Anda di halaman 1dari 25

LI 1 Memahami dan menjelaskan Hemoglobin

LO 1.1. Gen penyalin molekul globin

Pembentukan rantai globin berlangsung di kromosom 11 dan kromosom 16 tubuh. Pada


kromosom 16 dibentuklah rantai globin alpha dan zeta. Sedangkan, pada kromosom 11
dibentuklah rantai globin yang lainnya ( beta, delta, epsilon, gamma).
Pembentukan rantai globin bervariasi dari mulai embrionik, janin, hingga dewasa.

Globin : Dibentuk mulai dari prenatal sampai dengan dewasa.


Globin : Dibentuk mulai dari minggu ke-6 sampai ke-8 kehamilan, sampai dengan tinggi
setelah lahir sampai dewasa.
Globin : Jumlahnya tetap kecil, mulai dibentuk di akhir kehamilan sampai dengan dewasa.
Globin : Jumlahnya tinggi saat awal kehamilan, mulai menurun setelah 10-12 minggu.
Globin : Meningkat saat keadaan janin dan menurun setelah lahir.
Globin : Jumlahnya tinggi saat awal kehamilan, menurun setelah 10-12 minggu
kehamilan.
Hemoglobin normal pada 95% orang dewasa yaitu HbA (22). Pada 2% orang dewasa dapat
mengalami perbedaan yaitu HbA2 (22). Sedangkan pada janin HbF (22).

LI 2 Memahami dan menjelaskan Thalasemia

LO 2.1 Definisi

Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk


ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutase di dalam atau dekat gen globin.
Thalassemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang secara
umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena(, , ),
dua katagori utamanya adalah thalassemia dan .
Thalasemia secara genetik

Penamaan
Klinis Genotip Penyakit Genetika Molekuler
Nomenklatur

1. - - Homozigot 0- Berat,
thalassemi thalassemia
membutuhkan Jarang delesi gen pada
a (0/0)
Thalassemi - Homozigot +- transfusi darah (0/0)
a mayor thalassemia secara teratur
(+/+)
2. Thalassemi 0/ Berat, tetapi tidak Defek pada transkripsi,
a perlu transfusi pemrosesan, atau
intermedi +/+ darah teratur translasi mRNA -globin
a
Asimtomatik,
0/ dengan anemia
3. Thalassemi ringan atau tanpa
a minor +/ anemia; tampak
kelainan eritrosit
LO 2.2 Epidemiologi

1) Thalassemia beta
Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalassemia banyak dijumpai di
mediterania, timur tengah, india/Pakistan dan asia. Di siprus dan yunani lebih
banyak dijumpai varian + sedangkan di Asia tenggara lebih banyak varian
.Prevalensi thalassemia di berbagai Negara adalah sebagai berikut : Italy :
10%, yunani : 5-10%, cina : 2%, india : 1-5%, Negro : 1%, Asia tenggara : 5%. Jika
dilukiskan dalam peta dunia, seolah olah membentuk sebuah sabuk
(thalassemia belt) dimana indonesia masuk ke dalamnya. World Heatlh
Organization (WHO) menyatakan, insiden pembawa sifat thalassemia di
Indonesia berkisar 6-10%, artinya dari setiap 100 orang, 6-10 orang adalah
pembawa sifat thalassemia. Karena penyakit ini merupakan penyaki yang
diturunkan, maka penderita penyakit ini telah terdeteksi sejak masih bayi.

2) Thalasemia alfa
Sering dijumpai di asia tenggara, lebih sering sering dari thalassemia beta.

Jenis thalassemia Peta sebaran


Thalassemia - Populasi Mediteranian, Timur Tengah,
India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia
Selatan, Cina jarang di : Afrika, kecuali
Liberia, dan di beberapa bagian di Afrika
Utara sporadic : pada semua ras
Thalassemia - Terentang dari Afrika ke Mediteranian,
Timur Tengah, Asia timur dan tenggara
Hb Barts hydrops syndrome dan HbH
disease sebagian besar terbatas di populasi
Asia Tenggara dan Mediteranian

LO 2.3 Etiologi

Thalassemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau sebagian
dari gen (ini terdapat terutama pada thalassemia atau mutasi noktah pada gen
(terutama pada talasemia , kelainan itu menyebabkan menurunnya sintesis rantai
polipeptida yang menyusun globin. (Sunarto, 2000)
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-
sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat,
bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan
destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa
atau beta dari hemoglobin berkurang. (Mansjoer, 2009)

LO 2.4 Klasifikasi

Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi
thalassemia alpha dan thalassemia .

a. Thalassemia
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-. Delesi gen globin-
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapa tempat gen globin- pada individu
normal, dan empat bentuk thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan
delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini
Silent carrier thalassemia-
Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16 menghilang, menyisakan
hanya 3 dari 4 gen tersebut.
Trait thalassemia-
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada satu kromosom 16 atau satu gen
pada masing-masing kromosom.
Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin , merepresentasikan thalassemia-
intermedia.
Thalassemia- mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2
semuanya mengandung rantai , maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts
(4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena 4 memiliki afinitas oksigen
yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = 22), yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen.

Hemoglobin
Jumlah Elektroforesis
Genotip Presentasi Klinis
gen >6 bulan
Saat lahir
/ 4 Normal Normal Normal
0-3% Hb
-/ 3 Silent Carier Normal
Barts
--/- Trait 2-10% Hb
2 Normal
-/- Thalasemia- barts
--/- 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb H
>75% Hb
--/-- 0 Hydrops fetalis -
Barts
Hb Barts = 4 Hb H = 4

b. Thalassemia
Ditandai oleh defisiensi sintesis rantai globin. Pada thalassemia 0 tidak terdapat sama
sekali rantai globin dalam keadaan homozigot. Pada thalassemia + terdapat
penuruan sintesis globin (tetapi masih dapat terdeteksi) dalam keadaan homozigot.
Silent carrier thalassemia-
Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-+.
Bentuk silent carrier thalassemia- tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan
bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-, menghasilkan sindrom thalassemia
intermedia.
Trait thalassemia-
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia
defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama
waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia- mempunyai
peningkatan HbA2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai
sedikit kenaikan HbF, sekitar 2- 6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar
khas, dijumpai HbA2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang
mewakili thalassemia tipe .
Thalassemia Intermedia.
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit
rantai globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung
dari derajat mutasi gen yang terjadi.
Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada kasus yang
tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia
berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum
tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif
sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
LO 2.5 Patofisiologi

Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali pruduksi rantai
globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakan kecepatam
sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai atau ) menyebabkan sintesis rantai
globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis
seimbang antara rantai dan rantai , yakni berupa 22, maka pada thalassemia
o, idmana tidak disintesis sama sekali rantai , maka rantai globin yang diproduksi
berupa rantai yang berlebihan (4). Sedangkan pada thalassemia o, dimana
tidak disintesis sama sekali rantai , maka rantai globin yang diproduksi berupa
rantai yang berlebihan (4)

a. Patofisiologi thalassemia
Terdapat penurunan produksi rantai , terjadi produksi berlebihan rantai .
Produksi rantai globin , dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi rantai
2 2 (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompenssasi defisiensi 22
(HbA).Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin dan rantai globin
tidak pernah mencukupi untuk mengikat rantai yang berlebihan.Rantai
yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada pathogenesis thalassemia.
Rantai berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya,
akan berpresipitasi pada precursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan
dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan
gangguan pematangan precursor eritoid dan eritropoiesis yang tidak efektif(
infektif),sehingga umur eritrosit menjadi pendek. Akibatnya timbul
anemia.Anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) proliferasi
eritroid yang terus menerus (intens) dalam sumsum tulang yang infektif,
sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan
deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolism.
Anemia kemudian akan ditimbulkan lahi (exacerbated) danegan adanya
hemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum
tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegaly.pada limpa yang
membesar makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk
kemudian akan dihancurkan oleh system fagosit. Hyperplasia sumsum tulang
jemudian akan meningkatkan absprbsi dam muatan besi. Tranfusi yang
diberikan secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan
menyebabkan penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang
akan diikuti kerusakan organ dan diakhiri dengan kematian. Bila besi ini tidak
segera dikeluarkan.

Patofisiologi thalassemia
Hal yang terjadi Akibatnya/manifestasinya
Mutasi primer terhadap produksi Sintesis globin yang tidak seimbang
globin
Rantain globin yang berlebihan Anemia
terhadap metabolism dan ketahanan
hidup (survival)eritrosit
Eritrosit abnormal terhadap fungsi Anemia, splenomegaly,
organ hepatomegaly, dan kondisi
hiperkoagulabilitas
Anemia terhadap fungsi organ Produksi eritropoietin dan ekspansi
sumsum tulang, deformitas skeletal,
gangguan metabolism, dan
perubahan adaptif dungsi
kardiovaskular
Metabolisme besi yang abnormal Muatan besi berlebih , menyebabkan
kerusakan jaringan hati, endokrin,
miokardium, kulit
Rentan terhadap infeksi spesifik
Sel seleksi Penigkatan kadar HbF, heterogenitas
populasi sel darah merah
Modifers genetic sekunder Variasi fenotip ; khususnya melalui
respon HbF
Variasi metabolism bilirubin, besi dan
tulang
Pengobatan Muatan besi berlebih, kelainan tulang,
infeksi yang ditularkan lewat darah,
toksisitas obat
Riwayat evolusioner Variasi dari latar belakang genetic:
respon terhadap infeksi
Factor ekologi dan etnologi

b. Patofisiologi thalassemia
Patofisiologi thalassemia umumnya sama dengan yang dijumpai pada
thalassemia kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi
(T) rantai globin tunggal (-/ atau T/) tidak berdampak pada fenotip.
Sedangkan thalassemia 2a homozigot (-/-) atau thalassemia 1a-heterozigot
(/--0 memberi fenotip seperti thalassemia carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen
globin memberikan fenotip tingkat penyakit berat menengah (moderat), yang
diakatakan sebagai JbH disease. Sedangkan thalassemia o homozigot (--/--)
tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb Bart;shydrops syndrome.
Kelainan dasar thalassemia sama dengan thalassemia , yakni
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam
hal patofisiologi kedua jenis thalassemia ini.
Pertama, karena rantai dimiliki oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa
(tidak seperti thalassemia ), maka thalassemia bermanifestasi pada
masa fetus.
Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan
rantai dan yang dusebabkan oleh defek produksi rantai globin sangat
berbeda dibandingkan dengan akibat produksi berlebih rantai pada
thalassemia . Bila kelebihan rantai tersebut menyebabkan presipitasi
oada precursor eritrosit, maka thalassemia menimbulakan tetramer
yang larut (soluble) yaakni 4, Hb Barts dan 4
LO 2.6 Manifestasi klinis

Tanda dan gejala dari penyakit thalassemia disebabkan oleh kekurangan oksigen di
dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel-sel darah
merah dan hemoglobin. Keparahan gejala tergantung pada keparahan dari
gangguan yang terjadi.
a. Tidak Gejala
Alpha Thalassemia silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau
gejala. Hal ini terjadi karena kekurangan protein globin alfa sangat kecil
sehingga hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja normal.
b. Anemia ringan
Orang yang telah menderita thalassemia alfa atau beta dapat mengalami
anemia ringan. Namun, banyak orang dengan jenis talasemia tidak memiliki
tanda-tanda atau gejala yang spesifik.Anemia ringan dapat membuat penderita
merasa lelah dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia yang kekurangan
zat besi.
c. Anemia ringan sampai sedang dan tanda serta gejala lainnya
Orang dengan beta talasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan
sampai sedang. Mereka juga mungkin memiliki masalah kesehatan lainnya,
seperti:
a) Memperlambat pertumbuhan dan pubertas. Anemia dapat memperlambat
pertumbuhan anak dan perkembangannya.
b) Masalah tulang, thalassemia dapat membuat sumsum tulang (materi spons
dalam tulang yang membuat sel-sel darah) tidak berkembang. Hal ini
menyebabkan tulang lebih luas daripada biasanya. Tulang juga dapat
menjadi rapuh dan mudah patah.
c) Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh melawan
infeksi dan menghapus materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang
menderita talasemia, limpa harus bekerja sangat keras. Akibatnya, limpa
menjadi lebih besar dari biasanya. Hal ini membuat penderita mengalami
anemia parah. Jika limpa menjadi terlalu besar maka limpa tersebut harus
disingkirkan.
d. Anemia berat dan tanda serta gejala lainnya
Orang dengan penyakit hemoglobin H atau thalassemia beta mayor (disebut
juga Cooley's anemia) akan mengalami talasemia berat. Tanda dan gejala-
gejala muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Mereka mungkin akan
mengalami anemia parah dan masalah kesehatan serius lainnya, seperti:
a) Pucat dan penampilan lesu
b) Nafsu makan menurun
c) Urin akan menjadi lebih pekat
d) Memperlambat pertumbuhan dan pubertas
e) Kulit berwarna kekuningan
f) Pembesaran limpa dan hati
g) Masalah tulang (terutama tulang di wajah)
e. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6bulan setelah kelahiran ketika
seharusnya terjadi pergantian dari produksi rantai ke rantai
f. Pembesaran hati dan Limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan ,
hemopoeisis extramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa
yang besar , meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume
plasma dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan eritrosit
g. Pelebaran tulang yang hebat menyebabkan fasies thalasemia dan penipisan
korteks di banyak tulang, dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan
penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran rambut berdiri pada rontegen
h. Usia pasien dapat di perpanjang dengan pemberian transfuse darah tetapi
penimbunan besi yang disebabkan oleh transfuse berulang tidak terhindarkan
kecuali bila diberikan terapi khelasi. Tiap 500 l darah transfuse mengandung
sekitar 250 mg besi. Yang lebih memperburuk, absorpsi besi dari makanan
meningkat pada thalasemia , kemungkinan akibat eritropoesisi yang inefektif.
Besi erusak organ endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang
terlambat , atau tidak terjadi diabetes mellitus, hipotiroidisme,
hipoparatiroidise ) dan miokardium. Tanpa khalesi yang besi yang intensif,
kematian terjadi pada decade kedua atau ketiga, biasanya akibat gagal jantung
kohesif atau aritmia jantung.
i. Infeksi dapat terjadi karena berbagai alas an. Pada masa bayi tanpa transfuse
yang mencukupi, anak yang menderita anemia rentan terhadap infeksi bakteri (
infeksi pneukokus, haemophilus dan meningokokus mungkin terjadi jika telah
dilakukan splenektomi dan tidak diberikan profilaksis penisilin).
j. Yersinia enterocolitica terutama di temuakan pada paasien kelebihan besi
yang sedang menjalani pengobatan desferioksamin. Transfuse virus elalui
transfusi darah dapt terjadi , penyakit hati pada thalaseia paling sering
disebabkan hepatitis C, bias juga hepatitis B kalau penyakit itu endemic, HIV
k. Osteoporosis dapat terjadi pada pasien yang mendapat transfuse baik biasanya
terjadi pada pasien diabetes.

a. Thalassemia
Silent carrier thalassemia-
Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel
darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis
tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb. Bisa juga dicari akan
adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orang tua) untuk
mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orang tua yang
menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas
merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.

Trait thalassemia-
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang
rendah. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat
lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
Penyakit Hb H
Terdapat anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah
merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supra vital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai
tetramer (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga
menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz
bodies.

Thalassemia- mayor
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup
meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat.

b. Thalassemia
Silent carrier thalassemia-
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah.

Trait thalassemia-
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb
abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah HbA2, HbF, atau keduanya.

Thalassemia Intermedia
Gambaran klinis dan intensitasnya berada diantara bentuk mayor dan minor.
Pasien-pasien thalassemia ini secara genetik bersifat heterogen.

Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)


Kadar hemoglobinnya berkisar antara 3-6 gm/dL. MCV dan MCH rendah. Kadar
serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding
capacity). Kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.
Pada sediaan darah tepi memperlihatkan kelainan yang berat, seperti
anisositosis yang nyata disertai dengan banyak sel darah merah yang mikrositik
hipokromik, sel-sel target, sel darah merah yang berbintik-bintik (stippling),
atau terfragmentasi.
Pembesaran hati dan limpa akibat destruksi eritrosit yang berlebihan,
hemopoiesis ekstramedula dan penimbunan besi.
Pelebaran tulang. Hiperplasia sumsum tulangyang hebat menyebabkan
terjadinya facies cooley dan penipisan korteks di banyak tulang dengan suatu
kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan gambaran
hair on end pada foto rontgen.
Absorpsi besi meningkat, mengakibatkan eritropoiesis inefektif, kerusakan hati,
organ endokrin (kegagalan pertumbuhan, pubertas terlambat atau tidak
terjadi, DM, hipotiroidisme), gagal jantung
LO 2.7 Pemeriksaan dan Pemeriksaan penunjang

1. Anamnesis
Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh
kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh
kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan

2. Pemeriksaan fisik
Pucat
Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
Dapat ditemukan ikterus
Gangguan pertumbuhan
Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
3. Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.

Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)


Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat
Pemeriksaan khusus
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan
trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)
Pemeriksaan lain
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
- Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi
rendah dan dapat mencapai nol.
- Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia
juga mempunyai HbE maupun HbS.
- Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
- Penyelidikan sintesis / terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan
nyata ratio / yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai .

Gambaran radiologis

Radiologi menunjukkan gambran khas hair on end. Tulang panjang menjadi tipis akibat
ekspansi sumsum tulang yang dapat berakibat fraktur patologis. Wajah menjadi khas,
berupa menonjolnya dahi, tulang pipi dan dagu atas. Pertumbuhan fisik dan
perkembangannya terhambat.

-Facies Mongoloid- -Splenohepatomegali-


(Sunarto, 2000)
LO 2.8 Diagnosis dan diagnosis banding

Menjelaskan diagnosis banding thalassemia

TIBC meningkat besi sumsum


Anemia defisiensi besi
Feritin menurun tulang negatif
menurun
TIBC menurun besi sumsum tulang anemia akibat
Feritin N / ^ positif penyakit kronil
anemia hipokrom
besi serum
mikrositer
elektroforesis HbA2^
Thalasemia
Hb HbF^
Feritin
normal
Normal
Ring sideroblast dalam sumsum Anemia
tulang sideroblastik

Thalassemia Anemia Defisiensi Besi


Splenomegali + -
Icterus + -
Perubahan morfologik Tak sebanding dengan derajat Sebanding dengan derajat
eritrosit anemi anemi
Sel target ++ +/-
Resistensi osmotic Meningkat N
Besi serum Meningkat Menurun
TIBC Menurun Meningkat
Cadangan besi Meningkat Kosong
Feritin serum Meningkat Menurun
HbA2/HbF Meningkat Normal

LO 2.9 Tatalaksana

Pengobatan thalassemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari


gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta talasemia
cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa
pengobatan. Terdapat 3 (standar) perawatan umum untuk thalassemia tingkat
menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta
mmenggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan lainnya
adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah tali
pusat, dan HLA (Human Leukocyte Antigens).
a. Transfusi darah
Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan
hemoglobin diatas 10 g/dl setiap saat. Darah segar, yang telah di saring untuk
memisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik
dan reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada permulaan
program transfuse untuk mengantisipasi bila timbul antibody eritrosit terhadap
eritrosit yang di trnasfusikan .

Efek samping dan indikasi cara pemberian trasfusi darah

Indikasi :

1. Kehilangan darah akut, bila 2030% total volume darah hilang dan perdarahan masih
terus terjadi.
2. Anemia berat
3. Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah dan
sebagai tambahan dari pemberian antibiotik)
4. Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan, karena
komponen darah spesifik yang lain tidak ada
5. Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat.

Memberikan Transfusi Darah

Sebelum pemberian transfusi, periksa hal sebagai berikut:

a. Golongan darah donor sama dengan golongan darah resipien dan nama anak serta
nomornya tercantum pada label dan formulir (pada kasus gawat darurat, kurangi
risiko terjadinya ketidakcocokan atau reaksi transfusi dengan melakukan uji silang
golongan darah spesifik atau beri darah golongan O bila tersedia)
b. Kantung darah transfusi tidak bocor
c. Kantung darah tidak berada di luar lemari es lebih dari 2 jam, warna plasma darah
tidak merah jambu atau bergumpal dan sel darah merah tidak terlihat keunguan atau
hitam
d. Tanda gagal jantung. Jika ada, beri furosemid 1mg/kgBB IV saat awal transfusi darah
pada anak yang sirkulasi darahnya normal. Jangan menyuntik ke dalam kantung
darah.

Lakukan pencatatan awal tentang suhu badan, frekuensi napas dan denyut nadi anak.

Jumlah awal darah yang ditransfusikan harus sebanyak 20 ml/kgBB darah utuh, yang
diberikan selama 3-4 jam.

Selama transfusi

1. Jika tersedia, gunakan alat infus yang dapat mengatur laju transfusi (lihat gambar)
2. Periksa apakah darah mengalir pada laju yang tepat
3. Lihat tanda reaksi transfusi (lihat di bawah), terutama pada 15 menit pertama transfusi
4. Catat keadaan umum anak, suhu badan, denyut nadi dan frekuensi napas setiap 30 menit
5. Catat waktu permulaan dan akhir transfusi dan berbagai reaksi yang timbul.

Setelah transfusi
Nilai kembali anak. Jika diperlukan tambahan darah, jumlah yang sama harus ditransfusikan
dan dosis furosemid (jika diberikan) diulangi kembali.

RISIKO TRANSFUSI DARAH

Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis yang
kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan nyawa hanya bila
didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi
daripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil
hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam
hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya.
Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan
penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.20

IV.1. Reaksi Akut

Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi.
Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang
membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan
rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai
dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria,
demam, takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh
hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi
terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.1

Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di
sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea.
Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun 20% tekanan darah
sistolik), takikardia (naik 20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini
disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan
cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.1

Hemolisis intravaskular akut

Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah
merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel.
Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat
menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan
semakin meningkatkan risiko.1,8
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan
dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum
diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa
identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi
dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari
darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.

Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi,
kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau
dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-
satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi
dari setiap unit darah.

Reaksi anafilaksis

Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah
satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu,
defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal
transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa
demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.

Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury = TRALI)

Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan
leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi,
dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun
diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.

IV.2. Reaksi Lambat

Reaksi hemolitik lambat

Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam,
anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam
nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel
darah kompatibel dengan antibodi tersebut.1,8,16,17

Purpura pasca transfusi

Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan
pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung
yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita.
Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-
10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL.
Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit 50.000/uL dan perdarahan yang
tidak terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan
memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.1,8

Penyakit graft-versus-host

Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada pasien
imunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien
imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel
(HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda,
seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul
10-12 hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.1,8

Kelebihan besi

Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan
mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal
organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan
besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi
besi dan mempertahankan kadar serum feritin <2.000 mg/l.1,8

Supresi imun

Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara, dan hal ini
menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa angka rekurensi tumor
dapat meningkat. Selain itu juga terdapat pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah
meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons imun: sampai saat ini,
penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.1

Busch dkk18 (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 pasien kanker kolorektal.
Penelitian membandingkan prognosis antara pasien kanker kolorektal yang dilakukan
transfusi autolog dengan transfusi allogenik. Didapatkan hasil bahwa risiko rekurensi
meningkat secara bermakna pada pasien yang dilakukan transfusi darah, baik allogenik
maupun autolog, bila dibandingkan dengan yang tidak dilakukan transfusi; risiko relatif
rekurensi adalah 2,1 dan 1,8; angka tersebut tidak berbeda bermakna satu dengan yang lain.

Moore dkk22 dalam penelitian kohort prospektif terhadap 513 pasien trauma yang dirawat
di ICU dengan kriteria usia >16 tahun, skor keparahan trauma >15 dan bertahan hidup >48
jam menyimpulkan bahwa transfusi darah merupakan faktor risiko untuk terjadinya gagal
organ multipel (multiple organ failure = MOF) yang tidak bergantung pada indeks syok
lainnya.
IV.3. Penularan Infeksi

Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal,
antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status
imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah.8 Saat ini dipergunakan model matematis
untuk menghitung risiko transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C,
hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini berdasarkan fakta bahwa
penularan penyakit terutama timbul pada saat window period (periode segera setelah
infeksi dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).24

Transmisi HIV

Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun 1982 dan
awal 1983. Pada tahun 1983 Public Health Service (Amerika Serikat) merekomendasikan
orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah
juga mulai menanyakan kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan
sebelum skrining antibodi HIV dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi
jumlah infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi. Berdasarkan laporan dari Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) selama 5 tahun pengamatan, hanya mendapatkan 5
kasus HIV/tahun yang menular melalui transfusi setelah dilakukannya skrining antibodi HIV
pada pertengahan maret 1985 dibandingkan dengan 714 kasus pada 1984.24

Pengenalan pemeriksaan antibodi HIV tipe 2 ternyata hanya sedikit berpengaruh di Amerika
Serikat, yaitu didapatkan 3 positif dari 74 juta donor yang diperiksa. Perhatian terhadap
kemungkinan serotipe HIV tipe 1 kelompok O terlewatkan dengan skrining yang ada
sekarang ini, timbul setelah terdapat 1 kasus di Amerika Serikat, sedangkan sebagian besar
kasus seperti ini terjadi di Afrika Barat dan Perancis. Di Amerika Serikat, dari 1.072 sampel
serum yang disimpan tidak ada yang positif menderita HIV tipe 1 kelompok O.24

Untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui transfusi, bank darah mulai menggunakan
tes antigen p24 pada tahun 1995. Setelah kurang lebih 1 tahun skrining, dari 6 juta donor
hanya 2 yang positif (keduanya positif terhadap antigen p24 tetapi negatif terhadap antibodi
HIV).24

Penularan virus hepatitis B dan virus hepatitis C

Penggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 1975 menyebabkan


penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui transfusi, sehingga saat ini hanya
terdapat 10% yang menderita hepatitis pasca transfusi. Makin meluasnya vaksinasi hepatitis
B diharapkan mampu lebih menurunkan angka penularan virus hepatitis B. Meskipun
penyakit akut timbul pada 35% orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1-10% yang menjadi
kronik.24
Transmisi infeksi virus hepatitis non-A non-B sangat berkurang setelah penemuan virus
hepatitis C dan dilakukannya skrining anti-HCV. Risiko penularan hepatitis C melalui transfusi
darah adalah 1:103.000 transfusi. Infeksi virus hepatitis C penting karena adanya fakta
bahwa 85% yang terinfeksi akan menjadi kronik, 20% menjadi sirosis dan 1-5% menjadi
karsinoma hepatoselular. Mortalitas akibat sirosis dan karsinoma hepatoselular adalah
14,5% dalam kurun waktu 21-28 tahun.22 Prevalensi hepatitis B di Indonesia adalah 3-17%
dan hepatitis C 3,4% sehingga perlu dilakukan skrining hepatitis B dan C yang cukup
adekuat.16

Transmisi virus lain

Di Amerika Serikat prevalensi hepatitis G di antara darah donor adalah 1-2%.22 Banyak
orang yang secara serologik positif virus hepatitis G juga terinfeksi hepatitis C. Meskipun
infeksi hepatitis G dapat menimbulkan karier kronik akan tetapi tidak ada bukti yang
menyatakan bahwa infeksi hepatitis G dapat menyebabkan hepatitis kronis maupun akut.25

Infeksi yang disebabkan kontaminasi komponen darah oleh organisme lain seperti hepatitis
A dan parvovirus B19, untuk darah donor yang tidak dilakukan skrining serologis, telah
dicatat tetapi perkiraan angka infeksi melalui transfusi tidak ada.23 Infeksi karena
parvovirus B19 tidak menimbulkan gejala klinis yang bermakna kecuali pada wanita hamil,
pasien anemia hemolitik dan imunokompromais. Di Amerika Serikat, penularan virus
hepatitis A melalui transfusi darah hanya terjadi pada 1: 1 juta kasus.24

Kontaminasi bakteri

Kontaminasi bakteri mempengaruhi 0,4% konsentrat sel darah merah dan 1-2% konsentrat
trombosit.1 Kontaminasi bakteri pada darah donor dapat timbul sebagai hasil paparan
terhadap bakteri kulit pada saat pengambilan darah, kontaminasi alat dan manipulasi darah
oleh staf bank darah atau staf rumah sakit pada saat pelaksanaan transfusi atau bakteremia
pada donor saat pengambilan darah yang tidak diketahui.25

Jumlah kontaminasi bakteri meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan sel darah
merah atau plasma sebelum transfusi. Penyimpanan pada suhu kamar meningkatkan
pertumbuhan hampir semua bakteri. Beberapa organisme, seperti Pseudomonas tumbuh
pada suhu 2-6C dan dapat bertahan hidup atau berproliferasi dalam sel darah merah yang
disimpan, sedangkan Yersinia dapat berproliferasi bila disimpan pada suhu 4C. Stafilokok
tumbuh dalam kondisi yang lebih hangat dan berproliferasi dalam konsentrat trombosit
pada suhu 20-40C. Oleh karena itu risiko meningkat sesuai dengan lamanya
penyimpanan.1,22 Gejala klinis akibat kontaminasi bakteri pada sel darah merah timbul
pada 1: 1 juta unit transfusi. Risiko kematian akibat sepsis bakteri timbul pada 1:9 juta unit
transfusi sel darah merah. Di Amerika Serikat selama tahun 1986-1991, kontaminasi bakteri
pada komponen darah sebanyak 16%; 28% di antaranya berhubungan dengan transfusi sel
darah merah. Risiko kontaminasi bakteri tidak berkurang dengan penggunaan transfusi
darah autolog.25

Penularan sifilis di Kanada telah berhasil dihilangkan dengan penyeleksian donor yang cukup
hati-hati dan penggunaan tes serologis terhadap penanda sifilis.25

Penyakit Creutzfeldt-Jacob

Pasien yang berisiko terinfeksi penyakit Creutzfeldt-Jacob seperti pasien dengan riwayat
graft durameter atau kornea, injeksi hormon pertumbuhan atau gonadotropin yang berasal
dari otak manusia atau ada riwayat keluarga kandung garis keturunan pertama yang
menderita penyakit Creutzfeldt-Jacob secara permanen tidak boleh menyumbangkan darah.
Hal ini dilakukan meskipun penularan penyakit Creutzfeld-Jacobs melalui transfusi belum
pernah dilaporkan. Riwayat transfusi darah telah dilaporkan pada 16 dari 202 pasien dengan
penyakit Creutzfeldt-Jacob, angka ini sama dengan yang terdapat pada kelompok
kontrol.8,25

b. Suplemen asam folat


Asam folat diberikan secara teratur (missal 5 mg /hari ) jika asupan diet buruk
c. Terapi Khelesi
Terapi khalesi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi.

Obat pengkelasi besi yang dikenal adalah deferoksamin, deferipron, dan deferasirox.

1. Deferoksamin (DFO)

Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus subkutan dalam 8-12 jam dengan
menggunakan pompa portabel kecil selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus
yang umum adalah di abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita
yang menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 g/L.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran, gangguan
tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.

2. Deferipron (L1)

Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap


jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan
deferipron memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih
rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun begitu, masih
terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas deferipron sebab deferipron
dilaporkan dapat menyebabkan ES: agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi,
dan fibrosis hati. Saat ini deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat.

3. Deferasirox (ICL-670)

Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru saja mendapatkan izin pemasaran
di Amerika Serikat pada bulan November 2005. Terapi standar yang dianjurkan
adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali
lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler,
dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. ES: yang mungkin terjadi adalah sakit
kepala, mual, diare, dan ruam kulit.

4. Terapi-Kombinasi

Dapat berupa terapi kombinasi secara simultan maupun sekuensial. Terapi


kombinasi secara simultan adalah pemberian deferoksamin 2-6 hari seminggu dan
deferipron setiap hari selama 6-12 bulan. Terapi kombinasi sekuensial adalah
pemberian deferipron oral 75 mg/kgBB selama 4 hari diikuti deferoksamin subkutan
40 mg/kgBB selama 2 hari setiap minggunya. Terapi kombinasi diharapkan dapat
menurunkan dosis masing-masing obat, sehingga menurunkan toksisitas obat namun
tetap menjaga efektifitas kelasi.

d. Vitamin c
Vitamin c ( 200 mg perhari ) meningkatkan ekresi besi di sebabkan oleh
desferioksamin.
e. Transplantasi Sumsum tulang
Transplantasi sumsun tulang alorgenik memberi prospek kesembuhan yang
permanen.Tingkat kesuksesannya (ketahanan hidup bebas thalassemia mayor
jangka panjang) adalah lebih dari 80 % pada pasien muda yang mendapat
khelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis hati ataupun splenomegali.
Saudara kandung dengan antigen leukosit manusia ( human leucocyte antigen,
HLA) yang sesuai (atau kadang kadang, anggota keluarga lainnya atau donor
sesuai yang tak memiliki hubungan) bertindak sebagai donor. Kegagalan utama
adalah akibat kambuhnya thalsemia , kematian ( misalnya akibat infeksi ) atau
penyakit graft versus host ( cangkok versus pejamu) kronik yang berat
f. Splenectomy
Indikasi dilakukannya splenektomi dapat dilihat sebagai berikut.

1. Elektif :

- Kelainan hematologis
- Bagian dari bedah radikal dari abdomen atas

- Kista/tumor limpa

- Penentuan stadium limfoma (jarang dikerjakan)

2. Darurat:

- Trauma

Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda dari suatu splenektomi elektif.
Pasien yang mengalami trauma limpa harus ditangani pertama kali dengan
protokol ATLS (advanced trauma life support) dengan kontrol jalan
napas,pernapasan dan sirkulasi. Bilas peritoneum atau pemeriksaan radiologis
harus digunakan untuk menilai cedera abdomen sebelum operasi.

Kontraindikasi open splenektomi

1. Tidak ada kontraindikasi absolute terhadap splenektomy


2. Terbatasnya harapan hidup dan pertimbangan resiko operasi

Kontraindikasi Laparoscopic Splenectomy

1. Riwayat operasi abdominal bagian atas


2. Gangguan koagulasi yang tidak terkontrol
3. Jumlah trombosit yang sangat rendah (<20,000/100>
4. Perbesaran limpa secara massif misalnya perbesaran lebih dari 4 kali dari normal
5. Hipertensi porta

Persiapan

1. Anestesi umum.

2. Pipa nasogastrik.

3. Profilaksis antibiotik.

4. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin.

5. Posisi terlentang

Prosedur

Bisa digunakan insisi paramedian kiri atas, median, transversal atau subkostal kiri.
Pada kasus trauma, insisi mediana memungkinkan akses yang lebih baik ke alat dalam
lainnya.

LO 2.10 Prognosis

Prognosis dari thalassemia tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan sejauh mana
seorang individu mengikuti pengobatan yang telah ditetapkan dengan tepat. Penderita
beta-thalassemia mayor (bentuk yang paling parah dari thalassemia), dapat hidup sampai
usia lima puluhan dengan transfusi darah, terapi kelasi besi, dan splenektomi. Tanpa terapi
kelasi besi, bagaimanapun, hidup dibatasi oleh tingkat kelebihan zat besi dalam hati, dengan
kematian sering terjadi antara usia 20 dan 30. Transplantasi sumsum tulang dengan sumsum
dari donor yang cocok menawarkan tingkat 54% sampai 90% hidup untuk orang dewasa.

Hampir semua bayi yang lahir dengan alpha-thalassemia mayor akan meninggal akibat
anemia. Namun, sejumlah kecil yang dapat bertahan hidup setelah menerima prenatal
(intrauterin) transfusi darah. Prospek untuk pasien dengan HBH tergantung pada komplikasi
dari transfusi darah, splenomegali (pembesaran limpa), atau splenektomi (pengangkatan
limpa) dan derajat anemia.

LO 2.11 Komplikasi

1. Komplikasi pada Jantung


Kelainan jantung khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari setengah
terhadap kematian pada penderita thalasemia. Penyakit jantung pada penderita thalasemia
mungkin bermanifestasi sebagai kardiomiopati hemosiderrhosis, gagal jantung, hipertensi
pulmonal, arrithmia, disfungsi sistolik/diastolik, effusi pericardial, miokarditis atau
perikarditis. Penumpukan besi merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya
kelainan pada jantung, adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain
genetik,faktor imunologi, infeksi dan anemia kronik. Pada pasien yang mendapatkan
transfusi darah tetapi tidak mendapatkan terapi kelasi besi penyakit jantung simtomatik
dilaporkan 10 tahun setelah pemberian transfusi pertama kali.

2. Komplikasi endokrin
Insiden yang tinggi pada disfungsi endokrin telah dilaporkan pada anak, remaja, dan
dewasa muda yang menderita thalasemia mayor. Umumnya komplikasi yang terjadi yaitu
hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas 75% pasien. Pituari anterior adalah
bagian yang sangat sensitif terhadap kelebihan besi yang akan menggangu sekresi
hormonal antara lain disfungsi gonad. Perkembangan seksual mengalami keterlambatan
dilaporkan 50% anak laki-laki dan perempuan mengalami hal tersebut, biasanya pada anak
perempuan akan mengalami amenorrhea. Selama masa kanak-kanak pertumbuhan bisa
dipengaruhi oleh kondisi anemia dan masalah endokrin. Masalah tersebut mengurangi
pertumbuhan yang harusnya cepat dan progresif menjadi terhambat dan pada akhirnya bia
sanya anak dengan thalasemia akan mengalami postur yang pendek. Faktor-faktor lain yang
berkontribusi antara lain yaitu infeksi, nutrisi kurang, malabsorbsi vitamin D, defisiensi
kalsium, defisiensi zinc dantembaga, rendahnya level insulin seperti growth faktor-1(IGF-1)
dan IGF-binding protein-3(IGFBP-3). Komplikasi endokrin yang lainnya adalah intoleransi
glukosa yang disebabkan penumpukan besi pada pancreas sehingga mengakibatkan
diabetes. Disfungsi thyroid dilaporkan terjadi pada pasien thalasemia di mana hypothyroid
merupakan kasus yang sering ditemui, biasanya terjadi peningkatan kadar TSH. Hypothyroid
pada tahap awal bisa bersifat reversibel dengan kelasi besi secara intensif. Selain Hypotyroid
kasus lainnya dari kelainan endokrin yang ditemukan yaitu hypoparathyroid. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar serum kalsium, phosphate dan
hormon parathyroid di mana kelainan ini biasanya ditemukan pada dekade kedua
kehidupan.

3. Komplikasi metabolik
Kelainan metabolik yang sering ditemukan pada penderita thalasemia yaitu
rendahnya masa tulang yang disebabkan oleh hilangnya pubertas spontan, malnutrisi,
disfungsi multiendokrin dan defisiensi dari vitamin D, kalsium dan zinc. Masa tulang bisa
diukur dengan melihat Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan dual x-ray pada
tiga tempat yaitu tulang belakang, femur dan lengan. Rendahnya BMD sebagai manifestasi
osteoporosis apabila T score <-2,5 dan osteopenia apabila T score-1 sampai-2.
Komplikasi hepar
Setelah dua tahun dari pemberian transfusi yang pertama kali pembentukan kolagen
dan fibrosis terjadi sebagai dampak dari adanya penimbunan besi yang berlebih. Penyakit
hati yang lain yang sering muncul yaitu hepatomegali, penurunan konsentrasi albumin,
peningkatan aktivitas aspartat dan alanin transaminase. Adapun dampak lain yang berkaitan
dengan penyakit hati adalah timbulnya Hepatitis B dan Hepatitis C
akibat pemberian transfusi.

4. Komplikasi Neurologi
Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia beta mayor dikaitkan dengan
beberapa faktor antara lain adanya hipoksia kronis, ekspansi sumsum tulang, kelebihan zat
besi dan adanya dampak neurotoksik dari pemberian desferrioxamine. Temuan abnormal
dalam fungsi pendengaran, timbulnya potensi somatosensori terutama disebabkan oleh
neurotoksisitas desferioxamin dan adanya kelainan dalam konduksi saraf.

Anda mungkin juga menyukai