Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan


kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu
saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami
sakit ringan. Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak
diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak
kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap
penyakit yang lain.1
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih
hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa
toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan
yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.1 Vaksin dimasukkan ke dalam
tubuh seseorang untuk membentuk kekebalan tubuh (imunitas) secara aktif,
dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara suntik ataupun oral (diteteskan).2
Upaya untuk membuat masyarakat sehat telah dirintis sejak lama, bahkan
sejak Indonesia merdeka, namun saat itu fokus utama adalah upaya kuratif yang
lebih menekankan pengobatan. Seperti diketahui banyaknya kasus penyakit
berdampak pada besarnya biaya, sehingga program lebih diprioritaskan kepada
langkah-langkah preventif (pencegahan) secara bertahap, salah satunya adalah
imunisasi yang tentu harus dibarengi dengan penyuluhan dan sosialisasi yang
masif pada masyarakat.2
Sejarah imunisasi di Indonesia dimulai dengan imunisasi cacar (1956);
imunisasi campak (1963); dengan selang waktu yang cukup jauh mulai dilakukan
imunisasi BCG untuk tuberculosis (1973); disusul imunisasi tetanus toxoid pada
ibu hamil (1974); imunisasi difteri, pertusis, tetanus (DPT) pada bayi (1976); lalu
polio (1981); campak (1882); dan hepatitis B (1997); hingga inisiasi imunisasi
Haemophilus Influenza tipe B dalam bentuk vaksin pentavalen.2

1
Pada tahun 1974, WHO mencanangkan Expanded Programme on
Immunization (EPI) atau Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka
pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I), yaitu dengan cara meningkatkan cakupan imunisasi pada anak-anak di
seluruh belahan dunia. Hasil dari program EPI ini cukup memuaskan, dimana
terjadi peningkatan angka cakupan imunisasi dunia dari 5% menjadi 80%. Di
Indonesia, PPI mulai diselenggarakan tahun 1977 dan berfokus pada campak,
tuberkulosis, difteri, tetanus, pertusis, polio. Sementara imunisasi hepatitis B
dimasukkan terakhir karena vaksin hepatitis B baru tersedia pada tahun 1980-an.3
Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya
Universal Child Immunization (UCI). Pencapaian UCI merupakan gambaran
cakupan imunisasi pada bayi (0-11 bulan) secara nasional hingga ke tingkat
pedesaan. Departemen Kesehatan menetapkan indikator cakupan imunisasi adalah
93% di tingkat nasional dan 80% di semua kabupaten.4
Data Kementrian Kemenkes tahun 2019 menunjukkan cakupan imunisasi
dasar lengkap sebesar 92,3% dengan target renstra tahun 2019 93% dengan
pencapaian imunisasi HB-0 (83,6%), BCG (94,3%), DPT-HB-Hib 3 (97,0%),
Polio 4 (92,4%), Campak (93,0%). Persentase desa yang mencapai UCI di
Indonesia tahun 2016-2019 mengalami penurunan dan peningkatan, pada tahun
2016 cakupan desa UCI di Indonesia sebesar 81,82%, tahun 2017 cakupan desa
UCI di Indonesia sebesar 80,34%, tahun 2018 sebesar 82,13% , dan pada tahun
2019 sebesar 89,13%. Sementara itu, provinsi cakupan desa UCI di provinsi
Sumatera Barat pada tahun 2019 adalah sebesar 69,2%.
Data profil puskesmas Suka Menanti menunjukkan cakupan desa/
kelurahan UCI di wilayah kerja Puskesmas Sukamenanti pada tahun 2021 adalah
62,5% dengan cakupan imunisasi DPTHB 1 sebesar 48,0%, DPTHB 3 sebesar
38,9%, campak 29%, BCG 58,5%, Polio 4 sebesar 37,9%, dan imunisasi dasar
lengkap sebanyak 25,0%. Data dari tahun 2021 tersebut menunjukkan desa yang
belum mencapai UCI.
Pada tahun 2022 cakupan UCI berdasarkan data terbaru tentang capaian
UCI per-desa Puskesmas Sukamenanti pada bulan Januari-Februari 2022
ditunjukkan pada tabel berikut

2
Tabel 1.1 Capaian Imunisasi Puskesmas Sukamenanti
Januari-Februari 2022

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar antara lain


faktor orangtua, letak geografis yang sulit menjangkau lokasi imunisasi,
ketersediaan vaksin, dan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan
imunisasi. Ibu memegang peranan yang sangat penting dalam program imunisasi.
Kurangnya pengetahuan Ibu tentang manfaat imunisasi dan efek sampingnya
dapat mempengaruhi sikap ibu dalam pemanfaatan layanan kesehatan yang ada.
Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 di Palembang menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan Ibu dan kelengkapan
imunisasi dasar di Puskesmas.
Berdasarkan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui
tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar di posyandu Lubuk Landur
Puskesmas Sukamenanti untuk meningkatkan pengetahuan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan Ibu tentang imunisasi dasar di


Lubuk Landur Puskesmas Sukamenanti ?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan Ibu tentang imunisasi dasar di


Lubuk Landur Puskesmas Sukamenanti.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi Responden


Menambah pengetahuan tentang imunisasi dasar

3
1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dan
gambaran tingkat pengetahuan Ibu tentang imunisasi dasar di Puskesmas
Suka Menanti terutama di Lubuk Landur sehingga dapat dirumuskan
strategi/upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan capaian program
imunisasi dasar.

1.4.3 Manfaat bagi Peneliti

1. Sebagai proses pembelajaran, pengalaman, dan pengetahuan dalam


melakukan sebuah penelitian tentang imunisasi dasar.

2. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dari


pendidikan untuk menambah wawasan masyarakat mengenai imunisasi
dasar.

Anda mungkin juga menyukai