A. DEFINISI
Demam atau hipotermi, leukositosis atau leukopeni, takipneu, dan takikardi
adalah tanda utama atau respon sistemik, yang kemudian dinamakan sebagai
systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Penyebab SIRS mungkin infeksi
ataupun tidak terdapat infeksi. Jika penyebabnya adalah infeksi atau ditemukan
adanya suatu infeksi bakteri, maka pasien menderita penyakit yang dinamakan
sepsis. Ketika sepsis berhubungan dengan kerusakan organ yang jauh dari tempat
infeksi, maka dinamakan severe sepsis.
Sepsis adalah, respon sistemik tubuh terhadap infeksi yang menyebabkan
sepsis berat (disfungsi organ akut sekunder untuk dicurigai adanya infeksi) dan
syok septik (sepsis berat ditambah hipotensi tidak terbalik dengan resusitasi cairan).
Sepsis berat dan syok septik masalah kesehatan utama, yang mempengaruhi
jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun, membunuh satu dari empat (dan sering
kali lebih), dan kejadiannya masih meningkat. Mirip dengan politrauma, infark
miokard akut, atau stroke, kecepatan dan ketepatan terapi diberikan dalam jam
awal setelah sepsis berat berkembang cenderung mempengaruhi hasil.
Kriteria diagnosis dari Sepsis itu sendiri masih terus di perbaharui, berikut
kriteria terbaru tentang diagnosis sepsis:
Gejala Umum:
- Demam (>38,3°C)
- Hipotermia (suhu pusat tubuh < 36°C)
- Heart rate > 90/menit atau lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
usia
- Takipneu
- Perubahan status mental
- Edema signifikan ataukeseimbangan cairan positif (> 20 mL/Kg lebih dari 24
jam)
- Hiperglikemia (glukosa plasma > 140mg/dL atau 7,7 mmol/L) dan tidak
diabetes
Inflamasi:
- Leukositosis (Hitung sel darah putih > 12.000 μL–1)
- Leukopeni (Hitung sel darah putih < 4000 μL–1)
- Hitung sel darah putih normal dengan lebih dari 10% ditemukan bentuk
imatur
- C-reactive protein plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
- Prokalsitonin plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
Hemodinamik:
Hipotensi arteri (tekanan darah sistolik < 90mmHg, MAP < 70 mmHg, atau
tekanan darah sistolik turun > 40mmHg pada dewasa atau lebih rendah dua
standar deviasi dibawah nilai normal umur)
Disfungsi Organ:
- Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 < 300)
- Oliguria akut (jumlah urin < 0,5 mL/Kg/jam selama minimal 2 jam meskipun
resusitasi cairan adekuat
- Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL atau 44,2 μmol/L
- Koagulasi abnormal (INR > 1,5 atau aPTT > 60 s)
- Ileus (tidak terdengar suara usus)
- Trombositopeni (hitung trombosit < 100.000 μL–1)
- Hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 4mg/dL atau 70 μmol/L)
Perfusi Jaringan:
- Hiperlaktatemia (> 1 mmol/L)
- Penurunan kapiler refil
- Kemudian mengenai kriteria Sepsis berat adalah sebagai berikut:
- Sepsis-induced hipotensi
- Laktat diatas batas atas nilai normal laboratorium
- Jumlah urin < 0,5 mL/kg/jam selama lebih dari 2 jam walaupun resusitasi
cairan adekuat
- Acute Lung Injury dengan PaO2/FiO2 < 250 dengan tidak adanya
pneumonia sebagai sumber infeksi
- Acute Lung Injury dengan PaO2/FiO2 < 200 dengan adanya pneumonia
sebagai sumber infeksi
- Kreatinin > 2,0 mg/dL (176,8 μmol/L)
- Bilirubin > 2 mg/dL (34,2 μmol/L)
- Hitung platelet < 100.000 μL
- Koagulopati (international normalized ratio > 1,5)
Gb 1. Hubungan antara sepsis dengan SIRS
B. ETIOLOGI
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya,
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host
terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70%
isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja;
sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain
seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat
mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses
tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.13,14
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih
lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS,
terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif
(misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1. Infeksi paru-paru (pneumonia)
2. Flu (influenza)
3. Appendiksitis
4. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7. Infeksi pasca operasi
8. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.
9. Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat
terdeteksi
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-
tanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan
gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala
pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan
sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada
neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme
(Munford, 2008).
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi,
dan takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat
bervariasi. Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam
makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan
meningococcemia), dan artritis (8%). Demam terjadi pada <60% dari bayi dibawah
3 bulan dan pada orang dewasa diatas 65 tahun (Gossman & Plantz, 2008). Infeksi
menjadi keluhan utama pada pasien (Hinds et.al,2012). Perubahan status mental
yang tidak dapat dijelaskan (LaRosa, 2010) juga merupakan tanda dan gejala pada
sepsis. Adanya tanda dan gejala disseminated intravascular coagulation (DIC)
meningkatkankan angka mortalitas (Saadat, 2008).
Pada sepsis berat muncul dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi
setidaknya satu organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia (PO2 <75 mmHg),
peningkatan laktat plasma, atau oliguria (≤30 ml / jam meskipun sudah diberikan
cairan). Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru bilateral, hipoksemia (PO2 <70
mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18 mmHg .Pada syok septik terjadi
hipoperfusi organ (Weber & Fontana, 2007).
Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada pasien usia lanjut yang
tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia dan takipnea
menjadi satu-satunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut
yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan output urin, peningkatan
kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan lainnya (Hinds et.al,2012).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai
sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan
infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi (Shapiro et.al,2010).
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum evaluasi diagnostik
dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas (perlu
untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan, gangguan pernapasan, denyut nadi),
sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis, perfusi kulit), dan
inisiasi cepat resusitasi (Russell, 2012). Kemudian dilakukan anamnesis riwayat
penyakit dan juga beberapa pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi sepsis.
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien
sepsis. Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan atas,
masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia dan
temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat prediksi kematian
pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup evaluasi rinci
untuk infeksi fokal, misalnya tonsilitis eksudatif, nyeri pada sinus, injeksi membran
timpani, dan ronki atau dullness pada auskultasi paru.
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis. Sebuah
riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor pemberat harus
dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah, dan diare harus dicatat.
Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda iritasi peritoneal, nyeri perut,
dan bising usus , sangat penting dalam mengidentifikasi sumber sepsis perut.
Perhatian khusus harus diberikan temuan fisik memberi kolesistitis, nyeri pada titik
McBurney menunjukkan usus buntu, nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan
divertikulitis, dan pemeriksaan rektal mengungkapkan abses rektum atau prostatitis.
Sistem neurologis diperiksa dengan mencari tanda-tanda meningitis, termasuk
kaku kuduk, demam, dan perubahan kesadaran. Pemeriksaan neurologis terperinci
adalah penting. Letargi atau perubahan mental mungkin menunjukkan penyakit
neurologis primer atau hasil dari penurunan perfusi otak dari keadaan shock.
Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri pinggang,
disuria, poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan instrumentasi urogenital.
Riwayat seksual untuk menilai resiko penyakit menular seksual. Alat kelamin juga
harus diperiksa untuk melihat apakah ada bisul, discharge, dan lesi penis atau
vulva. Pemeriksaan dubur harus dilakukan, menentukan ada nyeri, pembesaran
prostat, konsisten dengan prostatitis. Nyeri adneksa pada wanita berpotensi abses
tuba-ovarium.
Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu. Kemerahan,
pembengkakan, dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan
kemampuan gerak sendi, mungkin tanda-tanda sepsis arthritis dan mungkin
arthrocentesis. Pasien harus benar-benar terbuka dan kulit diperiksa untuk melihat
selulitis, abses, infeksi luka, atau trauma. Luka yang mendalam, benda asing sulit
untuk mengidentifikasi secara klinis. Petechiae dan purpura merupakan infeksi
Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam seluruh tubuh merupakan eksotoksin dari
pathogen seperti Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes (Shapiro
et.al,2010).
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang dalam menegakkan diagnosis. Hasil laboratorium sering ditemukan
asidosis metabolik, trombositopenia, pemanjangan waktu prothrombin dan
tromboplastin parsial, penurunan kadar fibrinogen serum dan peningkatan produk
fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan
morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan neutrofil serta peningkatan leukosit
imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle cenderung
menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda kurang baik yang
menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat
menunjukkan neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat
dideteksi dalam cairan serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflamasi
Pada tabel dibawah dijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada
penderita sepsis.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi
yang mungkin terjadi meliputi:
1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi
respirasi akut (acute respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru.
Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas,
mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil
akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada
banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya
mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang
konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak
memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien
mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara
difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik,
yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan.
Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan secara
konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar
faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi dalam bekuan seperti ini.
Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis dan
perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang
lebih buruk.
3. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung molekul
inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan beban
kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS)
atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut. Dengan demikian
obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering menyebabkan takikardia) harus
digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak
dianjurkan.
4. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik
biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang
tidak stabil dalam waktu yang lama.
5. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal
ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia, dan
sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal
tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian
fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.
6. Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk
mempertahankan homeostasis.
a. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh infeksi
atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi
jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.
b. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS
pada keadaan urosepsis.