Anda di halaman 1dari 12

RESUME KARDIOVASKULER

“Penyakit Thalasemia Dan Anemia “

Oleh:

Risma Tri Anisa

183110271

Kelas II.C

Dosen Pembimbing:

Ns. Hj. Tisnawati, SSt, S.Kep, M.Kes

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

TAHUN 2019/2020
A.Talasemia

1.Pengertian

Thalassemia merupakan kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor genetika, sehingga
menyebabkan protein yang ada di dalam sel darah merah (hemoglobin) tidak berfungsi secara
normal. Zat besi yang diperoleh tubuh dari makanan sehaerusnya digunakan oleh sumsum tulang
untuk menghasilkan hemoglobin. Fungsi hemoglobin dalam sel darah merah sendiri sangat
penting, karena ia akan mengantarkan oksigen dari paru-paru ke seluruh anggota tubuh.

Mereka yang mengidap thalassemia memiliki sedikit kadar hemoglobin yang berfungsi dengan
baik lebih. Oleh karena itu, tingkat oksigen dalam tubuh pengidap thalassemia pun ikut rendah. 

2.Etiologi

Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom manusia. Gen
globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak pada kromosom 11. Bentuk daripada
gen beta-globin ini diatur oleh locus control region (LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada
unsur-unsur dasargen menyebabkan cacat pada inisiasi atau pengakhiran transkripsi, pembelahan
RNA yang abnormal, substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau pemberhentian
daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan sindrom thalassemia beta. 1,21-
23,37 Mutasi Beta-zero (β0 ) ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin, yang biasanya
akibat mutasi nonsense, frameshift, atau splicing.Sedangkan mutasi beta-plus(β+ ) ditandai
dengan adanya produksi beberapa beta-globin tetapi dengan sedikit cacat splicing. Mutasi yang
spesifik memiliki beberapa hubungan dengan faktor etnis atau kelompok berbeda yang lazim di
berbagai belahan dunia. Seringkali, sebagian besar individu yang mewarisi penyakit ini
mengikuti pola resesif autosomal, dengan individu heterozigot memiliki kelainan gen tersebut,
sedangkan pada individu heterozigot atau individu compound homozigot, kelainan itu
memanifestasi sebagai penyakit beta-thalassemia mayor atau intermedia.

3.Patofisiologi

Patofisiologi thalassemia mencakup mutasi atau delesi pada gen untuk rantai globin alfa ataupun
beta.
Hemoglobin pada dewasa terdiri dari bentuk A, A2 dan F (fetal). Hemoglobin A (HbA)
mencakup 95-98% dari seluruh jumlah hemoglobin pada tubuh dan terdiri dari tetramer yang
terbuat dari 2 subunit globin alfa dan 2 subunit globin beta. Hemoglobin A2 (HbA2) mencakup
mayoritas dari sisa hemoglobin yang ada (<3.3%) dan terdiri dari 2 subunit globin alfa dan 2
subunit globin delta. <1% dari hemoglobin adalah hemoglobin F (HbF) dan terdiri dari 2 subunit
globin alfa dan 2 subunit globin gamma.

Pada saat perkembangan fetus, proses eritropoiesis awalnya terjadi pada hati, kemudian ke limpa
dan pada usia pertengahan kehamilan mulai beralih ke sumsum tulang. Pada usia kehamilan 6-10
minggu mayoritas dari hemoglobin yang ada pada bayi adalah HbF, mayoritas dari rantai globin
yang dibentuk adalah subunit globin alfa dan subunit globin fetal. Pada sekitar usia 30 minggu,
jumlah pembentukan rantai globin fetal mulai menurun dan jumlah rantai globin beta meningkat
sehingga jumlah HbF menurun dan HbA meningkat. Setelah lahir, jumlah pembentukan HbF
akan terus menurun dan HbA akan meningkat sehingga 95-98% dari Hb di tubuh adalah HbA.

Thalassemia terjadi apabila terdapat kelainan pada gen yang mempengaruhi produksi rantai
globin sehingga produksi Hb menurun. Kelainan pembentukan rantai globin yang paling sering
terjadi terkait dengan globin alfa dan globin beta dan menyebabkan thalassemia alfa dan
thalassemia beta. Terdapat beragam genotip dan gambaran klinis thalassemia.

Thalassemia alfa Gen alfa Rantai globin Hemoglobin Gambaran klinis

Normal αα / αα α2 β2 A Normal

Karier αα / α- α2 β2 A Asimtomatik

α- / α-
-- / αα
Trait (minor) α2 β2 A Asimtomatik

Kuning,
Splenomegali,

Terkadang butuh
transfusi
Penyakit Hb H -- / -α α2 β2, β4 A, H
Barts,
Berat, Kematian janin
Portland in utero atau langsung
Hidrops fetalis -- / -- γ4, ξ2γ2 setelah kelahiran

Thalassemia beta Gen beta Rantai globin Hemoglobin Gambaran klinis

Normal β/ β α2 β2 A Normal

β+/ β
βo/ β
Trait (minor) α2 β2, α2 δ2, α2 γ2 A, A2, F Asimtomatik

β+/ βo
Fenotip diantara
β+/ β+ thalassemia trait dan
Intermedia α2 β2, α2 δ2, α2 γ2 A, F thalassemia mayor

β+/ β+ α2 β2, α2 δ2, α2 γ2 A, A2, F Memerlukan transfusi


kronis, kelebihan zat
βo/ βo α2 δ2, α2 γ2 F, A2 besi, kerusakan organ
Mayor kronis

Gen untuk globin alfa terdapat pada kromosom 16 dan terduplikasi sehingga pada setiap sel
somatik terdapat 4 kopi gen rantai alfa pada setiap pasangan kromosom homolog. Gen untuk
globin beta, gamma, dan delta terdapat pada kromosom 11 dan tidak terduplikasi. Banyak
heterogenisitas dari thalassemia alfa dan beta. Kedua dari penyakit ini diturunkan secara
autosomal resesif dari orang tua.

Secara umum pada kedua jenis thalassemia alfa dan beta terdapat kelainan pada proses
eritropoiesis dimana terbentuk jumlah sel darah merah yang kurang dan yang terbentuk pun juga
tidak berbentuk sempurna. Eritrosit yang terbentuk pada thalassemia memiliki kelainan pada
struktur membran dan permeabilitasnya sehingga mudah rusak. Eritrosit pada thalassemia
memiliki jumlah HbA yang kurang sehingga terbentuklah hemoglobin jenis lainnya. Hemoglobin
jenis lain tersebut lebih rentan terhadap stres oksidatif dan mudah membentuk presipitat sehingga
terbentuk badan inklusi, badan Heinz,  dan badan Howell Jolly. Pada saat eritrosit rusak terjadi
gejala kuning dan pembesaran limpa. Eritropoiesis yang terjadi juga tidak dapat terjadi dengan
baik sehingga perlu dilakukan secara berlebihan dan menyebabkan abnormalitas dan hiperoplasia
tulang.
Thalassemia Alfa
Thalassemia alfa adalah sekelompok dari sindrom anemia herediter yang disebabkan oleh kurang
atau tidak adanya produksi dari 1 atau lebih rantai globin alfa. Produksi abnormal dari rantai
globin alfa menyebabkan kelebihan relatif rantai globin gamma pada fetus dan bayi baru lahir,
dan rantai globin beta pada dewasa. Rantai globin tersebut dapat bergabung menjadi tetramer.
Gabungan 4 rantai globin beta (β4) disebut Hemoglobin H (HbH) dan gabungan 4 rantai globin
gamma (γ4) disebut hemoglobin Barts. HbH bersifat tidak stabil dan dapat membentuk presipitat
sehingga akan rusak pada waktu sebelumnya.

Terdapat 4 kopi gen rantai alfa pada setiap pasangan kromosom homolog 16. Mayoritas kelainan
genetik yang terdapat pada gen rantai globin alfa menyebabkan delesi. Hemoglobin alfa sangat
dibutuhkan dalam pembentukan HbA maupun HbF. Hb Barts dan HbH hanyalah jenis
hemoglobin yang bisa terbentuk. Kondisi ini dikenal dengan nama hidrops fetalis, thalassemia
alfa mayor, atau hemoglobin Barts. Janin yang mengalami kondisi ini biasanya akan meninggal
di kandungan atau pada waktu dekat setelah dilahirkan.

Seorang dengan thalassemia alfa status karier hanya memiliki delesi pada 1 gen globin rantai
alfa. Penderita thalassemia alfa karier tidak memiliki kelainan klinis apapun dan dapat memiliki
hasil darah normal atau penurunan sedikit pada mean corpuscular volume (MCV) dan mean
corpuscular hemoglobin (MCH).
Delesi pada 2 gen globin alfa secara heterozygous (-- / αα) atau homozygous (α- / α- )
menyebabkan thalassemia alfa trait. Seorang dengan thalassemia alfa trait seringkali normal
secara klinis namun dapat memiliki anemia minimal dan nilai MCV dan MCHC yang agak
rendah. Nilai RBC biasanya sedikit meningkat.
Pada penyakit hemoglobin H (HbH) atau thalassemia intermedia, hanya terdapat hanya 1 dari 4
gen rantai globin alfa. Oleh karena hilangnya 3 gen rantai globin alfa, terbentuk banyak HbH.
HbH memiliki afinitas tinggi untuk oksigen dan oleh sebab itu adalah suatu penyedia oksigen
pada jaringan yang tidak efektif. Dapat diketahui juga bahwa pada 4 gen rantai globin alfa, dua
darinya dapat hanya memproduksi 25% dari rantai globin alfa dan dua lagi hingga 75% sehingga
keparahan penyakit dapat sangat berbeda-beda.

Thalassemia Beta
Berbeda dengan thalassemia alfa, gen untuk rantai globin beta hanyalah 2. Thalassemia beta
dapat bersifat lebih berat dari pada thalassemia alfa oleh karena gennya yang hanya 2. Oleh
karena kurangnya rantai globin beta, dapat terbentuk hemoglobin alfa 2 (HbA2) yang terdiri dari
α2 β2 dan hemoglobin fetal (HbF) α2 β2.

Kelainan gen yang terjadi di kromosom 11 pada thalassemia beta tidak hanya bersifat delesi
seperti pada thalassemia alfa. Mutasi yang terjadi dapat mencakup seluruh aspek dari produksi
rantai globin beta dari transkripsi, translasi, dan stabilitas dari produksi. Pada akhirnya, defek
molekuler yang ada pada thalassemia beta berakhir pada jumlah rantai globin beta yang
berkurang atau tidak ada sama sekali. Jumlah rantai globin alfa yang berlebih bersifat tidak stabil
dan menyebabkan kelainan struktural pada eritrosit sehingga usianya memendek. Proses
eritropoiesis juga terhambat.

Thalassemia beta dibagi menjadi 3 jenis yaitu thalassemia mayor (anemia Cooley), thalassemia
beta minor (karier/ trait), dan thalassemia beta intermedia. Pada thalassemia beta mayor,
penderita memiliki gen homozygous atau compound heterozygous untuk mutasi gen pada gen
thalassemia beta sehingga fenotip menggambarkan suatu anemia berat sehingga diperlukan
transfusi kronis dan agen kelasi besi. Pada thalassemia beta minor, terdapat
gen heterozygous dimana hanya terdapat kelainan pada 1 gen rantai globin beta sehingga pasien
dapat bersifat asimtomatik dan hasil lab dapat hanya sedikit abnormal. Pada thalassemia beta
intermedia, fenotip yang dialami penderita terdapat diantara jenis mayor dan minor, rantai globin
beta masih dapat dibentuk. Pada beberapa kasus langka terdapat kondisi dimana terjadi mutasi
pada gen rantai globin beta dan alfa.

Thalassemia Hemoglobin E
Thalassemia hemoglobin E (HbE) adalah suatu varian dari struktur hemoglobin yang
menyangkut suatu mutasi pada gen untuk rantai globin beta. Oleh sebab itu thalassemia Hbe juga
seringkali dikenal sebagai thalassemia beta E. Mutasi yang terjadi pada thalassemia HbE terjadi
secara khusus pada kodon 26 pada gen rantai globin beta dan pada kasus heterozygous dapat
menimbulkan gambaran thalassemia beta ringan. Thalassemia beta E dengan sendirinya apabila
terjadi secara homozygous mencakup 50% dar genotip pada kasus thalassemia beta yang berat.
Thalassemia HbE dianggap sebagai suatu penyakit yang sangat heterogen karena mutasi yang
terjadi seringkali bertumpang tindih dengan jenis thalassemia alfa atau beta lainnya.
4.Perubahan sistem haemodinamik

5.Manifestasi klinis

a. Letargi
b. Pucat
c. Kelemahan
d. Anoreksia
e. Sesak nafas
f. Tebalnya tulang cranial
g. Pembesaran limfe
h. Menipisnya tulang kartilago
i. Disritma

6.WOC

7.Komplikasi

Komplikasi thalassemia yang serius bisa terjadi jika tidak segera mendapat perawatan tepat.
Komplikasi yang bisa muncul meliputi pertumbuhan yang terhambat, gagal jantung, kerusakan
organ dalam tubuh, dan penyakit hati. Parahnya lagi, kematian dapat terjadi akibat komplikasi
thalassemia parah yang tidak ditangani dengan serius

8.Penatalaksanaan

Penanganan thalassemia bervariasi sesuai jenis thalassemia yang diderita pasien. Berikut adalah
panduannya: - Pada pasien thalasemia beta minor, pada umumnya tidak membutuhkan terapi
khusus. Kadang-kadang diperlukan transfusi darah pada saat pasien tersebut dalam keadaan
anemia fisiologi yang berat saat hamil, menyusui dan menstruasi. - Pada thalasemia beta mayor,
pengobatan yang paling optimal adalah transfusi darah seumur hidup untuk mempertahankan
kadar Hb selalu sama atau 12 g/dl dan mengatasi akibat samping transfusi darah.
B.Anemia

1.Pengertian

Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah
normal. Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal eritrosit, kuantitas
hemoglobin, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah.

2.Etiologi

a. Perdarahan
b. Kekurangan gizi seperti : zat besi, vitamin B12, dan asam folat. (Barbara C. Long, 1996 )
c. Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis, empiema, dll.
d. Kelainan darah
e. Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah. (Arif Mansjoer, 2001)

3.Patofisiologi

Kegalan sumsum a/ kehilangn sel darah merah berlebihan Misalnya berkurangnya eritropoesis
(produksi sel darah merah) terjadi kekurangan nutrisi karena kurang masuknya zat besi dalam
menu maknan/akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
normal keluar melalui pendarahan misalnya pada waktu melahirkan dan kecelakaan ANEMIA.

4.Perubahan sistem haemodinamik

5.Manifestasi klinis

Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak spesifik. Diagnosis biasanya
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu penurunan kadar feritin/ saturasi
transferin serum dan kadar besi serum. Pada ADB gejala klinis terjadi secara bertahap.
Kekurangan zat besi di dalam otot jantung menyebabkan terjadinya gangguan kontraktilitas otot
organ tersebut. Pasien ADB akan menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin; biasanya
disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi triodoti- roksin. Penemuan ini dapat
menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan perhatian yang berkurang, sehingga
menurunkan prestasi belajar kasus ADB.
Anak yang menderita ADB lebih mudah terserang infeksi karena defisiensi besi dapat
menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan berkurangnya sel limfosit T yang penting untuk
pertahanan tubuh terhadap infeksi. Perilaku yang aneh berupa pika, yaitu gemar makan atau
mengunyah benda tertentu antara lain kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi, es dan lain lain,
timbul sebagai akibat adanya rasa kurang nyaman di mulut. Rasa kurang nyaman ini disebabkan
karena enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut yang mengandung besi
berkurang. Dampak kekurangan besi tampak pula pada kuku berupa permukaan yang kasar,
mudah terkelupas dan mudah patah. Bentuk kuku seperti sendok (spoon-shaped nails) yang juga
disebut sebagai kolonikia terdapat pada 5,5% kasus ADB.

Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan dalam proses
epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada keadaan ADB berat, lidah akan memperlihatkan
permukaan yang rata karena hilangnya papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis
dan ditemui gastritis pada 75% kasus ADB.

6.WOC

7.Komplikasi

Jika anemia defisiensi besi tidak ditangani dengan tepat, pada akhirnya bisa menyebabkan
komplikasi penyakit lain. Kekurangan zat besi berdampak buruk kepada sistem kekebalan tubuh
manusia. Inilah yang membuat Anda lebih mudah terserang penyakit lainnya.

Anemia defisiensi besi juga bisa berakibat kepada terjadinya gagal jantung, yaitu saat kinerja
jantung menurun dan tidak bisa memompa darah ke seluruh bagian tubuh dengan baik.

Bagi ibu hamil, anemia meningkatkan risiko komplikasi pada ibu dan janinnya. Komplikasi yang
bisa terjadi contohnya adalah keguguran, pertumbuhan janin yang lambat atau tidak normal dan
lahir prematur.
8.Penatalaksanaan

Pengobatan anemia besi yang digunakan saat ini adalah preparat besi oral berupa garam fero
(sulfat, glukonat, fumarat, dan lain-lain) dengan dosis pada bayi dan anak-anak sebanyak 3-6 mg/
kgBB/hari dibagi dalam dua dosis. Garam fero dianjurkan dikonsumsi sebelum sarapan dan
makan malam agar penyerapan besi dapat terjadi lebih optimal.

Pemberian setelah makan dapat menghambat penyerapan sebanyak 40-50%. Efek samping
pemberian pada saat perut kosong berupa mual, rasa tidak nyaman di ulu hati, dan konstipasi,
sehingga .Pengukuran hemoglobin dilakukan setelah satu bulan pemberian preparat besi oral,
dimana diharapkan hemoglobin sudah terkoreksi sepertiga atau dua pertiganya. Nilai normal
hemoglobin tercapai dalam 1-3 bulan setelah pengobatan. Untuk mencegah terjadinya kelebihan
kadar hemoglobin yang dapat menyebabkan keracunan, pengobatan tidak boleh lebih dari 5
bulan. Pemberian zat besi dalam bentuk intramuscular atau intravascular dapat diberikan pada
keadaan tertentu dimana pemberian secara oral tidak memberikan respon yang diharapkan
seperti pada keadaan pasien tidak bisa menerima secara oral, kehilangan besi yang cepat, atau
gangguan penyerapan pada usus.

Zat besi dalam makanan tersedia dalam dua bentuk yaitu zat besi Fe-heme dan non-heme.Besi
non-heme terdapat dalam makanan seperti beras, bayam, gandung, jagung, kacang kedelai, dan
lain-lain. Zat besi non-heme berbentuk senyawa ferri yang harus diubah menjadi ferro oleh HCl
di lambung untuk dapat diserap oleh usus. Sementara zat besi dalam bentuk heme terdapat pada
makanan seperti daging, ikan, hati, dan lain-lain yang lebih mudah diserap oleh usus.ANJURAN
Anemia defisiensi besi merupakan sebuah persoalan yang harus mendapat perhatian secara
khusus terutama pada anak usia 0-5 tahun. Kekurangan zat besi pada anak dapat mempengaruhi
kualitas hidup anak dan berdampak buruk pada masa depan. Pemberian makanan bergizi
seimbang dapat mencegah terjadinya anemia pada anak. Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb)
disarankan untuk dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai anak remaja.
Apabila ditemukan hasil anemia dari pemeriksaan maka disarankan untuk dicari penyebabnya
dan bila perlu dirujuk. IDAI merekomendasikan pemberian suplemen besi oral kepada semua
kelompok usia anak dengan prioritas usia balita (0-5 tahun), terutama usia 0-2 tahun sampai usia
18 tahun, dan beberapa kelompok rentan lainnya sebagai pencegahan anemia defisiensi besi.
Dosis besi elemental yang diberikan disesuaikan dengan kelompok usia yang dapat dilihat pada
Rekomendasi IDAI Suplementasi Besi untuk Anak. Orang tua juga diharapkan dapat mengenali
tanda-tanda anemia pada anak sehingga pengobatan dapat dimulai seawall mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, suzanna, C, 2001. Keperawatan medikal bedah, Jakarta; EGC

Betz cecllyl, 2002. Buku saku keperawatan, Jakarta; EGC Mansjoer, Arif, 2001.

Judith M. Wilkinson, PhD, ARNP, RN Nurse Educator, Concultant Shawnee, Kansas

Astarani, K., & Siburian, G. G. (2016). Gambaran Kecemasan Orang Tua pada Anak dengan
Thalasemia Kili Astarani, Gerson Gustava Siburian

Anda mungkin juga menyukai