Anda di halaman 1dari 39

MENCRET BERKEPANJANGAN

BLOK MEKANISME PERTAHANAN TUBUH

Kelompok B17
Rizky Alamsyah Martani 1102012253
Siti Rafiqah Fajri 1102012282
Rizkia Putra Fahrandika 1102015204
Raudha Kasmir 1102015190
Syalma Kurnia Nur Andini 1102015233
Muhammad Lutfi Kurnia 1102015150
Siti Khodijah Mulya Sari Rifki 1102015225
Raudina Fisabila Martadipura 1102015191
Qatrunnada Nadhifah 1102015184

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


Jl. Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574

2016
DAFTAR ISI
1. SKENARIO. --------------------------------------------------------------------------------------2
2. KATA SULIT ------------------------------------------------------------------------------------3
3. BRAINSTORMING -----------------------------------------------------------------------------4
4. HIPOTESIS ---------------------------------------------------------------------------------------5
5. SASARAN BELAJAR --------------------------------------------------------------------------6
5.1.Mampu memahami dan menjelaskan tentang defisiensi imun ------------------------7
5.2.Mampu memahami dan menjelaskan tentang HIV/AIDS -----------------------------13
5.3.Mampu memahami dan menjelaskan Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang
HIV/AIDS -----------------------------------------------------------------------------------31
5.4. Mampu memahami dan menjelaskan pandangan Islam terhadap penderita
HIV -------------------------------------------------------------------------------------------34

1
Mencret Berkepanjangan
Seorang laki-laki, 25 tahun, mengeluh diare yang hilang timbul sejak 3 bulan yang
lalu. Selain itu pasien juga mengeluh sering demam, sariawan, tidak nafsu makan, dan berat
badan menurun 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari anamnesis didapatkan pasien adalah
anggota komunitas gay.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering dan terdapat
bercak-bercak putih. Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan LED 50 mm/jam.
Pemeriksaan feses terdapat sel ragi. Pada pemeriksaan screening antibodi HIV didapatkan
hasil (+) kemudian dokter menganjurkan pemeriksaan konfirmasi HIV dan hitung jumlah
limfosit T CD4 dan CD8.
Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami gangguan
defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan pasien untuk datang ke
dokter lain dengan alasan yang tidak jelas.

2
KATA SULIT
1. Kaheksia : keadaan tubuh dibawah normal, karena kelainan tertentu, seperti
metabolise kanker, dan lainnya.
2. LED : kecepatan mengendap/ laju endap eritrosit dari suatu sampel darah yang
diperiksa dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan dalam mm/jam.
3. Sel ragi : suatu jamur yang punya filament hifa yang dapt menginfeksi manusia
4. HIV : Human Immunodefisiensi Virus, menyerang sistem imun terutama
permukaan sel CD4.
5. Gangguan defisiensi imun : berbagai kelompok gangguan dengan cacat pada
system imun humoral maupun seluler yang menyebabkan infeksi yang sangat
berbahaya.
6. Defisiensi imun : keadaan dimana menurunnya sistem imun tubuh.

3
BRAINSTORMING
1. Bagaimana cara mendiagnosis HIV?
2. Apa gejala utama dari penyakit HIV?
3. Mengapa HIV sering dihubungkan dengan komunitas gay?
4. Mengapa pada pasien HIV terjadi penurunan berat badan yang drastis?
5. Bagaimana cara menngani pasien HIV?
6. Apa saja pemeriksaan konfirmasi HIV?
7. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan defisiensi imun?
8. Mengapa vaksin HIV sulit dikembangkan?
9. Jelaskan tahap-tahap terjadinya HIV!
10. Mengapa harus dilakukan hitung limfosit CD4 dan CD8?
11. Bagaimana cara transmisi virus HIV?
12. Jelaskan pandangan Islam tentang penderita HIV!

Jawaban
1. Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik misalnya ditemukan kaheksia, mukosa lidah
yang kering dan bercak bercak putih pada lidah. Pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan antibody HIV (+), LED(+), hitung CD4, hitung darah total, dan kultur
HIV.
2. Demam lebih dari 3 bulan, diare kronis lebih dari 1 bulan, dan penurunan berat badan
lebih dari 10% dalam 3 bulan.
3. Karena orang-orang di komunitas gay sering melakukan seks bebas. Seks bebas
merupakan salah satu cara penularan HIV.
4. Karena adanya malnutrisi dan diare berkepanjangan.
5. Dengan anti retroviral untuk penyakit HIV, terapi suportif,support group, dan mental
& health care.
6. Dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik misalnya ditemukan kaheksia,
mukosa lidah yang kering dan bercak bercak putih pada lidah. Pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan antibody HIV (+), LED(+), hitung CD4, hitung
darah total, dan kultur HIV.
7. Dari adanya malnutrisi, kanker yang menyebar, infeksi virus HIV, dan pengobatan
immunosupresan.
8. Karena obatnya belum ditemukan, jadi untuk vaksinnya belum bisa dikembangkan.
9. a. tahap akut : demam, flureks sindrom, dan penurunan jumlah CD4. Pada tahap ini
biasanya didiagnosis 2-4 minggu setelahnya.
b. tahap kronik : di tahap ini virusnya masih melakukan replikasi, dan tahap ini
berlangsung selama beberapa tahun. Kalau tidak diobati bias menyebabkan AIDS.
10. Karena CD4 merupakan target utama infeksi virus HIV, sebab HIV punya afinitas
terhadap molekul ini, dan HIV akan bereplikasi sesuai jumlah CD4.
11. Dari cairan tubuh, transfuse darah, lewat sawar plasenta,hubungan seksual, dan lewat
spuit yang tidak steril.
12. Tidak boleh melakukan diskriminasi, untuk penderita harus bersabar.

4
HIPOTESIS

Defisiensi imun adalah keadaan dimana fungsi sistem imun tubuh menurun, salah satunya
diakibatkan oleh HIV yang menyerang limfosit sel TH (CD4). Penularannya bias melalui
kontak dengan cairan tubuh, transfuse darah, transplasental, hubungan seksual, serta
penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Penyakit HIV dapat didiagnosis melaui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Terapi untuk penyakit HIV
biasanya diberikan anti retroviral, terapi supportif, terapi support group, dan Mental &
Health Care. Penderita harus bersabar dalam mengahadapi cobaan.

5
SASARAN BELAJAR

LO.1.Mampu memahami dan menjelaskan tentang defisiensi imun


1.1.Mampu memahami dan menjelaskan defisiensi imun
1.2.Mampu memahami dan menjelaskan etiologi terjadinya defisiensi imun
1.3.Mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi defisiensi imun
1.4.Mampu memahami dan menjelaskan mekanisme defisiensi imun
LO.2.Mampu memahami dan menjelaskan tentang HIV/AIDS
2.1.Mampu memahami dan menjelaskan definisi HIV/AIDS
2.2.Mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi HIV/AIDS
2.3.Mampu memahami dan menjelaskan etiologi HIV/AIDS
2.4.Mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi HIV
2.5.Mampu memahami dan menjelaskan pathogenesis dan patofisiologi HIV
2.6.Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis HIV
2.7.Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding HIV/AIDS
2.8.Mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana HIV
2.9.Mampu memahami dan menjelaskan komplikasi HIV/AIDS
2.10.Mampu memahami dan menjelaskan prognosis HIV
2.11.Mampu memahami dan menjelaskan pencegahan HIV
LO 3. Mampu Memahami dan Menjelaskan KODEKI tentang HIV/AIDS

LO 4. Mampu Menjelaskan dan Memahami Pandangan Islam terhadap penderita HIV/AIDS

6
SASARAN BELAJAR

1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang Defisiensi Imun


1.1. Mampu memahami dan menjelaskan definisi defisiensi imun
Defisiensi imun (immunodeficiency) adalah defisiensi respon imun atau gangguan yang
ditandai dengan kurangnya respon imun; diklasifikasikan sebagai antibody (sel B), cellular
(sel T) atau combined immunodeficiency, atau phagocytic dysfunction disorder. (Dorland,
2002)
Gangguan defisiensi imun adalah gangguan yang dapat disebabkan oleh kerusakan herediter
yang mempengaruhi perkembangan sistem imun atau dapat terjadi akibat efek sekunder dan
penyakit lain (misalnya infeksi malnutrisi, penuaan, imunosupresi, autoimunitas atau
kemoterapi). Dan penyakit imunodefisiensi adalah defisiensi respon imun akibt hipoaktivitas
atau penurunan jumlah sel limfoid. Defisiensi imun tersebut merupakan salah satu jenis
defisiensi jaringan limfoid yang dapat timbul pada pria maupun wanita dari berbagai usia dan
ditentukan oleh faktor genetik atau timbul sekunder oleh karena faktor lain.

1.2 Mampu memahami dan menjelaskan Etiologi defisiensi imun


Secara umum, penyakit defisiensi imun dapat dibagi menjadi kongenital (primer) dan didapat
(sekunder),
Defisiensi imun kongenital atau primer
Terkadang bermanifestasi, tetapi keadaan klinis terjadi pada usia lebih lanjut.
Defisiensi imun didapat atau sekunder
Relative lebih sering terjadi karena disebabkan berbagai factor sesudah lahir.
Timbul akibat:
a. Malnutrisi
b. Kanker yang menyebar
c. Pengobatan dengan imunosupresan
d. Infeksi sel system imun yang Nampak jelas pada infeksi virus HIV, yang merupakan sebab
AIDS
e. Radiasi

Penyakit defisiensi imun tersering mengenai limfosit, komplemen dan fagosit.


1. Penyakit imun dapat ditimbulkan oleh karena tidak adanya fungsi spesifik defisiensi imun
atau aktivitas yang berlebihan (hipersensitivitas).
2. Organ yang sering terkena adalah sal.pernapasan yang diserang bakteri piogenik atau
jamur. IgA yang defisiensi dapat mengakibatkan infeksi kronik salura pernapasan.

7
Infeksi yang berulang atau infeksi yang tidak umum merupakan pertanda penting adanya
defisiensi imun.
a. Defek genetik
Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-
teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada sistem
imun (misal defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia; abnormalitas
rantai epsilon pada reseptor sel T). Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik
(misal common variable immunodeficiency).
b. Obat atau toksin
Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin), Antikonvulsan (fenitoin).
c. Penyakit nutrisi dan metabolik
Malnutrisi ( misal kwashiorkor), Protein losing enteropathy (misal limfangiektasia
intestinal), Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II).
d. Defisiensi mineral
Seng pada Enteropati Akrodermatitis
e. Kelainan kromosom
Anomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA selektif (trisomi 18).
f. Infeksi
Imunodefisiensi transien (pada campak dan varicella )Imunodefisiensi permanen (infeksi
HIV, infeksi rubella kongenital).

1.3 mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi defisiensi imun


1. Defisiensi Imun Non-Spesifik
a. Komplemen
Dapat berakibat meningkatnya insiden infeksi dan penyakit autoimun (SLE),
defisiensi ini secara genetik.
i. Kongenital
Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun (SLE dan
glomerulonefritis).
ii. Fisiologik
Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan faktor B yang masih
rendah.
iii. Didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori).

b. Interferon dan lisozim


i. Interferon kongenital
Menimbulkan infeksi mononukleosis fatal.
ii. Interferon dan lisozim didapat
Pada malnutrisi protein/kalori.

c. Sel NK
i. Kongenital

8
Pada penderita osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit), kadar IgG, IgA, dan
kekerapan autoantibodi meningkat.
ii. Didapat
Akibat imunosupresi atau radiasi.

d. Sistem fagosit
Menyebabkan infeksi berulang, kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan
langsung dengan jumlah neutrofil yang menurun, resiko meningkat apabila jumlah
fagosit turun < 500/mm3. Defek ini juga mengenai sel PMN.

i. Kuantitatif
Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh menurunnya
produksi atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan
pemberian depresan (kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik
(defek perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan
fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin).
ii. Kualitatif
Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh mikroba
intrasel.
1. Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram dan +).

2. Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik).

3. Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh benda


asing).

4. Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak mampu


melepas isinya, penderita meninggal pada usai anak).

5. Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim kronis, dan otitis
media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia).

6. Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat.


Jumlah neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu).

7. Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk,


efeks sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri
dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka).

2. Defisiensi Imun Spesifik


a. Defisiensi Kongenital
Defisiensi sel B ditandai dengan infeksi rekuren oleh bakteri. Defisiensi sel T
ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren. Defisiensi
fagosit disertai oleh ketidakmampuan untuk memakan dan menghancurkan
pathogen.

9
1) Defisiensi imun primer sel B. Defisiensi sel B bisa berupa gangguan
perkembangan sel B. berbagai akibat dapat ditemukan seperti tidak adanya
satu kelas atau subkelas Ig atau semua Ig. Penderita dengan defisiensi semua
jenis IgG lebih mudah menjadi sakit disbanding dengan yang hanya
menderitadefisiensi kelas Ig tertentu saja.
2) Defisiensi imun primer sel T. Penderita dengan defisiensi sel T kongenital ini
sangat rentan terhadap infeksi virus, jamur, dan protozoa. Oleh karena sel T
juga berpengaruh terhadap aktivasi dan ploriferasi sel B, maka defisiensi sel T
disertai pula dengan gangguan produksi Ig yang nampak dari tidak adanya
respon terhadap vaksinasi. Contoh penyakitnya sindrom DiGeorge dan
kandidiasis mukokutan kronik.
3) Defisiensi kombinasi sel B dan sel T yang berat
Salah satu contoh penyakit ini adalah Severe Combined Immunodeficiency
Disease (SCID) yang mana penderitanya rentan terhadap infeksi virus, bakteri,
jamur, dan protozoa. Gejala mulai terlihat pada usia muda dan bila tidak
diobati jarang dapat hidup melebihi usia satu tahun.
b. Defisiensi Imun Fisiologik
1) Kehamilan. Keadaan ini dibutuhkan janin untuk hidup. Hal tersebut
diakibatkan karena terjadinya peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif
factor humoral yang dibentuk trofoblas. Wanita hamil memproduksi Ig yang
meningkat dan IgG diangkut melewati plasenta.
2) Usia Tahun Pertama. Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai
lima tahun masih belum matang. Meskipun neonates menunjukkan sel T yang
tinggi, tapi itu semua masih dalam bentuk sel T naif sehingga tidak
memberikan respon imun yang adekuat terhadap antigen.
3) Usia Lanjut. Akibat atropi timus, jumlah sel T naif dan kualitasnya makin
berkurang. Jumlah sel T memori meningkat tapi semakin sulit untuk
berkembang. Terutama sel CD8 dan Th 1 yang menurun akibat apoptosis.
Sitokin TH2, IL6 meningkat, sedangkan IL2 menurun.
c. Defisiensi didapat
1) Infeksi. infeksi dapat menyebabkan defisiensi imun. Malaria dan rubella
kongenital dapat berhubungan dengan defisiensi antibodi. Campak sudah
diketahui berhubungan dengan defek imunitas seluler yang menimbulkan
reaktivasi tuberculosis. Hal-hal tersebut dapat terjadi bersama pada penderita
sakit berat.
2) Obat, trauma, tindakan kateterisasi, dan bedah. Obat sering menimbulkan
defisiensi imun sekunder. Tindakan kateterisasi dan bedah dapat menimbulkan
imunokompromatis. Antibiotic dapat menekan system imun. Obat sitotoksik,
gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu kemotaksis neutrofil.
Penderita yang mendapat trauma seperti luka bakar akan kurang mampu
menghadapi pathogen. Sebabnya tidak jelas, mungkin karena penglepasan
factor yang menekan respons imun.
3) Penyinaran. Penyinaran dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, sedang
dosis rendah dapat menekan aktivitas sel Ts secara selektif

10
4) Penyakit berat. Defisiensi imun dapat terjadi akibat berbagai penyakit seperti
penyakit Hodgkin, myeloma multiple, leukemia, dan limfosarkoma.
Immunoglobulin juga dapat hilang melalui usus pada diare.
5) Kehilangan immunoglobulin, bisa terjadi karena tubuh kehilangan protein yang
berlebihan seperti pada penyakit ginjal dan diare. Pada sindrom nefrotik terjadi
kehilangan protein dan penurunan IgG dan IgA yang berarti, sedang IgM tetap
normal. Pada diare dan luka bakar terjadi kehilangan protein.
6) Agammaglobulinemia dengan timoma. Agammaglobulinemia dengan timoma
disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi. Eosinopenia atau
aplasia sel darah merah dapat pula menyertai agamaglobulinemia

d. AIDS
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV. Pada
umumnya AIDS disebabkan HIV-1 dan beberapa kasus seperti di Afrika Tengah
disebabkan oleh HIV-2. Keduanya merupakan virus lenti yang menginfeksi sel
CD4 T yang memiliki reseptor dengan afinitas tinggi untuk HIV, makrofag, dan
jenis sel lain.

1.4 mampu memahami dan menjelaskan mekanisme defisiensi imun


Defisiensi imunitas non spesifik
Menyebabkan kerusakan pada jalur komplemen.
Sel fagosit
Sel fagosit rentan terhadap bakteri dan jamur. Sel fagosit tidak akan berjalan jika molekul
adhesi yang ada di endotel tidak terbentuk. Jika gangguan sel fagositnya sampai kronik
menyebabkan glomalotus disease yang akan menyebabkan mutasi.
Defisiensi imun spesifik
a. Humoral
Terdapat gangguan pada limfosit b sehingga akan berpengaruh pada
immunoglobulin yang akan menyebabkan penurunan immunoglobulin.
b. Seluler
Sel T dibentuk di dalam thymus, apabila terjadi gangguan pada thymus
maka sel T ga bias masuk ke intraseluler
c. Kombinasi
Gangguan terdapat dikeduanya baik humoral maupun seluler. Jika sudah
parah bias sampai menyebabkan pneumoni, bakterimia, dan lainnya.
Defisisensi imun spesifik kombinasi ini bias disebabkan oleh vaksin yang
berisi mikroba hidup yang masuk ke tubuh.

11
2.Mampu memahami dan menjelaskan HIV dan AIDS
2.1 Definisi
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. HIV adalah virus penyebab
AIDS. Virus ini menyerang dan merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga manusia tidak
dapat bertahan terhadap penyakit-penyakit yang menyerang tubuh.

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV
yang termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
Struktur Virus HIV
HIV terdiri atas sebuah daerah pusat berbentuk silindris yang dikelilingi oleh amplop lipid
bilayer yang berbentuk bola (sphere-shaped).Ada dua glikoprotein utama pada membran lipid
bilayer virus ini yaitu gp120 dan gp41.Fungsi utama dari glikoprotein tersebut adalah sebagai
mediator utama untuk pengenalan sel CD4+ dan reseptor chemokin sehingga memungkinkan
virus untuk berikatan dan menyerang sel CD4+.Bagian lingkaran dalam virus ini memiliki dua
untai ssRNA, juga beberapa protein dan enzim yang berguna untuk replikasi dan maturasi
HIV seperti p14, p17, enzim reverse transcriptase, protease, dan integrase.
HIV memiliki diameter 1000 angstrom dan berbentuk sferis.Dilapisan kedua terdapat protein
p17, terdapat inti HIV yang dibentuk oleh protein p24, antigen p24 sebagai core antigen yaitu
petanda terdini adanya infeksi HIV-1.Didalam inti terdapat 2 buah rantai RNA dan enzim
reverse transcriptase.

2.2. Memahami dan


Menjelaskan Epidemiologi Penyakit akibat Infeksi HIV

Di luar
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah

12
baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara
2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-
anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun
2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS
meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6
sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah
anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang
hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua
wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak
yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah
terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini
karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7
juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika
Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini
dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[97] Di 35 negara di Afrika dengan perataan
terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi
tanpa penyakit.
Di Indonesia

2.3 mampu memahami dan menjelaskan etiologi HIV


HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung
HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Penularan HIV dapat terjadi
melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius,
ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI.

13
1) Seksual. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling
dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat
terjadi selama sesama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-
laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus),
oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau
anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2) Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus
HIV.
3) Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau
pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika
melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja
(tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4) Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5) Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6) Penularan dari ibu ke anak. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari
ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
7) Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.

2.4 mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi HIV


Menurut spesies terdapat dua jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1
paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia, dan Afrika Tengah, Selatan, dan
Timur. HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat. HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai
struktur hampir sama, HIV-1 mempunyai gen VPU, tetapi tidak mempunyai gen VPX,
sedangkan HIV-2 sebaliknya.
a. HIV-1
Merupakan penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Genom HIV mengkode sembilan
protein esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Pada HIV-1 terdapat protein
Vpu yang membantu pelepasan virus. Terdapat 3 tipe dari HIV-1 berdasarkan alterasi
pada gen amplopnya yaitu tipe M, N, dan O.
b. HIV-2
Protein Vpu pada HIV-1 digantikan dengan protein Vpx yang dapat meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan hasil duplikasi dari protein lain
(Vpr). Walaupun sama-sama menyebabkan penyakit klinis dengan HIV-2 tetapi
kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1.
Klasifikasi HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
(1) Group I; infeksi akut,seperti gejala flu dan tes antibodi terhadap HIV negatif.
(2) Group II (Asimtomatis); tes antibodi terhadap HIV positif,tidak ada gejala-gejala dan
laboratorium yang mengarah ke HIV/AIDS
(3) Group III (Simtomatis); tes antibodi terhadap HIV Positif,dan terjadi pembesaran
kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persisten generalized lymphadenopathy)

14
(4) Group IVA; tes antibodi terhadap HIV positif,dan terjadi penyakit konstitusional
(demam atau diare yang persisten,penurunan berat badan lebih 10% dari berat badan
normal)
(5) Group IVB; sama dengan group IVA disertai adanya penyakit
neurologi,dementia,neurophati,dan myelophati.
(6) Group IVC; sama dengan group IVB disertai sel CD4 < 200 mm,dan terjadi infeksi
opurtunistik.
(7) Group IV-D; sama dengan group IVC disertai terjadi tuberkulosis paru,kanker servikal
yang invasif,dan keganasan yang lain.
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata, cairan vagina dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan
otak (Siregar,2008).

2.5 mampu memahami dan menjelaskan pathogenesis dan pathofisiologi HIV


Sel inang yang terinfeksi virus HIV akan mengalami pemendekan waktu hidup. Hal ini
disebabkan karena virus HIV menggunakan sel inang sebagai "pabrik" untuk memperbanyak
diri mereka. 24 jam setalah pemaparan pertama, virus HIV akan diserang oleh sel dendritik
mukosa dan kulit. setelah 5 hari, sel yang terinfeksi ini akan bergerak ke nodus limfe dan
selanjutnya ke peredaran darah perifer dimana replikasi virus meningkat pesat. Limfosit
CD4+ yang digunakan untuk merespon antigen dari virus akan selanjutnya bermigrasi ke
nodus limfa yang selanjutnya akan teraktivasi dan berproliferasi. Keadaan ini akan membuat
sel CD4+ menjadi lebih rentan akan infeksi HIV.
Siklus hidup dari HIV meliputi 6 tahap yaitu: binding and entry, reverse transcription,
integration, replication, budding, dan maturation
1. Binding and Entry
Pada tahap ini, protein amplop gp120 dan gp41 akan berikatan pada reseptor sel
CD4+ dan koreseptor di permukaan luar sel CD4+ dan makrofag. Reseptor
chemokin CCR5 dan CXCR4 akan memfasilitasi masuknya virus kedalam sel inang.
Penggabungan protein, reseptor dan koreseptor virus ke sel inang akan
menggabungkan membran HIV dengan membran sel CD4+. Membran HIV dan
protein amplop akan tertinggal di luar sel inang, sedangkan bagian inti dari HIV
akan masuk ke dalam sel CD4+. enzim dari sel CD4+ akan berinteraksi dengan inti
dari virus HIV yang akan memicu pelepasan RNA, dan enzim reverse
transcriptase, integrase, dan protease dari virus.
2. Reverse Transcription
Pada tahap ini, ssRNA dari HIV akan di transkripsi menjadi ssDNA menggunakan
enzim reverse transcriptase. ssDNA kemudian akan mengalami replikasi menjadi
dsDNA.
3. Integration
Setelah RNA virus ditranskripsi menjadi DNA, enzim integrase akan memasukan
DNA virus HIV ke dalam inti sel CD4+ untuk selanjutnya disisipkan di DNA sel
CD4+.
4. Replication

15
DNA baru yang terbentuk dari penyisipan DNA virus ke DNA sel CD4+ akan
memicu terbentuknya messenger DNA yang akan menginisiasi sintesis protein HIV.
5. Budding
Protein HIV, RNA virus dan komponen lainnya yang diperlukan untuk membuat
virus baru akan berkumpul pada membran sel CD4+ untuk membentuk virus baru
dengan mendorong membran sel CD4+ dengan cara budding lalu meninggalkan sel
inang.
6. Maturation
Virus yang baru saja keluar dari sel CD4+ sudah memiliki semua komponen yang
dibutuhkan untuk menginfeksi sel CD4+ yang baru, tetapi virus ini tidak bisa
menginfeksi sebelum mengalami pematangan (maturasi). Enzim yang berperan
dalam proses pematangan virus ini adalah protease.

Respon imun
Setelah terpajan HIV, individu akan melakukan respon imun terhadap infeksi yaitu
peningkatan sel T CD8+ yang menyebabkan menghilangnya viremia, walaupun demikian hal
ini tidak dapat mengontrol secara optimal terhadap replikasi HIV yang akan berada pada masa
steady-state beberapa bulan setelah infeksi dan untuk seberapa lamanya bervariasi tergantung
tingkat kekebalan tubuh pejamu. Sel NK dan sel T CD8+ mengeluarkan perforin yang
menyebabkan kematian sel terinfeksi. Aktivitas sitotoksik sel T CD8+ sangat hebat hingga bisa
menekan replikasi HIV dalam sel T CD4+. Aktivitas sel T CD8+ menurun seiring dengan
berkembangnya penyakit.

Selain itu sel B yang dirangsang oleh IL-4 yang dikeluarkan oleh sel T CD4+ akibat
rangsangan IL- 2 dari APC akan memacu sel B untuk berproliferasi menghasilkan sel plasma
yang menghasilkan antibodi spesifik untuk gp120 dan gp41 virus. Antibodi ini akan muncul
dalam 1-6 bulan pasca infeksi dan dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus
menurun hingga level steady state, walaupun antibodi memiliki aktifitas netralisasi yang kuat
tetapi tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar dengan mengubah bagian
amplopnya yaitu situs glikosilasinya, sehingga konfigurasi 3 dimensinya berubah dan antibodi

16
yang spesifik terhadap glikoprotein terdahulu tidak akan mengenal dengan glikoprotein yang
baru.
Patofisiologi
Siklus hidup HIV berwala dari infeksi sel, produksi DNA virus dan integrasi ke dalam
genom, ekpresi gen virus dan produksi partikel virus.
Virus menginfeksi sel dengan menggunakan glikoprotein envelop yang disebut gp120 yang
terutama mengikat sel CD4 dan reseptor kemokin dari sel manusia. Oleh karena itu virus
hanya dapat menginfeksi dengan defisiensi sel CD4.Makrofag dan sel dendritik juga dapat
infeksinya.
Setelah virus berikatan dengan reseptor sel, membran virus bersatu dengan membran sel
pejamu dan virus masuk ke sitoplasma. Disini envelop virus dilepas oleh protease virus dan
RNA menjadi bebas. Kopi DNA dari RNA virus disintesis oleh enzom transkriptase dan kopi
DNA bersatu dengan DNA pejamu.DNA yang terintegrasi disebut provirus.Provirus dapat
diaktifkan, sehingga diproduksi RNA dan protein virus. Sekarang virus mampu membentuk
struktur inti, bermigrasi ke membran sel , memperoleh envelop lipid dari sel pejamu, dilepas
berupa partikel virus yang dapat menular dan siap menginfeksi sel lain. Integrasi provirus
dapat tetap laten dalam sel terinfeksi ntuk berbulan-bulan atau tahun, sehingga tersembunyi
dari sistem imun pejamu, bahkan dari terapi antivirus.

2.6 mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis HIV

Gejala Klinis
Gejala Mayor a. Berat badan menurun lebih dari 10%
dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih
dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1
bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan
neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala Minor a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan


b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster
multisegmental dan herpes zoster
berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata

17
g. Renitis virus Sitomegalo

WHO menetapkan 4 stadium klinik pada pasien HIV :

18
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain:
a. Manifestasi tumor
1) Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi
kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang
terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.
2) Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan
bertahan kurang lebih 1 tahun.

b. Manifestasi Oportunistik
1) Manifestasi pada Paru
a) Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru
PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan
demam.
b) Cytomegalo Virus (CMV) Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai
komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV
merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS.
c) Mycobacterium Avilum Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada
stadium akhir dan sulit disembuhkan.
d) Mycobacterium Tuberculosis Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat
menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru.
2) Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan.
3) Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya
timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis,
meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer (Siregar, 2008).

2.7 mampu memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding HIV
Pemeriksaan darah adalah cara paling umum untuk mendiagnosis HIV. Tes ini
bertujuan untuk mencari antibodi terhadap virus HIV. Orang yang terkena virus harus
segera dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tindak lanjut tes mungkin diperlukan,
tergantung pada waktu awal paparan.
Sebelum dilakukan tes, pemeriksaan anamnesis juga perlu dilakukan untuk mengetahui
gaya hidup pasien apakah termasuk gaya hidup berisiko tinggi.
Pemeriksaan primer untuk mendiagnosis HIV dan AIDS meliputi:
ELISA
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV.
Jika tes ELISA positif, tes Western blot biasanya dilakukan untuk mengkonfirmasikan
diagnosis. Jika tes ELISA negatif, tetapi ada kemungkinan pasien tersebut memiliki HIV,
pemeriksaan harus diulang lagi dalam satu sampai tiga bulan.

19
ELISA sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%, cukup sensitif pada infeksi HIV
kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, hasil tes mungkin negatif
selama beberapa minggu untuk beberapa bulan setelah terinfeksi. Meskipun hasil tes mungkin
negatif selama periode ini, pasien mungkin memiliki tingkat penularan tinggi. Biasanya tes ini
memberikan hasil positif setelah 2-3 bulan terinfeksi.
Pemeriksaan Air Liur
Pada kapas digunakan untuk memperoleh air liur dari bagian dalam pipi. Pad ditempatkan
dalam botol dan diserahkan ke laboratorium untuk pengujian. Hasil dapat diperoleh dalam tiga
hari. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan tes darah.
Viral Load Test
Tes ini bertujuan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Umumnya, tes ini
digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan atau mendeteksi dini infeksi HIV. Tiga
teknologi yang digunakan untuk mengukur viral load HIV dalam darah: Reverse Transcription
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Branched DNA (bDNA) and Nucleic Acid Sequence-
Based Amplification Assay (NASBA). Prinsip-prinsip dasar dari tes ini sama. HIV dideteksi
menggunakan urutan DNA yang terikat secara khusus pada virus. Penting untuk dicatat
bahwa hasil dapat bervariasi antara tes.
Western Blot
Ini adalah pemeriksaan darah yang sangat sensitif sebesar 99,6-100%, yang digunakan untuk
mengkonfirmasi hasil tes ELISA positif. Tetapi pemeriksaan ini cukup sulit, mahal, dan
membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Western Blot merupakan elektroporesis gel poliakrilamid
yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada
rantai protein yang ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai
protein ditemukan berarti western blot positif. Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu
dengan sampel yang sama. Jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan maka tes western
blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV
negatif.
Strategi Pemeriksaan
a. Strategi I
Hanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka
dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan nonreaktif
dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan pada
strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (>99%). Dilakukan kalau
prevalensi lebih dari 30%.
b. Strategi II
Menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama
memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka
dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan
sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih
spesifik serta berbeda jenis antigen atau tekniknya dari yang dipakai pada
pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan
sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah
nonreaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap

20
tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate. Dilakukan kalau prevalensi
kurang dari 30 sampai kurang dari 10%.
c. Strategi III
Menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua,
dan ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang
terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama
reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga nonreaktif, atau tes pertama reaktif,
sementara tes kedua dan ketiga nonreaktif, maka keadaan ini disebut sebagai
equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat
pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil
seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan
terhadap HIV atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan
sebagai nonreaktif. Perlu diperhatikan juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai
reagensia yang berbeda asal antigen atau tekniknya, serta memiliki spesifisitas yang
lebih tinggi.
Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh
HIV, yang paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB).
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus
mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa mendapat informasi
yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat mengambil
keputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya
nanti. Untuk keperluan survei tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang
dites tidak akan diberi tahu hasil tesnya.
Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes
positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai
pengobatan untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan
penularan. Jika hasilnya negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan
informasi bagaimana mempertahankan perilaku yang tidak berisiko. Seseorang
dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti
terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk
mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Dilakukan kalau prevalensi kurang dari 10%.

Skrining HIV
Mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatu populasi tertentu, sementara uji
diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaan HIV pada orang-orang dengan gejala dan
tanda yang konsisten dengan infeksi HIV. CDC menyatakan bahwa infeksi HIV memenuhi
seluruh kriteria untuk dilakukan skrining, karena:
a. Infeksi HIV merupakan penyakit serius yang dapat didiagnosis sebelum timbulnya
gejala.
b. HIV dapat dideteksi dengan uji skrining yang mudah, murah, dan noninvasif.
c. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki harapan untuk lebih lama hidup bila
pengobatan dilakukan sedini mungkin, sebelum timbulnya gejala.
d. Biaya yang dikeluarkan untuk skrining sebanding dengan manfaat yang akan
diperoleh serta dampak negatif yang dapat diantisipasi. Di antara wanita hamil,

21
skrining secara substansial telah terbukti lebih efektif dibandingkan pemeriksaan
berdasarkan risiko untuk mendeteksi infeksi HIV dan mencegah penularan
perinatal.
CDC merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HIV secara rutin
untuk setiap orang berusia 13-64 tahun yang datang ke sarana pelayanan kesehatan meskipun
tanpa gejala. Selain itu, CDC juga merekomendasikan agar pemeriksaan HIV dimasukkan
dalam pemeriksaan rutin antenatal bagi wanita hamil.11 Sementara pemeriksaan wajib HIV
lebih ditekankan untuk dilakukan pada donor darah dan organ. Pemeriksaan wajib HIV juga
dapat dilakukan pada bidang perekrutan tentara atau tenaga kerja imigran.
Panduan WHO mengenai PITC tahun 2007 menyebutkan bahwa metode ini
dapat diterapkan pada wilayah dengan tingkat epidemiologi HIV yang berbeda- beda, yaitu
daerah dengan epidemi HIV yang rendah, daerah dengan tingkat epidemi HIV yang
terkonsentrasi, dan daerah dengan tingkat epidemi yang meluas. Yang dimaksud dengan
epidemi yang rendah adalah infeksi HIV hanya ditemukan pada beberapa individu dengan
perilaku berisiko (WPS, pengguna narkoba suntik, laki-laki berhubungan seks dengan laki-
laki); angka prevalensinya tidak melebih 5% pada subpopulasi tertentu. Sementara itu, yang
dimaksud dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi adalah infeksi HIV telah menyebar di
subpopulasi tertentu, namun tidak ditemukan di populasi umum. Hal ini menunjukkan
aktifnya hubungan antara risiko dengan subpopulasi; angka prevalensi pada subpopulasi
melebihi 5%, namun tidak sampai 1% pada wanita hamil. Kemudian, yang dimaksud tingkat
epidemi yang meluas adalah infeksi HIV telah ditemukan pada populasi umum, dengan
prevalensi pada wanita hamil melebihi 1%.
Pada semua tingkat epidemi, PITC direkomendasikan untuk dilakukan kepada
orang dewasa, remaja, atau anak dengan gejala dan tanda klinis yang sesuai dengan infeksi
HIV; anak yang terpapar HIV atau anak yang lahir dari ibu yang HIV positif; anak dengan
pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi, di daerah dengan epidemi yang meluas, yang tidak
membaik dengan terapi yang optimal; serta pria yang menginginkan untuk dilakukan
sirkumsisi sebagai pencegahan penularan HIV.

Uji Konfirmasi HIV


Pemeriksaan Anti-HIV konfirmasi merupakan pemeriksaan tahap kedua setelah uji saring.
Pemeriksaan ini diperlukan ketika hasil uji saring positif atau positif palsu (hasil uji saring
menyatakan positif, namun sebenarnya tidak terinfeksi HIV). Bila pada pemeriksaan ini
menunjukkan hasil positif, maka hampir dapat dipastikan bahwa seorang individu terinfeksi
HIV.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pasien ini difikirkan sebagai multipel abses pada HIV yang disebabkan
oleh Tubesculosis, karena abses pada tuberculoma juga terdapat multipel abses, dengan
gambaran abses yang lebih kecil dengan ukuran 1-2 mm, serta efek massa yang minimal.
Namun pada pasien ini didapatkan adanya gejala infeksi tuberkulosis pada paru, yaitu tidak
adanya batuk-batuk yang lama dan pada pemeriksaan fisik paru tidak didapatkan kelaianan
serta pada hasil MRI didapatkan ukuran yang lebih besar dan efek massa (+)

22
- Malaria
- Tuberkulosis
- Penyakit Autoimun

2.8 mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana HIV

1. Pengobatan suportif
Yaitu, pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini
terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat sintomatik, vitamin dan dukungan
psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal
mungkin.
2. Pengobatan infeksi oportunistik
Yaitu, pengobatan yang ditujukan untuk infeksi oportunistik dan dilakukan secara
empiris.
3. Pengobatan antiretroviral (ARV)
Tujuan Terapi ARV
- Menurunkan angka kematian dan angka perawatan di rumah sakit
- Menurunkan viral load
- Meningkatkan CD4 (pemulihan respons imun)
- Mengurangi resiko penularan
- Meningkatkan kualitas hidup

Terapi Anti Retroviral

obat ini bisa memperlambat progresivitas penyakit dan dapat


memperpanjang daya tahan tubuh
obat ini aman, mudah, dan tidak mahal. Angka transmisi dapat diturunkan
sampai mendektai nol melalui identifikasi dini ibu hamil dengan HIV
positif dan pengelolaan klinis yang agresif.
terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NRTI), nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor (NNRTI), dan inhibitor protease (PI), entri
inhibitor.

23
1. Regimen ARV Lini Pertama
a. Golongan Nucleoside RTI (NRTI):
Abacavir (ABC) 400 mg sekali sehari
Didanosine (ddl) 250 mg sekali sehari (BB<60 kg)
Lamivudine (3TC) 300 mg sekali sehari
Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam
Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg setiap 12 jam
b. Nucleotide RTI
- Tenofovir (TDF) 300 mgsekali sehari (obat baru)
c. Non-nucleoside RTI (NNRTI)
- Efavirenz (EFV)600 mg sekali sehari
- Nevirapine (NPV) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, selanjutnya setelah 12
jam
d. Protease Inhibitor (PI)
- Indinavir/ritronavir (IDV/r) 800 mg/100 mg setiap 12 jam
- Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg setiap 12 jam
- Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam
- Sequinavir/r (SQV/r) 1000 mg/100 mg setiap 12 jam
- Ritonavir (RTV, r) 100 mg
Pilihan pengobatan adalah kombinasi 2 NRTI + 1 NNRTI:
1. AZT + 3TC + NVP
2. AZT + 3TC +EVP
3. d4T + 3TC + NVP
4. d4T +3TC + EFV
2. Regimen ARV Lini Kedua
Ini merupakan alternative pengobatan apabila yang pertama gagal:

24
1. AZT atau d4T diganti dengan TDF atau ABC
2. 3TC diganti dengan ddl
3. NVP atau EFV diganti dengan LPV/r atau SQV/r

Lima Golongan Obat Antiretroviral:


1. Nucleoside/ nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors
Menggangu protein HIV yang dikenali reverse transcriptase, yang diperlukan untuk
replikasi virus.
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
Menghambat replikasi dalam sel melalui menginhibisi protein reverse transcriptase
3. Protease Inhibitors.
Menginhibisi protein yang terlibatdalam proses replikasi virus HIV
4. Entry Inhibitors.
Menghambat pengikatan/ kemasukan virus HIV kedalamsel-selimuntubuhmanusia
5. Integrase Inhibitors.
Mengganggu integrase enzyme yang diperlukan sehingga virus HIV dapat manginsersi
bahan genetic kedalam sel manusia.

1. Zidovudin
AZT adalah analog thymidin dan merupakan obat HIV yang pertama kali
ditemukan.Sampai saat ini masih diteruskan sebagai obat pilihan pertama pada
terapi kronis HIV dan juga sebagai rejimen profilaksis.Obat ini juga dapat
masuk dengan baik dalam SSP (susunan syaraf pusat).
Efek samping yang paling sering muncul adalah myelotoxicity yang
pada akhirnya akan menjadikan anemia berat pada pasien.
Efek Samping
- Nausea
- Vomitus
- Sakit kepala
- Myalgia
- Macrocytic anemia
- Neutropenia (jarang)
- Peningkatan LDH, CPK, transaminase (jarang)
- Asidosis laktat (jarang)
Peringatan: Jangan mengkombinasikan dengan D4T (stafudin).
Akan terdapat peningkatan myelotoksisitas jika digunakan bersama dengan
obat-obatan myelosupresive lain, misalnya ganciclovir, kotrimoksasol, dapson,
pirimetamin, interferon, sulfadiazin, amphoerisin B, ribavirin dan beberapa
agen kemoterapi lain.
Anemia dapat terjadi bahkan setelah beberapa bulan setelah terapi. Monitoring
berkala bulanan meliputi hitung darah, transaminase, CPK dan bilirubin.
Keluhan gastrointestinal bisa diterapi secara simptomatis dan biasanya akan
hilang dalam 2 atau 3 minggu. AZT harus selalu diberikan sebagai slaah satu
komponen dari profilaksis.
2. Lamivudin

25
Merupakan analog Cytidin yang sangat mudah ditoleransi oleh tubuh sehingga
efek sampingnya paling sedikit.Resistensi pada lamivudin dapat terjadi dengan
sangat cepat karane hanya membutuhkan satu mutasi saja di satu tempat
(M184V).Obat ini juga efektif digunakan sebagai terapi hepatitis B.
Indikasi : HIV dan hepatitis B
Dosis oral :150 mg dua kali sehari
Dosis anak : 4 mg/kg BB, maksimum 150 mg
Efek samping :
Sangat jarang ditemukan efek samping.Fatigue, nausea, vomitur, diare, sakit
kepala, insomnia, myalgia juga sangat jarang terjadi, kalaupun ada karena
kombinasi dengan AZT dan ABC.
Polineuropathy periferal, laktit asidosis, anemia dan pankreatitis sangat jarang
terjadi
3. Stavudin
Stavudin adalah analog thymidine.Toleransi dalam tubuh juga baik.Obat ini
sudah sejak lama digunakan sebagai alternatif terhadap AZT.Obat ini dapat
menimbulkan toksisitas mitokondrial berupa lipoatrofi, asidosis laktat, dan
neuropathy perifer.Terutama jika digunakan sebagai kombinasi dengan ddI.
Untuk itulah penggunaan jangka panjang D4T(stavudin) dan ddI (didanosin)
tidak disarankan lagi saat ini.
Efek samping :
Toksisitas mitokondrial dan lipoatrofi.Neuropathy perifer jika dikombinasikan
dengan ddI.
Efek samping yang jarang : diare, nausea, sakit kepala, hepatic steatosis,
pankreatitis
Efek samping yang sangat jarang : asidosis laktat (terutama jika
dikombinasikan dengan ddI dan jika dipakai dalam kehamilan)
Peringatan : Jangan dikombinasikan dengan AZT.
D4T kontraindikasi pada PNP.
Hindari penggunaan obat-obatan neurotoksik lainnya (etambutol, cisplatin,
INH dan vincristine).
D4T bisa dikonsumsi dalam kondisi perut yang kosong.
4. Nevirapine
Nevirapine adalah obat ART yang paling sering diresepkan dalam golongan
NNRTI. Obat ini juga berhasil digunakan sebagai profilaksis dalam program
PMTCT (Prevention mother to child transmition). Mutasi dapat terjadi dengan
sangat mudah karena hanya membutuhkan perubahan di satu titik DNA
saja.Obat ini sangat mudah ditoleransi tubuh dan baik untuk digunakan sebagai
terapi jangka panjang.Hepatotoksisitas mungkin saja dapat terjadi dalam bulan-
bulan pertama pemberian obat.Peningkatan dosis sebaiknya dilakukan secara
bertahap.
Dosis oral :
Satu tablet 200 mg dua kali sehari dengan atau tanpa makanan. Selalu dimulai
dengan dosis lead-in dalam 2 minggu pertama ( 1 tablet sekali sehari). Lead in
mungkin tidak begitu diperlukan jika obat dapat ditoleransi dengan baik.
Peningkatan dosis disini untuk menghindari efek samping yang berat.

26
Efek samping : Hepatotoksik dan Rash.
Lebih jarang : demam, nausea, drowsiness, sakit kepala, myalgia.
Peringatan : Kontraindikasi untuk digunakan bersama-sama dengan rifampisin,
ketoconazole.
Jika digunakan bersama dengan lopinavir mungkin perlu menaikkan dosis
kaletra nya.
Jika digunakan bersama dengan indinavir naikkan dosis indinavir sampai 1000
mg 3x sehari.
Jika digunakan bersama methadone perlu menaikkan dosis methadone.
NVP sebaiknya tidak digunakag sebagai PEP.
5. Efaviren
Efaviren adalah golongan NNRTI yang juga sering digunakan selain NVP.Efek
samping SSP merupakan masalahutama penggunaan obat ini.
Dosis oral : 600 mg single dose sebelum tidur malam
Efek samping :
Pada SSP sering terjadi (mimpi buruk, bingung, dizzy, somnolen, depresi,
gangguan konsentrasi, insomnia dan perubahan kepribadian. Gejala-gejala ini
biasanya akan hilang dalam beberapa minggu
Peringatan : Kontraindikasi pada perempuan hamil. Sebaiknya jangan
digunakan pada perempuan usia reproduksi.
Kontraindikasi pada pemakaian derivat alkaloid ergot, astemizole, cisapride,
midazolam, terfenadine, triazolam.
Sebaiknya tidak digunakan bersamaan dengan obat-obatan kontrasepsi.

Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy


(ART), sekarang tersedia untuk menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini
membantu untuk memperpanjang hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien
hingga mendekati aktivitas normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik.
Kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan
resistensi.

Interaksi dengan obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Masalah koinfeksi tuberkulosis dengan HIV merupakan masalah yang sering di hadapi
di indonesia. Pada prinsipnya, pemberian OAT pada odha tidak berbeda dengan passien HIF
negatif. Interaksi antara OAT dan ARV, termasuk efek hepatotoksisitasnya, harus sangat di
perhatikan. Pada odha yang telah mendapat obat ARV sewaktu diagnosis TB ditegakkan,
maka obat ARV tetap diteruskan dengan efaluasi yang lebih ketat. Pada odha yang belum
mendapat terapi ARV, waktu pemberian obat di sesuaikan dengan kondisinya.
Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali
ddl yang harus di berikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai buffer antasida.
Interaksi dengan OAT terutama terjadi pada ARV golongan non-nukleosida dan
inhibitor protease. Obat ARV yang di anjurkan digunakan pada odha dengan TB adalah
evafirenz. Rifampisin dapat menurunkan kadar nelvinafir sampai 82% dan dapat menurunkan
kadar nevirapin sampai 37%. Namun, jika evafirenza tidak memungkinkan diberikan, Pada
pemberian Bersama rifamisin dan nevirapin, dosis nevirapin tidak perlu dinaikan.

27
2.9 Mampu memahami dan memnjelaskan komplikasi pada HIV dan AIDS
Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi oportunistik:
a. Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang
terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup
dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli
menganggap bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.
b. Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah
terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan,
kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi
sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air
liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam
tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh
lainnya.
d. Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini
menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan putih
tebal pada selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau
vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah
terutama di mulut atau kerongkongan sehingga pasien
merasa sakit saat makan.
e. Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf
pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah
dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.
f. Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini
disebabkan oleh Toxoplasma gondii.
Penularan parasit ini disebabkan terutama
oleh kucing. Parasit berada dalam tinja
kucing yang terinfeksi kemudian parasit
dapat menyebar ke hewan lain.

g. Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan
kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit
tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang
dengan AIDS.

Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS:

28
h. Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang
terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV,
hal ini menjadi biasa pada orang dengan
HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya
muncul sebagai lesi merah muda, merah atau
ungu pada kulit dan mulut. Pada orang
dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin
terlihat hitam atau coklat gelap. Sarkoma
Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-
organ internal, termasuk saluran pencernaan
dan paru-paru.

i. Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma
biasanya berasal dari kelenjar getah bening. Tanda awal yang
paling umum adalah rasa sakit dan pembengkakan kelenjar
getah bening ketiak, leher atau selangkangan.

Komplikasi lainnya:
- Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih
tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai
penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare,
kelemahan kronis dan demam.
- Komplikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa
menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan
kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah
demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi
mental berkurang.

2.10 Mampu memahami dan menjelaskan prognosis dari HIV


Tanpa pengobatan, waktu hidup bersih rata-rata setelah terinfeksi HIV diperkirakan 9
sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, di daerah-daerah dimana banyak tersedia,
pengembangan ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi kematian
tingkat dari penyakit dengan 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang yang
terinfeksi HIV baru didiagnosis sekitar 20 tahun.
Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu satu tahun. Laju
perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu dan telah terbukti dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi kekebalan tubuh.

29
2.11 Mampu memahami dan menjelaskan pencegahan HIV
Anjuran dari badan kesehatan dan WHO:

1. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda


2. Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok
sasaran
3. Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik
4. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk program
pengadaan jarum suntik steril
5. Program pendidikan agama
6. Program layanan pengobatan infeksi menular seksual (IMS)
7. Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat
8. Pelatihan ketrampilan hidup
9. Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling
10. Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasanprostitusi anak
11. Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatn, dan
dukungan untuk ODHA
12. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat
ARV
Bagi ibu yang terinfeksi HIV, agar tidak tertular ke bayi:
1. Mengambil pengobatan antiviral ketika trimester I, karena dapat menghambat transmis
virus dari ibu ke bayi
2. Ketika melahirkan, obat antiviral diberikan keibu dan anak untuk mengurangi resiko
transmisi HIV saat partus
3. Seorang ibu akan direkomendasikan untuk memberikan susu formula, karena virus HIV
dapat di transmisikan melalui ASI
(The Nermours Foundation, 1995)
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Universal Precaution:
1. Penanganan dan pembuangan barang-barang tajam
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua
prosedur
3. Menggunakan alat pelindung seperti jubbah, sarung tangan, celemek, masker, dan
kacamata pelindung saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan tubuh
lainnya
4. Melakukan desinfeksi instrument kerja dan peralatan yang terkontaminasi
5. Penanganan sprei kotor/ bernoda secara tepat
(Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011)
3.Mampu memahami dan menjelaskan KODEKI tentang HIV
ETIKA MENGHADAPI ODHA
Stigma dan diskriminasi, dibawah slogan "Live and Let Live" (Hidup dan Tetap
Tegar), telah ditetapkan menjadi tema Kampanye AIDS Dunia di tahun 2002-2003.
Stigma sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan akan mendorong munculnya

30
pelanggaran HAM bagi orang dengan HIV/AIDS dan keluarganya. Ini karena mengingat
HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba dan kematian, banyak
orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut terhadap penyakit ini di hampir
seluruh lapisan masyarakat. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi HIV/AIDS
(Kesrepro, 2007).
Diskriminasi terjadi ketika pandangan pandangan negatif mendorong orang atau
lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada
prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh contoh diskriminasi meliputi para
staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada
ODHA atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan
status HIV mereka atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau
dipercayai hidup, dengan HIV/AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah
bentuk pelanggaran hak asasi manusia (Kesrepro, 2007)

KODEKI
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN


Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Kaidah Dasar Bioetik


- Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkan
informed consent
- Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak
manfaatnya daripada buruknya.
- Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien.
Primum non nocere atau above all do no harm.

31
- Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam
mendistribusikan sumber daya (distributiv justice)

UUD yang Berhubungan


Pasal 30
Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan,
pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya
lain yang diperlukan.
Pasal 31
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan penyakit karantina
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Kewajiban etik yang
utama dari professional MIK maupun tenaga kesehatan adalah melindungi privasi dan
kerahasiaan pasien dan melindungi hak-hak pasien dengan menjaga kerahasiaan rekam
medis pasien HIV AIDS. Kaidah turunan moral bagi tenaga kesehatan adalah
privacy,confidentiality, fidelity dan veracity. Privacy berarti menghormati hak privacy
pasien,confidentialty berarti kewajiban menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia,
fidelity berarti kesetiaan, dan veracity berarti menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.
Pengelolaan informasi pasien HIV AIDS di tempat kerja juga diatur Menurut Kepmenaker
No.KEP. 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS :
Pasal 6
Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan
kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis.
Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator
perekammedis dan informasi kesehatan adalah :
Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan
dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial.
Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang
dari kode etik profesi. Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah
menyebarluaskan informasiyang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang
dapat merusak citra profesi rekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah
sakit sebagai institusi tempatdilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik
Rumah Sakit ( Kodersi ) dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan :
Pasal 4
Rumah sakit harus memelihara semua catatan / arsip, baik medik maupun non medik
secara baik.
Pasal 9
Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien

32
Pasal 10
Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang
hendak dilakukan.
Pasal 11
Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed consent ) sebelum melakukan
tindakan medik. Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik
Kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas. UU
tersebut memang hanya menyebut dokter,dokter gigi dan pimpinan sarana yang wajib
menyimpannya sebagai rahasia, namun PP No 10tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia
kedokteran tetap mewajibkan seluruh tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam
pendidikan di sarana kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran.
Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan
adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya
statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh
WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:
Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi
medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya
pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat
pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat
memberitahukan mengenai resiko kesehatan mereka.

4. Mampu memahami dan menjelaskan pandangan islam terhadap penderita HIV

Solusi Preventif
Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks
bebas.Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas
tersebut.Hal ini meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempat-
tempat prostitusi, club-club malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat.

- Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukanmuhrim berkholwat


(berduaan/pacaran). Sabda Rasulullah Saw:Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa
inna tsalisuha syaithanartinya: Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan
menyepi (bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga.
(HR. Baihaqy)
- Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya.

Allah Swt berfirman:Janganlah kalian mendekati zina karenasesungguhnya zina itu


perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan(QS al Isra[17]:32)

33
- Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki
dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan ).
Firman Allah Swt dalam surat al Araf ayat 80-81 :
-
- T

Dan (kami juga telah mengutus) Luth ( kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata
kepada mereka : Mengapa kamu mengerjakan perbuatan kotor itu, yang belum pernah
dikerjakan oleh seorangpun manusia (didunia ini) sebelummu? Sesungghnya kamu
mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan kepada wanita,
Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.
- Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan
akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi. Islam melarang
seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan
sensualitasnya. Rafi ibnu Rifaa pernah bertutur demikian: Nahaana Shallallaahu
alaihi wassaliman kasbi ammato illa maa amilat biyadaiha. Wa qaala: Haa kadza
biashobiihi nakhwal khabzi wal ghazli wan naqsyi.artinya: Nabi Saw telah melarang
kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua
tangannya. Beliau bersabda Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana
halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.
- Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta mengharamkan
narkoba. Sabda Rasulullah Saw :Kullu muskirinharaamun artinya : Setiap yang
menghilangkan akal itu adalah haram(HR. Bukhori Muslim)Laa dharaara wa la
dhiraara artinya : Tidak boleh menimpakanbahaya pada diri sendiri dan kepada orang
lain. (HR. Ibnu Majah).Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan
menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks
bebas inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS .
- Amar maruf nahi munkar yang wajib dilakukan oleh individu danmasyarakat.
- Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina. Pelaku zina muhshan
(sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru muhshan dicambuk 100 kali.
Adapun pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan narkoba dihukum
cambuk. Para pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai dengan mati.
Semua fasilitator seks bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno, distributor,
pemilik tempat-tempat maksiat, germo, mucikari, backing baik oknum aparat atau
bukan, semuanya diberi sangsi yang tegas dan dibubarkan.

Solusi Kuratif

34
Orang yang terkena virus HIV/AIDS, maka tugas negara untuk melakukanbeberapa hal
sebagai berikut:
1. Orang yang tertular HIV/AIDS karena berzina maka jika dia sudahmenikah
dihukumrajam. Sedangkan yang belum menikah dicambuk100 kali dan selanjutnya
dikarantina.
2. Orang yang tertular HIV/AIDS karena Homoseks maka dihukum mati.
3. Orang yang tertular HIV/AIDS karena memakai Narkoba makadicambuk selanjutnya
dikarantina.
4. Orang yang tertular HIV/AIDS karena efek spiral (tertular secara tidak langsung)
misalnya karena transfusi darah, tertular dari suaminya dan sebagainya, maka orang
tersebut dikarantina.
Penderita HIV/AIDS yang tidak karena melakukan maksiat dengan sangsi hukuman mati,
maka tugas negara adalah mengkarantina mereka. Karantina dalam arti memastikan tidak
terbuka peluang untuk terjadinya penularan harus dilakukan, terutama kepada pasien
terinfeksi fase AIDS. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw yang artinya: Sekali-kali
janganlah orang yang berpenyakit menularkan kepada yang sehat (HR Bukhori ). Apabila
kamu mendengar ada wabah di suatu negeri, maka janganlah kamu memasukinya dan apabila
wabah itu berjangkit sedangkan kamu berada dalam negeri itu , janganlah kamu keluar
melarikan diri (HR. Ahmad, Bukhori, Muslim dan Nasai dari Abdurrahman bin Auf).

Mengkarantina agar penyakit tersebut tidak menyebar luas, perlu memperhatikan hal-hal
berikut:
a) Selama karantina seluruh hak dan kebutuhan manusiawinya tidak diabaikan
b) Diberi pengobatan gratis
c) Berinteraksi dengan orang orang tertentu di bawah pengawasan dan jauh dari media
serta aktifitas yang mampu menularkan
d) Dilakukan upaya pendidikan yang benar tentang HIV-AIDS kepada semua kalangan
disertai sosialisasi sikap yang diharapkan dari masing-masing pihak/kalangan
(komunitas ODHA/OHIDA, komunitas resiko tinggi, komunitas rentan)
e) Dilakukan pendidikan disertai aktivitas penegakan hukum kepada ODHA yang
melakukan tindakan yang membahayakan (beresiko menularkan pada) orang lain
f) Pembinaan rohani, merehabilitasi mental (keyakinan, ketawakalan,kesabaran)
sehingga mempecepat kesembuhan dan memperkuat ketaqwaan. Telah diakui bahwa
kesehatanm mental mengantarkan pada 50% kesembuhan.
g) Dilakukan pemberdayaan sesuai kapasitas. Di sisi lain, jika selama ini penyakit seperti
HIV/AIDS belum ditemukan obatnya maka negara wajib menggerakkan dan
memberikan fasilitas kepada para ilmuwan dan ahli kesehatan agar secepatnya bisa
menemukan obatnya.

35
KESIMPULAN
Defisiensi imun (immunodeficiency) adalah defisiensi respon imun atau gangguan yang
ditandai dengan kurangnya respon imun, salah satunya diakibatkan oleh HIV yang
menyerang limfosit sel TH (CD4). Penularannya bisa melalui kontak dengan cairan tubuh,
transfuse darah, transplasental, hubungan seksual, trasnplatasi organ, benda tajam serta
penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Penyakit HIV didiagnosis melaui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium seperti ELISA, pemeriksaan air liur,
viral load test, western blot, dan lainnya. Terapi untuk penyakit HIV biasanya diberikan
anti retroviral yang berfungsi untuk menekan replikasi virus, terapi suportif, terapi support
group, dan Mental & Health Care. Penderita HIV harus bersabar dalam mengadapi cobaan
yang diberikan.

36
Daftar Pustaka

Baratawidjaja KG, Rengganis I. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit


FKUI.
Djoerban, Zubairi. Djauzi, Samsuridjal. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol
III Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Dorland W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
Kresno, Siti Boedina. 2010. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.
Jakarta : FKUI
M.Jusuf, Amri Amir. 2008. ETIKA Kedokteran & Hukum Kesehatan edisi 4.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Edisi VI, vol. 1. Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC.
Rosyidah, F. 2011. Kritik Islam Terhadap Strategi Penangulangan HIV-AIDS
Berbasis Paradigma Sekuler-Liberal dan Solusi Islam dalam Menangani
Kompleksitas Problematika HIV-AIDS.
Sudoyo aru. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Interna
Publishing : Jakarta.

37
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis, edisi 2. Jakarta. Erlangga

38

Anda mungkin juga menyukai