Anda di halaman 1dari 10

Syok Sepsis

Label: Syok A. Definisi Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah. Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan: Hyperthermia/hypothermia (>38C; <35,6C) Tachypneu (respiratory rate >20/menit) Tachycardia (pulse >100/menit) 10% >cell imature Suspected infection Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP). Derajat Sepsis 1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan .2 gejala sebagai berikut: a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; <35,6C) b. Tachypneu (resp >20/menit) c. Tachycardia (pulse >100/menit) d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm e. 10% >cell imature 2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS 3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri bahkan anuria. 4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg). 5. Syok septik Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan (Guntur, 2008).

Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis Sindroma sepsis Syok Sepsis Takipneu, respirasi 20x/m Sindroma sepsis ditambah dengan Takikardi 90x/m gejala: Hipertermi 38 C Hipotensi 90 mmHg Hipotermi 35,6 C Tensi menurun sampai 40 mmHg dari Hipoksemia baseline dalam waktu 1 jam Peningkatan laktat plasma Membaik dengan pemberian cairan Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 jam danpenyakit shock hipovolemik, infark miokard dan emboli pulmonal sudah disingkirkan (Dikutip ari Glauser, 1991)

B. Epidemiologi Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-500.000 kasus pertahun (Bone 1987, Root 1991). Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsis adalah penyebab kematian yang sering di ruang ICU. C. Etiologi Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal (anonim, 2008). Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik (Anonim, 2001).

D. Patofisologi Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2) (Widodo, 2004). Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan V-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih (Calandra, 2003). Peran sitokin pada sepsis Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon (Widodo, 2004). Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi. Pengaruh TNF- dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1,

PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen (Nelwan, 2004). Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi (Hotckin, 2003). Peran komplemen pada sepsis Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan (Widodo, 2004).

Peran NO pada sepsis NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor (Widodo, 2004). Peran netrofil pada sepsis Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. (Widodo, 2004). Netrofil seperti pedang bermata dua pada sepsis. Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ. (Hotckin, 2003). Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat

fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif (Hotckin, 2003). Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihatsebagai edema. Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman (anonim, 2008). Berlanjutnya proses inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan (injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Khei Chen, 2006).

E. Gejala Klinik 1) Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering. 2) Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas hangat. 3) Disertai tanda-tanda sepsis. 4) Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status mental.

Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis (tersangka sepsis). Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-). Kedaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan tekanan darah). Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. (anonim, 2008) Perubahan hemodinamik Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu. Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang). Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2

(pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan. Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen) (Guntur, 2008). Multiple Organ Failure DIC FDP 1:40 atau D-dimers 2,0 dengan rendahnya platelet Memanjangnya waktu: - protrombin - partial thromboplastin - Perdarahan

Respirotary Distr.Syndrome Acute Renal Failure

Hipoksemia Kreatinin > 2,0 ug/dl Na. Urin 40 mmol/L Kelainan prerenal sudah disingkirkan Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL) Harga alk. Fosfatase, SGOT, SGPt dua kali harga normal GCS < 15

Hepatobilier disfunction

Central Nervous System Disf..

F. Penatalaksanaan Untuk penanganan dan pengobatan sepsis dan syok sepsis diperlukan tindakan yang agresif terhadap penyebab infeksi, hemodinamik, fungsi respirasi. Untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi organ vital. Jika perlu dipasang CVP untuk mengukur secara akurat volume cairan, cardiac output, dan resistensi perifer sehingga dapat dimonitor pemberian cairan dan tekanan darah (Root, 1991). Perbaikan sepsis tergantung pada seberapa berat penyakit penyebab. Pasen yang dapat imunosupresan, perbaikan baru terlihat bila dosis

imunosypresan diturunkan atau dihentikan. Pada pasen dengan netropeni atau disfungsi netropil mungkin memerlukan transfusi granulosit. Perlu juga diperhatikan adalah penggantian kateter intra vena, kateter Folley. Sedangkan untuk fungsi respirasi perlu dimonitor saturasi oksigen arteri tetap 95% dan jika terjadi respiratory failure perlu dipasang intubasi. Untuk pengobatan shock sepsis perlu diperhatikan obat yang esensial (hemodinamik, antibiotik, vasopressor), kontroversial (kortikosteroid, heparin dan opiat antagonis), masa mendatang (antibodi monoklonal). Perbaikan hemodinamik. Banyak pasen shock sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid dan kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah dan CVP dipelihara antara 10-12 mmHg. Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan darah tidak membaik dengan pemberian cairan maka perlu dipertimbangkan pemberian vasopressor seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 mg/Kg BB/menit. Bila dosis ini gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 g/ KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 mg/Kg BB/menit, tetapi di kombinasi dengan levarterenol (noreepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor masih gagal, berarti prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain (fenilefrin atau epinefrin) (Mansjoer, 2001). Pemakaian Antibiotik Setelah diagnose sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif. Indikasi terapi kombinasi yaitu: 1. Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui

2. Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni 3. Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas aureginosa, enterokokus) Pemberian kortikosteroid pada binatang percobaan yang dibuat sepsis dapat menurunkan angka mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusia pemberian dosis tinggi 30 mg metil prednisolon/kgBB dan diikuti 5 mg/kgBB/jam sampai 9 jam pada ke dua studi ini tidak didapatkan peningkatan angka mortalitas (Root, 1991). Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang sama dan hanya dapat memperbaiki keadaan shock tetapi tidak memperbaiki angka mortalitas (Sprung,1984; Bone, 1987; Hinshaw 1987; Cohen, 1991). Nalokson suatu opiat antagonis diberikan pada binatang percobaan untuk mencegah syok karena diinduksi oleh endotoksin (Robert 1988; Root, 1991; Bone, 1992). Pada manusia dilakukan suatu studi prospektif dan didapatkan hasil yaitu naloksan tidak menaikkan tekanan darah tetapi dapat mengurangi penggunaan vasopressor (Robert, 1988). DIC asimptomatik tidak membutuhkan terapi spesifik, jika terjadi perdarahan berat diperlukan penggantian faktor pembekuan dan platelet, penggunaan heparin dan fibrinolitik lainnya masih kontraversial. Untuk masa mendatang pengobatan dengan antibodi monoklonal merupakan harapan dan diharapkan dapat menurunkan biaya pengobatan dan dapat meningkatkan efektifitas. Pada binatang percobaan pemberian TNF antibodi hanya efektif bila diberikan sebagai profilak. Suatu studi preklinik dengan antibodi CB0006 dan TNF antibodi lainnya dapat digunakan sebagai profilak dan mungkin juga dapat digunakan untuk pengobatan walaupun terapeutic window-nya sempit. Pemberian HA-1A Human monoclonal antibody sebaiknya dipertimbangkan pada pasien sepsis yang penyebabnya dicurigai bakteri Gram negative, terutama pada sumber infeksi saluran cerna dan saluran kemih yang sering disebabkan kuman Gram negatuf (Mansjoer, 2001). Memperbaiki asidosis metabolik dengan natrium bikarbonat sampai pH normal dan memperbaiki gangguan elektrolit dengan pemberian elektrolit (Mansjoer, 2001).

G. Progosis Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang rata-rata 40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk sering

mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated menjadi mapan, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung ireversibel dan fatal.

Anda mungkin juga menyukai