SKENARIO 4
MENCRET BERKEPANJANGAN
Seorang laki-laki berusia 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan diare yang
hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu, disertai demam, sariawan, tidak nafsu makan, dan berat
badan menurun sebanyak 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari anamnesis didapatkan
pasien adalah anggota komunitas gay.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering, dan terdapat
bercak-bercak putih. Pada pemeriksaan labolatorium darah urin didapatkan LED 50 mm/jam.
Pemeriksaan feses terdapat sel ragi. Pada pemeriksaan screening antibody HIV didapatkan
hasil (+) kemudian dokter menganjurkan pemeriksaan konfirmasi HIV dan hitung jumlah
limfosit T, CD4, dan CD8.
Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami gangguan
defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan pasien untuk dating ke
dokter lain dengan alasan yang tidak jelas.
KATA SULIT
1. LED (laju endap darah)
: untuk mengetahui peradangan dalam darah.
2. Sel ragi
: adanya sel jamur atau indicator infeksi jamur pada
sistem pencernaan.
3. Kaheksia
: penurunan berat badan akibat kekurangan nutrisi.
4. Screening antibody
: pemeriksaan laboratorium untuk menentukan antibody
HIV dan biasanya dilakukan metode elisa.
5. CD4 dan CD8
: komplemen aktif apabila CD4 dan CD8 menurun atau
mengakibatkan infeksi.
6. Defisiensi imun
: gangguan yang disebabkan oleh kerusakan herediter
yang mempunyai system imun, merudapakn penurunan salah satu atau lebih
komponen system imun.
7. Virus HIV
: jenis virus yang menyerang tubuh manusia yang bisa
menyebabkan AIDS
PERTANYAAN
1. Apa saja gejala HIV?
2. Bagaimana cara penularan HIV?
3. Apa penyebab dari defisiensi imun?
4. Mengapa virus HIV dapat menyebabkan defisiensi imun?
5. Mengapa yang dihitung limposit T, CD4, dan CD8?
6. Mengapa pada pasien yang terinfeksi HIV ditemukan sel ragi?
7. Mengapa harus dilakukan screening antibody HIV?
8. Mengapa orang yang terinfeksi virus HIV dapat menyebabkaan sariawan dan diare?
9. Bagaimana sikap dokter tersebut menurut KODEKI?
10. Bagaimana pandangan islam dalam menghadapi kasus HIV?
JAWABAN
1. mayor : berat badan menurun > 10% dalam 1 bulan, diare kronik, damam > 1 bulan
minor : batuk > 1 bulan, herpes zoster yang berulang, dermatitis generalisata yang
gatal.
2. Seks bebas
Memakai jarum suntik secara bergantian
Transfuse darah
Transplasenta
3. Primer : disebabkan oleh herediter yang mempengaruhi perkembangan system imun
Sekunder : akibat dari penyakit lain, contoh infeksi, malnutrisi, kemoterapi.
4. Karena virus HIV menyerang saluran cerna dan saluran nafas dan karena menyerang
timus bagian korteks yang merupakan tempat pematangan sel T.
5. Karena virus HIV menyerang CD4 dan CD8 sehingga populasinya dalam tubuh
berkurang dan juga menimbulkan penurunan kekebalan tubuh.
6. Karena pada saluran cerna terjadi penurunan imun sehingga tubuh mudah terinfeksi.
7. Karena untuk pencegahan dini dan mengetahui antibody pada pasien.
8. Virus HIV yang menyerang saluran cerna dan saluran nafas. Pada mukosa sel B dan
sel T memori diserang oleh virus HIV.
9. Hal tersebut melanggar KODEKI karena dokter melanggar kewajibannya dalam
membantu penyembuhan pasien dan pasien tidak mendapat hak autonomy dalam
mendapat pengobatan.
10. Sabar : melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT, meninggalkan perbuatan maksiat
kepada Allah, menerima takdir yang menyakitkan
Ikhlas : beramal, bersungguh-sungguh, terjaga dari segala yang diharamkan Allah
SWT
Ridho : menerima semua ketentuan Allah.
Hal ini dapat terjadi karena mendapat azab dari Allah SWT akibat dari perbuatannya
melakukan zinah.
HIPOTESIS
HIV adalah virus yang menyerang system imun, salah satunya adalah CD4
dan CD8 sehingga dapat menyebabkan defisiensi imun. Akibat dari penurunan imun
tersebut timbul gejala mayor (diare kronik) dan minor (batuk>1 bulan). HIV dapat
ditularkan melalui seks bebas. Dalam kasus ini menurut KODEKI, dokter harus
menjalankan kewajiban terhadap pasien. Menurut pandangan islam HIV merupakan
salah satu azab dari Allah SWT terhadap orang yang melakukan zinah.
SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun
LO.1.1. Definisi Defisiensi Imun
LO.1.2. Etiologi Defisiensi Imun
LO.1.3. Klasifikasi Defisiensi Imun
LO.1.4. Mekanisme Defisiensi Imun
LO.1.5. Pemeriksaan Defisiensi Imun
LI.2. Memahami dan Menjelaskan HIV
LO.2.1. Definisi HIV
LO.2.2. Epidemiologi HIV
LO.2.3. Etiologi HIV
LO.2.4. Klasifikasi HIV
LO.2.5. Patogenesis HIV
LO.2.6 Manifestasi HIV
LO.2.7. Diagnosis HIV
LO.2.8. Diagnosis Banding HIV
LO.2.9. Komplikasi HIV
LO.2.10. Tatalaksana HIV
LO.2.11. Prognosis HIV
LO.2.12. Pencegahan HIV
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Dilema Etik dalam Menghadapi Pasien HIV
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Hukum dan Etika Islam Terhadap Penderita HIV
Imunosupresan
(kortikosteroid,
Antikonvulsan (fenitoin)
Penyakit
Metabolik
Nutrisi
siklosporin)
Kelainan Kromosom
Infeksi
b.
c.
d.
e.
o Defisiensi C2 dan C4
Dapat menimbulkan penyakit serupa LES.
o Defisiensi C3
Dapat menimbulkan reaksi berat yang fatal terutama yang berhubungan
dengan infeksi mikroba piogenik seperti streptokok dan stafilokok.
o Defisiensi C5
Menimbulkan kerentanan terhadap infeksi bakteri yang berhubungan dengan
gangguan kemotaksis.
o Defisiensi C6, C7, dan C8
Meningkatkan kerentanan terhadap septikemi meningokok dan gonokok.
Defisiensi komplemen fisiologik
Hanya ditemukan pada neonates yang disebabkan kadar C3, C5 dan factor B yang
masih rendah.
Defisiensi komplemen didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis, misalnya pada sirosis hati dan malnutrisi
protein/kalori.
o Defisiensi C1q,r,s
Bersamaan dengan penyakit autoimun, terutama pada penderita LES. Penyakit
yang berhubungan adalah edem angioneuritik herediter.
o Defisiensi C4
Ditemukan pada beberapa penderita LES.
o Defisiensi C2
Merupakan yang paling sering terjadi dan tidak menunjukkan gejala. Terdapat
pada penderita LES.
o Defisiensi C3
Menunjukkan infeksi bakteri rekuren, kadang disertai glomerulonephritis.
o Defisiensi C5-C8
Rentan terhadap infeksi terutama neseria.
o Defisiensi C9 Sangat jarang ditemukan.
Defisiensi interferon dan lisozim
Defisiensi interferon kongenital
Dapat menimbulkan infeksi mononucleosis yang fatal.
Defisiensi interferon dan lisozim didapat
Dapat ditemukan pada malnutrisi protein/kalori.
Defisiensi sel NK
Defisiensi kongenital
Ditemukan pada penderita osteopetrosis.
Defisiensi didapat
Akibat imunosupresi ataur radiasi.
Defisiensi sistem fagosit
Kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan jumlah
neutrophil yang menurun. Resiko infeksi meningkat bila jumlah fagosit turun sampai
di bawah 500/mm3. Defisiensi fagosit juga terjadi pada PMN.
Defisiensi kuantitatif
Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh menurunnya
produksi atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan pemberian
depresan (kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik (defek
perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan fenomena
autoimun akibat pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin).
10
f. Defisiensi kualitatif
Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh
mikroba intrasel.
Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram dan +)
Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik)
Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh benda asing)
Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak mampu melepas
isinya, penderita meninggal pada usai anak)
Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim kronis, dan otitis
media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia).
Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat. Jumlah
neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu)
Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk, efeks
sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur
rekuren dan gangguan penyembuhan luka)
DEFISIENSI IMUN SPESIFIK
a Kongential/primer (sangat jarang terjadi)
- Sel T
Defisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren
1 Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital)
2 Kandidiasis mukokutan kronik
- Sel B
Defisiensi sel B ditandai dengan penyakit rekuren (bakteri)
1 X-linked hypogamaglobulinemia
2 Hipogamaglobulinemia sementara
3 Common variable hypogammaglobulinemia
4 Disgamaglobulinemia
- Kombinasi sel T dan sel B
1 Severe combined immunodeficiency disease
2 Sindrom nezelof
3 Sindrom wiskott-aldrich
4 Ataksia telangiektasi
5 Defisiensi adenosin deaminase
b
-
Fisiologik
Kehamilan
Defisiensi imun seluler dapat ditemukan pada kehamilan.Hal ini karena
peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk
trofoblast. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh
estrogen
Usia tahun pertama
Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih
belum matang.
11
c
-
Usia lanjut
Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi atrofi timus dengan
fungsi yang menurun.
Defisiensi imun didapat/sekunder
Malnutrisi
Infeksi
Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah
Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu kemotaksis
neutrofil. Kloramfenikol, tetrasiklin dapat menekan antibodi sedangkan
rifampisin dapat menekan baik imunitas humoral ataupun selular.
Penyinaran
Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah menekan aktivitas
sel Ts secara selektif
Penyakit berat
Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin, mieloma multipel,
leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem imun dan
menimbulkan defisiensi imun.Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek
fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin juga dapat
menghilang melalui usus pada diare
Kehilangan Ig/leukosit
Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml.Diare (linfangiektasi
intestinal, protein losing enteropaty) dan luka bakar akibat kehilangan protein.
Stres
Agammaglobulinmia dengan timoma
Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi.
Eosinopenia atau aplasia sel darah merah juga dapat menyertai
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Host yang mengalami gangguan fungsi antibodi mudah menderita infeksi berulang di
gusi, telinga bagian tengah, selaput otak, sinus paranasal dan struktur bronkopulmonal
Fungsi sel T yang tidak sempurna, pada banyak penyakit, juga sebagai defek primer
atau disebabkan oleh beberapa gangguan seperti: AIDS, sarkoidosis, penyakit Hodgkins,
neoplasma non-Hodgkins dan uremia
Fungsi sel T yang gagal terjadi bila timus gagal berkembang (sindrom DiGeorge)
diperbaiki dengan transplantasi jaringan timus fetus
12
Perhatian yang serius terhadap setiap orang yang menderita defisiensi sel T yang jelas
adalah pd ketidakmampuanya untuk membersihkan sel-sel asing termasuk leukosit viabel
dari darah lengkap yang ditransfusikan
13
Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam
waktu kira-kira 5-10 tahun. Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV
pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman, transfusi darah atau
penggunaan jarum suntik secara bergantian.
Adapun etiologic lainnya:
1. Seksual
2. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua
cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sesama lakilaki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak
seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko
tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang
terinfeksi HIV.
3. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
4. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam
tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna
narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur
tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas
kesehatan.
5. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan
sepenuhnya sebelum digunakan.
6. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
7. Penularan dari ibu ke anak
8. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan
dan sesudah lahir melalui ASI.
9. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
LO.2.4. Klasifikasi HIV
Menurut spesies terdapat dua jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2 .
HIV-1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia, dan Afrika Tengah, Selatan, dan
Timur. HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat. HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai struktur
hampir sama, HIV-1 mempunyai gen VPU, tetapi tidak mempunyai gen VPX, sedangkan
HIV-2 mempunyai gen VPX tapi tidak memiliki gen VPU.
a. HIV-1
Merupakan penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Genom HIV mengkode sembilan
protein esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Pada HIV-1 terdapat protein Vpu
yang membantu pelepasan virus. Terdapat 3 tipe dari HIV-1 berdasarkan alterasi pada
gen amplopnya yaitu tipe M, N, dan O.
b. HIV-2
Protein Vpu pada HIV-1 digantikan dengan protein Vpx yang dapat meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan hasil duplikasi dari protein lain (Vpr).
Walaupun sama-sama menyebabkan penyakit klinis dengan HIV-2 tetapi kurang
patogenik dibandingkan dengan HIV-1.
15
Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernapasan atas yang berulang
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
16
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau
paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
Deman dan berkeringat pada malam hari tanpa sebab yang jelas.
19
Berat badan menurun secara drastis lebih dari 10% tanpa alasan yang jelas
dalam 1 bulan.
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum
terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
Gejala mayor:
-
Gejala minor:
- Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Dermatitis generalisata
- Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
- Kandidias orofaringeal
- Herpes simpleks kronis progresif
- Limfadenopati generalisata
- Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research(MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase:
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala,
sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun
tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus
kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat
LO.2.7. Diagnosis HIV
Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan yang
berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau
vagina. Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan
ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. Pemeriksaan untuk
20
ELISA
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk mendeteksi
infeksi HIV. Jika tes ELISA positif, tes Western blot biasanya dilakukan untuk
mengkonfirmasikan diagnosis. Jika tes ELISA negatif, tetapi ada kemungkinan
pasien tersebut memiliki HIV, pemeriksaan harus diulang lagi dalam satu sampai
tiga bulan. ELISA cukup sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi
tidak diproduksi segera setelah infeksi, hasil tes mungkin negatif selama beberapa
minggu untuk beberapa bulan setelah terinfeksi. Meskipun hasil tes mungkin
negatif selama periode ini, pasien mungkin memiliki tingkat penularan tinggi.
Viral Load Test
Tes ini bertujuan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Umumnya,
tes ini digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan atau mendeteksi dini
infeksi HIV. Tiga teknologi yang digunakan untuk mengukur viral load HIV dalam
darah: Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Branched
DNA (bDNA) and Nucleic Acid Sequence-Based Amplification Assay (NASBA).
Prinsip-prinsip dasar dari tes ini sama. HIV dideteksi menggunakan urutan DNA
21
yang terikat secara khusus pada virus. Penting untuk dicatat bahwa hasil dapat
bervariasi antara tes.
Western Blot
Ini adalah pemeriksaan darah yang sangat sensitif yang digunakan untuk
mengkonfirmasi hasil tes ELISA positif.
PCR (Polymerase Chain reaction)
Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitive dan spesifik untuk
infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang lain tidak jelas.
(tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi
aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan,
paru-paru atau organ tubuh lainnya.
d. Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan
peradangan dan timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut,
kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah terutama di
mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.
e. Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf
pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam
tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.
f. Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii.
Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja
kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.
g. Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan.
Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang
terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang
menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.
h. Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun
jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada
orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah
muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap,
lesi mungkin terlihat hitam atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat
mempengaruhi organ-organ internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.
i. Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari
kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan
pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.
Komplikasi lainnya:
j. Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun
masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan
sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai
dengan diare, kelemahan kronis dan demam.
k. Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa
menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan
dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah
demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan
fungsi mental berkurang.
23
Antiretroviral :
NRTI 3 tahap fosforilasi
NRTI menghambat secara kompetitif RT dan dapat bergabung dengan rantai DNA virus yg
sedang berkembang terminasi.
- Zidovudin : Risiko toksik jika: jumlah sel CD4<<, Penyakit bertambah parah,
dosis >>, terapi memanjang.
- Lamivudin : Tidak dapat mencegah penularan dr ibu bayi
- Didanosin : Tidak toksik terhadap sel2 hematopoietik / limfosit pd dosis terapi
Indikasi: terapi HIV/AIDS untuk pasien yang tidak tahan terhadap
zidovudin
- Stavudin : Pengganti zidovudin kalo terjadi anemia.
- Zalsitabin : lebih aktif pd monosit / makrofag & sel yg istirahat
NNRTI fosforilasi (-)
Hambat aktivitas enzim RT dgn cara berikatan di tempat yg dekat dgn tempat aktif enzim.
- Nevirapin : Tidak boleh diberikan kepada pasien yang mengalami sirosis hati. Dosis
tunggal 200mg + zidovudin efektif cegah transmisi HIV dr ibu ke bayi jika
diberikan awal persalinan & 3 hari pd neonatus
- Delavirdin : obat ini diberi dipikir dulu, jangan sembarangan.
- Efavirens : kontraindikasi pada kehamilan
24
Tidak ada obat yang benar-benar menyembuhkan HIV/ AIDS. Perkembangan penyakit
dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepatantara
berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambatkerusakan.
GolonganObat Antiretroviral:
1. Nucleoside/ nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors
Menggangu protein HIV yang dikenali reverse transcriptase, yang
diperlukanunutkreplikasi virus
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
Menghambatreplikasidalamselmelaluimenginhibisi protein reverse transcriptase
3. Protease Inhibitors
Menginhibisi protein yang terlibatdalam proses replikasi virus HIV
4. Entry Inhibitors
Menghambatpengikatan/ kemasukan virus HIV kedalamsel-selimuntubuhmanusia
5. Integrase Inhibitors
Menggangguintegrase
enzyme
yang
diperlukansehingga
virus
HIV
dapatmanginsersibahan genetic kedalamselmanusia
Menurut rekomendasi WHO, orang dewasadanremajadengan HIV sebaiknyamemulaiterapi
antiretroviral ketika:
1. Infeksi HIV stadium IV menurut kriteria WHO, tanpa memandang jumlah CD4
2. Infeksi HIV stadium III menurut kriteria WHO, dengan jumlah CD4 <350/ mm3
3. Infeksi HIV stadium I atau II menurut kriteria WHO, dengan jumlah CD4 <200/ mm3
Apabila tes CD4 tidak dapat dilaksanakan, maka terapi ARV sebaiknyadilaksanakan:
1.
2.
3.
Begitu
25
26
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Kaidah Dasar Bioetik
Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkan
informed consent
Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak
manfaatnya daripada buruknya.
Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien.
Primum non nocere atau above all do no harm.
Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam
mendistribusikan sumber daya (distributiv justice)
UUD yang Berhubungan
Pasal 30
Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan,
pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya
lain yang diperlukan.
Pasal 31
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan penyakit karantina
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Kewajiban etik yang
utama dari professional MIK maupun tenaga kesehatan adalah melindungi privasi dan
kerahasiaan pasien dan melindungi hak-hak pasien dengan menjaga kerahasiaan rekam medis
pasien HIV AIDS. Kaidah turunan moral bagi tenaga kesehatan adalah
privacy,confidentiality, fidelity dan veracity. Privacy berarti menghormati hak privacy
pasien,confidentialty berarti kewajiban menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia,
fidelity berarti kesetiaan, dan veracity berarti menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.
Pengelolaan informasi pasien HIV AIDS di tempat kerja juga diatur Menurut Kepmenaker
No.KEP. 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS :
Pasal 6
27
Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan
kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis.
Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator
perekammedis dan informasi kesehatan ( PORMIKI, 2006) adalah :
Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan
dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial.
Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang
dari kode etik profesi. Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah
menyebarluaskan informasiyang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang
dapat merusak citra profesi rekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit
sebagai institusi tempatdilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit (
Kodersi ) dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan :
Pasal 4
Rumah sakit harus memelihara semua catatan / arsip, baik medik maupun non medik secara
baik.
Pasal 9
Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien
Pasal 10
Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang
hendak dilakukan.
Pasal 11
Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed consent ) sebelum
melakukan tindakan medik. Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik
Kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas. UU
tersebut memang hanya menyebut dokter,dokter gigi dan pimpinan sarana yang wajib
menyimpannya sebagai rahasia, namun PP No 10tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia
kedokteran tetap mewajibkan seluruh tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam
pendidikan di sarana kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran.
Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan
jabatan adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena
terbongkarnya statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang
dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:
Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi
medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya
pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat
28
pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan
mengenai resiko kesehatan mereka.
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Hukum dan Etika Islam Terhadap Penderita HIV
Dalam ajaran Islam, perilaku menyimpang misalnya perzinaan yang dapat
memberikan kontribusi pada penyebaran HIV/AIDS adalah adalah perbuatan
terkutuk.
Artinya:
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra: 32)
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Islam melarang segala jenis kegiatan
yang mengarah kepada perzinaan, termasuk diantaranya seks pranikah, prostitusi,
homoseks dan penggunaan narkoba.
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". (Q.S. al-Baqarah: 219)
5. Menciptakan ketahanan keluarga sakinah
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. (Q.S. ar-Rum: 21)
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Alexandra I. 2008. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis (PPI-TB) di Puskesmas. 2010.
Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Kementrian Kesehatan RI
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis, edisi 2. Jakarta. Erlangga
Djoerban, Zubairi. Djauzi, Samsuridjal (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III Jakarta
: Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Hanafiyah MJ, Amir A. (2008). Etika kedokteran dan hokum kesehatan. Edisi 4.
Rosyidah, F. (2011). Kritik Islam Terhadap Strategi Penangulangan HIV-AIDS Berbasis
Paradigma Sekuler-Liberal dan Solusi Islam dalam Menangani Kompleksitas Problematika
HIV-AIDS.
Merati,Tutii Parwati. Djauzi, Samsuridjal (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol I
Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Baratawidjaya KA, Iris Rengganis. (2014). Imunologi Dasar Edisi 11. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI
Dewi, Alexandra. (2008). Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Kresno, Siti Boedina. (2010). Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:
FKUI
30