Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN EVALUASI PROGRAM POKOK PUSKESMAS

PENEMUAN PENDERITA DIARE


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II TAMBAK

Pembimbing
dr. Kuntoro

Disusun Oleh
Alinda Bella Fazrina
G4A015193

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN

2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN EVALUASI PROGRAM POKOK PUSKESMAS


PENEMUAN PENDERITA DIARE
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II TAMBAK

Disusun untuk memenuhi syarat ujian


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Disusun Oleh
Alinda Bella Fazrina
G4A015193

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada Tanggal April 2017

Preseptor Lapangan

dr. Kuntoro
NIP. 19880214.201502.1.001
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare merupakan keadaan buang air besar dengan konsistensi lunak hingga cair
sebanyak 3 kali atau lebih dalam 24 jam dengan atau tanpa lendir atau darah. Diare merupakan
penyakit infeksi saluran cerna yang masih menjadi masalah utama di negara maju maupun
negara berkembang. Akibat yang sering ditimbulkan dari penyakit diare adalah kehilangan air
(dehidrasi), gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), hipoglikemia, gangguan
gizi, dan gangguan sirkulasi. Kematian yang berhubungan dengan kejadian diare kebanyakan
terjadi pada anak-anak atau usia lanjut, dimana kesehatan pada usia tersebut rentan terhadap
dehidrasi sedang-berat (Kemenkes RI, 2011; Simandibrata, 2007).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat 2 milyar
kasus diare di dunia dalam 1 tahun, dan 1,9 juta anak-anak kurang dari 5 tahun meninggal
karena diare setiap tahunnya, terbanyak terjadi di negara berkembang. Jumlah ini 18% nya
dari semua kematian anak-anak di bawah usia 5 tahun, dan berarti bahwa > 5.000 anak-anak
meninggal setiap hari akibat penyakit diare. Setiap anak di bawah usia 5 tahun mengalami
rata-rata 3 episode diare dalam setahun. Secara global pada kelompok usia ini, diare akut
adalah penyebab kematian kedua (setelah pneumonia). Konsekuensi langsung diare pada
anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan, gizi buruk, dan perkembangan kognitif yang
terganggu. Dari semua kematian anak akibat diare, 78% terjadi di wilayah Afrika dan Asia
Tenggara (Riddle et al., 2016; Farthing et al., 2013).
Di Indonesia penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena
morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh
Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan
insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik
menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010
sedikit turun menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011). Insiden dan period
prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen.
Lima provinsi dengan insiden maupun period prevalen diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan
14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7%
dan 10,1%), dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%). Provinsi Jawa Tengah sendiri memiliki
angka insiden dan period prevalen masing-masing sebesar 3,3% dan 6,7% (RISKESDAS,
2013).
Dilaporkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jawa Tengah tahun 2014,
Kabupaten Banyumas memiliki cakupan penemuan kasus diare sebesar 74,43%. Angka ini
masih dibawah standar yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah yaitu
sebesar 100% (Dinkes Jateng, 2014). Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas
tahun 2014, disebutkan bahwa diare merupakan penyakit endemis dan penyakit potensial KLB
yang sering disertai dengan kematian terutama pada daerah yang pengendalian faktor risikonya
masih rendah. Kasus diare di Kabupaten Banyumas dari tahun ke tahun masih tetap tinggi
dibanding kasus penyakit lainnya. Angka kesakitan diare Kabupaten Banyumas tahun 2014
adalah 214/1000 penduduk, sedangkan pada tahun 2013 adalah 21,55/1000 penduduk (Dinkes
Banyumas, 2014). Menurut laporan bulanan diare pergolongan umur Kabupaten Banyumas,
angka kejadian diare tertinggi terjadi pada usia >15 tahun sebanyak 7.719 kasus (45,19%),
pada umur 1-4 tahun sebanyak 4.639 kasus (27,15%, pada umur 5-14 tahun sebanyak 3.170
kasus (18,55%), dan pada umur <1 tahun sebanyak 1.553 kasus (9,09%) (Setyowati dan
Setiyabudi, 2016). Salah satu program pokok Puskesmas yaitu program pemberantasan
penyakit menular (P2M) dimana diare merupakan salah satu Program P2M di Puskesmas.
Namun pada umumnya program pokok Puskesmas ini belum dapat dilaksanakan secara
optimal, yang dikarenakan adanya keterbatasan dan hambatan baik di Puskesmas maupun
masyarakat dalam pelaksanaan program pokok Puskesmas.
Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas II Tambak pada bulan Januari hingga
Desember 2016 angka kejadian diare didapatkan sebanyak 164 kasus. Angka kejadian diare
tertinggi terjadi di Desa Purwodadi sebanyak 44 kasus (26,8%), Desa Prembun 35 kasus
(21,3%), dan Desa Pesantren 33 kasus (20,1%). Permasalahan di Puskesmas II Tambak adalah
belum tercapainya target program P2M dalam penemuan penderita diare, tingkat pencapaian
target Puskesmas II Tambak tahun 2015 hanya 61,27%, sedangkan target tahun 2015 adalah
100%. Pada tahun 2016 dari bulan Januari hingga bulan Desember angka pencapaian angka
temuan penderita diare sebesar 36,88% dan angka tersebut belum memenuhi target cakupan
pada tahun 2016 yaitu 100%. Berdasarkan masalah diatas maka perlu dilakukan analisis
mengenai permasalahan dalam program penemuan penderita diare.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis masalah kesehatan dan metode pemecahan masalah kesehatan di Puskesmas
II Tambak
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui secara umum program dan cakupan program penemuan penderita diare
di wilayah kerja Puskesmas II Tambak
b. Mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan program penemuan penderita diare di
wilayah kerja Puskesmas II Tambak
c. Menganalisis kekurangan dan kelebihan pelaksanaan program penemuan penderita
diare di wilayah kerja Puskesmas II Tambak.
C. Manfaat
1. Manfaat bagi Puskesmas
a. Sebagai bahan wacana bagi Puskesmas untuk memperbaiki kekurangan yang mungkin
masih ada dalam program penemuan penderita diare di wilayah kerja Puskesmas II
Tambak
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Puskesmas, khususnya pemegang program kerja
penemuan penderita diare dalam melakukan evaluasi kinerja program tersebut di
wilayah kerja Puskesmas II Tambak
c. Sebagai bahan untuk perbaikan program penemuan penderita diare kearah yang lebih
baik guna mengoptimalkan mutu pelayanan kepada masyarakat pada umumnya dan
individu pada khususnya di wilayah kerja Puskesmas II Tambak
2. Manfaat bagi Mahasiswa
a. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menganalisis suatu permasalahan kesehatan
dalam 6 program pokok Puskesmas.
b. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menentukan pemecahan permasalahan
kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.
II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Puskesmas II Tambak merupakan wilayah timur jauh (tenggara) dari Kabupaten
Banyumas, dengan luas wilayah 1.47 km2 atau sekitar 1,1% dari luas kabupaten Banyumas.
Wilayah Puskesmas II Tambak terdiri dari 5 desa yaitu: Pesantren, Karangpucung, Prembun,
Purwodadi dan Buniayu. Desa yang paling luas adalah Purwodadi yaitu 374 ha, sedangkan
desa yang wilayahnya paling sempit adalah Karangpucung yaitu sekitar 251 ha.
Wilayah Puskesmas II Tambak terletak diperbatasan Kabupaten Banyumas dengan
Kabupaten Kebumen, dan berbatasan dengan :
a. Disebelah utara : Desa Watuagung
b. Sebelah timur : Kabupaten Kebumen
c. Sebelah Selatan : Desa Gebangsari
d. Sebelah Barat : Desa Kamulyan, Desa Karangpetir.
Wilayah Puskesmas II Tambak terletak pada ketinggian sekitar 15 mdpl 35 mdpl.
Dengan suhu udara ratarata sekitar 27 derajat celcius dengan kelembaban udara sekitar
80%. Sekitar 50% dari luas tanah adalah daerah persawahan, 43% pekarangan dan tegalan,
dan 7% lain-lain.
B. Keadaan Demografi
Pertumbuhan penduduk dengan jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II
Tambak tahun 2016 berdasarkan data dari BPS adalah 20.872 jiwa. Terdiri dari 10.330 jiwa
(49,5%) laki-laki dan 10.542 jiwa (50,5%) perempuan. Jumlah keluarga 6.509 KK dan
kepadatan penduduk 1.422 jiwa/km2. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun
2015 jumlah jiwa dalam wilayah Puskesmas Tambak II mengalami peningkatan.
a. Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk tahun 2016 yang paling banyak adalah Desa Purwodadi sebesar
6.311 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.687 jiwa/km2, sedangkan yang paling sedikit
penduduknya adalah Desa Pesantren sebesar 2.684 jiwa dengan kepadatan penduduk
1.220 jiwa/km2. Kepadatan penduduk wilayah Puskesmas II Tambak adalah 1.422
jiwa/km2. Penyebaran penduduknya cukup merata, mulai dari daerah yang dekat jalan
raya sampai ke daerah.
3. Petugas kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai keberhasilan
pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan dalam wilayah Puskesmas II
Tambak adalah sebagai berikut :
a. Tenaga Medis
Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah Puskesmas II
Tambak ada 3 (tiga) orang dokter umum, yaitu dokter umum yang bekerja di Puskesmas
II dengan rasio terhadap 100.000 penduduk sebesar 14.373.
b. Dokter Spesialis
Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk.
c. Dokter Gigi
Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk.
d. Tenaga Farmasi
Tenaga farmasi pada Puskesmas II Tambak sebanyak 1 (satu) orang atau rasio terhadap
100.000 penduduk sebesar 4,79 dan untuk standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk.
e. Tenaga Bidan
Tenaga kebidanan jumlahnya 10 orang. Berarti ratio tenaga bidan adalah 47,91/100.000
penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga bidan 100/100.000 atau 16 bidan.
f. Tenaga Perawat
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan SPK ada 4 orang
dan D-III Keperawatan 6 orang, jumlah seluruhnya ada 10 orang perawat (ratio
47,91/100.000 jumlah penduduk). Standar IIS tahun 2010, adalah 117,5/100.000
penduduk ( sekitar 19 perawat).
g. Tenaga Gizi
Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan D-III Gizi, ratio
4,791/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000 penduduk.
h. Tenaga Sanitasi
Tenaga kesehatan masyarakat ada 1 (satu) orang dengan ratio 4,791/100.000 penduduk
dan untuk tenaga sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-I dengan ratio 4,791/100.000
penduduk. Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (7 tenaga sanitasi).
i. Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Kesehatan Masyarakat ada 1 orang. Standar IIS tahun 2010, 40/100.000
penduduk (7). Masih kurang 5 orang tenaga kesehatan masyarakat.

Tabel 2.1 Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk di Puskesmas II
Tambak, tahun 2016.
No. Jenis Tenaga Jumlah Ratio per Target IIS per
Tenaga 100.000 pddk 100.000 pddk
Kesehatan
1. Dokter Umum 3 14.373 40
2. Dokter Spesialis 0 0 6
3. Dokter Gigi 0 0 11
4. Farmasi 1 4,79 10
5. Bidan 10 47,91 100
6. Perawat 10 47,91 117,5
7. Ahli Gizi 1 4,791 22
8. Sanitasi 1 4,791 40
9. Kesehatan Masyarakat 1 4,791 40
Sumber: data sekunder Puskesmas II Tambak

4. Sarana Kesehatan
a. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes
Puskesmas II Tambak satu-satunya sarana kesehatan yang mempunyai kemampuan
Labkes di wilayah Puskesmas II Tambak.
b. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar
Rumah Sakit yang menyelenggarakan 4 pelayanan dasar tidak ada.
c. Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat di wilayah Puskesmas II Tambak hanya ada di Puskesmas.
5. Pembiayaan Kesehatan
Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas II Tambak terdiri dari operasional umum,
BPJS, Jamkesmas, Jamkesda dan dana BOK. Semua anggaran ini tujuannya adalah agar
semua program kesehatan di Puskesmas II Tambak bisa berjalan sesuai yang diharapkan dan
bisa mencapai target-target yang telah ditentukan. Oleh karena itu semua anggaran ini saling
melengkapi satu sama lain.
Anggaran dana operasional umum di Rencana Kerja Anggaran tahun 2016 berasal dari
APBD Kab/Kota adalah :
1) Belanja langsung sebesar 1.015.192.532 (satu milyar lima belas juta seratus sembilan
puluh dua ribu lima ratus tiga puluh dua rupiah)
2) Belanja tidak langsung sebesar 1.566.060.975 (satu milyar lima ratus enam puluh enam
juta enam puluh ribu sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
Sedangkan dari APBN (Dana Alokasi Khusus) sebesar 216.540.000 (dua ratus enam
belas juta lima ratus empat puluh ribu rupiah).
B. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Untuk melihat gambaran dari derajat kesehatan masyarakat di wilayah Puskesmas II
Tambak, dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas) dan status
gizi.
1. Mortalitas
Angka kematian dapat dipergunakan untuk menilai derajat kesehatan masyarakat di
wilayah tertentu dalam waktu tertentu. Disamping untuk mengetahui derajat kesehatan, juga
dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai tingkat keberhasilan dari program
pembangunan kesehatan dan pelayanan kesehatan di suatu wilayah tertentu. Angka kematian
berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber dipaparkan sebagai berikut:
a. Angka Kematian Bayi
Angka kelahiran hidup di wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2016 adalah 325
(162 laki-laki dan 163 perempuan). Sedangkan kasus bayi mati tidak ditemukan. Berarti
angka kematian bayi (AKB) di wilayah Puskesmas II Tambak adalah 0 per 1.000
kelahiran hidup.
Jika dibandingkan dengan AKB Puskesmas II Tambak tahun lalu yaitu 150/1.000
kelahiran maka terjadi penurunan menjadi 6,1/1.000 kelahiran hidup. Dan jika
dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGS) tahun 2015 sebesar
17/1000 kelahiran hidup maka AKB di Puskesmas II Tambak termasuk baik karena telah
melampaui target.
20

15 14.7 15
13.5
10 9.5
6.1
5

0
2012 2013 2014 2015 2016
Gambar 2.1 Grafik Angka Kematian Bayi Per 1.000 Kelahiran Hidup
Di Puskesmas II Tambak Tahun 2012 2016

b. Angka Kematian Ibu


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian yang terjadi pada ibu karena peristiwa
kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Angka kematian ibu (AKI) tahun 2016 terdapat 1
kasus sedangkan pada tahun 2015 terdapat 1 kasus, pada tahun 2014 dan tahun 2013 tidak
ada kasus, tahun 2012 adalah 3 kasus atau 1.003,3 per 100.000 kelahiran hidup.

c. Angka Kematian Balita


Dilihat angka kematian balita tahun 2016 ada 5, sedangkan pada tahun 2015 ada 3,
tahun 2014 ada 3, tahun 2013 ada 2, dan tahun 2012 nihil. Ini menunjukan adanya
peningkatan angka kematian balita di wilayah puskesmas II Tambak.

2. Morbiditas
a. Malaria
Pada tahun 2016 ditemukan kasus malaria positif maupun malaria klinis sebanyak
1 kasus di desa Buniayu. Sedangkan pada tahun 2012, 2013 dan tahun 2014 tidak
ditemukan kasus malaria. Kasus malaria terakhir pada tahun 2010 ditemukan malaria
klinis sebanyak 32 atau 1.61 per 1000 penduduk. Positif malaria 3 kasus (1.6/1000 pddk)
atau 9% dari jumlah malaria klinis dan semua mendapatkan pengobatan.
Walaupun angkanya termasuk kecil, dan tidak menunjukan endemis malaria namun
demikian perlu diwaspadai karena semua kasus malaria disini adalah eksodan dari luar
jawa.
b. TB Paru
Jumlah penemuan TB Paru BTA positif tahun 2016 adalah sebanyak 4 kasus atau
CNR 38.33/100.000 penduduk. Kasus TB Paru BTA positif diobati 7, sembuh 3 dan
pengobatan lengkap 1. Dengan angka kesuksesan (SUCCESS RATE/SR) 38,00%. Tahun
2015 sebanyak 6 kasus atau CDR 28/100.000 penduduk. Tahun 2014 adalah 6 kasus atau
CDR 35/100.000 penduduk. Sedangkan tahun 2013 kasus TB Paru BTA positif 9 kasus
atau 45/100.000 penduduk, sedangkan pada 2012 adalah 5 kasus atau CDR 25/100.000
penduduk.
c. HIV/AIDS
Kasus HIV tidak pernah ada yang terdeteksi dalam wilayah kerja atau tidak pernah
ada kasus positif HIV. Hal ini tidak bisa menunjukan secara pasti tidak adanya kasus HIV,
sebab bisa dimungkinkan ada kasus tetapi tidak karena pemeriksaan laborat untuk
penderita HIV sementara baru dilakukan pada klinik VCT atau di PMI pada waktu donor
darah. Dan Puskesmas selaku yang mempunyai wilayah belum pernah mendapatkan
tembusan hasil pemeriksaan laborat dari klinik VCT maupun PMI karena laporan
langsung ke tingkat kabupaten.
d. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Tidak ditemukan kasus AFP dalam wilayah kerja Puskesmas II Tambak tahun 2016
maupun tahun sebelumnya. Hal ini dapat dijadikan indikator keberhasilan program, baik
program immunisasi polio maupun program penemuan penderita AFP. Namun demikian
kita harus tetap waspada akan terjadinya AFP.
e. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Dari tabel 2.1 yaitu kasus DBD pada tahun 2016 ditemukan 7 kasus atau 33/100.000
penduduk sedangkan pada tahun 2015 ditemukan 3 kasus (14,4/100.000 penduduk). Pada
tahun 2014 ditemukan 4 kasus (21,2/100.000 penduduk), pada tahun 2013 ditemukan 2
kasus (9,8/100.000 pddk), pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan
kasus DBD pada tahun 2016. Ini perlu diwaspadai terutama masalah penularan penyakit
DBD ini terkait erat dengan masalah lingkungan. Program pemberantasan sarang nyamuk
tentunya perlu ditingkatkan lagi selain dilakukan fogging apabila terjadi kasus DBD di
wilayah tertentu.

35
30
25
20
15
10
5
0
2012 2013 2014 2015 2016
Gambar 2.2 Grafik Kasus DBD Per 100.000 Penduduk Di Puskesmas II Tambak
Tahun 2012-2016

3. Status Gizi
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Posyandu melalui penimbangan rutin
tahun 2016, diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Jumlah balita yang ada : 1.300 anak
2. Jumlah balita ditimbang : 1.126 anak (86,6%)
3. Jumlah balita yang naik BB-nya : 1.106 anak (98.2%)
4. Jumlah BGM : 20 anak (1.8%)
5. Jumlah Gizi buruk : 1 anak (0.07%).
Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang ditimbang pada tahun
2016 mencapai angka 86,6%. Ini menunjukan peningkatan apabila dibandingkan dengan
tahun 2015 yang hanya mencapai 82%. Angka balita yang naik berat badannya mencapai
98,2%, ini menunjukan terjadi penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2015 yang
mencapai 98,7%. Angka BGM mencapai 1.8% dan baik karena masih jauh dari angka 15%
sebagai angka batasan maksimal BGM. Hal ini menunjukan bahwa program gizi sudah
cukup berhasil, namun demikian perlu ditingkatkan kinerja posyandu terutama untuk
mengaktifkan peran serta untuk meningkatkan angka kehadiran balita di masing-masing
posyandu.
III. ANALISIS SISTEM PROGRAM KESEHATAN

Data SPM Puskesmas II Tambak menunjukkan jumlah penemuan kasus penderita diare di
Puskesmas II Tambak pada tahun 2015 sebanyak 272 kasus atau dengan persentase sebesar
61,27%. Target pemerintah terhadap penemuan kasus diare adalah 100%. Dengan target tersebut,
minimal kasus yang ditemukan di wilayah kerja puskesmas ini pada tahun 2015 minimal 445
kasus. Artinya target penemuan kasus diare di Puskesmas II Tambak belum tercapai. Data SPM
terbaru bulan Januari-Desember 2016 menyebutkan bahwa penemuan kasus diare adalah sebesar
164 pasien (36,88%) sedangkan target yang diharapkan selama satu tahun adalah 444 kasus
(100%) diare.
Melihat kondisi tersebut, dalam waktu dekat perlu segera optimalisasi program P2M diare
dengan melibatkan seluruh pihak, diantaranya bidan desa yang ada, dokter praktek swasta, serta
pelibatan seluruh masyarakat dalam Wilayah Puskesmas II Tambak. Untuk bisa melakukan
optimalisasi program, maka perlu diidentifikasi penyebab masalah. Pada BAB ini akan dibahas
analisis pada program penemuan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas II Tambak.
A. Analisis Sistem
1. Input
a. Man
Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut.
1) Tenaga Medis
Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah Puskesmas
II Tambak ada 3 (tiga) orang dokter umum, yaitu dokter umum yang bekerja di
Puskesmas II dengan rasio terhadap 100.000 penduduk sebesar 14.373.
2) Dokter Spesialis
Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk.
3) Dokter Gigi
Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk
4) Tenaga Farmasi
Tenaga farmasi pada Puskesmas II Tambak sebanyak 1 (satu) orang atau rasio
terhadap 100.000 penduduk sebesar 4,79 dan untuk standar IIS 2010, 10/100.000
penduduk.
5) Tenaga Bidan
Tenaga kebidanan jumlahnya 10 orang. Berarti ratio tenaga bidan adalah
47,91/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga bidan 100/100.000 atau
16 bidan.
6) Tenaga Perawat
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan SPK ada 4
orang dan D-III Keperawatan 6 orang, jumlah seluruhnya ada 10 orang perawat
(ratio 47,91/100.000 jumlah penduduk). Standar IIS tahun 2010, adalah
117,5/100.000 penduduk (sekitar 19 perawat).
7) Tenaga Gizi
Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan D-III Gizi, ratio
4,791/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000 penduduk.
8) Tenaga Sanitasi
Tenaga kesehatan masyarakat ada 1 (satu) orang dengan ratio 4,791/100.000
penduduk dan untuk tenaga sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-I dengan
ratio 4,791/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (7 tenaga
sanitasi).
9) Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Kesehatan Masyarakat ada 1 orang. Standar IIS tahun 2010, 40/100.000
penduduk (7). Masih kurang 5 orang tenaga kesehatan masyarakat.
b. Money
Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas II Tambak terdiri dari operasional
umum, BPJS, Jamkesmas, Jamkesda dan dana BOK. Semua anggaran ini tujuannya adalah
agar semua program kesehatan di Puskesmas II Tambak bisa berjalan sesuai yang
diharapkan dan bisa mencapai target-target yang telah ditentukan, oleh karena itu semua
anggaran ini saling melengkapi satu sama lain.
Anggaran dana operasional umum di Rencana Kerja Anggaran tahun 2016 berasal
dari APBD Kab/Kota adalah :
1) Belanja langsung sebesar 1.015.192.532 (satu milyar lima belas juta seratus sembilan
puluh dua ribu lima ratus tiga puluh dua rupiah)
2) Belanja tidak langsung sebesar 1.566.060.975 (satu milyar lima ratus enam puluh enam
juta enam puluh ribu sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
Sedangkan dari APBN (Dana Alokasi Khusus) sebesar 216.540.000 (dua ratus enam
belas juta lima ratus empat puluh ribu rupiah). Anggaran untuk program penemuan
penderita diare sendiri dalam 1 tahun sebesar 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu rupiah).
c. Material
1) Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Labkes
Puskesmas II Tambak satu-satunya sarana kesehatan yang mempunyai kemampuan
Labkes di wilayah Puskesmas II Tambak.
2) Pelayanan Rawat Inap dan Gawat Darurat
Terdapat Pelayanan rawat inap dan gawat darurat di wilayah Puskesmas II Tambak.
3) Puskesmas II Tambak memiliki dua buah ambulan, dan obat untuk penyakit diare
seperti tersedianya oralit dan zink
d. Method
Program pendataan penemuan diare dilakukan di dalam Puskesmas dan diluar
Puskesmas. Kegiatan di dalam Puskesmas seperti penemuan kasus diare dilaporkan dari
pasien rawat jalan di balai pengobatan umum Puskesmas atau pasien rawat inap.
Sementara kegiatan di luar Puskesmas berupa pelayanan kesehatan di Poliklinik Desa
(PKD) termasuk kegiatan penyuluhan diare pada masyarakat dan melihat secara
langsung kondisi rumah penderita diare. Kegiatan ini bekerja sama dengan program
kesehatan lingkungan, puskesmas keliling, posbindu, posyandu balita, dan posyandu
lansia.
Selain itu terdapat kegiatan evaluasi program yang disebut loka karya mini yang
diikuti oleh kepala puskesmas, pemegang program P2M Diare, dokter, perawat, bidan
dan karyawan puskesmas.
e. Minute
Setiap satu bulan sekali terdapat kegiatan pelaporan tenaga kesehatan terutama
bidan akan temuan diare ke pemegang program P2M Diare di Puskesmas.
f. Market
Keberadaan balita hingga lansia tersebar di setiap desa dan dapat menjadi sasaran
program kerja ini.
2. Process
a. Perencanaan
Tahap perencanaan program penemuan dan pendataan penyakit diare dirasa cukup
baik dengan melakukan rapat perencanaan program dan terbentuknya standar
operasional program.
b. Pengorganisasian
Kerjasama lintas sektoral yang dilakukan terbatas pada bidan desa dan pemerintah
desa terkait pencatatan dan pendataan.
c. Pelaksanaan program
Pasien yang memiliki gejala diare datang ke Puskesmas dan PKD. Pasien yang
terdiagnosis diare di data oleh tenaga kesehatan dan kader desa kemudian data
dilaporkan oleh tenaga kesehatan dan kader desa setiap 1 bulan sekali ke pemegang
program P2M diare di Puskesmas. Data yang dikumpulkan berupa identitas pasien,
diagnosis dan terapi.
d. Pengawasan dan penilaian
Pengawasan terhadap penemuan penderita diare dilakukan oleh petugas kesehatan
lingkungan dibantu oleh bidan desa.
3. Output
Berdasarkan rekapitulasi hasil pengkajian data dari bulan Januari hingga Desember
2016, hanya 36,88% angka cakupan penemuan penderita diare. Angka tersebut belum
memenuhi target cakupan yaitu 100% pada tahun 2016. Sedangkan capaian target
Puskesmas II Tambak tahun 2015 hanya 61,27%, sedangkan target tahun 2015 adalah
100% sehingga belum mencapai target.
B. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
1. Strength

a. Sumber Daya Manusia

Puskesmas II Tambak memiliki 3 orang dokter umum, 10 perawat yang dapat


melakukan deteksi dini atau mendiagnosa gejala atau tanda diare di ruang pemeriksaan
umum Puskesmas. Puskesmas II Tambak juga memiliki 10 bidan yang tersebar merata
di setiap desa di wilayah kerja Puskesmas II Tambak. Selain itu, pemegang program
sudah berpengalaman bekerja di Ilmu Kesehatan Anak RSUD Ajibarang, baik dari
manajemen program ataupun penanganan kasus diare dan pernah mengikuti MTBS.
Program kegiatan ini pun sudah bekerja sama dengan program kesehatan lingkungan,
puskesmas keliling, posbindu, posyandu balita, dan posyandu lansia.

b. Pembiayaan dan Sarana

Sumber dana dalam pelaksanaan program P2M diare berasal dari pemerintah
(Kementerian Kesehatan), yaitu Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Dana
ini digunakan untuk kegiatan promotif, preventif dan kunjungan rumah seperti
penyuluhan, penemuan, pemantauan penderita diare, dan melihat sanitasi lingkungan
rumah. Anggaran untuk program penemuan penderita diare sendiri dalam 1 tahun
sebesar 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu rupiah) dan sudah mencukupi untuk kegiatan
program. Selain itu, Puskesmas II Tambak memiliki dua buah ambulan, dan obat untuk
penyakit diare seperti tersedianya oralit dan zink.

c. Sistem Pendataan

Program pendataan penemuan diare dilakukan di dalam Puskesmas dan diluar


Puskesmas. Kegiatan di dalam Puskesmas seperti penemuan kasus diare dilaporkan
dari pasien rawat jalan di balai pengobatan umum Puskesmas atau pasien rawat inap.
Sementara kegiatan di luar Puskesmas berupa pelayanan kesehatan di Poliklinik Desa
(PKD). Proses pelaporan dilakukan 1 kali dalam sebulan dari tenaga kesehatan
terutama bidan kepada pemegang program P2M diare di Puskesmas. Selain itu terdapat
kegiatan evaluasi program yang disebut loka karya mini yang diikuti kepala
puskesmas, pemegang program P2M Diare, dokter, perawat, bidan dan karyawan
puskesmas.

2. Weakness

a. Pemegang program P2M Diare di Puskesmas II Tambak hanya 1 orang dan memiliki
tanggung jawab lain di Puskesmas II Tambak sehingga kurang optimal dalam
melakukan tugasnya.

b. Kegiatan diluar puskesmas berupa kegiatan melihat secara langsung kondisi rumah
penderita diare belum berjalan optimal dan memiliki kelemahan karena yang dilakukan
home visit hanya pasien yang sudah mengalami diare, sedangkan skrining lingkungan
sekitarnya secara aktif belum dilakukan.

c. Adanya kegiatan evaluasi program yang disebut loka karya mini yang diikuti oleh
kepala puskesmas, pemegang program P2M Diare, dokter, perawat, bidan dan
karyawan puskesmas, belum di lakukan secara rutin dikarenakan adanya kesibukan
masing - masing individu.

3. Opportunity

a. Adanya warga desa yang bersedia menjadi kader desa dalam pelaksanaan program
P2M Diare.

b. Adanya kegiatan rutin di tingkat RT/RW yang dapat dimasuki tenaga kesehatan
maupun kader untuk menyampaikan penyuluhan diare

c. Adanya pemantauan dari dinas kesehatan kabupaten banyumas tentang pemberantasan


penyakit menular yang dilakukan tiap 3 bulan sekali.

4. Threat

a. Belum terjalinnya kerjasama yang baik antara masyarakat dengan tenaga kesehatan dan
kader desa terkait pencatatan penemuan penderita diare tidak mencapai target.
b. Adanya praktik swasta (dokter dan bidan mandiri) yang kurang optimal dalam
pelaporan data terkait temuan kejadian diare dikarenakan belum adanya kerjasama
antara puskesmas dengan praktik swasta
c. Banyak masyarakat desa yang belum berobat ke Puskesmas atau PKD dan hanya
membeli obat warung
d. Kader desa masih belum aktif melaporkan ke pemegang program P2M diare di
Puskesmas terkait temuan diare. Sejauh ini pelaporan ke pemegang program P2M
Diare dilakukan oleh bidan desa.
e. Pengetahuan masyarakat dan kader masih kurang terkait diare, sebagian besar yang
mereka ketahui bahwa diare itu harus cair dan frekuensi BAB sebanyak 3 kali dalam
sehari itu masih normal
IV. PEMBAHASAN DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Pembahasan

Rendahnya angka capaian program penemuan penderita diare yaitu sebesar 36,88% pada
bulan Januari-Desember tahun 2016 dengan target 100% pada tahun 2016, hal ini merupakan
salah satu masalah yang terdapat di Puskesmas II Tambak. Berdasarkan hasil kajian kami,
terdapat beberapa permasalahan yang berhasil diidentifikasi dalam program penemuan
penderita diare, antara lain rendahnya pengetahuan masyarakat dan kader tentang diare, serta
motivasi kader yang masih kurang dalam rangka home visit dan penyampaian laporan kasus
penemuan penderita diare. Selain itu terbatasnya kerjasama lintas sektoral terutama dengan
RS, klinik swasta, dan praktik dokter atau bidan swasta yang masih belum baik terkait
pendataan dan pelaporan kasus penemuan diare (Gambar 4.1).

Metode
Deteksi kasus yang
utama secara pasif Skrinning lingkungan
belum optimal
Kerjasama lintas dilakukan
sektoral (-) Rendahnya
Cakupan
Penemuan
Pelaporan rutin (-) Pengetahuan kader &
Diare
masyarakat kurang
Pemegang program
multiamanah

Minute Man

Gambar 4.1 Fisbone Analysis Penemuan Diare

Agar program diare dapat berjalan secara optimal, peran dari tenaga kesehatan sangat
dibutuhkan. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan program diare bukan hanya
tanggung jawab petugas diare saja tetapi tenaga kesehatan lainnya. Petugas diare tidak akan
mampu mengatasi permasalahan diare tanpa adanya kerjasama/koordinasi dengan tenaga
kesehatan lainnya. Dalam mencapai tujuannya sebuah organisasi memerlukan koordinasi.
Tanpa koordinasi, individu-individu dan departemen-departemen akan kehilangan pegangan
atas peranan mereka dalam organisasi (Handoko, 2003). Kegiatan promosi atau pendidikan
kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan
kepada masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya promosi
kesehatan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran
(Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program P2M Diare Puskesmas II
Tambak, pemberian informasi tentang diare dan penanganan terjadinya diare dilakukan
melalui penyuluhan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sehingga mampu
untuk mengatasi masalah kesehatannya sendiri. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan dengan
home visit tidak terprogram dengan baik. Kegiatan dilakukan secara insidentil apabila
ditemukan masalah atau ada kegiatan tertentu, oleh karena itu peran kader kesehatan dapat
ditingkatkan sehingga dapat menjadi sumber pesan yang dipercayai dan dianggap mampu
memberikan informasi. Usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan pelatihan kader
kesehatan dan pembinaan rutin sehingga kader mampu menjadi penyuluh kesehatan yang
handal (Indriani, 2014).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri et al (2014) bahwa pengetahuan
kader yang kurang dapat menurunkan capaian penemuan diare yang dilakukan di Kota
Semarang dengan nilai p=0,02 (p<0,05), karena pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Kader
diharapkan dapat berperan sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat,
penggerak masyarakat untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan seperti mendatangi
posyandu dan melaksanakan hidup bersih dan sehat. Disamping itu kader dapat berperan
sebagai orang yang pertama kali menemukan jika ada masalah kesehatan di daerahnya dan
segera melaporkan ke tenaga kesehatan setempat (Indriani, 2014). Beberapa permasalahan
tersebut menyebabkan cakupan penemuan penderita diare di wilayah kerja Puskesmas II
Tambak pada tahun 2016 dari bulan Januari sampai bulan Desember hanya sebesar 36,88%
yang belum mencapai target yaitu 100%.
B. Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan analisis SWOT, beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat


dilakukan sebagai berikut:
1. Pemegang Program P2M Diare disarankan untuk memegang 1 program (khusus untuk
program diare) di Puskesmas sehingga pemegang program dapat melakukan secara
optimal dalam melakukan tugasnya.
2. Menjalin kerjasama dengan praktik swasta (dokter, bidan, klinik) dan memberikan
lembaran pengisian laporan harian/bulanan dengan format yang sudah diberikan oleh
Puskesmas
3. Menjadwalkan rutin adanya pembinaan kader-kader desa sekaligus memberikan pelatihan-
pelatihan baik oleh dokter, pemegang program, atau ikut melibatkan kader apabila terdapat
pelatihan dari pihak luar seperti Dinas Kesehatan
4. Memberdayakan masyarakat bersama para kader yang sudah dilatih untuk melakukan
active case finding penderita diare dan skrining lingkungan sekitarnya
5. Mengoptimalkan kegiatan evaluasi program setiap 1 bulan sekali yang disebut loka karya
mini yang diikuti oleh kepala puskesmas, pemegang program P2M Diare, dokter, perawat,
bidan dan karyawan puskemas.
6. Adanya buku khusus untuk pelaporan temuan diare di setiap desa yang disimpan di PKD,
sehingga kader desa dapat mudah melaporkan angka temuan diare ke pemegang program
diare di Puskesmas.
7. Pemberian reward kepada kader desa agar kader desa lebih optimal dalam pelaporan kasus
diare
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Cakupan Program Penemuan Penderita Diare di Puskesmas II Tambak pada Bulan Januari
hingga Desember 2016 hanya sebesar 36,88% dan belum memenuhi target cakupan
sebesar 100%. Angka capaian program pada tahun 2015 sebesar 61,27%, sedangkan target
pada tahun 2015 sebesar 100%
2. Beberapa hal yang menjadi dasar ketidaktercapaian program tersebut antara lain:
a. Kurang optimalnya kerjasama lintas program (dokter, perawat, bidan, tenaga
kesehatan lingkungan, tenaga farmasi, ahli gizi dan karyawan Puskesmas), lintas
sektoral (kepala desa, kader desa) dan praktik swasta (dokter dan bidan mandiri) dalam
pelaporan kasus diare.
b. Proses penemuan penderita diare belum dilakukan secara aktif oleh pemegang
program P2M Diare, tenaga kesehatan dan kader desa dikarenakan adanya kesibukan
antar masing masing individu.
c. Belum terjalinnya kerjasama yang baik antara masyarakat dengan tenaga kesehatan
dan kader desa, sehingga pencatatan penemuan penderita diare tidak mencapai target.
B. Saran
1. Menjalin kerjasama dengan praktik swasta (dokter, bidan, klinik) dan memberikan
lembaran pengisian laporan harian/bulanan dengan format yang sudah diberikan oleh
Puskesmas
2. Menjadwalkan rutin adanya pembinaan kader-kader desa sekaligus memberikan
pelatihan-pelatihan tambahan
3. Mengoptimalkan kegiatan evaluasi program setiap 1 bulan sekali yang disebut loka
karya mini yang diikuti oleh kepala puskesmas, pemegang program P2M Diare, dokter,
perawat, bidan dan karyawan puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Buku Pedoman
Penyelidikan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2014. Standar Minimal Pelayanan 2014. Semarang:
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas Tahun
2014. Banyumas: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.

Farthing M., Mohammed AS, Greger L, Petr D, Igor K, Eduardo SL et al. 2013. Acute Diarrhea
in Adults and Children: A Global Perspective. J Clin Gastroenterol. 47(1): 12-20.

Handoko, T.H. 2003. Manajemen. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Indriani, Riri A. 2014. Analisis Pelaksanaan Program Diare di Puskesmas Medan Deli Kecamatan
Medan Deli Tahun 2014. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Profil Kesehatan Puskesmas II Tambak. 2015. Rekapitulasi Penderita Diare di Sarana Kesehatan.
Banyumas: Puskesmas II Tambak.

Putri, KP, Zaenal S, Kriswiharsi KS. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Cakupan
Penemuan Diare pada Balita di Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Dian
Nuswantoro.

Riddle, MS, Herbert LD, Bradley AC. 2016. ACG Clinical Guidline: Diagnosis, Treatment, and
Prevention of Acute Diarrheal Infections in Adults. Am J Gastroenterol. 30(1): 1-21.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.


www.litbang.depkes.go.id/sites/.../rkd2013/Laporan_Riskesdas2013.PDF (23 November
2016).

Setyowati V dan Setiyabudi R. 2016. Penyediaan Air Bersih, Penggunaan Jamban Keluarga,
Pengelolaan Sampah, Sanitasi Makanan dan Kebiasaan Mencuci Tangan Berpengaruh
terhadap Kejadian Diare Umur 15-50 tahun. Medisains Jurnal Ilmu Kesehatan. 14(2): 38-45.

Simadibrata. 2007. Diare Akut : Bahan Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 1st ed. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai