MENCRET BERKEPANJANGAN
KELOMPOK : A-7
Ketua
: Fitri Permatasari
(1102012089)
Sekretaris
(1102012026)
Anggota
(1102011128)
Aditya Wicaksono
(1102012007)
(1102012042)
(1102012065)
(1102012110)
Indrayanti
(1102012126)
Iqbal Hakiki
(1102012132)
UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN PELAJARAN 2012-2013
Mencret Berkepanjangan
0
Seorang laki-laki, 25 tahun, mengeluh diare yang hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu.
Selain itu pasien juga mengeluh sering demam, sariawan, tidak nafsu makan, dan berat badan
menurun 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari riwayatnya dikatakan pasien sering
melakukan hubungan seksual secara bebas.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering dan terdapat bercakbercak putih. Pemeriksaan laboratorium darah rutin LED 50 mm/jam. Pemeriksaan feses terdapat
sel ragi. Pada pemeriksaan screening antibodi HIV didapatkan hasil (+) kemudian dokter
menganjurkan pemeriksaan konfirmasi HIV dan hitung jumlah limfosit T CD4 dan CD8.
Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami gangguan
defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan pasien untuk datang ke dokter
lain dengan alasan yang tidak jelas. Walaupun demikian dokter menasehati pasien agar tabah dan
sabar dalam menghadapi cobaan penyakit ini.
untuk
PERTANYAAN:
1. Apa hubungan diare, demam terhadap penyakit HIV?
2. Bagaimana cara penularan HIV?
3. Termasuk golongan apakah virus HIV?
4. Apa hubungan limfosit dengan virus HIV?
5. Apa yang menyebabkan ditemukannya sel ragi pada saat pemeriksaan feses?
2
JAWABAN :
1. Ketika tubuh sudah terinfeksi virus HIV sehingga menyebabkan tubuh mengalami
defisiensi imun, dan menyebabkan flora normal yang ada didalam tubuh (sel ragi)
berkembang biak dengan jumlah yang banyak dan bersifat pathogen sehingga hal
tersebut menyebabkan adanya defisiensi imun.
2. Cara penularannya dapat melalui :
-
Seksual : Berhubungan dengan yang bukan suami istri, berhubungan seks dengan
sesame jenis, oralgenital, anogenital, genogenital.
Menentuka peradangan
7. Karena mendiagnosis penyakit HIV tidak bisa hanya dilakukan dengan satu kali
pemeriksaan, oleh karena itu dilakukannya pemeriksaan konfirmasi (follow up)
contohnya seperti pemeriksaan western blotting.
3
8. Ya, dokter tersebut melanggar KODEKI pasal 10. Seharusnya dokter tersebut apabila
ingin merujuk ke dokter lain harus diikuti dengan alasan yang jelas dan harus
merujuk ke dokter yang lebih mampu menanganinya.
9. Bukan hanya virus HIV saja yang menyebabkan imunodefisiensi. Banyak penyebab
lainnya seperti kompleks imun(autoimun), genetic.
10. Nilai normal untuk LED :
-
Laki laki
Perempuan
- Anak anak
: <10 mm/jam
: 0-2 mm/jam
SASRAN BELAJAR:
LO 1. Mampu Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
1.3 Klasifikasi
1.4 Diagnosis
4
2. Penyakit defisiensi imun adalah defek salah satu komponen system imun yang dapat
menimbulkan penyakit berat bahkan fatal yang secara kolektif. (Imunologi Dasar FKUI)
3. Penyakit imunodefisiensi adalah defisiensi respon imun akibt hipoaktivitas atau
penurunan jumlah sel limfoid.
1.2 Etiologi
Penyakit defisiensi imun dibagi menjadi:
1. Defisiensi imun kongenital atau primer
Relatif jarang, Merupakan defek genetic yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
yang sering sudah bermanifestasi pada abyi dan anak, tetapi kadang secara klinis baru
ditemukan usia lebih lanjut.
2. Defisiensi imun didapat atau sekunder
Relative lebih sering terjadi karena disebabkan berbagai factor sesudah lahir.
Timbul akibat:
a. Malnutrisi
b. Kanker yang menyebar
c. Pengobatan dengan imunosupresan
d. Infeksi sel system imun yang Nampak jelas pada infeksi virus HIV, yang merupakan
sebab AIDS
e. Radiasi
Penyakit difesiensi imun tersering mengenai limfosit, komplemen dan fagosit.
1. Penyakit imun dapat ditimbulkan oleh karena tidak adanya fungsi spesifik defisiensi
imun atau aktivitas yang berlebihan (hipersensitivitas).
2. Organ yang sering terkena adalah sal.pernapasan yang diserang bakteri piogenik atau
jamur. IgA yang defisiensi dapat mengakibatkan infeksi kronik salura pernapasan.
3. Infeksi yang berulang atau infeksi yang tidak umum merupakan pertanda penting adanya
defisiensi imun.
1.3 Klasifikasi
1. Defisiensi Imun Non-Spesifik
a. Komplemen
Dapat berakibat meningkatnya insiden infeksi dan penyakit autoimun (SLE), defisiensi
ini secara genetik.
i. Kongenital
Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun (SLE dan
glomerulonefritis).
ii. Fisiologik
Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan faktor B yang masih
rendah.
iii. Didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori).
b. Interferon dan lisozim
i. Interferon kongenital
6
1. X-linked hypogamaglobulinemia
2. Hipogamaglobulinemia sementara
3. Common variable hypogammaglobulinemia
4. Disgamaglobulinemia
ii. Sel T
Defisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren
1. Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital)
2. Kandidiasis mukokutan kronik
iii. Kombinasi sel T dan sel B
1. Severe combined immunodeficiency disease
2. Sindrom nezelof
3. Sindrom wiskott-aldrich
4. Ataksia telangiektasi
5. Defisiensi adenosin deaminase
b. Fisiologik
i. Kehamilan
Defisiensi imun seluler dapat diteemukan pada kehamilan. Hal ini karena
pningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk
trofoblast. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen
ii. Usia tahun pertama
Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belum
matang.
iii. Usia lanjut
Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi atrofi timus dengan
fungsi yang menurun.
c. Defisiensi imun didapat/sekunder
i. Malnutrisi
ii. Infeksi
iii. Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah
Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu kemotaksis
neutrofil. Kloramfenikol, tetrasiklin dapat menekan antibodi sedangkan rifampisin
dapat menekan baik imunitas humoral ataupun selular.
iv. Penyinaran
Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah menekan aktivitas sel
Ts secara selektif.
v. Penyakit berat
Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin, mieloma multipel,
leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem imun dan
menimbulkan defisiensi imun. Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek
fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin juga dapat
menghilang melalui usus pada diare.
vi. Kehilangan Ig/leukosit
Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml. Diare (linfangiektasi
intestinal, protein losing enteropaty) dan luka bakar akibat kehilangan protein.
8
vii. Stres
viii. Agammaglobulinmia dengan timoma
Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi.
Eosinopenia atau aplasia sel darah merah juga dapat menyertai
d. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
LO.2. Mampu Memahami dan menjelaskan Infeksi Virus HIV
2.1 Definisi
HIV adalah termasuk retrovirus dari family retroviridae dan genus lentivirus yang
menginfeksi system imun terutama sel CD4+ sel T yang memiliki reseptor dengan afinitas
yang tinggi untuk HIV.
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi.
Struktur HIV:
HIV memiliki diameter 1000 angstrom dan berbentuk sferis. Strukturnya terdiri dari lapisan
luar/envelop terdiri atas glikoprotein gp 120 yang melekat pada gp 41. Dilapisan kedua terdapat
protein p17, terdapat inti HIV yang dibentuk oleh protein p24, antigen p24 sebagai core antigen
yaitu petanda terdini adanya infeksi HIV-1. Didalam inti terdapat 2 buah rantai RNA dan enzim
reverse transcriptase.
Etiologi HIV/AIDS adalah virus HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ
vital sistem kekebalan manusia seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik.
Struktur virus HIV-1 terdiri dari 2 untaian RNA yang identik dan merupakan genom virus yang
berhubungan dengan P17 dan P24 berupa intipolipeptida. Semua komponen tersebut diselubungi
envelop membrane fosfolipid yang berasal dari sel pejamu. Protein gp120 dan gp41 yang disandi
virus ditemukan dalam envelop.
Antigen gp120 : gilkoprotein permukaan HIV-1 yang mengikat reseptor CD4+ ini
telah digunakan untuk mencegah antigen gp120 menginfeksisel CD4+.
Protein envelop : produk yang menyandi gp120, digunakan dalam usaha
memproduksi antibodi yang efektif dan produktif oleh pejamu.
2.2 Klasifikasi
Menurut spesies terdapat dua jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2 . HIV-1
paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia, dan Afrika Tengah, Selatan, dan Timur.
HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat. HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai struktur hampir
sama, HIV-1 mempunyai gen VPU, tetapi tidak mempunyai gen VPX, sedangkan HIV-2
mempunyai gen VPX tapi tidak memiliki gen VPU.
a. HIV-1
Merupakan penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Genom HIV mengkode sembilan
protein esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Pada HIV-1 terdapat protein Vpu
yang membantu pelepasan virus. Terdapat 3 tipe dari HIV-1 berdasarkan alterasi pada gen
amplopnya yaitu tipe M, N, dan O.
b. HIV-2
Protein Vpu pada HIV-1 digantikan dengan protein Vpx yang dapat meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan hasil duplikasi dari protein lain (Vpr).
Walaupun sama-sama menyebabkan penyakit klinis dengan HIV-2 tetapi kurang patogenik
dibandingkan dengan HIV-1.
2.3 Etiologi
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung
HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Penularan HIV dapat terjadi
melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius,
ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI.
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara
penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sesama laki-laki dengan
perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi
vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi
vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh
yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik
secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi
sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena
dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum
digunakan.
10
7.
8.
Gen HIV-ENV memberikan kode pada sebuah protein 160-kilodalton (kD) yang
kemudian membelah menjadi bagian 120-kD(eksternal) dan 41-kD (transmembranosa).
Keduanya merupakan glikosilat, glikoprotein 120 yang berikatan dengan CD4 dan mempunyai
peran yang sangat penting dalam membantu perlekatan virus dangan sel target (Borucki, 1997).
Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit CD4 karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini mempunyai kemampuan untuk
mentransfer informasi genetik mereka dariRNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang
disebut reverse transcriptase. Limfosit CD4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi
imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang
progresif (Borucki, 1997).
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan
yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini, virus tersebar luas ke seluruh tubuh
dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon
imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun,
dan level sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara
sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi
replikasi virus yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan
dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus
hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit TCD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh 1,6 hari.
Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan reverse transcriptase HIV yang
berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis
harian (Brooks, 2005).
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit klinis yang nyata
seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam
plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama
tahap infeksi yang lebih lanjut dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi
(Brooks, 2005). Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan
daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa jenis
mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu. Bahkan mikroorganisme yang
selama ini komensal bisa jadi ganas dan menimbulkan penyakit (Zein, 2006).
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan,
infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau
paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
Deman dan berkeringat pada malam hari tanpa sebab yang jelas.
Berat badan menurun secara drastis lebih dari 10% tanpa alasan yang jelas dalam 1 bulan.
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan
gejala minor (tidak umum terjadi):
Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research(MFMER) (2008), gejala klinis
dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase:
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi
kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
14
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang
lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar
getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam,
batuk dan pernafasan pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.
LO 2.6 Diagnosis
Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa mereka terinfeksi karena mereka
tidak mengalami gejala setelah mereka pertama kali terinfeksi HIV. Sebagian dari mereka
memiliki gejala mirip flu dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah terpapar virus.
Mereka mengeluh demam, sakit kepala, kelelahan, dan terjadi pembesaran kelenjar getah bening
di leher. Gejala-gejala ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Setelah
itu, orang tersebut merasa normal dan tidak memiliki gejala. Fase ini sering berlangsung tanpa
gejala selama bertahun-tahun. Pemeriksaan darah adalah cara paling umum untuk mendiagnosis
HIV. Tes ini bertujuan untuk mencari antibodi terhadap virus HIV. Orang yang terkena virus
harus segera dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tindak lanjut tes mungkin diperlukan,
tergantung pada waktu awal paparan.
15
ELISA
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk mendeteksi infeksi
HIV. Jika tes ELISA positif, tes Western blot biasanya dilakukan untuk
mengkonfirmasikan diagnosis. Jika tes ELISA negatif, tetapi ada kemungkinan pasien
tersebut memiliki HIV, pemeriksaan harus diulang lagi dalam satu sampai tiga bulan.
ELISA cukup sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi
segera setelah infeksi, hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu untuk beberapa
bulan setelah terinfeksi. Meskipun hasil tes mungkin negatif selama periode ini, pasien
mungkin memiliki tingkat penularan tinggi.
17
Pencegahan penularan melalui hubungan seksual, infeksi HIV terutama terjadi melalui
hubungan seksual, sehingga pencegahan AIDS perlu difokuskan pada hubungan seksual.
Untuk ini perlu dilakukan penyuluhan agar orang berperilaku seksual yang aman dan
bertanggung jawab, yakni : hanya mengadakan hubungan seksual dengan pasangan
sendiri (suami/isteri sendiri), kalau salah seorang pasangan anda sudah terinfeksi HIV,
maka dalam melakukan hubungan seksual perlu dipergunakan kondom secara benar,
mempertebal iman agar tidak terjerumus ke dalam hubungan-hubungan seksual di luar
nikah.
18
b.
dengan jumlah limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3. Pasien asimptomatik dengan
limfosit CD4+ 200-350 sel/mm3 dapatditawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien
asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih dari
100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai, namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak
dianjurkan dimulai pada pasien dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan
viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Tujuan terapi :
Antiretroviral :
Tidak ada obat yang benar-benar menyembuhkan HIV/ AIDS. Perkembangan penyakit
dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepatantara
berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambatkerusakan.
5 GolonganObat Antiretroviral:
1. Nucleoside/ nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors
Mengganguprotei HIV yang dikenali reverse transcriptase, yang diperlukanunutkreplikasi
virus
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
Menghambatreplikasidalamselmelaluimenginhibisi protein reverse transcriptase
3. Protease Inhibitors
Menginhibisi protein yang terlibatdalam proses replikasi virus HIV
4. Entry Inhibitors
Menghambatpengikatan/ kemasukan virus HIV kedalamsel-selimuntubuhmanusia
5. Integrase Inhibitors
Menggangguintegrase
enzyme
yang
diperlukansehingga
virus
HIV
dapatmanginsersibahan genetic kedalamselmanusia
Menurutrekomendasi WHO, orang dewasadanremajadengan HIV sebaiknyamemulaiterapi
antiretroviral ketika:
1. Infeksi HIV stadium IV menurutkriteria WHO, tanpamemandangjumlah CD4
2. Infeksi HIV stadium III menurutkriteria WHO, denganjumlah CD4 <350/ mm3
21
3. Infeksi HIV stadium I atau II menurutkriteria WHO, denganjumlah CD4 <200/ mm3
Apabilates CD4 tidakdapatdilaksanakan, makaterapi ARV sebaiknyadilaksanakan:
1. Infeksi HIV stadium IV, tanpamemandangjumlahlimfosit total
2. Infeksi HIV stadium III, tanpamemandangjumlahlimfosit total
3. Infeksi HIV stadium I atau II, denganjumlahlimfosit total <1200/ mm3c
Begitumemulaipengobatan HIV, iaharusdigunakanuntukwaktu yang sangat lama.
Dengandemikianiadapatmenundakemungkinanefeksampingobatdanbenarbenarmemanfaatkankemapuhanefekawalpengobatanterhadap HIVdalamtubuhmanusia.
(ODHA Indonesia, 2007)
PREVENTIF dan PROMOTIF
(UNAIDS, 2000)
Bagipenggunanarkoba:
1. Beralihdari NAPZA yang disuntikanke NAPZA oral
2. Janganbergantianmenggunakansemprit, air ataualatuntukmenyiapakn NAPZA
3. Ketikamempersiapkan NAPZA gunakan air yang steril/
bersihdangunakankapaspembersihberalkoholuntukmembersihkantempatsuntiksebelu
mdisuntik
Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan
adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya
statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh
WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:
Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi
medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya pribadi,
harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien
mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai
resiko kesehatan mereka.
LO 4. Mampu memahami dan menjelaskan pandangan islam dalam menangani kasus HIV
Solusi Preventif
Solusi Preventif
Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh
karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas tersebut. Hal ini
meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempat-tempat prostitusi, clubclub malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat.
1. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukanmuhrim berkholwat
(berduaan/pacaran). Sabda Rasulullah Saw:Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa inna
tsalisuha syaithanartinya: Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi
(bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga. (HR. Baihaqy)
25
Daftar Pustaka
Baratawidjaja KG, Rengganis I. (2010). Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Djoerban, Zubairi. Djauzi, Samsuridjal (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III Jakarta :
Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Hanafiyah MJ, Amir A. (2008). Etika kedokteran dan hokum kesehatan. Edisi 4.
Rosyidah, F. (2011). Kritik Islam Terhadap Strategi Penangulangan HIV-AIDS Berbasis
Paradigma Sekuler-Liberal dan Solusi Islam dalam Menangani Kompleksitas Problematika
HIV-AIDS.
Merati,Tutii Parwati. Djauzi, Samsuridjal (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol I Jakarta :
Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI,
vol. 1. Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC.
(http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/yemima-septiany-puraja-0781141201.pdf)
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3684/1/fkm-fazidah4.pdf)
29
30