Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Oleh:

Karolina 1840312203

Feby Febriatama 1840312202

Siti Umi Kustilah 1840312208

Preseptor:

Dr. dr. Yuniar Lestari, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK FOME III

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PUSKESMAS BELIMBING
2020

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan


kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut, ditandai dengan rasa gatal,
eritema, disertai timbulnya papula, edema dan vesikula di tempat yang terkena.
Pajanan yang berulang atau berlanjut akan menyebabkan plak eritema
terlikenifikasidenganhiperkeratosis, skuama, danfissura. Keadaan ini dapat
ditemukan pada keadaan kronik. Penyakit ini disebabkan oleh reaksi
hipersensitifitas tipe IV dan merupakan respon hipersensitifitas tipe lambat dan
timbul akibat pajanan suatu alergen, yang sebelumnya sudah terpajan oleh alergen
yang sama.1

DKA merupakan proses multifaktorial, sehingga banyak faktor yang berperan


dalam terjadinya penyakit ini. Etiologi dan patogenesis DKA diketahui
diklasifikasikan sebagai reaksi hipersensitifitas tipe IV atau reaksi hipersensitifitas
tipe lambat. Tidak seperti jenis klasik reaksi tipe IV yang dimediasi oleh CD4+ T-
sel dan terjadi di dermis, Dermatitis Kontak Alergi terjadi pada epidermis dan
dimediasi terutama melalui CD8+ T-sel dengan profil sitokin tipe Th1. Faktor-
faktor yang ikut berperan dalam terjadi DKA antara lain genetik, alergen, obat-
obatan, pekerjaan1,1.

Terdapat dua jenis dermatitis kontak. Pertama, dermatitis kontak iritan (DKI)
disebabkan oleh iritasi kimia, dermatitis kontak alergi (DKA) disebabkan oleh
antigen (alergen) dimana memunculkan reaksi hipersensitivitas tipe IV (cell-
mediated atau tipe lambat). Karena DKI bersifat toksik, maka reaksi inflamasi
hanya terbatas pada daerah paparan, batasnya tegas dan tidak pernah menyebar.
Sedangkan DKA adalah reaksi imun yang cenderung melibatkan kulit di
sekitarnya (spreading phenomenon) dan bahkan dapat menyebar di luar area yang
terkena. Pada DKA dapat terjadi penyebaran yang menyeluruh.1 Dalam praktek
klinis, kedua respon ini (antara iritan dan alergi) mungkin sulit untuk
membedakan. Banyak bahan kimia dapat bertindak baik sebagai iritan maupun
alergen. DKA adalah salah satu masalah dermatologi yang cukup sering,

2
menjengkelkan, dan menghabiskan biaya. Perlu dicatat bahwa 80% dari dermatitis
kontak akibat kerja (Occupational Contact Dermatitis) adalah iritan dan 20%
alergi. Namun, data terakhir dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan
bahwa persentase dermatitis kontak akibat kerja karena alergi mungkin jauh lebih
tinggi, berkisar antara 50 dan 60 persen, sehingga meningkatkan dampak ekonomi
dari kerja DKA.2

1.2 Batasan masalah

Case report session ini membahas mengenai laporan kasus dan


pembahasan mengenaidermatitis kontak alergi.

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan case report session ini antara lain sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu syarat dalam mejalani Kepaniteraan Klinik Fome III di
Puskesmas Belimbing Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
2. Mengetahui contoh ilustrasi kasus dan pembahasan menngenaidermatitis
kontak alergi
3. Mengetahui penatalaksaaan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
terhadap dermatitis kontak alergi di layanan primer.
1.4 Metode penulisan
Penulisan case report session ini merujuk pada berbagai
kepustakaan dan literatur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat panjanan
ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama,
atau mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang yang sebelumnya
telah tersensitisasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe
lambat atau tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantaraan sel
limfosit T.(1)

2.2. Epidemiologi

Sebanyak 2-5% dari populasi dipengaruhi, jauh lebih tinggi dalam beberapa
kelompok kerja. Prevalensi kontak alegi pada populasi umum adalah 26-40% pada
orang dewasa dan 21-36% anak-anak. Di Eropa dan sebagian besar didunia yang
paling sering mengakibatkan kontak alegi adalah nikel, thiomersal (Merthiolate)
dan wewangian. Sensitisasi terhadap nikel ditemukan pada orang dewasa 13-17%,
remaja 10% dan 7-9% anak-anak. Perempuan biasanya lebih sering patch test dan
memiliki lebih banyak hasil positif daripada laki-laki. Perbedaan gender ini dapat
disebabkan oleh faktor-faktor sosial dan lingkungan, perempuan lebih mungkin
untuk memiliki kepekaan nikel karena peningkatan memakai perhiasan dan laki-
laki lebih mungkin untuk memiliki kepekaan kromat dari pajanan.(4-5)

Sejumlah penelitian telah meneliti prevalensi dan faktor risiko ekzema


tangan pada populasi umum. Sensitisasi kontak telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang bermakna. Di banyak bagian dunia, lebih dari 20% dari populasi
orang dewasa menderita alergi kontak. Profil dari sensitisasi dapat berbeda di
setiap negara. Namun, nikel sulfat adalah alergen yang paling banyak ditemukan.
Patch test merupakan gold standard untuk diagnosis DKA. Kualitas kontrol patch
test adalah prasyarat dan sasaran dari epidemiologi klinis dermatitis kontak.
Publikasi berdasarkan data pasien yang mengunjungi klinik dermatologi dan/atau
unit Patch test tidak dapat digunakan secara langsung untuk menurunkan kejadian
populasi terkait atau perkiraan prevalensi.(6)

4
2.3 Etiologi dan faktor risiko

Dermatitis kontak alergi dapat disebabkan oleh sejumlah besar alergen


yang berada di dalam lingkup kerja atau dalam kehidupan pribadi. Reaksi
alergi yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Seringkali
alergen adalah haptens seperti nikel, komponen obat lokal diterapkan atau
kosmetik, atau beberapa jenis bahan kimia yang ditambahkan ke pakaian dan
sepatu. Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya :
potensi sensitisasi allergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena,
lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH
juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan
stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologi (misalnya sedang
menderita sakit, terpajan sinar matahari).

2.3.1 Faktor – faktor penularan dermatitis kontak

Faktor eksogen

Karakteristik bahan kimia

Meliputi pH bahan kimia (bahan kimia dengan pH terlalu tinggi >12 atau
terlalu rendah < 3 dapat menimbulkan gejala iritasi segera setelah terpapar,
sedangkan pH yang sedikit lebih tinggi > 7 atau sedikit lebih rendah < 7
memerlukan paparan ulang untuk mampu timbulkan gejala), jumlah dan
konsentrasi (semakin pekat konsentrasi bahan kimia maka semakin banyak
pula bahan kimia yang terpapar dan semakin potensi untuk merusak lapisan
kulit), berat molekul (molekul dengan berat

Kelembapan

Keputusan menteri kesehatan No.1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang nilai


ambang batas kesehatan lingkungan kerja, membatasi kelembapan
lingkungan kerja yaitu pada kisaran 40-60%42. Salah satu penyebab
dermatitis disebabkan oleh kelembapan yang tinggi selain disebabkan oleh
suhu yang tinggi22. Pada proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis
kontak pada kelembapan <65% sebesar 74% sedangkan proporsi pada

5
populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan kelembapan >65% pada
penelitian tidak ada perbedaan antara faktor kelembapan dengan terjadinya
dermatitis kontak

Frekuensi dan lama kontak

Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat


sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak alergi yang mana
bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis yang
berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proposional. Oleh karena itu
upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja adalah dengan
menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia

Faktor Endogen

Faktor genetik

Telah diketahui bahwa kemampuan untuk mereduksi radikal bebas,


perubahan kadar enzim antioksidan, dan kemampuan melindungi protein dari
trauma panas, semuanya diatur oleh genetik. Dan predisposisi terjadinya
suatu reaksi pada tiap individu berbeda dan mungkin spesifik untuk bahan
kimia tertentu

Personal hygiene

Kebersihan perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapian


dan perawatan badan. Kebersihan perorangan dapat mencegah penyebaran
kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi
dan melakukan pencegahan alergi kulit. Kondisi kulit dan sensitifitas
terhadap bahan kimia, kebersihan perorangan yang dapat mencegah
terjadinya dermatitis kontak .Kebersihan kulit yang terjaga baik akan
menghindari diri dari penyakit, dengan cuci tangan dan kaki, mandi dan ganti
pakaian secara rutin dapat terhindar dari penyakit kulit.

Usia

Kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia.


Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering.

6
Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit,
sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis

Status gizi

Status gizi adalah keadaaan tubuh yang sehat akibat adanya penyerapan
makanan di dalam tubuh. Dengan tercukupinya gizi didalam tubuh maka
akan didapatkan status gizi yang baik dan kekebalan tubuh yang baik
sehingga tidah mudah terserang penyakit

Riwayat alergi

Sesorang yang sebelumnya sedang menderita penyakit kulit atau


memiliki riwayat alergi akan lebih mudah mendapat dermatitis. karena fungsi
pelindungan kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit sebelumnya.
fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan kulit,
rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH
kulit.

2.4 Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon


imun yang di perantarai oleh sel (cell-mediated immune response) atau reaksi
imunologi tipe IV, suatu hipersensitivitias tipe lambat. Reaksi ini terjadi
melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.(8)

Fase Sensitisasi : Hapten yang masuk kedalam epidermis melewati


stratum korneum akan ditangkap oleh sel langerhans dengan cara pinositosis,
dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta
dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Pada
awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai
makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Akan tetapi,
setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan,
akan melepaskan sitokin (Interleukin-1) yang akan mengaktifkan sel
langerhans sehingga mampu menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan
mengubah fenotip sel langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu

7
serta ekspresi molekul permukaan sel termasuk Major Histocompability
Complex kelas I dan II, Intercellular Adhesion Molecule 1, Lymphocyte
Function Associated Antigen 3 dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang
dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF-α, yang dapat mengaktifasi sel –T,
makrofag dan granulosit, menginduksi perubahan molekul adhesi sel dan
pelepasan sitokin juga meningkatkan MHC kelas I dan II, Tumor Necrosis
Factor‒α menekan prouksi E-cadherin yang mengikat sel langerhans pada
epidermis, juga menginduksi aktifitas gelatinolisis sehingga memperlancar
sel langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening
setempat melalui saluran limfe. Di dalam saluran limfe, sel langerhans
menerjemahkan kode yang diberikan sehingga memproses dan
mempresentasikan kepada sel-T Helper.(8)

Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk


mensekresi IL-2 dan mengeskspresi reseptor IL-2. Sitokin kemudian akan
menstimulasi proliferasi sel T spesifik, dan kemudian akan membentuk sel-T
memori, fase ini berlangsung selama 2-3 minggu. Sensitasi kontak
bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak,
karena sinyal antigenik hapten cenderung menyebabkan toleransi sedangkan
sinyal iritan memicu sensitasi.(6)

Fase elisitasi : fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada
pajanan ulang alergen (hapten). Seperti pada pada fase sensitisasi, hapten
akan ditangkap oleh sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi
antigen, diikat oleh Human Leucocyte Antigen -DR kemudian diekspresikan
di permukaan sel. Selanjutnya, kompleks HLA-DR antigen akan
dipresentasikan kepada sel-T yang terlah tersensitisasi (sel-T memori) baik di
kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktifasi. Sel langerhans
mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk memproduksi IL-2 dan
mengekspresi IL-2R, yang menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi
sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga mengeluarkan Interferon-γ yang
mengaktifkan keratinosit mengekspresikan ICAM-1 dan HLA-DR, adanya
ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan

8
leukosit yang mengekspresi molekul Lymphocyte function-associated antigen
1, sedangkan HLA-DR memungkinan keratinosit berinteraksi langsung
dengan sel-T CD4+, dan juga memungkinkan presentasi antigen kepada sel
tersebut. HLA-DE juga dapat merupakan target sel T sitotoksik pada
keratinosit. Keratinosit menghasilkan juga sejumlah sitokin antara lain IL-1,
IL-6, TNF-α dan Granulocyte macrophage colony-stimulating factor,
semuanya dapat mengaktivasi sel-T, IL-1 dapat menstimulasi keratinosit dan
eikosanoid yang menghasilkan sitokin dan sel mas, sel mas ini yang akan
melepaskan histamin dan berbagai jenis faktor kemotaktik yang
menyebabkan dilatasi vaskular dan meningkatkan permeabilitas sehingga
komplemen dapat berdifusi masuk kedalam dermis dan epidermis. Kejadian
tersebut akan menimbulkan respon klinik DKA. Fase ini berlansung antara
24-48 jam.(8)

2.5 Gambaran Klinis


Penderita umumnya mengeluhkan gatal. Tingkat keparahan ditentukan
oleh intensitas paparan dan tingkat kesensitifitas seseorang. Tanda utama
pada pasien, DKA akut : eritema, edema, papul, papulovesikel, krusta dan
apabila keadaan akut yang terus berlangsung maka dapat terbentuk bula dan
keluhan tersering adalah gatal. Pada DKA kronik, bisa saja penderita tersebut
terpapar alergen yang berulang. Tanda yang khas pada kulit pasien yaitu kulit
menjadi kering, berisisik dan menebal sebagai hasil dari ankanthosis,
hiperkeratosis, edema, hiperpigmentasi, infiltrasi sel hingga ke dermis,
Iikenifikasi dan pecah-pecah.(6, 7, 9-11)
Pemeriksaan penunjang yang dapat diberikan yaitu tes tempel/patch test,
dengan menempelkan bahan-bahan yang diduga dapat memunculkan reaksi
alergi pada kulit dan ditempelkan dengan memakai Finn Chamber, kemudian
dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Setelah dibiarkan selama 48 jam, uji
tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas,
agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya
sebagi berikut:(5, 6)

1 = reaksi lemah(non vesikuler) : ertitema, infiltrat, papul (+)

9
2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan: hanya macula erimatosa

5 = iritasi: seperti terbakar, pustule atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT= not tested)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama tes tempel(6, 7, 9, 10):


1. Tidak dilakukan pada keadaan akut, dilakukan pada keadaan tenang
2. Uji tempel di buka setelah dua hari
3. Tes sekurang – kurangnya dilakukan satu minggu setelah berhenti
pemakaian kortikosteroid, namun pada pemakain prednison 20mg/hari
masih dapat dilakukan tes patch
4. Penderita dilarang melakukan aktifitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar selama 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu
kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir
selesai.
Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan , karena dapat menimbulkan reaksi
urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilasis.

2.6 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan dari hasil anamnesis yang mendalam serta cermat
dan pemeriksaan klinis yang teliti. Pemeriksaan fisis sangat penting dengan
melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering kali dapat diketahui
kemungkinan penyebabnya. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat
yang cukup tenang dan bercahaya.(6, 7, 9, 10)

10
2.7 Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orna gdari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Penyebab munculnya dermatitis ini,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk
kayu.Gejala klinis dapat berupa eritema, vesikel, bula, nekrosis, kulit kering,
skuama, hiperkeratosis, likenifikasi, kulit kering, fisur. (6, 7, 9, 10)
2. Dermatitis Atopi
Keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, berhubungan
dengan peningkatan kadar Imunoglobulin-E dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit penderita umumnya kering,
kehilangan air lewat epidermis meningkat, pruritus, papul, likenifikasi,
eritema erosi, eksoriasi, eksudasi, dan krusta.(6, 7, 9, 10)
3. Dermatitis Numular
Lesi berbentuk uang logam (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas
dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga
basah (oozing). Penyebabnya stafilokokus dan mikrokokus.Kulit penderita
dermatitis numulare cenderung kering, hidrasi stratum korneum rendah.
Gejala klinis: pruritus lesi berupa vesikel dan papulovesikel, kemudian
membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas kesamping, membentuk
satu lesi karakteristik seperti uang logam (koin), eritematosa, sedikit
edematous, dan berbatas tegas.(6, 7, 9, 10)
4. Dermatitis Seboroik
Kelainan kulit dermatitis seboroik terdiri atas eritema dan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis
yang ringan hanyak mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang
halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit
kepala dan skuama-skuama yang halus dan kasar atau disebut ketombe
(pitiriasis sika). Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak
berskuamadan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal.(6, 7, 9, 10)

5. Psoriasis

11
Effloresensi kulit pada pasien psoriasis terdiri atas bercak-bercak
eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema
sirkumskrip dan merata, besar kelainan bervariasi : lentikular, numular atau
plakat, dapat berkonfluensi.(6, 7, 9, 10)

2.8 Penatalaksanaan
1. Medika mentosa
Dermatitis akut dalam bentuk apapun baik diobati dengan kompres
lembab aluminium asetat 5% kompres diterapkan 15 - 30 menit 2-4 kali
sehari dan kortikosteroid topikal potensi pertengahan atau tinggi. Dalam
kasus yang parah, diberikan kortikosteroid oral (sistemik), pemakaian
dengan dosis 35-50 mg/hari, tapering selama 7-10 hari diperlukan. Kasus
lebih kronis dapat diobati dengan kortikosteroid topikal potensi rendah, dan
antihistamin sebagai anti pruritus.(11, 14)
2. Non Medika mentosa
Langkah yang paling penting adalah menghindari pencetus. Dengan
demikian, pencetus atau alergen harus diketahui secara tepat dan pasien
diberitahukan untuk berhati-hati apabila menemui atau kontak dengan
alergen. Beberapa alergen seperti nikel atau kromat sangat sulit untuk
dihindari. Dalam beberapa kasus, pasien harus merelakan pekerjaan mereka.
(14, 15)

2.9 Prognosis
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi
bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik,
dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak
mungkin terhindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau
yang terdapat di lingkungan penderita.(6)

BAB III
LAPORAN KASUS

12
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Manggis, Belimbing
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Minangkabau
Negeri Asal : Indonesia

Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak : 1 orang
c. Status ekonomi keluarga : Kurang Mampu
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
 Rumah permanen, terdiri dari 2 kamar tidur, lantai semen,
 Listrik ada
 Sumber air: air sumur, air minum: air sumur yang dimasak
 Jamban ada 1 buah, di dalam rumah
 Sampah dibuang ke tempat pembuangan sementara dan diambil
oleh petugas setiap hari
Kesan : higienitas dan sanitasi baik.
Kondisi lingkungan keluarga
 Pasien tinggal bersama suami dan anak
 Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk.
Aspek psikologis keluarga
 Hubungan pasien dengan anggota keluarga lain baik.
 Faktor stress dalam keluarga tidak ada.
II. ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan datang ke poli umum puskesmas Belimbing pada

13
tanggal 2 Maret 2020, dengan :
A. Keluhan Utama
Bercak kemerahan pada punggung kaki sejak 3 bulan yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
- Timbul bercak-bercak kemerahan di punggung kedua kaki sejak 3 bulan yang
lalu setelah menggunakan sandal berbahan karet. Pasien menggaruk bercak
tersebut hingga berdarah dan mengeluarkan cairan putih, lalu meluas dan
menimbulkan bercak kehitaman. Bercak-bercak kemerahan tersebut
dirasakan sangat gatal terutama bila berkeringat dan udara panas.
- Pasien sebelumnya menggunakan sandal selama di dalam maupun di luar
rumah. Ketika pasien menggunakan kaos kaki saat memakai sandal
keluhannya berkurang.
- Riwayat terkena detergen atau pun bahan kimia di punggung kaki disangkal.
- Riwayat mengoleskan sesuatu di punggung kaki tidak ada
- Riwayat berkontak dengan penderita dengan keluhan yang sama tidak ada
C. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah mengobati keluhan tersebut dengan membeli obat salep
ketokonazol di apotik.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga/Riwayat Atopi/Alergi
- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
- Bersin pagi hari (-), asma (-), mata merah, gatal dan berair (-), alergi makanan
(-), alergi obat (-)
- Riwayat atopi pada keluarga disangkal
F. Riwayat Pekerjaan, Sosial, Kebiasaan
- Pasien seorang ibu rumah tangga,
- Mandi 1-2x sehari, menggunakan sabun
- Mengganti baju 2x sehari
- Penderita tidak memelihara anjing, kucing atau ternak lainnya
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis

14
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Nadi : 68 kali/menit
Nafas : 20 kali/menit
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36,7° C
BB : 58 kg
TB : 155 cm
Status gizi : Sedang
Edema                 : (-)
Anemis                : (-)
Sianosis               : (-)
Kulit   : status lokalis
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran KGB
Kepala                   : Normochepal
Rambut : Tidak ditemukan kelainan
Mata                     : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga              : Tidak ditemukan kelainan
Hidung    : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan      : Tidak ditemukan kelainan
Leher        : JVP 5 – 2 cmH2O
Toraks
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing-/-
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: Bunyi jantung murni,reguler, bising tidak ada

15
Abdomen :
Inspeksi : Status Lokalis Perut
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri ketok dan nyeri tekan CVA (-)
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota gerak : Tidak ada kelainan

Status Dermatologikus
Lokasi : punggung kaki kanan dan kiri
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : khas menyerupai sendal
Susunan : tidak khas
Batas : tegas
Ukuran : plakat
Efloresensi : plak eritem, disertai erosi, eskoriasi dan krusta kehitaman.

IV. FOTO KLINIS

V. DIAGNOSIS KERJA
- Diagnosis Kerja : Dermatitis Kontak alergi

16
- Diagnosis Banding : Dermatitis Kontak Iritan

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN ANJURAN


Patch test : Mencari penyebab alergi (Descresendo)

VII. DIAGNOSIS
- Dermatitis Kontak alergi et causa sendal jepit berbahan karet

VIII. ANALISIS MASALAH KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Tn. K

Alamat : Jl. Manggis, Belimbing

A. Genogram

Keterangan:
= Perempuan = Pasien

=Laki-laki =Meninggal

= Tinggal dalam satu rumah

B. Kesehatan Individu

17
1. Nama / Jenis Kelamin / Umur : Ny. S/Perempuan / 55 tahun
Pekerjaan / Pendidikan: : IRT/ SMP
Hubungan dengan Pasien : Pasien
Riwayat kebiasaan :
- Pasien Seorang ibu rumah tangga, aktifitas fisik ringan sedang.
Jarang berolahraga dan makan teratur. Pasien mandi 2x sehari.
Tidak menggunakan handuk/pakaian yang sama dengan anggota
keluarga lain. Mengganti handuk seminggu sekali
Riwayat penyakit :
Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung, dan keganasan tidak
ada.

2. Nama / Jenis Kelamin / Umur : Tn K/Laki-laki /55 tahun


Pekerjaan / Pendidikan : Buruh bangunan / SMA
Hubungan dengan Pasien : Suami
Riwayat Kebiasaan :
- Seorang buruh, dengan aktivitas fisik sedang berat jarang
berolahraga dan makan teratur dan tidak merokok
Riwayat Penyakit :
- Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung, dan keganasan tidak
ada.

3. Nama / Jenis Kelamin / Umur : An. M /Laki-laki /16 tahun


Pekerjaan / Pendidikan : Pelajar SMA
Hubungan dengan Pasien : Anak
Riwayat Kebiasaan :
- Seorang Pelajar, dengan aktivitas fisik ringan dan sedang, makan
teratur
Riwayat Penyakit :
Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung, dan keganasan tidak ada.

B. Eco Map

18
D. APGAR

Kadang- Tidak
Selalu
No. Item Penilaian kadang Pernah
(2)
(1) (0)

1. A : Adaptasi
Saya puas bahwa saya dapat kembali
pada keluarga saya untuk membantu √
pada waktu sesuatu menyusahkan
saya

2. P : Partnership
Saya puas dengan cara keluarga saya √
membicarakan sesuatu dengan saya
dan mengungkapkan masalah saya.

3. G : Growth
Saya puas bahwa keluarga saya
menerima & mendukung keinginan √
saya untuk melakukan aktifitas atau
arah baru.

4. A : Afek √

Saya puas dengan cara keluarga saya


mengekspresikan afek dan berespon

19
terhadap emosi-emosi saya, seperti
marah, sedih atau mencintai.

5. R : Resolve
Saya puas dengan cara keluarga saya
dan saya menyediakan waktu √
bersamasama mengekspresikan afek
dan berespon

JUMLAH 8 (Fungsi keluarga baik)

E. SCREEM

 Social
Keluarga mengikuti kegiatan sosial yang diadakan masyarakat setempat
namun pasien terbatas untuk melakukan kegiatan sosial di masyarakat.
Interaksi dengan tetangga cukup baik.

 Culture
Didalam keluarga menggunakan adat kebudayaan Minangkabau.
Menjalankan keseharian sesuai adat dan norma Minangkabau

 Religious
Anggota keluarga beragama Islam dan rutin menjalani ibadah wajib,
terkadang pasien solat berjamaah ke mesjid.

 Economic
Keluarga berasal dari golongan ekonomi rendah, penghasilan keluarga
berasal dari uang penghasilan kepala keluarga sebagai buruh bangunan.

 Educational
Tingkat pendidikan keluarga secara umum cukup baik dengan tamatan
SMA.

 Medical
Anggota keluarga mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.

20
F. Fungsi Dalam Keluarga

Kesimpulan fungsi
Fungsi Keluarga Penilaian keluarga yang
bersangkutan
Biologis:
a. menilai fungsi
Adalah sikap dan Keluarga pasien dan pasien
biologis keluarga
perilaku keluarga selama sebelumnya tidak pernah
berjalan dengan baik /
ini dalam menghadapi mengalami penyakit seperti
tidak
risiko masalah biologis, ini sehingga mereka masih
b. mengidentifikasi
pencegahan, cara belum mengetahui masalah
kelemahan / disfungsi
mengatasinya dan biologisnya dengan baik,
biologis dalam
beradaptasi dengan belum memahami
keluarga
masalah biologis penyebabnya dan
c. menjelaskan dampak
(masalah fisik jasmaniah) bagaimana mengatasi atau
disfungsi biologis
mencegah masalah tersebut
terhadap keluarga.
sehingga keluarga juga
tidak tahu bagaimana
dampak yang ditimbulkan
kedepannya dari masalah
yang mereka hadapi saat
ini.

Psikologis:
Adalah sikap dan a. mengidentifikasi
Keluarga sudah mampu
perilaku keluarga selama sikap dan perilaku
membangun hubungan
ini dalam membangun keluarga dalam
antar anggota keluarga,
hubungan psikologis membangun
memelihara kepuasan
internal antar anggota hubungan psikologis
anggota keluarga, dapat
keluarga. Termasuk internal antar anggota
menyelesaikan masalah
dalam hal memelihara keluarga
dengan baik apabila terjadi
kepuasan psikologis b. mengidentifikasi cara

21
seluruh anggota keluarga keluarga dalam hal perbedaan pendapat
dan manajemen keluarga memelihara kepuasan diantaranya.
dalam mengahadapi psikologis seluruh
masalah psikologis anggota keluarga
c. identifikasi dan
menilai manajemen
keluarga dalam
menghadapi masalah
psikologis.
Sosial:
Adalah sikap dan a. menilai sikap dan
Keluarga dapat
perilaku keluarga selama perilaku keluarga
mempersiapkan anggota
ini dalam selama ini dalam
keluarga untuk dapat
mempersiapkan anggota mempersiapkan
berbaur dengan baik di
keluarga untuk terjun ke anggota keluarga
masyarakat.
tengah masyarakat. untuk terjun ketangah
Termasuk di dalamnya masyarakat.
pendidikan formal dan
informal untuk dapat
mandiri

Ekonomi dan
pemenuhan kebutuhan:
Keluarga ini termasuk
Adalah sikap dan perilaku a. menilai sikap dan
dalam ekonomi rendah.
keluarga selama ini dalam perilaku keluarga
usaha pemenuhan selama ini dalam usaha
kebutuhan primer, pemenuhan kebutuhan
sekunder dan tertier. primer, sekunder dan
tertier. menilai gaya
hidup dan prioritas
penggunaan uang

22
G. Data Risiko Internal Keluarga
Perilaku kesehatan keluarga
Sikap dan perilaku
Kesimpulan Pembina
keluarga yang
Perilaku untuk perilaku
menggambarkan
keluarga
perilaku tersebut
Kebersihan pribadi Pencucian pakaian
dan lingkungan anggota keluarga saat ini
dilakukan di rumah oleh Kebersihan pribadi cukup,
Apakah tampilan
pasien. karena pasien seorang ibu
individu dan
rumah tangga yang tinggal
lingkungan
hanya dengan suami dan
bersih/terawat,
seorang anak.
bagaimana
kebiasaan perawatan
kebersihannya.
Gizi Keluarga

Pengaturan makanan
Setiap hari pasien Pasien dan keluarga
keluarga, mulai cara
makan dengan menu sudah mengonsumsi
pengadaan, kuantitas dan
berbeda, dimulai dari makanan yang bergizi
kualitas makanan serta
makanan pokok dan seimbang.
perilaku terhadap diet
hingga sayuran
yang dianjurkan bagi
namun terbatas karena
penyakit tertentu pada
ekonomi.
anggota keluarga
Latihan jasmani/
aktifitas fisik

Kegiatan keseharian
Tidak ada kegiatan Perhatian keluarga
untuk menggambarkan
olahraga rutin yang terhadap latihan jasmani/
apakah sedentary life
dilakukan oleh anggota aktifitas fisik dinilai
cukup atau teratur dalam
keluarga. kurang.
latihan jasmani.
Physical exercise tidak

23
selalu harus berupa
olahraga seperti sepak
bola, badminton, dsb
Penggunaan pelayanan
Kesehatan

Perilaku keluarga apakah Keluarga sudah Penggunaan pelayanan


datang ke posyandu, menggunakan fasilitas kesehatan dinilai baik
puskesmas, dsb untuk kesehatan yang ada, karena adanya
preventif atau hanya yaitu Puskesmas pemanfaatan pelayanan
kuratif, atau kuratif ke kesehatan.
pengobatan
komplimenter dan
alternative.
Kebiasaan/perilaku
lainnya yang
buruk untuk
kesehatan
Pasien tidak merokok Tidak terdapat kebiasaan
Misalnya merokok, dan tidak mengonsumsi buruk yang berdampak
minum alkohol, alkohol, tidur cukup. terhadap kesehatan
bergadang, dsb. keluarga
Sebutkan
keseringannya dan
banyaknya setiap
kali dan jenis yang
dikonsumsi.

H. Pengkajian Masalah Kesehatan

i. Masalah internal
Kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakitnya
ii. Masalah eksternal

24
Anggota keluarga pasien juga kurang mengetahui mengenai penyakit
pasien
I. Faktor-faktor yang Berperan dalam Penyelesaian Masalah
a. Faktor pendukung
1. Keluarga pasien kooperatif dalam penyelesaian masalah kesehatan
pasien
2. Keluarga pasien mau berobat ke puskesmas untuk mengobati
penyakit pasien
3. Keluarga pasien mau terbuka mengenai keluhan penyakit pasien
b. Faktor Penghambat
1. Pengetahuan pasien terhadap penyakitnya masih kurang
J. Pemecahan Masalah

Preventif :

- Menghindari pajanan ulang dengan bahan kontak alergen


- Seluruh kaki harus dikeringkan setelah mandi atau terkena air dan
diberikan obat topikal
- Minum obat dan pakai krim teratur sesuai dengan aturan pakai obat

Promotif :

- Menjelaskan tentang penyakit bahwa penyakitnya tidak menular.


- Menjelaskan apa yang menjadi penyebab dari penyakitnya.
- Menjelaskan mengenai perawatan kulit sehari-hari

Kuratif :
Sistemik
Methyl prednisolone 2x8mg selama 3 hari
CTM 3x 4 mg jika gatal
Topikal
Mometason furoat krim 0,1% : 2 kali sehari setelah mandi

RESEP

25
Dinas Kesehatan Kodya Padang
Puskesmas Belimbing

Tanggal : 2 Maret 2020

R/ Methyl prednisolone tab 8 mg No VI


∫ 2 dd tab II
__________________________________________£
R/ Ketokonazol cream 0,1% tube No I
∫ue 2 dd applic loc dol
__________________________________________£
R/ CTM tab 4 mg No. X
∫ prn 3 dd tab I
__________________________________________£

Pro : Ny. S
Umur : 55 tahun
Alamat : Jl Manggis, Belimbing

Rehabilitatif :

 Kontrol kembali ke Puskesmas jika merasa tidak ada perbaikan atau pun
terjadi efek samping obat seperti mual, muntah, dan sebagainya.

K. Prognosis
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Kosmetikum : bonam
Quo ad Functionam : Bonam

BAB IV
DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan berumur 55 tahun


datang ke balai pengobatan Puskesmas Belimbing pada tanggal 2 Maret 2020
dengan diagnosis Dermatitis Kontak Alergi Kronik et causa sandal berbahan
karet. Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

26
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa timbul bercak-bercak kemerahan yang
mengikuti pola sendal, terasa gatal di punggung kaki kiri dan kanan sejak 3 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan ada riwayat kontak berulang dengan sendal baru
nya sejak 4 bulan lalu. Namun, pasien tidak menyadari penyebab keluhan yang
dialaminya akibat sendal yang digunakannya. Gejala yang sering dirasakan pasien
adalah gatal. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa pada dermatitis kontak
alergi yang terjadi akibat panjanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat
haptenik atau antigenik yang sama, atau mempunyai struktur kimia serupa pada
kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitisasi. Reaksi alergik yang terjadi
adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau tipe IV menurut klasifikasi
Coombs dan Gell dengan perantaraan sel limfosit T. Keluhan tersering pada
dermatitis kontak alergi adalah gatal.
Pemeriksaaan dermatologikus ditemukan lesi di punggung kaki kiri dan
kanan, distribusi terlokalisir, bentuk dan susunan khas, batas tegas, ukuran plakat,
efloresensi plak eritem, disertai erosi, eskoriasi dan krusta kehitaman.. Hal ini
sesuai dengan gambaran dermatitis kontak alergi satdium kronik.
Pasien diberikan tatalaksana umum dan khusus. Tatalaksana umum pada
pasien ini berupa menjelaskan tentang penyakit bahwa penyakitnya tidak menular
dan terjadi akibat kontak dengan bahan alergen. Edukasi sangat penting diberikan
kepada pasien berupa berhenti menggunakan sandal berbahan karet, serta menjaga
kebersihan kulit.
Tatalaksana khusus yang diberikan berupa Methyl prednisolone 2x8mg
selama 3 hari, CTM 3x 4 mg jika gatal, dan untuk topikal diberikan mometason
furoat krim 0,1% : 2 kali sehari setelah mandi. Pasien diberikan obat mengatasi
gatal yaitu Chlorpheniramine yang diminum 3x sehari. Obat ini diminum apabila
gatal dan dihentikan apabila tidak ada keluhan lagi.Prognosis pada pasien ini
adalah quo ada sanationam dubia ad bonam, quo ad vitam bonam, quo ad
kosmetikum bonam, quo ad functionam bonam.

27
DAFTAR ISI

1. Cohen D E, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Wolf K, Goldsmith


LA,Katz SI, Gilchrestba, Paller AS, Leffel DA, ed. Flitzpatricks Dermatology in
General Medicine Edisi Ke-7. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc, 2008. h.
136-44 .

2. Peiser M, Tralau T, Heidler J, et al. Allergic contact dermatitis: epidemiology,


molecular mechanisms, in vitro methods and regulatory aspects. Cellular and
Molecular Life Sciences. 2012. [Diperbarui Maret 2012; disitasi 9 Desember

28
2013]; 69(5): 763-81. Tersedia pada :
http://link.springer.com/article/10.1007/s00018-011-0846-8

3. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar; 2002.


4. Sterry W. Thieme linical Companions Dermatology. Stuttgart-New York; 2006.
5. Spiewak R. Open Allergy Journal, Patch Testing for Contact Allergic and
Allergic Contact Dermatitis. Krarov. 2008:42-51.
6. Palomo JJ, Moreno A. Epidemiology of Contact Dermatitis. 2011.
7. Brehmer EA. Dermatopathology, A Resident's Guide. New York; 2006.
8. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: A D, H M, S A, editors. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
p. 133-38.
9. Elise MH, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis in Children, Prevention,
Diagnosis, and Management. 2011.
10. Shimizu H. Shimizu’s Texbook of Dermatology. Hokkaido: Nakayama
shoten; 2007.
11. Wolff K, AG L, IK S, AG B, SP A, JL D. Fitzpatrick’s Dermatology in
general medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008.
12. Tony B, B S, C N, G C. Rook’s Textbook Of Dermatology. 7th ed.
13. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000.
14. J B, Coulsen I, English J. Guidelines for the management of contact
dermatitis: an update. BJD Bristish Journal of Dermatology. 2008 10th
December.
15. M G, Jane, Kels. Color Atlas of Dermatopathology. New York: Vanderbilt
Avenue; 2007.
16. Buxton PK. ABC of Dermatology. 4th ed. London: tovistock square; 2003.
17. Wolff C, AJ R, S D. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical
Dermatology. 5th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.

29

Anda mungkin juga menyukai