Anda di halaman 1dari 32

TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


LP DAN ASKEP HIV/AIDS

DI BUAT :
VALENTINA SURYA AYU APRILIANTI
NIM 2022207209320

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN HIV/AIDS

1. Pengertian HIV/AIDS
HIV atau human immunodeficiency virus disebut sebagai retrovirus yang

membawa materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan asam

deoksibonukleat (DNA). HIV disebut retrovirus karena mempunyai enzim reverce

transcriptase yang memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang

berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA.(Widyanto & Triwibowo, 2013).

AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome didefinisikan kumpulan

penyakit dengan karakteristik defisiensi kekebalan tubuh yang berat dan

merupakan stadium akhir infeksi HIV (Widyanto & Triwibowo, 2013). Kerusakan

progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA amat rentan dan

mudah terjangkit bermacam-macam penyakit (Rendy & Margareth, 2012).

2. Etiologi HIV/AIDS

AIDS disebabkan oleh HIV yaitu suatu retrovirus pada manusia yang

termasuk dalam keluarga lentivirus. secara genetik HIV dibedakan menjadi dua,

tetapi berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan

virus yang menginfeksi sel T-CD4 yang memiliki reseptor dengan afinitas tinggi

untuk HIV. (Widyanto & Triwibowo, 2013). AIDS disebabkan oleh HIV yang

dikenal dengan retrovirus yang di tularkan oleh darah dan punya afinitas yang

kuat terhadap limfosit T. (Rendy & Margareth, 2012).

7
3. Tanda dan Gejala HIV/AIDS

Berikut ini adalah tanda-tanda gejala mayor dan minor untuk

mendiagnosis HIV berdasarkan WHO. (Nursalam & Kurniawati, 2009)

a. Gejala Mayor yaitu penurunan berat badan, diare lebih dari 1 bulan

(kronis/berulang), demam, dan tuberkulosis.

b. Gejala Minor yaitu kandidiasis oral, batuk, pnemonia, dan infeksi kulit.

4. Patofisiologi HIV/AIDS

Menurut Widyanto & Triwibowo, (2013) HIV dapat membelah diri

dengan cepat dan kadar virus dalam darah berkembang cepat, dalam satu hari HIV

dapat membelah diri menghasilkan virus baru jumlahnya sekitar 10 miliar. Proses

terjadinya defisit nutrisi pada HIV/AIDS, pasien akan mengalami 4 fase yaitu :

a. Periode jendela

Pada periode ini pemeriksaan tes antibodi HIV masih negatif walaupun

virus sudah ada dalam darah pasien. Hal itu karena antibodi yang terbentuk

belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratium. Biasanya Antibodi

terhadap HIV muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi

primer. Pada periode ini pasien mampu dan berisiko menularkan HIV kepada

orang lain.

b. Fase infeksi akut

Proses ini di mulai setelah HIV menginfeksi sel target kemudian terjadi

proses replika yang menghasilkan virus baru yang jumlahnya berjuta-juta virion.

Virimea dari banyak virion ini memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan

gejala mirip flu. Sekitar 50-70% orang hiv yang terinfeksi mengalami sindrom

infeksi akut selama 3-6 minggu seperti influenza yaitu demam, sakit otot,

8
berkeringat, ruam, sakit tenggorokan, sakit kepala, keletihan, pembengkakan

kelenjar limfe, mual, muntah, anoreksia, diare, dan penurunan BB.

Antigen HIV terdeteksi kira-kira 2 minggu setelah infeksi dan terus ada

selama 3-5 bulan. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis

kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena respon imun. Pada fase ini jumlah

limfosit T masih di atas 500 sel/mm3 kemudian akan menurun setelah 6 minggu

terinfeksi HIV.

c. Fase infeksi laten

Pada fase infeksi laten terjadi pembentukan respon imun spesifik HIV dan

terperangkapnya virus dalam sel dendritic folikuler (SDF) di pusat germinativum

kelenjar limfe. Hal tersebut menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala

hilang dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini jarang di temukan virion

sehingga jumlahnya menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di

kelenjar limfe dan terjadi replika. Jumlah limfosit T-CD4 menurun sekitar 500-

200 sel/mm3. Meskipun telah terjadi serokonversi positif individu pada

umumnya belum menunjukan gejala klinis (asimtomatis). Fase ini terjadi sekitar

8-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada tahun ke delapan setelah terinfeksi HIV

gejala klinis akan muncul seperti demam , kehilangan BB < 10%, diare, lesi pada

mukosa dan infeksi kulit berulang.

d. Fase infeksi kronis

Selama fase ini, replika virus terus terjadi di dalam kelenjar limfe yang di

ikuti kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe yaitu sebagai

perangkap virus akan menurun atau bahkan hilang dan virus diluncurkan dalam

darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion berlebihan, limfosit

9
semakin tertekan karena infeksi HIV semakin banyak. Pada saat tersebut terjadi

penurunan, jumlah limfosit T-CD4 di bawah 200 sel/mm3. Kondisi ini

menyebabkan sistem imun pasien menurun dan semakin rentan terhadap berbagai

infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progresif yang mendorong ke arah

AIDS.

B. Konsep Dasar Defisit Nutrisi Pada HIV/AIDS

1. Pengertian Defisit Nutrisi


Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme.(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Defisit nutrisi

adalah Keadaan yang dialami seseorang dalam keadaan tidak berpuasa (normal)

atau risiko penurunan berat badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untuk

kebutuhan metabolisme.(Nursalam & Kurniawati, 2009). Defisit nutrisi

merupakan suatu keadaan ketika individu yang tidak puasa mengalami atau

berisiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan asupan

yang tidak adekuat atau metabolisme nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan

metabolik. (Carpenito, 2012).

2. Etiologi Defisit Nutrisi

HIV/AIDS dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan

penyerapan zat gizi, menurunnya atau habisnya cadangan vitamin dan mineral

dalam tubuh. Defisit nutrisi pada pasien HIV/AIDS terjadi karena pasien

mengalami diare kronis, kandialisis oral, dan sariawan yang menyebabkan nafsu

makan menurun, pasien tidak mampu menelan makanan dan pasien tidak mampu

mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrien. Defisiensi vitamin dan mineral

pada ODHA dimulai sejak dini. Walaupun jumlah makanan ODHA sudah cukup

10
dan berimbang, tetapi ODHA harus mengonsumsi suplemen atau nutrisi

tambahan. (Tjokroprawiro dkk, 2015).

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) penyebab defisit nutrisi pada

HIV/AIDS yaitu :

a. Ketidakmampuan menelan makanan

Masuknya nutrisi yang adekuat atau sesuai kebutuhan dipengaruhi oleh

kemampuan pemilihan bahan dan cara persiapan makanan, pengetahuan,

gangguan menelan, kenyamanan saat makan, anoreksia, mual dan muntah atu

kelebihan intake kalori. Intake nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh

menimbulkan kekurangan nutrisi (Tarwoto & Wartonah, 2015). Pada pasien

HIV/AIDS disebabkan oleh asupan gizi yang tidak adekuat karena berkurangnya

nafsu makan, yang bisa disebabkan oleh kesulitan dalam menelan makanan

akibat dari infeksi seperti sariawan atau esofagitis yang disebabkan oleh jamur

Candidasp., infeksi oportunistik umum lainnya, demam, berupa perasaan mual

dan muntah.

b. Ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrient

Kemampuan mencerna dan mengabsorpsi makanan dipengaruhi oleh

adekuatnya fungsi organ pencernaan. Adanya peradangan saluran cerna dapat

juga menimbulkan tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi. (Tarwoto & Wartonah,

2015). Pada pasien HIV/AIDS terjadi perubahan mekanisme kerja traktus

digestivus, interaksi obat dengan zat gizi. Hal ini menyebabkan malabsorbsi

karbohidrat dan lemak sehingga mempengaruhi vitamin larut dalam lemak seperti

vitamin A dan E, yang penting dalam sistem kekebalan tubuh.

11
3. Tanda dan Gejala Defisit Nutrisi

Secara spesifik tanda gejala defisit nutrisi pada pasien HIV/AIDS menurut

Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular tahun 2003 yaitu pasien HIV pada

umumnya mengalami penurunan nafsu makan. Tanda dan gejala lain defisit

nutrisi pada ODHA yakni terjadinya penurunan berat badan minimal 10% dari

rentang ideal dan diare kronis menyebabkan dehidrasi, absorpsi makanan buruk.

(Nursalam & Kurniawati, 2009).

Gejala dan tanda defisit nutrisi menurut PPNI, (2016) yaitu

a. Gejala dan tanda mayor

1) Data subjektif : tidak ada

2) Data objektif : berat badan menurun minimal 10 % di bawah rentang ideal

b. Gejala dan tanda minor

1) Data subjektif : cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu

makan menurun.

2) Data objektif : bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan

lemah, membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut

rontok berlebihan, diare.

C. Asuhan Keperawatan Defisit Nutrisi pada HIV/AIDS

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian keperawatan mencangkup pengumpulan informasi subjektif

dan objektif (misalnya, tanda tanda vital, wawancara pasien/ keluarga,

pemeriksaan fisik dan peninjauan informasi riwayat pasien yang diberikan oleh

pasien/keluarga, atau di temukan dalam rekam medik. Perawat juga

mengumpulkan informasi tentang kekuatan pasien/ keluarga (untuk

12
mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan risiko ( untuk mencegah atau

menunda potensi masalah). Pengkajian dapat didasarkan pada teori-teori

keperawatan yang ada yang telah dikembangkan menjadi kerangka. Kerangka ini

yang menyediakan cara untuk mengkategorikan data dalam jumlah yang besar ke

dalam kategori data terkait. Pengkajian dilakuakan untuk memahami masalah

yang dialami oleh pasien sehingga dapat ditentukan diagnosis yang sesuai untuk

melaksanakan tindakan keperawatan.Selama langkah pengkajian dan diagnosis

dari proses keperawatan, perawat mengumpulkan data mengolahnya menjadi

informasi, dan kemudian mengatur informasi yang bermakna dalam kategori

pengetahuan, yang dikenal sebagai diagnosis keperawatan. Pengkajian

memberikan kesempatan terbaik bagi perawat untuk membangun hubungan

terapeutik yang efektif dengan pasien. Dengan kata lain, pengkajian adalah

aktivitas intelektual dan interpersonal. (NANDA, 2018).

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016) dalam melaksanakan

pengkajian perawat harus mengkaji tanda dan gejala yang dibagi menjadi dua

kategori yaitu tanda mayor dan minor. Tanda dan gejala defisit nutrisi pada

HIV/AIDS sebagai berikut :

13
Tabel 1
Gejala dan Tanda Mayor Minor Defisit Nutrisi pada pasien HIV/AIDS

Gejala dan Subjektif Objektif


Tanda
1. Mayor - 1. Berat badan menurun
minimal 10 % di bawah
rentang ideal

2. Minor 1. Cepat kenyang 1. Bising usus hiperaktif


setelah makan 2. Otot pengunyah lemah
2. Kram/nyeri 3. Otot menelan lemah
abdomen 4. Membran mukosa pucat
3. Nafsu makan 5. Sariawan
menurun 6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok
berlebihan
8. Diare

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman

atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada

risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan

merupakan bagian penting dalam menetukan asuhan keperawatan yang sesuai

untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal. Diagnosis

keperawatan ini bertujuan untuk mengetahui pendapat pasien dan keluarga

mengenai situasi yang berkaitan dengan kesehatan. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2016).

Proses penegakan diagnosis keperawatan terdiri dari tiga tahap yaitu

analisis data, identifikasi masalah, dan perumusan diagnosis. Analisis data

dilakukan dengan membandingkan data dengan nilai normal serta melakukan

pengelompokkan data. Identifikasi masalah yaitu melakukan identifikasi data-data

14
kedalam kelompok masalah aktual, risiko, dan promosi kesehatan. Perumusan

diagnosis dilakukan sesuai dengan masalah yang telah diidentifikasi dengan

menggunakan pola PES, yaitu problem sebagai masalah inti dari respon klien

terhadap kondisi kesehatannya, etiologi sebagai penyebab atau faktor yang

mempengaruhi perubahan status kesehatan, dan sign/symptom berupa tanda yang

berupa data objektif dan gejala yang berupa data subjektif. (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2016)

Masalah (problem) dalam diagnosis pada pasien HIV/AIDS yaitu defisit

nutrisi. Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) defisit nutrisi

masuk ke dalam kategori fisiologi dengan subkategori nutrisi dan cairan. Defisit

nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme. Adapun penyebab (etiologi) yang menimbulkan terjadinya masalah

defisit nutrisi yaitu ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan

mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien. Sedangkan tanda dan

gejala (sign/symptom) yang muncul berupa tanda gejala mayor dan minor. Tanda

dan gejala mayor diantaranya berat badan menurun minimal 10 % di bawah

rentang ideal (objektif). Sedangkan tanda gejala minor diantaranya cepat kenyang

setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun (subjektif) serta

bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran

mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan, diare

(objektif).

Diagnosa keperawatan dalam penelitian ini adalah defisit nutrisi

berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan/ Ketidakmampuan

mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrient ditandai dengan berat badan

15
menurun minimal 10 % di bawah rentang ideal, cepat kenyang setelah makan,

nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif, otot pengunyah

lemah, otot menelan lemah, membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin

turun, rambut rontok berlebihan, dan diare.

3. Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah segala perawatan yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai

luaran (outcome) yang di harapkan. Luaran keperawatan ini mengarahkan status

diagnosis keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan. (Tim Pokja SIKI

DPP PPNI, 2018). Setiap rencana keperawatan terdiri atas tiga komponen yaitu

label, definisi dan tindakan. Tindakan ini terdiri atas observasi, terapeutik,

edukasi, dan kolaborasi. Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018),

Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Dalam perencanaan

keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan defisit nutrisi mengacu kepada

Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) yang merupakan aspek-aspek

yang dapat diobservasi dan diukur yang meliputi kondisi, perilaku, dan persepsi

dari pasien, keluarga, dan komunitas sebagai respon terhadap perencanaan

keperawatan. Dalam hal ini mengunakan standar luaran yaitu status nutrisi yang

diharapkan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme membaik

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

16
Sedangkan perencanaan keperawatan dirumuskan sesuai dengan Standar

Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang merupakan segala rencana

tindakan yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahun dan

penilaian klinis untuk mencapai standar luaran yang diharapkan. Dalam hal ini

perencanaan keperawatan terdiri dari : manajemen nutrisi dan promosi berat

badan. (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

Adapun intervensi yang dapat dirumuskan pada pasien HIV/AIDS dengan defisit

nurisi adalah sebagai berikut :

17
Tabel 2
Perencanaan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS dengan Defisit Nutrisi di
Ruang Oleg RSD Mangusada Badung Tahun 2020

Diagnosis Tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan


keperawatan Hasil
1 2 3
a. Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan a. Manajemen nutrisi
ketidakmampuan tindakan 1. Identifikasi alergi dan
menelan makanan/ keperawatan selama intoleransi makanan
Ketidakmampuan 3x 24 diharapkan 2. Identifikasi makanan yang
mencerna asupan nutrisi untuk disukai
makanan dan memenuhi 3. Monitor asupan makanan
mengabsorbsi kebutuhan 4. Monitor hasil pemeriksaan
nutrient d.d berat metabolisme laboratorium
badan menurun membaik 5. Lakukan oral hygiene
minimal 10 % di SLKI label : Status sebelum makan, jika perlu
bawah rentang Nutrisi 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
ideal, cepat 1. Porsi makanan untuk menentukan jumlah
kenyang setelah yang di habiskan kalori dan jenis nutrien
makan, nyeri meningkat (5) yang dibutuhkan, jika perlu
abdomen, nafsu 2. Kekuatan otot b. Promosi berat badan
makan menurun, pengunyah 1. Monitor adanya mual dan
bising usus meningkat (5) muntah
hiperaktif, otot 3. Kekuatan otot 2. Monitor berat badan
pengunyah lemah, menelan 3. Sediakan makanan yang
otot menelan meningkat (5) tepat sesuai kondisi pasien
lemah, membran 4. Serum albumin
mukosa pucat, dalam batas
sariawan, serum normal ( 3,5-4,5
albumin turun, mg/dL)
rambut rontok 5. Perasaan cepat

18
1 2 3

berlebihan dan kenyang menurun


diare (5)
6. Nyeri abdomen
menurun (5)
7. Sariawan menurun
(5)
8. Diare menurun(5)
9. Frekuensi makan
membaik (5)
10. Nafsu makan
membaik (5)
11. Bising usus
membaik (5)
Membran mukosa
tidak pucat lagi (5)

Sumber : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2019), Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

4. Pelaksanaan keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan rencana tindakan

keperawatan yang telah disusun oleh perawat untuk mengatasi masalah pasien.

Implementasi dilaksanakan sesuai rencana yang sudah dilakukan, teknik

dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu

memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi,

dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan

bagaimana respon dari pasien (Bararah & Jauhar, 2013).

19
5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses

keperawatan. Kegiatan evaluasi ini merupakan membandingkan hasil

yang telah dicapai setelah proses implementasi keperawatan dengan

tujuan yang diharapkan dalam perencanaan dan kriteria hasil evaluasi

yang telah diharapkan dapat terapai. Proses evaluasi dalam asuhan

keperawatan di dokumentasikan dalam SOAP (subjektif, objektif,

assesment, planing ). (Bararah & Jauhar, 2013).

a. Subjektif yaitu respon evaluasi tertutup yang tampak hanya pada

pasien yang mengalami dan hanya dapat dijelaskan serta

diverifikasi oleh pasien tersebut. Pada pasien HIV/AIDS dengan

defisit nutrisi diharapkan pasien mengatakan tidak cepat kenyang

setelah makan, kram/nyeri abdomen menurun, nafsu makan

meningkat.

b. Objektif yaitu respon evaluasi yang dapat dideteksi, diukur, dan

diperiksa menurut standar yang diterima melalui pengamatan,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan medis lainnya. Pada pasien

HIV/AIDS dengan defisit nutrisi diharapkan berat badan tidak

menurun, bising usus normal, otot pengunyah normal, otot

menelan normal, membran mukosa tidak pucat lagi, sariawan

menurun, serum albumin normal (3,5-4,5 mg/dl), diare menurun.

c. Assessment adalah proses evaluasi untuk menentukan telah

tercapainya hasil yang diharapkan. Ketika menentukan apakah

hasil telah tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga


kemungkinan yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian,

tujuan tidak tercapai.

d. Planning adalah penilaian tentang pencapaian tujuan untuk

menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan

assessment.

21
A. Pengkajian
1. Data Demografi
Nama klien  : Tn Y
Umur       : 38 th
Diagnosa Medik : HIV - AIDS
Tanggal Masuk    : 9 oktober 2022
Alamat              : panjang
Suku                 : Batak
Agama               : Islam
Pekerjaan           : Guru
Status perkawinan   : Duda
Status pendidikan   : Sarjana Pendidikan

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu, flu,
pusing, dan diare. Pasien mengalami berat badan menurun derastis dari
60 kg menjadi 54 kg

b. Riwayat Penyakit Terdahulu


Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang di alaminya
saat ini.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Menurut pengakuan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang
mengalami penyakit yang sedang di derita pasien.

d. Keluhan waktu di data


Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 November 2014
ditemukan benjolan pada leher.

22
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
2) Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung,
pernafasan.
b. Integritas ego
1) Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan
(keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan
(menurunyya berat badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak
berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi.
2) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku
marah, menangis, kontak mata yang kurang.
c. Eliminasi
1) Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa
disertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
2) Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat
yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal.
Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
d. Makanan/cairan
1) Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan
berat badan yang progresif.
2) Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising
usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya
selaput puih dan perubahan warna, edema.
e. Hygiene
1) Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan
dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
f. Neurosensori

23
1) Gejala : pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental,
kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah,
tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot,
tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan
pada ekstremiats(kaki menunjukkan perubahan paling awal).
2) Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran
menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid,
ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya
berjalan ataksia.tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya
motorik fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.
g. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala : nyeri umum /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit
kepala, nyeri dada pleuritis.
2) Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak
otot melindungi yang sakit.
h. Pernapasan
1) Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk
(mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum.
Bendungan atau sesak pada dada.
2) Tanda : Tacipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi
napas adventius. Sputum :kuning
i. Interaksi social
1) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat
ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan
kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.

24
2) Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas
yang tak terorganisasi.

2. Hasil Lab
a. Jumlah limfosit CD4 100 yang normal berkisar antara 500 dan 1.600.
b. LISA ( +)
c. Western Blot (+)

B. Analisa data

No Sumber Data Etiologi Masalah Keperawatan


1 Objektif : Virus HIV Resiko tinggi terhadap
 Pasien mengatakan diare kekurangan volume
 Pasien mengatakan demam Merusak seluler cairan
 Pasien mengatakan capek
 Pasien mengatakan mudah Menyerang T Limfosit,
lelah sel
 Pasien mengatakan letih saraf, makrofag, monosit,
 Pasien mengatakan lesu limfosit B
 pasien mengatakan
berkeringat malam hari Immunocompromise
Subjektif :
 TTV : Invasi kuman pathogen
TD : 130/80
N : 80x/menit Organ target
S : 39 C
RR : 26x/menit Gastrointestinal
 Pasien tampak lesu
 Pasien tampak tidak segar Diare
 Pasien mengalami berat
badan menurun derastis Cairan berkurang
dari 60 kg menjadi 54 kg
 Pasien tampak sering

25
BAB / diare
 Pasien terlihat perubahan
pada tekanan darah
 pasien terlihat pucat
 pasien terlihat sianosis
 n pasien mengalami diare
 pasien mengalami
perubahan jumlah dan
warna urin
 pasien anoreksia
 turgor kulit pasien terlihat
buruk

2 Subjektif : : Virus HIV Perubahan nutrisi kurang


 Pasien mengatakan capek dari kebutuhan tubuh
 Pasien mengatakan mudah Merusak seluler
lelah
 Pasien mengatakan letih Menyerang T Limfosit,
 Pasien mengatakan lesu sel saraf, makrofag,
 Pasien tidak nafsu makan monosit, limfosit B
Objektif
 Pasien tampak lesu Immunocompromise
 Pasien tampak tidak segar
 Pasien mengalami berat Invasi kuman pathogen
badan menurun derastis
dari 60 kg menjadi 54 kg Organ target
 Porsi makan klien tidak
habis Gastrointestinal
 Pasien mengalami
kelemahan otot anoreksia
 Pasien terlihat pucat
 Pasien terlihat sianosis

26
 Pasien anoreksia
3 Subjektif : Virus HIV Infeksi
 Pasien mengatakan mudah
sakit-sakitan Merusak seluler
 Pasien mengatakan demam
 Pasien mengatakan Menyerang T Limfosit,
gampang terserang flu sel saraf, makrofag,
 Pasien mengatakan pusing monosit, limfosit B
 Pasien mengatakan pusing,
sakit kepala Immunocompromise
 Pasien mengatakan rasa
terbakar pada kaki Invasi kuman pathogen
 Pasien mengatakan nyeri
dada pleuritis Organ target
 Pasien mengatakan
berkeringat malam hari
Objektif : Infeksi
 TTV :
TD: 130/80

N: 80x/menit

S: 39 C

RR : 26x/menit

 Pasien teraba benjolan di


daerah leher
 Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan sel-T CD4+ =
100 sel/ mm3
 Pasien mengalami
Takikardia
 Pasien mengalami nyeri

27
panggul
 Pasien mengalami nyeri
abdomen

C. Diagnosa
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d output yang
berlebihan
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat
3. Infeksi b.d adanya virus HIV-AIDS

28
D. Intervensi Dan Evaluasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
terhadap keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Pantau TTV, termasuk CVP bila 1. Indicator dari volume cairan
kekurangan volume diharapkan : terpasang. Catat hipertensi, sirkulasi
cairan b.d output  Diare (-) termasuk perubahan postural.
yang berlebihan  Demam (-)
 Pasien tidak mudah lelah 2. Catat peningkatan suhu dan durasi
 TTV : demam. Berikan kompres hangat 2. Meningkatkan kebutuhan
TD: 120/80 sesuai indikasi. Pertahankan pakaian metabolism dan diaphoresis yang
N: 80x/menit tetap kering. Pertahankan berlebihan yang dihubungkan
S: 37 C kenyamanan suhu lingkungan. dengan demam dalam
RR : 20x/menit meningkatkan cairan tak kasat
 berat badan pasien naik dari 54 3. Kaji turgor kulit, membrane mata
kg menjadi 54+ kg mukosa, dan rasa haus.
 BAB / diare (-)
 pasien tidak terlihat pucat 4. Pantau pemasukan oral dan 3. Indicator tidak langsung dari status
 sianosis (-) memasukka cairan sedikitnya 2500 cairan.
 pasien tidak pingsan ml/hari.
 umlah dan warna urin normal 4. Mempertahankan keseimbangan
 anoreksia (-) cairan, mengurangi rasa haus, dan
 Turgor kulit baik / lembab Kolaborasi  : melembabkan membrane mukosa.
1. Berikan cairan / elektrolit melalui
selang pemberi makanan / IV 1. Mungkin diperlukan untuk
mendukung / memperbesar volume
sirkulasi, terutama jika pemasukan
2. Pantau hasil pem. LAB sesuai oral tak adekuat, mual/muntah
indikasi, mis.. : HB/HT terus menerus.
3. Antipiretik, mis.. : asetaminofen 2. Bermanfaat dalam memperkirakan
kebutuhan cairan
3. Membantu mengurangi demam dan
respons hiper metabolism,
menurunkan kehilangan cairan tak
kasat mata.
2 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Mandiri : 1. Lesi mulut, tenggorok, dan
kurang dari keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Kaji kemampuan untuk mengunyah, esophagus dapat menyebabkan
kebutuhan tubuh diharpkan  : merasakan, dan menelan. disfagia, penurunan kemampuan
b.d intake yang  Pasien tidak mudah lelah pasien untuk mengolah makanan
tidak adekuat  Pasien tidak letih dan mengurangi keinginan untuk
 Pasien tidak lesu 2. Timbang berat badan sesuai makan.
 Nafsu makan bertambah, porsi kebutuhan. Evaluasi berat badan 2. Indicator kebutuhan nutrisi /
makan habis dalam hal adanya berat badan yang pemasukan yang adekuat. Catatan :
 Pasien dapat menverna makanan tidak sesuai. Gunakan serangkaian karena adanya penekanan system
dengan baik pengukuran berat badan dan imun, maka beberapa tes darah
 Berat badan naik dari 54 kg antropometrik. yang umumnya digunakan untuk
menjadi 54+ kg 3. Dorong aktivitas fisik sebanyak menguji status nutrisi menjadi
 pasien tidak terlihat pucat mungkin tidak berguna.
 pasien tidak sianosis 3. Dapat meningkatkan nafsu makan
 pasien tidak anoreksia 4. Catat pemasukan kalori dan perasaan sehat
4. Mengidentifikasi kebutuhan
Kolaborasi : terhadap suplemen atau alternative
metode pemberian makanan

1. Mungkin diperlukan untuk


1. Pertahankan status puasa jika di menurunkan muntah
indikasikan 2. Kekurangan vitamin terjadi akibat
penurunan pemasukan makanan
2. Suplemen vitamin. dan/atau kegagalan mengunyah
dan absorpsi dalam system gi

3 Infeksi b.d adanya Setelah dilakukan tindakan Mandiri : 1. Untuk pengobatan dini mencegah
virus HIV-AIDS keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Monitor tanda-tanda infeksi baru. pasien terpapar oleh kuman
diharapkan : patogen yang diperoleh di rumah
 Demam (-) 2. Gunakan teknik aseptik pada setiap sakit.
tindakan invasif. Cuci tangan sebelum
 Pusing (-) meberikan tindakan. 2. Mencegah bertambahnya infeksi
 rasa terbakar pada kaki hilang 2. Berikan lingkungan yang bersih dan
 nyeri dada pleuritis (-) berventilasi baik. Periksa
 TTV pengunjung / staf terhadap tanda 3. Mencegah bertambahnya infeksi
TD: 120/80 infeksi dan pertahankan kewaspadaan
N: 80x/menit sesuai indikasi
S: 37 C  
RR : 20x/menit Kolaborasi :
 benjolan di daerah leher (-) 1. Periksa kultur / sensitivitas lesi,
 Lesi (-) darah, urine dan sputum 1. Dilakukan untuk mengidentifikasi
 Kejang (-)                         penyebab demam, diagnose infeksi
 Dipsnea (-) organism, atau untuk menentukan
 nyeri panggul (-) 2. Berikan antibiotic antijamur / agen metode perawatan yang sesuai
 nyeri abdomen (-) antimikroba, missal : trimetroprim 2. Menghambat proses infeksi. Obat-
 tremor (-) (bactrim, septra), nistatin obatan lainnya ditargetkan untuk
(mycostatin), ketokonazol, meningkatkan  fungsi imun.
pentamidin atau AZT/retrovir Meskipun tidak ada obat yang
tepat, zat seperti AZT ditujukan
untuk menghalangi enzim yang
memungkinkan virus memasuki
material genetis sel T4 sehingga
dapat memperlambat
perkembangan penyakit

E. Implementasi Dan Evaluasi

No
No Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda Tangan
Dx
1 7 9 oktober 20221 1. Memantau TTV, termasuk CVP bila S :
terpasang. mencatat hipertensi, termasuk  Pasien mengatakan sudah tidak diare lagi.
perubahan postural.  Pasien mengatakan sudah tidak demam
Hasil : indicator dari volume cairan sirkulasi  Pasien mengatakan sudah tidak tidak
normal mudah lelah
O:
2. Mencatat peningkatan suhu dan durasi  Diare (-)
demam. memberikan kompres hangat sesuai  Demam (-)
indikasi. mempertahankan pakaian tetap  Pasien tidak mudah lelah
kering. mempertahankan kenyamanan suhu  Pasien tidak berkeringat malam hari
lingkungan. TTV :
Hasil : meningkatkan kebutuhan metabolisme TD : 120/80
N : 80x/menit
3. Mengkaji turgor kulit, membrane mukosa, S : 37 C
dan rasa haus. RR : 20x/menit
Hasil : turgor kulit dan membrane mukosa baik /  berat badan pasien naik dari 54 kg menjadi
lembab 54.5 kg
 BAB /diare (-)
3. Memantau pemasukan oral dan memasukka  pasien tidak terlihat pucat
cairan sedikitnya 2500 ml/hari.  sianosis (-)
Hasil : mempertahankan keseimbangan cairan,  pasien tidak pingsan
mengurangi rasa haus, dan melembabkan  umlah dan warna urin normal
membrane mukosa.  anoreksia (-)
 Turgor kulit baik / lembab
4. Memberikan cairan / elektrolit melalui selang A : masalah kekurangan volume cairan tubuh
pemberi makanan / IV sudah teratasi
hasil : memperbesar volume sirkulasi, pasien P : intervensi dihentikan
tidak anoreksia

5. Memantau hasil pem. LAB sesuai indikasi,


mis.. : HB/HT
hasil : kebutuhan cairan adekuat

6. Memberikan Antipiretik, mis.. :


asetaminofen
hasil : membantu mengurangi demam dan
respons hiper metabolism, menurunkan
kehilangan cairan tak kasat mata

2 8 November 2014 2 1. Mengkaji kemampuan untuk mengunyah, S :


merasakan, dan menelan.  Pasien tidak mengeluh lemah lagi
Hasil : pasien dapat mengunyah dan mencerna O :
makanan dengan baik, dan dapat menelan  Pasien tidak mudah lelah
 Pasien tidak letih
2. Menimbang berat badan sesuai kebutuhan.  Pasien tidak lesu
Evaluasi berat badan dalam hal adanya berat  Nafsu makan bertambah, porsi makan habis
badan yang tidak sesuai. Gunakan  Pasien dapat menverna makanan dengan
serangkaian pengukuran berat badan dan baik
antropometrik.  Berat badan naik dari 54 kg menjadi 54.5
Hasil : berat badan kembali normal, kenaikan kg
berat badan dari 54 kg menjadi 54.5 kg  pasien tidak terlihat pucat
 pasien tidak sianosis
3. Mendorong aktivitas fisik sebanyak fisik  pasien tidak anoreksia
mungkin A : masalah perubahan nutrisi kurang dari
Hasil : nafsu makan meningkat, dan pasien kebutuhan tubuh sudah teratasi sebagian.
menjadi lebih sehat P : Lanjutkan intervensi No 2 mandiri dan 2
kolaborasi
4. Mencatat pemasukan kalori
Hasil : kebutuhan kalori untuk tubuh terpenuhi

5. Mempertahankan status puasa jika di


indikasikan
Hasil : muntah berkurang

6. Memberikan suplemen vitamin.


Hasil : kebutuhan vitamin untuk tubuh terpenuhi

3 9 November 2014 3 1. Memonitor tanda-tanda infeksi baru. S : Pasien mengatakan sudah tidak demam lagi.
Hasil : pasien tidak terpapar oleh infeksi kuman O :
pathogen di RS  Demam (-)
2. Menggunakan teknik actrim pada setiap  Pusing (-)
tindakan actrim. Cuci tangan sebelum  Rasa terbakar pada kaki hilang
meberikan tindakan.  Nyeri dada pleuritis (-)
Hasil : tidak terjadi infeksi  Pasien sudah tidak berkeringat malam hari

3. Memberikan lingkungan yang bersih dan TTV :


berventilasi baik. Periksa pengunjung / staf TD: 120/80
terhadap tanda infeksi dan pertahankan
kewaspadaan sesuai indikasi N: 80x/menit
Hasil : tidak terjadi penambahan infeksi yg lebih S: 370 C
parah RR : 20x/menit
4. Memeriksa kultur / sensitivitas lesi, darah,  benjolan di daerah leher (-)
urine dan sputum  Lesi (-)
Hasil : mengurangi demam dan tidak terjadi  Kejang (-)
pertumbuhan kuman pathogen penyebab  Dipsnea (-)
infeksi  nyeri panggul (-)
 nyeri abdomen (-)
5. Memberikan  antibiotic antijamur / agen  tremor (-)
antimikroba, missal : trimetroprim (actrim, A : masalah infeksi sudah teratasi
septra), nistatin (mycostatin), ketokonazol, P : intervensi dihentikan
pentamidin atau AZT/retrovir
Hasil : meningkatkan  fungsi imun dan tidak
terjadi infeksi

Anda mungkin juga menyukai