Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN KEBENCANAAN

Dosen Mata Kuliah : Kristina Pae, S.Kep. Ns. M.Kep

Oleh Kelompok 6

Herlin V Lekatompessy (9103015016)

Elisabeth Amanda (9103015031)

Yustisia Mamangkey (9103015048)

Aninda F. Kurnian (9103014026)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di indonesia Teror bom akhir-akhir ini kembali marak di Indonesia. Teror bom
ini berupa bom buku dan termasuk jenis teror baru di Indonesia. Di dunia, teror bom
buku bukanlah hal baru dan biasa disebut letterbomb (bom surat). Teror bom buku
di Indonesia merupakan modifikasi bom surat (letterbomb). bencana ledakan BOM
yang diakibatkan oleh terorisme yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa.
Korban ledakan bom tidak memandang usia, status ekonomi dan gender. Bom
sendiri diartikan sebagai alat yang menghasilkan ledakan, yang menghasilkan
energi secara besar dalam rentang waktu singkat. Ledakan yang dihasilkan bom
dapat mengakibatkan kehancuran dan kerusakan terhadap benda mati dan benda
hidup disekitarnya. Terdapat beberapa jenis BOM antara lain seperti bom mobil,
granat tangan, bom nuklir, bom waktu, bom pipa, bom gravitasi.

Dalam menangani korban jiwa dalam tragedi ledakan bom, tenaga medis sangat
diperlukan bagi korban-korban tersebut. Ada beberapa penanganan pertama untuk
pasien ledakan bom dengan melakukan evakuasi dan melakukan triase agar dapat
melakukan penanganan lebih lanjut. Dalam setiap bencana yang terjadi tidak akan
terlepas dari peran BNPB dalam Perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan
tepat serta efektif dan efisien; dan Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

1.2 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menjelaskan situasi bencana yang disebabkan oleh manusia.

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Apa pengertian dari bom?

1.3.2 Apa saja macam-macam bom?

1.3.3 Bagaimana cara penanganan ledakan bom?

1.3.4 Apa saja undang – undang tentang penanggulangan bencana?


1.3.5 Apa saja pengorganisasian dalam manajemen bencana?

1.3.6 Undang – undang kelembagaan dalam pengorganisasian?

1.3.7 Apa saja sumber informasi yang terkait dengan bencana?


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi bom

Bom adalah alat yang menghasilkan ledakan yang mengeluarkan energi secara besar
dalam rentang waktu singkat. Bill of Material (BOM) adalah definisi produk akhir yang terdiri
dari daftar item, bahan, atau material yang dibutuhkan untuk merakit, mencampur atau
memproduksi produk akhir.

2.2 Macam – macam bom

Ada beberapa macam bom, seperti bom mobil, granat tangan, bom nuklir, bom
waktu, bom pipa, bom gravitasi, dan lain-lain.
a) BOM Mobil
Bom mobil merupakan bahan peledak yang disimpan dan diledakkan di dalam mobil
atau truk. Bom ini adalah senjata favorit para teroris dan gerilyawan karena mobil dapat
membawa bahan peledak dengan kapasitas besar tanpa memicu kecurigaan.
Pelaku bom mobil biasanya lebih dari satu orang. Salah satu cara yang dilakukan untuk
meledakkan mobil adalah dengan menghantam mobil ke gedung sambil meledakkannya.
Cara seperti ini dapat menimbulkan korban tewas, bahkan pelaku bom itu juga tewas. Oleh
karena itu, bom ini sering disebut juga bom bunuh diri.
Bom truk juga pernah terjadi di Oklahoma City. Timothy Mc Veigh melakukan aksi
pengeboman Gedung Federal Alfred P. Murrah menggunakan truk Ryder yang berisi
peledak amonia (pupuk).
Agar terhindar dari bom mobil, lokasi parkir mobil harus berada jauh dari gedung.
Selain itu, gedung yang mempunyai struktur kuat juga dapat menahan suatu ledakan. Istilah
bom mobil oleh militer Amerika Serikat disebut Vehicle Borne Improvised Explosive
Device (VBIED).
b) BOM Waktu
Bom ini adalah jenis peledak yang dilengkapi dengan pengatur waktu sehingga dapat
diatur waktu meledaknya. Komponen bom waktu adalah bahan peledak, alat pengatur
waktu, dan alat pemicu.
Bahan peledak merupakan bagian utama, terbesar, dan terberat dari seluruh jenis bom.
Bahan peledak juga mempunyai kemampuan menghancurkan.
Pengatur waktu memiliki jenis yang beragam, misalnya jam weker, jam tangan, dan
komputer jinjing.
Alat pemicu (detonator) adalah sumber panas yang memicu proses pembakaran dan
biasanya berupa bahan peledak yang mudah terbakar (lebih mudah daripada bahan peledak
utama).
c) Granat Tangan
Istilah lain dari granat ini adalah granat genggam atau granat nanas. Granat tangan
adalah jenis bom yang digenggam dan dilemparkan dengan menggunakan tangan. Granat
berasal dari bahasa Perancis Kuno, pomegranate (buah delima). Buah ini mirip dengan
granat dan kandungan serpihan granat juga mirip dengan biji buah delima.
Karakteristik granat tangan:
1. Jarak penggunaan granat dekat, yaitu 10-30 meter.
2. Dampak ledakan tidak terlalu besar.
3. Adanya penundaan ledakan agar dapat dilempar dengan aman.
4. Granat memiliki kulit yang keras sehingga dapat dipantulkan pada tanah dan tembok.
Bagian utama granat:
1. badan (berisi serpihan);
2. pengisi (bahan kimia atau bahan peledak);
3. sumbu.
Jenis-jenis granat:
· Granat serpihan
· Granat asap
· Granat anti-kerusuhan
· Granat pembakar
d) BOM Nuklir
Senjata nuklir atau bom nuklir merupakan senjata yang memperoleh tenaga dari reaksi
nuklir dan memiliki daya pemusnah yang sangat dahsyat. Sebuah kota akan hancur oleh
sebuah bom nuklir.
Bom ini tercatat hanya dua kali digunakan, yaitu saat Perang Dunia II oleh Amerika
Serikat. Waktu itu, Amerika menjatuhkan bom nuklir di kota Hiroshima dan Nagasaki,
Jepang. Daya ledaknya sebesar 20 kilo (ribuan) ton TNT, sedangkan bom nuklir sekarang
daya ledaknya lebih dari 70 mega (jutaan) ton TNT. Bom nuklir dapat dilancarkan dengan
berbagai cara, seperti dengan pesawat pengebom, peluru kendali (rudal), peluru kendali
balistik, dan peluru kendali balistik jarak benua.
2.3 Cara penanganan ledakan bom

Pertolongan pertama pada korban ledakan bom

1. Hubungi fasilitas kesehatan terdekat


Tetaplah tenang. Usahakan selalu menyimpan nomor penting, salah satunya nomor
ambulans atau rumah sakit terdekat. Saat menghubungi rumah sakit, sebutkan nama Anda,
kejadian yang terjadi, lokasi, dan korban yang Anda temukan. Sebutkan secara singkat dan
jelas agar petugas dapat dengan mudah memahami penjelasan Anda dan menyiapkan
peralatan medis yang akan dibawa ke lokasi kejadian.
2. Tentukan prioritas
Bila menemukan beberapa korban, tentukan prioritas. Secara sederhana hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan prinsip triase, yaitu:
a. Merah
Kelompok ini adalah korban yang mengalami cedera cukup berat dan
memerlukan pertolongan medis segera, karena nyawanya sedang terancam. Sebagai
contoh, korban dengan luka terbuka di kaki hingga tampak patahan tulang, atau korban
dengan cedera kepala berat, korban dengan trauma inhalasi yang tampak sesak napas.
Apabila tampak luka yang terbuka, sebisa mungkin jangan lakukan tindakan terlalu
banyak karena dapat berpotensi memperburuk kondisi. Saat petugas kesehatan tiba
dilokasi, segera arahkan pada korban di kelompok merah ini.
b. Kuning
Kelompok ini adalah korban yang mengalami cedera sedang, sulit untuk
berpindah posisi, tetapi masih sadar dan belum memerlukan pertolongan medis
darurat. Contohnya pada korban dengan luka memar di tangan dan kaki. Untuk
kelompok ini, pindahkan korban ke tempat yang cukup aman dari lokasi.
c. Hijau
Bila korban masih sadar, mengalami cedera sangat ringan, serta masih dapat
berjalan, maka korban tersebut ada pada kelompok hijau. Untuk kelompok ini, Anda
cukup memintanya untuk pindah ke tempat yang aman dan menenangkan dirinya.
d. Hitam.
Termasuk dalam kelompok ini adalah korban yang sudah meninggal dunia di
lokasi. Anda dapat melakukan pemeriksaan singkat pada pembuluh darah di sekitar
leher untuk memastikan apakah masih ada denyut jantung. Namun, untuk memastikan
tanda kematian tetap harus dilakukan oleh tenaga medis.
3. Pertolongan terhadap korban luka
a) Bila menemukan korban dengan luka terbuka yang mengeluarkan darah, Anda dapat
menutupnya dengan kain sambil melakukan sedikit penekanan agar aliran darah
melambat dan berhenti. Hal ini dapat mengurangi jumlah perdarahan hingga petugas
medis tiba.
b) Pada kondisi korban yang patah tulang, dapat membantu pasien untuk tetap pada
posisinya agar tidak memperburuk kondisi patahan.
c) Bila terdapat benda asing yang tertancap pada korban, seperti serpihan logam, besi dan
sebagainya, jangan mencabut benda tersebut. Tindakan pencabutan dapat
menyebabkan perdarahan.
d) Pada korban luka bakar, tutup tubuhnya dengan selimut atau kain apa pun yang Anda
temukan di sekitar. Luka akibat suhu tinggi dapat menyebabkan korban kehilangan
cairan dan dehidrasi. Menutup tubuhnya dapat mengurangi pengeluaran cairan.
e) Jangan ragu untuk berinisiatif melakukan pertolongan pertama pada korban
ledakan bom selama menunggu tenaga medis datang ke lokasi. Tindakan sederhana
yang Anda lakukan mungkin dapat menyelamatkan nyawa para korban.

2.4 Undang – undang tentang penanggulangan bencana

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penaggulangan


Bencana :
a) UMUM
Alenea ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Sebagai implementasi dari amanat tersebut dilaksanakan pembangunan
nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera yang
senantiasa memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan bagi setiap warga
negaranya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak
digaris katulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi
alam yang memiliki berbagai keunggulan, namun dipihak lain posisinya berada dalam
wilayah yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang
rawan terhadap terjadinya bencana dengan frekuensi yang cukup tinggi, sehingga
memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi.
Potensi penyebab bencana diwilayah negara kesatuan Indonesia dapat
dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non alam,
dan bencana sosial.
Bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena alam, letusan gunung
berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan karena faktor
alam, hama penyakit tanaman, epidermi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian
antariksa/benda-benda angkasa.
Bencana non alam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh
manusia, kecelakaan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industrio,
ledakan nuklir, pencemaran dan kegiatan keantariksaan.
Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam
masyarakat yang sering terjadi.
Penaggulangan bencana merupakan salah satu pembangunan nasional yaitu
serangkaian kegiatan penaggulangan bencana sebelum, pada saat maupun sesudah
terjadinya bencana. Selama ini masih dirasakan adanya kelemahan baik dalam
pelaksanaan penaggulangan bencana maupun yang terkait dengan landasan hukumnya,
karena belum ada undang-undang yang secara khusus menangani bencana.
Mencermati hal-hal tersebut diatas dan dalam rangka memberikan landasan
hukum yang kuat bagi penyelenggara penaggulangan bencana, disusunlah Undang-
Undang Penaggulangan Bencana yang pada prinsipnya mengatur tahapan bencana
meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.

Materi muatan Undang-Undang ini berisikan ketentuan-ketentuan pokok sebagai


berikut :
1. Penyelenggaraan penaggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan
wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terancam,
terpadu, terkordinasi dan menyuluruh.
2. Penyelenggaraan penangguulangan bencana dalam tahap tanggap darurat
dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Nasional Penaggulangan Bencana dan Badan
Penanggulangan Daerah. Badan Penaggulangan Bencana tersebut terdiri dari unsur
pengarah dan unsur pelaksana. Badan Nasional Penaggulangan Bencana dan
Penaggulangan Bencana Daerah mempunyaio tugas dan fungsi antara lain
pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan
terpadu sesuai dengan kewenangannya.
3. Penyelenggaraan penaggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak
masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar,
mendapatkan perlindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan
dalam pengambilan keputusan.
4. Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan
secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga international.
5. Penyelenggaraan penggulangan bencana dilakukan pada tahap pra bencana, saat
tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masing-masing tahapan mempunyai
karakteristik penanganan yang berbeda.
6. Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain didukung dana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, juga disediakan dana siap pakai dengan pertanggungjawaban melalui
mekanisme khusus.
7. Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh
Pemeriintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi
penympanan dalam penggunaan dan penanggulangan bencana.
8. Untuk menjamin ditaatinya undang-undang ini dan sekaligus memberikan efek jera
terhadap para pihak, baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan sehingga
menyebabkan terjadinya bencana yang menimbulkan kerugian, baik terhadap harta
benda maupun matinya orang, menghambat kemudahan akses dalam kegaiatan
penanggulangan bencana. Dan penyalahgunaan pengelolaan sumber daya bantuan
bencana dikenakan saksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda, dengan
menerapkan pidana minimum dan maksimum.

Dengan materi muatan sebagaimana disebutkan diatas, Undang-Undang ini


diharapkan dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana
dapat dilaksanakan secera terencana, terkoordinasi, dan terpadu.
2.5 Pengorganisasian dalam manajemen bencana

Tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani oleh Badan Nasional


Penanggulangan Bencana (BNPS) di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) di tingkat Daerah.

1) Tingkat pusat

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPS) merupakan Lembaga


Pemerintahan Nondepartemen setingkat mentari yang memiliki fungsi perumusan dan
penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dan
bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien dan pengoordinasikan pelaksanaan
kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPS) mempunyai tugas :

a. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana


yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
terkonstruksi secara adil dan setara
b. Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan
c. Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat
d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada presiden setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat
bencana
e. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan
internasional
f. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara
g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
h. Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD)

Tugas dan kewenangan Departemen Kesehatan adalah merumuskan kebijakan,


memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan
masalah kesehatan lain baik dalam tahap sebelum, saat maupun setelah terjadinya.
Dalam pelaksanaannya dapat melibatkan instansi terkait baik Pemerintah maupun non
Pemerintah, LSM, Lembaga Internasional, organisasi profesi maupun organisasi
kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu
Departemen Kesehatan secara aktif membantu mengoordinasikan bantuan kesehatan
yang diperlukan oleh daerah yang mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lain.

Dalam operasional pemberian bantuan bagi daerah yang memerlukan,


Departemen Kesehatan membentuk 9 (sembilan) Pusat Bantuan Regional Penanganan
Krisis Kesehatan yang berperan untuk mempercepat dan mendekatkan fungsi bantuan
kesehatan dan masing-masing dilengkapi dengan SDM Kesehatan terlatih dan sarana,
bahan, obat serta perlengkapan kesehatan lainnya, yaitu di:

a) Regional Sumatera Utara berkedudukan di Medan, dengan wilayah


pelayanan Provinsi NAD, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau, Provinsi
Kepulauan Riau dan Provinsi Sumatera Barat.
b) Regional Sumatera Selatan berkedudukan di Palembang, dengan wilayah
pelayanan Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jambi, Provinsi Bangka
Belitung, dan Provinsi Bengkulu.
c) Regional DKI Jakarta kedudukan di Jakarta, dengan wilayah pelayanan
Provinsi Lampung, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Provinsi Jawa
Barat dan Provinsi Kalimantan Barat.
d) Regional Jawa Tengah di Semarang, dengan wilayah pelayanan Provinsi DI
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah.
e) Regional Jawa Timur di Surabaya, sebagai Posko wilayah tengah dengan
wilayah pelayanan Jawa Timur.
f) Regional Kalimantan Selatan di Banjarmasin, dengan wilayah pelayanan
Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi
Kalimantan Selatan.
g) Regional Bali di Denpasar dengan wilayah pelayanan Provinsi Bali, Provinsi
Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
h) Regional Sulawesi Utara di Manado, dengan wilayah pelayanan Provinsi
Gorontalo, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Maluku Utara.
i) Regional Sulawesi Selatan di Makasar, sebagai Posko Wilayah Timur,
dengan wilayah pelayanan Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi
Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi
Maluku.
j) Sub Regional Papua di Jayapura, dengan wilayah pelayanan Provinsi Papua
dan Provinsi Irian Jaya Barat.

Pusat Regional Penanganan Krisis Kesehatan berfungsi:

a) Sebagai pusat komando dan pusat informasi (media centre) kesiapsiagaan


dan penanggulangan kesehatan akibat bencana dan krisis kesehatan lainnya.
b) Fasilitasi buffer stock logistik kesehatan (bahan, alat dan obat-obatan)
c) Menyiapkan dan menggerakkan Tim Reaksi Cepat dan bantuan SDM
kesehatan yang siap digerakkan di daerah yang memerlukan bantuan akibat
bencana dan krisis kesehatan lainnya.
2) Daerah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkat daerah yang
dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan penanggulangan
bencana di daerah. Pada tingkat provinsi BPBD dipimpin oleh seorang pejabat
setingkat di bawah gubernur atau setingkat eselon Ib dan pada tingkat kabupaten/kota
dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon
IIa.
Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex-officio) oleh Sekretaris Daerah yang
bertanggungjawab langsung kepada kepala daerah. BPBD terdiri dari Kepala, Unsur
Pengarah Penanggulangan Bencana dan Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana.

BPBD mempunyai fungsi :


a) Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien
b) Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu dan menyeluruh.

BPBD mempunyai tugas :

a) Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah


daerah dan BNPB terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup
pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi
secara adil dan setara
b) Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
c) Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana
d) Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana
e) Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya
f) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala
daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam
kondisi darurat bencana
g) Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang
h) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
i) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan

Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai salah satu anggota


Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana merupakan penanggungjawab dalam
penanganan kesehatan akibat bencana dibantu oleh unit teknis kesehatan yang ada di
lingkup Provinsi dan Kabupaten Kota. Pelaksanaan tugas penanganan kesehatan akibat
bencana di lingkungan Dinas Kesehatan dikoordinasi oleh unit yang ditunjuk oleh
Kepala Dinas Kesehatan dengan surat keputusan.

Tugas dan kewenangan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah


melaksanakan dan menjabarkan kebijakan, memberikan standar dan arahan serta
mengkoordinasikan kegiatan penanganan kesehatan akibat bencana di wilayah
kerjanya.

Dalam hal memerlukan bantuan kesehatan karena ketidak seimbangan antara


jumlah korban yang ditangani dengan sumber daya yang tersedia di tempat, dapat
meminta bantuan ke Depkes cq Pusat Penanggulangan Krisis maupun ke Pusat Bantuan
Regional.

3) Unit Pelaksana Teknis Depkes

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan Balai Teknis Kesehatan Lingkungan


Pemberantasan Penyakit Menular merupakan unit-unit pelaksana teknis Depkes di
daerah. KKP berperan dalam memfasilitasi penanganan keluar masuknya bantuan
sumber daya kesehatan melalui pelabuhan laut/udara dan daerah perbatasan, karantina
kesehatan. BTKL berperan dalam perkuatan sistem kewaspadaan dini dan rujukan
laboratorium.
2.6 Undang – undang kelembagaan dalam pengorganisasian

a) Badan Nasional Penanggulangan Bencana


Pasal 10
(1) Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 membentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
(2) Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Lembaga Pemerintah Nondepartemen setingkat menteri.

Pasal 11
Badan Nasional Penanggulangan Bencanaa sebagaimana dimaksud dalam pasal
10 ayat (1) terdiri dari unsur :
a. Pengarah penanggulangan bencana;dan
b. Pelaksana penanggulangan bencana.

Pasal 12
Badan Nasional Penaggulangan Bencana mempunyai tugas :
a. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tenggap darurat,
rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara.
b. Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan
penanggukangan bencana berdasarkan Peraturaan Perundang-undangan;
c. Menyampaikan infromasi kegiatan kepada masyarakat
d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden
setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada saat dalam kondisi
darurat bencana;
e. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan
nasional dan international.
f. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undang;
dan
h. Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah.
Pasal 13
Badan Nasional Penanggulangan Bencana mempunyai fungsi meliputi;
a. Perumusan dan penetapan kebijakanpenanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan
efisiensi;dan
b. Pengordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana dan menyuluruh.

Pasal 14
(1) Unsur pengarah penanggulangan bencana sebagaimana dimaksudkan dalam
pasal 11 huruf a mempunyai fungsi
a. Merumuskan konsep kebijakan penggulangan bencana nasional;
b. Memantau;dan
c. Mengevaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
(2) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. Pejabat pemerintah terkait; dan
b. Anggota masyarakat profesional
(3) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dipilih melalui uji kepatutan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.

Pasal 15
(1) Pembentukan unsur pelaksana penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 huruf b merupakan kewenangan Pemerintah.
(2) Unsur pelaksana sebagaimana dimakud pada ayat (1) mempunyai fungsi
koordinasi, dan pelaksana dalam penyelenggara penanggulangan bencana.
(3) Keanggotaan unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (11) terdiri
atas tenaga profesional dan ahli.

Pasal 16
Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf b,
umsur pelaksana penanggulangan bencana mempunyai tugas secara terintegrasi
yang meliputi :
a. Prabencana
b. Saat tanggap darurat;dan
c. Pascabencana

Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, fungsi, tugas, struktur
organisasii, dan tata kerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana diatur dengan
Peraturan Presiden.

b) Badan Penanggulangan Bencana Daerah


Pasal 18
(1) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 membentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah.
(2) Badan Penanggulangan Bencana Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas :
a. Badan pada tingkat provinsi dipimpin oleh seorang pejabat
setingkat di bawah gubernur atau setingkat eselon ib;dan
b. Badan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin olehh seorang
pejabat setingkat di bawah bupati/ walikota atau setingkat
eselon Iia.

Pasal 19
(1) Badan Penanggulangan Bencana Daerrah terdiri atas unsur:
a. Pengarah penanggulangan bencana;dan
b. Pelaksaan penanggulangan bencana.
(2) Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui koordinasi dengan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana.

Pasal 20
Badan Penangguangan Bencana Daerah mempunyai fungsi:
a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsii dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan
efisien;serta
b. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, dan menyuluruh.

Pasal 21
Badan Penanggulangan Bencana mempunyai tugas:
a. Menetapkan pelaksanaan dan pengarahan sesuai dengan kebijakan
pemerintah daeran dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil
dan setara
b. Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan peraturan udang-undang.
c. Menyusun,menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana
d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana
e. Melaksanakan penyelengaran penanggulangan bencana pada
wilayahnya.
f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala
daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam
kondisi darurat bencana;
g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang
h. Mempertanggungjawab penggunaan anggaran yang diterima dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan undang-undang.

Pasal 22
(1) Unsur pengarah penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud
dalam pasal 19 ayat (1) huruf a mempunyai fungsi :
a. Menyusun konsep pelaksana kebijakan penanggulangan bencana
daerah
b. Memantau;dan
c. Mengevaluasi dalam pemyelenggaraan penanggulangan bencana
daerah.
(2) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas :
a. Pejabat pemerintah daerah terkait;dan
b. Anggota masyarakat profesional dan ahli;
(3) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dipilih melalui uji kepatuhan yang dilakukan oleh DPRD.

Pasal 23
(1) Pembentukan unsur pelaksana penanggulangan bencana daerah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) huruf b merupakan
kewenangan pemerintah daerah.
(2) Unsur pelaksana penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mempunyai fungsi :
a. Koordinasi
b. Kemando;dan
c. Pelaksana dalam penyelenggara penanggulangan bencana pada
wilayahnya.
(3) Keanggotaan unsur pelasana penanggulangan bencana daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tenaga profesional ahli.

Pasal 24
Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2),
unsur pelaksana penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas secara
terintegrasi yang meliputi :
a. Prabencana
b. Saat tanggap darurat;dan
c. Pascabencana

Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan fungsi, tugas, struktur
organisasi, dan tata kerja Badan Penanggulangan bencana Daerah diatur dengen
Peraturan Daerah.
2.7 Informasi Bencana

A. Informasi pada Awal Terjadinya Bencana


1. Jenis Informasi dan Waktu Penyampaian
Informasi yang dibutuhkan pada awal terjadinya bencana (Lihat Lampiran 3 dan
6 untuk Form B-1 dan Form B-4) disampaikan segera setelah kejadian awal diketahui
dan dikonfirmasi kebenarannya, meliputi:
a) Jenis bencana dan waktu kejadian bencana yang terdiri dari tanggal, bulan, tahun
serta pukul berapa kejadian tersebut terjadi.
b) Lokasi bencana yang terdiri dari desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi
bencana terjadi.
c) Letak geografi dapat diisi dengan pegunungan, pulau/kepulauan, pantai dan lain-
lain.
d) Jumlah korban yang terdiri dari korban meninggal, hilang, luka berat, luka ringan
dan pengungsi.
e) Lokasi pengungsi.
f) Akses ke lokasi bencana meliputi akses dari:
▪ Kabupaten/kota ke lokasi dengan pilihan mudah/sukar, waktu tempuh berapa
lama dan sarana transportasi yang digunakan.
▪ Jalur komunikasi yang masih dapat digunakan.
▪ Keadaan jaringan listrik.
▪ Kemudian informasi tanggal dan bulan serta tanda tangan pelapor dan lokasinya.

2. Sumber Informasi

Sumber informasi mengenai kejadian bencana dapat berasal:

a. Masyarakat
b. Sarana pelayanan kesehatan
c. Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota
d. Lintas sektor

Informasi disampaikan menggunakan:

a. Telepon
b. Faksimili
c. Telepon seluler
d. Internet
e. Radio komunikasi
f. Telepon satelit

3. Alur Mekanisme dan Penyampaian Informasi


Informasi awal tentang krisis pada saat kejadian bencana dari lokasi bencana
langsung dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Provinsi, maupun ke Pusat
Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan dengan menggunakan sarana
komunikasi yang paling memungkinkan pada saat itu. Informasi dapat disampaikan
oleh masyarakat, unit pelayanan kesehatan dan lain-lain. Unit penerima informasi harus
melakukan konfirmasi.

B. Informasi Penilaian Kebutuhan Cepat

1. Jenis Informasi dan Waktu Penyampaian

Penilaian kebutuhan cepat penanggulangan krisis akibat bencana dilakukan segera


setelah informasi awal diterima. Informasi yang dikumpulkan (lihat Form B-2 dalam
Lampiran 7) meliputi:

a. Jenis bencana dan waktu kejadian bencana.


b. Tingkat keseriusan dari bencana tersebut, misalnya banjir ketinggian air
mencapai 2 m, gempa bumi dengan kekuatan 7 Skala Richter.
c. Tingkat kelayakan yaitu luas dari dampak yang ditimbulkan dari bencana
tersebut.
d. Kecepatan perkembangan misalnya konflik antar suku disatu daerah, bila tidak
cepat dicegah maka dapat dengan cepat meluas atau berkembang ke daerah lain.
e. Lokasi bencana terdiri dari dusun, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota
dan provinsi.
f. Letak geografi terdiri dari pegunungan, pantai, pulau/kepulauan dan lain-lain.
g. Jumlah penduduk yang terancam.
h. Jumlah korban meninggal, hilang, luka berat, luka ringan, pengungsi (dibagi
dalam kelompok rentan bayi, balita, bumil, buteki, lansia), lokasi pengungsian,
jumlah korban yang dirujuk ke Puskesmas dan Rumah Sakit.
i. Jenis dan kondisi sarana kesehatan dibagi dalam tiga bagian yaitu informasi
mengenai kondisi fasilitas kesehatan, ketersediaan air bersih, sarana sanitasi dan
kesehatan lingkungan.
j. Akses ke lokasi bencana terdiri dari mudah/ sukar, waktu tempuh dan
transportasi yang dapat digunakan.
k. Kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan di lokasi penampungan pengungsi.
l. Kondisi logistik dan sarana pendukung pelayanan kesehatan.
m. Upaya penanggulangan yang telah dilakukan.
n. Bantuan kesehatan yang diperlukan.
o. Rencana tindak lanjut.
p. Tanggal, bulan dan tahun laporan, tanda tangan pelapor serta diketahui oleh
Kepala Dinas Kesehatan.

2. Sumber Informasi

Informasi dikumpulkan oleh Tim Penilaian Kebutuhan Cepat yang bersumber dari:

a. Masyarakat
b. Sarana pelayanan kesehatan
c. Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota
d. Lintas sektor

Informasi disampaikan melalui:

a. Telepon
b. Faksimili
c. Telepon seluler
d. Internet dan Radio komunikasi

3. Alur Mekanisme dan Penyampaian Informasi

Informasi penilaian kebutuhan cepat disampaikan secara berjenjang mulai


dari institusi kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke Departemen
Kesehatan melalui Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan dan
dilaporkan ke Menteri Kesehatan.
C. Informasi Perkembangan Kejadian Bencana

1. Jenis Informasi dan Waktu Penyampaian

Informasi perkembangan kejadian bencana (lihat Form B-3 pada Lampiran 8)


dikumpulkan setiap kali terjadi perkembangan informasi penanggulangan krisis
akibat bencana. Informasi perkembangan kejadian bencana meliputi:

a. Tanggal/bulan/tahun kejadian.
b. Jenis bencana.
c. Lokasi bencana.
d. Waktu kejadian bencana.
e. Jumlah korban keadaan terakhir terdiri dari meninggal, hilang, luka berat,
luka ringan, pengungsi (dibagi dalam bayi, balita, bumil, buteki, lansia) dan
jumlah korban yang dirujuk.
f. Upaya penanggulangan yang telah dilakukan.
g. Bantuan segera yang diperlukan.
h. Rencana tindak lanjut.
i. Tanggal, bulan dan tahun laporan, tanda tangan pelapor serta diketahui oleh
Kepala Dinas Kesehatan.

2. Sumber informasi

Informasi disampaikan oleh institusi kesehatan di lokasi bencana (Puskesmas,


Rumah Sakit, Dinas Kesehatan).

Informasi disampaikan melalui:

a. Telepon
b. Faksimili
c. Telepon seluler
d. Internet
e. Radio komunikasi
f. Telepon satelit

3. Alur Mekanisme dan Penyampaian Informasi

Informasi perkembangan disampaikan secara berjenjang mulai dari institusi


kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian
diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke Departemen Kesehatan
melalui Pusat Penanggulangan Krisis dan dilaporkan ke Menteri Kesehatan.

a. Tingkat Puskesmas
 Menyampaikan informasi pra bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
 Menyampaikan informasi rujukan ke Rumah Sakit
Kabupaten/Kota bila diperlukan.
 Menyampaikan informasi perkembangan bencana ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota.
b. Tingkat Kabupaten/Kota
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyam-paikan informasi
awal bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi.
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penilaian
kebutuhan pelayanan di lokasi bencana Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota menyam-paikan laporan hasil penilaian
kebutuhan pelayanan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan memberi
respon ke Puskesmas dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota.
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyam-paikan informasi
perkembangan bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi.
 Rumah Sakit Kabupaten/Kota menyampaikan informasi rujukan
dan perkembangannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Rumah Sakit Provinsi bila diperlukan.
c. Tingkat Provinsi
 Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan informasi awal
kejadian dan perkembangannya ke Departemen Kesehatan
melalui Pusat Penang-gulangan Krisis. Dinas Kesehatan Provinsi
melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian kebutuhan
pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
 Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan hasil kajian ke
Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan dan
memberi respons ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Rumah Sakit Provinsi.
 Rumah Sakit Provinsi menyampaikan informasi rujukan dan
perkembangannya ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Rumah Sakit
Rujukan Nasional bila diperlukan.
d. Tingkat Pusat
 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan
menyampaikan informasi awal kejadian, hasil kajian penilaian
kebutuhan pelayanan dan perkembangannya ke Sekretaris
Jenderal Departemen Kesehatan, Pejabat Eselon I dan Eselon II
terkait serta tembusan ke Menteri Kesehatan.
 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan melakukan
kajian terhadap laporan hasil penilaian kebutuhan pelayanan yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
 Rumah Sakit Umum Pusat Nasional menyampaikan informasi
rujukan dan perkem-bangannya ke Pusat Penanggulangan Krisis
Departemen Kesehatan bila diperlukan.
 Pusat Penanggulangan Krisis beserta unit terkait di lingkungan
Departemen Kesehatan merespons kebutuhan pelayanan
kesehatan yang diperlukan.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bom adalah alat yang menghasilkan ledakan yang mengeluarkan energi secara
besar dalam rentang waktu singkat. Bill of Material (BOM) adalah definisi produk akhir
yang terdiri dari daftar item, bahan, atau material yang dibutuhkan untuk merakit,
mencampur atau memproduksi produk akhir. Ada beberapa penanganan pertama
untuk pasien ledakan bom dengan melakukan evakuasi dan melakukan triase agar dapat
melakukan penanganan lebih lanjut. Dalam setiap bencana yang terjadi tidak akan
terlepas dari peran BNPB dalam Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan
efisien; dan Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, dan menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

1. BNPB. 2012. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana. BNPB

2. Sekertaris Jenderal. 2001, Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat


Kedaruratan Kompleks. Kementrian Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai