Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Cerebrovascular accident/attack (CVA) merupakan penyakit sistem persarafan


yang paling sering dijumpai sekitar 200.000 kematian dan 200.000 orang dengan gejala
sisa akibat stroke pada setiap tingkatan umur, paling sering pada 75-83 tahun. Penyebab
CVA paling sering adalah trombosis, emboli, dan hemoragik. Stroke merupakan bagian
dari CVA. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah tanda-tanda
klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat
atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan
tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular.1
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat, dan bentuk–
bentuk kecacatan lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Stroke menempati urutan
ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas.
Morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik
dibandingkan stroke iskemik. Terhitung 20% pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya.2,3
Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting,
dengan dua pertiga stroke saat ini terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 795.000 orang mengalami stroke yang baru
atau berulang. Dari jumlah tersebut, sekitar 610.000 merupakan serangan awal, dan
185.000 merupakan stroke berulang. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar
87% dari stroke di Amerika Serikat ialah iskemik, 10% sekunder untuk perdarahan
intraserebral, dan lainnya 3% mungkin menjadi sekunder untuk perdarahan
subaraknoid.4,5 Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7,0 per mil dan berdasarkan diagnosis gejala sebesar 12,1 per mil. Sehingga
sebanyak 57,% penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. Angka kematian stroke
mencapai 20% pada 3 hari pertama dan 25% pada tahun pertama.2
Stroke menurut patologi anatomi dan penyebab dibagi menjadi stroke non
hemoragik (iskemik) dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik didefiniskan sebagai
sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Sedangkan, stroke

1
hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah di otak pada daerah tertentu. Stroke non
hemoragik sekitar 85% terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Trombus yang
terlepas dapat menjadi embolus.3
Kasus stroke termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter dengan kompetensi
3B, yang berarti dokter umum harus mampu mendiagnosa klinik berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum
harus mampu memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan (kasus gawat darurat). Oleh karena itu, laporan kasus ini dibuat
untuk lebih mengetahui dasar diagnosis dan pemberian terapi yang adekuat bagi
penderita yang didiagnosis dengan CVD Non Hemoragik, sehingga kompetensi yang
diharapkan dapat tercapai.

2
BAB II
STATUS PASIEN

IDENTIFIKASI
Nama : NBM
Umur : 74 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan May Zen Lr Cendana RT 03 RW 01
Kelurahan Mariana Kecamatan Banyuasin I
Kabupaten Banyuasin
Agama : Islam
Tanggal Kunjungan : 26 November 2018 Pukul. 12.00 WIB

ANAMNESA (Autoanamnesis dan alloanamnesis, tanggal 26 November 2018)


Penderita dirawat di Bagian Neurologi RSMH dikarenakan kelemahan sisi tubuh
kiri secara tiba-tiba.
± 8 jam SMRS, penderita mengalami kelemahan sisi tubuh kiri yang terjadi
secara tiba-tiba saat sedang beraktivitas. Keluhan tidak disertai nyeri kepala, muntah,
kejang, dan penurunan kesadaran sebelumnya. Mulut mengot ke kanan, bicara pelo ada.
Penderita lebih sering menggunakan tangan kanan untuk aktivitas. Gangguan
sensibilitas rasa baal dan kesemutan tidak ada. Kelemahan lengan dan tungkai kiri
dirasakan sama berat. Penderita mampu mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan, dan isyarat. Penderita mampu memahami isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat.
Saat serangan penderita mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak
napas. Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak 3 tahun lalu dan sering merasa
berdebar-debar, namun penderita tidak makan obat teratur. Riwayat kencing manis tidak
ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat trauma
kepala tidak ada. Riwayat sakit ginjal tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

3
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Suhu Badan : 36,5ºC
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 25 x/menit
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 47 kg
Gizi : Cukup

STATUS INTERNUS
Jantung : HR 84 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+) normal, ronki (-),wheezing (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Abdomen : Bising usus (+) Normal
Anggota Gerak : Lihat status neurologikus
Genitalia : Tidak ada kelainan

STATUS PSIKIATRIKUS
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : baik Kontak Psikis : ada

STATUS NEUROLOGIKUS
KEPALA
Bentuk : Normal Deformitas : tidak ada
Ukuran : normocephali Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada

4
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah: pelebaran (-)

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman normal normal
Anosmia (-) (-)
Hyposmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)

N.Opticus Kanan Kiri


Visus normal normal
Campus visi V.O.D V.O.S

Anopsia (-) (-)


Hemianopsia (-) (-)
Fundus Oculi
- Papil edema tidak diperiksa tidak diperiksa
- Papilatrofi tidak diperiksa tidak diperiksa
- Perdarahan retina tidak diperiksa tidak diperiksa

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia tidak ada tidak ada
Celah mata simetris simetris
Ptosis tidak ada tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus tidak ada tidak ada

5
- Exophtalmus tidak ada tidak ada
- Enophtalmus tidak ada tidak ada
- Deviation conjugae tidak ada tidak ada
Gerakan bola mata ke segala arah ke segala arah
Pupil
- Bentuk bulat bulat
- Besar Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokor/anisokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung (+) (+)
- Konsensuil (+) (+)
- Akomodasi (+) (+)
- Argyl Robertson tidak ada tidak ada

N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit tidak ada tidak ada
- Trismus tidak ada tidak ada
- Refleks kornea ada ada
Sensorik
- Dahi tidak ada kelainan
- Pipi tidak ada kelainan
- Dagu tidak ada kelainan

N.Facialis
Motorik Kanan Kiri
Mengerutkan dahi simetris simetris
Menutup mata normal (tanpa celah) normal (tanpa celah)
Menunjukkan gigi tidak ada kelainan sudut mulut tertinggal

Lipatan nasolabialis tidak ada kelainan datar

6
Bentuk Muka
- Istirahat simetris (tidak ada kelainan)
- Berbicara/bersiul tidak ada kelainan
Sensorik
2/3 depan lidah tidak ada kelainan
Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chvostek’s sign tidak ada kelainan

N. Statoacusticus
N. Cochlearis
Suara bisikan normal normal
Detik arloji normal normal
Tes Weber tidak diperiksa tidak diperiksa
Tes Rinne tidak diperiksa tidak diperiksa
N. Vestibularis
Nistagmus tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Vertigo tidak ada kelainan tidak ada kelainan

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Arcuspharingeus simetris
Uvula di tengah
Gangguan menelan tidak ada kelainan
Suara serak/sengau tidak ada kelainan
Denyut jantung tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah ada
- Batuk ada
- Okulo kardiak tidak diperiksa
- Sinus karotikus tidak diperiksa

7
Sensorik
- 1/3 belakang lidah tidak ada kelainan

N. Accessorius
Mengangkat bahu simetris
Memutar kepala tidak ada kelainan

N. Hypoglossus
Mengulur lidah deviasi ke kiri
Fasikulasi tidak ada
Atrofi papil tidak ada
Disartria ada

MOTORIK LENGAN Kanan Kiri


Gerakan cukup kurang
Kekuatan 5/5 3/5
Tonus Normal Meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Meningkat
- Triceps Normal Meningkat
- Radius Normal Meningkat
- Ulna Normal Meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner tidak ada tidak ada
- Leri tidak dilakukan
- Meyer tidak dilakukan
Trofik tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan cukup kurang
Kekuatan 5/5 3/5

8
Tonus normal meningkat
Klonus
- Paha tidak ada tidak ada
- Kaki tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR Normal Meningkat
- APR Normal Meningkat
Refleks patologis
- Babinsky tidak ada ada
- Chaddock tidak ada ada
- Oppenheim tidak ada ada
- Gordon tidak ada ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada

Refleks Kulit Perut


- Atas : tidak ada kelainan
- Tengah : tidak ada kelainan
- Bawah : tidak ada kelainan
- Reflekscremaster : tidak ada kelainan
- Trofik : tidak ada kelainan

SENSORIK

9
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Normal

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

10
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kaku kuduk : tidak ada
Kerniq : tidak ada
Lasseque : tidak ada
Brudzinsky
- Neck : tidak ada
- Cheek : tidak ada
- Symphisis : tidak ada
- Leg I : tidak ada
- Leg II : tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : Tidak ada Romberg : Tidak ada
Hemiplegic : Tidak ada Dysmetri : Tidak ada
Scissor : Tidak ada - jari-jari : Tidak ada kelainan
Propulsion : Tidak ada - jari hidung : Tidak ada kelainan
Histeric : Tidak ada - tumit-tumit : Tidak ada kelainan
Limping : Tidak ada Rebound phenomen: Tidak ada
Steppage : Tidak ada Dysdiadochokinesis: Tidak ada
Astasia-Abasia: Tidak ada Trunk Ataxia : Tidak ada
Limb Ataxia : Tidak ada
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : tidak ada

11
Agrafia : tidak ada
Alexia : tidak ada
Afasia nominal : tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 26 November 2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 14 11,7-16,1 g/dL
Eritosit 4,33 4,00-5,70 x 106/mm3
Leukosit 8,2 4,73-10,89 x103/mm3
Hematokrit 40 35-45 %
Trombosit 275 189-436 x 103/μL
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eusinofil 0 1-6 %
Neutrofil 86* 50-70 %
Limfosit 11* 20-40 %
Monosit 3 2-8 %
Faal Hemostrasis
Waktu Protrombin (PT)
Kontrol 15,00
Penderita 13,6 12-18 detik
INR 1,01
APTT
Kontrol 33
Penderita 32,5 27-42 detik
Fibrinogen
Kontrol 319,0
Penderita 267,0 200 – 400 mg/dL
<0,5 μg/mL
D-dimer 1,24

Kimia Klinik Hati


AST/SGOT 20 0-32 U/L
0-31 U/L
ALT/SGPT 12

Ginjal
Ureum 30 16,6-48,5 mg/dL
Kreatinin 0.71 0.50-0.90 mg/dL
Elektrolit
Kalsium (Ca) 9,0 8.4-9.7 mg/dL
Natrium (Na) 145 135-155 mEq/L
Kalium (K) 3,9 3,5-5,5 mEq/L
Klorida (Cl) 109 96-106 mmol/L

12
Siriraj Skore :
(2,5 x angka kesadaran) + (2 x angka muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 + TD Diastolik) –
(3 x angka atheroma) – 12 = (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) – (3 x 0) -12 = -3
Interpretasi = CVD Non Hemoragik

FOTO CT-SCAN KEPALA

Kesan: Infark lakunar di talamus kanan


Atrofi cerebri

RONGENT THORAX

13
Kesan: kardiomegali

EKG

Kesan: atrial fibrilasi

Diagnosis Banding Topik

1. Lesi di Korteks Hemisferium Cerebri Dextra


No. Gejala pada lesi di korteks cerebri Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe spastik
kontralateral lesi (typical)
2 Gejala iritatif berupa kejang pada sisi yang Tidak ada kejang
lemah atau lumpuh
3 Gejala fokal berupa kelumpuhan lengan dan Kelemahan pada lengan dan
tungkai yang tidak sama berat tungkai sama berat
4 Defisit sensorik berupa gangguan pada sisi yang Tidak ada
lemah/lumpuh
5 Afasia global Tidak ada
Kesimpulan: kemungkinan lesi di korteks hemisferium cerebri dextra dapat disingkirkan.

2. Lesi di Capsula Interna Hemisferium Cerebri Dextra


No. Gejala pada lesi di capsula interna Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe spastik
kontralateral lesi (typical)
2 Parese N. VII tipe sentral ada parese N. VII sentral
3 Parese N. XII tipe sentral ada parese N. XII sentral
4 Kelemahan/kelumpuhan pada lengan dan Kelemahan lengan dan tungkai
tungkai sama berat sama berat
Kesimpulan: kemungkinan lesi di capsula interna hemisferium cerebri dextra belum dapat
disingkirkan

14
3. Lesi di Subkorteks Hemisferium Cerebri Dextra
No. Gejala pada lesi di subkorteks cerebri Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe spastik
kontralateral lesi (typical)
2 Afasia motorik murni Tidak ada afasia motorik murni
Kesimpulan: Kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium cerebri sinistra dapat
disingkirkan

4. Lesi di Mesencephalon
No. Gejala pada lesi di mesensefalon Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe spastik
kontralateral lesi (alternans)
2 Parese N. III ipsilateral lesi Tidak ada parese N. III
Kesimpulan: kemungkinan lesi di mesensefalon dapat disingkirkan

5. Lesi di Pons
No. Gejala pada lesi di pons Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe spastik
kontralateral lesi (alternans)
2 Parese N. IV, V, VI, VII, VIII Parese N.VII
Kesimpulan: kemungkinan lesi di pons dapat disingkirkan

6. Lesi di Medula Oblongata


No. Gejala pada lesi di medula oblongata Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe spastik
kontralateral lesi (alternans)
2 Parese N. IX, X, XI, XII Parese N.XII
Kesimpulan: kemungkinan lesi di medula oblongata dapat disingkirkan

7. Lesi di Decussatio Piramidalis


No. Gejala pada lesi di medula oblongata Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa monoparese (crusiata) Hemiparese sinistra tipe spastik
Kesimpulan: kemungkinan lesi di decussatio pyramidalis dapat disingkirkan

Berdasarkan klasifikasi Bamford


1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
No. Gejala pada lesi TACI Gejala pada penderita
1 Defisit motorik atau sensorik meliputi 2/3 Terdapat defisit motorik
wajah, lengan, dan tungkai
2 Disfungsi korteks (gangguan fungsi luhur): Tidak terdapat gangguan fungsi
- Disfasia luhur
- Gangguan visuospatial
- Hemineglect
- Agnosia
- Apraxia
3 Hemianopia (kontralateral sisi lesi) Tidak ada hemianopia
Kesimpulan: kemungkinan lesi TACI dapat disingkirkan

2. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)

15
No. Gejala pada lesi PACI Gejala pada penderita
1 Dua dari gejala berikut:
1. Defisit motorik atau sensorik meliputi 2/3 Terdapat defisit motorik
wajah, lengan, dan tungkai
2. Higher disfunction:
Tidak ada
Disfasia, Gangguan visuospatial,
Hemineglect, Agnosia, Apraxia, Hemianopia
Kesimpulan: kemungkinan lesi PACI dapat disingkirkan

3. Lacunar Infarct (LACI)


No. Gejala pada lesi LACI Gejala pada penderita
1 Defisit motorik atau sensorik meliputi 2/3 Terdapat defisit motorik
wajah, lengan, dan tungkai
2 Hemiparese ataksik tanpa hemianopia Terdapat disartria
Kesimpulan: kemungkinan lesi LACI belum dapat disingkirkan

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)


No. Gejala pada lesi POCI Gejala pada penderita
1 Paresis saraf kranial dengan defisit Paresis N. VII & XII dan defisit
motorik/sensorik kontralateral lesi motorik kontralateral
2 Defisit motorik/sensorik bilateral Defisit motorik unilateral
3 Hemianopia terisolasi Tidak ada
4 Gangguan gerak mata terkonjugasi Tidak ada deviasi konjugat
5 Gangguan serebelar Tidak ada gangguan serebelar
Kesimpulan: kemungkinan lesi POCI dapat disingkirkan

Kesimpulan diagnosis topik: Lacunar Infarct, LACI

Diagnosis Banding Etiologi


Skor Stroke Siriraj
A. DERAJAT KESADARAN D. TANDA – TANDA ATEROMA
 Koma : 2 1. Angina Pectoris
 Apatis : 1  (+) : 1
 Sadar : 0  (-) : 0
B. MUNTAH 2. Claudicatio Intermitten
 (+) : 1  (+) : 1
 (-) : 0  (-) : 0
C. SAKIT KEPALA 3. DM
 (+) : 1  (+) : 1
 (-) : 0  (-) : 0
SSS = (2,5 × KESADARAN) + (2 × MUNTAH ) + (2 × SAKIT KEPALA) +
(0,1 × TD. DIASTOLE) – (3 × ATEROMA) – 12
JIKA HASILNYA :
 0 : Lihat hasil CT Scan

16
 ≤ - 1 : Infark / Iskemi / Non hemoragik
 ≥ 1 : Hemoragik
SSS = (2,5 × 0) + (2 × 0) + (2 × 0) + (0,1 × 90) – (3 × 0) – 12
= -3
Kesimpulan: Infark / Iskemi / Non hemoragik

Algoritma Gajah Mada

Pada penderita penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), refleks Babinski (+)
Kesimpulan: Infark

Diagnosis Banding Etiologi Berdasarkan Anamnesis


1. Hemoragik cerebri
Hemoragik cerebri Gejala pada penderita
Kehilangan kesadaran > 30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktivitas Terjadi tiba-tiba saat istirahat
Didahului sakit kepala, mual, dan muntah Tidak ada sakit kepala, mual, muntah
Riwayat hipertensi Ada riwayat hipertensi
Kesimpulan: kemungkinan etiologi hemoragik cerebri dapat disingkirkan

2. Emboli cerebri
Emboli cerebri Gejala pada penderita
Kehilangan kesadaran <30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran
Ada atrial fibrilasi Terdapat atrial fibrilasi
Terjadi saat istirahat Terjadi tiba-tiba saat istirahat
Kesimpulan: kemungkinan etiologi emboli cerebri belum dapat disingkirkan

3. Trombosis cerebri
Trombosis cerebri Gejala pada penderita
Tidak ada kehilangan kesadaran Tidak ada kehilangan kesadaran

17
Terjadi saat istirahat Terjadi tiba-tiba saat istirahat
Kesimpulan: kemungkinan etiologi trombosis cerebri belum dapat disingkirkan

Diagnosis etiologi sesuai anamnesis: Emboli Cerebri dd/ Trombosis Cerebri

DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KLINIK :
Hemiparese sinistra tipe spastik
Parese nervus VII sinistra tipe sentral
Parese nervus XII sinistra tipe sentral
DIAGNOSIS TOPIK : LACI (Lacunar Infarct)
DIAGNOSIS ETIOLOGI : Emboli Cerebri dd/ Trombosis Cerebri
DIAGNOSIS TAMBAHAN : Hipertensi stage I, Artrial Fibrilasi

PENGOBATAN
Non Farmakologis
• Diet BB 1800 kkal rendah garam
• Follow up darah rutin, darah kimia, profil lipid, faal hemostasis
• Mobilisasi pasif (miring kanan – telentang – miring kiri)
• R/ CT Scan kepala
• R/ TCD
• R/ Echocardiography
• R/ Konsul rehabilitasi medis untuk fisioterapi

Farmakologis
• IVFD NaCl 0,9% gtt XX/m
• Aspilet 2 x 160 mg (hingga onset hari ke 2)
• Digoxin 1 x 0,125 mg (PO)
• Inj. Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
• Vitamin B1B6B12 (Neurodex) 1 x 1 tablet (PO)

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stroke
2.1.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari
gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa
penyebab lain selain gangguan vaskuler.
Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai
daerah fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu manifestasi klinis stroke dapat
berupa hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau gejala
lain sesuai daerah otak yang terganggu.1
Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah otak,
stroke dibedakan menjadi dua kategori yaitu:
a. Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke. Stroke iskemik adalah stroke dimana terjadi iskemia akibat sumbatan
atau penurunan aliran darah otak. Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan
aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik
pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan
fungsi dan bentuk sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan
sel yang selanjutnya terjadi kematian neuron. 1,3
Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi:1,3
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun
trombosis.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari
21 hari.
c. Stroke in Evolution

19
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
d. Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.
b. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intrakranial non traumatik. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik yang disebabkan oleh perdarahan di dalam otak
(intracerebral hemorrhage) kira-kira mencapai 10% biasanya disebabkan oleh
hipertensi yang tidak terkontrol serta penyebab lain seperti pecahnya aneurisma,
malformasi arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, dan angiopati amiloid dan perdarahan di antara bagian dalam dan
luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage)
sebagian besar kasusnya disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan
arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor.11

2.1.2 Epidemiologi
Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian tercatat
sebesar 28.3%; sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah 20,4%, lebih banyak
pada laki-laki. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menduduki
peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke
hemoragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan
subaraknoid.12 Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien
stroke dari 28 rumah sakit di Indonesia.7,8 Survei Departemen Kesehatan RI pada
987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke
merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh
kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh
Darussalam dan terendah 0,38% di Papua.7,8 Di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak
berdirinya pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah kasus terutama stroke
iskemik akut.

20
2.1.3 Etiologi
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus
stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran
darah otak. Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:
1. Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di
tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit
jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup
mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena
pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan
serangan biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti
berolahraga.
2. Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Stroke non
hemoragik trombus dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan
stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).
Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini
terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.
Etiologi dari Stroke Perdarahan :
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.13
Gejala klinis :
 Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan
dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan
epistaksis.
 Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese
dan dapat disertai kejang fokal / umum.
 Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan
bola mata menghilang dan deserebrasi.
21
 Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.
2. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan
di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.13
Gejala klinis :
 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah
dan kejang.
 Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa
menit sampai beberapa jam.
 Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen.
 Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.
 Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

2.1.4 Patogenesis
Stroke terjadi sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Aliran darah
dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100 gram otak/menit. Berat
otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-1400 gram (± 2% dari berat badan
orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran darah otak orang dewasa
adalah ± 800 ml/menit atau 20% dari seluruh curah jantung harus beredar ke otak
setiap menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan otak untuk memetabolisme
oksigen ± 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25
ml/100 gram otak/menit akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi
oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.3,4
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya akan
menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90% glukosa
mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang diubah menjadi
asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob. 3,4

22
Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38
mol Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya
dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa.
a. Stroke non-Hemoragik
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan
patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami
trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,
kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan
kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler,
sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan
akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.3,4
Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu:
1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik.
b. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik diperkirakan merupakan 15% dari seluruh kasus yang ada.
Perdarahan intraserebri ditandai oleh adanya perdarahan ke dalam parenkim otak
akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah
superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya
berupa anyaman kapiler. Arteriosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, akan mengakibatkan terjadinya mikroaneurisma dengan
diameter sekitar 1 mm sepanjang arteri penetrans yang disebut aneurisma Charcot-
Bouchard, sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsur elastik dari dinding
arteri.14,15
Pada fase akut, terjadi perubahan pada aliran darah otak, dimana pada daerah
yang terkena iskemia, aliran darah menurun secara signifikan. Secara mikroskopik
daerah yang iskemik (penumbra) yang pucat ini akan dikelilingi oleh daerah yang
hiperemis di bagian luar. Daerah ini disebut luxury perfusion karena melebihi
kebutuhan metabolik, sebagai akibat mekanisme sistem kolateral yang mencoba
mengatasi keadaan iskemia. Di daerah sentral dan fokus iskemik ini terdapat inti
yang terdiri atas jaringan nekrotik atau jaringan dengan tingkat iskemia yang terberat.
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula interna.
Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa disitu terdapat
aneurisme kecil-kecil (aneurisme Charcot Bouchard).

23
Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah dengan beban tekanan darah
tinggi, maka timbullah beberapa pengembungan kecil setempat yang dinamakan
aneurismata Charcot Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas, aneurisma
tersebut berkembang terutama pada rami perforantes arteria serebri media yaitu
arteria lentikolustriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti sewaktu orang
marah, mengeluarkan tenaga banyak dan sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah,
sehingga terjadilah perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong
struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel
atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan
merangsang meningens. Pada saat itu juga, orangnya jatuh pingsan, nafas
mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tanda-tanda hemiplegia.15
Berdasarkan letak penyebabnya stroke perdarahan dapat dibagi menjadi:
1. Stroke Perdarahan Intraserebral
Penyebab perdarahan intraserebral spontan dibedakan atas perdarahan
primer dan perdarahan sekunder. Penyebab perdarahan primer adalah penyakit
hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat
pecahnya pembuluh darah otak. Lokasi yang paling sering untuk perdarahan tipe
ini adalah ganglia basalis (65%), batang otak (10%) serebelum (10%), subkortikal
(15%). Sedangkan perdarahan sekunder terjadi antara lain akibat anomali
vaskuler kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif
(amiloid serebral), vaskulitis, dan obat anti koagulan.16
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat
beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran,
kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia
pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Pada pasien
nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri
adalah amiloid angiopati, sebuah protein abnormal yang terakumulasi di arteri
otak. Akumulasi ini melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.16
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,
serebelum dan talamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang ruptur ke dalam ventrikel lateral
lalu menyebar melalui sistem ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya
Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer
serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak. Apabila pasien

24
dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan jaringan
nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak
sebagian digantikan oleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang
meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang
pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi
jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena
jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat
menjadi berat dalam beberapa jam. Dari hasil pemeriksaan cairan serebrospinal
(CSS) didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada pungsi
lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
2. Stroke Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu. Aneurisma biasanya terjadi
di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan),
atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan
darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid
adalah hasil dari aneurisma kongenital.16
Gejala klinis perdarahan subaraknoid berupa sakit kepala kronik akibat
penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya
aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan
kesadaran. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan
lebih banyak pada wanita. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif berupa
kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid
pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subaraknoid. Komplikasi berupa
vasospasme dapat terjadi >48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark
otak dan defisit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam
beberapa minggu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70%
dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

25
Tabel 1. Perbandingan antara perdarahan intraserebri dan perdarahan subaraknoid

VARIABEL PIS PSA

Usia 40-60 Tidak tentu

Onset Akut (dtk/mnt) Akut (mnt/jam)


Saat Aktiitas Aktivitas

Sakit kepala ++ ++++


Muntah ++ ++++

Prodromal – –
Kesadaran/Herniasi Otak Cepat koma Variasi dapat koma/normal

Kaku Kuduk ++ jarang ++++ selalu


Kelumpuhan Cepat hemiplegi (mnt/jam) Variasi

Arterial Sindrom – Kadang


Kejang/Rigiditas Sering+++ Kadang++

Reflek Patologis Segera Variasi


Hiperdens pada lapisan
Head CT-Scan Hiperdens pada intraserebral
subaraknoid
Hipertensi Selalu + Variasi

Jantung Hipertrofi LV Variasi


Riwayat Hipertensi –

LP/LCS N/darah++ Darah++++

2.1.5 Faktor Risiko


Faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke dijelaskan dalam
tabel berikut:
Tabel 2. Faktor risiko stroke15
Bisa dikendalikan Potensial bisa dikendalikan Tidak bisa dikendalikan
Hipertensi Diabetes mellitus Umur
Penyakit jantung Hiperhomosisteinemia Jenis kelamin
Fibrilasi atrium Hipertrofi ventrikel kiri Herediter
Endocarditis Ras dan etnis
Stenosis mitralis Geografi

26
Infark jantung
Merokok
Anemia aplastic
Transient Ischemic
Attack
Stenosis karotis
asimtomatik

TANDA DAN GEJALA STROKE


Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut.
Berikut tanda dan gejala stroke:
Tabel 3. Tanda dan Gejala Stroke17
Tanda dan Gejala Stroke
Hemidefisit motorik
Hemidefisit sensorik
Penurunan kesadaran
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral
Gangguan fungsi lihur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi
intelektual (demensia)
Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia)
Defisit batang otak

2.1.5 Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi hemiparese,
monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada nyeri
kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun gejala-gejala
tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.
Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat membuat
anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset stroke seperti:
3,4,5

27
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis dan
hiponatremia.
Beberapa sistem skoring yang ada dapat digunakan untuk mendukung
diagnosis yakni Skoring Siriraj dan Algoritme Stroke Gajah Mada.

Tabel 4. Siriraj Score

Siriraj Stroke Score (SSS)

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) – 12

Nilai SSS Diagnosa


•>1 Perdarahan otak
• < -1 Infark otak
• -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT
scan)

28
Algoritme Stroke Gajah Mada

Gambar 1. Algoritma Skor Gajah Mada


Rekomendasi pemeriksaan tambahan
CT scan
 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan.
 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama
untuk mendeteksi pendarahan posterior.
Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

29
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke
perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar),
elektrolit darah, foto toraks, EKG, echocardiografi.

2.1.6 Tatalaksana18
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini yang cepat dan
tepat.
A. Manajemen Prahospital Pada Stroke Akut
1. Deteksi
Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA. Keluhan
pertama kebanyakan pasien (95%) mulai sejak di luar rumah sakit. Hal ini
penting bagi masyarakat luas (termasuk pasien dan orang terdekat dengan pasien)
dan petugas kesehatan professional (dokter urnum dan resepsionisnya, perawat
penerima atau petugas gawat darurat) untuk mengenal stroke dan perawatan
kedaruratan.
Tenaga medis atau dokter yang terlibat di unit gawat darurat atau pada
fasilitas prahospital harus mengerti tentang gejala stroke akut dan penanganan
pertama yang cepat dan benar. Pendidikan berkesinambungan perlu dilakukan
terhadap masyarakat tentang pengenalan atau deteksi dini stroke.Konsep Time is
brain berarti pengobatan stroke merupakan keadaan gawat darurat. Jadi,
keterlambatan pertolongan pada fase prahospital harus dihindari dengan pengenalan
keluhan dan gejala stroke bagi pasien dan orang terdekat.
2. Pengiriman pasien

30
Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil ambulans
gawat darurat. Ambulans gawat darurat sangat berperan penting dalam pengiriman
pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke.
3. Transportasi/ambulans
Utamakan transportasi (termasuk transportasi udara) untuk pengiriman pasien ke
rumah sakit yang dituju. Petugas ambulans gawat darurat harus mempunyai
kompetensi dalam penilaian pasien stroke pra rumah sakit. Fasilitas ideal yang harus
ada dalam ambulans sebagai berikut:
 Personil yang terlatih
 Mesin EKG
 Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat
 Obat-obat neuroprotektan
 Telemedisin
 Ambulans yang dilengkapi dengan peralatan gawat darurat, antara lain,
pemeriksaan glukosa (glucometer), kadar saturasi 02 (pulse oximeter)

B. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat


1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita
saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).1
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu
tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan
ekstremitas.1
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan
cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat ini adalah NIHSS.
2. Terapi umum (suportif)

31
a. Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
b. Lakukan stabilisasi ABC sesuai dengan protokol pasien di ruang gawat
darurat.
c. Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat atau bila ada tanda-tanda herniasi .
d. Hindari pemakaian sedatif yang berlebihan karena akan menyulitkan
penilaian status neurologi.
e. Pengendalian peninggian TIK
f. Penanganan transformasi hemoragik
g. Pengendalian kejang
h. Pengendalian suhu tubuh
i. Pemeriksaan penunjang

C. Penatalaksanaan Stroke Iskemik


Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya diberikan:
1. Anti agregasi platelet: Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol
2. Trombolitik: Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))
Indikasi: Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut.
Terapi harus dilakukan selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya simtom dan
setelah dipastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT scan.
Kontra Indikasi: rtPA tidak boleh digunakan pada pasien yang mengalami risiko
tinggi perdarahan, pasien yang menerima antikoagulan oral (warfarin),
menunjukkan atau mengalami perburukan pendarahan, punya riwayat stroke atau
kerusakan susunan saraf pusat, hemorrhage retinopathy, sedang mengalami
trauma pada external jantung (<10 hari), arterial hipertensi yang tidak terkontrol,
adanya infeksi bakteri endokarditis, perikarditis, pankreatitis akut, punya riwayat
ulcerative gastrointestinal disease selama 3 bulan terakhir, varikosis esofagus,
aneurisma, arterial/venous malformation, neoplasma dengan peningkatan risiko
pendarahan, pasien gangguan hati parah termasuk sirosis hati, hipertensi porta
(varises esofagus) dan hepatitis aktif, setelah operasi besar atau mengalami
trauma yang signifikan pada 10 hari, pendarahan serebral, punya riwayat
penyakit serebrovaskular, keganasan intrakranial, dan pendarahan internal aktif.

32
Dosis: dosis yang direkomendasikan 0,9 mg/kg (dosis maksimal 90 mg) secara
infusi selama 60 menit dan 10% dari total dosis diberikan secara bolus selama 1
menit. Pemasukan dosis 0,09 mg/kg (10% dari dosis 0,9 mg/kg) secara IV bolus
selama 1 menit, diikuti dengan 0,81 mg/kg (90% dari dosis 0,9 mg/kg) sebagai
kelanjutan infus selama lebih dari 60 menit. Heparin tidak boleh dimulai selama
24 jam atau lebih setelah penggunaan alteplase pada terapi stroke.
Efek Samping: 1% sampai 10% : kardiovaskular (hipotensi), susunan saraf pusat
(demam), dermatologi (memerah(1%)), gastrointestinal (perdarahan saluran
cerna(5%), mual, muntah), hematologi (pendarahan mayor (0,5%), pendarahan
minor (7%)), reaksi alergi (anafilaksis, urtikaria(0,02%), perdarahan intrakranial
(0,4% sampai 0,87%, jika dosis ≤ 100mg)
Faktor Risiko:
a. Kehamilan; Berdasarkan Drug Information Handbook, alteplase termasuk
dalam kategori C. Maksudnya adalah pada penelitian dengan hewan uji
terbukti terjadi adverse event pada fetus ( teratogenik atau efek embriocidal)
tetapi tidak ada kontrol penelitian pada wanita atau penelitian pada hewan uji
dan wanita pada saat yang bersamaan. Obat dapat diberikan jika terdapat
kepastian bahwa pertimbangan manfaat lebih besar daripada risiko pada janin.
Pada BNF disebutkan bahwa Alteplase berpeluang menyebabkan
pemisahan prematur plasenta pada 18 minggu pertama. Secara teoritis bisa
menyebabkan fetal haemorrhage selama kehamilan, dan hindarkan
penggunaannya selama postpartum.
b. Gangguan hati; hindari penggunaannya pada pasien gangguan hati parah.
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase (rt-PA) :
 Terdiagnosis stroke non hemoragik.
 Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara spontan.
 Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan subarachnoid.
 Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi dengan
Alteplase.
 Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
 Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan terakhir.
 Tidak terjadi pendarahan gastrointestinal atau pendarahan pada saluran
kencing dalam 21 hari terakhir.

33
 Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.
 Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat tertentu dalam 7
hari terakhir.
 Tidak mempunyai riwayat pendarahan intrakranial.
 Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari 185 mmHg
dan diastolik kurang dari 110 mmHg).
 Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut selama
pemeriksaan.
 Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral, INR 100 000
mm3.
 Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).
 Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan neurologi
postictal residual.
 Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya infark multilobar
(hipodensitas kurang dari 1/3 hemisfer).
3. Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
4. Neuroprotektan.
D. Penatalaksanaan Stroke Pendarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
 Bila sistole >200 mmHg atau MAP >150mmHg, tekanan darah harus
diturunkan sedini dan secepat mungkin untuk membatasi pembentukan
edema vasogenik. Penurunan tekanan darah dilakukan dengan antihipertensi
intravena dengan evaluasi per 5 menit. Penurunan tekanan darah dapat
menurunkan risiko perdarahan yang terus menerus atau berulang..
 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau

34
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates merupakan suatu konsentrat dari vitamin
K dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih
cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga
aman untuk jantung dan ginjal.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low molecular weight
heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau
adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin,
transfusi platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.
Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life
saving.
 Dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik
dan lesi strukturnya terjangkau.

35
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang hingga besar yang
memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

Obat Parenteral untuk terapi hipertensi pada stroke akut


1. Labetolol, dosis : 20-80 mg setiap 10 menit atau 2 mg per menit infus kontinyu,
onset : 5 - 10 menit, lama kerja 3 – 6 jam, efek samping mual, muntah, hipotensi,
blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme.
2. Nikardipin, 5 -15 mg perjam infus kontinyu, onset 5 – 15 menit, lama kerja
tergantung lamanya infus, efek samping takikardi, sakit kepala, fatigue disebabkan
penurunan tekanan darah, konstipasi.
3. Diltiazem, dosis : 5 – 40 mg/KgBB/menit infus, onset 5 – 10 menit, lama kerja 4
jam, efek samping : blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama pada usia
lanjut.
4. Esmolol, dosis : 200 – 500 μg/KgBB/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50 – 300
μg/KgBB/menit IV, onset 1 – 2 menit, lama kerja 10 – 20 menit, efek samping :
hipotensi, mual.

Terapi Tambahan:
 Laksatif (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
 Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2

36
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Sucralfate 3 kali sehari
 Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV
(loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau
Phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.
 Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
asam traneksamat dengan dosis 6-12 g/hari.

37
BAB III
RESUME

Pada anamnesis didapatkan penderita mengalami kelemahan sisi tubuh kiri yang
terjadi secara tiba-tiba saat sedang beraktivitas. Keluhan tidak disertai nyeri kepala, muntah,
kejang, dan penurunan kesadaran sebelumnya. Mulut mengot ke kanan, bicara pelo ada.
Penderita lebih sering menggunakan tangan kanan untuk aktivitas. Gangguan sensibilitas rasa
baal dan kesemutan tidak ada. Kelemahan lengan dan tungkai kiri dirasakan sama berat.
Penderita mampu mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan, dan isyarat. Penderita
mampu memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat.
Saat serangan penderita mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak napas.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak 3 tahun lalu dan sering merasa berdebar-debar,
namun penderita tidak makan obat teratur. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat
penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat trauma kepala tidak ada.
Riwayat sakit ginjal tidak ada. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

Status Internus
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Suhu Badan : 36,5ºC
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 47 kg
Gizi : Cukup
Jantung : HR 84 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+) normal, ronki (-),wheezing (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Abdomen : Bising usus (+) normal
Genitalia : Tidak ada kelainan

Status Neurologis
Nn. Cranialis
N. III : pupil bulat, isokor, Ø 3 mm / 3 mm, refleks cahaya +/+
N. VII : plica nasolabialis kiri datar, sudut mulut kiri tertinggal
N.XII : deviasi lidah ke kiri

38
Fungsi Lengan Kanan Lengan Kiri Tungkai Tungkai Kiri
motorik Kanan

Gerakan
Lateralisasi ke kiri
Kekuatan
Tonus Normal Meningkat Normal Meningkat
Klonus - - Tidak ada Tidak ada
Refleks Normal Meningkat Normal Meningkat
fisiologis
Refleks - - - Babinsky
Patologis (+),
Chaddok
(+),
Oppenheim
(+),
Gordon (+)

Fungsi sensorik : tidak ada kelainan


Fungsi vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi luhur : tidak ada kelainan

Gerakan abnormal : tidak ada


Gejala rangsang meningeal : tidak ada
Gait dan keseimbangan : tidak ada kelainan

DIAGNOSIS KLINIK :
Hemiparese sinistra tipe spastik
Parese nervus VII sinistra tipe sentral
Parese nervus XII sinistra tipe sentral

DIAGNOSIS TOPIK : LACI


DIAGNOSIS ETIOLOGI : Emboli cerebri dd trombosis cerebri
DIAGNOSIS TAMBAHAN : Hipertensi Stage I dan Atrial Fibrilasi

39
PENGOBATAN
Non Farmakologis
• Diet BB 1800 kkal rendah garam
• Follow up darah rutin, darah kimia, profil lipid, faal hemostasis
• Mobilisasi pasif (miring kanan – telentang – miring kiri)
• R/ CT Scan kepala
• R/ TCD
• R/ Echocardiography
• R/ Konsul rehabilitasi medis untuk fisioterapi

Farmakologis
• IVFD NaCl 0,9% gtt XX/m
• Aspilet 2 x 160 mg (hingga onset hari ke 2)
• Digoxin 1 x 0,125 mg (PO)
• Inj. Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
• Vitamin B1B6B12 (Neurodex) 1 x 1 tablet (PO)

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

40
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada anamnesis didapatkan penderita mengalami kelemahan sisi tubuh kiri yang
terjadi secara tiba-tiba saat sedang beraktivitas. Keluhan tidak disertai nyeri kepala, muntah,
kejang, dan penurunan kesadaran sebelumnya. Mulut mengot ke kanan, bicara pelo ada.
Penderita lebih sering menggunakan tangan kanan untuk aktivitas. Gangguan sensibilitas rasa
baal dan kesemutan tidak ada. Kelemahan lengan dan tungkai kiri dirasakan sama berat.
Penderita mampu mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan, dan isyarat. Penderita
mampu memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat.
Saat serangan penderita mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak napas.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak 3 tahun lalu dan sering merasa berdebar-debar,
namun penderita tidak makan obat teratur. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat
penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat trauma kepala tidak ada.
Riwayat sakit ginjal tidak ada. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
Dari hasil anamnesis, penderita mengalami defisit neurologis yang mendadak secara
tiba-tiba dengan dugaan vaskular sehingga memunculkan kecurigaan terjadinya suatu
cerebrovascular disease (stroke) dengan diagnosis topik pada LACI. Dari gejala yang dialami
dapat dilakukan penghitungan skor Siriraj dimana didapatkan skor -3 yang mendukung
kecurigaan stroke non hemoragik pada penderita ini. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan
parese nervus VII dan XII tipe sentral serta peningkatan tonus dan reflek fisiologis pada sisi
tubuh kiri. Untuk menunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala dan
didapatkan lesi hipodens pada thalamus hemisfer cerebri dextra. Sehingga dengan demikian
dapat ditetapkan diagnosis penderita adalah CVD Non Hemoragik.
Diagnosis klinis pada kasus ialah hemiparese sinistra tipe spastik, parese nervus VII
dekstra tipe sentral, dan parese nervus XII dekstra tipe sentral. Diagnosis topik adalah lacunar
infarct (LACI). Diagnosis etiologi emboli cerebri dd trombosis cerebri dan diagnosis
tambahan hipertensi stage I dan Atrial Fibrilasi.
Penatalaksaan pada penderita ini adalah pemasangan IV line dengan NaCl 0,9%,
diberikan juga injeksi Ranitidin 2 x 50 mg (IV), aspilet 2 x 160 mg (PO), digoxin 1 x 0,125
mg (PO) dan vitamin B1B6B12 (Neurodex) 1 x 1 tablet (PO). Ranitidine diberikan untuk
mengurangi stress ulcer yang terjadi akibat peningkatan produksi HCl lambung yang
diinduksi oleh stroke dan sebagai penanganan efek samping pemberian aspilet. Pemberian
antiplatelet untuk mengurangi risiko terjadinya sumbatan ulang. Pemberian vitamin B

41
kompleks karena sifatnya yang neurotropik sehingga dapat menutrisi dan membantu
regenerasi neuron pada penderita stroke. Pasien direncanakan konsul rehabilitasi medis untuk
fisioterapi. Prognosis vitam dan functionam pada penderita ini adalah dubia ad bonam.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Cerebrovascular disorders: a clinical and research


classification. Geneva: World Health Organization; 1978.
2. Martono H. Kuswardhani RA. Stroke dan penatalaksanaannya oleh internis. Interna
Publishing. Jakarta; 2009.
3. Roger VL, Go AS, Lloyd‐Jones DM, Benjamin EJ, Berry JD, Borden WB, dkk. Heart
Disease And Stroke Statistics‐2012 update: a report from the American Heart
Association. Circulation. 2012;125(1): e2‐e220.
4. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after
stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp.
53-87.
5. Shiber JR, Fontane E, Adewale A. Stroke registry: Hemorrhagic vs Ischemic Strokes.
Am J Emerg Med. 2010; 28(3): 331‐3.
6. Khairunnisa N. Hemiparese sinistra, parese nervus vii, ix, x, xii e.c stroke
Nonhemorrhagic. JUKE Unila. 2014; 2(3): 53.
7. Ridarineni N. Jumlah Penderita Stroke di Indonesia Terus Meningkat [internet].
[diperbarui 2 Februari 2014; diakses tanggal 30 Maret 2018]. Tersedia dari :
http://www.republika.co.id/berita/nasion al/jawa‐tengah‐diy‐nasional/14/
02/02/n0cz1r‐jumlah‐penderita‐strokedi‐ indonesia‐terus‐meningkat.
8. Mardjono M. Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Jakarta; 2009.
9. Suroto. Gangguan Pembuluh Darah Otak. Dalam: Purwanto C. (ed). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Saraf. Surakarta: BEM Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Press; 2004. hlm. 87‐96.
10. Hariyono T. Hipertensi dan Stroke [internet]. [diakses Tanggal 30 Maret 2018].
Tersedia dari : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/052002/pus-1.htm
11. Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Chapter 9 Stroke pada clinical neurology.
Ed.7. USA: McGraw-Hill companies; 2009
12. Lamsudin R. Stroke profile in Yogyakarta: morbidity, mortality, and risk factor of
stroke. In: Lamsudin R, Wibowo S, Nuradyo D, Sutarni S. (eds). Recent Management
of Stroke. BKM 1998; Suppl XIV: 53-69.
13. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode

43
1984-1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang
Ilmu Penyakit Saraf. 1986.
14. Toole JF. Cerebrovascular Disorder, 4 th ed. Raven Press. New York. 1990. 365-76.
15. Cohen SN. The subacute stroke patient: preventing recurrent stroke. In Cohen SN.
Management of Ischemic Stroke. Mc Graw-Hill. 2000. Pp. 89-109.
16. Sotirios AT. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
17. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of
ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd
series). Elsevier BV, 2009.
18. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline stroke. PERDOSSI. Jakarta.
2011.

44

Anda mungkin juga menyukai