i
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RUANG RAWAT INAP
KEMUNING RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
TAHUN 2019
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruang Rawat Inap Kemuning RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu Tahun 2019”. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapatkan
bimbingan dan bantuan baik materi maupun nasehat dari berbagai pihak sehingga
penulis dapat menyelesaikanKarya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
iv
8. Kepada teman-teman seperjuangan ENC XI atas doa dan dukungan yang luar
biasa.
9. Kepada keluarga seperkapeanku Mei, Tiara, Oik, Hendro, Obi, Enny dan
Dika yang telah menyemangati dan membantu selama penelitian ini.
10. Seluruh mahasiswa-mahasiswi Prodi DIII Keperawatan Bengkulu Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
ini masih banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan baik dari segi penulisan
maupun penyusunan dan metodelogi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan bimbingan dari berbagai pihak agar penulis dapat berkarya lebih baik
dan optimal lagi di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah yang telah penulis susun ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat membawa perubahan positif
terutama bagi penulis sendiri dan mahasiswa Prodi Keperawatan Bengkulu
lainnya.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
A. Pengkajian.................................................................................. 42
B. Analisa Data............................................................................... 52
C. Diagnosa Keperawatan.............................................................. 54
D. Intervensi Keperawatan.............................................................. 55
E. Implementasi dan Evaluasi......................................................... 59
BAB V PEMBAHASAN................................................................................... 70
A. Pengkajian.................................................................................. 70
B. Diagnosa Keperawatan............................................................... 71
C. Perencanaan................................................................................ 73
D. Implementasi............................................................................... 74
E. Evaluasi....................................................................................... 75
BAB VI PENUTUP............................................................................................ 76
A. Kesimpulan................................................................................. 76
B. Saran............................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR BAGAN
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 7 : Dokumentasi
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan globalisasi dan perubahan gaya hidup manusia
berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun
terakhir di Indonesia, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka
kesakitan dan kematian, salah satunya penyakit sistem pernafasan. Polusi
udara yang semakin meningkat dan kebiasaan merokok pada masyarakat
merupakan faktor resiko terbesar terjadinya gangguan saluran pernafasan.
Salah satu penyakit saluran pernafasan yang banyak terjadi selain TB Paru
adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang cenderung setiap
tahunnya meningkat (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2016).
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronis
yang bisa dicegah dan diobati. PPOK ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif dan irreversibel atau
reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang berbahaya Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK
disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi
bronkitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap
individu (World Health organization, 2015).
The Global Burden of Disease Study melaporkan prevalensi 251 juta
kasus PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) pada tahun 2016. Secara
global, diperkirakan bahwa 3,17 juta kematian disebabkan oleh PPOK pada
tahun 2015 (yaitu, 5% dari semua kematian secara global pada tahun itu).
Lebih dari 90% kematian PPOK terjadi di negara-negara yang memiliki
pendapatan rendah dan menengah, di mana strategi efektif untuk pencegahan
dan pengendalian tidak selalu dilaksanakan atau dapat diakses. (WHO, 2016).
Besar prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara sendiri diperkirakan
6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China
(6,5%) (World Health organization, 2015).
1
2
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai adalah mampu menerapkan dan
mendeskripsikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis di Ruang Kemuning RSUD. Dr. M.Yunus Kota Bengkulu.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan penerapan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
b. Mendeskripsikan penerapan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
c. Mendeskripsikan penerapan rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
5
C. Batasan Masalah
Batasan penulisan pada studi kasus ini adalah pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obsruksi Kronis (PPOK)
dengan kesadaran compos metis di ruang Kemuning RSUD. Dr. M.Yunus
Kota Bengkulu meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
D. Manfaat
1. Bagi Pasien
Memberikan playanan yang optimal dan komprehesif untuk
memperoleh kesehatan dan memberikan pengetahuan kepada keluarga
pasien mengenai Penyakit Paru Obstruksi Kronis dan pencegahannya.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Manfaat bagi pelayanan kesehatan di RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu adalah memberikan peningkatan mutu pelayanan tentang
Penyakit Paru Obstruksi Kronis kepada pelayan kesehatan, untuk
meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap Penyakit Paru
Obstruksi Kronis, serta dapat memberikan masukan yang bermanfaat
kepada layanan kesehatan dalam mengembangkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis.
3. Bagi Akademik
Manfaat bagi akademik prodi DIII keperawatan adalah bentuk
sumbangsi kepada mahasiswa keperawatan sebagai referensi untuk
6
TINJAUAN TEORITIS
7
8
B. Konsep PPOK
1. Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah Bronchitis kronis, emfisema
paru-paru dan asthma bronchiale. Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk
didalam PPOK adalah emfisema paru-paru dan bronkitis kronis. Nama lain
PPOK adalah “Chronic Obstructive Airway Disease (COPD)” dan
“Chronic Obstructive Lung Disease (COLD) (Manurung, Nixson. 2018).
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) terdiri dari bronkitis
kronis dan emfisema. Bronkitis kronis merupakan batuk dan produksi
sputum minimal 3 bulan setiap tahun dalam dua tahun berturut-turut
(Smeltzer, 2016). Emfisema merupakan suatu keadaan abnormal pada
anatomi paru dengan adanya kondisi kliniks berupa melebarnya saluran
udara bagian distal bronkiolus terminal yang disertai dengan kerusakan
dinding alveoli (Wahid & Suprapto, 2013).
PPOK mengacu pada kelompok penyakit paru-paru yang
menyumbat jalan nafas dan meningkatkan kesulitan untuk bernafas.
Emphysema dan chronic bronchitis adalah dua kondisis umum yang
membuat PPOK, tapi PPOK dapat juga mengacu pada kerusakan yang
disebabkan oleh chronik asthmatik bronchitis. Pada semua kasus, kerusakan
pada saluran pernafasan pada akhirnya mempengaruhi pertukaran oksigen
dan karbon dioksida pada paru-paru. PPOK menyebabkan kasus kematian
dan sakit pada sebagian belahan dunia. Kebanyakan PPOK dikarenakan
merokok dalam waktu yang lama dan dapat dicegah dengan tidak merokok
atau berhenti merokok secepat mungkin. Kerusakan pada paru-paru tidak
dapat diperbaiki, jadi perawatannya berfokus pada mengontrol gejala dan
meminimalisir kerusakan yang terjadi (Manurung, Nixson. 2018).
11
2. Etiologi
Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat
pada penderita antara lain: (Manurung, Nixson. 2018)
a. Merokok yang berlangsung lama
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan
resiko 30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan
perokok, dan merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang
lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK
terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok
dan status merokok yang terakhir saat PPOK berkembang. Namun
demikian, tidak semua penderita PPOK adalah perokok. Kurang lebih
10% orang yang tidak merokok juga menderita PPOK. Perokok pasif
(tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga beresiko
menderita PPOK.
b. Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar
rumah seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor maupun polusi
dari dalam rumah misalnya asap dapur.
c. Infeksi paru berulang (bronkitis kronis dan emfisema)
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis
merupakan suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran nafas,
terlepas dari paparan rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan
peningkatan kejadian inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan
jumlah sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi dan percepatan
penurunan fungsi paru.
d. Defisiensi alfa-1 Antitripsin
Defisiensi AAT ini terutama dikaitkan dengan kejadian
emfisema, yang disebabkan oleh hilangnya elastisitas jaringan di
dalam paru-paru secara progresif karena adanya ketidakseimbangan
antara enzim proteolitik dan faktor protektif. Makrofag dan neutrofil
12
3. Klasifikasi
Klasifikasi PPOK berdasarkan derajat keparahannya yaitu: (somantri,
2012)
a. Derajat 0 ( berisiko)
Gejala klinis yaitu memiliki satu dari antara gejala khas yaitu batuk
kronis, produksi sputum dan dispnea.
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis yaitu dengan atau tanpa batuk dan produksi sputum, dan
sesak napas derajat 0 sampai derajat 1.
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis yaitu dengan atau tanpa batuk dan produksi sputum, dan
sesak napas derajat 2.
d. Derajat III (PPOK berat)
13
Gejala klinis yaitu sesak napas derajat 3 dan 4 disertai batuk dan
produksi sputum.
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis yaitu pasien dengan derajat III disertai gagal napas kronik,
dan komplikasi kardio pulmonal atau gagal jantung kanan. Pada tahap
ini, kualitas hidup sangat terganggu dan serangan mungkin mengancam
jiwa.
a. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis merupakan batuk dan produksi sputum minimal
3 bulan setiap tahun dalam dua tahun berturut-turut.
b. Emfisema
Emfisema merupakan suatu keadaan abnormal pada anatomi
paru dengan adanya kondisi kliniks berupa melebarnya saluran udara
bagian distal bronkiolus terminal yang disertai dengan kerusakan
dinding alveoli. Emfisema dibedakan menjadi :
a) Emfisema sentriasinar
Dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,
terutama mengenai bagian atas paru sering akibat merokok
kebiasaan lama.
b) Emfisema asinar distal (paraseptal)
Lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
saluran alveoli.
4. Patofisiologi
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran napas yang
besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara umum, terdapat 2
kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis
14
paru, saluran napas kecil pada cabang bronkus kecil sampai ke alveoli
kolaps yang menyababkan terjadinya hipoksemia dan bisa menyebabkan
emfisema. Pada emfisema kerusakan yang terjadi pada dinding alveolar,
perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan saat
ekspirasi pada emfisema akibat dari adanya destruksi dinding (septum)
yang paling berkaitan dengan PPOK adalah emfismea sentribular, tipe ini
secara selektif menyerang bagian bronkiolus. Dinding-dinding mulai
berlubang, membesar dan alveoli pecah, bergabung dan akhirnya
cenderung menjadi satu ruang. Rusaknya daerah permukaan untuk
pertukaran gas dalam asinus berakibat pada hilangnya elastisitas
pengempisan (Somantri, 2012).
16
5. WOC
Rokok, Polusi udara dan Genetik
agen infeksi (bakteri, virus)
Hilangnya alfa antitripsin
Inhalasi doplet
melalui udara Elastisitas paru
Bagan 2.1 Web Of Caution PPOK (Sumber: Somantri, 2012, Wahid, 2013, Manurung, 2016)
17
Selain gejala khas diatas, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul
pada penderita PPOK yaitu bentuk dada barrel chest (dada seperti tong),
pernapasan Purse lips (seperti orang meniup) terdapat batuk berdahak, sputum
18
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien PPOK yaitu (Somantri, 2012):
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan penurunan nilai PaO2 <55 mmHg dengan nilai
saturasi oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa, pada tahap lanjut akan
timbul sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea) tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi dan takipnea.
c. Infeksi respiratori
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus
dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya
dispnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru) harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini
sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak distrimia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori.
f. Edema paru
Pada pasien PPOK paru- paru akan mengalami edema.
19
g. Gagal napas
Gagal napas dapat terjadi jika PPOK tidak dapat ditangani dengan baik.
Gagal napas akut menjadi gagal napas kronis, sesak napas dengan atau
tanpa sianosis (Wahid & Suprapto, 2013).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan adalah sebagai berikut:
(Manurung, Nixson. 2018)
a. Pemeriksaan radiologis
1) Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a) Tubular shadows atau farmlines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju aspeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
b) Corak paru yang bertambah.
2) Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
b) corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)
atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan di atas lebih jelas pada
stadium lanjut,sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
nafas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
20
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi: (Manurung, Nixson. 2018)
1) Penatalaksanaan PPOK Pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
(a) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera
menghentikan merokok, menghindari polusi udara
(b) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara
(c) Membersihkan infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada
infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba
harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai
hasil uji sensitivitas atau pengobatan empiric
(d) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih controversial.
(e) Pengobatan simtomatik.
(f) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
21
2) Rehabilitasi paru
Secara komprehensif termasuk fisioterapi, latihan pernapasan,
latihan relaksasi, perkusi dada dan drainase postural, mendukung secara
psikososial dan memberikan edukasi kesehatan.
3) Nutrisi
Perlu diberikan hidrasi secukupnya (minum air cukup: 8-10 gelas
sehari), dan nutrisi yang tepat, konsumsi makanan kaya protein dan
mencegah makan makanan berat menjelang tidur.
7) Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat atau
faktor lingkungan, adanya/berulangnya infeksi,
kemerahan/berkeringat
8) Seksualitas
Gejala : penurunan libido
9) Interaksi sosial
Gejala :Hubungan ketergantungan, kurang sistem
pendukung, kegagalan dukungan dari atau terhadap
pasangan atau orang terdekat, penyakit lama atau
ketidakmampuan membaik.
Tanda :Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan
suara karena distress pernapasan, keterbatasan
mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota
keluarga lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya.
Perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah status kesehatan klien
(Potter & Perry, 2005). Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan
pada pasien PPOK berdasarkan respon pasien :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas (SDKI, 2016).
a. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif :
a) Batuk tidak efektif
28
b) Sputum berlebih
c) Mengi, wheezing dan ronkhi
b. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
a) Dispnea
b) Ortipnea
Objektif :
a) Gelisah
b) Sianosis
c) Bunyi napas menurun
d) Frekuensi napas berubah
e) Pola napas berubah
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan dinding
alveoli. (Doenges, 2000)
Gejala dan Tanda Mayor dan Minor :
a) Dispnea
b) Bingung, gelisah
c) Ketidakmampuan membuang sekret
d) Hipoksia
e) Hiperkapnia
f) Penurunan toleransi aktivitas
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi paru
(SDKI, 2016)
a. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif :
a) Batuk tidak efektif
b) Sputum berlebih
c) Mengi, wheezing dan ronkhi kering
b. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
29
a) Dispnea
b) Ortipnea
Objektif :
a) Gelisah, Sianosis
b) Bunyi napas menurun
c) Frekuensi napas berubah, Pola napas berubah
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dispnea, anoreksia (Doengoes, 2000)
Gejala dan Tanda Mayor dan Minor
a) Penurunan berat badan
b) Kelemahan
c) Mengeluh gangguan sensasi pengecap
d) Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (SDKI,
2016)
a. Data Objektif:
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis: waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
b. Data Subjektif : Mengeluh nyeri
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi (SDKI, 2016)
a. Data Objektif :
a) Suhu tubuh diatas nilai normal
b) Kulit terasa hangat
b. Data Subjektif : Tidak tersedia
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara
suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan (SDKI, 2016)
a. Gejala dan Tanda Mayor
30
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah rencana keperawatan yang akan perawat rencanakan kepada klien sesuai dengan
diagnosa yang ditegakkan sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi. Teori perencanaan keperawatan dituliskan sesuai
dengan rencana dan kriteria hasil (Wilkinson, 2011)
Tabel 2.2. Perencanaan Keperawatan Pasien PPOK
No Diagnosa Perencanaan Rasional
NOC NIC
1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
Bersihan jalan napas tidak keperawatan ....X.... jam
efektif berhubungan NOC: Status pernapasan 1. Posisikan pasien (semi fowler) untuk 1. Posisi semi fowler dapat memkasimalkan
dengan hipersekresi jalan :kepatenan jalan napas memaksimalkan ventilasi pengembangan paru (ekspansi dada)
napas. (SDKI, 2016)
Level : 2. Lakukan suction 2. Suction membantu mengeluarkan sekret
yang menumpuk di jalan napas
1. Deviasi berat
2. Deviasi cukup berat 3. Lakukan fisioterapi dada 3. Membantu melepaskan sekret dari tempat
3. Deviasi sedang perlengkatan dan mempebaiki ventilasi
4. Deviasi ringan
5. Tidak ada deviasi
4. Keluarkan sekret dengan mengajarkan 4. Batuk efektif mambantu mengeluarkan
Dengan Kriteria: batuk efektif sekret yang menumpuk di jalan napas
1. Frekuensi pernapasan normal 5. Auskultasi suara napas, catat adanya 5. Ronkhi (bronkitis), bunyi nafas redup
(1/2/3/4/5) suara napas tambahan dengan ekspirasi mengi (emfisema)
2. Irama pernapasan teratur
(1/2/3/4/5) 6. Anjurkan untuk minum air hangat 6. Air hangat membantu merangsang dilatasi
3. Kedalamanan pernapasan jalan napas (menurunkan spasme bronkus)
(1/2/3/4/5)
4. Mampu mengeluarkan sekret
32
10. Kolaborasikan pemberian obat 10. Pemberian bronkodilator via inhalasi akan
bronkodilator langsung menuju bronchus yang mengalami
spasme sehingga lebih cepat berdilatasi
11. Kolaborasikan pemberian obat mengg 11. Pemberian obat dengan menggunakan nebul
unakan nebulizer izer dapat menurunkan kekentalan dan perle
ngketan secret paru untuk memudahkan
pembersihan
5. Tidak ada deviasi 3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya dengan ekspirasi mengi (emfisema)
bunyi tambahan
Dengan kriteria Hasil: 4. Suction membantu mengeluarkan sekret
1. Frekuensi pernapasan 4. Lakukan suction yang menumpuk di jalan napas
normal (1/2/3/4/5)
2. Irama pernapasan teratur 5. Takipnea biasanya ada pada beberapa
(1/2/3/4/5) 5. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. derajat dan dapat ditemukan selama adanya
3. Suara napas vesikuler Catat penggunaan otot aksesoris, proses infeksi akut
(1/2/3/4/5) pernapasan pursed lips, dan kesulitan
4. Jalan napas paten berbicara
(1/2/3/4/5) 6. Membantu memperpanjang ekspirasi.
5. TTV dalam rentang normal 6. Ajarkan teknik relaksasi (napas Dengan teknik relaksasi pasien akan
(1/2/3/4/5) dalam) bernapas lebih efisien dan efektif
6. Tidak ada penggunaan
asesoris pernapasan
(1/2/3/4/5) Monitor pernapasan 7. Jalan napas yang paten dapat memudahkan
untuk proses respirasi
7. Pertahanankan kepatenan jalan napas
8. Selama adanya proses inflamasi akut akan
ditemukan adanya gejala takipnea
8. Kaji atau pantau frekuensi napas
9. Takipnea biasanya ada pada beberapa
derajat dan dapat ditemukan dalam adanya
9. Monitor respirasi dan status O2 proses inflamasi akut
10. Awasi penggunaan oksigen (humidifie 11. Memperbaiki masukan oksigen ke paru dan
r dan kecepatan aliran O2) proses ventilasi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan mewujudkan pelaksanaan
tindakan dari perencanaan yang telah dibuat (Potter & Perry, 2010)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam rencana keperawatan (Potter
& Perry, 2010).
Dalam hal ini evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : (Alimul, 2012)
a. Evaluasi Formatif
Dimana evaluasi ini dilakukan pada saat memberikan intervensi
dengan respon segera
b. Evaluasi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis situasi
pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan
pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada
tahap perencanaan. Disamping itu evaluasi menjadi alat ukur atas
tujuan yang mempunyai kriteria tertentu untuk membuktikan
tercapai atau tercapai sebagian atau belum tercapai.
METODOLOGI PENELITIAN
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian asuhan keperawatan
dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di ruang Kemuning RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu adalah seorang individu yang menderita gangguan
atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
40
41
ada juga yang sampai mengalami penurunan kesadaran. Studi kasus dilakukan
pada tahun 2019.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan penyusunan usulan penelitian atau proposal
dengan menggunakan metode studi kasus berupa laporan teori asuhan
keperawatan yang berjudul Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruang Kemuning RSUD M. Yunus
Bengkulu Tahun 2018. Setelah disetujui oleh penguji proposal maka penelitian
dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan data. Data penelitian berupa hasil
pengukuran, observasi, dan wawancara terhadap pasien yang dijadikan subyek
penelitian.
G. Keabsahan Data
Keabsahan data dilakukan oleh penelitian dengan cara peneliti
mengumpulkan data secara langsung pada pasien dengan menggunakan format
pengkajian dari yang baku dari kampus, yang dilakukan enam jam sesuai
jadwal dinas perawat di Ruangan Kemuning selama 7 hari berturut-turut.
Pengumpulan data dilakukan pada catatan medis/status pasien, pasien
langsung, keluarga, dokter dan perawat ruangan agar mendapatkan data yang
valid. Di samping itu, untuk menjaga validitas dan keabsahan data peneliti
melakukan observasi dan pengukuran ulang terhadap data-data pasien yang
meragukan yang ditemukan melalui data sekunder.
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menyajikan hasil pengkajian yang
dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, selanjutnya hasil
pengumpulan data pengkajian di analisis dengan cara membandingkan teori
yang telah disusun pada Bab sebelumnya (Bab II) untuk mendapatkan masalah
keperawatan yang digunakan untuk menyusun tujuan dan intervensi.
Selanjutnya intervensi dilaksanakan kepada pasien sesuai rencana-rencana
yang telah disusun (implementasi). Hasil implementasi dianalisis untuk
mengevaluasi kondisi pasien apakah masalah sudah teratasi, teratasi sebagian,
dimodifikasi atau diganti dengan masalah keperawatan yang lebih relevan.
Hasil pengkajian, penegakkan diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
di tuangkan dalam bentuk narasi pada Bab pembahasan, yang dibandingkan
dengan teori-teori yang sudah disusun sebelumnya untuk menjawab tujuan
penelitian.
43
Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi
dokumentasi yang menhasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan oleh
peneliti dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan
rekomendasi dalam intervensi tersebut.
BAB IV
STUDI KASUS
A. PENGKAJIAN
Ruangan : Kemuning Tanggal Masuk : 21 Januari 2019 (22.10)
No MR : 791082 Tanggal Pengkajian : 22 Januari 2019 (08.15)
Diagnosa Medis : PPOK Ekserbasi akut, Dyspnea, CAP
1. Identitas
a. Identitas Klien
Ny. S lahir di Jember pada tanggal 21 Juni 1953 (65 tahun), sudah
berkeluarga dan memiliki tiga orang anak, agama Islam, suku Jawa,
pendidikan terakhir SMP, komunikasi yang digunakan bahasa Jawa dan
Indonesia, bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tinggal di Jalan Pulung
Mas Kampung Melayu Kandang Mas Kota Bengkulu.
b. Identitas Penanggung Jawab
Ny. A berusia 29 tahun merupakan anak dari Ny. S, agama Islam,
tinggal di Jalan Pulung Mas Kampung Melayu Kandang Mas Kota
Bengkulu, bekerja sebagai pedagang pecel, berkomunikasi
menggunakan bahasa Indonesia serta riwayat pendidikannya SMA.
44
45
Keterangan :
= Laki-Laki = Meninggal
= Perempuan = Menikah
Dari genogram diatas, dapat diketahui bahwa Ny. S memiliki tiga orang
anak dan tinggal bersama satu orang anak laki-laki.
47
g. Pengkajian Fisik
Tanggal 22 Januari 2019 (08.15 WIB)
1) Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum klien tampak lemas dan meringis. Tingkat
kesadaran compos mentis. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital di
dapatkan hasil tekanan darah klien 150/80 mmHg, nadi 86 x/menit,
frekuensi pernafasan 33x/menit, suhu 36,8oC. Saturasi oksigen 97%,
berat badan 60 kg dan tinggi badan 160 cm.
𝐵𝐵 𝑘𝑔 60 𝑘𝑔 60 𝑘𝑔 2
IMT = = = = = 23,4 𝑘𝑔/𝑚
𝑇𝐵2 𝑚 1,602 𝑚 2,56 𝑚
2) Sistem Penglihatan
Pada sistem penglihatan didapatkan data posisi mata simetris antara
kiri dan kanan, kemampuan mata membuka dan menutup mata baik,
pergerakan bola mata normal antara kiri dan kanan seimbang,
konjungtiva anemis, pupil isokor dan bereaksi bila terkena cahaya,
tidak ditemukan tanda tanda radang dan tidak menggunakan alat
bantu penglihatan berupa kaca mata.
50
3) Sistem Pendengaran
Pada sistem pendengaran klien terlihat posisi telinga simetris kiri
dan kanan, tidak terdapat cairan yang keluar dari telinga, telinga
sedikit kotor, fungsi pendengaran baik, dan klien tidak menggunakan
alat bantu pendengaran.
4) Sistem Pernapasan
Klien tampak sesak dengan frekuensi pernapasan 33x/m dengan
terpasang oksigen nasal kanul 3 liter/menit. Dispnea saat beraktivitas,
bentuk dada normo chest, irama regular dengan ke dalaman dangkal,
terlihat adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu
pernapasan supra clavikula, dan retraksi interkosta, ekspansi dada
simetris, taktil fremitus normal. Kemampuan batuk tidak efektif, klien
sulit mengeluarkan dahak, tidak ada sianosis, clubing finger normal.
Pada trakea tidak ada deviasi dan ekspansi dada simetris antara kiri
dan kanan, tetapi dada tidak mengembang sempurna. Bunyi perkusi
lapang paru sonor di interkostal 1,2,3,4,5,6 dextra dan interkostal 1,2,
dan 6 sinistra. Pada auskultasi suara napas wheezing terdengar
dilobus posterior superior dextra dan ronchi pada anterior inferior
dextra.
5) Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 86 x/menit, teraba nadi pada
ictus cordis, temperatur kulit hangat, kelembaban kulit lembab, dan
turgor kulit kembali dalam 1 detik, tidak ada distensi vena jugularis,
tidak ada edema, bunyi dullnes pada interkostal 3,4,5 sinistra.
6) Sistem Hematologi
Klien tidak terlihat adanya tanda tanda perdarahan, CRT kembali
dalam 1 detik.
7) Sistem Pencernaan
Mukosa bibir klien kering dan sedikit pecah pecah, lidah berwarna
merah muda dan tidak kotor, tidak ada stomatitis, terdapat caries gigi,
tampak gigi tidak lengkap, tidak ada kesulitan menelan, bau nafas
51
khas, ovula normal tidak ada peradangan. Tonsil tidak ada tanda
peradangan.
Abdomen tidak kembung, simetris kiri dan kanan, serta tidak ada
acites, bising usus terdengar di kuadran 1 frekuensi 30x/menit dan
bunyi abdomen timpani di kuadran 1 dan 2, dullness di kuadran 3 dan
4. BAB terakhir klien adalah sehari sebelum masuk rumah sakit.
Tidak ada nyeri tekan lepas pada abdomen
8) Sistem Urogential
Klien tidak terpasang kateter dan kandung kemih tidak distensi,
tidak ada nyeri perkusi ginjal.
9) Sistem Integumen
Kulit tidak ada hiperpigmentasi dan wajah tampak merah. Turgor
kulit baik, akral teraba hangat.
10) Sistem Endokrin
Tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid maupun limfa, tidak ada
nafas bau keton dan tidak terdapat luka ganggren.
11) Sistem Wicara
Sistem wicara klien terdengar sangat normal dan jelas, tidak ada
kesulitan dan gangguan bicara pada klien. Ketika ditanya klien
mampu menjawab.
12) Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada deformitas tulang maupun sendi, tidak ada nyeri tekan
pada ekstermitas, tidak ada edema, akral hangat dan tidak ada
kesulitan dalam pergerakan. Kekuatan otot klien 4, dimana klien
masih bisa mengangkat dan menahan kaki dan tangannya.
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4
i. Data Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan tanggal 22 januari 2019
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
5. Penatalaksanaan
Nama Obat Dosis 23-02-2018 24-02-2018 25-02-2018
Salbutamol 3x2/inhaler
(nebulizer)
Ambroxol 3x1/oral
Combivent 3x1/oral
Methylprednisolone 2x1/IV
Ranitidin 3x1/IV
Tabel 4.3 Penatalaksanaan
54
6. Analisa Data
Ruang : Kemuning Nama Pasien : Ny. S
No. MR : 791082 Umur : 65 Tahun
1. DS : Hipersekresi Bersihan
jalan napas jalan
Ny. S mengatakan sesak (dispnea) disertai
napas
batuk dengan sputum sulit dikeluarkan.
tidak
DO : efektif
3 DS : Ketidakseimba Intoleransi
ngan antara aktivitas
Ny. S mengatakan lelah melakukan
suplai dan
aktivitas seperti kekamar mandi
kebutuhan
DO : oksigen,
kelemahan
a. Klien tampak lemah
b. Dispnea setelah beraktivitas seperti
kekamar mandi
c. Frekuensi napas 33x/menit
d. Aktivitas klien terlihat dibantu oleh
keluarga
Tabel 4.4. Analisa Data
56
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Ruang : Kemuning Nama Pasien : Ny. S
No. MR: 791082 Umur : 65
Tahun
No Diagnosa Perencanaan Rasional
NOC NIC
2. Posisikan pasien (semi fowler) untuk 2. Posisi semi fowler dapat meningkatkan
Level : ekspansi dada atau paru
memaksimalkan ventilasi
1. Deviasi berat
2. Deviasi cukup berat 3. Krekels basah (bronkitis), bunyi nafas
3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya
3. Deviasi sedang redup dengan ekspirasi mengi (emfisema)
bunyi tambahan
4. Deviasi ringan
5. Tidak ada deviasi 4. Suction membantu mengeluarkan sekret
4. Lakukan suction yang menumpuk di jalan napas
Dengan kriteria Hasil: 5. Takipnea biasanya ada pada beberapa
1. Frekuensi pernapasan derajat dan dapat ditemukan selama
normal (4) adanya proses infeksi akut
2. Irama pernapasan teratur
(4) 5. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
59
3. Suara napas vesikuler (4) Catat penggunaan otot aksesoris, 6. Membantu memperpanjang ekspirasi.
4. Jalan napas paten (4) pernapasan pursed lips, dan kesulitan Dengan teknik relaksasi pasien akan
5. TTV dalam rentang normal berbicara bernapas lebih efisien dan efektif
(4)
6. Tidak ada penggunaan 6. Ajarkan teknik relaksasi (napas
asesoris pernapasan (4) dalam) 7. Jalan napas yang paten dapat
memudahkan untuk proses respirasi
pernapasan
Manajemen Energi
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien istirahat 1. Istirahat yang cukup akan membantu
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam pemulihan
ketidakseimbangan NOC: Manajemen energy 2. Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas 2. Kelelahan diatasi untuk meningkatkan
antara suplai dan ditingkatkan ke level 4-5
kemampuan toleran terhadap aktivitas
kebutuhan oksigen,
kelemahan (SDKI, 2016) Level : 3. Monitor klien akan adanya kelelahan 3. Menurunkan kerja konsumsi oksigen,
1. Tidak pernah fisik dan emosi secara berlebihan menurunkan resiko komplikasi
2. Jarang
3. Kadang-kadang 4. Monitor pola tidur dan lamanya
4. Sering tidur/istirahat klien 4. Pembicaraan yang panjang sangat
5. Secara konsisten mempengaruhi klien, namun periode
kunjungan yang tenang bersifat terapeutik
Dengan kriteria : 5. Tingkatkan tirah baring, istirahat 5. Aktivitas yang memerlukan menahan
1. Menyeimbangkan aktivitas dan (di tempat tidur/kursi) napas dan menunduk dapat mengakibat
istirahat (5) bradikardi
2. Menyadari keterbatasan energi Terapi Aktivitas
(5)
3. Mengatur jadwal aktivitas 6. Aktivitas yang disukai akan menambah
6. Bantu untuk memilih aktivitas
untuk menghemat energi (5) semangat beraktifitas
konsisten yang sesuai dengan
4. Melaporkan kekuatan yang
kemampuan fisik, psikologi dan social
cukup untuk beraktivitas (5)
7. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
5. Saturasi oksigen saat beraktivi 7. Alat bantu diberikan untuk mobilisasi
aktivitas seperti kursi roda, kruk
tas baik (5) tanpa pengeluaran banyak energi
6. Frekuensi pernapasan saat
beraktifitas normal (4)
13.30WIB
2. Pola napas tidak efektif
09.30WIB 09.30-13.30 WIB
berhubungan dengan
2. Pola napas tidak efektif 1. Memonitor pola napas 1. frekuensi napas 33x/menit,
hambatan upaya napas
berhubungan dengan (frekuensi, irama dan irama irreguler, kedalaman
hambatan upaya napas kedalaman) dangkal
63
13.30WIB
3. Intoleransi aktifitas
09.30-13.30 WIB berhubungan dengan
1. Mengkaji faktor Ketidakseimbangan
fisiologis klien yang 1. klien mengatakan merasa antara suplai dan
09.30WIB menyebabkan kelelahan lelah terutama setelah kebutuhan oksigen,
3. Intoleransi aktifitas beraktifitas kekamar kelemahan
berhubungan dengan 2. Memonitor atau catat mandi S:
Ketidakseimbangan antara waktu dan lama istirahat Klien mengeluh
suplai dan kebutuhan 2. klien tidur siang ±1 jam masih lemas
oksigen, kelemahan 3. Membantu klien dalam dan tidur malam ±4-5 jam Klien mengatakan
mengidentifikasi masih belum bisa
S: aktivitas yang mampu 3. klien mampun melakukan melakukan aktivias
Klien mengeluh dilakukan aktivitas ringan seperti sendiri karena sesak
lemas makan dan bergerak di O:
Klien mengatakan 4. Membantu klien dalam tempat tidur
Klien terlihat lemas
belum bisa aktivitas sehari-hari
Klien tirah baring
melakukan aktivias sesuai kebutuhan 4. klien diajarkan mengenai
ditempat tidur
sendiri karena sesak (berpindah, bergerak, ROM aktif dan klien dapat
Klien tidak
O: perawatan diri) mengikuti instruksi
melakukan aktivitas
Klien terlihat lemas perawat dengan baik
yang berat
Klien tirah baring 5. Menganjurkan klien dal
Aktivitas klien
ditempat tidur keluarga untuk 5. keluarga klien mengerti
masih terhambat
Aktivitas klien mengenali tanda dan jika klien mulai lelah Ny S
karena pasien
dibantu keluarga gejala kelelahan saat tampak sesak
mengalami sesak
Klien tidak aktivitas
nafas dan aktivitas
melakukan aktivitas 6. Menganjurkan klien
masih dibantu
yang berat membatasi aktivitas yang 6. klien tidak melakukan
keluarga dan
Aktivitas klien cukup berat seperti aktivitas berat
perawat
terhambat karena berjalan jauh, berlari,
Kekuatan otot klien
pasien mengalami mengangkat beban berat,
pada skala 4
sesak nafas dll
Pasien menggunakan
Kekuatan otot pasien 7. Mengevaluasi bersama
oksigen nasal kanul
pada skala 4 secara bertahap kenaikan 7. klien masih terasa lelah
3 Lpm
65
Pasien menggunakan level aktivitas klien terutama setelah A : Toleransi Terhadap Aktifitas
oksigen nasal kanul beraktivitas. berada pada level 2 atau
3 Lpm Gangguan berat.
A : Toleransi Terhadap Aktifitas
berada pada level 2 atau Gangguan
P : Lanjutkan NIC : Management
berat.
Energi
A : Status Pernapasan berada pada 5. Membimbing pengeluaran efektif dan dahak keluar Klien dapat
level 2 atau deviasi berat dari kisaran sekret dengan teknik batuk setelah dilakukan batuk efektif mengeluarkan dahak
normal. efektif dengan teknik batu
6. Klien sudah minum air hangat efektif
6. Menganjurkan klien untuk sebanyak ±200cc secara A : Status Pernapasan berada pada
P : Lanjutkan NIC : Manajemen minum air hangat berangsur-angsur. level 3 atau Deviasi sedang dari
Penafasan
kisaran normal.
7. Obat telah diberikan secara
7. Memberikan obat melalui intra vena pada klien dan tidak P : Lanjutkan NIC : Manajemen
IV: Dexametason 1 amp (5 ada ditemukan tanda-tanda
Penafasan
mg), Ceftriaxone 1 vial alergi obat.
(1gr)
8. Nebulizer telah dilakukan
8. Memberikan obat selama ±20 menit, dan klien
salbutamol via inhalasi mengatakan napas lebih lega
(nebulizer) setelah dinebulizer
14.00WIB-16.00 WIB
14.00 WIB 16.00WIB
1. Memonitor pola napas 1. Frekuensi pernapasan
Pola napas tidak efektif 21x/menit Pola napas tidak efektif
(frekuensi, irama dan
berhubungan dengan berhubungan dengan
kedalaman)
hambatan upaya napas hambatan upaya napas
2. tidak terdapat otot
S: S:
2. Memonitor penggunaan aksesoris pernapasan klien
Klien mengatakan tidak lagi otor aksesoris pernapasa, saat inspirasi Klien mengatakan tidak
terasa sesak pernapasan cuping lagi terasa sesak
O: hidung dan pernapasan O:
Tanda-tanda vital pused lips Tanda-tanda vital
3. klien sudah tidak
TD 120/90mmHg TD 120/80mmHg
menggunakan oksigen lagi
Nadi 87x/menit 3. Mengawasi penggunaan Nadi 82x/menit
RR 23x/menit oksigen (air humidifier RR 21x/menit
Suhu 36,8°C dan kecepatan aliran Suhu 36,5°C
Frekuensi napas 23x/menit oksigen) 4. Hasil tanda-tanda vital TD Frekuensi napas
Irama irreguler 130/80mmHg, Nadi 21x/menit
Tidak ada retraksi otot 4. Mengkaji tanda-tanda 82x/menit, Frekuensi Irama irreguler
pernapasan vital klien pernapasan 21x/menit, Tidak ada retraksi otot
A : Status Sirkulasi berada pada level suhu 36,8°C pernapasan
4 atau Deviasi ringan dari kisaran A : Status Sirkulasi berada pada
normal level 4 atau Deviasi ringan dari
kisaran normal
P : Lanjutkan NIC : Monitoring
pernapasan P : Lanjutkan discharge planning
NIC monitoring pernapasan
72
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang klien, agar dapat mengindentifikasi, mengenali masalah-masalah,
menggali kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan (Potter & Perry, 2005).Pengkajian keperawatan dapat
dilakukan dengan berbagai cara dalam proses pengumpulan data yang tujuan
utamanya adalah menggali informasi tentang status kesehatan klien.
Pada tahap pengkajian awal, data penting yang harus ditemukan
pada klien dengan PPOK adalah keluhan ia masuk rumah sakit. Gejala klinis
khas yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah batuk kronik, sesak
napas, dan berdahak kronik (Brunner & Suddarth, 2002). Pada kasus Ny.S
ditemukan data keluhan ia datang kerumah sakit karena sesak napas selama
5 hari yang lalu sepulang dari Makkah (Umroh), disertai batuk berdahak
yang sulit dikeluarkan. Data ini sudah menunjukkan adanya gejala dari
PPOK.
Faktor resiko terjadinya PPOK yaitu riwayat merokok, terpapar
polusi udara, memiliki riwayat penyakit bronkitis dan emfisema,
hiperaktivitas bronkus, genetik (defisiensi antitripsin alfa - 1), dan usia. Jadi,
ada 2 faktor resiko yang ditemukan pada Ny. S yaitu riwayat merokok 6
tahun yang lalu (Ny. S mengatakan dia adalah perokok aktif dengan rata-rata
sekitar 7 batang perhari), dan faktor usia (usia Ny. S sudah 65 tahun).
Pada pemeriksaan fisik, data yang biasa didapatkan pada penderita
PPOK yaitu bentuk dada barrel chest (dada seperti tong) , terdapat purse lips
breathing (seperti orang meniup), terlihat penggunaan otot bantu nafas,
suara napas ronchi atau wheezing, dan ekspirasi memanjang. Pada Ny. S
data yang ditemukan adalah bentuk dada normo chest, ada pernapasan
pursed lips saat ekspirasi, ada penggunaan otot aksesoris pernapasan pada
73
74
supra klavikula dan interkostal, dan suara napas ronchi di anterior inferior
dextra dan suara napas wheezing di posterior superior dextra. Tidak
ditemukan adanya sianosis dan clubbing finger pada klien, hal ini
menunjukkan tanda fisik yang nampak pada klien bahwa klien belum
mengalami kerusakan pertukaran gas yang sampai menyebabkan gangguan
pada suplai oksigen ke perifer.
Pemeriksaan penunjang pada PPOK meliputi pemeriksaan sinar x
dada, tes fungsi paru, TLC, AGD, Spirometri, kimia darah, sputum, EKG,
bronkogram, kapasitas inspirasi. Pada kasus Ny.S, pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium yaitu GDS, ureum, creatinin,
Hb, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan penunjang ini tidak
lengkap bagi penderita PPOK. Penegakan diagnosis PPOK pada Ny. S di
dasarkan karena adanya gejala batuk berdahak yang sulit dikeluarkan dan
sesak yang sudah kronik pada Ny. S.
Penatalaksanaan obat yang diberikan pada Ny.S meliputi terapi
oksigen nasal kanul 3L/menit. Obat yang di berikan yaitu obat
antikolinergik (Aminophilin), obat antibiotik (Ceftriaxone dan amoxilin),
obat obat kortikosteroid (dexametasone). Penatalaksanaan terapi non
farmakologi yang di berikan pada Ny.S rehabilitasi paru diantaranya batuk
efektif, latihan pernapasan dan nutrisi (diet TKTP). Obat ini sesuai dengan
penatalaksanaan obat yang diberikan pada klien PPOK (Soemantri I, 2012).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pada klien dengan PPOK adalah
bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli,
pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi paru,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, dan resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia), intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dalam
75
tubuh dan kelemahan fisik. Pada kasus Ny. S, diagnosa keperawatan yang
muncul dan ditemukan oleh penulis berdasarkan manifestasi klinis yang di
temukan adalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi paru, pola napas tidak efektif berhubungan dengan
hiperventilasi paru, dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan
inadekuat oksigenasi untuk aktivitas dan keletihan.
Diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas. Diagnosa ini adalah diagnosa utama dalam kasus
Ny. S karena hasil pemeriksaan menunjukkan adanya sputum yang tertahan
dan alasan klien datang kerumah sakit juga karena penumpukan sputum
yang tertahan. Sputum yang dirasakan oleh klien sangat menganggu karena
sputum tertahan dan klien sulit mengeluarkan itu menganggu jalan napas
klien sehingga klien menjadi sesak. Pada konsep diagnosa PPOK, diagnosa
bersihan jalan napas adalah diagnosa utama karena banyaknya sekret
sehingga menutup jalan napas. Jadi, diagnosa utama pada Ny. S sama
dengan diagnosa utama pada konsep diagnosa PPOK di tinjauan pustaka.
Diagnosa pola napas tidak efektif berhubungan dengan
hiperventilasi paru adalah diagnosa kedua dalam kasus ini. Diagnosa ini
ditegakkan karena pola napas klien yang tidak teratur (irreguler), frekuensi
napas 33 ×/m, kedalaman napas dangkal, ada pernapasan pursed lips, dan
ada pernapasan cuping hidung.
Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan inadekuat
oksigenasi untuk aktivitas dan keletihan. Diagnosa ini ditegakkan karena
ada tanda dari intoleransi aktivitas pada klien yaitu tidak bisa melakukan
aktivitas mandiri, aktivitas klien di bantu. Klien mengalami sesak dan
lemah setelah melakukan aktivitas dari kamar mandi
Diagnosa gangguan pertukaran gas tidak ditegakkan pada kasus
ini karena tidak ada pemeriksaan AGD pada Ny. S, juga tidak mengalami
tanda sianosis central dan perifer, serta tidak ada clubbing finger pada
klien. Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia juga tidak di tegakkan karena Indeks Masa
76
Tubuh (IMT) klien masih dalam rentang resiko obesitas, penurunan nafsu
makan klien disebabkan oleh klien sesak.
C. Perencanaan
Pemecahan masalah dilakukan dengan membuat intervensi
keperawatan yang tujuannya adalah mencegah terjadinya komplikasi pada
klien dan mengubah kondisi klien menjadi lebih baik. Perencanaan yang di
buat pada kasus Ny.S dibuat berdasarkan diagnosa yang sudah
dirumuskan sebelumnya. Diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan hipersekrsi jalan napas intervensi yang di buat adalah
posisikan pasien (semi fowler) untuk memaksimalkan ventilasi,
mengajarkan batuk efektif, auskultasi suara napas, catat adanya suara
napas tambahan, anjurkan untuk minum air hangat sebelum dilakukan
nebulizer, Monitor irama pernapasan, kedalaman dan kesultan bernapas,
monitor respirasi atau status O2, berikan O2 dengan menggunakan
nasal kanul, kolaborasikan pemberian obat bronkodilator, kolaborasikan
pemberian obat menggunakan nebulizer.
Diagnosa ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
hiperventilasi paru intervensi yang di buat adalah monitor kondisi
perlunya dukungan ventilasi (kelelahan otot pernapasan), monitor
penggunaan otot aksesoris, pernapasan cuping hidung dan pursed lips,
posisikan pasien (semi fowler) untuk memaksimalkan ventilasi, auskultasi
bunyi napas, catat adanya bunyi tambahan, ajarkan teknik relaksasi (napas
dalam), pertahanankan kepatenan jalan napas, kaji atau pantau pola
napas (frekuensi, irama, kedalaman), monitor respirasi dan status O2,
awasi penggunaan oksigen (humidifier dan ke cepatan aliran O2),
pertahankan posisi semifowler, anjurkan klien agar tidak banyak
melakukan aktivitas, monitor/pantau tanda tanda vital, monitor frekuensi
kedalaman pernapasan.
Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan inadekuat
oksigenasi dan keletihanan intervensi yang di buat adalah anjurkan pasien
77
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Pengkajian yang di lakukan menggunakan metode wawancara,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, data perawat dan data medical
record sehingga dari kasus Ny.S secara keseluruhan manifestasi yang di
temukan hampir sama dengan manifestasi klien dengan PPOK.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang di tegakkan pada pasien sesuai dengan data hasil
pengkajian, dari 5 diagnosa keperawatan pada pasien PPOK terdapat 3
diagnosa keperawatan yang di temukan pada klien. Diagnosa tersebut
meliputi ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas, ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
hiperventilasi paru, intoleransi aktivitas berhubungan dengan inadekuat
oksigenasi untuk aktivitas dan keletihan. Diagnosa sesuai dengan
toksonomi diagnosa keperawatan pada PPOK dan di sesuaikan dengan
data pendukung dari hasil pengkajian dan respon pasien. Sehingga tidak
semua diagnosa pada teori dapat ditegakkan.
3. Perencanaan keperawatan
Semua perencanaan diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif ,
pola napas tidak efektif, dan intoleransi aktivitas yang terdapat pada kasus
Ny.S sesuai dengan konsep perencanaan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan buku NANDA, NIC dan NOC.
80
81
4. Implementasi keperawatan
Dari semua intervensi perencanaan, hampir seluruhnya di implementasikan
kepada klien. Tetapi ada beberapa intervensi yang tidak dilakukan yaitu
suction, memonitor pemantauan hasil pemeriksaan AGD, HB, dan fungsi
paru, pemasangan intubasi, serta pemberian obat sedatif. Implementasi
diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif, pola napas tidak efektif, dan
intoleransi aktivitas resiko dilakukan selama 3 hari.
5. Evaluasi keperawatan
Metode pada kasus ini menggunakanmetode SOAP. Evaluasi dari 3
diagnosa yang ada semua tujuan hasil berhasil tercapai.
B. Saran
1. Bagi Klien dan keluarga
Klien hendaknya harus mengenali sejak dini manifestasi PPOK.
Apabila terkena gejala PPOK, jangan menunggu terlalu lama untuk
memeriksakan kesehatan.
Bagi keluarga, apabila melihat ada anggota keluarga yang terkena
gejala PPOK, harus segera membawa mereka ke tempat pelayanan
kesehatan bahkan ke Rumah sakit untuk mengurangi resiko terjadinya
komplikasi. Saat di Rumah Sakit, keluarga juga harus selalu
memperhatikan dan menjaga anggota yang keluarga yang sakit serta
memberikan dukungan motivasi dan moril bagi pasien untuk memiliki
semangat cepat sembuh.
2. Bagi Perawat
Perawat harus memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif dan menyeluruh kepada klien PPOK sesuai dengan
standar operasional prosedur pelaksanaan asuhan keperawatan. Jadi,
bagi semua perawat bekerjalah sesuai dengan tanggung jawab dan
lakukanlah implementasi keperawatan secara benar sesuai dengan
kebutuhan klien dengan PPOK untuk mencapai tujuan yang diharapkan
yaitu kesembuhan klien.
82
Pearce, E. C. 2013. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta; Gramedia
Pustaka Utama
Potter, P.A. Perry A.G, 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep
Proses Dan Praktik. Edisi 10. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari,
Dkk. Jakarta: EGC
RSMY 2018. Medical Record data pasien PPOK 2017 RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu. 13 Oktober 2018 (09.15 WIB)
Wilkinson, J.M. Ahern, N.R. 2011. Buku Saku Diagnosis keperawatan Edisi 9.
Jakarta: EGC
Melakukan pengkajian dan menghitung denyut Melakukan pemeriksaan TTV pada Ny.S
nadi Ny. S
Melakukan auskultasi lapang paru anterior Melakukan auskultasi paru posterior pada
pada Ny.S
Ny. S
Melakukan pemasangan Nebulizer pada Ny. S Memantau pemasangan Nebulizer pada Ny.S
selama ±20 menit
Menginstruksikan Ny.S batuk efektif dan Melakukan fisioterapi dada pada Ny. S
pengeluaran secret
Membantu Ny.S minum air hangat dan melakukan batuk efektif umtuk pengeluaran sekret
BIODATA PENULIS