Anda di halaman 1dari 35

SKENARIO 4 Mencret Berkepanjangan Seorang laki-laki, 25 tahun, mengeluh diare yang hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu.

Selain itu pasien juga mengeluh sering demam, sariawan, tidak nafsu makan, dan berat badan menurun 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari riwayatnya dikatakan pasien sering melakukan hubungan seksual secara bebas. Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering dan terdapat bercak-bercak putih. Pemeriksaan laboratorium darah rutin LED 50 mm/jam. Pemeriksaan feses terdapat sel ragi. Pada pemeriksaan screening antibodi HIV didapatkan hasil (+) kemudian dokter menganjurkan pemeriksaan konfirmasi HIV dan hitung jumlah limfosit T CD4 dan CD8. Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami gangguan defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan pasien untuk datang ke dokter lain dengan alasan yang tidak jelas. Walaupun demikian dokter menasehati pasien agar tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan penyakit ini.

SASRAN BELAJAR LI.1. Mampu Memahami Gangguan Defisiensi Imun 1.1.Definisi 1.2.Etiologi 1.3.Klasifikasi dan Contoh-Contoh Penyakit LI.2. Mampu Memahami Penyakit Akibat Infeksi Virus HIV 2.1 Definisi 2.2 Klasifikasi 2.3 Epidemiologi 2.4 Patogenesis 2.5 Patofisiologi 2.6 Gejala klinik 2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding 2.8 Komplikasi 2.9 Penatalaksanaan 2.10 Prognosis LI.3. Mampu Menjelaskan Alogritme Pemeriksaan Skrining dan Konfirmasi Untuk Diagnosis Infeksi HIV/AIDS LI.4. Menjelaskan Pencegahan dan Tindakan Promotif Infeksi HIV/AIDS LI.5. Mampu Memahami Dilema Etik 5.1 Definisi 5.2 Kaidah Dasar Bioetik 5.3 UUD yang Berhubungan LI.6. Mampu Menjelaskan Peran Dokter Dari Sisi Hukum dan Etika Islam Dalam Menangani Kasus HIV/AIDS

LI.1. Mampu Memahami Gangguan Defisiensi Imun 1.1 Definisi Gangguan defisiensi imun adalah gangguan yang dapat disebabkan oleh kerusakan herediter yang mempengaruhi perkembangan sistem imun atau dapat terjadi akibat efek sekunder dan penyakit lain (misalnya infeksi malnutrisi, penuaan, imunosupresi, autoimunitas atau kemoterapi). Dan penyakit imunodefisiensi adalah defisiensi respon imun akibt hipoaktivitas atau penurunan jumlah sel limfoid. Defisiensi imun tersebut merupakn salah satu jenis defisiensi jaringan limfoid yang dapat timbul pada pria maupun wanita dari berbagai usia dan ditentukan oleh faktor genetik atau timbul sekunder oleh karena faktor lain.

1.2 Etiologi Dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Defisiensi imun primer a. Kongenital/genetik Terkadang bermanifestasi, tetapi keadaan klinis terjadi pada usia lebih lanjut. 2. Defisiensi imun sekunder a. Malnutrisi b. Kanker generalisata c. Pengobatan imunosupresan d. Infeksi penyakit (HIV/AIDS) e. Immatur limfosit Selain itu dapat diakbiatkan oleh : a. Defek genetic Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada sistem imun (misal defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T). Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (misal common variable immunodeficiency). b. Obat atau toksin Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin), Antikonvulsan (fenitoin). c. Penyakit nutrisi dan metabolic Malnutrisi ( misal kwashiorkor), Protein losing enteropathy (misal limfangiektasia intestinal), Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II). d. Defisiensi mineral Seng pada Enteropati Akrodermatitis e. Kelainan kromosom 3

Anomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA selektif (trisomi 18).

f. Infeksi Imunodefisiensi transien (pada campak dan varicella )Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV, infeksi rubella kongenital).

1.3 Klasifikasi dan Contoh-Contoh Penyakit 1. Defisiensi Imun Non-Spesifik a. Komplemen Dapat berakibat meningkatnya insiden infeksi dan penyakit autoimun (SLE), defisiensi ini secara genetik. i. Kongenital Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun (SLE dan glomerulonefritis). ii. Fisiologik Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan faktor B yang masih rendah. iii. Didapat Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori).

b. Interferon dan lisozim i. Interferon kongenital Menimbulkan infeksi mononukleosis fatal

ii. Interferon dan lisozim didapat Pada malnutrisi protein/kalori

c. Sel NK i. Kongenital Pada penderita osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit), kadar IgG, IgA, dan kekerapan autoantibodi meningkat. ii. Didapat Akibat imunosupresi atau radiasi.

d. Sistem fagosit

Menyebabkan infeksi berulang, kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan jumlah neutrofil yang menurun, resiko meningkat apabila jumlah fagosit turun < 500/mm3. Defek ini juga mengenai sel PMN. i. Kuantitatif Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh menurunnya produksi atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan pemberian depresan (kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik (defek perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin). ii. Kualitatif Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh mikroba intrasel. 1. Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram dan +) 2. Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik) 3. Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh benda asing) 4. Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak mampu melepas isinya, penderita meninggal pada usai anak) 5. Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim kronis, dan otitis media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia). 6. Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat. Jumlah neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu) 7. Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk, efeks sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka) 2. Defisiensi Imun Spesifik a. Kongential/primer Sangat jarang terjadi. i. Sel B Defisiensi sel B ditandai dengan penyakit rekuren (bakteri) 1. X-linked hypogamaglobulinemia 2. Hipogamaglobulinemia sementara 3. Common variable hypogammaglobulinemia 4. Disgamaglobulinemia

ii. Sel T 5

Defisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren 1. Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital) 2. Kandidiasis mukokutan kronik iii. Kombinasi sel T dan sel B 1. Severe combined immunodeficiency disease 2. Sindrom nezelof 3. Sindrom wiskott-aldrich 4. Ataksia telangiektasi 5. Defisiensi adenosin deaminase

b. Fisiologik i. Kehamilan Defisiensi imun seluler dapat diteemukan pada kehamilan. Hal ini karena pningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblast. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen ii. Usia tahun pertama Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belum matang. iii. Usia lanjut Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi atrofi timus dengan fungsi yang menurun.

c. Defisiensi imun didapat/sekunder i. Malnutrisi ii. Infeksi iii. Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu kemotaksis neutrofil. Kloramfenikol, tetrasiklin dapat menekan antibodi sedangkan rifampisin dapat menekan baik imunitas humoral ataupun selular. iv. Penyinaran Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah menekan aktivitas sel Ts secara selektif v. Penyakit berat Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin, mieloma multipel, leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem imun dan menimbulkan defisiensi imun. Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin juga dapat menghilang melalui usus pada diare

vi. Kehilangan Ig/leukosit Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml. Diare (linfangiektasi intestinal, protein losing enteropaty) dan luka bakar akibat kehilangan protein. vii. Stres viii. Agammaglobulinmia dengan timoma Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi. Eosinopenia atau aplasia sel darah merah juga dapat menyertai d. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

LI.2. Mampu Memahami Penyakit Akibat Infeksi Virus HIV 2.1 Definisi Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Struktur HIV terdiri atas : HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein matriks. Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.

2.2 Klasifikasi Menurut spesies terdapat dua jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2 . HIV-1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia, dan Afrika Tengah, Selatan, dan Timur. HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat. HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai struktur hampir sama, HIV-1 mempunyai gen VPU, tetapi tidak mempunyai gen VPX, sedangkan HIV-2 sebaliknya. a. HIV-1 Merupakan penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Genom HIV mengkode sembilan protein esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Pada HIV-1 terdapat protein Vpu yang membantu pelepasan virus. Terdapat 3 tipe dari HIV-1 berdasarkan alterasi pada gen amplopnya yaitu tipe M, N, dan O. b. HIV-2 Protein Vpu pada HIV-1 digantikan dengan protein Vpx yang dapat meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan hasil duplikasi dari protein lain (Vpr). Walaupun sama-sama menyebabkan penyakit klinis dengan HIV-2 tetapi kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1. Klasifikasi HIV/AIDS adalah sebagai berikut : (1) Group I; infeksi akut,seperti gejala flu dan tes antibodi terhadap HIV negatif. (2) Group II (Asimtomatis); tes antibodi terhadap HIV positif,tidak ada gejala-gejala dan laboratorium yang mengarah ke HIV/AIDS (3) Group III (Simtomatis); tes antibodi terhadap HIV Positif,dan terjadi pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persisten generalized lymphadenopathy) (4) Group IVA; tes antibodi terhadap HIV positif,dan terjadi penyakit konstitusional (demam atau diare yang persisten,penurunan berat badan lebih 10% dari berat badan normal) (5) Group IVB; sama dengan group neurologi,dementia,neurophati,dan myelophati. IVA disertai adanya penyakit

(6) Group IVC; sama dengan group IVB disertai sel CD4 < 200 mm,dan terjadi infeksi opurtunistik. (7) Group IV-D; sama dengan group IVC disertai terjadi tuberkulosis paru,kanker servikal yang invasif,dan keganasan yang lain. 2.3 Epidemiologi UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah 8

baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anakanak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981. Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[97] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.

Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005. 2.4 Patogenesis HIV menginfeksi terutama dengan tiga cara utama yaitu : 1. Hubungan seksual diluar nikah 2. Transfusi darah 3. Penggunaan narkotika suntik

Perlekatan virus

Virion virus mempunyai tonjolan terdiri dari gp120 (pada selubung permukaan/eksternal) dan gp41 (pada bagian transmembran), (gp : glikoprotein, angka mengacu pada massa protein dalam ribuan dalton). Limfosit CD4+ merupakan target utama pada infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4+ (berfungsi dalam imunologis yang penting). HIV menginfeksi sel dengan berikatan dengan reseptor sel T CD4+. gp120 berikatan kuat dengan reseptor sel T CD4+, agar gp41 dapat memerantarai fusi membran virus ke membran sel, selain itu diperlukan koreseptor pada permukaan sel T yaitu CCR5/CXCR4. Individu yang mewarisi defisiensi (homozigot) gen koreseptor CCR5/CXCR4 resisten terhadap timbulnya AIDS, walaupun berulang kali terpajan HIV (1% orang Amerika keturunan Caucasian), dan yang heterozigot tidak terlindung dari AIDS, akan tetapi awitan penyakit melambat, hal ini belum pernah ditemukan pada homozigot populasi Asia dan Afrika. Sel-sel lain yang rentan terinfeksi adalah makrofag, monosit (berfungsi sebagai resevoar/APC untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus), sel NK, sel B, sel endotel, sel epitel, sel Langerhans, sel dendritik, sek mikroglia, dan berbagai jaringan tubuh dikarenakan sifat HIV yang politrofik. APC yang terinfeksi HIV akan menuju ke limfonodus regional, virus dapat dideteksi 5 hari setelah inokulasi. Dalam limfonodus APC baru dapat dideteksi dengan teknik hibridisasi in situ 7-14 hari setelah inokulasi. Replikasi virus 1. Perlekatan virus dengan sel T CD4+ 2. Fusi dan masuknya virus kedalam sel T CD4+ 3. Pelepasan nukleokapsid dan bekerjanya enzim reverse transcriptase yang membuat satu untai RNA menjadi DNA salinan untai ganda virus. 4. cDNA bermigrasi ke dalam inti sel dengan bantuan enzim integrase 5. Integrasi ke dalam inti sel pejamu menghasilkan DNA provirus dan memicu transkripsi membentuk mRNA 6. mRNA virus ditranslasikan menjadi enzim-enzim dan protein struktural oleh ribosom sel 7. RNA genom virus dari inti sel dibebaskan ke sitoplasma

10

8. RNA virus bergabung dengan protein-protein virus, yang sebelumnya enzim protease memotong dan menata protein virus menjadi segmen-segmen kecil mengelilingi RNA virus yang menonjol keluar sel pejamu 9. Virion HIV baru siap dibebaskan dari sel T CD4+ yang terbungkus oleh sebagian sitoplasma dari membran sel T CD4+

2.5 Patofisiologi Respon imun Setelah terpajan HIV, individu akan melakukan respon imun terhadap infeksi yaitu peningkatan sel T CD8+ yang menyebabkan menghilangnya viremia, walaupun demikian hal 11

ini tidak dapat mengontrol secara optimal terhadap replikasi HIV yang akan berada pada masa steady-state beberapa bulan setelah infeksi dan untuk seberapa lamanya bervariasi tergantung tingkat kekebalan tubuh pejamu. Sel NK dan sel T CD8+ mengeluarkan perforin yang menyebabkan kematian sel terinfeksi. Aktivitas sitotoksik sel T CD8+ sangat hebat hingga bisa menekan replikasi HIV dalam sel T CD4+. Aktivitas sel T CD8+ menurun seiring dengan berkembangnya penyakit. Selain itu sel B yang dirangsang oleh IL-4 yang dikeluarkan oleh sel T CD4+ akibat rangsangan IL- 2 dari APC akan memacu sel B untuk berproliferasi menghasilkan sel plasma yang menghasilkan antibodi spesifik untuk gp120 dan gp41 virus. Antibodi ini akan muncul dalam 1-6 bulan pasca infeksi dan dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus menurun hingga level steady state, walaupun antibodi memiliki aktifitas netralisasi yang kuat tetapi tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar dengan mengubah bagian amplopnya yaitu situs glikosilasinya, sehingga konfigurasi 3 dimensinya berubah dan antibodi yang spesifik terhadap glikoprotein terdahulu tidak akan mengenal dengan glikoprotein yang baru. Patofisiologi

12

Dengan adanya sel T mempermudah produksi IL-2 untuk mengaktivasi sel Th lain untuk berespon terhadap infeksi HIV, sel T CD4+ juga memproduksi IFN- untuk mengaktifkan makrofag. Sel T CD4+ memproduksi IL-4 yang akan mengaktivasi sel B untuk menghasilkan antibodi. Sel T CD4+ memproduksi IL-5 untuk perlawanan terhadap helminth, sehingga apabila sel T CD4+ dirusak oleh infeksi HIV akan mengakibatkan infeksi oportunistik berat yang berakibat fatal. Selain itu defisiensi sel T CD4+ juga disebabkan oleh : 1. ADCC/sel NK yang terinduksi oleh antibodi gp120 dan gp41, akan membantu menyingkirkan sel T CD4+ yang terinfeksi 2. Apoptosis sel T CD4+ 3. Ketidakmampuan pembelahan sel T CD4+ (anergi) 4. Teori sinsitium, sel T CD4+ yang tidak terinfeksi berfusi dengan sel-sel terinfeksi 2.6 Gejala Klinik Klasifikasi HIV pada orang dewasa menurut CDC (Center for Disease Control) berdasarkan gejala klinis dan diagnosis laboratoriumnya dibagi menjadi empat grup: 1. Infeksi akut HIV Keadaan ini disebut sebagai infeksi primer HIV atau sindrom serokonversi akut. Waktu dari paparan virus sampai timbulnya keluhan antara 2-4 minggu. Infeksi akut biasanya asimtomatis, tapi beberapa akan menunjukkan keluhan seperti demam pada influenza. Pada masa ini, diagnosa jarang dapat ditegakkan, salah satunya karena tes serologi standar untuk antibodi terhadap HIV masih memberikan hasil negatif (window periode). 2. Infeksi seropositif HIV asimtomatis Pada orang dewasa terdapat periode laten infeksi HIV yang bervariasi dan lama untuk timbulnya penyakit yang terkait HIV/AIDS. Periode asimtomatisnya bisa panjang mulai dari beberapa bulan hingga 10 tahun atau lebih. Pada masa ini, biarpun penderita tidak 13

nampak keluhan apa-apa, tetapi bila diperiksa darahnya akan menunjukkan seropositif antibodi p24 dan gp41. Hal ini akan sangat berbahaya dan berpotensi tinggi menularkan infeksi HIV pada orang lain. 3. Persisten generalised lymphadenopaty/ PGL Pada masa ini ditemukan pembesaran nodus limfe yang meliputi sedikitnya dua tempat selain inguinal, dan tidak ada penyakit lain atau pengobatan yang menyebabkan pembesaran nodus limfe minimal selama tiga bulan. Antibodi yaitu p24 dan g41 biasanya terdeteksi. Beberapa penderita mengalami diare kronis dengan penurunan berat badan, sering diketahui sebagai slim disease. 4. Gejala yang berkaitan dengan HIV/AIDs Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, jika tidak diterapi, akan berkembang menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Progresivitas infeksi tergantung pada karakteristik virus dan hospes. Karakter virus meliputi HIV-1 dan HIV2, sedangkan karakter hospes meliputi usia (<5 tahun atau >40 tahun), infeksi yang menyertai-nya, dan faktor genetik.Yang utama dari grup ini adalah turunnya jumlah limfosit CD4+, biasanya dibawah 100/mm3. Stadium ini kadang dikenal sebagai full blown AIDS . Adapun kriteria gejala pada dewasa menurut WHO : Gejala mayor: Penurunan berat badan >10% berat badan Diare kronis lebih dari 1 bulan Demam lebih dari 1 bulan Gejala minor: Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan Pruritus dermatitis menyeluruh Infeksi umum yang rekuren (misalnya herpes zoster) Kandidiasis orofaringeal Infeksi herpes simplek kronis progresif atau yang meluas Limfadenopati generalisata

Klasifikasi infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa, klasifikasi tersebut berdasarkan gejala dan beratnya imunosupresi yang terjadi pada anak. Klasifikasi ini sendiri penting untuk mengetahui derajat beratnya penyakit HIV anak. Adapun kriteria gejala menurut WHO untuk anak: Gejala mayor: Berat badan turun atau pertumbuhan lambat yang abnormal Diare kronis >1 bulan Demam >1 bulan 14

Gejala minor: Limfadenopati generalisata Kandidiasis orofaringeal Infeksi umum yang rekuren Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan Ruam kulit yang menyeluruh Konfirmasi Infeksi HIV pada ibunya dihitung sebagai kriteria minor.

Gejala-gejala Utama AIDS Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma. Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien. A. Penyakit Paru-Paru Utama << Foto sinar-X pneumonia pada paru-paru, disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii. Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV. Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per L. Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi 15

pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini. Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per L), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat.[12] Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner. B. Penyakit saluran pencernaan Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka. Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis). Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV. C. Penyakit Syaraf dan Kejiwaan. Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah.

16

Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan. Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis. Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

D. Kanker dan Tumor Ganas (Maligant) Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV). Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

17

Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi. Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia. Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumortumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV

E. Infeksi Oportunistik Lainnya

Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.

18

2.7 Diagnosis dan Diagnosis banding Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa mereka terinfeksi karena mereka tidak mengalami gejala setelah mereka pertama kali terinfeksi HIV. Sebagian dari mereka memiliki gejala mirip flu dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah terpapar virus. Mereka mengeluh demam, sakit kepala, kelelahan, dan terjadi pembesaran kelenjar getah bening di leher. Gejala-gejala ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Setelah itu, orang tersebut merasa normal dan tidak memiliki gejala. Fase ini sering berlangsung tanpa gejala selama bertahun-tahun. Pemeriksaan darah adalah cara paling umum untuk mendiagnosis HIV. Tes ini bertujuan untuk mencari antibodi terhadap virus HIV. Orang yang terkena virus harus segera dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tindak lanjut tes mungkin diperlukan, tergantung pada waktu awal paparan. Pemeriksaan primer untuk mendiagnosis HIV dan AIDS meliputi: ELISA ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV. Jika tes ELISA positif, tes Western blot biasanya dilakukan untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Jika tes ELISA negatif, tetapi ada kemungkinan pasien tersebut memiliki HIV, pemeriksaan harus diulang lagi dalam satu sampai tiga bulan. ELISA cukup sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu untuk beberapa bulan setelah terinfeksi. Meskipun hasil tes mungkin negatif selama periode ini, pasien mungkin memiliki tingkat penularan tinggi. Pemeriksaan Air Liur Pad kapas digunakan untuk memperoleh air liur dari bagian dalam pipi. Pad ditempatkan dalam botol dan diserahkan ke laboratorium untuk pengujian. Hasil dapat diperoleh dalam tiga hari. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan tes darah. Viral Load Test Tes ini bertujuan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Umumnya, tes ini digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan atau mendeteksi dini infeksi HIV. Tiga teknologi yang digunakan untuk mengukur viral load HIV dalam darah: Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Branched DNA (bDNA) and Nucleic Acid Sequence-Based Amplification Assay (NASBA). Prinsip-prinsip dasar dari tes ini sama. HIV dideteksi menggunakan urutan DNA yang terikat secara khusus pada virus. Penting untuk dicatat bahwa hasil dapat bervariasi antara tes. Western Blot Ini adalah pemeriksaan darah yang sangat sensitif yang digunakan untuk mengkonfirmasi hasil tes ELISA positif.

2.8 Komplikasi

19

Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T yang diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi oportunistik. Komplikasi-komplikasi pada pasien yang terjangkit HIV menyebabkan AIDS. Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy (ART), sekarang tersedia untuk menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini membantu untuk memperpanjang hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien hingga mendekati aktivitas normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik. Kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan resistensi. Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi oportunistik: Tuberkulosis (TB) Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar. Salmonelosis Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif. Cytomegalovirus (CMV) Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya. Kandidiasis Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah terutama di mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.

Cryptococcal Meningitis Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar. 20

Toxoplasmolisis Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain. Kriptosporidiosis Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.

Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS: Sarkoma Kaposi Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru. Limfoma Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan. Komplikasi lainnya: Wasting Syndrome Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare, kelemahan kronis dan demam. Komlikasi Neurologis Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental berkurang.

2.9 Penatalaksanaan

21

HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukan bukti yang amat menyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral , disingkat obat ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV, orang dengan HIV/AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV di capai melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik. Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu: a). Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira (ARV), b).Pengobatan untuk mengatasi beberapa penyakit infeksi dan kangker yang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkolosis ,hepatitis, toksoplasma, sarkoma, kaposi, limfoma, kanker serviks, c). Pengobatan suportif, yaitu: makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama seperti juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yanglengkap tersebut, angka kematian dapat di tekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang. TERAPI ANTIRETROVIRAL(ARV) Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh lebih baik.infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar di obati, menjadi lebih mudah di tangani. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat seperti infeksi firus sitomegola dan infeksi mikobakterium atipikal, dapat di sembuhkan. pneumonia pneumocystis carinii pada odha yang hilang timbul, biasanya mengharuskan odha minum obat infeksi agar tidak kambuh. Namun sekarang dengan minum obat ARV teratur, banyak ODHA yang tidak memerlukan minum obat profilaksis terhadap pneumonia. Terhadap penemuan kasus kanker yang terkait dengan HIV seperti sarkoma koposi dan limfoma dikarnakan pemberian obat-obat antiretroviral tersebut. Sarkoma koposi dapat sepontan membaik tanpa pengobatan khusus.penekanan terhadap replikasi virus menyebabkanpenurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan sarkoma koposi. Selain itu pulihnya kekebalan tubuh menyebabkan tubuh dapat membentuk responsi imun yang efektif terhadap human herpesvirus 8 (HHP-8) yang di hubungkan dengan kejadian sarkoma koposi. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease. tidak semua ARV yang ada telah tersedia di indonesia (tabel 3). Waktu memulai terapi ARV harus di pertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV di rekomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukan gejala yang sangat berat, tanpa melihat jumlah limfosit CD4+. Obat ini juga di rekomendasikan pada pasien asimptomatik dengan llimfosit CD4+ kurang dari 200 sel /mm3. Pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+200-350 sel/mm3 dapat di tawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien 22

asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat di mulai, namun dapat pula ditunda.Terapi ARV tidak di anjurkan di mulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml. Saat ini regimen pengobatanm ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan (tabei 4), dengan

keungulan dan kerugiannya masing-masing.kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya digunakan di indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV)/lamivudin (3TC),dengan nevirapin (NVP). Obat ARV juga di berikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan profilaksis pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengandung virus HIV (postexposure prophylaxis ) dan pencegahan penularan ibu ke bayi. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV penting untuk mendapat perhatian lebih besar meningkat sudah ada beberapa bayi di indonesia yang tertular HIV dari ibunya. Evektifitas penularan HIV dari ibu ke bayi adalah sebesar 10-30%. Artinya dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIF, ada 10sampai30 bayi yang akan tertular. Sebagian besar penularan terjadi sewaktu proses melahirkan, dan serbagian kecil melalui plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi melalui air susu ibu. Kendala yang di khawatirkan adalah biyaya untuk membeli obat ARV.obatARV yang di anjurkan untuk PTMCT adalah zidovudin (AZT) atau nevirapin.pemberian nevirpin dosis tunggal untuk ibu dan anak dinilai sangat mudah untuk di terapan dan ekonomis.sebelumnya pilihan yang terbaik adalah pemberian ARV yang di kombinasikan denganoprasi caesar, karena dapat menekan penularan sampai 1% namun

23

sayangnya di negara berkembang seperti indonesia tidak mudah untuk melakukaan operasi sectio caesaria yang murah dan aman. Interaksi dengan obat Anti Tuberkulosis (OAT) Masalah koinfeksi tuberkulosis dengan HIV merupakan masalah yang sering di hadapi di indonesia. Pada prinsipnya, pemberian OAT pada odha tidak berbeda dengan passien HIF negatif. Interaksi antara OAT dan ARV, termasuk efek hepatotoksisitasnya, harus sangat di perhatikan. Pada odha yang telah mendapat obat ARV sewaktu diagnosis TB ditegakkan, maka obat ARV tetap diteruskan dengan efaluasi yang lebih ketat. Pada odha yang belum mendapat terapi ARV, waktu pemberian obat di sesuaikan dengan kondisinya (Tabel 5) Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali ddl yang harus di berikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai buffer antasida. Interaksi dengan OAT terutama terjadi pada ARV golongan non-nukleosida dan inhibitor protease. Obat ARV yang di anjurkan digunakan pada odha dengan TB pada kolom B (tabel 4) adalah evafirenz. Rifampisin dapat menurunkan kadar nelvinafir sampai 82% dan dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%. Namun, jika evafirenza tidak memungkinkan diberikan, Pada pemberian Bersama rifamisin dan nevirapin, dosis nevirapin tidak perlu dinaikan.

EVALUASI PENGOBATAN Pemantauan jumlah sel CD4 di dalam darah merupakan indikator yang dapat di percaya untuk membantu beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV, dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan memberikan pengobatan ARV. Jika kita mendapat sarana pemeriksaan CD4, maka jumlah CD4 dapat di perkirakan dari jumlah limfosit total yang sudah dapat dikerjakan dari banyak laboratorium pada umumnya. Sebelum tahun 1996, para klinisi mengobati, menentukan prognosisdan menduga staging pasien, berdasarkan gambaran klinik pasien dan jumlah limfosit CD4. Sekarang ini sudah ada tambahan parameter baru yaitu hitungan virus HIV dalam darah(viral load) sehingga upaya tersebut menjadilebih tepat.

24

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa dengan pemeriksaan viral load, kita dapat memperkirakan resiko kecepatan perjalanan penyakit dan kematian akibat HIV. Pemeriksaan vira load memudahkan untuk memantau efektifitas obat ARV. Sejak awal pengobatan ARV, masalah kegagalan terapi ARV lini pertama menjadi hal yang banyak diteliti. Definisi kegagalan terapi dapat dilihat pada tabel 6. Obat-obat golongan protease inhibitor (PIs) seperti lopinavir/ritonavir, atazanavir, saquinavir, fosamprenavir, dan darunavir memiliki barier genetik yang tinggi terhadap resistensi. Obat golongan lain memiliki barier rendah. Walu demikian, kebanyakan pasien yang mendapatkan Pis-terkait HAART (highly active anti-retroviral therapy) yang mengalami kegagalan virologis biasanya memiliki strain virus HIV yang masih sensitif, kecuali bila digunakan jangka panjang. Obat golongan lain biasanya menjadi resisten dalam waktu yang lebih singkat ketika terdapat kegagalan virologist. Indikasi terapi untuk merubah terapi pada kasus gagal terapi adalah progresi penyakit secara klinis dimulai setelah >6 bulan memakai ARV. Pada WHO stadium 3: penurunan berat badan BB > 10%, diare atau demam >1 bulan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, oral hairly leukoplakia terdapat infeksi bakterial yang berat atau bedridden lebih dari 50% dari satu bulan terakhir. Tes resistensi seharusnya dilakukan selama terapi atau dalam 4 minggu penghentian regimen obat yang gagal. Interpretasi hasil tes resistensi merupakan hal yang kompleks, bahkan terkadang lebih baik dikerjakan oleh ahlinya. 2.10 Prognosis Tanpa pengobatan, waktu hidup bersih rata-rata setelah terinfeksi HIV diperkirakan 9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, di daerah-daerah dimana banyak tersedia, pengembangan ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi kematian tingkat dari penyakit dengan 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang yang terinfeksi HIV baru didiagnosis sekitar 20 tahun. Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu satu tahun. Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu dan telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi kekebalan tubuh. LI.3. Mampu Menjelaskan Alogritme Pemeriksaan Skrining dan Konfirmasi Untuk Diagnosis Infeksi HIV/AIDS Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang terinfeksi HIV sangatlah penting, karena infeksi pada HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah bertahuntahun lamanya. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan serologik untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. 25

Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetik dalam darah pasien. Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibodi HIV. Sebagai penyaring, biasanya digunakan teknik ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Metode yang biasanya digunakan di Indonesia adalah dengan ELISA. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap antibodi HIV ini yaitu adanya masa jendela (window period). Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi. Jadi pada periode ini hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya telah terinfeksi HIV dapat memberikan hasil yang negatif. Untuk itu jika kecurigaan akan adanya risiko terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiga bulan kemudian. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemakaian salah satu dari tiga strategi pemeriksaan antibodi terhadap HIV seperti disajikan pada tabel dan gambar di bawah ini.

26

Pada keadaan yang memenuhi dilakukannya strategi I, hanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan nonreaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (>99%). Strategi II menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah nonreaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate. Strategi III menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga nonreaktif, atau tes pertama reaktif, sementara tes kedua dan ketiga nonreaktif, maka keadaan ini disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu diperhatikan 27

juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang berbeda asal antigen atau tekniknya, serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi. Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB). Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survei tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberi tahu hasil tesnya. Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana mempertahankan perilaku yang tidak berisiko. Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh

LI. 4. Menjelaskan Pencegahan dan Tindakan Promotif Infeksi HIV/AIDS Anjuran dari badan kesehatan dan WHO: 1. 2. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok sasaran 3. Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik 4. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk program pengadaan jarum suntik steril 5. Program pendidikan agama 6. Program layanan pengobatan infeksi menular seksual (IMS) 7. Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat 8. Pelatihan ketrampilan hidup 9. Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling 10. Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasanprostitusi anak 11. Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatn, dan dukungan untuk ODHA 12. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV LI. 5. Mampu Memahami Dilema Etik

28

5.1 Definisi Stigma adalah stempel yang menimbulkan kesan jijik, kotor, antipati dan berbagai perasaan negatif lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Makassar pada tahun 2007 ditemukan bahwa stigma terhadap Orang dengan HIV/ AIDS (ODHA) : Lingkungan masyarakat (71,4%), Ditempat pelayanan kesehatan (35,5%) Dilingkungan keluarga (18,5%).

KODEKI Pasal 8 Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN Pasal 12 Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Pasal 13 Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

5.2

Kaidah Dasar Bioetik Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkan informed consent Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak manfaatnya daripada buruknya. Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien. Primum non nocere atau above all do no harm. Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributiv justice)

5.3

UUD yang Berhubungan

Pasal 30 Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya lain yang diperlukan. 29

Pasal 31 Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan penyakit karantina dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Kewajiban etik yang utama dari professional MIK maupun tenaga kesehatan adalah melindungi privasi dan kerahasiaan pasien dan melindungi hak-hak pasien dengan menjaga kerahasiaan rekam medis pasien HIV AIDS. Kaidah turunan moral bagi tenaga kesehatan adalah privacy,confidentiality, fidelity dan veracity. Privacy berarti menghormati hak privacy pasien,confidentialty berarti kewajiban menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia, fidelity berarti kesetiaan, dan veracity berarti menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Pengelolaan informasi pasien HIV AIDS di tempat kerja juga diatur Menurut Kepmenaker No.KEP. 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS : Pasal 6 Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis. Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator perekammedis dan informasi kesehatan ( PORMIKI, 2006) adalah : Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial. Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari kode etik profesi. Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah menyebarluaskan informasiyang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang dapat merusak citra profesi rekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit sebagai institusi tempatdilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit ( Kodersi ) dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan : Pasal 4 Rumah sakit harus memelihara semua catatan / arsip, baik medik maupun non medik secara baik. Pasal 9 Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien Pasal 10 Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan.

Pasal 11 Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed consent ) sebelum melakukan tindakan medik. Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas. UU tersebut memang hanya menyebut dokter,dokter gigi dan pimpinan sarana yang wajib menyimpannya sebagai rahasia, namun PP No 10tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran tetap mewajibkan

30

seluruh tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam pendidikan di sarana kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran. Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut: Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai resiko kesehatan mereka.

LI. 6. Mampu Menjelaskan Peran Dokter Dari Sisi Hukum dan Etika Islam Dalam Menangani Kasus HIV/AIDS Solusi Preventif Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas tersebut. Hal ini meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempat-tempat prostitusi, clubclub malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat. 1. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukanmuhrim berkholwat (berduaan/pacaran). Sabda Rasulullah Saw:Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa inna tsalisuha syaithanartinya: Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi (bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga. (HR. Baihaqy) 2. Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya. Allah Swt berfirman:Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan (QS al Isra[17]:32) 3. Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan ). Firman Allah Swt dalam surat al Araf ayat 80-81 : Dan (kami juga telah mengutus) Luth ( kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka : Mengapa kamu mengerjakan perbuatan kotor itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun manusia (didunia ini) sebelummu? Sesungghnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan kepada wanita, Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. ( TQS. Al Araf : 8081) 4. Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi. Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi ibnu Rifaa pernah bertutur demikian: Nahaana Shallallaahu alaihi wassaliman kasbi; 31

ammato illa maa amilat biyadaiha. Wa qaala: Haa kadza biashobiihi nakhwal khabzi wal ghazli wan naqsyi.artinya: Nabi Saw telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda Seperti inilah jarijemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir. 5. Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta mengharamkan narkoba. Sabda Rasulullah Saw :Kullu muskirin haraamun artinya : Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram (HR. Bukhori Muslim) Laa dharaara wa la dhiraara artinya : Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain. (HR. Ibnu Majah). Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks bebas inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS . 6. Amar maruf nahi munkar yang wajib dilakukan oleh individu dan masyarakat. 7. Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina. Pelaku zina muhshan (sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru muhshan dicambuk 100 kali. Adapun pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan narkoba dihukum cambuk. Para pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai dengan mati. Semua fasilitator seks bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno, distributor, pemilik tempat-tempat maksiat, germo, mucikari, backing baik oknum aparat atau bukan, semuanya diberi sangsi yang tegas dan dibubarkan.

Solusi Kuratif Orang yang terkena virus HIV/AIDS, maka tugas negara untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut: 1. Orang yang tertular HIV/AIDS karena berzina maka jika dia sudah menikah dihukum rajam. Sedangkan yang belum menikah dicambuk 100 kali dan selanjutnya dikarantina. 2. Orang yang tertular HIV/AIDS karena Homoseks maka dihukum mati. 3. Orang yang tertular HIV/AIDS karena memakai Narkoba maka dicambuk selanjutnya dikarantina. 4. Orang yang tertular HIV/AIDS karena efek spiral (tertular secara tidak langsung) misalnya karena transfusi darah, tertular dari suaminya dan sebagainya, maka orang tersebut dikarantina. Penderita HIV/AIDS yang tidak karena melakukan maksiat dengan sangsi hukuman mati, maka tugas negara adalah mengkarantina mereka. Karantina dalam arti memastikan tidak terbuka peluang untuk terjadinya penularan harus dilakukan, terutama kepada pasien terinfeksi fase AIDS. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw yang artinya: Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menularkan kepada yang sehat (HR Bukhori ). Apabila kamu mendengar ada wabah di suatu negeri, maka janganlah kamu memasukinya dan apabila wabah itu berjangkit 32

sedangkan kamu berada dalam negeri itu , janganlah kamu keluar melarikan diri (HR. Ahmad, Bukhori, Muslim dan Nasai dari Abdurrahman bin Auf). Mengkarantina agar penyakit tersebut tidak menyebar luas, perlu memperhatikan hal-hal berikut: a. Selama karantina seluruh hak dan kebutuhan manusiawinya tidak diabaikan. b. Diberi pengobatan gratis. c. Berinteraksi dengan orang orang tertentu di bawah pengawasan dan jauh dari media serta aktifitas yang mampu menularkan. d. dilakukan upaya pendidikan yang benar tentang HIV-AIDS kepada semua kalangan disertai sosialisasi sikap yang diharapkan dari masing-masing pihak/kalangan (komunitas ODHA/OHIDA, komunitas resiko tinggi, komunitas rentan) e. dilakukan pendidikan disertai aktivitas penegakan hukum kepada ODHA yang melakukan tindakan yang membahayakan (beresiko menularkan pada) orang lain f. Pembinaan rohani, merehabilitasi mental (keyakinan, ketawakalan,kesabaran) sehingga mempecepat kesembuhan dan memperkuat ketaqwaan. Telah diakui bahwa kesehatanm mental mengantarkan pada 50% kesembuhan. g. Dilakukan pemberdayaan sesuai kapasitas Di sisi lain, jika selama ini penyakit seperti HIV/AIDS belum ditemukan obatnya maka negara wajib menggerakkan dan memberikan fasilitas kepada para ilmuwan dan ahli kesehatan agar secepatnya bisa menemukan obatnya. Jalan Menuju Terwujudnya Strategi Penanggulangan HIV-AIDS Perspektif Islam a. Upaya Jangka Pendek Melakukan telaah kritis, membongkar bahaya dan konspirasi strategi penanggulangan HIV-AIDS perspektif sekuler-liberal produk Barat (versi UNAIDS) di satu sisi, dan mulai memperkenalkan solusi Islam sebagai strategi alternatif penanggulangan HIV-AIDS yang seharusnya mulai diambil pada sisi yang lain Memulai diskusi, sosialisasi dan advokasi kepada individu stakesholderyang muslim (KPA, MPA, Medis, paramedis, dll) level daerah/lokal Memulai diskusi, sosialisasi dan advokasi kepada tokoh-tokoh muslimyang menjadi simpul-simpul umat Penguatan aqidah, keimanan dan konsekuensi untuk berhukum dengansistem Islam Pembinaan ummat secara ideologis (aqidah, syariah dan dakwah)untuk memperjuangkan tegaknya Islam kaffah b. Upaya Jangka Menengah

33

Mulai memblow-up hasil telaah kritis, membongkar bahaya dan konspirasi strategi penanggulangan HIV AIDS perspektif sekuler-liberal produk Barat (versi UNAIDS) ke masyarakat dan media Mulai memblow-up solusi Islam sebagai strategi alternatif penanggulangan HIV-AIDS yang seharusnya diambil ke masyarakat dan media Memulai diskusi, sosialisasi dan advokasi kepada instansi stakesholder(KPA, MPA, Medis, paramedis, dll) level daerah/lokal hingga pusat Memulai aktivitas mengoreksi penguasa tentang kebijakan dekstruktif Memulai aktivitas mengoreksi pihak legislatif akan perundang-undangan yang menjadi bagian kebijakan dekstruktif Mengingatkan masyarakat luas dan pemerintah akan bahaya NGO-NGO komprador Mengingatkan NGO-NGO Komprador

c. Upaya Jangka Panjang Secara terus menerus mengungkap kebobrokan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalismesekulerisme dalam semua bidang dan konspirasi global di belakangnya Secara terus menerus mengupayakan lahirnya pemahaman dan kesadaran umat (masyarakat) akan Islam sebagai solusi problematika kehidupan mereka dalam seluruh aspek kehidupan menggantikan sistem kapitalisme-sekulerisme yang nyata-nyata telah membawa kerusakan kehidupan Mengupayakan terwujudnya sebuah kekuatan politik pada saatnyananti- yang bisa menghadapi konspirasi global negara-negara neoimperialisme dan multi national corp di negeri-negeri Islam yaitu kekuatan Daulah khilafah Islamiyyah (negara yang akan menyatukan seluruh potensi umat dan menerapkan sistem Islam sebagai sistem kehidupan secara kaaffah) dengan dukungan umat.

34

Daftar Pustaka Baratawidjaja KG, Rengganis I. (2010). Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Dewi, Alexandra I, 2008. Etika dan Hukum Kesehatan,. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher Djoerban Z, Djauzi S. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.

Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI, vol. 1. Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC. Rosyidah, F. (2011). Kritik Islam Terhadap Strategi Penangulangan HIV-AIDS Berbasis Paradigma Sekuler-Liberal dan Solusi Islam dalam Menangani Kompleksitas Problematika HIV-AIDS.

http://www.ippfeseaor.org/NR/rdonlyres/B11E9DD5-FADB-408A-AA06 2BCECF64CEFB/0/8PerencanaanIMSHIVdanAIDSkomprehensif.pdf http://www.emedicinehealth.com/hivaids/page3_em.htm http://www.ucsfhealth.org/conditions/hiv/diagnosis.html http://www.mayoclinic.com/health/hiv-aids/DS00005/DSECTION=complications http://www.patient.co.uk/showdoc/40002279/ http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/19/penyakit-defisiensi-imun/ http://www.ucsfhealth.org/conditions/hiv/diagnosis.html\ http://www.bioscience.org/news/scientis/aids.htm http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12126821 http://www.scribd.com/doc/38482257/Patofisiologi-Hiv-Gabungan http://www.ilunifk83.com/t130-kode-etik-kedokteran-indonesia http://www.scribd.com/doc/17476485/Kritik-Islam-Terhadap-Strategi-PenanggulanganHivAids-Berbasis-Paradigma-Sekulerliberal-Dan-Solusi-Islam-Dalam-MenanganiKompleksitas-Problematika-H http://www.news-medical.net/health/AIDS-prognosis-(Indonesia)

35

Anda mungkin juga menyukai