Anda di halaman 1dari 30

DAFTAR ISI

Daftar isi ...1


Skenario 2
Kata sulit ..3
Pertanyaan ...4
Jawaban 5
Hipotesis ...6
Sasaran belajar 7
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun 8
LO.1.1. Definisi Defisiensi Imun ..8
LO.1.2. Etiologi Defisiensi Imun ..8
LO.1.3. Klasifikasi Defisiensi Imun ..9
LO.1.4. Mekanisme Defisiensi Imun ..12
LO.1.5. Pemeriksaan Defisiensi Imun .....13
LI.2. Memahami dan Menjelaskan HIV .....13
LO.2.1. Definisi HIV ...13
LO.2.2. Epidemiologi HIV ..13
LO.2.3. Etiologi HIV ...14
LO.2.4. Klasifikasi HIV ..15
LO.2.5. Patogenesis HIV .16
LO.2.6 Manifestasi HIV ..18
LO.2.7. Diagnosis HIV ...20
LO.2.8. Diagnosis Banding HIV .....21
LO.2.9. Komplikasi HIV .....22
LO.2.10. Tatalaksana HIV ..23
LO.2.11. Prognosis HIV ..25
LO.2.12. Pencegahan HIV ..26
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Dilema Etik dalam Menghadapi Pasien HIV .26
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Hukum dan Etika Islam Terhadap Penderita
HIV28
Daftar pustaka ...30

SKENARIO 4
MENCRET BERKEPANJANGAN
Seorang laki-laki berusia 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan diare yang
hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu, disertai demam, sariawan, tidak nafsu makan, dan berat
badan menurun sebanyak 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari anamnesis didapatkan
pasien adalah anggota komunitas gay.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering, dan terdapat
bercak-bercak putih. Pada pemeriksaan labolatorium darah urin didapatkan LED 50 mm/jam.
Pemeriksaan feses terdapat sel ragi. Pada pemeriksaan screening antibody HIV didapatkan
hasil (+) kemudian dokter menganjurkan pemeriksaan konfirmasi HIV dan hitung jumlah
limfosit T, CD4, dan CD8.
Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami gangguan
defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan pasien untuk dating ke
dokter lain dengan alasan yang tidak jelas.

KATA SULIT
1. LED (laju endap darah)
: untuk mengetahui peradangan dalam darah.
2. Sel ragi
: adanya sel jamur atau indicator infeksi jamur pada
sistem pencernaan.
3. Kaheksia
: penurunan berat badan akibat kekurangan nutrisi.
4. Screening antibody
: pemeriksaan laboratorium untuk menentukan antibody
HIV dan biasanya dilakukan metode elisa.
5. CD4 dan CD8
: komplemen aktif apabila CD4 dan CD8 menurun atau
mengakibatkan infeksi.
6. Defisiensi imun
: gangguan yang disebabkan oleh kerusakan herediter
yang mempunyai system imun, merudapakn penurunan salah satu atau lebih
komponen system imun.
7. Virus HIV
: jenis virus yang menyerang tubuh manusia yang bisa
menyebabkan AIDS

PERTANYAAN
1. Apa saja gejala HIV?
2. Bagaimana cara penularan HIV?
3. Apa penyebab dari defisiensi imun?
4. Mengapa virus HIV dapat menyebabkan defisiensi imun?
5. Mengapa yang dihitung limposit T, CD4, dan CD8?
6. Mengapa pada pasien yang terinfeksi HIV ditemukan sel ragi?
7. Mengapa harus dilakukan screening antibody HIV?
8. Mengapa orang yang terinfeksi virus HIV dapat menyebabkaan sariawan dan diare?
9. Bagaimana sikap dokter tersebut menurut KODEKI?
10. Bagaimana pandangan islam dalam menghadapi kasus HIV?

JAWABAN
1. mayor : berat badan menurun > 10% dalam 1 bulan, diare kronik, damam > 1 bulan
minor : batuk > 1 bulan, herpes zoster yang berulang, dermatitis generalisata yang
gatal.
2. Seks bebas
Memakai jarum suntik secara bergantian
Transfuse darah
Transplasenta
3. Primer : disebabkan oleh herediter yang mempengaruhi perkembangan system imun
Sekunder : akibat dari penyakit lain, contoh infeksi, malnutrisi, kemoterapi.
4. Karena virus HIV menyerang saluran cerna dan saluran nafas dan karena menyerang
timus bagian korteks yang merupakan tempat pematangan sel T.
5. Karena virus HIV menyerang CD4 dan CD8 sehingga populasinya dalam tubuh
berkurang dan juga menimbulkan penurunan kekebalan tubuh.
6. Karena pada saluran cerna terjadi penurunan imun sehingga tubuh mudah terinfeksi.
7. Karena untuk pencegahan dini dan mengetahui antibody pada pasien.
8. Virus HIV yang menyerang saluran cerna dan saluran nafas. Pada mukosa sel B dan
sel T memori diserang oleh virus HIV.
9. Hal tersebut melanggar KODEKI karena dokter melanggar kewajibannya dalam
membantu penyembuhan pasien dan pasien tidak mendapat hak autonomy dalam
mendapat pengobatan.
10. Sabar : melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT, meninggalkan perbuatan maksiat
kepada Allah, menerima takdir yang menyakitkan
Ikhlas : beramal, bersungguh-sungguh, terjaga dari segala yang diharamkan Allah
SWT
Ridho : menerima semua ketentuan Allah.
Hal ini dapat terjadi karena mendapat azab dari Allah SWT akibat dari perbuatannya
melakukan zinah.

HIPOTESIS
HIV adalah virus yang menyerang system imun, salah satunya adalah CD4
dan CD8 sehingga dapat menyebabkan defisiensi imun. Akibat dari penurunan imun
tersebut timbul gejala mayor (diare kronik) dan minor (batuk>1 bulan). HIV dapat
ditularkan melalui seks bebas. Dalam kasus ini menurut KODEKI, dokter harus
menjalankan kewajiban terhadap pasien. Menurut pandangan islam HIV merupakan
salah satu azab dari Allah SWT terhadap orang yang melakukan zinah.

SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun
LO.1.1. Definisi Defisiensi Imun
LO.1.2. Etiologi Defisiensi Imun
LO.1.3. Klasifikasi Defisiensi Imun
LO.1.4. Mekanisme Defisiensi Imun
LO.1.5. Pemeriksaan Defisiensi Imun
LI.2. Memahami dan Menjelaskan HIV
LO.2.1. Definisi HIV
LO.2.2. Epidemiologi HIV
LO.2.3. Etiologi HIV
LO.2.4. Klasifikasi HIV
LO.2.5. Patogenesis HIV
LO.2.6 Manifestasi HIV
LO.2.7. Diagnosis HIV
LO.2.8. Diagnosis Banding HIV
LO.2.9. Komplikasi HIV
LO.2.10. Tatalaksana HIV
LO.2.11. Prognosis HIV
LO.2.12. Pencegahan HIV
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Dilema Etik dalam Menghadapi Pasien HIV
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Hukum dan Etika Islam Terhadap Penderita HIV

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun


LO.1.1. Definisi Defisiensi Imun
Gangguan defisiensi imun adalah gangguan yang dapat disebabkan oleh kerusakan
herediter yang mempengaruhi perkembangan sistem imun atau dapat terjadi akibat efek
sekunder dan penyakit lain (misalnya infeksi malnutrisi, penuaan, imunosupresi, autoimunitas
atau kemoterapi). Dan penyakit imunodefisiensi adalah defisiensi respon imun akibat
hipoaktivitas atau penurunan jumlah sel limfoid. Defisiensi imun tersebut merupakan salah
satu jenis defisiensi jaringan limfoid yang dapat timbul pada pria maupun wanita dari
berbagai usia dan ditentukan oleh faktor genetik atau timbul sekunder oleh karena faktor lain.
Secara umum dibagi menjadi defisiensi imun kongenital atau primer dan defisiensi imun
didapat atau sekunder. Defisiensi imun primer relative jarang dan yang sekunder lebih sering
terjadi dan disebabkan berbagai faktor sesudah lahir. Adanya defisiensi imun harus dicurigai
bila ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
Peningkatan rentan terhadap infeksi dan jenis infeksi menurut komponen sistem
imun yang defektif
Penderita rentan terhadap jenis kanker tertentu
Defisiensi dapat terjadi akibat pematangan limfosit atau aktivasi atau dalam
mekanisme efektor imunitas
Imunodefisiensi berhubungan dengan insiden autoimunitas
LO.1.2. Etiologi Defisiensi Imun
Dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1 Defisiensi imun primer
a Kongenital/genetik
Terkadang bermanifestasi, tetapi keadaan klinis terjadi pada usia lebih lanjut.
2 Defisiensi imun sekunder
a Malnutrisi
b Kanker generalisata
c Pengobatan imunosupresan
d Infeksi penyakit (HIV/AIDS)
e Immatur limfosit
Selain itu dapat diakbiatkan oleh :

Penyebab Defsiensi Imun


Defek Genetik

Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak


jaringan (misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi
deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada
sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada Xlinked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai
epsilon pada reseptor sel T) Kelainan multifaktorial
dengan kerentanan genetik (misal common variable
immunodeficiency)

Obat atau Toksin

Imunosupresan
(kortikosteroid,
Antikonvulsan (fenitoin)

Penyakit
Metabolik

Nutrisi

siklosporin)

dan Malnutrisi (misal kwashiorkor) Protein losing


enteropathy
(misal
limfangiektasia
intestinal)Defisiensi vitamin (misal biotin, atau
transkobalamin II)
Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati
Akrodermatitis)

Kelainan Kromosom

Anomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA


selektif (trisomi 18)

Infeksi

Imunodefisiensi transien (pada campak dan


varicella) Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV,
infeksi rubella kongenital)

LO.1.3. Klasifikasi Defisiensi Imun


Manifestasi defisiensi imun tergantung dari sebab dan respons. Defisiensi sel B
ditandai oleh infeksi rekuren (infeksi ulangan) bakteri dengan kapsel. Defisiensi sel T
ditandai oleh infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren (ulang). Defisiensi fagosit
ditandai dengan ketidakmampuan untuk memakan dan mencerna pathogen yang biasa terjadi
pada infeksi bakteri rekuren. Penyakit gangguan komplemen menunjukkan defek aktivasi
jalur klasik, alternative dan lektin yang meningkatkan mekanisme spesifik.
DEFISIENSI IMUN NONSPESIFIK
a. Defisiensi komplemen
Komponen komplemen diperlukan untuk membunuh kuman, opsonisasi,
kemotaksis, pencegahan penyakit autoimun dan eliminasi kompleks antigen antibody.
Kebanyakan defisiensi komplemen adalah herediter.
Defisiensi komplemen kongenital
Biasanya menimbulkan infeksi berulang atau penyakit kompleks imun (LES dan
glomerulonephritis).
o Defisiensi inhibitor esterase C1
Berhubungan dengan angioedema herediter, penyakit yang ditandai dengan
edem lokal sementara tapi sering.
9

b.

c.

d.

e.

o Defisiensi C2 dan C4
Dapat menimbulkan penyakit serupa LES.
o Defisiensi C3
Dapat menimbulkan reaksi berat yang fatal terutama yang berhubungan
dengan infeksi mikroba piogenik seperti streptokok dan stafilokok.
o Defisiensi C5
Menimbulkan kerentanan terhadap infeksi bakteri yang berhubungan dengan
gangguan kemotaksis.
o Defisiensi C6, C7, dan C8
Meningkatkan kerentanan terhadap septikemi meningokok dan gonokok.
Defisiensi komplemen fisiologik
Hanya ditemukan pada neonates yang disebabkan kadar C3, C5 dan factor B yang
masih rendah.
Defisiensi komplemen didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis, misalnya pada sirosis hati dan malnutrisi
protein/kalori.
o Defisiensi C1q,r,s
Bersamaan dengan penyakit autoimun, terutama pada penderita LES. Penyakit
yang berhubungan adalah edem angioneuritik herediter.
o Defisiensi C4
Ditemukan pada beberapa penderita LES.
o Defisiensi C2
Merupakan yang paling sering terjadi dan tidak menunjukkan gejala. Terdapat
pada penderita LES.
o Defisiensi C3
Menunjukkan infeksi bakteri rekuren, kadang disertai glomerulonephritis.
o Defisiensi C5-C8
Rentan terhadap infeksi terutama neseria.
o Defisiensi C9 Sangat jarang ditemukan.
Defisiensi interferon dan lisozim
Defisiensi interferon kongenital
Dapat menimbulkan infeksi mononucleosis yang fatal.
Defisiensi interferon dan lisozim didapat
Dapat ditemukan pada malnutrisi protein/kalori.
Defisiensi sel NK
Defisiensi kongenital
Ditemukan pada penderita osteopetrosis.
Defisiensi didapat
Akibat imunosupresi ataur radiasi.
Defisiensi sistem fagosit
Kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan jumlah
neutrophil yang menurun. Resiko infeksi meningkat bila jumlah fagosit turun sampai
di bawah 500/mm3. Defisiensi fagosit juga terjadi pada PMN.
Defisiensi kuantitatif
Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh menurunnya
produksi atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan pemberian
depresan (kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik (defek
perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan fenomena
autoimun akibat pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin).
10

f. Defisiensi kualitatif
Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh
mikroba intrasel.
Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram dan +)
Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik)
Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh benda asing)
Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak mampu melepas
isinya, penderita meninggal pada usai anak)
Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim kronis, dan otitis
media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia).
Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat. Jumlah
neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu)
Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk, efeks
sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur
rekuren dan gangguan penyembuhan luka)
DEFISIENSI IMUN SPESIFIK
a Kongential/primer (sangat jarang terjadi)
- Sel T
Defisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren
1 Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital)
2 Kandidiasis mukokutan kronik
- Sel B
Defisiensi sel B ditandai dengan penyakit rekuren (bakteri)
1 X-linked hypogamaglobulinemia
2 Hipogamaglobulinemia sementara
3 Common variable hypogammaglobulinemia
4 Disgamaglobulinemia
- Kombinasi sel T dan sel B
1 Severe combined immunodeficiency disease
2 Sindrom nezelof
3 Sindrom wiskott-aldrich
4 Ataksia telangiektasi
5 Defisiensi adenosin deaminase
b
-

Fisiologik
Kehamilan
Defisiensi imun seluler dapat ditemukan pada kehamilan.Hal ini karena
peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk
trofoblast. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh
estrogen
Usia tahun pertama
Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih
belum matang.
11

c
-

Usia lanjut
Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi atrofi timus dengan
fungsi yang menurun.
Defisiensi imun didapat/sekunder
Malnutrisi
Infeksi
Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah
Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu kemotaksis
neutrofil. Kloramfenikol, tetrasiklin dapat menekan antibodi sedangkan
rifampisin dapat menekan baik imunitas humoral ataupun selular.
Penyinaran
Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah menekan aktivitas
sel Ts secara selektif
Penyakit berat
Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin, mieloma multipel,
leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem imun dan
menimbulkan defisiensi imun.Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek
fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin juga dapat
menghilang melalui usus pada diare
Kehilangan Ig/leukosit
Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml.Diare (linfangiektasi
intestinal, protein losing enteropaty) dan luka bakar akibat kehilangan protein.
Stres
Agammaglobulinmia dengan timoma
Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi.
Eosinopenia atau aplasia sel darah merah juga dapat menyertai
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

LO.1.4. Mekanisme Defisiensi Imun


Defisit kekebalan humoral (antibodi) mengganggu pertahanan melawan bakteri virulen,
banyak bakteri seperti ini yang berkapsul dan merangsang pembentukan nanah

Host yang mengalami gangguan fungsi antibodi mudah menderita infeksi berulang di
gusi, telinga bagian tengah, selaput otak, sinus paranasal dan struktur bronkopulmonal

Pemeriksaan imunoglobulin serum dengan alat nefelometri, sekarang telah banyak


digunakan untuk mengukur kadar IgG, IgA, IgM dan IgD pada serum manusia

Imunodefisiensi humoral mencolok pada beberapa penyakit keganasan: mieloma


multiple, leukemia limfositik kronik, dan perlu mendapat perhatian bila sel tumor
menginfiltrasi struktur limforetikuler

Fungsi sel T yang tidak sempurna, pada banyak penyakit, juga sebagai defek primer
atau disebabkan oleh beberapa gangguan seperti: AIDS, sarkoidosis, penyakit Hodgkins,
neoplasma non-Hodgkins dan uremia

Fungsi sel T yang gagal terjadi bila timus gagal berkembang (sindrom DiGeorge)
diperbaiki dengan transplantasi jaringan timus fetus
12

Perhatian yang serius terhadap setiap orang yang menderita defisiensi sel T yang jelas
adalah pd ketidakmampuanya untuk membersihkan sel-sel asing termasuk leukosit viabel
dari darah lengkap yang ditransfusikan

LO.1.5. Pemeriksaan Defisiensi Imun


Pemeriksaan penunjang merupaan sarana yang sangat penting untuk
mengetahui penyakit defisiensi imun. Karena banyaknya pemeriksaan yang harus
dilakukan (sesuai dengan kelainan klinis dan mekanisme dasarnya) maka pada tahap
pertama dapat dilakukan pemeriksaan penyaring dahulu, yaitu :
1. Pemeriksaan darah tepi
- Hemoglobin
- Leukosit Total
- Hitung jenis leukosit (persentasi)
- Morfologi limfosit
- Hitung trombosit
2. Pemeriksaan immunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)
3. Kadar antibody terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG)
- Titer antibody Tetanus, Difteri
- Titer antibody H.influenza
4.
Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)
5.
Evaluasi infeksi (laju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan yang sesuai)
LI.2. Memahami dan Menjelaskan HIV
LO.2.1. Definisi HIV
Infeksi HIV adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh human immunodeficiency
virus (HIV). Kondisi ini secara bertahap menghancurkan sistem kekebalan tubuh, yang
membuat lebih sulit bagi tubuh untuk melawan infeksi.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis
dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama
limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan
sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi
infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai
CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin
menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi
virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar
seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh
ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain.

13

LO.2.2. Epidemiologi HIV


Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan terjadi di Bali pada bulan April
tahun 1987. Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda yang meninggal di
RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya. Sampai dengan akhir tahun
1990, peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat.
Sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam akibat
penggunaan narkotika suntik. Fakta yang mengkhawatirkan adalah pengguna
narkotika ini sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda yang merupakan
kelompok usia produktif. Pada akhir Maret 2005 tercatat 6.789 kasus HIV/AIDS yang
dilaporkan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) pada periode JuliSeptember 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di Indonesia telah
mencapai 4.617 orang dan AIDS 6.987 orang.
Sampai akhir Desember 2008, jumlah kasus sudah mencapa 16.110 kasus
AIDS dan 6.554 kasus HIV. Sedangkan jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat
sudah mencapai 3.362 orang. Dari seluruh penderita AIDS tersebut, 12.061 penderita
adalah laki-laki dengan penyebaran tertinggi melalui hubungan seks. (Depkes RI,
2008)
UNAIDS memperkirakan pada tahun 1993 jumlah penderita HIV di dunia
sebanyak 12 juta orang dan pada akhir tahun 2000 sebanyak 20 juta orang. Prevalensi
AIDS pada tahun 1993 sebesar 900.000, sedangkan pada akhir tahun 2000 sebesar 2
juta. Pada tahun 2001 insidensi infeksi HIV-baru pada anak sebanyak 800.000 dengan
580.000 kematian akibat HIV / AIDS. Dari 800.000 anak, 65.000 kasus diperkirakan
terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Di indonesia HIV pertam kali dilaporkan di Bali pada April 1987 (terjadi pada
orang belanda). Pada tahun 1999 terdapat 635 kasus HIV dan 183 kasus AIDS. Mulai
tahun 2000-2005 terjadi peningkata n kasus HIV dan AIDS secara signifikan di
Indonesia. Kasus AIDS tahun 2000 tercatat 255 orang, meningkat menjadi 316 orang
pada tahun 2003, dan meningkat cepat menjadi 2638 orang pada tahun 2005. Dari
data tersebut, DKI jakarta memiliki jumlah penderita tersebar, diikuti oleh Jawa
Timur, Papua, Jawa Barat, dan Bali. Peningkatan ini terutamadisebabkan oleh
semakin membaiknya sistem pencatatn dan pelaporan kasus dan semakin
bertambahnya sarana pelayanan diagnostik khusus dengan Klinik voluntary
counselling and testing (VCT).
Dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia Tenggara, angka kasus
HIV / AIDS di Indonesia termasuk rendah. Alasan yang paling mungkin adalah
lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan, terbatasnya peralatan laboratorium
penunjang dan rendahnya kemampuan diagnosis.
LO.2.3. Etiologi HIV
HIV dapat ditularkan melalui berbagai cara, yaitu :
1. Hubungan seks yang tidak terlindungi dengan orang yang telah
terinfeksi HIV.
2. Transfusi darah atau penggunaan jarum suntik secara bergantian.
3. Melalui alat suntik.
4. Melalui silet, pisau, atau alat pencuker jenggot yang digunakan
bergantian.
5. Melalui transplantasi orang pengidap HIV.
6. Penularan ibu ke anak, biasanya infeksi HIV pada anak didapat dari
ibunya yang mengidap HIV, dapat juga ditularkan melalui ASI.
14

Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam
waktu kira-kira 5-10 tahun. Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV
pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman, transfusi darah atau
penggunaan jarum suntik secara bergantian.
Adapun etiologic lainnya:
1. Seksual
2. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua
cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sesama lakilaki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak
seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko
tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang
terinfeksi HIV.
3. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
4. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam
tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna
narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur
tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas
kesehatan.
5. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan
sepenuhnya sebelum digunakan.
6. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
7. Penularan dari ibu ke anak
8. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan
dan sesudah lahir melalui ASI.
9. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
LO.2.4. Klasifikasi HIV
Menurut spesies terdapat dua jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2 .
HIV-1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia, dan Afrika Tengah, Selatan, dan
Timur. HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat. HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai struktur
hampir sama, HIV-1 mempunyai gen VPU, tetapi tidak mempunyai gen VPX, sedangkan
HIV-2 mempunyai gen VPX tapi tidak memiliki gen VPU.
a. HIV-1
Merupakan penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Genom HIV mengkode sembilan
protein esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Pada HIV-1 terdapat protein Vpu
yang membantu pelepasan virus. Terdapat 3 tipe dari HIV-1 berdasarkan alterasi pada
gen amplopnya yaitu tipe M, N, dan O.
b. HIV-2
Protein Vpu pada HIV-1 digantikan dengan protein Vpx yang dapat meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan hasil duplikasi dari protein lain (Vpr).
Walaupun sama-sama menyebabkan penyakit klinis dengan HIV-2 tetapi kurang
patogenik dibandingkan dengan HIV-1.

15

Terdapat juga klasifikasi menurut jumlah Limfosit T CD4


Kategori
CD4+ T- Limfosit
Kategori 1 >500 CD4+
Kategori 2 200-400 CD4+
Kategori 3 <200 CD4+
Klasifikasi HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
a. Group I; infeksi akut,seperti gejala flu dan tes antibodi terhadap HIV negatif.
b. Group II (Asimtomatis); tes antibodi terhadap HIV positif,tidak ada gejala-gejala
danlaboratorium yang mengarah ke HIV/AIDS
c. Group III (Simtomatis); tes antibodi terhadap HIV Positif,dan terjadi pembesaran
kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persisten generalized lymphadenopathy)
d. Group IVA; tes antibodi terhadap HIV positif,dan terjadi penyakit konstitusional
(demam atau diare yang persisten,penurunan berat badan lebih 10% dari berat badan
normal)
e. Group IVB; sama dengan group IVA disertai adanya
penyakit
neurologi,dementia,neurophati,dan myelophati.
f. Group IVC; sama dengan group IVB disertai sel CD4 < 200 mm,dan terjadi infeksi
opurtunistik.
g. Group IV-D; sama dengan group IVC disertai terjadi tuberkulosis paru,kanker
servikal yang invasif,dan keganasan yang lain.
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan
epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization
tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya
ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis
pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negaranegara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan
dengan memakai data klinis dan laboratorium; sementara di negara-negara maju
digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan
berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk
pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.Sistem ini diperbarui pada bulan September
tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah
ditangani pada orang sehat.

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS

Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernapasan atas yang berulang

Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.

16

Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau
paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

LO.2.5. Patogenesis HIV


Virion virus mempunyai tonjolan terdiri dari gp120 (pada selubung
permukaan/eksternal) dangp41 (pada bagian transmembran), (gp : glikoprotein, angka
mengacu pada massa proteindalam ribuan dalton). Limfosit CD4+merupakan target
utama pada infeksi HIV karena virusmempunyai afinitas terhadap molekul permukaan
CD4+(berfungsi dalam imunologis yangpenting). HIV menginfeksi sel dengan
berikatan dengan reseptor sel T CD4+.gp120 berikatankuat dengan reseptor sel T
CD4+, agar gp41 dapat memerantarai fusi membran virus kemembran sel, selain itu
diperlukan koreseptor pada permukaan sel T yaitu CCR5/CXCR4.Individu yang
mewarisi defisiensi (homozigot) gen koreseptor CCR5/CXCR4 resistenterhadap
timbulnya AIDS, walaupun berulang kali terpajan HIV (1% orang Amerikaketurunan
Caucasian), dan yang heterozigot tidak terlindung dari AIDS, akan tetapi
awitanpenyakit melambat, hal ini belum pernah ditemukan pada homozigot populasi
Asia danAfrika. Sel-sel lain yang rentan terinfeksi adalah makrofag, monosit
(berfungsi sebagairesevoar/APC untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus), sel
NK, sel B, sel endotel, selepitel, sel Langerhans, sel dendritik, sek mikroglia, dan
berbagai jaringan tubuh dikarenakansifat HIV yang politrofik. APC yang terinfeksi
HIV akan menuju ke limfonodus regional,virus dapat dideteksi 5 hari setelah
inokulasi. Dalam limfonodus APC baru dapat dideteksidengan teknik hibridisasi in
situ 7-14 hari setelah inokulasi.Replikasi virus
Replikasi virus :
1. Perlekatan virus dengan sel T CD4+
2. Fusi dan masuknya virus kedalam sel T CD4+
3. Pelepasan envelop virus oleh enzim protease
4. Membuat 1 rantai RNA DNA untai ganda oleh enzim transkriptase
5. cDNA bermigrasi ke dalam inti sel dengan bantuan enzim integrase
6. Menghasilkan DNA provirus memicu transkripsi membentuk mRNA
ditranslasi menjadi enzim-enzim dan protein-protein oleh ribosom sel dilepas
ke sitoplasma.
7. RNA virus bergabung dengan protein-protein virus
8. Virion HIV baru siap dibebaskan dari sel T CD4+ yang terbungkus oleh sebagian
sitoplasma dari membran sel T CD4+
HIV menginfeksi : CD4+, makrofag, sel dendritic.
Beberapa sel lain yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara in vivo dan in
vitro : megakariosit, epidermal Langerhans, peripheral dendritic, folikular dendritic,
mukosa rektal, mukosa saluran cerna, sel serviks, mikroglia, astrosit, sel trofoblast,
lim CD8, sel retina dan epitel ginjal.
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda/gejala tertentu.
Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu dan
bisa terjadi pada 5 hari dan 3 bulan setelah terinfeksi. Seperti demam, nyeri
menelan, pembengkakan kel getah bening, ruam, diare atau batuk. Setelah infeksi
akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik berlangsung selama 8-10 tahun.
Seiring dengan semakin memburuknya kekebalan tubuh, mulailah Nampak
gejala-gejala akibat infeksi oportunistik : BB menurun, demam lama, rasa lelah,
pembesaran kelenjar getah bening, diare, TB, infeksi jamur, herpes dll.
17

Pada penderita AIDS, CD4+ perlahan menurun disebabkan karena replikasi


virus yang aktif dan destruksi sel T yang terjadi di jaringan limfoid.
Normal CD4+ = 500-1500 sel/mm3
CD4+ <200 = rentan terhadap infeksi dan dapat menderita AIDS.
CD4+ <100 = dapat terjadi infeksi toksoplasma.
CD4+ <50 = daapt terjadi infeksi sitomegal.
Gen HIV-ENV memberikan kode pada sebuah protein 160-kilodalton (kD)
yang kemudian membelah menjadi bagian 120-kD(eksternal) dan 41-kD
(transmembranosa). Keduanya merupakan glikosilat, glikoprotein 120 yang berikatan
dengan CD4 dan mempunyai peran yang sangat penting dalam membantu perlekatan
virus dangan sel target (Borucki, 1997).
Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit CD4
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini
mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke
DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase. Limfosit CD4
berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya
fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif.
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan
viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini, virus
tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini telah terjadi
penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3
bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat
namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini
bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang
meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan
setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus hidup
virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit TCD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh 1,6 hari.
Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan reverse transcriptase HIV
yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin
bermutasi dalam basis harian (Brooks, 2005).
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit
klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih
tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV yang
dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut dan lebih virulin
daripada yang ditemukan pada awal infeksi (Brooks, 2005). Infeksi oportunistik dapat
terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan daya tahan tubuh sampai pada
tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa jenis mikroorganisme dapat
menyerang bagian-bagian tubuh tertentu. Bahkan mikroorganisme yang selama ini
komensal bisa jadi ganas dan menimbulkan penyakit (Zein, 2006).
LO.2.6 Manifestasi HIV
Berdasarkan stadiumnya:
A. Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
B. Stadium 2 Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
18

Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir


Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
C. Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombosito penikronis
(<50.000/ml)
D. Stadium 4 sakit berat (AIDS)
Pneumonia pnemosistis, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
Atau :
- Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
- Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernapasan atas yang berulang
- Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
- Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus
atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
Gejala HIV secara umum :
Merasa kelelahan yang berkepanjangan

Deman dan berkeringat pada malam hari tanpa sebab yang jelas.

Batuk yang tidak sembuh-sembuh disertai sesak nafas yang berkepanjangan.

Diare/mencret terus-menerus selama 1 bulan

19

Bintik-bintik berwarna keungu-unguan yang tidak biasa

Berat badan menurun secara drastis lebih dari 10% tanpa alasan yang jelas
dalam 1 bulan.

Pembesaran kelenjar secara menyeluruh di leher dan lipatan paha.

Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum
terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
Gejala mayor:
-

Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan


Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala minor:
- Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Dermatitis generalisata
- Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
- Kandidias orofaringeal
- Herpes simpleks kronis progresif
- Limfadenopati generalisata
- Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research(MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase:
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala,
sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun
tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus
kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat
LO.2.7. Diagnosis HIV
Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan yang
berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau
vagina. Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan
ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. Pemeriksaan untuk
20

menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan metode Elisa (Enzyme


Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil test Elisa positif maka dilakukan
pengulangan dan bila tetap positif setelah pengulangan maka harus
dikonfirmasikan dengan test yang lebih spesifik yaitu metode Western Blot.
Dasar dalam menegakkan diagnosa AIDS adalah:
1. Gejala mayor
a.
Penurunan berat badan menyolok > 10 %
b.
Diare kronis lebih dari 1 bulan
c.
Demam lebih dari 1 bulan.
2. Gejala minor
a. Batuk lebih dari 2 3 minggu
b. Pruritus dermatitis menyeluruh
c. Infeksi umum yang rekuren, misalnya herpes zoster
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Infeksi herpes simpleks kronis progresif atau yang meluas
f. Limfadenopati generalisata
g. Penyakit kulit:
Dermatitis seborroik kambuhan
Psoriasis
Prurigo noduler
Dermatitis generalisata
h. Infeksi jamur kambuhan (kandidiasis vagina/keputihan) pada alat kelamin
wanita
i. Pneumonia berat berulang
j. Pasien TBC terutama:
TB ekstrapulmonal : limfadenitis TB, efusi pleura TB, TB
intestinal, TB peritoneal, TB kulit
TB paru + kandida oral
TB MDR , TB-XDR
Pemeriksaan primer untuk mendiagnosis HIV dan AIDS meliputi:
-

ELISA
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk mendeteksi
infeksi HIV. Jika tes ELISA positif, tes Western blot biasanya dilakukan untuk
mengkonfirmasikan diagnosis. Jika tes ELISA negatif, tetapi ada kemungkinan
pasien tersebut memiliki HIV, pemeriksaan harus diulang lagi dalam satu sampai
tiga bulan. ELISA cukup sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi
tidak diproduksi segera setelah infeksi, hasil tes mungkin negatif selama beberapa
minggu untuk beberapa bulan setelah terinfeksi. Meskipun hasil tes mungkin
negatif selama periode ini, pasien mungkin memiliki tingkat penularan tinggi.
Viral Load Test
Tes ini bertujuan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Umumnya,
tes ini digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan atau mendeteksi dini
infeksi HIV. Tiga teknologi yang digunakan untuk mengukur viral load HIV dalam
darah: Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Branched
DNA (bDNA) and Nucleic Acid Sequence-Based Amplification Assay (NASBA).
Prinsip-prinsip dasar dari tes ini sama. HIV dideteksi menggunakan urutan DNA

21

yang terikat secara khusus pada virus. Penting untuk dicatat bahwa hasil dapat
bervariasi antara tes.
Western Blot
Ini adalah pemeriksaan darah yang sangat sensitif yang digunakan untuk
mengkonfirmasi hasil tes ELISA positif.
PCR (Polymerase Chain reaction)
Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitive dan spesifik untuk
infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang lain tidak jelas.

LO.2.8. Diagnosis Banding HIV


Diagnosis banding pada pasien infeksi HIV tergantung dari jenis infeksi oportunistik yang
diderita pasien tersebut.
Diagnosis banding dari AIDS yaitu:
a. Candidiasis
b. Coccidioidomycosis (Infectious Diseases)
c. Cryptococcosis
d. Cryptosporidiosis
e. Cytomegalovirus
f. Herpes Simplex
g. Lymphoma, High-Grade Malignant Immunoblastic
h. Mycobacterium Avium-Intracellulare
i. Toxoplasmosis
LO.2.9. Komplikasi HIV
Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T
yang diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi oportunistik.
Komplikasi-komplikasi pada pasien yang terjangkit HIV menyebabkan AIDS. Obat
anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy (ART),
sekarang tersedia untuk menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini
membantu untuk memperpanjang hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien
hingga mendekati aktivitas normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik.
Kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan
resistensi.
Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi
oportunistik:
a. Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum
yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang
yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan
banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.
b. Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah
terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut
dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat
menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIVpositif.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti
air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat
dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman
22

(tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi
aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan,
paru-paru atau organ tubuh lainnya.
d. Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan
peradangan dan timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut,
kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah terutama di
mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.
e. Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf
pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam
tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.

f. Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii.
Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja
kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.
g. Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan.
Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang
terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang
menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.
h. Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun
jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada
orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah
muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap,
lesi mungkin terlihat hitam atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat
mempengaruhi organ-organ internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.
i. Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari
kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan
pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.
Komplikasi lainnya:
j. Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun
masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan
sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai
dengan diare, kelemahan kronis dan demam.
k. Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa
menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan
dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah
demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan
fungsi mental berkurang.

23

LO.2.10. Tatalaksana HIV


- Terapi antiretroviral (ARV)
Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly Active Antiretroviral
Therapy), yang menggunakan kombinasi minimal tiga obat antiretroviral. Terapi ini terbukti
efektif dalam menekan replikasi virus (viral load) sampai dengan kadar di bawah ambang
deteksi. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat
ARV akan diberikan dalam jangka panjang. ARV dapat diberikan apabila infeksi HIV telah
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan dibuktikan secara laboratories.
Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang
termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS atau menunjukkan gejala yang sangat berat tanpa
melihat jumlah CD4+. Obat ini juga direkomendasikan pada pasien asimptomatik dengan
jumlah limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3. Pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+
200-350 sel/mm3 dapatditawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien asimptomatik dengan
limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV
dapat dimulai, namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien
dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000
kopi/ml.
Tujuan terapi :

Mencegah transmisi penyakit


Menurunkan angka kesakitan & kematian terkait HIV
Memperbaiki kualitas hidup ODHA
Memulihkan / memelihara fungsi kekebalan tubuh
Menekan replikasi virus secara maksimal & terus-menerus
Terapi kombinasi ARV menekan replikasi HIV

Antiretroviral :
NRTI 3 tahap fosforilasi
NRTI menghambat secara kompetitif RT dan dapat bergabung dengan rantai DNA virus yg
sedang berkembang terminasi.
- Zidovudin : Risiko toksik jika: jumlah sel CD4<<, Penyakit bertambah parah,
dosis >>, terapi memanjang.
- Lamivudin : Tidak dapat mencegah penularan dr ibu bayi
- Didanosin : Tidak toksik terhadap sel2 hematopoietik / limfosit pd dosis terapi
Indikasi: terapi HIV/AIDS untuk pasien yang tidak tahan terhadap
zidovudin
- Stavudin : Pengganti zidovudin kalo terjadi anemia.
- Zalsitabin : lebih aktif pd monosit / makrofag & sel yg istirahat
NNRTI fosforilasi (-)
Hambat aktivitas enzim RT dgn cara berikatan di tempat yg dekat dgn tempat aktif enzim.
- Nevirapin : Tidak boleh diberikan kepada pasien yang mengalami sirosis hati. Dosis
tunggal 200mg + zidovudin efektif cegah transmisi HIV dr ibu ke bayi jika
diberikan awal persalinan & 3 hari pd neonatus
- Delavirdin : obat ini diberi dipikir dulu, jangan sembarangan.
- Efavirens : kontraindikasi pada kehamilan
24

NtRTI 2 tahap fosforilasi


Obat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk aktif lebih sempurna
- Tenofovir : Terapi HIV dalam kombinasi dgn efevirenz, tidak boleh dikombinasikan
dengan lamivudin & abacavir.
Protease inhibitor
HIV protease penting untuk infektivitas virus & penglepasan poliprotein virus.
PI menghambat penglepasan polipeptida prekursor virus hambat maturasi virus sel
akan hasilkan virus yg immatur dan tidak virulen.
- Saquinafir : Hambat enzim protease, Hindari: simvastain & lovastatin ()
- Ritonavir : Penghambat protease HIV- 1 & 2
- Indinavir : menyebabkan pengendapan mineral di urin.
alasan mengganti ARV : karena kegagalan terapi atau pun resistensi.
-

Zidovudin (anemia) ganti dengan stavudin


Evafirenz (toksisitas SSP) ganti dgn nevirapin
Nevirapin (hepatotoksik) ganti: evafirenz / protease inhibitor (saquinavir /
ritonavir).

Tidak ada obat yang benar-benar menyembuhkan HIV/ AIDS. Perkembangan penyakit
dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepatantara
berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambatkerusakan.
GolonganObat Antiretroviral:
1. Nucleoside/ nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors
Menggangu protein HIV yang dikenali reverse transcriptase, yang
diperlukanunutkreplikasi virus
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
Menghambatreplikasidalamselmelaluimenginhibisi protein reverse transcriptase
3. Protease Inhibitors
Menginhibisi protein yang terlibatdalam proses replikasi virus HIV
4. Entry Inhibitors
Menghambatpengikatan/ kemasukan virus HIV kedalamsel-selimuntubuhmanusia
5. Integrase Inhibitors
Menggangguintegrase
enzyme
yang
diperlukansehingga
virus
HIV
dapatmanginsersibahan genetic kedalamselmanusia
Menurut rekomendasi WHO, orang dewasadanremajadengan HIV sebaiknyamemulaiterapi
antiretroviral ketika:
1. Infeksi HIV stadium IV menurut kriteria WHO, tanpa memandang jumlah CD4
2. Infeksi HIV stadium III menurut kriteria WHO, dengan jumlah CD4 <350/ mm3
3. Infeksi HIV stadium I atau II menurut kriteria WHO, dengan jumlah CD4 <200/ mm3
Apabila tes CD4 tidak dapat dilaksanakan, maka terapi ARV sebaiknyadilaksanakan:
1.
2.
3.
Begitu

Infeksi HIV stadium IV, tanpa memandang jumlah limfosit total


Infeksi HIV stadium III, tanpa memandang jumlah limfosit total
Infeksi HIV stadium I atau II, dengan jumlah limfosit total <1200/ mm3c
memulai pengobatan HIV, ia harus digunakan untukwaktu yang sangat lama. Dengan
demikiania dapat menunda kemungkinan efek sampan obat dan benar-benar

25

memanfaatkan kemapuhan efek awal pengobatan terhadap HIV dalam tubuh


manusia. (ODHA Indonesia, 2007)
LO.2.11. Prognosis HIV
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun, data
selama 8 tahun terakhir menunjukan bukti yang amat menyakinkan bahwa
pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral ,
disingkat obat ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini
akibat infeksi HIV, orang dengan HIV/AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja
normal dan produktif. Manfaat ARV di capai melalui pulihnya sistem kekebalan
akibat HIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik.
Secara umum, penatalaksanaan terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
1. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira
(ARV),
2. Pengobatan untuk mengatasi beberapa penyakit infeksi dan kangker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkolosis ,hepatitis,
toksoplasma, sarkoma, kaposi, limfoma, kanker serviks,
3. Pengobatan suportif, yaitu: makanan yang mempunyai nilai gizi yang
lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan lain seperti
dukungan psikososial dan dukungan agama seperti juga tidur yang cukup
dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yanglengkap tersebut,
angka kematian dapat di tekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian
infeksi oportunistik amat berkurang.
LO.2.12. Pencegahan HIV
Anjuran dari badan kesehatan dan WHO:
1 Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda
2 Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok
sasaran
3 Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik
4 Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk program
pengadaan jarum suntik steril
5 Program pendidikan agama
6 Program layanan pengobatan infeksi menular seksual (IMS)
7 Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat
8 Pelatihan ketrampilan hidup
9 Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling
10 Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasanprostitusi anak
11 Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatn, dan
dukungan untuk ODHA
12 Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat
ARV
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Dilema Etik dalam Menghadapi Pasien HIV
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

26

(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Kaidah Dasar Bioetik
Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkan
informed consent
Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak
manfaatnya daripada buruknya.
Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien.
Primum non nocere atau above all do no harm.
Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam
mendistribusikan sumber daya (distributiv justice)
UUD yang Berhubungan
Pasal 30
Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan,
pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya
lain yang diperlukan.
Pasal 31
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan penyakit karantina
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Kewajiban etik yang
utama dari professional MIK maupun tenaga kesehatan adalah melindungi privasi dan
kerahasiaan pasien dan melindungi hak-hak pasien dengan menjaga kerahasiaan rekam medis
pasien HIV AIDS. Kaidah turunan moral bagi tenaga kesehatan adalah
privacy,confidentiality, fidelity dan veracity. Privacy berarti menghormati hak privacy
pasien,confidentialty berarti kewajiban menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia,
fidelity berarti kesetiaan, dan veracity berarti menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.
Pengelolaan informasi pasien HIV AIDS di tempat kerja juga diatur Menurut Kepmenaker
No.KEP. 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS :
Pasal 6

27

Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan
kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis.
Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator
perekammedis dan informasi kesehatan ( PORMIKI, 2006) adalah :
Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan
dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial.
Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang
dari kode etik profesi. Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah
menyebarluaskan informasiyang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang
dapat merusak citra profesi rekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit
sebagai institusi tempatdilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit (
Kodersi ) dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan :
Pasal 4
Rumah sakit harus memelihara semua catatan / arsip, baik medik maupun non medik secara
baik.
Pasal 9
Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien
Pasal 10
Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang
hendak dilakukan.
Pasal 11
Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed consent ) sebelum
melakukan tindakan medik. Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik
Kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas. UU
tersebut memang hanya menyebut dokter,dokter gigi dan pimpinan sarana yang wajib
menyimpannya sebagai rahasia, namun PP No 10tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia
kedokteran tetap mewajibkan seluruh tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam
pendidikan di sarana kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran.
Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan
jabatan adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena
terbongkarnya statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang
dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:
Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi
medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya
pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat
28

pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan
mengenai resiko kesehatan mereka.
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Hukum dan Etika Islam Terhadap Penderita HIV
Dalam ajaran Islam, perilaku menyimpang misalnya perzinaan yang dapat
memberikan kontribusi pada penyebaran HIV/AIDS adalah adalah perbuatan
terkutuk.

Artinya:
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra: 32)
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Islam melarang segala jenis kegiatan
yang mengarah kepada perzinaan, termasuk diantaranya seks pranikah, prostitusi,
homoseks dan penggunaan narkoba.

Mencegah penularan HIV/ AIDS sesuai dengan al-Quran:


1. Pengharaman perilaku homoseksual (hubungan sejenis)
.

Artinya:
Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah)
tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan
perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun
(di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu
ini adalah kaum yang melampaui batas. (Q.S. al-Araf: 80-81)
2. Pengharaman zina dan hukuman keras bagi yang melakukannya

Artinya:
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra: 32)
3. Anjuran menjaga kebersihan
Dalam hal ini kebersihan bukan hanya menyangkut kebersihan pakaian,
dan tempat saja, tetapi juga menghindari penggunaan segala hal yang
menjadi bekas dipakai orang. Yang menjadi contoh dalam hal ini adalah
dilarangnya memakai jarum suntik bekas yang telah dipakai orang. Karena
berbagai macam kuman atau virus termasuk HIV akan mudah tertular
melalui darah yang menempel di jarum suntik tersebut.
4. Mengharamkan minum minuman keras
Dalam hal ini minuman keras dikaitkan dengan pemakaian narkoba. Salah
satu cara yang sangat efektif dalam menularkan HIV adalah melalui
narkoba yang berjenis jarum suntik (putaw).
29


Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". (Q.S. al-Baqarah: 219)
5. Menciptakan ketahanan keluarga sakinah


Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. (Q.S. ar-Rum: 21)

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Alexandra I. 2008. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis (PPI-TB) di Puskesmas. 2010.
Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Kementrian Kesehatan RI
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis, edisi 2. Jakarta. Erlangga
Djoerban, Zubairi. Djauzi, Samsuridjal (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III Jakarta
: Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Hanafiyah MJ, Amir A. (2008). Etika kedokteran dan hokum kesehatan. Edisi 4.
Rosyidah, F. (2011). Kritik Islam Terhadap Strategi Penangulangan HIV-AIDS Berbasis
Paradigma Sekuler-Liberal dan Solusi Islam dalam Menangani Kompleksitas Problematika
HIV-AIDS.
Merati,Tutii Parwati. Djauzi, Samsuridjal (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol I
Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Baratawidjaya KA, Iris Rengganis. (2014). Imunologi Dasar Edisi 11. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI
Dewi, Alexandra. (2008). Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Kresno, Siti Boedina. (2010). Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:
FKUI

30

Anda mungkin juga menyukai