Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di
antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital.
Proses penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi,
perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer. Kelainan sistemik seperti
karsinoma metastatic dan banyak penyakit granulomatosa juga bisa terlibat dalam
mediastinum. Lesi terutama berasal dari esophagus, trakea, jantung dan pembuluh
darah besar biasanya berhubungan dengan susunan organik spesifik yang terlibat
daripada mediastinum. (Sabiston, 1994)
Di dalam Mediastinum terdapat banyak macam kelainan kongenital dan
pembengkakan. Karena pertumbuhannya yang sering lambat tumor mediastinum
biasanya lambat memberikan keluhan mekanik. Keluhan ini kemudian menimbulkan
kecurigaan akan malignancy (Rasyad, 2009). Dari tumor mediastinal yang
memberikan gejala, setengahnya adalah maligna. Sebagian besar tumor yang
asimptomatik adalah benigna. (Rasyad,2009)
Diagnosis yang lebih dini dan lebih tepat dari proses mediastinum telah
dimungkinkan dengan peningkatan penggunaan rontgen dada, tomografi
komputerisasi (CT Scan), teknik sidik radioisotope dan magnetic resonance imaging
(MRI), serta telah memperbaiki keberhasilan dalam mengobati lesi mediastinum.
Bersama dengan kemajuan dalam teknik diagnostik ini, kemajuan dalam anestesi,
kemoterapi, immunoterapi, dan terapi radiasi telah meningkatkan kelangsungan hidup
serta memperbaiki kualitas hidup. (Sabiston, 1994)





2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI TUMOR MEDIASTINUM
Mediastinum adalah satu bagian kavitas thorakis yang dibatasi di lateral oleh
pleura mediastinalis, di anterior oleh sternum dan di posterior oleh kolumna
vertebralis. Mediastinum terbentang dari diafragma di inferior sampai pintu masuk
thorax di superior. (Sabiston, 1994)
Mediastinum secara klasik dibagi ke dalam empat bagian. Mediatinum superior
dipisahkan dari mediastinum inferior oleh bidang yang terbentang melalui angulus
sterni ke ruang intervertrebalis keempat. Kavitas perikardialis membagi lebih lanjut
mediastinum inferior menjadi mediastinum anterior, media dan posterior.
Penggunaan pembagian ini telah berhasil dalam membedakan lesi di dalam
mediastinum, karena lokasi khas banyak neoplasma di dalam mediastinum.
(Sabiton,1994)
Secara anatomi, mediastinum superior mengandung tymus, trakea atas,
esophagus dan arcus aorta serta cabangnya. Mediastinum anterior berisi aspek
inferior tymus maupun jaringan adiposa, limfatik dan areola. Isi mediastinum media
mencakup jantung, pericardium, nervus frenikus, bifukartio trachea dan bronchi
principalis maupun nodi limfatis trakealis dan bronkialis. Di dalam mediastinum
posterior terletak esophagus, nervus vagus, rantai saraf simpatis, duktus torasikus,
aorta desendens, system azigos dan hemiazigos serta kelenjar limfe paravertebralis
maupun jaringan areola.
Lesi tertentu tak dapat dikenali dengan mudah dengan menggunakan system
pembagian ini. Timoma atau tumor teratodermoid timbul dalam aspek anterior
mediastinum superior maupun mediastinum anterior. Tumor neurogenik timbul
dalam aspek posterior mediastinum superior maupun mediastinum posterior.
Sehingga cara lain untuk membagi mediastinum telah diusulkan, yang memberikan
tiga pembagian anatomi. Mediastinum posterior didefinisikan kembali sebagai
ruangan mediastinum yang terletak posterior terhadap batas posterior pericardium.
3

Bagian anterosuperior mengandung aspek anterior mediastinum superior maupun
mediastinum anterior yang telah didefinisikan sebelumnya. (Sabiston,1994)

A. Pembagian Mediastinum Berdasarkan Letak Topograpi:
Pembagian mediastinum ke dalam rongga-rongga yang berbeda dapat
membantu secara praktis proses penegakan diagnosis, sedangkan pendekatan dengan
orientasi system mempermudah pemahaman pathogenesis proses patologi di
mediastinum.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting :
1) Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal
ke-5 dan bagian bawah sternum
2) Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di
depan jantung.
3) Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di
belakang jantung.
4) Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
di antara mediastinum anterior dan posterior.

Gambar 1.1 Topograpi mediastinum
4


Gambar 2.1 Letak topograpi mediastinum secara radiologi

B. Anatomi Mediastinum
Bagian Superior mediastinum meliputi :
1) Pembuluh darah besar ( Vena dan Arteri )
a) Vena cava Superior
b) Vena Bracheocepalic
c) Batang paru
d) Lengkungan aorta
2) Saluran dada
3) Trakea
4) Eoshofagus
5) Thymus
6) Nervus
a) Nervus vagus
b) Saraf recurrent laryngeal kiri
c) Saraf frenikus (phrenic nerve)
5


Bagian Inferior dari mediastinum meliputi :
Anterior terdiri dari :
1) Thymus Gland (kelenjar timus)
2) Lymph nodes (kelenjar getah bening)
3) Lemak
Bagian tengah mediastinum berisi :
1) Jantung
2) Perikardium
3) Phrenic nervus (saraf frenikus)
4) Main bronchi (bronchus utama)
Bagian Posterior Mediastinum meliputi :
1) Esofagus
2) Aorta thorakal
3) Vena Azigus
4) Nervus Vagus
5) Batang saraf simpatik
6) torakal

Gambar 2.3 Anatomi mediastinum
6

C. Kriteria Diagnostik Tumor Mediastinum
1) Pada umumnya kelainan yang terjadi di mediastinum adalah jinak dan
asimtomatik.
2) Pembagian mediastinum ke dalam rongga anterior, superior, medial dan posterior
bertujuan memudahkan dalam menegakkan diagnosis.
3) Lebih dari 60% lesi pada dewasa ditemukan pada rongga anterior-superior
mediastinum, sedangkan pada anak 60% lesi ditemukan di posterior mediastinum.
4) Pada 75% dewasa dan 50% anak-anak massa yang terjadi adalah jinak.
5) Massa ganas yang paling umum terjadi di rongga anterior-superior adalah timoma,
penyakit Hodgkin, limfoma non Hodgkin, dan germ cell tumor.
6) Neurinoma adalah tumor yang paling sering terjadi di rongga posterior dan mudah
dikenal dari bentuknya yang klasik seperti dumbbell-shaped contour. (Aru W.
Sudoyo, 2006)

2.2. KLASIFIKASI TUMOR MEDIASTINUM
Klasifikasi tumor meiastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor.
Anterior Medial Posterior
Thymoma
Teratoma
Lymphoma
Carcinoma
Parathyroid adenoma
Intrathoracic goiter
Lipoma
Lymphangioma
Aortic aneurysm
Lymphoma
Pericardial cyst
Bronchogenic cyst
Metastatic cyst
Systemic granuloma
Esophageal tumor
Neurogenic tumor
Mediastinal Neurofibroma
Bronchogenic cyst
Enteric cyst
Xanthogranuloma
Diaphragmatic hernia
Meningocele
Paravertebral absces




7

A. Jenis Tumor Mediastinum Anterior
1) Thymoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang
banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50
tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi
jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat
bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan
oleh pertumbuhan infiltrate di dalam oragn-organ sekelilingnya dan tidak dalam b
entuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat
berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan
hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis
benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai
kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan
terapi bedah. (Aru W. Sudoyo, 2006)

CT-Scan Thymoma
Thymus terdiri atas lobus kanan dan lobus kiri dan terletak di bagian depan
mediastinum atas. Pada waktu kelahiran, thymus ini relative besar dan beratnya kira-
kira 11 gram. Pada waktu pubertas beratnya kira-kira 35 gram, sesudah itu terjadi
involusi. Kalau ini terjadi terlalu lama, kita katakan adanya thymus persisten. (Aru
W. Sudoyo, 2006)
Hiperplasi thymus didefinisikan sebagai pertambahan besar dan beratnya tanpa
perubahan histologik yang jelas. Tetapi, diketahui bahwa berat thymus untuk tiap
golongan umur dapat sangat bervariasi. Pada gejala kompresi mungkin diperlukan
tindakan pembedahan. Pada hiperplasi thymus yang terdapat pada myasthenia gravis
gambarannya ditentukan oleh perubahan histologik dalam arti folikel limfe dengan
centrum germinativum. Kista thymus dapat juga mempunyai ukuran yang besar dan
layak untuk terapi pembedahan. (Aru W. Sudoyo, 2006)


8

Gambaran Timoma
Gambaran rontgenografi berkisar dari lesi kecil berbatas tegas sampai densitas
berlobulasi besar yang bersatu dengan struktur mediastinum yang berdekatan.
Timoma biasanya simptomatik pada waktu diagnosis. Seperti pada massa
mediastinum lain, timoma bisa timbul dengan gejala yang berhubungan dengan efek
massa local, yang mencakup nyeri dada, dispneu,hemoptisis, batuk dan gejala ya ng
berhubungan dengan obstruksi vena cava superior.
Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam mediastinum
menimbulkan sejumlah neoplasma yang berbeda secara histology. Di samping itu,
banyak kelenjar limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat dalam
sejumlah penyakit sistemik, seperti karsinoma metastatic, kelainan granulomatosa,
infeksi dan kelainan jaringan ikat. (Sabiston,1994)
Tumor primer dan kista memberikan banyak variasi tanda dan gejala klinis.
Riwayat alamiah kista dan tumor mediastinum bervariasi dari pertumbuhan jinak
yang lambat dengan gejala minimum sampai neoplasma invasive yang agresif yang
bermetastasis luas dan cepat menyebabkan kematian. (Sabiston,1994)
Kemajuan dalam teknik diagnostic dan peningkatan penggunaan rontgenografi
thorax yang rutin telah memungkinkan diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah
telah terbukti berhasil menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan
penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam terapi sejumlah
lesi ganas lain, maka observasi massa mediatinum tanpa diagnosis histologik yang
tepat, jarang dapat diterima.
Walaupun massa mediastinum jarang ditemukan dalam praktek rutin, namun
peningkatan jelas dalam insidensinya dan kemampuan untuk memberikan terapi
efektif menekankan kepentingan pemahaman sifat klinis kista dan tumor primer ini.
Seri yang dikumpulkan dari 2399 pasien memperlihatkan insidensi relative timbulnya
neoplasma spesifik di dalam mediastinum.
Walaupun timbul perbedaan dalam insidens, dengan memperhatikan lesi
spesifik di antara seri, namun jelas bahwa neoplasma tertentu lebih sering didiagnosis
9

dibandingkan yang lain. Di samping itu, kebanyakan neoplasma mediastinum sering
timbul pada lokasi khas di dalam mediastinum.
Lesi mediastinum anterosuperior yang paling mungkin adalah neoplasma timus,
limfoma atau tumor sel benih. Lesi mediastinum media yang paling sering adalah
kista pericardial atau bronkogenik, karsinoma primer, limfoma atau timoma. Tumor
neurogenik, kista bronkogenik atau enteric dan lesi mesenkimal merupakan
neoplasma tersering yang ditemukan pada mediastinum posterior. (Sabiston, 1994)

Gambar 2.4 Anatomi Organ Thymus

10


Gambar 2.5 Radiologi X-ray dan CT-Scan Thymoma


Gambar 2.6 CT-Scan Thymoma
2) Lymphoma
Jenis tertentu sel darah putih, yang disebut limfosit, sangat penting untuk ketahanan
tubuh Anda terhadap penyakit. Sel-sel ini terkena berbagai substansi bahkan tubuh
dalam upaya untuk membangun kekebalan. Pada tempat-tempat tertentu sel-sel ini
berkumpul untuk menyaring substansi-substansi yang disebut kelenjar getah bening.
Kelenjar getah bening ditemukan di mana saja dalam tubuh, terutama di leher, ketiak,
11

selangkangan, di atas jantung, di sekitar pembuluh darah besar dalam perut. Limfosit
juga berkelompok bersama pada limpa, tonsil, dan timus. Limfoma adalah jenis
kanker yang berkembang pada limfosit pada daerah tersebut. Menempati urutan
kedua setelah timoma dan merupakan 13% dari tumor mediatinum yang 2/3
diantaranya berasal dari metastasis limfoma dan hanya 5-10% merupakan primer dari
kelenjar limfa mediastinum (Alsagaf&Mukhty, 2002).

3) Teratoma
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang
asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan
pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama
derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma
dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang
terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat
perhatian untuk penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup
baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan
tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W.
Sudoyo, 2006)
Diagnosis tumor ini bisa dibuat berdasarkan rontgenografi dada rutin dengan
menemukan gigi yang sudah sempurna bentuknya. Massa lemaa k dominan dengan
unsure dependen padat yang mengandung kalsifikasi globular, tulang atau gigi dan
protuberansia padat yang meluas ke dalam rongga kistik, akan ditemukan dengan
sidik CT. walaupun ada gambaran khas, namun perbedaan antara teratoma jinak dan
ganas tergantung pada pemeriksaan histology (Sabiston,1994).




12

B. Jenis Tumor Mediastinum Medial
1) Lymphoma
Limfoma adalah kanker ke 8 paling umum yang terjadi pada pria dan kanker
ke 9 paling umum yang terjadi pada wanita di Singapura sesuai dengan Pencatatan
Kanker Singapura 2005-2009. Terdapat sekitar 368 kasus dilaporkan setiap tahunnya
antara tahun 2005-2009. Ini adalah salah satu kanker paling umum yang terjadi pada
anak-anak dan juga dewasa muda. Kanker ini mempengaruhi lebih banyak pria
daripada wanita. Kebanyakan pasien dewasa mengidap limfoma setelah usia 50 tahun
(Alsagaf&Mukhty, 2002). Limfoma adalah salah satu jenis kanker darah yang terjadi
ketika limfosit B atau T, yaitu sel darah putih yang menjaga daya tahan tubuh,
menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama
dari biasanya. Limfoma dapat muncul di berbagai bagian tubuh, seperti nodus
limfa, limpa, sumsum tulang, darah, atau organ lainnya,yang pada akhirnya akan
membentuk tumor, yang tumbuh dan mengambil ruang jaringan dan organ di
sekitarnya, sehingga menghentikan asupan oksigen dan nutrien untuk jaringan atau
organ tersebut. Limfoma dapat ditangani dengan melakukan kemoterapi dan kadang
kadang radioterapiatau transplantasi sumsum tulang, dan penyembuhannya
tergantung kepada histologi, jenis, dan tahapan penyakit. Sel kanker tersebut biasanya
muncul di nodus limfa, yang juga dapat memengaruhi organ lain seperti kulit, otak,
dan tulang (limfoma ekstranodal). Limfoma berhubungan dekat dengan leukemia,
yang juga muncul di limfosit, namun hanya pada darah dan sumsum tulang, dan
biasanya tidak membentuk tumor yang statis. Ada banyak jenis limfoma, dan
limfoma merupakan salah satu penyakit hematologis.

a) Gejala klinik
Dapat disebabkan tumornya sendiri, seperti lazimnya tumor mediastinum lain, atau
dapat pula sebagai akibat manifestasi penyakit sistem getah bening antara lain panas
badan, limfadenopati, hepatomegali atau splenomegali. Diagnosa dapat ditegakkan
dengan biopsi kelenjar getah bening terutama kelenjar skalenus, pemeriksaan
sumsum tulang dan darah tepi (Alsagaf&Mukhty, 2002).
13

b) Gambaran radiologis
Umumnya tampak sebagai pelebaran bayangan mediastinum atau berupa massa bulat
berbatas tegas atau bergelombang dengan densitas homogen dan dapat dilihat dari
hilus sampai leher serta biasanya bilateral namun tidak simetris(Alsagaf&Mukhty,
2002)


Gambar 2.7 X-Ray Lymphoma


Gambar 2.8 X-Ray Lymphoma
14


Gambar 2.9 X-Ray Lymphoma


Gambar 2.10 CT-Scan Lymphoma

c) Jenis-jenis Limfoma
Limfoma secara luas dibagi menjadi penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin,
berdasarkan yang terlihat di bawah mikroskop. Terdapat banyak jenis limfoma non-
Hodgkin. Ukuran dan bentuk dari sel-sel kanker dan susunan sel-sel kanker di
kelenjar getah bening menentukan jenis limfoma non-Hodgkin. Limfoma non-
Hodgkin selanjutnya dibagi lebih lanjut menjadi kelompok agresif (tingkat tinggi)
15

atau tumbuh lambat (tingkat rendah). Limfoma Hodgkin didiagnosis ketika sel-sel
kanker tertentu muncul.

d) Penatalaksanaan
Pengobatan limfoma mungkin memerlukan kemoterapi. Obat kemoterapi disuntikkan
ke dalam pembuluh darah di tangan atau ditelan berupa pil. Setiap pengobatan
diberikan pada interval yang diatur untuk membunuh sel-sel kanker dan
memungkinkan tubuh untuk pulih. Obat-obat beredar ke seluruh tubuh sehingga
mencapai sel-sel kanker bahkan ketika mereka menyebar. Terapi radiasi adalah
pengobatan terlokalisasi menggunakan sinar energi tinggi untuk membunuh sel-sel
limfoma dimanapun sinar diarahkan. Daerah yang dicakup mungkin hanya kelenjar
getah bening atau organ yang terlibat oleh limfoma atau, pada beberapa kasus, untuk
daerah yang lebih luas meliputi kelenjar getah bening di leher, dada dan di bawah
kedua ketiak. Ini dapat diberikan sendiri atau dikombinasikan dengan kemoterapi.
Terapi biologi menggunakan produk yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh
untuk melawan kanker. Ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan
kemoterapi. Banyak perkembangan baru di bidang terapi biologikal yang muncul.
Antibodi terhadap satu jenis limfoma telah dikembangkan dan dapat digunakan ketika
terapi konvensional tidak lagi efektif. Pengobatan gabungan kemoterapi dosis tinggi
sedang dipelajari untuk pasien tertentu. Disini kemoterapi diberikan pada dosis lebih
tinggi dari pengobatan kemoterapi standar untuk membunuh sel-sel limfoma yang
tersisa. Tetapi dosis tinggi juga membunuh sumsum tulang yang sehat yang
menghasilkan sel darah putih (sel yang melawan infeksi), sel darah merah (sel-sel
yang membawa oksigen), dan trombosit (sel yang mencegah pendarahan). Untuk
membantu pasien menahan kemoterapi dosis tinggi, sel batang atau sumsum tulang
dari pasien atau donor dikumpulkan sebelumnya. Setelah pasien menerima
kemoterapi, sel-sel batang sumsum tulang atau dikembalikan kepada pasien melalui
infus di pembuluh darah tangan. Tahap limfoma ketika didiagnosis dan apakah itu
tumbuh lambat atau agresif akan menentukan jenis terapi yang diberikan.
(Alsagaf&Mukhty, 2002)
16

2) Kista Bronkogenik
Kista Bronchogenic terbentuk selama embrio sebagai pemula anomali dari kista
laryngotracheal. Kista ini dilapisi silia, pseudostratified, epitel kolumnar, dan
mengandung kelenjar bronkial dan plates. Sekitar 40% kista bronkogenik
mengakibatkan nyeri, batuk, dyspnea atau nyeri dada. Gambaran radiologi, dapat
diidentifikasi dengan Rontgen dada, tetapi terbaik didefinisikan oleh CT scan. Pada
gambaran radiologi terlihat massa dengan kepadatan homogen mirip dengan air,
namun beberapa kista bronkogenik mukoid dapat memberikan kesan sebagai massa
seperti pohon. (Kumar et al., 2003)

Gambar 2.11 Chest X-Ray dan CT-Scan Kista Bronkogenik
17


Gambar 2.12 Kista Bronkogenik


Gambar 2.13 CT-Scan Kista Bronkogenik


18

3) Kista Perikardial.
Kista perikardial adalah bagian dari kelompok yang lebih besar dari kista mesothelial,
yang kemudian terbentuk sebagai akibat dari parietal recess yang terus-menerus
selama embriogenesis. Hal ini diperkirakan terjadi pada 1 dari 100.000 orang.
Meskipun kebanyakan bawaan,pada beberapa kasus ditemukan ada kista perikardial.
Sering asimtomatik dan diidentifikasi di keempat sampai kelima dekade kehidupan.
Kompresi jantung mungkin terjadi, menyebabkan hemodinamik compromise.
Gambaran radiologi didapatkan, kista perikardial baik marginated bulat atau
berbentuk tetes air mata, massa yang khas berbatasan dengan jantung, dada anterior
dinding, dan diafragma. Lokasi paling umum terjadinya kista perikardial adalah di
sudut kanan cardiophrenic (70%), diikuti oleh sudut kiri cardiophrenic (22%).Pada
CT scan, massa ini muncul sebagai unilocular dan nonenhancing. (Takeda et
al.,2003)

Gambar 2.14 Chest X-Ray Kista Perikardial
19


Gambar 2.15 Chest X-Ray dan CT-Scan Kista Perikardial

Gambar 2.16 CT-Scan Kista Perikardial
C. Jenis Tumor Mediastinum Posterior
1) Tumor Esofagus
Tumor esofagus merupakan jenis tumor yang paling sering terjadi di dalam
sel yang melewati dinding kerongkongan. Tumor esofagus ada yang bersifat jinak
dan ada yang bersifat ganas. Tumor jinak yang paling sering terdapat pada esofagus
20

adalah tumor yang berasal dari lapisan otot, yang disebut dengan leiomioma.
Sedangkan tumor yang bersifat ganas sering dikenal dengan kanker esofagus. Jenis
yang paling sering terjadi pada kanker kerongkongan adalah squamous sel carcinoma
dan adenokarsinoma, Dari kedua tumor tersebut sekitar 95% tumor yang ada di
esofagus adalah tumor yang bersifat ganas.


Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang
menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari
perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan
dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars servikalis), sepanjang 5
cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada (pars thorakalis),
setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di belakang
lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di
samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars abdominalis), masuk
ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia
lambung, panjang berkisar 2-4 cm.


Tumor esofagus terdiri dari tumor yang bersifat jinak dan tumor yang bersifat
ganas (kanker). Berbagai jenis tumor yang bermassa jinak dapat tumbuh dan
berkembang dari lapisan dinding yang berbeda yang ada di esofagus. Tumor jenis ini
biasanya tanpa gejala dan tumbuh secara lambat, bahkan tumor jinak ini sering
tercatat hanya sebagai temuan insidentil selama radiografi rutin atau endoskopi.
Tumor jinak yang paling sering terdapat pada esofagus adalah tumor yang berasal
dari lapisan otot, yang disebut dengan leiomioma. Karena tumor berasal dari propria
muskularis, tumor tersebut ditutupi oleh submukosa yang utuh dan mukosa, sehingga
sulit untuk dilakukan biopsi secara endoskopi. Sedangkan tumor yang bersifat ganas
sering dikenal dengan kanker esophagus.

21


Gambar 2.17 Gambaran MRI pada Tumor Esofagus

Gambar 2.18 striktur esofagus akibat tumor



22

2) Tumor Neurogen
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat,
manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak
jaug di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia
simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi
pada semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada
foto thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur
yang berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi
tumor pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu
merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus.
Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka
tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus
brakhialis atau rantai simpatis servikalis.

Dapat dibedakan menjadi tipe-tipe berikut :
Neurilemoma, (kadang-kadang varian maligna) dan Neurofibroma (kadang-
kadang varian maligna) begitu juga tumor-tumor dari selubung Schwann dan atau
perineurium, biasanya berasal dari saraf intercostals atau radiks spinal, kadang-
kadang dari nervus vagus. Tumor ini sifatnya benigna tapi sejumlah presentase kecil
lama-kelamaan dapat mengalami degenerasi maligna. Pada pertumbuhan melalui
foramen intervertebral terjadi suatu tumor dengan pinggang sempit dengan bahaya
kompresi medulla spinalis. Neurofibroma dapat merupakan bagian dari suatu
neurofibromatosis generalisata dari Von Recklinghausen. (Aru W. Sudoyo, 2006)

3) Mediastinal Neurofibroma
Tumor ini berkapsul dan tampak sebagai massa homogrn padat, berbatas tegas
dalam daerah paravertrebalis mediastinum pada rontgenografi dada. (Sabiston,1994)
Ganglioma, merupakan tumor jinak yang berasal dari rantai simpatis, dan
terdiri dari sel ganglion dan unsure saraf. Secara makroskopik, lesi ini berkapul
23

dengan permukaan luar yang halus. Pada penampang melintang, tumor ini sering
mempunyai daerah degenerasi kistik. Secara klaik, ganglioma mempunyai gambaran
memanjang atau segitiga pada foto thorax dengan dasar yang lebih lebar dan
meruncing kearah mediastinum. Tumor ini berbatas buruk pada proyeksi lateral serta
sering mempunyai batas inferior dan superior yang kabur. (Sabiston,1994).

2.3. GEJALA
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada
waktu presentasi awal. Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65
persen pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi
ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. (Sabiston,
1994)
Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian
besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada
pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan
menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas. (Sabiston,1994)
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax
rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap
kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nin spesifik
atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma
spesifik. (Rasyad, 2009)

Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
a) Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
b) Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
c) Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
d) Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
e) Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.

24

Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat
badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh
pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh
kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang
berdekatan. (Sabiston,1994)
Nyeri dada timbul sekunder terhadap kompresi atau invasi dinding dada atau
nervus interkostalis. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum
anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau
invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang
trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis
berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor.
Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi.
Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-
masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast.
Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada
mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis
diafragma. Harus ditekankan bahwa walaupun lesi ganas lebih sering terlibat dalam
menyebabkan gejala yang berhubungan dengan keterlibatan local, namun tumor jinak
bisa juga menyebabkan simtomatologi serupa. (Sabiston,1994)

2.4. DIAGNOSIS
A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis pasien dan evaluasi cermat gejala yang diderita pasien sering akan
membantu dalam melokalisasi tumor dan bisa menggambarkan kemungkinan
diagnosis histology. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tumor dan kista
mediastinum sering menunjukkan gambaran positif. Tetapi jarang didapatkan
diagnosis tepat dari informasi anamnesis atau pemeriksaan fisik saja. (Sabsiton,1994)



25

B. Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada
anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu.
Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostic lebih lanjut. CT
scan thorax dengan kontras atau angiografi sirkulasi pulmonum/aorta mungkin pula
diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal dari vascular-bukan vascular. Hal
ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga
berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada
langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor
metastasis, limfoma atau tuberculosis / sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy
perlu dilakukan. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax
lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam
mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu
mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau
kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi.

C. Computerized Tomografi Scaning (ST-Scan)
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam
mediatinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis
klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan
bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur
mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk
membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal
vascular dari neoplasma mediastinum. (Sabiston,1994)
Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan
massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma
thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT
telah menjadi alat diagnostic yang jauh lebih sensitive dibandingkan dengan teknik
radiografi rutin. (Sabiston,1994)
26

CT bermanfaat dalam diagnosis Kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi
berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya
sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan
banyak informasi tentang sifat invasi relative tumor mediastinum. (Aru W. Sudoyo,
2006)
Differensiasi antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya
bidang lemak mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi,
dalam laporan belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup
kista pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT
karena gambarannya yang khas. (Aru W. Sudoyo, 2006)

D. Magnetic Resonance Imaging
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan
diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi
kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi
unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor.
(Sabiston,1994)

E. Biopsy
Berbagai teknik invasive untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat
ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy
aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum.
Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatic pada pasien
dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam
mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan. (Sabiston,1994)


2.5. DIAGNOSIS BANDING
Tumor Mediastinum biasanya menunjukkan preferensi untuk lokalisasi tertentu.
Yang merupakan petunjuk untuk diagnosis differensial. Tetapi, juga terdapat
27

perkecualian dan tumor besar dapat meluas jauh di luar daerah asalnya. (Aru W.
Sudoyo, 2006)
Pada diagnosis differensial tumor mediastinum di samping tumor primer atau
kista juga harus dipertimbangkan proses patologik sekunder. Dalam hal ini penting
apakah penderita pada umur anak atau orang dewasa. Presentase kelainan maligna
pada anak lebih tinggi. Pada orang dewasa, tumor yang sering terdapat di
mediastinum adalah tumor neurogen, kista (bronkhogen, pericardial atau enterogen),
thymoma dan limfoma. Dalam golongan umur ini harus dikesampingkan kelainan
yang berkesan tumor seperti struma, aneurisma, proses inflamasi atau hernia. (Aru W.
Sudoyo, 2006)
Sejumlah lesi intrathorax dan ekstrathorax bisa menyerupai kista dan tumor
primer mediastinum. Kelainan kardiovaskuler seperti aneurisma pembeluh darah
besar atau jantung dan pola vascular abnormal yang timbul dalam penyakit congenital
bisa tampak sebagai massa mediastinum pada foto thorax. (Sabiston,1994)
Kelainan kolumna vertrebalis, seperti meningokel harus dibedakan dari massa
mediastinum posterior. Lesi seperti akalasia, divertikulum esophagus, herniasi
diafragma, koarktasio aorta, hernia hiatus, herniasi lemak peritoneum dan
mediastinits bisa juga meniru gambaran kista dan tumor primer. Melalui penggunaan
CT dan myelografi maupun perangkat diagnotik lain, kebanyakan lesi ini harus
dibedakan dari massa primer mediastinum sebelum interbensi bedah.(Sabiston,1994)

2.6. PENGOBATAN
Secara umum, tumor ganas mediastinum seperti limfoma, tumor germ sel, atau
timoma berespon baik terhadap terapi yang dilakukan secara agresif yang mencakup
perawatan, radiasi dan kemoterapi. Tumor jinak terkadang lebih mudah diatur
penanganannya jika pasien asimptomatik. Pasien dengan massa di mediastinum
beresiko untuk terjadinya kolaps / obstruksi saluran napas atau gangguan
hemodinamik jika menjalani anestesi umum. (Aru W. Sudoyo, 2006)


28

2.7. PROGNOSIS
Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala.
Berbeda variai prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana
hasil diagnostic spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien
yang lain (komorbid) akan mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas
berespon baik terhadap terapi konvensional. Besarnya variasi individual penyakit
mengakibatkan terjadinya berbagai kelainan mediastinum beragam. (Aru W. Sudoyo,
2006)

2.8. KOMPLIKASI
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang
utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau
infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui :
perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-
sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom
paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari
penyakit mediastinum adalah:
a) Obstruksi trachea
b) Sindrom Vena Cava Superior
c) Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
d) Rupture esofagus









29

BAB III
KESIMPULAN

Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di
antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital.
Proes penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan
serta banyak jenis kista dan tumor primer.
Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam mediastinum
menimbulkan sejumlah neoplasma yang berbeda secara histology. Di samping itu,
banyak kelenjar limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat dalam
sejumlah penyakit sistemik, seperti karsinoma metastatic, kelainan granulomatosa,
infeksi dan kelainan jaringan ikat.
Kemajuan dalam teknik diagnostic dan peningkatan penggunaan rontgenografi
thorax yang rutin telah memungkinkan diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah
telah terbukti berhasil menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan
penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam terapi sejumlah
lesi ganas lain, maka observasi massa mediatinum tanpa diagnosis histologik yang
tepat, jarang dapat diterima.
Dasar dari evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax
lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam
mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu
mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau
kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi.
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya
di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut
dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum
lain, terutama esophagus dan pembuluh darah besar.
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam
mediatinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis
klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan
30

bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur
mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk
membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal
vascular dari neoplasma mediastinum.


























31

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff H & Mukhty A, 2002, Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Surabay:
Airlangga University Press.
2. Aru W, Sudoyo, et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.
Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI.
3. Carter, M. A.,, Gout, dalam Sylvia, A. P. And Lorraine, M. W. (Eds), 2001,
Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, Buku II, 1242-
1246, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
4. Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P. A., Rodwell, V. M., 1997, Biokimia
Harper, alih bahasa oleh Andry Hartono, Edisi 24, 366-391, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
5. Sabiston, David C,. 1994, Buku Ajar Bedah, alih bahasa Petrus Adriyanto, Edisi
I, Jilid II, 704-724, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
6. www.emedicine.com
7. Kumar A, Aggarwal S, Halder S, et al. Thorascopic excision of mediastinal
bronchogenic cyst: a case report and review of literature. Ind J Chest Dis Allied
Sci 2003; 45:199201
8. Takeda S, Miyoshi S, Minami M, et al. Clinical spectrum of mediastinal cysts.
Chest 2003; 124:125132

Anda mungkin juga menyukai