Anda di halaman 1dari 14

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


GLAUKOMA KONGENITAL

Disusun Oleh:
AULIA SABRINA
01073170132

Pembimbing:
dr. Werlinson Tobing, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 6 AGUSTUS – 8 SEPTEMBER 2018
TANGERANG
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................... 3


I. Anatomi .................................................................................................................................... 3
II. Definisi .................................................................................................................................... 4
III. Epidemiologi ........................................................................................................................ 6
IV. Patofisiologi .......................................................................................................................... 6
V. Diagnosis ................................................................................................................................. 7
i. Anamnesis ......................................................................................................................................... 7
ii. Pemeriksaan Fisik .......................................................................................................................... 7
iii. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................................................. 7
VI. Diagnosis Banding............................................................................................................... 8
VII. Tatalaksana ......................................................................................................................... 9
VIII. Prognosis .......................................................................................................................... 12

BAB II ................................................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 13

2
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi
Aqueous humor adalah cairan jernih yang berada di bilik anterior antara kornea dan
lensa yang berfungsi untuk membawa nutrisi untuk kornea dan lensa—dimana keduanya
kekurangan suplai darah. Aqueous humor diproduksi oleh badan siliaris yang merupakan
lokasi utama pembuatannya1. Badan siliaris terdiri dari prosesus dan otot siliaris. Badan
siliaris mempunyai dua bagian, yaitu pars plicata dan pars plana. Prosesus siliaris, terletak di
pars plicata, adalah lipatan keluar–tonjolan—pada permukaan dalam badan siliaris yang
berisi kapiler-kapiler darah yang merupakan struktur utama untuk mensekresi aqueous
humor2. Otot siliaris adalah bundel otot halus yang dimana pergerakannya—kontraksi atau
relaksasi—merubah bentuk lensa dan mengakomodasi lensa untuk daya lihat jarak jauh atau
dekat3.
Sudut kamera okuli anterior (KOA) atau iridocorneal angle, mempunyai peran
penting dalam proses drainase cairan aqueous, terbentuk dari sudut antara permukaan
anterior iris dan permukaan posterior kornea. Sudut KOA ini terdiri dari Schwalbe’s line,
trabecular meshwork, scleral spur, dan permukaan anterior iris termasuk pangkal iris2.
Schwalbe’s line adalah garis anatomis pada permukaan kornea yang menggambarkan batas
akhir membran Descemet kornea. Trabecular meshwork adalah struktur seperti jerami yang
menyaring aqueous humor untuk masuk ke Kanalis Schlemm2,4. Kanalis Schlemm adalah
vena berdinding tipis yang sangat berpori4.

Gambar 1. Anatomi iridocorneal angle4

3
Aqueous humor yang dihasilkan oleh prosesus siliaris akan mengalir melewati pupil
ke bilik anterior (KOA) mata. Lalu, cairan aqueous akan mengalir ke depan arah lensa dan
menuju sudut antara kornea dan iris, dan melalui trabecular meshwork akan masuk ke
Kanalis Schlemm. Aqueous humor yang telah masuk ke Kanalis Schlemm akan dialirkan ke
sirkulasi vena mata yang lebih besar. Kanalis Schlemm sebenarnya adalah pembuluh darah
vena, tetapi karena jumlah aqueous humor yang mengalir ke kanal ini sangat banyak,
membuat kanal ini terisi jauh lebih banyak oleh cairan aqueous dibanding darah. Pembuluh
darah vena kecil yang mengarah dari Kanalis Schlemm ke pembuluh darah yang lebih besar
pada umumnya hanya mengandung aqueous humor, maka disebut vena aqueous4.
Aqueous humor terus menerus diproduksi dan reabsorbsi, maka keseimbangan antara
pembuatan dan reabsorpsi aqueous humor akan meregulasi volume total dan tekanan
intraokular cairan4.

II. Definisi
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang timbul di antara waktu lahir dan usia 3
sampai 4 tahun. Adanya peningkatan tekanan intraokular sudah terlihat sejak lahir. Yang
dimaksud dengan glaukoma adalah penyakit kerusakan syaraf (neuropathy) mata kronik dan
progresif yang disebabkan oleh beberapa kondisi mata yang menyebabkan adanya kerusakan
pada syaraf mata dengan adanya penurunan fungsi penglihatan. Faktor risiko yang paling
sering adalah peningkatan tekanan intraokuler (TIO)2. Glaukoma kongenital (GK) terjadi
karena adanya kelainan malformasi kongenital pada sudut bilik anterior yang mengakibatkan
obstruksi pada drainase aqueous humor yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intraokular5.
Glaukoma kongenital dibagi menjadi dua jenis, yaitu primary
congenital/developmental glaucoma (PCG) dan developmental glaucoma with associated
ocular anomalies / secondary congenital glaucoma (SCG). PCG adalah keadaan dimana TIO
sangat tinggi yang disebabkan oleh adanya gangguan pertumbuhan (malformasi) pada sudut
iridocorneal—trabeculodysgensesis—dan tidak terkait dengan abnormalitas mata lainnya
atau gangguan sistemik. Istilah deskriptif yang biasa digunakan adalah buphthalmos
(pembesaran bola mata; bull-like eyes) yang disebabkan oleh adanya hydrophthalmos (retensi
aqueous humor) yang terjadi sebelum usia 3 tahun6.
PCG digolongkan menurut usia awitan, yaitu (1) true congenital glaucoma adalah
peningkatan TIO pada masa intrauterin, (2) infantile glaucoma terjadi sebelum anak berusia

4
tiga tahun, dan (3) juvenile glaucoma terjadi antara usia 3 – 16 tahun7. Gejala trias pada PCG
adalah epifora, fotofobia, dan blefarospasme. Pada umumnya terjadi pada kedua mata;
bilateral. Epifora adalah air mata berlebih, fotofobia adalah intoleransi pada cahaya, dan
blefarospasme adalah penutupan kelopak mata diluar kontrol yang mengakibatkan berkedip
secara berlebihan. Tetapi sesungguhnya, fotofobia dan blefarospasme hanya terjadi pada
7.5% pasien dan epifora pada 3.3% pasien pada presentasi pertama. Kornea kabut—corneal
haze—dan buphthalmos lebih sering menjadi tanda-tanda presentasi umum, terlihat pada
40% pasien8. Kornea kabut disebabkan oleh edema difus kornea karena peningkatan TIO atau
edema lokal karena pecahnya membrane Descemet. Selain itu, dapat terlihat adanya Haab’s
striae yaitu garis kurvilinear karena rupturnya membran Descemet karena lebih tidak elastis
dibandingkan stroma kornea, sklera yang menipis akan terlihat biru karena peningkatan
visualisasi pada uvea yang mendasarinya, cupping diskus optikus, vaskularisasi dan jaringan
parut pada kornea, dan miopia axial yang terjadi karena peningkatan panjang axial6,7.
Tipe kedua GK adalah developmental glaucoma with associated ocular anomalies
yang terjadi sekunder karena anomali mata dan/atau gangguan sistemik yang pada umumnya
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan pada bagian mata lainnya yang menyebabkan
peningkatan TIO. Beberapa keadaan yang paling sering menyebabkan GK adalah
corneotrabeculogysgenesis yang menghasilkan karakteristik sesuai lokasi, jika perifer
menjadi anomali Axenfeld, midperifer menjadi anomali Rieger, sentral menjadi anomali
Peter9. Aniridia juga terjadi pada 50% kasus, yaitu keadaan patologi mata dimana iris
mengalami deformasi. Selain itu, karena sindrom lentis ektopia seperti sindrom Marfan,
phakomatosis terlihat pada sindrom Sturge-Weber dan Von Recklinghausen karena
neurofibromatosis6,9.

5
III. Epidemiologi
Angka terjadinya GK berbeda-beda pada tiap negara. Untuk PCG, insidensi pada
negara barat seperti Irlandia, Inggris, dan Amerika Serikat sangat jarang, terjadi pada 1 dari
10,000 sampai 1 dari 70,000 kelahiran8. Pada negara Eropa, Amerika Utara, dan Australia
terjadi pada 1 dari 10,000 sampai 1 dari 38,000 kelahiran10. Sedangkan insidensi lebih tinggi
secara signifikan pada Arab Saudi, India Selatan, dan populasi Gipsi di Slovakia yaitu terjadi
pada 1 dari 1,250 sampai 1 dari 3,300 kelahiran8.
Kejadian PCG meningkat diperkirakan karena adanya konsanguinitas atau
perkawinan hubungan sedarah dan didukung oleh data statistik yaitu adanya data lebih tinggi
konsanguinitas pada orang tua pada PCG dibandingkan pada SCG8. Orang tua konsanguinitas
dilaporkan pada anak Pakistan di the British Infantile Glaucoma Study sebanyak 67%, tetapi
di negara Amerika Serikat dan Australia konsanguinitas tidak memegang peranan penting10.
Mayoritas pasien, sekitar 60%, di diagnosa pada usia 6 bulan dan 80% pada usia satu
tahun. Sekitar 70% pasien mengalami glaukoma pada kedua mata, bilateral9. Rata-rata PCG
terlihat pada usia lebih muda pada ras negara timur dengan insidensi lebih tinggi. Pada ras
Asia, Saudi Arabia, dan India terlihat antara 3 – 4 bulan, sedangkan pada negara barat terlihat
sampai usia 11 bulan. Selain itu, mayoritas terjadi pada laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan terlihat di Asia dan negara barat, sekitar 65%8. Kasus PCG pada umumnya terjadi
secara sporadis dan pada pasien dengan adanya keturunan GK, diturunkan secara autosomal
resesif2.
Pada satu penelitian yang dilakukan pada 180 pasien di Riyadh, Arab Saudi,
ditemukan usia awitan terjadinya SCG lebih tua dibandingkan PCG, walaupun tidak
signifikan, yaitu rata-rata terjadinya SCG pada usia 4.3 ± 7.9 bulan (antara hari pertama
kelahiran dan 3 tahun), sedangkan PCG pada usia 3.8 ± 10.7 bulan. Dan SCG hanya terjadi
20% dari seluruh pasien GK. SCG paling banyak disebabkan oleh anomali Peter (22.2%),
diikuti oleh segmen anteriod dysgenesis (16.7%), lalu aniridia atau sindrom Rieger (13.6%)10.

IV. Patofisiologi
Peran penting dalam patofisiologi PCG adalah adanya ketidaksempurnaan
pertumbuhan pada trabecular meshwork (trabeculodysgenesis) yang menyebabkan
pembendungan pada aliran keluar aqueous humor dan akhirnya meningkatkan TIO. Pada
PCG, trabeculodysgenesis tidak berhubungan dengan kelainan mata lainnya.
Trabeculodysgenesis dikarakteristikan dengan absensi sudut resesi dan iris mempunyai
insersi langsung yang datar atau cekung ke permukaan trabekula. Insersi iris datar lebih
sering terjadi dibandingkan insersi iris cekung. Pada insersi iris datar, iris langsung masuk
mendatar dan tiba-tiba ke trabekulum pada anterior atau posterior dari taji sklera (scleral
spur). Sedangkan pada insersi iris cekung, jaringan iris membentang sampai persimpangan
iridotrabekula dan trabekula sehingga menghalangi taji sklera dan badan siliaris6.
Dengan keadaan iris yang datar dan mencekung, aliran keluar aqueous humor tidak
didrainase secara benar dan menyebabkan sumbatan aliran aqueous humor sehingga
membendung aqueous humor dan menimbulkan peningkatan pada TIO2.

V. Diagnosis

i. Anamnesis
Dari anamnesis bisa ditanyakan beberapa pertanyaan ini11:
 Riwayat di keluarga dengan glaukoma kongenital
 Pernikahan sedarah pada orangtua
 Adanya abnormalitas sistemik
 Infeksi rubella saat kehamilan
 Trauma saat lahir
 Adanya keterlibatan sistemik

ii. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik mata, dapat dilakukan asesmen11:
 Ketajaman visus
 Pengukuran tekanan TIO
 Slit lamp untuk mendeteksi adanya edema kornea
 Pemeriksaan fundus juga dilakukan untuk mengevaluasi diskus optikus dan
retina

iii. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan lengkap harus dilakukan secara EUA (examination under anesthesia)
pada anak dengan suspek glaukoma kongenital. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan
adalah9,11:

7
 Pengukuran TIO dengan tonometri Schiotz atau aplanasi Perkin
o Klasifikasi: ringan (<25 mmHg), sedang (25 – 35 mmHg), dan berat
(>35 mmHg).
 Pemeriksaan kornea sebagai berikut
o Pengukuran diameter kornea menggunakan kaliper. Diameter lebih
dari 12 mm pada tahun pertama kehidupan sangat mengindikasikan
PCG. Klasifikasi: ringan (<13 mm), ringan (13 – 14.5 mmHg), dan
berat (>14.5 mmHg).
o Edema kornea dapat dilihat dari kejernihan kornea. Edema kornea
terjadi karena adanya peningkatan TIO. Jika tidak di terapi, edema
akan berkembang menjadi stromal scarring dan kornea astigmatism
iregular. Klasifikasi: baik, sedang, dan buruk.
o Terlihatnya striae Haab karena peningkatan TIO meregangkan endotel
kornea dan membran Descemet menghasilkan breaks pada membran
ini, striae pada umumnya horizontal dan linear jika terjadi di kornea
sentral dan terlihat paralel atau kurvilinear jika terjadi di perifer.
 Pemeriksaan dengan gonioskopi lensa Koeppe untuk melihat sudut bilik
anterior, dapat terlihat kelainan iris yang datar atau cekung. Walau pada
umumnya sudut avaskular, lingkaran-lingkaran pembuluh darah dari arteri
utama dapat terlihat diatas iris (“fenomena monster Loch Ness”). Selain itu,
iris perifer dapat tertutup oleh jaringan halus (“Lister’s morning mist”).
 Ophthalmoscopy juga dilakukan untuk mengevaluasi diskus optikus. Cup pada
PCG pada umumnya terlihat bulat, berdinding tajam dan sentral, dikelilingi
oleh lingkaran merah muda. Cup cenderung membesar secara melingkar. Pada
umumnya setelah operasi berhasil, cup akan kembali seperti semula dengan
penurunan TIO.

VI. Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada glaukoma kongenital berdasarkan tanda yang terlihat
adalah6,11:
 Cloudy cornea
o Pada kasus unilateral, etiologi paling sering adalah trauma dengan
rupturnya membran Descemet (injury forceps). Pada kasus bilateral,

8
etiologi bisa karena trauma, gangguan metabolic seperti
mukopolisakarida dan mukolipidos, dan keratitis rubella (rubella
kongenital).
 Kornea besar
o Terjadi karena buphthalmos dapat di diagnosis bandingkan dengan
megalokornea dan miopia tinggi
 Epifora
o Pada bayi umumnya terjadi karena obstruksi duktus nasolakrimal
kongenital atau lakrimasi sekunder karena iritasi mata seperti
konjungtivitis, entropion, dan bulu mata aberans.
 Fotofobia
o Bisa terjadi karena keratitis atau uveitis.

VII. Tatalaksana
Tatalaksana PCG menggunakan terapi medis tidak efektif dikarenakan adanya
kelainan anatomi pada sudut drainase ruang anterior, hanya efektif menurunkan 10% pasien
PCG. Terapi medis hanya digunakan sebagai terapi suportif yang bertujuan untuk
menurunkan TIO mengurangi kekeruhan kornea sebelum tindakan operasi, sebagai terapi
sementara selagi menunggu operasi atau sebagai terapi tambahan untuk memaksimalkan
penurunan TIO paska operasi8.
Terapi medis yang diberikan adalah oral inhibitor karbonat anhidrase sebagai terapi
yang paling efektif, menggunakan asetazolamid 15 – 30 mg/kgBB/hari dibagi menjadi tiga
sampai empat dosis. Lalu, topikal inhibitor karbonat anhidrase, kurang efektif, menggunakan
dorzolamid atau brinzolamid dua kali sehari. Lalu, topikal beta-blocker seperti timolol atau
levobunolol 0.25% untuk anak dibawah satu tahun dan 0.50% untuk anak diatas satu tahun,
diberikan dua kali sehari. Selain itu, bisa digunakan analog prostaglandin yaitu latanoprost
empat kali sehari11, tetapi mempunyai hasil yang tidak efektif, tidak memberikan efek pada
50 – 80% pasien8.
Terapi definitif untuk PCG adalah tindakan operasi. Pemilihan kasar untuk tindakan
operasi dengan melihat diameter kornea, karena diameter kornea menentukan derajat
keparahan penyakit. Pada umumnya, diameter kornea dibawah 13 mm dikategorikan sebagai
PCG ringan dan pilihan operasinya adalah goniotomi atau trabekulotomi. Diameter kornea
antara 13 – 16 mm mengindikasikan PCG sedang dan operasi pada sudut mempunyai

9
kemungkinan gagal tetapi masih bisa diusahakan, opsi lain adalah kombinasi trabekulektomi
– trabekulotomi, trabekulotomi tradisional, atau implan sudut drainase. Sedangkan diameter
kornea diatas 16 mm mengindikasikan PCG berat, dimana siklofotokoagulasi menjadi pilihan
terakhir8.
Tindakan lini pertama adalah operasi sudut yang bertujuan untuk membuka jalan agar
humor akuos bisa mengalir ke kanalis Schlemm dengan menghilangkan bagian obstruksi
pada sudut. Mekanisme menurunnya TIO masih belum jelas, tetapi drainase akuos harus
ditingkatkan untuk menurunkan tekanan pada bagian anterior mata. Sedangkan operasi
filtrasi dan pemasangan shunt untuk drainase dilakukan dengan membuat jalur drainase
terpisah untuk akuos, melewati fistula ke bleb subkonjungtiva pada trabekulektomi atau ke
cadangan akuos pada shunt glaukoma. Selain itu, prosedur siklodestruktif menghancurkan
badan siliaris dan menurunkan produksi cairan akuos13.
Goniotomi adalah tindakan untuk menurunkan TIO dengan teknik insisi pada
trabecular meshwork dengan visualisasi langsung untuk membuat jalur drainase humor akuos
melewati kanalis Schlemm, membuat arah iris lebih menuju posterior untuk memperdalam
sudut resesi8,12. Sekitar 72% pasien, cukup satu kali goniotomi untuk menormalkan TIO dan
88 – 94% pasien memerlukan dua kali goniotomi8. Untuk melakukan prosedur ini, sudut
harus tervisualisasi dengan jelas. Jika terdapat edema kornea, terkadang diberikan terapi
medis beberapa saat sebelum operasi untuk mengurangi edema atau jika diperlukan, epitel
kornea diangkat untuk memperjelas visualisasi. Komplikasi goniotomi adalah hifema, sinekia
anterior perifer, iridodialisis, dan siklodialisis12.
Trabekulotomi juga tindakan untuk menurunkan TIO dengan membuat half-thickness
scleral flap dan memasukkan trabekulotom ke dalam kanalis Schlemm yang nantinya akan di
insisi trabecular meshwork dan di rotasi 360 derajat masuk ke bilik anterior7,8. Angka
keberhasilan trabekulotomi sangat tinggi, sekitar 87 – 92% kasus berhasil pada PCG yang
terjadi sebelum satu tahun kelahiran. Selain itu, trabekulotomi dapat dilakukan pada kornea
keruh yang membuat visualisasi struktur sudut buruk12 dan jika goniotomi sudah dilakukan
berkali-kali7. Untuk menghindari terjadinya terbentuknya jaringan parut pada area
subkonjungtiva untuk mempertahankan pembukaan drainase, antimetabolit seperti mitomisin
C (MMC) dan 5-fluorouracil dapat digunakan13. Komplikasi pada trabekulotomi adalah
hifema, pelepasan atau perdarahan koroid, atau kesalahan pasase pada mata12.
Pada beberapa tempat, kombinasi trabekulektomi – trabekulotomi dilakukan sebagai
tatalaksana operasi utama pada pasien PCG, yaitu trabekulektomi dilakukan setelah

10
trabekulotomi pertama. Terutama pada anak diatas usia satu tahun, karena mempunyai risiko
tinggi untuk terjadinya kegagalan operasi13.
Jika lini pertama dengan operasi sudut pertama gagal, maka lini kedua tindakan
dengan operasi sudut kedua atau operasi filtrasi dengan trabekulektomi atau implan drainase
akan dilakukan8. Trabekulektomi adalah tindakan filtrasi pada mata dimana fistula dibuat
dibawah scleral flap untuk masuk ke bilik anterior sehingga humor akuos dapat di drainase
dari bilik anterior ke area subkonjungtiva. MMC dapat digunakan untuk mencegah adanya
scarring pada fistula pada area subkonjungtiva sehingga mempertahankan pembukaan
drainase dan mencegah kegagalan prosedur13.
Pada PCG, trabekulektomi (dengan atau tanpa MMC) pada umumnya dilakukan
sebagai prosedur kedua setelah operasi sudut gagal atau bisa dilakukan sebagai kombinasi
dengan trabekulotomi. Anak-anak, terutama bayi, mempunyai proses penyembuhan yang
lebih baik dari orang dewasa, yang bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut pada
fistula atau konjungtiva, sehingga bisa menghasilkan hasil yang lebih buruk dibandingkan
trabekulektomi pada orang dewasa. Angka terjadinya bleb-terkait endoftalmitis (inflamasi
intraokular) cukup tinggi, terjadi 7 – 14% dan membutuhkan follow-up seumur hidup untuk
pasien-pasien ini13.
Glaucoma drainase devices (GDD) adalah alat yang bertindak sebagai shunt untuk
humor akuos agar bisa di drainase dari bilik anterior ke bilik posterior ke sekitar piringan
yang dijait pada sklera. GDD dilakukan pada PCG jika trabekulotomi tidak berhasil atau
tidak bisa diterapkan13, seperti pada kasus jaringan parut konjungtiva sangat jelas atau pada
mata buphthalmos dengan sklera yang sangat tipis. Hipotesis mengatakan bahwa bleb pada
GDD dipasang lebih ke posterior sehingga menurunkan risiko terjadinya infeksi pada jangka
panjang8.
Pilihan tindakan operasi terakhir untuk glaukoma refrakter adalah prosedur
siklodestruktif, yaitu menghancurkan badan siliaris dengan siklokrioterapi (temperatur yang
sangat dingin), siklofotokoagulasi transklera (laser), atau siklofotokoagulasi endoskopi (laser
dengan endoskopi). Komplikasi dari siklodestruktif adalah hipotoni (TIO rendah), phthisis
(penyusutan bola mata), uveitis, katarak, dan hilangnya penglihatan 13. Siklokrioterapi
menghasilkan jumlah kesuksesan yang sangat rendah sekitar 30%, siklofotokoagulasi
transklera menghasilkan kesuksesan lebih tinggi yaitu sekitar 50% selama 6 bulan, dengan
tingkat pengulangan tindakan 70%, dan siklofotokoagulasi endoskopi dikatakan
mengantarkan laser lebih tepat dengan angka kesuksesan 17 – 34% setelah prosedur pertama
dengan penurunan TIO 23 – 30% setelah prosedur kedua8.

11
VIII. Prognosis
Prognosis pada glaukoma kongenital bergantung pada onset usia anak terkena
glaukoma, diagnosis, defek ocular terkait, dan tatalaksana. Anak dengan PCG mempunyai
prognosis lebih baik dengan dilakukannya tatalaksana dibandingkan dengan anak yang
mempunyai anomali sistemik atau okular terkait atau glaukoma sekunder, walaupun
kebanyakan kasus PCG yang didiamkan bisa menyebabkan kebutaan.
Prognosis yang paling baik dihasilkan pada anak yang mempunyai keluhan pada usia
antara dua bulan dan satu tahun, dimana mereka mempunyai 90% kemungkinan untuk
mengontrol TIO dengan dilakukan operasi. Prognosis paling buruk adalah pada anak dengan
keluhan sesaat setelah lahir atau pada usia diatas satu tahun, dimana mereka mempunyai 50%
kemungkinan untuk mengontrol TIO dengan operasi. Maka dari itu, walaupun sudah
dilakukan operasi, prognosis untuk memberikan penglihatan normal pada anak dengan PCG
tetaplah buruk13.

12
BAB II

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, L. The Peripheral Nervous System: Afferent Division; Special Senses. In:
Mary Arbogast, editors. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th ed. Belmont,
California: Brooks/Cole, Cengage Learning: 2010. p. 195 – 6.
2. Jogi, Renu. Glaucoma. Basic Ophthalmology. 5th ed. New Delhi, India: Jaypee
Brothers Medical Publishers: 2016. p. 258 – 64.
3. Tortora GJ, Derrickson B. The Special Senses. In: Bonnie Roesch, editors. Principles
of Anatomy & Physiology. 14th ed. Danvers, Massachusetts: John Wiley & Sons, Inc.:
2014. p. 579 – 87.
4. Guyton AC, Hall JE. The Nervous System: The Special Senses. In: Schmitt William,
editors. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia, Pennsylvania:
Elsevier Inc.: 2006. p. 644 – 6.
5. Yonekawa, Y, Vanderveen, DK, Shah, AS. Congenital glaucoma. J Pediatr.
2013;163(1), 301.
6. Khurana, AK. Glaucoma. Comprehensive Ophthalmology. 5th ed. New Delhi, India:
New Age International (P) Ltd., Publishers: 2014. p. 211 – 4.
7. Bowling B. Glaucoma. In: Kanski’s Clinical Opthalmology. 8th ed. Elsevier; 2016. p.
384 – 8.
8. Yu Chan, JY, Choy, BN, Ng, AL, Shum, JW. Review on the Management of Primary
Congenital Glaucoma. J Curr Glaucoma Pract. 2015;9(3): 92 – 99.
9. Mandal AK, Chakrabarti D. Update on Congenital Glaucoma. Indian J Opthalmol.
2011;59(Suppl1): 148 – 57.
10. Alanazi FF, Song JC, Mousa A, Morales J, Al Shahwan, et al. Primary and Secondary
Congenital Glaucoma: Baseline Features From a Registry at King Khaled Eye
Specialist Hospital, Riyadh, Saudi Arabia. Am J Ophthalmol. 2013;155(5), 882–889.
11. Friedberg MA, Rapuano CJ. Congenital/Infantile Glaucoma. In: Nika Bagheri, Brynn
N. Wajda, editors. The Wills Eye Manual: Office and Emergency Room Diagnosis
and Treatment of Eye Disease. 7th ed. p. 345 – 8.
12. Chang TC, Cavuoto KM. Surgical Management in Primary Congenital Glaucoma:
Four Debates. Journal of Ophthalmology. 2013; Article ID 612708, 7 pages.
13. Ghate D, Wang X. Surgical interventions for primary congenital glaucoma. The
Cochrane database of systematic reviews. 2015;1:CD008213.

14

Anda mungkin juga menyukai