IMUNODEFIENSI
Disusun Oleh :
Elisabeth Amanda R (91030150)
Anggi Siska M.S (9103015039)
Benyamin Hosio (91030150)
Fitri Febri D.J (91030150)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Definisi Dari Imunodefisiensi
1.2.2 Apa saja klasifikasi Imunodefisiensi
1.2.3 Apa Penyebab Imunodefisiensi
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi Imunodefisiensi
1.2.5 Bagaimana Manifestasi Klinis Imunodefisiensi
1.2.6 Bagaimana Penatalaksanaan Imunodefisiensi
1.2.7 Bagaimana Web Of Caution Imunodefisiensi
1.2.8 Bagaimana Diagnosa Dari Imunodefisiensi
1.2.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diagnosa
MedisImunodefisiensi
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari tentang Konsep Medis dan Asuhan Keperawatan Imunodefisiensi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1 Menjelaskan Definisi Imunodefisiensi
1.3.2 Menjelakan Klasifikasi Imunodefisiensi
1.3.3 Menjelaskan Etiologi Imunodefisiensi
1.3.4 Menjelaskan Patofisiologi Imunodefisiensi
1.3.5 Menjelaskan Manifestasi Klinis Imunodefisiensi
1.3.6 Menjelaskan PencegahanImunodefisiensi
1.3.7 Menjelaskan PenatalaksanaanImunodefisiensi
1.3.8 Menjelaskan Web Of CautionImunodefisiensi
1.3.9 Menyusun Asuhan Keperawatan Imunodefisiensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Imunodefisiensi disebabkan oleh kerusakan herediter yang mempengaruhi
perkembangan sistem imun atau dapat terjadi akibat efek sekunder penyakit lain misal :
infeksi, malnutrisi, penuaan. Imunodefisiensi adalah istilah umum yang merujuk pada
suatu kondisi di mana kemampuan sistem imun untuk melawan penyakit dan infeksi
mengalami gangguan atau melemah. Immunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang
berlainan, dimana sistem kekebalan tidakberfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih
sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat danberlangsung lebih lama dari
biasanya. -Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-
anak maupun dewasa) serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka
kemungkinan masalahnya terletak padasistem kekebalan. Gangguan pada sistem
kekebalan juga menyebabkan kanker atau infeksi virus, jamuratau bakteri yang tidak
biasa.Oleh karena itu, pasien imunodefisiensi akan rawan terkena berbagai infeksi atau
timbulnya sel tubuh yang ganas. Secara umum, sindrom imunodefisiensi dapat
dikategorikan berdasarkan komponen dari sistem imun yang mengalami gangguan.
Kelainan pada sel B akan menyebabkan kegagalan imunitas humoral. Jenis
imunodefisiensi ini akan menyebabkan hypogammaglobulinemia (berkurangnya jumlah
antibodi) atau agammaglobulinemia (tidak adanya antibodi). Sementara itu, kelainan
pada sel T akan menyebabkan kegagalan imunitas yang dimediasi oleh sel, yang akan
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi virus. Jenis imunodefisiensi ini biasanya
dikaitkan dengan sindrom imunodefisiensi sekunder. Imunodefisiensi kombinasi parah
(severe combined immunodeficiency/SCID) adalah jenis imunodefisiensi yang paling
parah dan fatal. Pada kasus SCID, sel B dan sel T tidak dapat berfungsi dengan normal,
sehingga pasien akan rentan terhadap segala jenis infeksi. Walaupun lebih jarang terjadi,
namun komponen lain dari sistem imun, seperti granulosit dan sistem komplemen tubuh,
juga dapat mengalami gangguan akibat sindrom imunodefisiensi.
2.2 Klasifikasi
a. Imunodefisiensi kongenital (primer)
Defisiensi imunologik primer memiliki dasar genetik dan memengaruhi mekanisme
imunitas spesifik misal : humoral atau selular, salah satu contoh efek pada imunitas
humoral adalah agamaglobulinemia terkait-X yang disebabkan oleh defisiensi sel B,
ataupun mekanisme pertahanan pejamu non spesifik yang diperantarai oleh protein
komplemen sel seperti sel fagosit dan NK. Penyakit ini dapat menyebabkan tidak
memproduksi imunoglobulin dengan konsekuensi infeksi rekuren atau kronik yang
disebabkan oleh bakteri Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae dan
Stafilokokus. Imunodefisiensi humoral hanya mengenai imunoglobulin tertentu misal :
defisiensi Ig A terisolasi, memperlihatkan peningkatan angka infeksi saluran napas dan
GI. Secara khusus. Defek pada sel T selalu menyebabkan gangguan sintesis anibodi,
sehingga defisiensi sel T tersendiri kombinasi sel T dan sel B. Sebagian besar
imunodefisiensi primer membutuhkan perhatian awal kehidupan (2 bulan – 2 tahun)
biasanya karena kerentanan janin terhadap infeksi yang berulang.
b. Imunodefisiensi Sekunder
Imunodefisensi sekunder dapat dijumpai pada individu dengan berbagai kondisi.
Penyebab yang paling sering adalah virus HIV.Secara umum, imunodefisiensi sekunder
disebabkan oleh dua mekanisme utama, yaitu imunosupresi yang muncul akibat
komplikasi dari penyakit atau keadaan lain, dan imunodefisiensi iatrogenik yang
muncul sebagai efek samping dari suatu terapi atau perlakuan lain.
- Malnutrisi Penyakit/keadaan yang dapat menyebabkan imunodefisiensi sekunder
meliputi :
Malnutrisi protein-kalori sering ditemukan di negara berkembang dan diasosiasikan
dengan gangguan imunitas selular dan humoral pada mikroorganisme yang
disebabkan oleh gangguan proses metabolik tubuh. Gangguan ini dikarenakan
defisiensi konsumsi protein, lemak, vitamin, dan mineral, dan akan mempengaruhi
maturasi serta fungsi dari sel-sel imun.
- Kanker
Pasien dengan kanker yang telah menyebar luas umumnya mudah terinfeksi
mikroorganisme karena defek pada respons imun humoral dan selular. Tumor bone
marrow dan leukemia yang muncul di sumsum tulang dapat menggangu pertumbuhan
limfosit dan leukosit normal. Selain itu, tumor dapat memproduksi substansi yang
menghambat perkembaangan atau fungsi limfosit, seperti pada penyakit Hodgkin.
Dapat pula terjadi anergi, yaitu suatu kondisi dimana sistem imun tidak dapat
menginduksi respon imun terhadap antigen.
- Infeksi
Selain infeksi HIV, infeksi lain juga dapat menyebabkan kelainan respons imun,
contohnya pada virus measles dan HTLV-1 (Human T-cell Lymphothropic Virus-1)
yang keduanya menginfeksi limfosit. HTLV-1 merupakan retrovirus mirip HIV, akan
tetapi HTLV-1 bekerja dengan mengubah sel T helper menjadi sel T neoplasma yang
malignan, disebut juga ATL (adult T-cell Leukemia). HTLV-1 dapat menyebabkan
berbagai infeksi oportunistik. Selain virus, infeksi kronik Mycobacterium
tuberculosis, berbagai jenis fungi, dan berbagai jenis parasit dapat juga menyebabkan
imunosupresi.
c. Imunodefisiensi Gabungan Berat
- Severe Combined Immunodeficiency Disease (SCID) adalah salah satu bentuk
imunodefisiensi kongenitaal yang paling berat. SCID melibatkan gangguan fungsional
imunitas humoral dan seluler. Pada bayi rentan terhadap infeksi, bakteri, fungus, dan
virus. Penyakit ini ditandai dengan cacat sel induk limfoid yang menyebabkan
kegagalan perkembangan limfosit T dan B. Timus gagal turun secara normal dari
leher menuju kedalam mediastinum dan hampir selalu tidak memiliki limfosit misal
kelenjar getah bening, limpa, jaringan limfoid terkait-usus dan darah perifer.
Imunoglobulin tidak terdapat di dalam serum. Imunodefisiensi gabungan berat
merupakan penyakit turunan yang berbeda, yang ditandai ddengan kegagalan
defisiensi sel induk.
- Hipoplasia Timus (Sindrom DiGeorge) adalah Kegagalan perkembangan timus
kongenital menyebabkan kekurangan limfosit T di dalam darah dan daerah sel T pada
kelenjar getah bening dan limpa. Tidak ada cacat genetik pada hipoplasia timus.
Hipoplasia timus pada sindom DiGeorge merupakan bagian kelainan yang lebih berat
pada perkembngan kantung faring ketiga dan keempat. Kondisi tersebut ditandai
dengan ketiadaan kelenjar paratiroid, kelianan perkembngan lengkung aorta dan
kelainan fasies. Bila paratiroid tidak ada, hipoksalsemia berat menyebabkan kematian
dini. Hipoplasia timus berhasil di terapi dengan transplantasi timus janin manusia,
yang dapat memulihkan imunitas sel T.
2.7 Penatalaksaan
Pengobatan penyakit imunodefisiensi bertujuan untuk mengobati infeksi yang masih
aktif dan mencegah terjadinya infeksi dan penyakit lain. Pasien yang memiliki infeksi
akan ditangani secara agresif. Mereka biasanya akan diberi antibiotik spektrum luas
untuk jangka waktu yang panjang. Apabila dibutuhkan, pasien juga dapat diberi obat anti
virus dan anti jamur. Pengobatan profilaksis atau tindakan pencegahan dengan pemberian
obat-obatan juga dapat dilakukan.
Sementara itu, pasien dengan imunodefisiensi humoral kemungkinan harus
menjalani terapi penggantian, yang dilakukan dengan memberikan immunoglobulin
manusia setiap 4 minggu melalui infus. Hal ini dilakukan untuk mengatur jumlah
antibodi di dalam tubuh. Terapi penggantian harus dilakukan dengan pengawasan medis,
karena pemberian infus yang berisi immunoglobulin dapat menyebabkan efek samping
yang serius. Apabila telah mendapatkan terapi penggantian yang cukup, pasien dengan
imunodefisiensi sel B dapat memiliki kehidupan yang sehat dan produktif.
Transplantasi sumsum tulang juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit
imunodefisiensi tertentu. Pengobatan terapeutik yang baru, misalnya transplantasi sel
induk, juga dapat digunakan untuk mengobati pasien imunodefisiensi. Penelitian tentang
terapi genetik dapat meningkatkan pemahaman tentang imunodefisiensi dan diharapkan
dapat membantu menemukan cara pengobatan baru bagi pasien dengan kondisi ini.
Penyakit imunodefisiensi sekunder diobati dengan mengubah faktor eksternal yang
menyebabkan imunodefisiensi. Dokter mungkin harus mengurangi dosis atau mengganti
obat yang menyebabkan melemahnya sistem imun pasien, misalnya steroid. Pasien yang
menjalani splenektomi elektif harus mendapatkan vaksinasi sebelum tindakan. Pasien
HIV harus diberi obat antiretroviral untuk mengendalikan virus dan memperkuat sistem
imun mereka.
Terapi atau perlakuan lain yang dapat menyebabkan imunodefisiensi adalah :
a. Pemberian obat
Beberapa obat diberikan untuk menyupresi respon imun, seperti kortikosteroid dan
siklosporin. Selain itu, kemoterapi pada penderita kanker juga memliki efek samping
imunosupresi berupa efek sitotoksik pada limfositselama beberapa saat, sehingga
pasien kanker yang baru menjalani kemoterapi akan mengalami satu periode dimana
dia akan lebih mudah terinfeksi suatu mikroorganisme.
b. Pengangkatan lien
Seseorang yang mengalami pengangkatan lien sebagai terapi karena trauma atau
kondisi hematologik dapat menyebabkan adanya peningkatan suspeksibilitas terhadap
infeksi, terutama terhadap bakteri encapsulated seperti Streptococcus pneumoniae.
Hal ini disebabkan oleh defek klirens mikroba teropsonisasi di darah yang semestinya
dilakukan lien.
Daftar Pustaka
1. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran pathologic basis of
disease. 8th Ed. 2010. Philadelphia : Elsevier. Pg.230-5
2. Konsep Imunodefisiensi. Diakses dari http://ocw.usu.ac.id/ pada tanggal 14 April
2017 pukul 11.47
3. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and molecular immunology. 7th Ed. 2012.
Philadelphia : Elsevier. Pg.445-58
4. Ballow M. Primary immunodeficiency diseases. In: Goldman L, Schafer AI, eds.
Goldman’s Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2011:chap
258.