Anda di halaman 1dari 15

Pembekakan Tungkai Kiri

Gita Puspitasari
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Abstrak

Parasit adalah organisme yang hidup bersama manusia, sebagian besar hidup
berdampingan dengan manusia bahkan memberi manfaat kepada kehidupan manusia, tetapi
sebagian diantaranya menjadikan manusia sebagai sasaran untuk mendapatkan nutrient
untuk kelanjutan kehidupannya dan itu secara langsung ataupun tidak langsung dapat
menimbulkan gangguan, kerusakan yang bermanifestasi sebagai penyakit pada manusia. Di
Indonesia terdapat tiga spesies nematoda yang dapat menyebabkan filariasis, salah satunya
adalah Wuchereria bancrofti yang menularkan parasit melalui vektor nyamuk sebagai
hospes perantara yang umum ditemukan di seuruh dunia beriklim tropis termasuk indonesia.
Kata kunci : parasit, filariasis, Wuchereria bancrofti

Swelling Left Leg


Gita puspitasari
Student of Faculty of Medicine, Krida Wacana Christian University
Abstrac
Parasites are organisms living with humans, most of whom live alongside humans and even
beneficial to human life, but some of them make people a target to get nutrients to the
continuation of life, and it directly or indirectly can cause disruption, damage manifests as
disease humans. In Indonesia, there are three species of nematodes can cause filariasis, one
of which is the parasite Wuchereria bancrofti transmitted through mosquito vectors as an
intermediate host that is commonly found in tropical climates in the world, including
Indonesia.
Keywords: parasite, filariasis, Wuchereria bancrofti

Alamat korespondensi:
Gita Puspitasari, 102011327, Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana, Jalan Arjuna
Barat No. 6, Jakarta Barat 11510, e-mail: gita_puspitasai64@yahoo.com

1
Pendahuluan

Parasit adalah jasad yang hidup untuk sementara atau menetap di jasad lain untuk
mengambil nutrisi seluruh atau sebagian dari jasad tersebut. Parasit terbagi menjadi tiga jenis
yaitu, zooparasit, fitoparasit, spirochaeta dan virus. Hidupnya parasit dalam jasad organisme
lain dapat menimbulkan gangguan sebagai penyakit pada organisme jasad tersebut.
Filariasis adalah termasuk penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di
daerah tropik di seluruh dunia. Filariasis merupakan salah satu penyakit yang termasuk
endemis di Indonesia. Penyebab filarisis dikarenakan adanya infeksi oleh sekelompok cacing
nematoda jaringan yang termasuk famili filaridae yang bentuknya langsing, dan ditemukan
dalam sistem peredaran darah limfe, otot, jaringan ikat atau rongga serosa pada vertebra.
Di Indonesia penyebab filariasis dapat ditemukan tiga spesies cacing filaria, yaitu
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori yang masing-masing menyebabkan
filariasis bancrofti, filariasis malayi dan filariasis timori yang menyerang kelenjar dan
pembuluh getah bening. Wuchereria bancrofti dalam bentuk mikrofilaria di hisap oleh
vektornya yaitu nyamuk yang nantinya bisa menularkan kepada manuisa dalam bentuk
infektif, cara organisme hidup ini menimbulkan gangguan, kelainan pada tubuh manusia dan
semua itu akan bermanifestasi dalam bentuk bermacam-macam kelainan patologis dan gejala
klinis.

Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien
yuang profesional dan optimal.1 Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya

2
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah serta jika ada tambahan nomor telepon. Data ini sangat penting
karena data tersebut sering berkaiatan dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ
tertentu. Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien meminta
pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya dituliskan secara
singkat berserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar.1

Hasil anamnesis berkaitan dengan keluhan pasien :

- Pasien laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan bengkak pada tungkai
kirinya sejak 1 bulan yang lalu . bengkak muncul pada telapak kaki kemudian
menjalar ke tungkai
- Pasien mengeluh bengkak tersebut semakin lama terasa nyeri dan sulit berjalan
- Pasien juga sering demam naik turun setiap 3 hari, tetapi suhu tidak terlalu tinggi, dan
pada saat BAK warna urine pasien putih seperti susu.

Pemeriksaan fisik
Kondisi umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Heart rate : 90x/ menit
Respiratory rate : 20x/ menit
Suhu : 37,2C
Ekstremitas : edema non pitting
Nyeri tekan

Diagnosis
Working Diagnosis: Filariasis bancrofti

Differential Diagnosis:

1. Filariasis brugia
Brugia malayai dapat dibagi menjadi dua varian: yang hidup pada manusia
dan yang hidup pada manusia serta hewan, misalnya kucing, kera dll. Brugia timori
hanya terdapat pada manusia. Penyakit yang disebbakan B. Malayi disebut filariasis
malayi dan yang disebabkan B. Timori disebut filariasis timori. Kedua penyakit
3
tersebut kadang-kadang disebut filariasis brugia. Gejala klinis filariasis malayi sama
dengan filariasis timori. Stadium akut di tandai dengan serangan demam dan gejala
peradangan saluaran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali.
Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan
ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau sawah. Kadang-kadang
peradangan pada kelenjar limfe menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan
menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas untuk filariasis.2
Limfadenitis dapat pula berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus.
Ulkus pada pangkal paha ini, bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut
dan tanda ini merupakam salah satu gejala obyektif filariasis limfatik. Pada filariasis
brugia, elefantiasis hanya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-
kadang lengan bawah siku. Alat kelamin dan payudara tida terkena, kecuali di daerah
filariasis brugia yang bersamaan dengan filarisasi bancrofti. 2

2. Limfadenitis tuberculosis
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycrobacterium
tuberculosis. Mycrobacteria tergolong dalam famili Mycrobactericae dan ordo
Actinomyceales. Spesies patogen yang masuk Mycrobacterium kompleks, yang
merupakan agen penyebab penyakit yang tersering dan terpenting adalah
Mycrobacterium tuberculosis. Secara umum penyakit tuberculosis dapat
diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. Gambaran utama
limfadennitis TB berupa palpable yang dijumpai sekita 75% dari pasien tanpa gejala
khas. Deman, penurunan berat badan dan keringan malam. Lama timbulnya gejala
sebelum terdiagnosis berkisar antara beberapa minggu hingga bulan. Bacil
tuberculosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai TB
ekstrapulmoner. Organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh Basil tuberculosis
adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, meninges, peritoneum
dan perikardium.3
Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe
regional di hiulus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi
inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar regional
(limfadenitis).3

4
3. Limfangitis bakterial
Limfangitis akut adalah peradangan pada satu atau bebebrapa pembuluh getah
bening. Limfangitis akut ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus. Pembuluh getah
bening merupakan saluran kecil yang membawa getah bening dari jaringan ke
kelenjar getah bening dan seluruh tubuh. Bakteri Streptococcus biasanya memasuki
pembuluh pembuluh ini melalui gesekan, luka atau infeksi terutama selulitis di lengan
atau tungkai.4

Gejala bermula di bawah kulit dari lengan atau tungkai yang terinfeksi akan
tampak goresan merah yang tidak teratur dan teraba hangat. Goresan ini biasanya
memanjang mulai dari daerah yang terinfeksi menuju ke sekelompok kelenjar getah
bening sehingga kelenjar getah bening akan membesar dan teraba lunak. 4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pennunjang yang dapat dilakukan :

a. Diagnosis pastofisiologi
Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau
cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan teknik konsentrasi knot,
membran filtrasi. Pengambilan darah harus dilakukan pada malam hari (setelah pukul
20.00) mengingat periodisitas mikrofilaria umumnya nokturna. Pada pemeriksaan
histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai pada saluran
dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai tumor.
Teknik biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melalui DNA
parasit dengan menggunakan reaksi rantai polimerase (PCR). Teknik ini mampu
memperbanyak DNA sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi parasit pada crypti
infection. 2
p
b. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening
inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing bergerak-gerak. Ini berguna
terutama untuk evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya digunakan unutk
infeksi filaria oleh W.bancrofti.2

5
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin di tandai
dengan zat radioaktif menunjukan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada
penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.2

c. Pemeriksaan imunologi
Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang menggunakan
antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk , mendeteksi antigen W.bancrofti
dalam sirkulasi darah. Hasil test positif membuktikan adanya infeksi aktif walaupun
mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah. 2
Deteksi antibodi dengan menggunakan antigen rekombinan telah dikembangkan
untuk mendeteksi antibodi subklas IgG4 pada filariasis brugia. Kadar antibodi IgG4
meningkat pada penderita mikrofilaremia. Deteksi antibodi tidak dapat membedakan
infeksi lamau dan infeksi akut. Biasanya merasakn demam, mengigil, denyut jantung
meningkat dan sakit kepala. 2

Penyebab
Wuchereria bancrofti merupakan parasit yang menyebabkan filariasis bancrofti.
Penyakit ini tergolong penyakit filariasi limfatik. Hospes definitif untuk parasit tersebut
adalah manusia. Manusia yang megandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi
orang lain yang rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah endemi lebih rentan terhadap
infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya, laki-laki lebih
banyak yang terkena infeksi karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi. Dan
juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat. 2

Gambar 1. Culex quinquefasciatus (sumber: arbovirus.health.nsw.gov.au)


Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada
jenis cacing filariasis. W.bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan di tularkan oleh Culex
quinquefasciatus yang tempat peridnukannya air kotor dan tercemar. W.bancrofti di daerah

6
pedesaan dapat ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk. Di Irian Jaya W.bancrofti
ditularkan oleh An.farauti yang dapat menggunakan bekas jejak kaki bianatang untuk tempat
perindukannya. Selain nyamuk Culex, Aedes pernah juga ditemukan sebagai vektor.2

Morfologi dan daur hidup W.bancrofti


Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe, bentuknya halus
seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65-100 mm x 0,25 mm dan
yang jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung
dengan ukuran 250-300 mikron x 7-8 mikron. Mikrofilaria hidup di dalam darah dan terdapat
di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada
umumnya, mikrofilaria W.bancrofti bersifat periodositasnya nokturna, artinya mikrofilaria
hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat
di kapiler alat dalam, mungkin disebabkan karena berkumpul pada arteriola kecil di dalam
paru-paru. Di daerah pedesaan, parasit ini di tularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus.
Dipedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Parasit ini tidak
ditularkan oleh mansonia. 2
Daur hidup parasit ini memerlukan waktu sangat panjang. Masaa pertumbuhan parasit
di dalam nyamuk kurang lebih membutuhkan dua minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan
tersebut belum diketahui pasti tetapi diduga kurang lebih 7 bulan. 2

Gambar 2. mikrofilaria W.bancrofti (sumber: cueflash.com)

7
Mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk, akan melepaskan sarungnya didalam
lambung, kemudian menembus dinding lambung dan bersarang di anatara otot-otot thoraks.
Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut Larva stadium I.
Dalam waktu seminggu, larva ini mengalami pertukaran kulit, tyumbuh menjadi lebih gemuk
dan panjang, disebut Larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan seterusnya , larva bertukat
kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus disebut Larva stadium III. 2

Gambar 3. Daur hidup Wuchereria bancrofti (sumber: dpd.cdc.gov)

Gerak Larva stdium III ini sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mulapmula ke rongga
abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung Larva
stadium III ini mengigit manusia, maka larva tersebut akan secara aktif melalui luka tusuk ke
dalam tubuh hospes dn bersarang di daluran limfe. Di dalam tubuh hospes, larva mengalami
dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadiu larva stadium IV lalu menjadi stadium V atau
cacing dewasa. 2

Epidemiologi
Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah
di daerah dataran rendah. Kadang-kadang dapat juga di temukan di bukit yang tidak terlalu
tinggi. Di indonesia penyakit ini lebih banyak di temukan di daerah pedesaan. 2

8
Di indonesia filariasis tersebar luas, daerah endemi terdapat di banyak pulau di
seluruh nusantara. Pemberantasan filariasis sudah dilakukan oleh Departemen Kesehatan
sejak tahun 1970 dengan pemberiaan DEC dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu
selama 40 minggu). Survei prevalensi filariasis yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan
menunjukan bahwa prevalensi infeksi cukup tinggi bervariasi dari 0,5%-19,46%. Prevalensi
infeksi dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi menurun
dengan adanya kemaajuan dalam bangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. 2
Filariasis bancrofti di Indonesia dapat dijumpai di perkotaan atau dipedesaan. Di
Indonesia parasit ini lebih sering dijumpai di pedesaan daripada di perkotaan dan
penyebarannya bersifat lokal. Kurang lebih dari 20 juta penduduk indonesia bermukim di
daerah endemis filariasis bancrofti, malayi, dan timori mereka sewaktu-waktu dapat ditulari.
Kelompok umur dewasa muda merupakan kelompok penduduk yang paling sering menderita,
terutama mereka yang tergolong penduduk berpenghasilan rendah. Obat DEC tidak
mempunyai khasiat pencegahan. Oleh sebab itu, penduduk perlu di didik untuk melindungi
dirinya dari gigitan nyamuk. 2

Patogenesis
Efek patogen Wuchereria bancrofti tergantung beberapa faktor, antara lain toleransi
hospes terhadap parasit; jumlah larva infektif yang ditusukan nyamuk, banyaknya gigitan
yang menyebarkan mikrofilaria infektif pada satu saat serta kemungkinan terjadinya infeksi
sekunder oleh Streptococcus, Staohylococcus atau jamur patogen.5
Perkembangan dalam tubuh hospes dapat dibagi atas beebrapa periode, yaitu (1) masa
inkubasi biologi, (2) periode tanpa gejala (asimptomatik), (3) stadium akut (4) stadium
kronis.5

1. Masa inkubasi biologi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak masuknya larva infektif
filaria menembus kulit sampai munculnya mikrofilaria untuk pertama kalinya di
dalam darah perifer, biasanya membutuhkan waktu satu tahun atau lebih. Periode ini
dilewati tanpa gejala yang berarti, kecuali bagi mereka yang hipersensitif terhadap
mikrofilaria akan timbul gejala alergi.5
2. Periode asimptomatik, biasanya berlangsung bertahun-tahun tanpa adanya gejala yang
nyata walaupun mikrofilaria telah ditemukan didalam darah perifer. Periode ini
banyak terdapat terutama di daerah endemis filariasis. Albuquweque dan Scaff

9
melaporkan bahwa mikrofilaria dapat menembus filter plasenta sehingga bayi yang
baru dilahirkan dalam darah perifernya telah mengandung mikrofilaria.5
3. Stadium akut, biasanya di awali suatu limfangitis terkadang bersama limfadenitis
terutama daerah inguinal, pada laki-laki funinculitis, orchotis dan epididimitis, disertai
dengan demam filaria. Penyumbatan disebabkan oleh cacing dewasa yang banyak
terdapat pada pembuluh atau kelenjar limfe dan lesinya terdapat pada sebelah distal
daerah penyumbatan tersebut, daerah ini akan mengalami pembengkakan dan
hiperemi.5
Keadaan ini berulang, sebulan sekali, dapat juga lebih cepat, mungkin ini
berhubungan dengan aktivitas fisisk seseorang, mungkin pula karena turunya ambang
pertahanan tubuh. Pada wanita mungkin menyertai setiap waktu menstruasi. Tidak
jarang ditemukan sindroma malaise, depresi menta, dan sakit kepala di daerah frontal
atau disertai urtikaria yang berhubungan dengan keadaan alergi. Semakin lama
keadaan makin bertambah parah, saluran limfe terasa sakit akibat adanya
peradangan.5
4. Stadium kronis, ditandai dengan adanya pembengkakan organ bersangkutan dalam
suatu tipe elephantoid atau terjadinya perkembangan lymphocele kadang-kadang
disertai ruptur atau terjadinya suatu fibrosis. Elephantoid ekstremitas atau skrotum
dapat mencapai ukuran besar yang merupakan beban bagi penderita. Jaringan
elephantoid ini biasanya berisi limfe dan lemak serta jaringan fibrosis, ditutupi oleh
lapisan kulit yang tebal dan tegang. 5

Gambar 4. Limfadenitis bancrofti (sumber: pathobio.sdu.edu.cn)

Pada umumnya limfadenitis selalu mendahului limfangitis, peradangan dapat diikuti


dengan terjadinya abses yang selanjutnya dapat pecah dan berakhir dengan pembentukan
ulkus dan fistel. Manisfestasi akut dapat tumbuh kembali setelah beberapa minggu samapi

10
berbulan-bulan, kemudian dapat sembuh sendiri. Dengan terjadinya infeksi berulang, maka
lama-kelamaan dapat terjadi menyumbatan saluran limfe secara progresif sehingga dapat
terjadi edema, asites, limfskrotum, hidrokel dan efusi pleura. Selanjutnya saluran limfe akan
mengeras dan teraba sebagai tali dibawah kulit, terutama didaerah femoral, inguinal, dan
skrotal. Bila saluran limfe dalam abdomen memecah dapat terjadi asites berisi khilus atau
terjadi khiluria. Pada stadium lanjut dapat terjadi elefantiasis pada seluruh tungkai, seluruh
lengan, mammae, skrotum dan penis.6

Pengobatan

1. Non medicalmentosa7
- Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah yang dingin akan
mengurangi derajat serangan akut
- Antibiotik dapat diberikan untuk infekisi sekunder dan abses
- Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema
2. Medical mentosa
- Dietilkarbamazin
Dietilkarbamazin nerupakan obat pilihan pertama untuk filatiasis. Obat ini
dipasarkan sebagai garam sitrat, berbentuk kristal, tidak berwarna rasa tidak
enak dan mudah larut dalam air.8
Dietilkarbamazin menyebabkan hilangnya mikrofilaria W.bancrofti, B.malayi
dan Loa loa dari peredaran pembuluh darah dengan cepat. Mikrofilaria
O.volvulus hilang dari kulit, tetapi mikrofilaria dan cacing dewasa (betina)
yang ada di dalam nodulus tidak dimatikan. Cara kerja obat ini ada dua cara : 8
a. Menurunkan aktivitas otot, akibatnya parasit seakan-akan mengalami
paralisis, dan mudah terusir dari tempatnya yang normal dalam tubuh
hospes
b. Menyebabkan perubahan permukaan membran mikrofilaria sehongga
lebih mudah dihancurkan oleh daya pertahanan tubuh hospes.
Salah satu penggunaan penting dietilkarbamazin adalah untuk pengobatan
masal infestasi W.bancrofti. Dalam rangka mengurangi transmisis, digunakan
5-6 mg/kgBB oral, cukup 1 hari per minggu atau perbulan sebanyak 6-12 dosis.
Menurut program WHO, DEC 6mg/kgBB sebaiknya dikombinasikan dengan
albendazol 400 mg.8

11
- Ivermektin
Obat ini sekarang digunakan untuk pengobatan masal dan individual terhadap
onchocerciasis dan strongyloidiasis. Cara kerja obat ini memperkuatan
peranan GABA pada proses transmisi saraf tepi, sehingga cacing mati pada
keadaan paralisis. Obat berefek pada mikrofilaria di jaringan dan
embriogenesis pada cacing betina. Mikrofilaria mengalami paralisis, sehingga
mudah dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial. 8
Dosis tunggal sebesar 150 mcg/kgBB , obat ini infektifiltasnya serta dengan
dietilkarbamazin dalam hal memberantas mikrofilaria di jaringan kulit dan
rongga mata bagian depan. Tetapi ivermektin kerjanya lebih lambat dan
menyebabkan reaksi sistemik dan reaksi terhadap mata yang lebih ringan.8
- Albendazol
Albendazol adalah obat cacing derivat benzimidazol berspektrum lebar yang
dapat diberikna peroral.obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan -
tubulin parasit sehingga menghambat polimerisaasi mikrotubulu dan
memblok pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing dewasa, sehingga
persediaan glikogen menurun dan pembentukan ATP berkurang, akibatnya
cacing akan mati. Obat ini memiliki khasiat membunuh larva N.aericanus dan
juga dapat merusak cacing gelang, tambang dan trikuris. 8
Albendazol dapat juga dipakai bersama-sama dengan dietilkarbamazin oleh
WHO dalam program eliminasi global filariasis limfatik di dunia. Program ini
dicanangkan oleh WHO melalui pemberian obat abtifilaria masal dengan
kombinasi DEC (6mg/kgBB) dab labendazol dosis tunggal 400 mg.8

Prognosis
Pada kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien dari daerah endemik.
Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan pemberian obat, serta
pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama dengan edema tungkai,
prognosis lebih buruk.7

12
Pencegahan
1. Pencegahan individu7
- Kontak dengan nyamuk teinfeksi dapat dikurangi dengan pengunaan obat oles anti
nyamuk, kelambu atau insektisida.
- Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan
nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat
perindukan nyamuk

2. Strategi WHO membasmi filariasis limfatik


Strategi global programme to eliminate lymphatic filariasis memiliki dua komponen :
- Menghentikan penyebaran infeksi (contoh: interupsi transmisis). Untuk interupsi
transmisi, daerah endemik filaria harus diketahui, kemudian program pengobatan
masal di terapkam untuk mengobati populasi beresiko. Dibanyak negara, program
dilakukan dengan pemberian dosis tunggal dua obat bersamaan 1 kali pertahun. Obat
yang diberikan ini harus diberikan selama 2-6 tahun. Alternatif lain adalah
penggunaan garam terfortifikasi dengan DEC selama 1 tahun.7
- Meringankan beban penderita (contoh: kontrol morbiditas). Untuk mengurangi beban
akibat penyakit diperlukan edukasi untuk meningkatkan kewaspadaan pada penderita
pasien yang mengalami infeksi. Dengan edukasi di harapkan pasien akan
meningkatkan hygien lokal sehingga mecegah episode inflamasi akut. 7

Komplikasi

a. Tripocal pulmonary eosinofilia (Occult Filariasis)

Bentuk ini terjadi karena hipersensitivitas sitem imun penderita terhadap


mikrofilaria. Pada keadaan ini filaria telah sampai ke paru sehingga muncul gejala
klinis berupa batuk, sesak nafas terutama waktu malam dengan dahak kental dan
mukopurulen.2

Sindrom ini itandai dengan kadar eosinofil darah tepi yang sangat tinggi
>3000/ml, adanya gejala menyerupai asma, penyakit paru restriktif, kadar antibiotik
spesifik antifilaria (Ige) tinggi, dan respon pengobatan yang baik dengan DEC.
Beberapa keadaan klinis lain seperti arhtritis, tenosynovitis, fibrosis endomiokaridal,
glomerulonephritis kadang-kadang merupakan manisfestasi klinik.2

13
b. Chyluria

Chyluria terjadi apabila terdapat kenaikan tekanan pada saluran limfe renal
yang mengalami sumbatan, kemudian pecah sehingga cairan masuk ke dalam traktus
urinarius dan menyebabkan chyuluria. Gejala yang timbul adalah :9

- Air kencing seperti susus, karena air kencing banyak mengandung lemak dan
kadang-kadang disertai dengan darah
- Susar kencing
- Kelelahan tubuh
- Kehilangan berat badan
c. Edema
Edema adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler
yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal. Edema terbagi menjadi dua;
edema pitting adanya lekukan jika ditekan dengan jari tangan dan edema non pitting
tidak danya lekukan jika di tekan dengan jari tangan. Penyebab edema adalah adanya
kongesti, obstruksi limfatik, permeabilitas kapiler yang bertambah, hipoproteinemia,
tekanan osmotik koloid dan retensi natrium dan air.11
Obstruksi limfatik menyebabkan bentuk edema unilateral, kadang-kadang disebut
edema non pitting. Sangat jarang di jumpai di barat, dan bila ada biasanya disebabkan
oleh invasi karsinoma dan hilangnya nodus limfatik sebagai saluran pembuangan. Di
afrika obstruksi limfatik sering di jumpai, sering terjadi bilateral dan disebabkan oleh
infetasi filaria. 10

Kesimpulan
Filariasis adalah golongan penyakit yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan
melalui berbagai jenis nyamuk. Orang dapat terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit
nyamuk yang infektif . Gejala klinis filariais berupa demam berulang-ulang selama 3 hari,
pembengkakan kelenjar getah bening dan masih banyak lainnya. Pengobatan pada orang sakit
filariasis dapat diberikan DEC yang disarankan juga dengan kombinasi albendazol.
Pencegahan penyakit ini sangat dianjurkan dilakukan sedini mungkin, baik secara individu
ataupun masal.

14
Daftar Pustaka

1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K


Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid I. Jakarta:
FKUI; 2009.h. 25-7.
2. Sutanto I, Ismid Is I, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran.
Edisi 4. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2008.h. 32-42.
3. Fontanila JM, Barnes A, von Reyn CF. Current diagnosis and management of
peripheral tuberculous lymphadenitis. Cin Infect Dis. 2011; 53(6): 555.
4. Limfangitis akut. Edisi 25 juli 2012. Diunduh dari
www.medicastore.com/penyakit/196/Limfangitis_Akut.html, 16 November 2012.
19.43 WIB.
5. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Jakarta: EGC; 2009.h. 153-4.
6. Hadidjaja P, Margono Sri S. Dasar parasitologi klinik. Ed 1. Jakarta:FKUI, 2007. Hal
206.
7. Pohan HT. Filariasis. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbit
Ilmu Peyakit Dalam; 2009.h. 2934-5.
8. Syarif A, Elysabeth. Kemoterapi parasit. Dalam : Gunawan SG, Setiabudy R,
Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan penerbit FKUI ;
2011.h. 544-7.
9. Nasrin. Faktor-faktor lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian
filariasis di kabupaten Bangka Barat. Semarang; 2008.h. 22.
10. Safitri A. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga; 2006.h. 13.

15

Anda mungkin juga menyukai