERJA
Hifema Traumatika grade I Okuli Dekstra

DIAGNOSIS BANDING
- Tidak ada diagnosis banding

Penatalaksanaan
 Bedrest total dengan elevasi kepala 300-450, sampai 3 hari bebas hifema
 LFX eye drop 4X1 OD
 Posop eye drop 4X1 OD
 SA eye drop 3X1 OD
 Metilprednisolon 1X16 mg
 Asam traneksamat 3X250 mg

Prognosis
Quo et Sanam : Bonam
Quo et Vitam : Bonam

20
Quo et Fungsionam : Bonam

FOLLOW UP
Tanggal 21 Juli 2019
S/ Keluhan tidak ada
O/ Status Oftalmologi
Oculli Dextra Oculli Sinistra
Visus 20/30 20/20
Edema (-) Edema (-)
Palpebra superior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Palpebra inferior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+ menurun) Hiperemis (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar (+) Injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Cukup dalam, koagulum (+) ± 1
COA Cukup dalam
mm
Iris Coklat Coklat
Pupil Semimidriasis (SA) Bulat, refleks +/+
Lensa Bening Bening
TIO Tidak dilakukan Normal

A/ Hifema traumatika grade I OD hari ke-2 dengan perbaikan


P/ - Bed rest dengan elevasi kepala 30-45o
- Levofloxacin ed 4x1 OD
- Asam traneksamat 3x250mg
- SA ed 3x1 OD
- Metilprednisolon 1x16mg
- Posop ed 4x1

Tanggal 22 Juli 2019


S/ Keluhan tidak ada
O/ Status Oftalmologi
Oculli Dextra Oculli Sinistra
Visus 20/30 20/20
Edema (-) Edema (-)
Palpebra superior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)

21
Edema (-) Edema (-)
Palpebra inferior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+ menurun) Hiperemis (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar (+) Injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Cukup dalam, koagulum (+) ± 2
COA Cukup dalam
mm
Iris Coklat Coklat
Pupil Semimidriasis (SA) Bulat, refleks +/+
Lensa Bening Bening
TIO Tidak dilakukan Normal

A/ Hifema traumatika grade I OD hari ke-2 dengan perbaikan


P/ - Bed rest dengan elevasi kepala 30-45o
- Levofloxacin ed 4x1 OD
- Asam traneksamat 3x250mg
- SA ed 3x1 OD
- Metilprednisolon 1x16mg
- Posop ed 4x1

Tanggal 23 Juli 2019


S/ Keluhan tidak ada
O/ Status Oftalmologi
Oculli Dextra Oculli Sinistra
Visus 20/30 20/20
Edema (-) Edema (-)
Palpebra superior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Palpebra inferior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+ menurun) Hiperemis (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Cukup dalam, koagulum (+) ± 1
COA Cukup dalam
mm
Iris Coklat Coklat
Pupil Semimidriasis (SA) Bulat, refleks +/+
22
Lensa Bening Bening
TIO Tidak dilakukan Normal

A/ Hifema traumatika grade I OD hari ke-2 dengan perbaikan


P/ - Bed rest dengan elevasi kepala 30-45o
- Levofloxacin ed 4x1 OD
- Asam traneksamat 3x250mg
- SA ed 3x1 OD
- Metilprednisolon 1x16mg
- Posop ed 4x1

Tanggal 24 Juli 2019


S/ Keluhan tidak ada
O/ Status Oftalmologi
Oculli Dextra Oculli Sinistra
Visus 20/30 20/20
Edema (-) Edema (-)
Palpebra superior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Palpebra inferior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+ menurun) Hiperemis (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar (+) Injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Cukup dalam, koagulum (+) ± 1
COA Cukup dalam
mm
Iris Coklat Coklat
Pupil Semimidriasis (SA) Bulat, refleks +/+
Lensa Bening Bening
TIO Tidak dilakukan Normal

A/ Hifema traumatika grade I OD hari ke-2 dengan perbaikan


P/ - Bed rest dengan elevasi kepala 30-45o
- Levofloxacin ed 4x1 OD
- Asam traneksamat 3x250mg
- SA ed 3x1 OD
- Metilprednisolon 1x16mg

23
- Posop ed 4x1

Tanggal 25 Juli 2019


S/ Keluhan tidak ada
O/ Status Oftalmologi
Oculli Dextra Oculli Sinistra
Visus 20/30 20/20
Edema (-) Edema (-)
Palpebra superior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Palpebra inferior
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+ menurun) Hiperemis (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar (+) Injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Cukup dalam, koagulum (+) ± 1
COA Cukup dalam
mm
Iris Coklat Coklat
Pupil Semimidriasis (SA) Bulat, refleks +/+
Lensa Bening Bening
TIO Tidak dilakukan Normal

A/ Hifema traumatika grade I OD hari ke-2 dengan perbaikan


P/ - Bed rest dengan elevasi kepala 30-45o
- Levofloxacin ed 4x1 OD
- Asam traneksamat 3x250mg
- SA ed 3x1 OD
- Metilprednisolon 1x16mg
- Posop ed 4x1

24
BAB 4
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang laki-laki berusia 11 tahun dirawat di bangsal


mata RSUP Dr. M Djamil Padang tanggal 8 Desember 2017 dengan diagnosis
hifema traumatika grade III okuli sinistra. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik pada mata, serta dibantu dengan pemeriksaan
penunjang.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan mata kiri yang semakin merah
sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit, sebelumnya mata kiri pasien terkena

25
tendangan kaki adik pasien. Tendangan cukup keras dan berasal dari arah depan
mata pasien. Pasien mengeluhkakan nyeri pada mata kiri sejak 1 hari yang lalu.
Nyeri tidak mengganggu aktivitas. Pengelihatan mata kiri kabur dan hanya bisa
melihat cahaya. Penglihatan kabur ini sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.
Setelah keluhan mata merah muncul, penglihatan pada mata kiri semakin kabur.
Pasien pernah dirawat di bangsal mata RSUP Dr M Djamil Padang 2 bulan yang
lalu dengan diagnosis endoftalmitis eksogen OS dan preptisis bulbi OS.
Mata kiri terlihat berwarna merah disebabkan karena mekanisme trauma
mata yang dialami oleh pasien. Mekanisme trauma berupa gaya kontusif akan
menyebabkan kompresi anterior bola mata sehingga merobek pembuluh darah iris
dan menyebabkan perdarahan. Perdarahan umumnya berasal dari sirkulus arteri
mayor dan percabangan pembuluh darah pada badan siliar, juga dapat berasal dari
arteri koroidalis dan vena siliaris. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
injeksi konjungtiva dan injeksi siliaris yang juga diakibatkan oleh mekanisme
trauma pada mata kiri pasien. Selain itu juga didapatkan hifema yang telah
memenuhi setengah dari segmen anterior mata. Berdasarkan temuan ini, pasien
didiagnosis dengan hifema traumatika grade III okuli sinistra.
Derajat hifema dinilai dari banyaknya darah dalam segmen anterior mata.
Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade. Grade 1: darah
mengisi kurang dari sepertiga kamera segmen anterior mata, grade 2: darah
mengisi sepertiga hingga setengah segmen anterior mata, grade 3: darah mengisi
setengah sampai kurang dari seluruh segmen anterior mata dan grade 4: darah
mengisi seluruh segmen anterior mata, dikenal dengan hifema total atau blackball
hyphema. Berdasarkan onset perdarahannya, hifema pada pasien ini termasuk
hifema primer karena perdarahan langsung terjadi setelah trauma. Hifema
berdasarkan waktunya terbagi atas 2 bentuk, yaitu hifema primer dan hifema
sekunder. Hifema primer merupakan hifema yang langsung terjadi setelah trauma.
Sedangkan hifema sekunder adalah hifema yang biasanya timbul pada hari kelima
setelah terjadinya trauma. Perdarahan yang terjadi biasanya lebih hebat daripada
hifema primer.
Pada kornea pasien ditemukan adanya defek parasentralis dengan ukuran ±
2 mm dan epitelisasi. Defek ini dikarenakan proses penyembuhan dari penyakit

26
dahulu pasien, yaitu endoftalmitis bakterialis eksogen. Endoftalmitis eksogen
merupakan infeksi pada kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior yang
diakibatkan oleh adanya trauma luar seperti benda asing yang menembus COA
dan/atau COP atau karena tindakan operasi. Endoftalmitis juga dapat melibatkan
retina dan koroid sehingga dapat mengakibatkan gangguan penglihatan permanen
pada pasien. Pasien mengeluhkan penglihatan kabur dan hanya bisa melihat
cahaya (visus 1/~ p sentral) sehingga diduga penyakit endoftalmitis yang dulu
diderita pasien telah mengenai retina. Visus pasien 1/~ p sentral dikarenakan
pasien hanya dapat melihat cahaya saat lampu diarahkan tepat di depan mata
pasien.
Keluhan mata kabur juga dapat diakibatkan oleh hifema pada mata pasien,
karena darah dapat mengubah warna COA yang seharusnya bening sehingga
dapat mengganggu perambatan dan pembiasan cahaya pada mata kiri pasien.
Pemeriksaan funduskopi sulit dinilai dikarenakan COA yang tidak bening.
Pasien mengeluhkan nyeri pada mata kiri sejak 1 hari yang lalu. Hal ini
dikarenakan mekanisme trauma yang mengenai sel-sel saraf nyeri pada mata kiri
pasien. Nyeri yang dirasakan pasien tidak mengganggu aktivitas.. Kemungkinan
penyebab nyeri mata pada pasien ini adalah rangsangan pada saraf nyeri (ujung
saraf bebas) di palpebra, bukan karena kerusakan epitel kornea. Pada kornea
terdapat cabang saraf kranial yaitu nervus V.1 (nervus trigeminus). Saraf ini
merupakan saraf sensorik yang sensitif terhadap rangsangan nyeri apabila kornea
disentuh atau adanya gangguan pada kornea. Kerusakan epitel pada kornea selalu
menimbulkan nyeri yang tajam dan superfisial.
Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan labor seperti PT, APTT,
hitung platelet, fungsi ginjal, dan fungsi hepar untuk memastikan apakah pasien
mengalami gangguan pembekuan darah. Pemeriksaan laboratorium pasien
didapatkan menunjukkan nilai dalam batas normal sehingga dapat disimpulkan
bahwa pasien tidak memiliki gangguan pembekuan darah. Pemeriksaan morfologi
darah dan elektroforesis Hb diindikasikan untuk pasien yang dicurigai menderita
kelainan darah seperti anemia sel sabit.
Pemeriksaan funduskopi sulit dinilai karena COA berisi darah.
Pemeriksaan penunjang selanjutnya yang dianjurkan, yaitu Slit Limp

27
Biomicroscopy bertujuan untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal
contact, aqueous flare, dan synechia posterior. Pemeriksaan USG ditujukan untuk
mengetahui adanya kekeruhan pada segmen posterior bola mata, dan dapat
diketahui tingkat kepadatan kekeruhan tersebut. Pemeriksaan USG dilakukan
pada keadaan dimana oftalmoskopi tidak dapat dilakukan oleh adanya kekeruhan
kornea, bilik mata depan, dan lensa karena berbagai sebab atau perdarahan di
dalam bilik mata depan (hifema total).
Pasien juga dianjurkan untuk pemeriksaan glaukoma karena hifema dapat
menyebabkan glaukoma sekunder. Pemeriksaan gonioskopi dan tes provokasi
tidak boleh dilakukan pada pasien karena dapat memperparah hifema. Gonioskopi
boleh dilakukan setelah hifema hilang dan pasien (terutama anak-anak)
kooperatif. Pemeriksaan deteksi glaukoma yang dianjurkan adalah Optical
Coherence Tomography (OCT).
Tujuan utama tatalaksana pasien adalah menurunkan kejadian perdarahan
ulang (rebleeding), membersihkan hifema, mencegah dan mengobati lesi terkait.
Pasien dirawat di bangsal mata RSUP Dr M Djamil Padang. Tujuan pasien
dirawat inap yaitu:
1. Memudahkan follow up pasien
2. Memudahkan terapi medikamentosa
3. Memudahkan pengawasan pasien untuk tirah baring
4. Pemeriksaan komplikasi dini lebih mudah
Berdasarkan literatur, rawat inap minimal 5 hari, karena resiko perdarahan
ulang (rebleeding) pada 5 hari pertama sangat tinggi. Selama perawatan pasien
dianjurkan untuk tirah baring dengan elevasi kepala 30-45o. Tirah baring
bertujuan untuk meminimalkan perdarahan ulang (rebleeding) dan diharapkan
darah di dalam COA dapat diserap kembali. Pasien tidak diperbolehkan
melakukan aktivitas berat karena dapat memperberat perdarahan yang terjadi pada
mata pasien.
Pemberian aspirin dan obat pereda nyeri golongan OAINS lainnya tidak
dianjurkan karena dapat meningkatkan resiko perdarahan ulang akibat pengaruh
efek antiplatelet. Obat anti nyeri yang dapat diberikan, yaitu acetaminofen. Pada

28
pasien ini tidak diberikan obat pereda nyeri karena keluhan nyeri tidak
mengganggu pasien dan pada hari kedua rawatan keluhan nyeri tidak ada lagi.
Pemberian siklopegika topikal bertujuan untuk memudahkan evaluasi
segmen posterior mata, membuat mata lebih relaksasi, dan mencegah sinekia
posterior. Obat yang diberikan pada pasien yaitu sulfat atropin eye drop 3 kali 1
tetes. Pada pasien ini juga diberikan midriatika, berupa phenylephrine eye drop 3
kali per 15 menit. Penggunaan siklopegika dan midriatika sering dikombinasikan
dengan tujuan untuk mendapatkan efek dilatasi pupil yang paling lebar sehingga
mempermudah oftalmoskopi. Pada pasien ini midriatika dihentikan pada hari
ketiga rawatan karena pupil sudah terlihat dan pemeriksaan oftalmoskopi sudah
dapat dilakukan.
Kortikosteroid topikal bermanfaat untuk mengontrol inflamasi pada COA,
mencegah sinekia, dan mencegah perdarahan ulang. Obat kortikosteroid yang
diberikan kepada pasien yaitu fluorometolon eye drop diberikan tiap 15 menit.
Antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder maupun untuk
mengobati infeksi yang telah muncul. Antibiotik yang diberikan kepada pasien
yaitu levofloksasin eye drop 6 kali sehari sebanyak 1 tetes.
Komplikasi tersering yang muncul pada pasien hifema adalah perdarahan
ulang (58%). Perdarahan ulang dihubungkan dengan hifema yang luas, pasien usia
muda, ras kulit hitam atau hispanik, pasien yang mengkonsumsi aspirin, dan
hifema yang muncul > 24 jam. Pada umunya hifema dapat hilang sempuran dalam
rentang waktu 5 hingga 7 hari setelah onset, jika ditatalaksana dengan tepat. Pada
pasien ini, hifema hilang pada hari ke-12. Hal ini mungkin disebabkan karena
telah terjadi perdarahan ulang. Komplikasi lain yaitu glaukoma. Glaukoma dapat
terjadi pada pasien ini dikarenakan peningkatan tekanan intraokuler akibat
kerusakan jalur normal trabekula meshwork oleh obstruksi sel darah merah, fibrin,
platelet, dan degradasi sel.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Sesuai dengan literatur,
prognosis ditentukan oleh jumlah darah dalam bilik mata depan, bila darah sedikit
dalam bilik mata maka darah akan hilang sempurna. Sedangkan apabila darah
lebih dari setengan COA, maka prognosis lebih buruk karena akan disertai dengan
beberapa penyulit. Keberhasilan penyembuhan hifema teragantung pada tiga hal,

29
yaitu: kerusakan lain akibat hifema, apakah terjadi hifema sekunder, dan apakah
terjadi komplikasi hifema seperti glaukoma, pewarnaan kornea, atau optik atrofi.

DAFTAR PUSTAKA

1. John D Sheppard, Hampton R. Hyphema. Medscape: Drug, Diseases, and


Procedure. 2009.
2. Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2008. Available at
http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior. (Diakses tanggal
12 Desember 2017).
3. Lenihan P, Hitchmoth D. Traumatic Hyphema: A Teaching Case Report.
Optimetric Education 2014. 39;3.
4. Rahman A, 2009. Trauma Tumpul Okuli. Available at http://belibis-
a17.com/2009/10/11/trauma-tumpul-okuli/. (Diakses tanggal 13 Desember
2017).
30
5. American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Basic Principles
of Ophthalmology : Basic and Clinical Science Course Section 2. San
Francisco : American Academy of Ophthalmology; 2014
6. Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan and Asbury General Ophthalmology
17th Edition. Philadelphia: McGraw-Hill Companies; 2007.
7. David L, Nash M. Hyphema, http://emedicinemedscape.com/. (Diakses
tanggal 13 Desember 2017).
8. Morison J, Pollack I. Anatomy and Phisiology of Aquous Humour
Formation, in: Glaukoma Science and Practice.New York: Thieme:2003
9. Walton W., Hagen S., Grigorian R., Zarbin M., Management of Traumatic
Hyphema:Mayor Review. Survey of Ophthalmology. New Jersey, USA.
2002.
10. Skuta GL CB, Weiss JS. Clinical Aspect of Toxic and Traumatic Injuries of
Anterior Segment, Traumatic Hyphema. External Disease and Cornea.San
Fransisco: American Academy of Ophtalmology;2011-2015.p.365-9
11. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit
Mata: Hifema pada Rudapaksa Tumpul. Surabaya : FK Unair. Hal:137-139
12. Ausburger, James. Trauma Mata dan orbita. Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Edisi 17. 2009. Jakarta: EGC..Hal: 377-378.
13. Ilyas, Sidarta.Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3, 2010. Jakarta : FKUI,
hal. 264-265.
14. Nash, D.L. Hyphema. 2015. Diunduh dari http://
emedicine.medscape.com/article/1190165-overview#a6 pada tanggal 13
Desember 2017.

31
Lampiran Perkembangan Selama Perawatanmm

Hari ke-2 (8/12) Hari ke-3 (9/12) Hari ke-4 (10/12)


Visus tanpa koreksi 1/~p.sentral 1/~p.sentral 1/~p.sentral
Edema (-) Edema (+) Edema (+)
Palpebra superior
Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (+) Edema (+)
Palpebra inferior
Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (+) Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar (+) Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih Putih
Defek parasentral (+), ukuran 2 mm, Defek parasentral (+), ukuran 2 mm, Defek parasentral (+), ukuran 2 mm,
Kornea
epitelisasi (+) epitelisasi (+) epitelisasi (+)
COA Hifema (+) + 1/2 COA Hifema (+) + 1/2 COA Hifema (+) < 1/2 COA
Iris Coklat Coklat Coklat, koagulum (+)
Pupil Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Lensa Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
TIO N-1 (palpasi) N-1 (palpasi) N-1 (palpasi)

Gambar

0
Hari ke-5 (11/12) Hari ke-6 (12/12) Hari ke-7 (13/12)
Visus tanpa koreksi 1/~p.sentral 1/~p.sentral 1/~p.sentral
Edema (+) Edema (+) Edema (+)
Palpebra superior
Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (+) Edema (+) Edema (+)
Palpebra inferior
Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (+) Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih Putih
Defek parasentral (+), ukuran 2 mm, Defek parasentral (+), ukuran 2 mm, Defek parasentral (+), ukuran 2 mm,
Kornea
epitelisasi (+) epitelisasi (+) epitelisasi (+)
COA Hifema (+) < 1/2 COA Hifema (+) < 1/2 COA Hifema (+) < 1/2 COA
Coklat, koagulum (-), sinekia (+) Coklat, koagulum (-), sinekia (+)
Iris Coklat, koagulum (+)
posterior posterior
Pupil Ireguler Ireguler Ireguler
Lensa Keruh total Keruh total Keruh total
TIO N-1 (palpasi) N-1 (palpasi) N-1 (palpasi)

Gambar

0
Hari ke-8 (14/12) Hari ke-9 (15/12) Hari ke-12 (18/12)
Visus tanpa koreksi 1/~p.sentral 1/~p.sentral 1/~p.sentral
Edema (+) Edema (+) Edema (-)
Palpebra superior
Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (+) Edema (+) Edema (-)
Palpebra inferior
Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Hiperemis (+) ↓ Hiperemis (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (+) Hiperemis (+) ↓ Hiperemis (-)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih Putih
Defek parasentral (+), ukuran 2 mm, Defek parasentral (+), ukuran 2 mm, Defek parasentral (+), ukuran 2 mm,
Kornea
epitelisasi (+) epitelisasi (+) epitelisasi (+)
Hifema (+) 1/3 COA, koagulum (+) Hifema (+) (1 mm), koagulum (+)
COA Hifema (+) 1/3 COA
2mm 2mm
Coklat, koagulum (-), sinekia (+)
Iris Coklat, sinekia (+) posterior Coklat, sinekia (+) posterior
posterior
Pupil Ireguler Ireguler Ireguler
Lensa Keruh total Keruh total Keruh total
TIO N-1 (palpasi) N-1 (palpasi) Normal (palpasi)

Gambar

Anda mungkin juga menyukai