Anda di halaman 1dari 35

DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................... 1


Skenario .................................................................................................................................... 2
Kata Sulit .................................................................................................................................. 3
Pertanyaan dan Jawaban ........................................................................................................... 3
Hipotesis ................................................................................................................................... 4
Sasaran Belajar.......................................................................................................................... 5
LI 1. Mampu Memahami dan Menjelaskan Malpraktek .......................................................... 6

1.1 Definisi..................................................................................................................................... 6
1.2 Klasifikasi ................................................................................................................................ 7
1.3 Landasan Hukum .......................................................................................................... 8
1.4 Alur Hukum ................................................................................................................ 11

LI 2. Mampu Memahami dan Menjelaskan Informed Consent .................................................. 18

2.1 Definisi................................................................................................................................... 18
2.2 Isi dari Informed Consent .................................................................................................... 23

LI 3. Mampu Memahami dan Menjelaskan Rekam Medis ......................................................... 26

LI 4. Mampu Memahami dan Menjelaskan Hukum Mapraktek dalam Islam ......................... 31

Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 35

1
Skenario

Mata Diobati Menjadi Buta

Tidak terima matanya menjadi buta, Haslinda bersama tim kuasa hukum dari Lembaga
Bantuan Hukum Kesehatan mendatangi ke Polda Metro Jaya untuk melaporkan dugaan
malpraktek dokter, Waldensius Girsang di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center.

Haslinda menuturkan, pada 6 Maret lalu, Kemerahan pada mata, kabur penglihatan, kepekaan
terhadap cahaya (ketakutan dipotret), gelap, mata sakit sudah disampaikan ke okter Fikri
Umar Purba yang kemudian didiagnosis sebagai penyakit uveitis tuberkulosa. Namun
beberapa hari kemudian setelah ditangani oleh dokter Purba, mata Haslinda tidak kembali
berfungsi normal atau menjadi buta.

Sementara itu, Dokter Purba yang ditemui di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center membantah
telah melakukan malpraktek terhadap Haslinda.

Dalam pengaduannya, Jakarta Timur ini tidak menyebutkan tuntutan materil dan inmateril
kepada dokter Purba dan Rumah Sakit Jakarta Eyes Center sebagai pihak yang diduga
melakukan malpraktek.

Pengacara pasien juga menuliskan dasar gugatannya berdasarkan:

1. Pasal 27 (1) UUD 1945


2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
4. UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5. UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kesehatan
6. UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
7. Kode Etik Kedokteran
8. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

2
Kata Sulit

1. Malpraktek : Kesalahan yang dilakukan tenaga medis dalam melakukan


profesinya
2. Hukum pidana : Keseluruhan peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
yang terlarang dan hukumnya.
3. Hukum perdata : Ketentuan yang mengatur hakhak dan kepentingan individu
dan masyarakat.
4. Uveitis tuberkulosa : Radang pada uvea yang disebabkan oleh TB
5. Tuntutan materil : Tuntutan berupa uang
6. Tuntutan imateril : Tuntutan bukan berupa uang. Contoh: pidana

Pertanyaan

1. Apa fungsi lembaga bantuan hukum kesehatan?


2. Apa hukuman untuk malpraktek?
3. Apa saja contoh malpraktek?
4. Apa saja jenis malpraktek?
5. Apa hukum malpraktek dalam pandangan Islam?
6. Bagaimanakah bentuk perlindunggan yang diberikan rumah sakit terhadap dokter
tersebut?

Jawaban

1. Melindungi masyarakat yang menjadi korban malpraktek dan menyediakan bantuan


seperti pengacara sampai proses hukum selesai.
2. Surat izin praktek dokter tersebut dicabut, diberi hukum pidana, dan diberi denda.
Berdasarkan pasal 360 KUHP ayat 2, apabila mengakibatkan kecacatan permanen dan
kehilangan pekerjaan dihukum 9 bulan atau denda 300 juta.
3. Kelalaian dalam operasi, aborsi kriminalis, tidak melakukan tindakan medis sesuai
dengan SOP.
4. Jenis malpraktek:
a. Medik : kelalaian profesional yang mengakibatkan luka berat pada pasien
b. Etik : tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran
c. Yuridis: kelalaian dalam pelaksanaan profesi kedokteran yang melanggar
hukum yuridis
5. Dalam hukum Islam, malpraktek yaitu haram dilakukan karena menurut kaidah fiqh
mengatakan bahwa jangan mencelakai diri sendiri dan juga orang lain.
6. Rumah sakit memberikan bukti fisik berupa rekam medis dan informed consent.

3
Hipotesis

Malpraktek dibagi menjadi 3 jenis yaitu medik, etik, dan yuridis. Contoh dari malpraktek
yaitu seperti halnya kelalaian dalam operasi, aborsi kriminalis, tidak melakukan tindakan
medis sesuai dengan SOP. Akibat melakukan malpraktek, seorang dokter akan dicabut surat
izin prakteknya, diberi hukum pidana, dan diberi denda. Berdasarkan pasal 360 KUHP ayat 2,
apabila mengakibatkan kecacatan permanen dan kehilangan pekerjaan dihukum 9 bulan atau
denda 300 juta. Dalam pandangan Islam, hukum dari malpraktek itu sendiri adalah haram.

4
Sasaran Belajar

LI 1. Mampu Memahami dan Menjelaskan Malpraktek

LO 1.1 Definisi

LO 1.2 Klasifikasi

LO 1.3 Landasan Hukum

LO 1.4 Alur Hukum

LI 2. Mampu Memahami dan Menjelaskan Informed Consent

LO 2.1 Definisi

LO 2.2 Isi dari Informed Consent

LI 3. Mampu Memahami dan Menjelaskan Rekam Medis

LI 4. Mampu Memahami dan Menjelaskan Hukum Malpraktek dalam Islam

5
LI 1. Mampu Memahami dan Menjelaskan Malpraktek

LO 1.1 Definisi

Definisi Menurut Kedokteran

Kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan terhadap pasien atau
adanya kekurangan keterampilan atau kelalaian dalam pengobatan dan perawatan yang
menimbulkan cedera pasien. Namun,tidak semua kegagalan medis disebabkan oleh
malpraktek kedokteran. Contohnya adalah perjalanan penyakir seorang pasien yang semakin
berat, reaksi tubuh yang tidak dapat diramalkan, komplikasi penyakit yang terjadi secara
bersamaan. (World Medical Association, 1992)

Sesuatu perbuatan atau sikap medis dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur 4D, yaitu:
a. Duty. Ada kewajiban medis untuk melakukan tindakan medis tertentu terhadap pasien
pada situasi kondisi tertentu
b. Derelection of that duty. Adanya penyimpangan kewajiban tersebut
c. Damage. Segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari
layanan kesehatan kedokteran yang diberikan
d. Direct causal relationship. Dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat yang
nyata antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian

Definisi Menurut Hukum


Istilah malpraktek hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam
pelaksanaan suatu profesi; baik dibidang kedokteran maupun bidan hukum. Tindakan yang
salah secara yuridis penal diartikan setelah melalui putusan pengadilan. Tindakan yang salah
dimaksud sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan kerugian baik nyawa, maupun harta
benda.

Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti“ pelaksanaan atau tindakan yang
salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle
de Los Angelos, California, 1956).

Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah Involves
the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s
condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct
cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar
pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan
pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).

6
LO 1.2 Klasifikasi

MALPRACTICE

MEDICAL MALPRACTICE PROFESI LAIN

ETHICAL YURIDICAL
MALPRACTICE MALPRACTICE

CRIMINAL MALPRACTICE

CIVIL MALPRACTICE

ADMINISTRATIVE MALPRACTICE

a. Criminal Malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana, yakni:
 Perbuatan tersebut (positive/negative act) merupakan perbuatan tercela
 Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (recklessness) atau kealpaan (negligence)
o Intensional: melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan
(pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan
aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP)
o Recklessness: melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed
consent
o Negligence: kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,
ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi

Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat


individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau
kepada rumah sakit / sarana kesehatan.

b. Civil Malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil
malpractice antara lain:

7
 Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya
 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna
 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat
pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini
maka RS / sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (tenaga kesehatan) tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya.

c. Administrative Malpractice
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala
tenaga tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui
bahwa melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menertibkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga
perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas
kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka
tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance:
• Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat /
layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi
yang memadai.
• Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya
melakukan tindakan medisdengan menyalahi prosedur
• Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya.

LO 1.3 Landasan Hukum

A. Peraturan Non Hukum


Diatur oleh Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). KODEKI semula merupakan
peraturan non hukum karena peraturan ini telah menjadi petunjuk perilaku atau etika
seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Dalam KODEKI diatur tentang kewajiban
dokter terhadap pasien yang dicantumkan di dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 14,
yaitu:

Pasal 10 KODEKI: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya


melindungi makhluk insani”

Pasal 11 KODEKI: “Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
segala ilmu dan keterampilannya untu kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu

8
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada
dokter lain yang mempunyai keahlian dalam bidang penyakit tersebut”

Pasal 13 KODEKI: “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang


diketahuinya tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia”

Pasal 14 KODEKI: “ Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu
tugas perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu
memberikan pertolongan darurat terhadap pasien yang membutuhkannya, padahal ia
mampu dapat terkena sasaran tuntutan malpraktek juga”

B. Peraturan Hukum
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal-pasal didalam KUHP yang terkait dengan malpraktik medik, yaitu:
a. Pasal 263 dan 267 KUHP (Membuat Surat Keterangan Palsu)
b. Pasal 290 KUHP (Melakukan Pelanggaran Kesopanan)
c. Pasal 299 KUHP (Mengobati seorang wanita dengan memberitahukan atau
menimbulkan harapan bahwa kandungannya dapat digugurkan)
d. Pasal 322 KUHP (Membuka Rahasia)
e. Pasal 304 KUHP (Pembiaran / Penelantaran)
f. Pasal 306 KUHP (Apabila tindakan penelantaran tersebut mengakibatkan
kematian)
g. Pasal 322 KUHP (Membocorkan rahasia profesi)
h. Pasal 333 KUHP (Dengan sengaja dan tanpa hak telah merampas kemerdekaan
seseorang)
i. Pasal 344 KUHP (Euthanasia)
j. Pasal 347 KUHP (Sengaja melakukan abortus tanpa persetujuan wanita yang
bersangkutan)
k. Pasal 348 KUHP (Sengaja melakukan abortus dengan persetujuan)
l. Pasal 349 KUHP (Membantu atau melakukan tindakan abortus provocatus
criminalis)
m. Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan kematian)
n. Pasal 360 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan luka / cacat)
o. Pasal 386 KUHP (Memberi atau menjual obat palsu)
p. Pasal 531 KUHP (Tidak memberi pertolongan pada orang yang berada dalam
keadaan bahaya)

Pemberlakukan hukum pidana dalam kasus-kasus kelalaian medis yang terjadi di


dalam penyelenggaraan praktek kedokteran haruslah sebagai ultimatum remidium
artinya hukum pidana sebagai alternatif terakhir apabila upaya-upaya non litigasi
sudah tidak bisa lagi berhasil untuk mengatasi permasalahan yang timbul. Selain iitu
juga karena praktek kedokteran merupakan profesi yang sangat mulia dan luhur yang
diperlukan oleh banyak orang dan praktek kedokteran dijamin pelaksanaannya oleh
undang-undang.

9
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal-pasal didalam KUHPerdata yang terkait dengan malpraktek medik, yaitu:
a. Pasal 1239 KUH Perdata (Melakukan wanprestasi atau cidera janji)
b. Pasal 1365 KUH Perdata(Melakukan perbuatan melawan hukum)
c. Pasal 1366 KUH Perdata (Melakukan kelalaian sehingga menimbulkan
kerugian)
d. Pasal 1367 KUH Perdata (Bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan
oleh bawahannya)

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan


a. Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Kesalahan atau
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan)
b. Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan
tindakan medis tidak sesuai dengan Standart Operational Procedure pada ibu
hamil)
c. Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan
transplantasi organ tubuh untuk tujuan komersil)
d. Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Tanpa keahlian
sengaja melakukan transplantasi, implan alat kesehatan, bedah plastik)
e. Pasal 81 ayat 2a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja mengambil
organ tanpa memperhatikan kesehatan dan persetujuan pendonor / ahli waris)

4) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran


a. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Pengaturan praktek
kedokteran bertujuan untuk, Pertama memberikan perlindungan kepada pasien,
Kedua mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi, dan Ketiga memberikan kepastian
hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi)
b. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan kepada setiap
dokter dan dokter gigi dalam memberikan pelayanan haruslah mempunyai
standar pelayanan. Standar pelayanan disini adalah pedoman yang harus diikuti
oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran)
c. Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan setiap
dokter harus mempunyai surat registrasi yang ditandatangani oleh konsil
kedokteran. Sedangkan surat izin praktek kedokteran ditandatangani oleh
pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktek
kedokteran atau dokter gigi dilaksanakan. Kedua persyaratan tersebut menjadi
suatu hal yang mutlak dimiliki oleh seorang dokter. Apabila dokter tidak
mempunyai surat registrasi dan surat izin praktek, maka selain dokter tersebut
tidak sah, masyarakat juga tidak berani di diagnosa oleh dokter tersebut karena
takut terjadi malpraktek).

5) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan

10
a. Pasal 32 (Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi
karena kesehatan atau kelalaian
Dalam perikatan sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata dikenal adanya dua
macam perjanjian, yaitu:
 Inspanningverbintenis: perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang
berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang
diperjanjikan
 Resultaatbintennis: perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan memberikan
result, yaitu sesuatu hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

LO 1.4 Alur Hukum

Alur Penyelesaian Hukum

MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN (MKEK)

MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) adalah badan otonom IDI yang bertanggung
jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam pengembangan kebijakan,
pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan etika kedokteran. Dalam hal

11
pengembangan dan pelaksaaan kebijakan yang bersifat nasional dan strategis, MKEK wajib
mendapat persetujuan dalam forum Musyawarah Pimpinan Pusat.

MKEK dibentuk pada tingkat pusat, wilayah, dan cabang. MKEK di tingkat cabang dibentuk
apabila dianggap perlu atas pertimbangan dan persetujuan dari MKEK wilayah. MKEK
bertanggung jawab kepada muktamar musyawarah wilayah dan musyawarah cabang sesuai
dengan tingkat kepengurusan. Masa jabatan MKEK sama dengan PB IDI Kepengurusan
MKEK sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota. MKEK wilayah dan
cabang mengadakan koordinasi dengan pengurus wilayah dan pengurus cabang, sesuai
dengan tingkat kepengurusan.

Tugas dan wewenang


1. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan
yang ditetapkan muktamar.
2. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik
kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur
kedokteran.
3. Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia.
4. Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus besar,
pengurus wilayah dan pengurus cabang, serta kepada Majelis Kolegium Kedokteran
Indonesia.
5. Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan etik
profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain.
6. Bertanggung jawab kepada muktamar, musyawarah wilayah dan musyawarah cabang.

Manfaat Pedoman MKEK


Pedoman MKEK ini merupakan jabaran dan pedoman pelaksanaan dari Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga IDI tentang MKEK dalam rangka pengaturan substansi etika
kedokteran bagi setiap pengabdian profesi dokter di Indonesia, penegakan, pengawasan,
bimbingan, penilaian pelaksanaan, penjatuhan sanksi etika, rehabilitasi (pemulihan hak-hak
profesi), dan interaksi kelembagaan MKEK dengan sesama perangkat dan jajaran internal IDI
atau lembaga etika lainnya di luar IDI.

Status MKEK:
a. Sebagai badan otonom IDI
b. Segala keputusannya di bidang etika tidakdipengaruhi pengurus IDI
c. Keputusan MKEK mengikat pengurus IDI

Kewajiban MKEK
1) MKEK wajib ikut mempertahankan hubungan dokter – pasien sebagai hubungan
kepercayaan.
2) MKEK Pusat mempertanggungjawabkan kinerja dari program kerjanya kepada
Muktamar, MKEK Wilayah kepada Musyawarah Wilayah IDI dan MKEK Cabang ke
Rapat Anggota Cabang IDI setempat
3) MKEK wajib menyimpan kerahasiaan medik kasus yang disidangkannya apabila secara
eksplisit diminta oleh pasien pengadu.
4) MKEK Pusat dalam batas kemampuannya wajib meningkatkan kapasitas pengetahuan,
sikap dan ketrampilan anggota MKEK Wilayah dan Cabang yang memerlukannya.

12
Fungsi
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI
Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin
profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya.

Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat
dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk
permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian
ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang
jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat
untuk sepaham dengan putusan MKEK.

Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau
Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP,
eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah
dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.

Tatacara Pengelolaan
a. Ketua MKEK dipilih dan ditetapkan dalam muktamar, musyawarah wilayah dan
musyawarah cabang.
b. Pengurus MKEK adalah anggota biasa.
c. Ketua MKEK tingkat pusat dipilih dalam sidang khusus MKEK di muktamar dan
dikukuhkan dalam sidang pleno muktamar.
d. MKEK segera menjalankan tugas-tugasnya setelah selesainya muktamar,
musyawarah wilayah, dan musyawarah cabang.
e. MKEK dapat melakukan kegiatan atas inisiatif sendiri ataupun atas usul serta
permintaan.
f. MKEK mengadakan pertemuan berkala sesama pengurus ataupun dengan pihak lain
yang ditentukan sendiri oleh MKEK.

MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA (MKDKI)

MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk :


1. Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.
2. Menetapkan sanksi disiplin.

Sesuai dengan UU PRADOK NO.29 Tahun 2004 Pasal 55 ayat (1) yang berisi
‘Menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktil kedokteran.

Tujuan penegakan disiplin adalah:


1. Memberikan perlindungan kepada pasien.
2. Menjaga mutu dokter/dokter gigi.
3. Menjaga kehormatan profesi kedokteran/kedokteran gigi.

Kedudukan dan Keanggotaan MKDKI


MKDKI sebagai lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia. Majelis ini dibentuk
ditingkat pusat dan provinsi. Anggota MKDKI terdiri dari 3 orang dokter dari organisasi
profesi, 1 orang dokter dari asosiasi rumah sakit (dalam hal ini PERSI), dan 3 orang
sarjana hukum. Anggota-anggota dalam majelis ditetapkan oleh menteri atas usulan

13
organisasi profesi. Masa bakti MKDKI adalah 5 tahun dan dapat diusulkan kembali untuk
1 kali masa jabatan lagi.

Tugas MKDKI:
a. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter
dan dokter gigi yang diajukan dan
b. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau
dokter gigi.

Dalam melaksanakan tugas MKDKI mempunyai wewenang:


a) Menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
b) Menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika atau bukan
keduanya
c) Memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
d) Memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
e) Menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
f) Melaksanakan keputusan MKDKI
g) Menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
h) Menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P
i) Membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-P
j) Membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-P kepada
Konsil Kedokteran Indonesia
k) Mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan dan
MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses pemeriksaan, dan
keputusan MKDKI.

Disiplin Kedokteran
Disiplin kedokteran berarti kepatuhan menerapkan aturan-aturan atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan. Lebih khusus lagi yaitu kepatuhan menerapkan
kaidah-kaidah penatalaksanaan klinis yang mencakup penegakan diagnosis, tindakan
pengobatan, menetapkan prognosis, dengan standar atau indikator dari Standar
Kompetensi, Standar Perilaku Etis, Standar Asuhan Medis dan Standar Klinis.

Tujuan Penegakan Disiplin Kedokteran


Tujuan utama adalah untuk proteksi pasien. Tujuan lainnya yaitu untuk menjaga mutu
dokter atau dokter gigi dan juga untuk menjaga kehormatan profesi kedokteran atau
kedokteran gigi.

Pelanggaran Disiplin
Sesuai putusan KKI No. 17/KKI/KEP/VIII/2006
1. Kegagalan penatalaksanaan pasien oleh karena:
a. Ketidakcakapan (Incompetence)
b. Kelalaian (Gross Negligence)
2. Perilaku tercela (menurut ukuran profesi)
3. Ketidaklayakan fisik dan mental (Unfit to practice)

Atau dengan kata lain


Tidak memenuhi:
1. Standard of care, Clinical Standard
2. Standard of competence

14
3. Standard of professional atitude

Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran


1. Tidak kompeten
2. Tidak merujuk
3. Dokter atau dokter gigi pengganti tidak diberitahu ke pasien, Tidak memiliki SIP
4. Tidak layak praktik (kesehatan fisik dan mental)
5. Kelalaian dalam penatalaksanaan pasien
6. Pemeriksaan dan pengobatan berlebihan
7. Tidak memberikan informasi yang jujur
8. Tidak ada informed consent
9. Tidak membuat atau menimpan rekam medis
10. Penghentian kehamilan tanpa indikasi medis
11. Euthanasia
12. Penerapan pelayanan yang belum diterima ilmu kedokteran
13. Penelitian klinisi tanpa persetujuan etis.
14. Tidak memberi pertolongan darurat.
15. Menolak atau menghentikan pengobatan tanpa alasan yang sah
16. Membuka rahasia medis tanpa izin
17. Membuat keterangan medis tidak benar
18. Ikut serta tindakan penyiksaan
19. Peresepan obat psikotropik/narkotik tanpa indikasi
20. Pelecehan seksual, initimidasi, dan kekerasan
21. Penggunaan gelar akademik atau profesi palsu
22. Menerima komisi terhadap rujukan atau resepan
23. Pengiklanan diri yang menyesatkan
24. STR, SIP, Sertifikan kompetensi tidak sah
25. Imbalan jasa tidak sesuai tindakan.

Tahap Penegakan Disiplin oleh MKDKI

Tahap 1: Investigational Stage (Tahap Investigasi)

a. Pengaduan (Admission)
b. Verifikasi
c. Pemeriksaan awal oleh MPA
d. Investigasi (Inquiry)

Tahap 2: Adjudicatory Stage (Pemeriksaan dan Keputusan)

a. Pemeriksaan disiplin oleh MPD


b. Pembuktian
c. Pengambilan keputusan

Tahap 3: Dispositional Stage (Penyampaian Keputusan)

a. Pembacaam Keputusan
b. Pengajuan Keberatan Teradu (jika ada)
c. Penyampaian keputusan kepada pihak terkait

15
Pelanggaran disiplin kedokteran adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau
ketentuan dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi. Dokter/dokter gigi
dianggap melanggar disiplin kedokteran bila :

1. Melakukan praktik dengan tidak kompeten


2. Tidak melakukan tugas dan tanggung jawab profesionalnya dengan baik (dalam hal
ini tidak mencapai standar-standar dalam praktik kedokteran)
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesinya

Yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi antara lain ketidakjujuran


dalam berpraktik, berpraktik dengan ketidakmampuan fisik dan mental, membuat laporan
medis yang tidak benar, memberikan "jaminan kesembuhan" kepada pasien, menolak
menangani pasien tanpa alasan yang layak, memberikan tindakan medis tanpa persetujuan
pasien atau keluarga, melakukan pelecehan seksual, menelantarkan pasien pada saat
membutuhkan penanganan segera, mengistruksikan atau melakukan pemeriksaan tambahan
atau pengobatan yang berlebihan, bekerja tidak sesuai standar asuhan medis, dan sebagainya.

Suatu pengaduan diputuskan menjadi kewenangan MKDKI apabila :


1. Dokter atau dokter gigi yang diadukan telah terregistrasi di Konsil Kedokteran
Indonesia.
2. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang diadukan terjadi setelah
tanggal 6 Oktober 2004 (setelah diundangkannya UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran)
3. Terdapat hubungan profesional dokter-pasien dalam kejadian tersebut
4. Terdapat dugaan kuat adanya pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi.

Jika keempat kriteria tersebut terpenuhi, akan dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Majelis
Pemeriksa Disiplin (MPD)

Dalam formulir pengaduan, terdapat beberapa informasi yang harus diberikan, antara lain :
1. Identitas pengadu atau pelapor;
2. Identitas pasien (jika pengadu bukan pasien);
3. Nama dan tempat praktik dokter/dokter gigi yang diadukan;
4. Waktu tindakan dilakukan;
5. Alasan pengaduan dan kronologis;
6. Pernyataan tentang kebenaran pengaduan, dsb

Setelah semua kelengkapan data pengaduan diterima, Anda akan mendapatkan tanda terima
pengaduan (berisi nomor register pengaduan). Setelah dilakukan verifikasi, pengaduan akan
ditangani oleh Majelis Pemeriksa Awal ataupun Majelis Pemeriksa Disiplin.
Sesuai UU Praktik Kedokteran, sanksi disiplin dalam keputusan MKDKI dapat berupa:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP)
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi

MKDKI dapat menangani permintaan ganti rugi/kompensasi yang diajukan terhadap dokter
teradu:
1. MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin oleh
dokter/dokter gigi

16
2. MKDKI berwenang menetapkan sanksi disiplin kepada dokter/dokter gigi yang
dinyatakan melanggar disiplin kedokteran/kedokteran gigi
3. MKDKI tidak menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya
4. MKDKI tidak menangani permasalahan ganti rugi yang diajukan pasien/keluarganya

Keputusan MKDKI bersifat final dan mengikat dokter/dokter gigi yang diadukan, KKI,
Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta instansi terkait.
Dokter/dokter gigi yang diadukan dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan MKDKI
kepada Ketua MKDKI dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau
diterimanya keputusan tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung
keberatannya.

Pencegahan Malpraktek
Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
1. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena
perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan
berhasil (resultaat verbintenis).
2. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
4. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Upaya menghadapi tuntutan hukum


Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat
menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien
atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan
dapat melakukan :
 Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang
ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan
tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa
dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.
 Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk
pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak
unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri
dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa.

Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum,
sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam
tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang
dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak
yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau

17
pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat)
bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.

Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak


diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk
membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya
hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan
(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan
dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

LI 2. Mampu Memahami dan Menjelaskan Informed Consent

LO 2.1 Definisi

Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat
setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang dilakukan
terhadap pasien tersebut.

Bentuk Informed Consent

a. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)


Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat
umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk
laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.

b. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)


Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan
segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak
bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti
jantung.
c. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan
melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal,
pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan
invasive.

Tujuan Informed Consent


Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat
mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti
mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi
dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga
ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang
diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat.
Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi
dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori
terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan,

18
kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya
berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

Manfaat Informed Consent


Informed Consent bermanfaat untuk :
a. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa
indikasi, penggunaan alat canggih dengan biaya tinggi dsbnya.
b. Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga
dan bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari
walaupun dokter telah bertindak seteliti mungkin.

Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di kembangkan, pasien dan
subjek dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, merangsang profesi medis
untuk mengadakan introspeksi, mengajukan keputusan-keputusan yang rasional dan
melibatkan masyarakat dalam memajukan prinsip autonomy sebagai suatu nilai sosial serta
mengadakan pengawasan dalam penelitian biomedik.

Informasi yang harus diberikan dokter kepada pasien:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran, meliputi:


 Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis
 Diagnosis penyakit; atau dalam hal belum dapat ditegakkan maka sekurang-
kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding
 Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran
 Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan, meliput:
 Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,
terapeutik ataupun rehabilitatif
 Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah
tindakan serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi
 Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan
 Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
 Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
 Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat ringan
 Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, meliputi:
 Prognosis tentang hidup-matinya
 Prognosis tentang fungsinya
 Prognosis tentang kesembuhan

19
f. Perkiraan pembiayaan

Kapan Persetujuan Tindakan Medis dilakukan:


a. Dalam setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
b. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi
c. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran yang tidak
terdapat indikasi sebelumnya untuk menyelamatkan jiwa pasien

Yang berhak memberikan persetujuan


Pasien yang kompeten atau keluarga terdekat suami atau isteri, ayah atau ibu kandung, anak-
anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya

Tata cara pemberian persetujuan:


a. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan secara tertulis atau lisan dan diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran yang dilakukan
b. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang tertuang dalam formulir khusus yang ditanda tangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan
c. Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan / atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan tindakan keokteran
d. Tindakan penghentian / penundaan bantuan hidup pada seorang pasien harus
mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien setelah mendapat penjelasan dari tim
dokter yang bersangkutan
e. Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
memberi persetujuan secara tertulis sebelum dimulainya tindakan

Penolakan Tindakan Kedokteran


a. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan / atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan. Penolakan tindakan kedokteran tersebut dilakukan secara tertulis
b. Akibat penolakan tindakan kedokteran menjadi tanggung jawab pasien
c. Penolakan tindakan-tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter dan
pasien

Bentuk persetujuan atau penolakan


Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah
untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan
menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh
dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya
informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.

Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa
persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed
consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.

20
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum
semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format
tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak
dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent.
Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang
bersangkutan.

Otoritas untuk memberikan persetujuan


Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang
direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan
tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah.
Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama
pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang
ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.

Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap


persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan
tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak
rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus
sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan
yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat
berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.

Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien,
meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka
dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan
mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan
persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika
keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika
tidak ada dilarang undang-undang.

Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa
inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

Kemampuan memberi perijinan


Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami
informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan
terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana
tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam
usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau
yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.

Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak
atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien
inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk
memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari
keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada
keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan
pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka

21
dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat
memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.
Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan:
1. Pasien sendiri (bila telah berumur 21 tahun atau telah menikah)
2. Bagi pasien di bawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak sebagai
berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Saudara-saudara kandung.
3. Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya
berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l)
Ayah/ibu adopsi, (2) Saudara-saudara kandung, (3) Induk semang.
4. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan
hak sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara
kandung.
5. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut
urutan hak sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.
6. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut
urutan hak sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak
kandung, d. Saudara-saudara kandung.
Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk
mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum
menggantikan kedudukan orang tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk
mengawasi serta ikut bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan
asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah
tangga yang belum dewasa.

Tanggung Jawab
a. Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung
jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran
b. Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan
tindakan kedokteran.

Skema Pelaksanaan Informed Consent

Pasien Dokter

Informasi

Mempertimbangkan /
Memutuskan

SETUJU MENOLAK

Penandatanganan Penandatanganan
Form persetujuan Form penolakan
22
LO 2.2 Isi dari Informed Consent

Ketentuan Informed Consent


Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik
No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya:
1 Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur
(SOP) dan ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.
2 Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter
3 Informed Consent dianggap benar:
a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang
dinyatakan secara spesifik.
b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)
c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang
sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi hukum
d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan
4 Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :
a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan
(purhate of medical procedure)
b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical
procedure)
c. Tentang risiko
d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko –risikonya
(alternative medical procedure and risk)
f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
g. Diagnosis
5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
a. Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab
b. Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang
bersangkutan
6. Cara menyampaikan informasi
a. Lisan
b. Tulisan
7. Pihak yang menyatakan persetujuan
a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :
 Ayah/ibu kandung
 Saudara saudara kandung
c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
 Ayah/ibu adopsi
 Saudara-saudara kandung
 Induk semang
d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
 Ayah/ibu kandung
 Wali yang sah
 Saudara-saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :
 Wali
 Kurator
f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua

23
 Suami/istri
 Ayah/ibu kandung
 Anak-anak kandung
 Saudara-saudara kandung
8. Cara menyatakan persetujuan
a. Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi
b. Lisan; tindakan tidak beresiko
9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik
ditetapkan pimpinan RS.
10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga
pasien.
11. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
a. Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai
salah satu saksi
b. Materai tidak diperlukan
c. Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien
d. Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan
e. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan
informasi
f. Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan
kanannya
12. Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam
medisnya.

Aspek Hukum dan Sanksi


1. Pasal 1320 KUHPerdata syarat syahnya persetujuan
o Sepakat mereka yang mengikatkan diri
o Kecakapan untuk berbuat suatu perikatan
o Suatu hal tertentu
o Suatu sebab yang halal
2. Pasal 1321 tiada sepakat yang syah apabila sepakat itu diberikan karena kehilafan atau
diperlukan dengan paksaan atau penipuan
3. KUHPidana pasal 351
o Penganiayaan dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan.
o Menjadikan luka berat hukum selama-lamanya 5 tahun (KUHP 20)
o Membuat orang mati hukum selam-lamanya 7 tahun (KUHP 338)
4. UU No. 23/1992 tentang kesehatan pasal 53
o Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya
o Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien
o Hak pasien antara lain ; hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak
atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion).
5. UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6).
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan
6. Permenkes No. 585/1989 tentang persetujuan tindakan medis.
Dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau
keluarganya saksi administratif berupa pencabutan surat ijin prakteknya.

24
Deklarasi-deklarasi World Medical Association (WMA)
a. Deklarasi Helsinki (1964) tentang Penelitian dengan Objek Manusia
b. Deklarasi Sydney (1968) dan Deklarasi Venice (1983) tentang Kriteria Mati dikaitkan
dengan Kebutuhan Transplantasi Organ
c. Deklarasi Oslo (1970) tentang Pengguguran Kandungan
d. Deklarasi Tokyo (1975) tentang Penggunaan Obat Terlarang
e. Deklarasi Lisbon (1981) tentang Hak-hak Pasien
f. Deklarasi Brussels (1985) tentang Fertilisasi in Vitro
g. Deklarasi Madrid (1987) tentang Euthanasia dan rekayasa Genetik

Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan
bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien atau keluarga
diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.

Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit
pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien
baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat
memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan
dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah, 1999).

Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien
dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk
diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga
akan memudahkan pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan.

Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan
beberapa hal, yaitu:
1) Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan
yang akan diberikan / diterapkan.
2) Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.
3) Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.
4) Alternative metode perawatan / pengobatan.
5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.
6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu percobaan atau
menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan Dokter juga perlu
menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya
dalam melakukan tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).

Informasi atau keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

25
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran :
 Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
 Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan
melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290
/ Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2).

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan


tindakan kedokteran adalah:
 Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa.
 Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

LI 3. Mampu Memahami dan Menjelaskan Rekam Medis

Definisi
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
(Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008)

Tujuan Rekam Medis


Untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan
kesehatan . Tanpa didukung suatu siste pengelolaan rekam medis yang baik dan benar , maka
tertib administrasi tidak akan berhasil.

Manfaat Rekam Medis

Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang untuk
mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:

A: Administrative Value: Rekam medis merupakan data administratif pelayanan


kesehatan
L: Legal Value: Rekam medis dapat dijadikan bahan pembuktian di pengadilan
F: Financial Value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan
kesehatan yang harus dibayar oleh pasien
R: Research Value: Data rekam medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam
lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan
E: Education Value: Data-data dalam rekam medis dapat bahan pengajaran dan
pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya
D: Documentation Value: Rekam medos merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai
dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien

26
1. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi , karena isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga mdis dan perawat
dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan
2. Aspek Medis
Catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan
yang harus diberikan kepada pasien
Contoh :
a. Identitas pasien _ name, age, sex, address, marriage status, etc.
b. Anamnesis _ “fever” _ how long, every time, continuously, periodic.
c. Physical diagnosis _ head, neck, chest, etc.
d. Laboratory examination, another supporting examination. Etc
3. Aspek Hukum
Menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan , dalam
rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan
keadilan.

4. Aspek Keuangan
Isi Rekam Medis dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran
pelayanan . Tanpa adanya bukti catatan tindakan /pelayanan , maka pembayaran tidak
dapat dipertanggungjawabkan
5. Aspek Penelitian
Berkas Rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data /
informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian .
6. Aspek Pendidikan
Berkas Rekam Medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data /
informasi tentang kronologis dari pelayanan medik yang diberikan pada pasien.
7. Aspek Dokumentasi
Isi Rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai
sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut , maka rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat
luas yaitu :
a. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya yang ikut
ambil bagian dalam memberikan pelayanan kesehatan
b. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan
kepada seorang pasien
c. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan , perkembangan penyakit dan
pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di Rumah sakit Sebagai bahan yang
berguna untuk analisa , penelitian dan evaluasi terhadap program pelayanan serta
kualitas pelayanan. Contoh: Bagi seorang manajer:
 Berapa banyak pasien yang dating ke sarana kesehatan kita ? baru dan lama ?
 Distribusi penyakit pasien yang dating ke sarana kesehatan kita
 Cakupan program yang nantinya di bandingkan dengan target program
d. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, sarana kesehatan maupun tenaga
kesehatan yang terlibat
e. Menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk keperluan pengembangan
program , pendidikan dan penelitian
f. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan kesehatan

27
g. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta bahan
pertanggungjawaban dan laporan

Manfaat lainnya:

1. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis
yang harus diberikan kepada pasien.
2. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan
lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan
untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Pendidikan dan Penelitian
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit,
pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi
bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan
kedokteran gigi.
4. Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat
dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
5. Statistik Kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk
mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah
penderita pada penyakit-penyakit tertentu.
6. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.

Jenis Rekam Medis

Berdasarkan perkembangannya rekam medis memiliki dua jenis, yaitu konvensional dan
elektronik.
 Jenis konvensional merupakan jenis yang masih banyak dipergunakan di setiap rumah
sakit seperti pencatatan secara langsung oleh tenaga kesehatan.
 Jenis elektronik merupakan sistem pencatatan informasi dengan menggunakan peralatan
yang modern seperti komputer atau alat elektronik lainnya.

Isi Rekam Medis

a. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya memuat:


 Identitas pasien
 Tanggal dan waktu
 Hasil anamnesis mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
 Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
 Rencana penatalaksanaan
 Pengobatan dan / atau tindakan

28
 Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
 Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik, dan
 Persetujuan tindakan bila diperlukan
b. Isi rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat:
 Identitas pasien
 Tanggal dan waktu
 Hasil anamnesis mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
 Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
 Diagnosis
 Rencana penatalaksanaan
 Pengobatan dan / atau tindakan
 Persetujuan tindakan bila diperlukan
 Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
 Ringkasan pulang
 Nama dan tandatangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan
 Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu
 Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
c. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat sekurang-kurangnya memuat:
 Identitas pasien
 Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
 Identitas pengantar pasien
 Tanggal dan waktu
 Hasil anamnesis mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
 Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
 Diagnosis
 Pengobatan dan / atau tindakan
 Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan
rencana tindak lanjut
 Nama dan tandatangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan
 Sarana transportasi yang digunakan pasien yang akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain
 Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis

a. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis dengan segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan
b. Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian
hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien

29
c. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan
tandatangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung
d. Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat
dilakukan pembetulan dan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa
menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau
tenaga kesehatan yang bersangkutan
e. Dokter dan dokter gigi dan atau tenaga kesehatan tertentu bertanggung jawab atas
catatan dan / atau dokumen yang dibuat pada rekam medis
f. Sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam
rangka penyelenggaraan rekam medis

Penyimpanan, Pemusnahan dan Kerahasiaan Rekam Medis

a. Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau
dipulangkan dan setelah batas waktu terlampaui rekam medis dapat dimusnahkan
kecuali ringkasan pulang dan persetujuan medis
b. Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medis harus disimpan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut
c. Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang dilaksanakan oleh petugas yang
ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan
d. Rekam medis pada sarana kesehatan non rumah sakit wajib disimpan untuk jangka
waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat dan setelah setelah
itu dapat dimusnahkan
e. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi,
tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan
f. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan dapat dibuka dengan permintaan secara tertulis kepada pimpinan
sarana pelayanan kesehatan, dalam hal:
 Untuk kepentingan kesehatan pasien
 Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
atas permintaan pengadilan
 Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri
 Permintaan institusi / lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan
 Utuk kepentingan penelitian, pendidikan dan audit medis sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien
g. Penjelasan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang
merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-
udangan

30
h. Pimpinan sarana pelayaan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara
tertulis atau langsung kepada permohonan tanpa izin pasien berdasarkan peraturan
perundang-undangan

Kepemilikan, Pemanfaatan dan Tanggungjawab dalam Pelaksanaan Rekam Medis

a. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan


b. Isi rekam medis dalam bentuk ringkasan rekam medis merupakan milik pasien
c. Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang
yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang
berhak untuk itu.

Aspek Hukum dan Sanksi

Rekam medis dalam Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik
dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.

LI 4. Mampu Memahami dan Menjelaskan Hukum Malpraktek dalam Islam

Malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa
dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan
kesehatan. Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter atau profesional lain di dunia medis –
kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Malpraktek juga kadang berhubungan dengan
disiplin ilmu kedokteran.

Bentuk-bentuk malpraktek:

a. Tidak punya keahlian (jahil)


Melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak
memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian
keahlian tapi bertindak diluar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di
bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi
SAW dalam sabda beliau:

31
‫امن‬
ِ ‫ض‬َ ‫َّب َولَ ْم يُ ْعلَ ْم ِم ْنهُ ِطبٌّ قَ ْب َل ذَ ِل َك فَ ُه َو‬
َ ‫طب‬َ َ ‫َم ْن ت‬

“Barang siapa yang mengobati orang sakit dan sebelumnya tidak diketahui memiliki
keahlian, maka ia bertanggung jawab” (HR. Abu Dawud no.4575, an-Nasai’
no.4845 dan Ibnu Majah no. 3466. Hadits hasan. Lihat Silsilah al-Ahadits ash-
Shahihah no. 635)

Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak
orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa Mutathabbib (pelaku pengobatan yang
bukan ahlinya) harus bertanggung jawab jika timbul masalah dan harus dihukum agar
jjera dan menjadi pelajaran bagi orang lain

b. Menyalahi prinsip-prinsip ilmiah (mukhalafatul ushul al-‘ilmiyyah)


Yang dimaksud dengan prinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang
telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan
harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran.
c. Ketidaksengajaan (khatha’)
Adalah suatu tindakan / kejadian tanpa ada maksud pelaku dalam melakukannya.
Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang
terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus
bertanggung jawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah
digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha’ (kejahatan
tidak sengaja)
d. Sengaja menimbulkan bahaya (i’tidd’)
Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk
malpraktek yang paling buruk. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan
pengakuan pelaku, meskipun juga faktor kesengajaan ini dapat diketahui melalui
indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas.

Pembuktian Malpraktek

Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan
malpraktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban
dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika
tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa
membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan
kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan
malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak
mereka. Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui
oleh syariat sebagai berikut:

32
a. Pengakuan pelaku malpraktek (iqrar).
Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri,
dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri,
biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.
b. Kesaksian ( syahadah ).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria
yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti
rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam
hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan
persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan
kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan bahwa saksi tidak memiliki
tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari diri pelaku).
c. Catatan medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat
agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi
bukti yang sah.

Bentuk tanggung jawab malpraktek

Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul
pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:
a. Qishash
Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja
untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota
tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang
dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash,
Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area
bedah) dengan sengaja.
b. Dhaman (tanggung jawab materiil berupa ganti rugi atau diyat)
Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:
 Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
 Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.

33
 Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan
tidak disengaja.
 Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin
dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.
c. Ta'zir berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.
Ta'zir berlaku untuk dua bentuk malpraktek:
 Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
 Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.

Pihak yang bertanggung jawab


Tanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan kesalahan
langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak
langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja
merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian
terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku langsung malpraktek,
sedangkan dokter pemeriksa ikut menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.

Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-jawab.
Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya. Karenanya, rumah
sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab
yang diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya
mengetahui dokter yang dipekerjakan tidak ahli.

34
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan HAM bagi Pasien dan Dokter untuk Mencegah Malpraktek, Diakses dari:
http://www.balitbangham.go.id/index/images/judul_pdf/sipol/pengembangan/2008/malpraktek.
pdf
Etika Kedokteran, Diakses dari: http://www.scribd.com/doc/96601676/etika-kedokteran
Malpraktek Dalam Kajian Hukum Pidana, Diakses dari: http://eprints.undip.ac.id/20768/1/2380-ki-
fh-98.pdf
Malpraktek Medik, Diakses dari:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/MALPRAKTEK%20MEDIK.pdf
Malpraktek Menurut Syariat Islam, Diakses dari:
http://almanhaj.or.id/content/2836/slash/0/malpraktek-menurut-syariat-islam/
Rekam Medis, Diakses dari: http://medicalrecord.webs.com/kegunaanrekammedis.htm

35

Anda mungkin juga menyukai