Disusun oleh:
Antonius Michael
01073200116
1
DAFTAR ISI
BAB I.
PENDAHULUAN 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 EPIDEMIOLOGI 4
2.2 PATOFISIOLOGI 5
2.3 MANIFESTASI KLINIK 6
2.4 PENDEKATAN DIAGNOSIS 7
2.4.1 ANAMNESIS 7
2.4.2 PEMERIKSAAN FISIK 7
2.4.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG 10
2.5 PENDEKATAN TERAPI 11
2.6 PROGNOSIS 12
2.7 EDUKASI PASIEN 13
BAB III. REFERENSI 13
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EPIDEMIOLOGI
Penelitian yang dilakukan oleh Royal Victorian Eye and Ear Hospital (RVEEH)
di Melbourne, Australia dari November 2014 sampai Oktober 2015 dengan populasi
mencapi 3.408.068 penduduk untuk mengetahui epidemiologi episkleritis di daerah
perkotaan Australia. Didapatkan 172 penduduk terdiagnosis episkleritis yang 97
penduduk (56%) diantaranya merupakan perempuan. 10% diantaranya ditemukan
penyakit autoimun pada pasien dengan episkleritis dimana penyakit inflamasi usus dan
artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang sering ditemukan (3%, 2%).(4)
Penelitian di Olmsted County, daerah dalam negara bagian Amerika Serikat dari
Minnesota pada tahun 2010 menyebutkan sebanyak 4.253 dari 144.248 penduduk
terdiagnosis adanya peradangan pada mata. Ditemukan 223 dari 4.253 penduduknya,
terkonfirmasi dengan diagnosis episkleritis. Sebanyak 212 (95.1%) penduduknya tidak
berkaitan dengan peradangan sistemik atau infeksi. Kurang dari 5% nya berkaitan
dengan penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik (3 kasus), penyakit crohn
dan artritis reumatoid (2 kasus) serta spondilitis ankilosa dan sklerosis multipel (1
kasus).(5) Insiden episkleritis pada penelitian ini dilaporkan 15 per 100.000 orang per
tahun, 21 per 100.000 orang per tahun dari Pacific Ocular Inflammation Study (POIS),
dan 41 per 100.000 orang per tahun dari Northern California Epidemiology of Uveitis
Study (NCEUS).(1,5) Prevalensi wanita ditemukan lebih banyak (60.1%) dibandingkan
laki-laki dengan umur rata-rata yaitu 40.2 tahun yang sesuai dengan literatur yaitu
sering ditemukan pada wanita dengan umur berkisar 40 sampai 50 tahun.(5,6)
2.2 PATOFISIOLOGI
Episklera merupakan lapisan yang berada di antara konjungtiva dan sklera dan
merupakan jaringan ikat longgar. Pada lapisan ini terdapat 2 pleksus vaskular episklera
yaitu bagian superfisial dan bagian dalam yang berasal dari arteri siliaris anterior. Secara
anatomis, pembuluh darah ini tidak terlihat kasat mata karena berada di dalam
konjungtiva namun apabila terjadi peradangan, maka pembuluh darah tersebut akan
4
terlihat dan pada episkleritis, hanya pleksus vaskular bagian superfisial yang mengalami
peradangan sehingga pembuluh darah tersebut dapat bergerak (mobile)(1)
Pada episkleritis infeksius atau non imun terjadi inflamasi non granulomatosa
pada pembuluh darah di episklera. Pada proses inflamasi akut, adanya aktivasi sel imun
yang menetap dan terjadi infiltrasi limfositik seperti limfosit dan makrofag. Setelah
teraktivasi, limfosit dan makrofag akan melepaskan mediator inflamasi yang
menyebabkan vasodilatasi, permeabilitas pembuluh darah meningkat dan migrasi lebih
banyak leukosit.(1,6) Episkleritis infeksius paling sering disebabkan oleh virus herpes
zoster, sifilis, tuberkulosis, dan penyakit Lyme.(1)
5
benda asing. Pada episkleritis, mata tidak terasa nyeri atau apabila nyeri hanya ringan.
Hal ini yang membedakan secara jelas dengan skleritis. Episkleritis simpel atau difus
(Gambar 1) dan noduler (Gambar 2) dapat dibedakan berdasarkan dari inspeksi dengan
melihat ada atau tidaknya keberadaan nodul.(1,2)
2.4.1 ANAMNESIS
Dalam bidang oftalmologi, mata merah merupakan keluhan mata yang paling
sering ditemukan dalam praktik sehari-hari. Secara garis besar, kelainan mata dapat
dibagi menjadi mata merah dan mata tenang (tidak merah). Kemudian mata merah dapat
dibagi lagi menjadi visus normal dan visus turun (Gambar 3). Episklera yang terletak
superfisial, tidak mempengaruhi dalam media refraksi sehingga pada episkleritis tidak
terjadi penurunan penglihatan (visus turun) dan hanya mata merah.(10)
6
Keluhan pada episkleritis adalah mata kemerahan yang tidak nyeri atau nyeri
ringan serta tidak luas (hanya 1 kuadran mata). Keluhan dapat terjadi pada satu mata
ataupun kedua mata. Diagnosis banding episkleritis adalah skleritis. Dibandingkan
episkleritis, skleritis memiliki manifestasi yang lebih berat seperti mata kemerahan yang
disertai nyeri sedang-berat yang luas (>1 kuadran mata) dan dapat menjalar ke wajah
dan rahang serta diperparah dengan gerakan bola mata. Selain itu ditambah dengan
gejala lain seperti fotofobia, lakrimasi, keluar sekret sampai penurunan penglihatan.(1,9)
I. Pemeriksaan Ekstraokuler
7
Sindrom behcet Stomatitis aftosa rekuren bukal, genital dan vaskular,
artritis, sakit kepala, meningitis, miositis, trombosis
vena dalam, kardiopati, nefropati IgA, orkitis.(13)
Sindrom Cogan Tuli sensorineural, tinitus, vertigo, mual, keratitis,
aortitis.(14)
Spondilitis ankilosis Sulit dan nyeri saat bergerak, nyeri punggung, nyeri
rahang, nyeri saat ekspirasi, inflamasi kronik ligamen,
kapsul sendi dan osifikasi sendi, oligoarthritis, uveitis
Poliarteritis nodosa Demam, artralgia/artritis, hepatomegali, iskemik
perifer, gangren, purpura, neuropati perifer, fenomen
Raynaud, livedo retikularis.(15)
Wegener’s granulomatosis Ulkus mukosa, epistaksis, hidung tersumbat,
perikarditis, glomerulonefritis, hematokezia,
hematuria, purpura, artritis, batuk berdarah.(16)
Sarkoidosis Penyakit paru restriktif, limfadenopati hilar bilateral,
eritema nodosum, lesi diskoid, hiperkalsemia.
Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar, lensa kontak), kimia
(terpapar bahan kimia), mekanis (luka penetrasi) atau
pasca operasi seperti pasca ekstraksi katarak
8
Pemberian topikal fenilefrin konsentrasi 2.5% atau 10% pada mata merah.
Pada episkleritis, pembuluh darah episklera akan mengecil dan kemerahan akan
berkurang bila diberi fenilefrin topikal (Gambar 4) karena letak pembuluh darah
yang superfisial. Berbanding terbalik dengan skleritis, pelebaran pembuluh darah
sklera tidak mengecil bila diberi fenilefrin topikal (Gambar 5). Pada episkleritis,
bila terdapat benjolan kemudian ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak
diatas benjolan akan memberikan rasa sakit yang menjalar ke sekitar mata. Pada
episkleritis simpel atau difus, hanya ditemukan adanya injeksi episklera sedangkan
episkleritis nodular dapat ditemukan nodul datar berwarna merah muda atau
keunguan yang disekitarnya terdapat injeksi episklera. Nodul berbatas tegas, keras,
dan dapat digerakkan.(3,6)
Gambar 5. Pelebaran pembuluh darah sklera yang tidak mengecil dengan fenilefrin
2,5% topikal(1)
9
2.4.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari etiologi dari episkleritis. Pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan radiologi dapat dilakukan.
I. Pemeriksaan Laboratorium(1)
10
II. Pemeriksaan Radiologi
⮚ Optical Coherence Tomography (OCT)
OCT merupakan tes diagnostik yang dapat membedakan episkleritis dan
skleritis, bersifat non invasif untuk memberikan gambaran mata secara potong
lintang dan melihat ketebalan sklera dan keberadaan area hipo reflektif yang
menandakan edema intra sklera. Beberapa studi menemukan ketebalan sklera
pada episkleritis rata-rata yaitu 825µm (718-949µm) dan pada skleritis rata-rata
yaitu 882 µm (773-1089 µm).(18)
Apabila gagal bisa diganti, dimulai dengan kortikosteroid topikal potensi rendah
seperti fluorometolon 0.1% atau loteprednol etabonat 0.5% selama 1 sampai 2 minggu
dosis 4 kali dalam sehari dan tapering down (dosis diturunkan secara perlahan). Selama
pengobatan, pasien harus dikontrol dimulai dari awal pengobatan kortikosteroid untuk
monitor tekanan intraokular dan evaluasi resolusi dari episkleritis. Apabila peradangan
tidak membaik, dapat diganti dengan prednisolon asetat 1% 4 kali sehari yang lebih
poten selama 1 sampai 2 minggu dan tapering down apabila gejala membaik. Namun
11
semakin poten suatu kortikosteroid, risiko infeksi, hipertensi okular serta katarak juga
meningkat. Maka dari itu perlu pertimbangan dari klinisi secara bijak dalam
memberikan kortikosteroid. OAINS oral seperti ibuprofen dan naproxen digunakan
apabila steroid topikal tidak adekuat dalam mengurangi inflamasi. Dosis ibuprofen 200
sampai 600 mg diminum 3 sampai 4 kali sehari atau naproxen 250 sampai 500 mg
diminum 2 kali sehari. Perlu diingat bahwa OAINS memiliki efek terhadap lambung
berupa ulkus peptikum sehingga pasien dapat diresepkan obat omeprazole 20 mg atau
ranitidin 150 mg diminum 2 kali sehari. Apabila masih gagal dan rekurensi tinggi
(walaupun jarang) dapat diberikan kortikosteroid oral dan sangat jarang diberikan obat
anti rematik (DMARD) seperti hidroksiklorokuin dan metotreksat.(2,3,9)
2.6 PROGNOSIS
Episkleritis yang secara umum tidak diketahui penyebabnya memiliki perjalanan
penyakit yang bersifat akut dan dapat sembuh secara total dengan atau tanpa pengobatan
dengan tingkat resolusi mencapai 100. Namun pada beberapa kasus seperti penyakit
sistemik auto inflamatorik dan autoimun, dapat mengalami kekambuhan yang bila tidak
segera didiagnosis dan diobati, episkleritis dapat menyebabkan beberapa komplikasi
seperti skleritis, uveitis anterior, dan glaukoma serta katarak sekunder akibat efek
samping pengobatan steroid jangka panjang.(2,6)
12
BAB III
REFERENSI
1. Williamson J. A Red Eye: Scleritis or Episcleritis? Rev Optom [Internet].
2017;154(11):44–9. Available from:
https://www.reviewofoptometry.com/article/ro1117-a-red-eye-scleritis-or-episcler
itis
2. Stacy Schonberg TJS. Episcleritis [Internet]. StatPearls Publishing; 2021.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534796/
3. Veronique Promelle, Vincent Goeb VG. Rheumatoid Arthritis Associated
Episcleritis and Scleritis: An Update on Treatment Perspectives. J Clin Med
[Internet]. 2021;10(10):2118. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8156434/
4. Thong LP, Rogers SL, Hart CT, Hall AJ, Lim LL. Epidemiology of episcleritis
and scleritis in urban Australia. Clin Exp Ophthalmol. 2020;48(6):757–66.
5. Xu TT, Reynolds MM, Hodge DO, Smith WM. Epidemiology and Clinical
Characteristics of Episcleritis and Scleritis in Olmsted County, Minnesota. Am J
Ophthalmol [Internet]. 2020;217:317–24. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.ajo.2020.04.043
6. Salama A, Elsheikh A, Alweis R. Is this a worrisome red eye? Episcleritis in the
primary care setting. J Community Hosp Intern Med Perspect [Internet].
2018;8(1):46–8. Available from: https://doi.org/10.1080/20009666.2017.1418110
7. Hsu C, Hsu C, Lu M, Koo M. Risks of ophthalmic disorders in patients with
systemic lupus erythematosus – a secondary cohort analysis of population- based
claims data. 2020;1–11.
8. Silpa-archa S, Lee JJ, Foster CS. Ocular manifestations in systemic lupus
erythematosus. Br J Ophthalmol. 2016;135–41.
9. Bhamra MS, Gondal I, Amarnani A, Betesh S, Scott W, Rodriguez-alvarez M, et
al. Ocular Manifestations of Rheumatoid Arthritis: Implications of Recent
Clinical Trials. Int J Clin Res Trials [Internet]. 2020;4(2):139. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7062380/
10. Frings A, Geerling G, Schargus M. Red Eye : A Guide for Non-specialists. 2017;
11. Farray D, Rodriguez F, Ravelo-garcía A, Suarez-bonnet A, Francisco-arteaga C,
Jaber R. Investigation of Correlations Between Clinical Signs and Pathological
Findings in Cats and Dogs with Inflammatory Bowel Disease İnflamatuar
Bağırsak Hastalığı Olan Kedi ve Köpeklerde Klinik Bulgular İle Patolojik
Bulgular Arasındaki İlişkilerin Araştırılm. 2020;26(5):587–93.
12. Oprea VD, Bojinca VC, Balosin G, Ciofu RN, Ionescu R. Severe systemic
scleroderma with multiple organ involvement in a 45-years-old patient. Rom J
Rheumatol. 2021;30(February):25–33.
13. Paut IK, Barete S, Bodaghi B, Deiva K, Desbois AC. French recommendations
13
for the management of Behçet ’ s disease. Orphanet J Rare Dis. 2021;16(Suppl
1):1–29.
14. Maiolino L, Cocuzza S, Conti A, Licciardello L, Serra A, Gallina S.
Autoimmune ear disease : clinical and diagnostic relevance in Cogan ’ s
syndrome commercial usely on er. Audiol Res. 2017;7:11–5.
15. Lee JS, Kim JG, Lee S. Clinical presentations and long term prognosis of
childhood onset polyarteritis nodosa in a single centre of Korea. 2021;1–11.
16. Ledó N, Pethő ÁG. Gastrointestinal symptoms as first remarkable signs of
ANCA ‑ associated granulomatosis with polyangiitis : a case report and reviews.
BMC Gastroenterol. 2021;1–8.
17. Mbbs JA, Fracp FG, Casson RJ, Franzco D. Review Review of the ophthalmic
manifestations of gout and uric acid crystal deposition. 2017;(March
2016):73–80.
18. Shoughy SS, Jaroudi MO, Kozak I TK. Optical coherence tomography in the
diagnosis of scleritis and episcleritis. Am J Ophthalmol. 2015;6:1045–9.
14