PENDAHULUAN
Kelainan refraksi adalah suatu keadaan dimana ketika cahaya masuk ke
mata yang sedang tidak melakukan akomodasi, bayangan tidak tepat fokus pada
retina. Keluhan visual dari kelainan refraksi adalah mata kabur. 1 Hasil pembiasan
sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
humor akuos, lensa, humor vitreus.. Pada orang normal, susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di makula
lutea.2
Menurut Riskesda estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di
seluruh dunia pada tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar
0,58% atau 39 juta orang menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang
mengalami low vision. Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh
dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi, diikuti oleh katarak dan
glaukoma. Prevalensi severe low vision tertinggi terdapat di Lampung (1,7%),
diikuti Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat (masing-masing 1,6%).
Provinsi dengan prevalensi severe low vision terendah adalah Daerah Istimewa
Yogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan Papua (masing-masing 0,4%).3
Mata yang normal disebut emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau
istirahat melihat jauh. Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya
kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Bila terdapat
kelainan pembiasan sinar oleh kornea atau perubahan panjang bola mata, maka
sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia
yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.2
Prosedur dalam menemukan dan mengoreksi kesalahan bias disebut
dengan refraksi. Pemeriksaan refraksi terdiri dari dua metode, yaitu objektif dan
subjektif. Metode pemeriksaan refraksi objektif yaitu retinoskopi, refraktometri
dan keratometri. Metode pemeriksaan refraksi subjektif dimasudkan untuk
menemukan lensa yang tepat untuk dipakai. 4 Metode pemeriksaan refraksi
subjektif bergantung kepada respon pasien saat dilakukan pemeriksaan.
5
Pemeriksaan subjektif lebih akurat dibandingkan dengan pemeriksaan objektif.
Pemeriksaan subejktif terdiri dari 3 tahap yaitu verifikasi subjektif refraksi,
penyempurnaan fraksi pembiasan dan menyeimbangkan binokular subjektif. 4
2. TINJAUAN PUSTAKA
a. Anatomi Media Refraksi
Media refraksi terdiri atas kornea, humor akuos, lensa, humor vitreus.
Selain itu panjangnya bola mata yang mempengaruhi pada refraksi.2
b. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa
rata-rata mempunyai tebal 550 μm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras),
diameter horizontalnya sekitar 11,5 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang
berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descemet, dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai lima atau
enam lapis sel, endotel hanya satu lapis. Lapisan Bowman merupakan lapisan
jernih aseluler, yang merupakan bagian stroma yang berubah. Stroma kornea
mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamella
fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 10-250 µm dan tinggi 1-2 μm yang
mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan
permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya menjadi jernih secara
optis. Membran Descemet, yang merupakan lamina basalis endotel kornea,
memiliki tampilan yang homogen, dengan mikroskop cahaya tetapi tampak
berlapis-lapis dengan mikroskop elektron akibat perbedaan struktur antara bagian
pra dan pascanasalnya. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-
pembuluh darah limbus, Humor Akuos, dan air mata. Kornea superfisialis juga
mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea
didapat dari percabangan pertama dari nervus trigeminus.5
Gambar 1. Anatomi Kornea6
3. Humor Akuos
Humor Akuos diproduksi oleh Badan Siliaris. Setelah memasuki bilik
mata belakang, Humor Akuos melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.5
4. Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa
digantung di belakang iris oleh zonula yang menghubungkannya dengan corpus
ciliare. Di anterior lensa terdapat Humor Akuos, di sebelah posteriornya terdapat
Humor Akuos. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit
lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air dan
elektrolit masuk. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus
lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-
serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadi
lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamella
kosentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan
persambungan lamella ini ujung-ke-ujung berbentuk huruf Y bila dilihat dengan
slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-
masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan
mikroskopik, inti ini jelas dibagian perifer lensa didekat ekuator dan berbatasan
dengan lapisan epitel subkapsular. Lensa difiksasi ditempatnya oleh ligamentum
yang dikenal sebagai zonula (Zonula Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari
permukaan corpus ciliare dan menyisip kedalam ekuator lensa. Enam puluh lima
persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi
diantara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di
lensa.5
5. Humor Vitreus
Humor Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. humor vitreus mengisi
ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar
humor vitreus membran hialois-normalnya berkontak dengan struktur-struktur
berikut: kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina
dan papil optik. Basis humor vitreus mempertahankan penempelan yang kuat
sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora
serrata. Di awal kehidupan, humor vitreus melekat kuat pada kapsul lensa dan
papil optik, tetapi segera berkurang dikemudian hari. humor vitreus mengandung
air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam
hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada humor vitreus
karena kemampuannya mengikat banyak air.5
Gambar 4. Badan Vitreus2
Gambar 8. Miopia1
8. Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak dibelakang retina.1 Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan
di belakang makula lutea. Pada pasien dengan hipermetropia diberikan lensa sferis
positif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal.2 Gejalanya terlihat khusus
di malam hari setelah bekerja dekat. Terdapat pandangan kabur, sakit kepala di
bagian frontal, rasa tegang pada mata, panas dan mata kering. Pada orang dewasa,
presbiopia dimulai pada usia yang lebih muda. 8
Gambar 9. Hipermetropia1
9. Astigmatisma
Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan
tajam pada retina, akan tetapi pada 2 garis titik api yang tegak lurus yang terjadi
akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.1 Pada mata dengan
astigmatisma lengkungan jari-jari meridian yang tegak lurus padanya. Kelainan
astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali dikombinasi
dengan lensa sferis.2 Gejalanya berupa ketajaman penglihatan yang sangat
berkurang, terdapat tekanan pada mata dan sakit kepala setelah bekerja dan
tampak huruf-huruf pada buku "berjalan bersama". 8
Gambar 10. Gambaran Iregularitas pada Media Refraksi (a) dan Koreksi
Astigmatisma dengan Kontak Lensa Rigid7
Gambar 8. Area against motion dan with motion berdasarkan far pointnya28
Gambar 9. Ilustrasi with motion dengan far point diluar pemeriksa dan
pasien28
Gambar 10. Far point terletak antara pemeriksa dan pasien didapatkan
against movement28
4. Perlengkapan Retinoskopi19,21
a) Suatu ruang redup, lebih baik kalau besar ruangan jaraknya 6 meter.
b) Trial Box yang terdiri dari lensa spheris dan silinder dengan variasi plus
dan minus dengan berbagai ukuran, pinhole, okluder dan prisma
c) Trial F`2rame, lebih baik yang dapat disesuaikan dapat untuk anak-anak
maupun orang dewasa
d) Vision Box. Suatu snellen dalam bentuk box dengan iluminasi sendiri
tapi dapat diganti dengan kartu snellen
e) Retinoskop.
Refraktometri
Refraktometri (optometri) adalah sebuah metode objektif untuk
menemukan kelainan refraksi dengan menggunakan alat yang disebut
refraktometer atau optometri. Refraktometer digunakan dalam penilaian
optalmoskopi indirek. Saat ini, autorefraktometer digunakan. Autorefraktometer
memberikan informasi yang cepat dalam menilai kelainan refraksi pada pasien
dengan sferis, silinder dengan axis dan jarak interpupil. Metode ini merupakan
alternatif yang baik bila dibandingkan dengan retinoskopi. Alat ini juga berguna
dalam skrining, program penelitian dan studi epidemiologi.4,11
Pada pemeriksaan dengan autorefraktometer teknik refraksi dilakukan
secara cepat, sederhana dan tidak menyakitkan. Pasien duduk dan menempatkan
dagunya pada tempat yang tersedia di autorefraktometer. Lalu, pada satu waktu
satu mata diperiksa dengan mata fokus melihat kedalam mesin dan terdapat
gambar. Nantinya gambar tersebut akan bergerak masuk dan keluar sehingga
fokus akan diambil untuk pembacaan kapan gambar tepat jatuh di retina.1
Gambar 14. Autorefraktometer4
Keratometri
Keratometri adalah sebuah metode objektif dalam memperkirakan
astigmatisma kornea. Keratometri tidak terlalu berguna dalam pemeriksaan
refraksi rutin. Tetapi efektif dalam persepan kontak lensa dan menilai kekuatan
lensa intraokuler yang akan diimplantasikan. Keratometri bergantung pada
permukaan anterior kornea yaitu kaca konveks sehingga ukuran gambar
bergantung pada kelengkungan. 4
Biometri
Biometri adalah metode penerapan matematika untuk biologi. Istilah ini
awalnya digunakan oleh Whewell pada awalnya di tahun 1800-an untuk
menghitung harapan hidup. Kekuatan refraktif mata terutama bergantung pada
kornea, lensa, media okular, dan panjang aksial mata. Saat merencanakan operasi
katarak, untuk mencapai refraksi post-operatif yang diinginkan, daya implan lensa
intraokuler yang dibutuhkan dapat dihitung jika daya refraksi kornea, jenis media,
dan panjang aksial diketahui.15
Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah alat yang diperlukan untuk menentukan kekuatan
lensa intraokuler (biometri), memeriksa segmen posterior, perdarahan pada
vitreous, pembedaan massa di okuli dan benda asing di intraokuli.16
Scan-A
Scan-A (A untuk amplitudo) ditampilkan dengan sumber ultrasound
tunggal menghasilkan evaluasi amplitudo waktu satu dimensi dalam bentuk
puncak vertikal sepanjang garis dasar terhadap kuatnya echo. Semakin besar jarak
ke kanan semakin besar pula jarak antara sumber suara dan permukaan refleksi.
Jarak antara masing-masing puncak dapat diukur secara tepat. Digunakan
terutama untuk mengukur kedalaman camera oculi anterior, ketebalan lensa dan
panjang aksial.16
Teknik pemeriksaan:
Pemeriksaan penyaringan digunakan untuk mendeteksi lesi. Pemeriksaan
dilakukan dengan pasien berbaring atau duduk. Setelah diberikan anastesi topikal
yang diteteskan pada kedua mata dan penutup mata tidak diperlukan. Pemeriksa
duduk dengan peralatan pemeriksaan yang disediakan di satu sisi dari pasien.
Probe ultrasound pertama kali digunakan pada jam 6 dari limbus melalui bagian
tengah bola mata bertujuan untuk memeriksa lapisan chorioretinal berlawanan
pada meridian jam 12. Pasien diinstruksikan untuk melihat jauh dari probe
terhadap meridian yang diperiksa untuk menghindari scan melalui lensa. Probe
digeser dari limbus ke fornix selalu mengarah ke tengah bola mata, juga screening
meridian utama dari kutub posterior ke ora serata. Sorotan ultrasound selalu dijaga
perpendicular ke retina yang berlawanan. Prosedur yang sama diulangi di
meridian jam 8, menggeser probe secara sementara disekitar bola mata.16
Ultrasonografi scan-A diindikasikan untuk mengevaluasi segmen posterior
pada keadaan opak menyeluruh ataupun sebagian dari segmen anterior atau
posterior. Dapat juga dihunakan untuk melihat posisi, mengukur tumor dan
evaluasi pertumbuhannya, juga untuk mendeteksi benda asing intraokular dan
memperhitungkan luas dari kerusakan intraokular pada kasus trauma. Biometri
merupakan indikasi penting lainnya dari scan-A untuk pengukuran panjang lensa
yang tepat yang diperlukan pada kalkulasi kekuatan lensa intraokuler.16
Scan-B
Scan-B (B untuk Brightness), tampilan scan-B pada struktur okular
tersebut tidak diperlihatkan sebagai defleksi-defleksi vertikal pada layar tetapi
lebih sebagai titik-titik cahaya. Semkain banyak suara yang kembali dari struktur
okular, maka semakin padatlah titik-titik cahaya. Transduser USG untuk tampilan
scan-B di scan pada mata, baik secara manual maupun dengan dorongan mata.
Scanning ini menghasilkan suatu seri banyak titik-titik yang terangnya bervariasi
dari struktur okular maupun orbital dan secara esensial menggambarkan potongan
silang dua dimensi orbital dan bola mata.16
Teknik pemeriksaan:
a. Mata diberikan anastesi topikal dan pasien ditempatkan pada posisi duduk
atau berbaring.
b. Pemeriksa sebaiknya duduk disamping kepala pasien dan melakukan
pemeriksaan dengan tangan.
c. Methylselulosa atau gel ophtalmic diletakkan pada ujung dari probe yang
berfugsi sebagai alat coupling
d. Scan vertikal dilakukan dengan penanda pada probe berorientasi superior.
e. Scan horizontal dilakukan dengan penandaan titik mengarah ke hidung.
f. Kemudian mata diperiksa dengan posisi pasien melihat lurus ke depan, ke
atas, bawah, kiri dan kanan. Untuk setiap posisi scan vertikal dan horizontal
bisa dilakukan.
g. Kemudian pemeriksa memindahkan alat pemeriksaan pada arah berlawanan
dengan gerakan mata.16
Koreksi sferis
Koreksi sferis dilakukan untuk penyempurnaan setelah dilakukan
perbaikan kekuatan dan axis. Penyempurnaan sferis dilakukan dengan:
Teknik fogging
Setelah kekuatan silinder dan axis diperbaiki dengan tes kipas
astigmatisma atau cross cylinder, tahap akhir dalam mengoreksi monocular
adalah penemuan sferis. Dengan penambahan sferis plus terkuat atau sferis minus
terlemah yang menghasilkan ketajaman penglihatan terbaik. Ketika teknik cross
cylinder dipakai dalam mengkoreksi kekuatan silinder dan axis, kelainan refraksi
dianggap satu poin. Tambahkan sferis positif 0,25 D sampai pasien melaporkan
penurunan penglihatan. Jika tidak ada penambahan sferis, tambahkan sferis minus
0,25 D sampai pasien melaporkan ketajaman visual maksimal. Dengan daya
akomodasi, pasien dapat mengkompensasi jenis minus. Hal penting bahwa sferis
minus penting dalam mendapatkan ketajaman penglihatan. Semakin
ditambahkannya minus, pasien diminta untuk membaca huruf apakah semakin
kecil dan jauh. Pasien diminta untuk melaporkan huruf yang dilihatnya apakah
semakin tajam, terang, kecil atau gelap. Jika dilakukan dengan metode kipas
astigmatisma mata masih berkabut, penambahan sferis plus hanya akan semakin
menambah kabur. Maka gunakan sferis minus untuk mengurangi kekuatan sferis
hingga ketajaman penglihatan didapat.4
Tes Duochrome
Pasien diminta untuk membaca huruf dengan warna merah dan hijau. Pada mata
dengan emetropia, warna hijau akan jatuh pada bagian anterior retina dan warna
merah pada posterior dari retina. Pada orang dengan emetropia, ketajaman kedua
warna tersebut sama. Ketika pasien mengatakan warna merah lebih jelas daripada
warna hijau maka pasien tersebut diindikasikan miopia.4
Tes Pinhole
Tes ini membantu apakah koreksi lensa pada kacamata percobaan sudah
tepat atau belum. Perubahan ketajaman visual pada pemeriksaan pinhole
mengindikasikan adanya kesalahan koreksi pada kacamata percobaan.4