HIFEMA TRAUMATIKA
Pembimbing :
dr. Yulia Fitriani, Sp.M
Disusun oleh :
Gilang Rara Amrullah
G4A015213
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
HIFEMA TRAUMATIKA
Disusun oleh :
Gilang Rara Amrullah
G4A015213
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
2
A. Latar Belakang
Salah satu diantara penyebab kebutaan yang terjadi pada mata ialah
trauma okuli (persentuhan mata dengan benda tumpul). Trauma okuli ialah
trauma yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan rongga orbita. Trauma okuli sering
terjadi pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia ini sering
mengalami trauma okuli. Trauma okuli menjadi salah satu penyebab tersering
yang menyebabkan kebutaan unilateral. Kerusakan ini akan memberikan
penyulit yang mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Dewasa
muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering
mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya
kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan
lalu lintas (Ilyas, 2009).
Trauma okuli merupakan salah satu penyebab terjadinya Hifema
traumatik. Hifema adalah suatu keadaan terdapatnya darah di daerah bilik
depan mata. Hal ini dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Hifema primer terjadi segera
sesudah trauma, sedangkan hifema sekunder terjadi lima sampai tujuh hari
sesudah trauma terjadi. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan
mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai
prognosis yang lebih buruk. Hifema dapat beresiko meningkatan tekanan
intraokuler, pembentukan sinekia posterior atau anterior, dan katarak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui perjalanan penyakit dan penatalaksanaan hifema traumatika
3
2. Tujuan Khusus
Untuk menyelesaikan tugas referat dari kepaniteraan klinik di SMF Ilmu
Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a) Stroma
Stroma iris terdiri dari sel pigmen (melanosit) dan sel non
pigmen, kolagen fibril, dan marix yang mengandung asam hyaluronic.
Aqueous humor mengalir secara bebas melalui stroma disepanjang
pinggir anterior iris. Struktur keseluruhan dari stroma iris tetap sama
pada semua warna. Perbedaan warna terkait dengan jumlah pigmen
pada lapisan anterior dan stroma (Book, 2008).
b) Pembuluh darah
Pembuluh darah membentuk sebagian besar stroma iris. Sebagian
besar membentuk jalur radial, yang muncul dari arteri sirkulus mayor
dan melewati bagian tengah pupil. Di bagian paling tebal dari iris,
anastomosis trjadi antara iris dan venauntuk membentuk lingkaran
vaskular kecil dan iris, yang sering tidak lengkap. Arteri sirkulus
mayor terletak pada bagian apex dari korpus siliaris, bukan iris. Pada
manusia, di bagian pinggir lapisan anterior secara normal avaskular.
Diameter dari kapiler relatif luas. Endotelium non fenestrated dan
dikelilingi oleh bagian basal membran. Intimanya tidak memiliki
lamina yang elastis. Serabut saraf sensorik mielin dan non mielin ,
vasomotor, dan fungsi muskular di sepanjang stroma (Khan, 2007).
Gambar 2.3 Peredaran darah dari Arteri sirkulus mayor dari iris
2. Korpus Siliaris
Korpus siliaris memiliki lebar 6-7 dan memiliki dua bagian, yaitu:
pars plana dan pars plicata. Pars plana relatif avaskular, memiliki pigmen
yang halus, lebarnya 4 mm dan memanjang dari ora serata ke prosesus
siliaris. Pendekatan paling aman pada bedah ke rongga vitreus adalah
melalui pars plana, berlokasi 3-4 mm dari limbus kornea. Pars plikata kaya
vaskulatisasi dan terdiri dari sekitar 70 lipatan radial, atau prosesus siliaris
(Ilyas, 2009).
Pleksus kaliper setiap prosesus siliaris disuplai oleh arteriol ketika
mereka melewati anterior dan posteriir arteri sirkulus mayor; setiap
pleksus dialirkan oleh 1 atau 2 venula besar yang terletak di puncak setiap
7
Korpus siliaris dilapisi oleh dua sel epitel, epitel non pigmen dan
pigmen. Bagian dalam adalah epitel non pigmen yang berlokasi diantara
aqueous humor pada bilik posterior dan epitel berpigmen. Permukaan
basal dari epitel non pigmen yang berbatasan dengan bilik posterior
ditutupi oleh lamina basalis yang multilaminar. Lamina basalis dari epitel
pigmen yang berhadapan dengan stroma iris, lebih tebal dan homogen
dibandingkan dengan epitel non pigmen (Khan, 2007).
bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah
yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan
(Ilyas, 2009).
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien
duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema
dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan
epifora dan blefarospasme (Ilyas, 2009).
Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak
sudut bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu
lapisan yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman
trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah
menimbulkan bokade pupil (Khan, 2007).
C. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata terjadinya hifema di Amerika Utara adalah 1720/100.000 populasi setiap tahunnya dengan mayoritas terjadi pada pasien
dengan usia kurang dari 20 tahun. Olahraga merupakan penyebab utama
sebesar 60% pada pasien usia muda. Hifema traumatika lebih sering
didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan, dengan
perbandingan 3:1. Trauma tumpul merupakan penyebab paling umum yang
didapatkan pada pasien dengan hifema traumatika (American Academy
Ophthalmology, 2011).
10
E. Klasifikasi
a)
2.
b)
Grade I
2.
Grade II
(20%)
3.
Grade III
4.
Grade IV
12
pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan
siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar (Book, 2008).
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker
mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul
dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif
akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat
juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat
bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea (Stilger,
1999).
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya
mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular,
spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme
pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini
dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini
biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Hifema yang terjadi karena trauma
tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam
bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan
13
oleh
trauma
tembus
dengan
merusak
secara
langsung
14
mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari
otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan
berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis
traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan
pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris
walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai
mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti
miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang
dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi
lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi
perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur
koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular
(American Academy Ophthalmology, 2011).
G. Penegakan Diagnosis
Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan
adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada
COA (dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan
gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan
pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda,
blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat,
kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau
somnolen (Khan, 2007).
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang
15
terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien
duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema
dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami
kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah
(blood staining) pada kornea, anisokor pupil (Book, 2008).
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara
langsung dapat
16
Menghentikan perdarahan.
Menghindari timbulnya perdarahan sekunder.
Mengevakuasi darah dari bilik depan bola mata.
Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Penatalaksanaan hifema traumatika dapat dilakukan secara konservatif
Perawatan Konservatif
a. Tirah baring
Penderita ditidurkan dengan posisi terlentang dengan kepala
ditinggikan sebesar 30-45o. Darah terkumpul di inferior bilik mata
depan sehingga sehingga memfasilitasi pemeriksaan segmen posterior
dan pemulihan fungsi penglihatan
b. Pelindung mata
Digunakan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada mata
untuk 5 hari pertama.
c. Obat-obatan
i. Antifibrinolitik
Asam amino kaproat oral (50 mg/kg setiap 4 jam sampai
maksimum 30 gram/ hari selama lima hari) untuk menstabilkan
pembentukan
bekuan
darah
sehingga
menurunkan
risiko
perdarahan ulang. Selain itu, dalam penelitian klinis lain, pada anak
17
pembentukan
bekuan,
menurunkan
angka
Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma
sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada
pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama
3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan
bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan
bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi
kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25
mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea
(Kuhn, 2002).
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia
anterior perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus
18
dengan
tekanan
25
mmHg
(untuk
mencegah
corneal
bloodstaining)
e) Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari
(untuk mencegah peripheral anterior synechiae)
f) Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun
ukurannya dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari
24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih
selama 4 hari, segera lakukan tindakan operatif.
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah (Kuhn, 2002):
a) Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik membuat insisi
kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan
permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka
maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak
keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam
fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu
19
Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini
timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan
dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat
daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari
setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.
2.
Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan
oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah.
Insidensinya 20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya
darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena
unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya
glaukoma.Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan
20
siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan
pengaliran cairan mata.
3.
Hemosiderosis kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam
bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm
sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan
pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah
ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin.
Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam
lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan
keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema
yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada
perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler.
Gangguan visus karenahemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi
kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).
Insidensinya 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan
siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi
dan kebutaan.
4.
Sinekia Posterior
Sinekia
posterior
bisa
timbul
pada
pasien
traumatik
21
Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.
6.
Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea,
uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar
yang mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga
pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan
menurunnya lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila
sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular
masih
normal.
Perdarahan
yang
mengisi
setengah
COA dapat
22
BAB III
KESIMPULAN
1.
2.
3.
23
4.
DAFTAR PUSTAKA
Albiani DA, Asbury T, Augsberg JJ, Biswell R, Campbell RJ et al. 2010. Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC;.hlm.12-3, 377-8.
Ilyas, Sidarta. 2009. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga, FKUI,
Jakarta.
Khan BS, Hussain I, Nawaz A. 2007. Management of Traumatic Hyphema with
Raised Intraocular Pressure.
Kuhn F, Pieramici DJ. 2002. Ocular Trauma Principles and Practice. New York.
Thieme New York.
Oldham
pada
Juli
2016
di
25