Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, semakin banyak penyakit yang bermunculan. Penyakit
sistem imun merupakan suatu penyakit yang sedang ramai dibahas.
Defisiensi sistem imun yang paling melekat di masyarakat adalah
HIV/AIDS, padahal masih banyak penyakit sistem imun yang terdapat di
sekitar kita. Defisiensi imun disebabkan oleh berbagai factor seperti oleh
virus, mutasi, antigen, genetik dan lain sebagainya. Pada tahun 1953 untuk
pertama kali Bruton menemukan hipogamaglobulinemia pada anak usua 8
tahun yang memiliki riwayat sepsis dan arthritis lutut sejak usia 4 tahun
yang disertai dengan seranan-serangan otitis media, sepsis pneumokok dan
pneumonia. Analisis elektroforesis serum tidak menunjukkan fraksi
globulin gama. Anak tersebut tidak menunjukkan respon imun terhadap
imunisasi dengan tifoid dan difteri. Defisiensi imun tersebut merupakan
salah satu jenis defisiensi jaringan limfoid yang dapat timbul pada pria
maupun wanita dari berbagai usia dan ditentukan oleh faktor genetik atau
timbul sekunder karena faktor lain. Sistem Imun adalah struktur efektif
yang menggabungkan spesifisitas dan adaptasi. Kegagalan pertahanan
dapat muncul dan jatuh pada 3 kategori yaitu: Defisiensi Imun,
Autoimunitas dan Hipersensitivitas. Namun dalam makalah ini akan
membahas tentang defisiensi sistem imun.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud defisiensi imun?
2. Bagaimana gejala klinis dari defisiensi imun?
3. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari defisiensi imun?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari defisiensi imun?
5. Bagaimana patofisiologi dari defisiensi imun?
6. Bagaimana asuhan keperawatan dari defisiensi imun?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui defisiensi imun.
2. Untuk mengetahui gejala klinis dari defisiensi imun.
3. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari defisiensi imun.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari defisiensi imun.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari diare dan kostipasi.

6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari defisiensi imun.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka penyakit yang
karena memiliki satu atau lebih ketidaknormalan sistem imun, dimana
kerentanan terhadap infeksi meningkat. Defisiensi imun primer tidak
berhubungan dengan penyakit lain yang mengganggu sistem imun, dan
banyak yang merupakan akibat kelainan genetik dengan pola bawaan
khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari penyakit lain,
umur, trauma, atau pengobatan.
Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis
genetik berhasil mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun
primer dan pola menurunnya terkait pada Xlinked recessive, resesif
autosomal, atau dominan autosomal.

B. Gejala Klinis
Gejala yang biasanya dijumpai :

 Infeksi saluran napas atas berulang


 Infeksi bakteri yang berat
 Penyembuhan inkomplit antar episode infeksi, atau respons pengobatan
inkomplit
 Gejala yang sering dijumpai
 Gagal tumbuh atau retardasi tumbuh
 Jarang ditemukan kelenjar atau tonsil yang membesar
 Infeksi oleh mikroorganisma yang tidak lazim
 Lesi kulit (rash, ketombe, pioderma, abses nekrotik/noma, alopesia,
eksim, teleangiektasi, warts
 yang hebat)
 Oral thrush yang tidak menyembuh dengan pengobatan
 Jari tabuh
 Diare dan malabsorpsi
 Mastoiditis dan otitis persisten
 Pneumonia atau bronkitis berulang
 Penyakit autoimun
 Kelainan hematologis (anemia aplastik, anemia hemolitik, neutropenia,
trombositopenia)

Gejala yang jarang dijumpai


 Berat badan turun
 Demam
 Periodontitis
 Limfadenopati
 Hepatosplenomegali
 Penyakit virus yang berat
 Artritis atau artralgia
 Ensefalitis kronik
 Meningitis berulang
 Pioderma gangrenosa
 Kolangitis sklerosis
 Hepatitis kronik (virus atau autoimun)
 Reaksi simpang terhadap vaksinasi
 Bronkiektasis
 Infeksi saluran kemih
 Lepas/puput tali pusat terlambat (> 30 hari)
 Stomatitis kronik
 Granuloma
 Keganasan limfoid
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan sarana yang sangat penting
untuk mengetahui penyakit defisiensi imun. Karena banyaknya
pemeriksaan yang harus dilakukan (sesuai dengan kelainan klinis dan
mekanisme dasarnya) maka pada tahap pertama dapat dilakukan
pemeriksaan penyaring dahulu, yaitu:
1. Pemeriksaan darah tepi
a. Hemoglobin
b. Leukosit total
c. Hitung jenis leukosit (persentasi)
d. Morfologi limfosit
e. Hitung trombosit
2. Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)
3. Kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG)
a. Titer antibodi Tetatus, Difteri
b. Titer antibodi H.influenzae
4. Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)
5. Evaluasi infeksi (Laju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan
yang sesuai)

D. Penatalaksanaan
Sesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan
kelainan klinisnya maka pengobatan penyakit defisiensi imun sangat
bervariasi. Pada dasarnya pengobatan tersebut bersifat suportif, substitusi,
imunomodulasi, atau kausal.
Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan
memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam-basa, kebutuhan oksigen, serta melakukan usaha
pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan terhadap defisiensi komponen
imun, misalnya dengan memberikan eritrosit, leukosit, plasma beku,
enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin, imunoglobulin spesifik.
Kebutuhan tersebut diberikan untuk kurun waktu tertentu atau selamanya,
sesuai dengan kondisi klinis.
Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya,
beberapa memang bermanfaat dan ada yang hasilnya kontroversial. Obat
yang diberikan antara lain adalah faktor tertentu (interferon), antibodi
monoklonal, produk mikroba (BCG), produk biologik (timosin),
komponen darah atau produk darah, serta bahan sintetik seperti inosipleks
dan levamisol.
Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab
defisiensi imun, terutama pada defisiensi imun sekunder (pengobatan
infeksi, suplemen gizi, pengobatan keganasan, dan lainlain). Defisiensi
imun primer hanya dapat diobati dengan transplantasi (timus, hati,
sumsum tulang) atau rekayasa genetik.
a) Tatalaksana defisiensi antibodi
Terapi pengganti imunoglobulin (immunoglobulin replacement
therapy) merupakan keharusan pada anak dengan defek produksi
antibodi. Preparat dapat berupa intravena atau subkutan. Terapi
tergantung pada keparahan hipogamaglobulinemia dan komplikasi.
Sebagian besar pasien dengan hipogamaglobulinemia memerlukan
400-600 mg/kg/bulan imunoglobulin untuk mencegah infeksi atau
mengurangi komplikasi, khususnya penyakit kronik pada paru dan
usus. Imunoglobulinintravena (IVIG) merupakan pilihan terapi,
diberikan dengan interval 2-3 minggu. Pemantauan dilakukan terhadap
imunoglobulin serum, setelah mencapai kadar yang stabil (setelah 6
bulan), dosis infus dipertahankan di atas batas normal.

b) Tatalaksana defek imunitas seluler


Tatalaksana pasien dengan defek berat imunitas seluler, termasuk
SCID tidak hanya melibatkan terapi antimikrobial namun juga
penggunaan profilaksis. Untuk mencegah infeksi maka bayi dirawat di
area dengan tekanan udara positif. Pada pasien yang terbukti atau
dicurigai defek sel T harus dihindari imunisasi dengan vaksin hidup
atau tranfusi darah. Vaksin hidup dapat mengakibatkan infeksi
diseminata, sedangkan tranfusi darah dapat menyebabkan penyakit
graft-versus-host.
Tandur (graft) sel imunokompeten yang masih hidup merupakan
sarana satu-satunya untuk perbaikan respons imun. Transplantasi
sumsum tulang merupakan pilihan terapi pada semua bentuk SCID.
Terapi gen sedang dikembangkan dan diharapkan dapat mengatasi
defek gen.
Prognosis penyakit defisiensi imun untuk jangka pendek
dipengaruhi oleh beratnya komplikasi infeksi. Untuk jangka panjang
sangat tergantung dari jenis dan penyebab defek sistem imun. Tetapi
pada umumnya dapat dikatakan bahwa perjalanan penyakit defisiensi
imun primer buruk dan berakhir fatal, seperti juga halnya pada
beberapa penyakit defisiensi imun sekunder (AIDS). Diperkirakan
sepertiga dari penderita defisiensi imun meninggal pada usia muda
karena komplikasi infeksi. Mortalitas penderita defisiensi imun
humoral adalah sekitar 29%. Beberapa penderita defisiensi IgA selektif
dilaporkan sembuh spontan Sedangkan hampir semua penderita
defisiensi imun berat gabungan akan meninggal pada usia dini.
Defisiensi imun ringan, terutama yang berhubungan dengan
keadaan fisiologik (pertumbuhan, kehamilan), infeksi, dan gangguan
gizi dapat diatasi dengan baik bila belum disertai defek imunologik
yang menetap.

E. Patofisiologi
1. Usia
Frekuensi dan intensitans infeksi akan meningkat pada orang yang
berusia lanjut dan peningkatan ini di sebabkan oleh penurunan untuk
bereaksi secara memadai terhadap mikroorganisme yang
menginfeksinya. Produksi dan fungsi limfosit T dan B dapat terganggu
kemungkinan penyebab lain adalah akibat penurunan antibodi untuk
membedakan diri sendiri dan bukan diri sendiri.
Penurunan fungsi sistem organ yang berkaitan dengan
pertambahan usia juga turut menimbulkan gangguan imunitas.
2. Gender
Kemampunan hormon hormon sex untuk memodulasi imunitas
telah diketahui dengan baik. Ada bukti yang menunjukan bahwa
estrogen memodulasi aktivitas limfosit T (khusus sel-sel supresor )
sementara androgen berfungsi untuk mempertahankan produksi
interleukin dan aktivitas sel supresor . efek hormon sex tidak begitu
menonjol , estrogen akan mengaktifkan populasi sel B yang berkaitan
dengan autoimun yang mengekspresikan marker CD5 (marker
antigenic pada sel B)
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi imun
yang optimal. Gangguan imun dikarenakan oleh defisiensi protein
kalori dapat terjadi akibat kekurangan vitamin yang diperlukan
untuk mensintesis DNA dan protein. Vitamin juga membantu
dalam pengaturan poliferasi sel dan maturasi sel-sel imun.
4. Faktor-faktor psikoneuro imunologik
Limfosit dan makrofag memiliki reseptor yang dapat bereaksi
terhadap neurotransmiter serta hormon-hormon endokrin. Limfosit
dapat memproduksi dan mengekskresikan ACTH serta senyawa-
senyawa yang mirip endokrin.
Neuron dalam otak khususnya dalam hipotalamus , dapat
mengenali prostsglandin , inferon dan interleukin di samping hisamin
dan serotonin yang dilepaskan selama proses inflamasi.
5. Kelainan organ yang lain
Keadaan seperti luka bakar atau cedera lain, infeksi dan kanker
dapat turut mengubah fungsi system imun . luka bakar yang luas atau
faktor-faktor lain nya menyebabkan gangguan integritas kulit dan akan
mengganggu garis pertama pertahanan tubuh hilsngnys serum dalam
jumlah yang besar pada luka bakar akan menimbulkan depresi protein
tubuh yang esensial , termasuk imunoglobulin.
6. Penyakit kanker
Imunosekresi turut menyebabkan terjadinya penyakit kanker ,
namun penyakit kanker sendiri bersifat imunosupresif. Tumor yang
besar dapat melepaskan antigen ke dalam darah, antigen ini akan
meningkat antibody yang beredar dan mencegah antibodi tersebut agar
tidak menyerang sel-sel tumor.
7. Obat-obatan
Obat-obatan tentu dapat menyebabkan perubahan yang
dikehendaki maupun yang gidak di kehendaki pada fungsi sistem imun
, ada 4 klasifikasi obat utama yang memiliki potensi untuk
menyebabkan imunosupresi : antibiotic , kortikosteroid , obat anti
inflamasi nonsteroid dan preparat sitotoksik.
8. Radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan dakam pengobatan penyakit kanker
atau pencegahan reaksi allograft . radiasi akan menghancurkan limfosit
dan menurunkan populasi sel yang di perlukan untuk menggantikan
nya , ukuran atau luas daerah yang akan disinari menentukan taraf
imunosupresi . radiasi seluruh tubuh dan dapat mengakibatkan
imunosupresintotal pada orang yang menerimanya.
9. Genetik
Interaksi antara sel –sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas
genetik, secara genetik respons imun manusia dapat di bagi atas
responder baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu .Faktor
genetik dalam respon imun dapat berperan melalui gen yang berada
pada kompleks MHC dengan non MHC.
10. Kehamilan
Salah satunya yaitu infeksi, beberapa infeksi yang terjadi secara
kebetulan selama kehamilan dapat menyebabkan cacat sejak lahir .
campak jerman (rubella) bisa menyebabkan cacatsejak lahir , terutama
pada jantung dan bagian dalam mata.

F. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Identitas pasien
1) Nama :
2) Jenis kelamin :
3) Umur : pada rinitis alergik sering terjadi pada bayi
Alamat :lingkungan yang terpapar
oleh alergen seperti lingkungan tempat
tinggal yang kotor seperti perkotaan yang
terpapar debu dan asap , selain itu tempat
yang sanitasinya kurang sehat dan tempat
tinggal yang tidak ada ventilasi atau
pertukaran udara yang baik merupakan
awal dari timulnya gangguan pada sistem
imunitas
4) Suku bangsa :
5) Pekerjaan : mempunyai hubungan
langsung sebab akibat terjadinya serangan
rhinitis alergi . hal ini berkaitan dengan
dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan , industri
tekstil, polisi dll.
6) Agama :
7) Diagnosa medis :
8) Tanggal MRS :
1. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Bersi bersin , hidung mengeluarkan sekret , hidung sumbat , dan
hidung gatal.
2) Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah menderita THT
3) Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengungkapkan bahwa dahulu pernah mengalami hal yang
sama dengan penderita
2. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : klien lemah dan demam
2) Kesadaran : composmentis
3) TTV :
a. RR
b. Suhu
c. Nadi
d. TD
3. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Bentuk bulat , warna rambut hitam , tidak ada benjolan , kulit
kepala bersih .
2) Mata
Simetris, tidak ada sekret , konjungtiva merah , sklera merah , mata
berair.
3) Hidung
Simetris, ada sekret (hidung buntu) tak ada pernafasan cuping
hidung , tidak polip.
4) Telinga
Simetris , tidak ada benjolan , lubang telinga bersih , tidak ada
serumen .
5) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid , limfe, tidak ada bendungan
vena juguralis , tidak ada kaku kuduk.
6) Dada
Inpeksi : dada simetris , bentuk dada bulat datar ,
pergerakan dinding dada simetris , tidak ada retraksi
otot bantu pernapasan .
Palpasi : tidak ada benjolan mencurigakan .
Perkusi : par-paru sonor , jantung dullens
Auskultasi : irama nafas teratur , suara nafas vesikuler .
7) Perut
Inpeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik 40x/mnt
Palpasi : turgor kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik
Perkusi : hipertimpani , perut kembung.
I. Diagnosa keperawatan

Tangal Data Etiologi Problem


DS: pasien Obstruksi atau Ketidakefektifan
mengatakan hidung adanya sekret jalan napas
tersumbat dan hidung yang mengental
terasa gatal .
DO: mulut pasien
selalu terbuka agar bisa
bernapas
DS: pasien mengatakan Kurangnya Gangguan rasa
nyeri kepala (pusing) suplai oksigen nyeri di kepala
DO: pasien terlihat
menyeringai kesakitan
P : nyeri saat jalan
napas tidak efektif atau
saat beraktivitas
Q: nyeri seperti
tercengram
R: di bagian kepala
S: skala nyeri >5
T: nyeri hilang timbul
TTV :
 Suhu : 380C
 TD : 90/70
mmHg
 RR : 25x/mnt
 Nadi : 110x/mnt

DS: pasien mengatakan Intake yang Gangguan


kurang nafsu makan tidak adekuat pemenuhan
dan kurang tertarik kebutuhan nutrisi
terhadap makanan kurang dari
DO: pasien tidak nafsu kebutuhan tubuh
makan
A: BB SMRS = 47
Kg , BB MRS = 45 kg
B : hasil pemeriksaan
laboratorium ,
penurunan kadar
protein dalam darah
tidak dalam batas
normal (<3,5 mg /dl )
Hb menurun (<1mg/dl)
C: turgor kuli menurun
(kembali > 2 dtk )
mukosa bibir kering
D: penurunan
nafsumakan , porsi
makan tidak habis

Diagnosa
1) Ketidakefektifan jalan napas b.d obstruksi atau adanya sekret yang
berlebihan
2) Gangguan rasa nyeri b.d kurang suplai oksigen
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d intake yang tidak adekuat

Perencanaan
N Tujuan kriteria Intervensi Rasional
o hasil
1 Bersihan jalan 1) Auskultasi 1) Obstruksi jalan
napas kembali bunyi napas. napas dan dapat
efektif dan normal Misal mengi, atau tidak di
KH: menunjukan kerkels, ronki manifestasikan
perilaku untuk 2) Kaji atau adanya bunyi
memperbaiki pantau napas
bersihan jalan frekuensi adventisius
napas pernapasan 2) Adanya
Misal : 3) Kaji pasien beberapa derajat
mengeluarkan untuk posisi dan dapat di
sekret yang nyaman temukan pada
Misal : penerimaan atau
peninggian selama setres
kepala tempat atau adanya
tidur , duduk infeksi akut.
pada Pernapasan
persandaran dapat melambat
tempat tidur dan frekuensi
4) Pertahankan ekspirasi
polusi memanjang
lingkungan inspirasi
minimum memendek
Misal : debu , 3) Peninggian
asap dan bulu kepala tempat
bantal yang tidur
berhubungan mempengaruhi
dengan fungsi
kondisi pasien pernapasan
. dengan
5) Tingkatan menggunakan
masukan gravitasi
cauran 4) Pencetus tipe
3000/hari reaksi alergi
sesuail pernapasan
dengan yang dapat
keadaan mentreger
jantung , episode akut
memberikan 5) Hidrasi
air hangat. membantu
menurunkan
kekentalan
sekret ,
mempermudah
pengeluaran
2 Setelah dilakukan 1) Kaji nyeri , 1) Untuk
tindakan lokasi, membantu
keperawatan karakteristik meningkatkan
selama 1x24 jam dan integritas tingkat nyeri di
diharapkan nyeri nyeri dengan berikan edukasi
dapat berkurang skala 0-10 2) Cek TTV
atau hilang ditanyakan apakah ada
KH: kepada pasien indikator
1) Klien nyerinya terhadap nyeri
dapat urutan ke yang timbul
mengetahu skkala 3) Meningkatkan
i berapa , kaji kenaikan kadar
terjadinya TTV oksigen
gangguan 2) Lakukan dalamotak
rasa masase pada untuk
nyaman daerah nyeri meningkatkan
yang 3) Ajarkan tingkat
berhubung teknik kenyamanan
an dengan relaksasi klien
nyeri misalnya 4) Kolaborasi
kepala napas dalam dengan tenaga
2) Klien 4) Kolaborasi kesehatan lain
mengatasi dengan dokter nya untuk
nyeri dalam memberikan
tampa pemberian obat analgetik
bantuan obat untuk
3) Pasien meningkatkan
dapat tingkat
mengatasi kenyamanan
sekret klien
tampa
bantuan
4) Klien
dapat
bergerak
dengan
leluasa
5) Tanda-
tanda vital
dalam
batas
normal .
3 Nutrisi terpenuhi 1. Jelaskan 1. Dengan
sesuai dengan tentang pemahaman
kebutuhan tubuh manfaat klien akan lebih
KH: makan bila di kooperatif
1) Nafsu kaitkan mengikuti
makan dengan aturan
membaik kondisi klien 2. Untuk
2) Keadaan saat ini menghindari
umum 2. Anjurkan agar makanan yang
membaik klien dapat
3) Klien mengkonsums mengganggu
tampak i makanan proses
mau yang penyembuhan
makan disediakan di klien
rumahsakit 3. Higine oral
3. Lakukan dan yang baik akan
anjurkan meningkaykan
perawatan nafsu makan
mulut klien .
sebelum dan 4. Makanan adalah
sesudah bagian dari
makan sertaa peristiwa
sebelum dan sosial ,nafsu
sesudah makan dapat
intervensi meningkat
atau dengan
pemeriksaan sosialisasi
per oral 5. Makanan
4. Tingkatkan hangat dapat
lingkungan meningkatkan
yang nafsu makan
menenangkan 6. Membantu
untuk makan memenuhi
dengan teman kebutuhan dan
jika meningkatkan
memungkinka pemasukan
n 7. Meningkatkan
5. Berikan pengetahuan
makan dalam sesuai dengan
keadaan kondisi klien
hangat
6. Berikan
makanan
selingan misal
: keju,
biskuit , buah-
buahan . yang
tersedia
dalam 24 jam
7. Kolaborasi
tentang
pemenuhan
diet klien .
BAB III
PENUTUP
a. Simpulan
b. Saran

Daftar Pustaka
 http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-
content/uploads/2017/04/AI07_Penyakit-defisiensi-imun.pdf di akses pada
Sabtu, 21 April 2019 pukul 11.00 WIB
 https://id.scribd.com/doc/306369164/Makalah-Defisiensi-Imun-10330031-
Witry-Rahmawati diakses pada minggu, 22 april 2019 pukul 20.15

Anda mungkin juga menyukai