Anda di halaman 1dari 41

DAFTAR ISI

Daftar isi................................................................................................................................1
Skenario.................................................................................................................................2
Kata sulit................................................................................................................................3
Pertanyaan..............................................................................................................................3
Jawaban..................................................................................................................................3
Hipotesis.................................................................................................................................4
Sasaran belajar........................................................................................................................5
Memahami dan menjelaskan saluran kemih bawah...............................................................6
Makroskopis...........................................................................................................................6
Mikroskopis............................................................................................................................8
Memahami dan menjelaskan fisiologi berkemih....................................................................9
Proses berkemih…………………………………………………………………………..…9
Lintas persarafan…………………………………………………………………………....10
Memahami dan menjelaskan infeksi saluran kemih..............................................................12
Definisi...................................................................................................................................12
Etiologi...................................................................................................................................13
Epidemiologi..........................................................................................................................14
Klasifikasi..............................................................................................................................14
Patofisiologis.........................................................................................................................15
Manifestasi............................................................................................................................17
Diagnosis dan diagnosis banding..........................................................................................18
Tatalaksana............................................................................................................................24
Komplikasi............................................................................................................................37
Prognosis...............................................................................................................................38
Pencegahan…………………………………………………………………………………38
Memahami dan menjelaskan salasil baul…………………………………………………..38
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………...41

1
SKENARIO 2

ANYANG – ANYANGAN

Seorang wanita usia 32 tahun, menikah, datang ke dokter puskesmas dengan keluhan
nyeri saat buang aor kecil dang anyang – anyangan berulang. Keluhan ini dirasakan sejak dua
hari yang lalu. Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra
pubik. Pada pemeriksaan urinalisa dijumpai urin keruh dan didapatkan peningkatan leukosit.
Kemudian pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur urin.

2
Kata Sulit
1. Anyang-anyangan: gejala buang air kecil lebih sering terjadi karena adanya
peradangan pada kandung kemih oleh infeksi bakteri.
2. Kultur urin: pemeriksaan urin untuk melihat ada tidaknya bakteri atau
mikroorganisme di media kultur.
3. Nyeri tekan suprapubic: perasaan tidak enak pada rongga abdomen diatas simpisis
pubis.

Pertanyaan
1. Apa penyebab anyang-anyangan?
2. Apa yang menyebabkan nyeri saat buang air kecil?
3. Mengapa ada peningkatan pada leukosit?
4. Mengapa urinnya keruh?
5. Apa saja pemeriksaan selain kultur?
6. Apa diagnosis dari kasus ini?
7. Etiologi dari kasus ini?
8. Apa manifestasi selain di scenario?
9. Bagaimana tatalaksana dari scenario ini?
10. Apa yang ditemukan pada kultur urin?

Jawaban
1. Karena adanya inflamasi pada saluran kemih sehingga membuat pasien ingin buang
air kecil
2. Karena adanya infeksi bakteri pada saluran kemih
3. Infeksi pada saluran kemih mengakibatkan peningkatan leukosit
4. Karena adanya protein dalam urin berupa albumin
5. Foto polos abdomen
6. Bakteri E.coli
7. Infeksi Saluran Kemih
8. Diberikan antibiotic
9. Bakteri lebih dari 105 unit koloni/ml urin
10. Menggigil, demam tinggi, sakit pinggang.

3
HIPOTESIS

Infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, salah satunya E.coli yang
menyebabkan gejala seperti nyeri saat buang air kecil, anyang-anyangan, nyeri supra pubik,
demam, menggigil, dan sakit pinggang.

4
SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran kemih bagian bawah


1.1 Makroskopis
1.2 Mikroskopis
2. Memahami dan menjelaskan fisiologi berkemih
2.1 Proses berkemih
2.2 Lintas persarafan
3. Memahami dan menjelaskan infeksi saluran kemih bawah
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Epidemiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Patofisiologis
3.6 Manifestasi klinis
3.7 Diagnosis dan diagnosis banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis
3.11 Pencegahan
4. Memahami dan menjelaskan salasil baul

5
LI.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI SALURAN KEMIH BAGIAN
BAWAH
LO 1.1 MAKROSKOPIK
VESIKA URINARIA
Isi normal penuh :
Adalah kantong urine ( buli – buli ) yang merupakan tempat muara saluran urinarius
ureter dextra dan sinistra dan terdapat dalam rongga pelvis.
Adapun struktur anatomi dari vesika urinaria, sebagai berikut:
 Berbentuk piramid 3 sisi , apex menuju ventral atas dan basis (fundus) menuju
dorso kaudal dan corpus terdapat antara apex dan fundus vesicae.
 Pada bagian kiri/kanan fundus vesicae terdapat tempat kedua muara ureter yang
dinamakan “ Orificium Uretericum Vesicae “ dan daerah tersebut berbentuk
segitiga yang dikenal dengan “trigonum vesicae”, dan pada basis caudal
terdapat tempat keluar urine menuju urethra yang dinamakan “ orificium urethra
internum vesicae “.
 Pada bagian apex vesicae terdapat jaringan ikat yang merupakan sisa
embryologis dari “ Urachus ” yang menuju umbilicus dinamakan “ ligamentum
vesiko umbilikalis medianum ”.
 Mempunyai lapisan fibrosa, serosa dan tunica muscularis. Pada tunica
musculare terdapat serabut otot stratum longitudinalis dari apex ke fundus dan
stratum circulare yang melingkari orificium internum vesicae.otot tersebut
diatas berfungsi untuk merangsang urine keluar vesicae yang dikenal dengan “
m.destrusor vesicae dan m.sphincter vesicae.
 Pada daerah trigonal vesicae terdapat otot yang merupakan lanjutan dari stratum
longitudinalis yang menghubungkan kedua orificium uretericum dan
membentuk plica inter uretericum yang berfungsi untuk vesicae jika sudah
penuh.

Gambar 1. Vesika Urinaria

6
VASKULARISASI VESICAE URINARIA
Mendapatkan perdarahan dari pembuluh darah sebagai berikut:
1. A . Vesicalis Superior cabang dari A. Hypogastrica.
2. A . Vesicalis Inferior cabang dari A. Hypogarstica.

PERSYARAFAN VESICA URINARIA


Di urus oleh syaraf otonom parasympatis yang berassal dari N . Splanchnicus pelvicis
( sacral 2-3-4 ) dan syaraf sympatis ganglion symphaticus (lumbal 1-2-3 ).

Gambar 2. Vesika Urinaria

URETHRA
Adalah saluran terakhir dari saluran urinarius mulai dari orificium internum urethra
sampai ke orificium urethra externa ( tempat urine dikeluarkan ). Urethra pada laki – laki lebih
panjang dapi perempuan sebab pada laki – laki terdapat penis dan kelenjar prostat sedangkan
pada wanita tidak ada. Pada laki – laki panjang urethra ( 18-20 ) cm dan pada wanita hanya (
5-8 ).
STRUKTUR ANATOMI URETHRA :
Pada laki – laki terbagi atas 3 daerah yaitu :
1) Urethra pars prostatica mulai dari orificium urethra internum sampai ke urethra
yang ditutupi oleh kelenjar prostata dan berada dalam rongga panggul. Cairan
mani + sperma masuk kedalam urethra pars prostatica ini kemudian keluar pada
orificium urethra externum.
2) Urethra pars membranacea dari pars prostatica sampai bulbus penis pars
cavernosa ( urethra ini paling pendek 1-2 cm )

7
3) Uerthra pars cavernosa ( spongiosa ) mulai dari daerah bulbus penis sampai
orificium urethra externum . berjalan dalam corpus cavernosa urethra ( penis ),
12-15 cm.
Bermuara 2 macam kelenjar yaitu :
1. kelenjar para urethralis
2. kelenjar bulbo urethralis

PERDARAHAN URETHRA
Di urus oleh cabang – cabang arteria pudenda interna
1. A. Dorsalis penis
2. A. Bulbo Urethralis

PERSARAFAN URETHRA
Di urus oleh cabang – cabang N. Pudendus ke N. Dorsalis penis.

LO 1.2 MIKROSKOPIK
VESIKA URINARIA
Adalah organ berongga yang fungsi utamanya adalah menampung urine. Lumen vesika
urinaria dilapisi epitel transisional yang dapat meregang atau membesar ( berubah bentuk ) saat
diisi urine. Vesika urinaria dilapisi oleh 3 lapisan yaitu mukosa, muskularis dan adventisia /
serosa. Lapisan yang menyusun epitel transisional pada mukosa lebih banyak, pada permukaan
epiel yang teregang dapat ditemukan sel payung dengan dinding apikalnyaberwarna asidofil.
Dibawah epitel terdapat lamina propia. Tunika muskularis tersusun oleh lapisan – lapisan otot
polos yang berjalan ke berbagai arah. Tunika adventitia berupa jaringan ikat, sebagian vesika
urinaria ditutupi oleh peritoneum (serosa).

8
Gambar 4. Mikroskopik vesika urinaria

URETHRA
Pada urethra pria Epitel pembatas urethra pars prostatica ialah epitel transisional, tetapi pada
bagian lain berubah menjadi epitel berlapis / bertingkat silindris, dengan bercak epitel berlapis
gepeng, ujung urethra bagian penis yang melebar atau fosa naviculare dibatasi oleh epitel
berlapis gepeng terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus.sedangkan pada wanita
muskularisnya terdiri dari dua lapisan sel otot polos tetapi diperkuat sfingter otot pada
muaranya, dan epitel pembatasnya berupa epitel berlapis gepeng. Lamina propianya
merupakan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyaknya sinus venosus mirip
jaringan cavernosa.

Gambar 5. Mikroskopik urethra

LI.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FAAL PROSES MIKSI


LO 2.1 PROSES BERKEMIH
Setelah dibentuk di ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (buli-buli).
Aliran urin di ureter tidak semata-mata bergantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltik
otot polos di dalama dinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung

9
kemih. Ketika kandung kemih terisi, ujung ureter yang terdapat di dalam dinding kandung
kemih tertekan dan menutup. Namu urin masih tetap dapat masuk ke kandung kemih, karena
kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk mengatasi resistensi dan
mdorong urin melewati muara saluran yang tertutup itu.
Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh jenis khusus. Untuk
meningkatkan luas permukaan sel-sel epitel ketika kandung kemih terisi, vesikel-vesikel
sitoplasma disisipkan ke dalam membran permukaan melalui proses eksositosis; vesikel-
vesikel tersebut ditarik kembali melalui proses endositosis untuk memperkecil luas permukaan
pada saat isi kandung kemih keluar. Sebagaimana sifat otot polos, otot polos kandung kemih
dapat sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding kandung kemih.
Selain itu, dinding kandung kemih yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu kandung kemih
terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih.
Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan serat parasimpatis, yang apabila
dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar melalui uretra
terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin dari kandung kemih. Pintu
keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter; sfingter uretra interna dan sfingter uretra
eksterna. Sfingter adalah cincin otot yang, bila berkontraksi, menutup aliran yang melewati
lubang yang bersangkutan:
 Sfingter uretra interna yang terdiri dari otot polos dan, dengan demikian berada di bawah
kontrol involunter. Walaupun bukan sfingter sejati, otot ini melakukan fungsi yang sama
dengan sfingter. Sewaktu kandung kemih melemas, susunan anatomis sfingter uretra
interna menutupi pintu keluar kandung kemih.
 Sfingter uretra eksterna, diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis yaitu suatau lembaran
otot rangka yang membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ-organ
panggul. Neuron-neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksternal dan diafragma
pelvis secara terus menerus melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali
bila mengalami inhibisi, sehingga otot-otot ini mengalami kontraksi tonik untuk mencegah
keluarnya urin melalui uretra. Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih melemas
dan terisi, sfingter uretra interna dan eksterna tertutup untuk mencegah urin keluar. Selain
itu, karena merupakan otot rangka, sfingter eksterna dan diafragma pelvis berada di bawah
kontrol kesadaran. Keduanya dapat dengan sengaja dikontraksikan untuk mencegah
pengeluaran urin sewaktu kandung kemih berkontraksi dan sfingter interna terbuka.

LO 2.2 LINTAS PERSARAFAN


Mikturisi, atau berkemih, yaitu proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua
mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volume. Refleks berkemih dicetuskan apabila
reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada
seorang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan di
dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan
melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat aferen dari
reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antar neuron,
merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron

10
motorik yang mempersarafi sfingter eksterna. Stimulasi parasimpatis pada kandung kemih
menyebabkan organ ini berkontraksi. Untuk membuka sfingter interna tidak diperlukan
mekanisme khusus; perugahan bentuk kandung kemih sewaktu organ tersebut berkontraksi
secara mekanis menarik sfingter interna terbuka. Secara simultan, sfingter eksterna melemas
karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Sekarang kedua sfingter terbuka dan urin
terdorong ke luar melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih.
Refleks berkemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, mengatur pengosongan
kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah yang cukup untuk
memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol.
Pengisian kandung kemih juga menyebabkan timbulnya keinginan sadar untuk berkemih.
Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks melemas,
sehungga hal tersebut memberi “peringatan” bahwa proses berkemih akan segera dimualai.
Apabila saat berkemih tidak tepat sementara refleks berkemih sudah dimuali, pengosongan
kandung kemih dapat secara dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan diafragma
pelvis. Impuls eksitatorik volunter yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan masuka
inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neiron-neuron motorik yang terlibat (keseimbagan
relatif EPSP dan IPSP), sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak dikeluarkan.
Proses berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, walaupun kandung kemih belum
teregang, oleh relaksasi volunter sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Penurunan lantai
panggul juga memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan membuka sfingter
uretra internal dan meregangkan kandung kemih. Pengosongan kandung kemih secara vlunter
dapat dibantu lebih lanjut oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang selanjutnya “memeras”
kandung kemih untuk mengosongkan isinya.
Inkontinensia urin, atau ketidakseimbangan mencegah pengeluaran urin, terjadi akibat
gangguan jalur-jalur desendens di korda spinalis yang memperantarai kontrol volunter atas
sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Dalam hal ini, karena komponen lengkung reflrks
berkemih masih utuh di krda spinalis bagian bawah, pengosongan kandung kemih diatur oleh
refleks spinal yang tidak dapat dikontrol, seperti pada bayi. Inkontenensia dengan tingkat yang
lebih ringan yang ditandai oleh keluarnya urin akibat peningkatan mendadak tekanan kandung
kemih., misalnya sewaktu batuk atau bersin, dapat terjadi akibat gangguan fungsi sfingter. Hal
ini tidak jarang terjadi pada wanita yang sering melahirkan atau pada pria yang sfingternya
cedera selama pembedahan prostat. (Sherwood, L. 2001)

11
Gambar 7. Kontrol Refleks dan Volunter Atas Berkemih

LI.3 MEMAHAMI DAN MENJALSKAN INFEKSI SALURAN KEMIH


LO 3.1 DEFINISI
→ keberadaan mikroorganisme di dalam urin. Bakteriuria bermakna (significant
bakteriuria) menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony
forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai
presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknya
bakteruria bermakna dengan disertai presentasi klinis dinamakan bakteriuria bermakna
simptomatik.
Infeksi saluran kemih sederhana (uncomplicated type) merupakan infeksi saluran
kemih berulang tetapi jarang menimbulkan insufisiensi ginjal kronik sedangkan infeksi
saluran kemih komplikasi (complicated type) adalah infeksi saluran kemih denga refluks
vesikoureter sejak lahir. (Sukandar, Edar. 2009)

12
LO 3.2 ETIOLOGI
Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya
menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif tersebut, ternyata
Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh :
 Proteus sp

 Klebsiella

 Enterobacter

 Pseudomonas

Mikroorganisme Persentase biakan %


Escherichia coli 50-90
Klebsiela atau enterobacter 10-40
Proteus sp 5-10
Pseudomonas aeroginosa 2-10
Staphylococcus epidermidis 2-10
Enterococci 2-10
Candida albican 1-2
Staphylococcus aureus 1-2

Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococci dan
Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia
lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian
juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur
hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin.
Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella,
nocardia,actinomises, dan Mycobacterium tubeculosa.Candida sp merupakan jamur yang
paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin,
pasien DM, atau pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida
yang paling sering ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis. Semua jamur
sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.

Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu :


1. Bendungan aliran urin
 Anomali kongenital
 Batu saluran kemih
 Oklusi ureter (sebagian atau total)
2. Refluks vesikoureter
3. Urin sisa dalam buli-buli karena :
 Neurogenic bladder
 Striktura uretra
 Hipertrofi prostat

13
4. Diabetes Melitus
5. Instrumentasi
 Kateter
 Dilatasi uretra
 Sitoskopi
6. Kehamilan dan peserta KB
 Faktor statis dan bendungan
 PH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman
7. Senggama

LO 3.3 EPIDEMIOLOGI
Infeksi saluran kemih biasanya terjadi karena faktor pencetus seperti litiasi, obstruksi
saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, Diabetes Melitus, senggama,
kehamilan, kateterisasi, penyakit sickle cell dan tergantung oleh usia, gender, prevalensi,
bakteriuria, sehingga menyebabkan perubahan struktur saluran kemih. Selama periode usia
beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan
laki-laki.
Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi
ISK pada periode sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif seksual.
Prevalensi infeksi asimtomatik adalah 30%, pada bayi laki-laki 3:1 dan 5:1 dibandingkan
bayi perempuan. (Sukandar, Edar. 2009)

LO 3.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi ISK berdasarkan lokasi:
1. ISK Bawah
Persentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender:
I. Perempuan
 Sistitis adalah persentasi klinis infeksi kandung kemih
disertai bakteriuria bermakna.
 Sindrom Urethra Akut (SUA) persentasi sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril) sering dinamakan sistitis
bakterialis.
II. Laki-laki
Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis,
prostatitis, epidimidis dan uretritis.

2. ISK Atas
i. Pielonefritis Akut (PNA) yaitu proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan infeksi bakteri.

14
ii. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.
Kronik biasanya sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim
ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang ditandai pielonefritis
kronik yang spesifik.

Menurut komplikasi :
1. Infeksi saluran kemih (ISK) tipe sederhana (uncomplicated type) jarang
dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering
mengalami ISK berulang.
2. Infeksi saluran kemih (ISK) berkomplikasi (complicated type) terutama terkait
refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik
(IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT) .

Menurut Gejala :
1. Bakteriuria asimptomatis ( tanpa disertai gejala )
2. Bakteriuria simptomatis ( disertai gejala )

LO 3.5 PATOFISIOLOGI
Patogenesis
a. Peranan Patogenesis Bakteri
Sejumlah flora saluran cerna termasuk E.coli diduga terkait dengan etiologi ISK.
Patogenitas E. coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dan
lipopolisakarin (LPS).
Penentu Virulensi Alur
Fimbriae Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh
Perlengketan (attachment)
Lipopolysacharide side chains (O Resistensi terhadap fagositosis
antigen)
Lipid A endotoksin Inhibisi peristalsis ureter
Pro-inflamatori
Membran protein lainnya Kelasi besi
Antibiotika resisten

15
Kemungkinan perlengketan
Hemolysin Inhibisi fungsi fagosit
Sekuestrasi besi

Tabel 2. Faktor Virulensi Escherichia coli

 Peranan Bakterial Attachment of Mucosa.


Fimbriae merupakan salah satu pelengkap patogenisitas yang mempunyai
kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih.
 Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenitas lain dari E. coli berhubungan
dengan toksin. Beberapa sifat uropatogen MO ; seperti resistensi serum, sekustrasi
besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul mendahului manifestasi
klinik.
 Faktor virulensi variase fase. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk
mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar.
b. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
 Faktor predisposisi pencetus ISK. Faktor bakteri dan status saluran kemih pasien
mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih.
Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat
kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis
ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens
normal dan sangat peka terhadap infeksi.
 Bstatus imunologik pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan
bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan
terhadap ISK. Prevaleni ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B
dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah
lewis.
(Sukandar, Edar. 2009)
Patofisiologi
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai
ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter.
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin
akibat lanjut dari bakteremia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut
septikemi atau endokarditis akibat stafilokokus aureus. Beberapa peneliti melaporkan PNA
sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negative.

ISK rekuren. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu : a.) Re-infeksi.
Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan mikroorganisme (MO) yang
berlainan. b.) Relapsing Infection. Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama,
disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.

16
Klasifikasi ISK Pathogenesis Mikroorganisme Gender
Sekali-sekali ISK Reinfeksi Berlainan Laki-laki atau
wanita
Sering ISK Sering episode ISK Berlainan Wanita
ISK persisten Sama Wanita atau laki-
laki
ISK setelah terapi Terapi tidak sesuai Sama Wanita atau laki-
laki
Tidak adekuat Terapi inefektif Sama Wanita atau laki-
(relapsing) setelah reinfeksi laki
Infeksi persisten Sama Wanita atau laki-
laki
Reinfeksi cepat Sama/berlainan Wanita atau laki-
laki
Fistula enterovesikal Berlainan Wanita atau laki-
laki
Tabel 3. Klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO)
(Sukandar, Edar. 2009)

LO 3.6 MANIFESTASI KLINIK


a. Pielonefritik Akut.
 Panas tinggi (39⁰-40,5⁰C),
 Mengigil,
 Sakit pinggang,
 Presentasi klinis sering didahului gejala cistitis.
b. Cystitis.
 Sakit suprapubik,
 Polakisuria,
 Nokturia,
 Disuria,
 Stranguria,dan
 Biasanya Hematuria.
c. Sindroma Urethra Akut.
1) SUA ditemukan pada perempuan 20-50 tahun.
2) SUA dibagi menjadi 3, yaitu :
 Kelompok I: Pasien dengan piuria, biakan urin dapat diisolasi E.Coli dengan
cfu
/ml urin 103 samapi 105. Sumber infeksi dari kelenjar peri-urethral / urethral
itu sendiri. Kelompok ini berespon baik jika diberi golongan ampisillin.
 Kelompok II : Pasien lekosituria 10 – 50 /lp tinggi dan kultur urin steril. Kultur
khusus ditemukan Chlamydia trachomatis / bakteri anaerob.
 Kelompok III : Pasien tanpa piuria dan biakan steril.
d. ISK rekuren.
1) Reinfeksi : Episode terinfeksi dengan interval > 6 minggu dengan mikroorganisme
yang berlainan.

17
2) Relapsing infection : Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama,
disebabkan sumber infeksi tidak diobati adekuat.
(Sukandar, Edar. 2009)

LO 3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSI BANDING

 Anamnesis

ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik.


ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah,
hematuria. Pemeriksaan fisik: febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok
sudut kostovertebra. Laboratorium: lekositosis, lekosituria, kultur urin
(+): bakteriuria > 105/ml urin.

 Pemeriksaan penunjang

Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur
urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk
pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan
teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protocol yang
dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh
rutin, harus berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis
dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis
yang merupakan faktor predisposisi ISK.Renal imaging procedures
untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram
(USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating
cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004)
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai
berikut:
- Analisa Urin (urinalisis)
Urinalisa merupakan test yang mengevaluasi sample urin, yang bertujuan
untuk mendeteksi kelainan pada traktus urinarius, kelainan ginjal, dan
diabetes. Pada pemeriksaan urin rutin, jika ditemukan leukosit yang
jumlahnya >10/LPB (Lapangan Pandang Besar) dengan mikroskop, maka
hal ini merupakan tanda tidak normal. Piuria merupakan tanda yang
penting pada ISK. Oleh karena itu, leukosit >10 kemungkinan
menandakan adanya ISK.
Cara Pengambilan Sampel
Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi
hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic
puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine).
Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang
ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril.

18
a. Punksi Suprapubik
Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan
pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit
dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril. Yang
penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis
yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada
daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu
dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan
berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat
dipastikan merupakan penyebab ISK.
b. Kateter
Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit
yang steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada
daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus
elalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat
mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung
kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter
sama dengan hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi
suprapubik.
c. Urin Porsi Tengah
Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis
merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan
dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita. Akan
tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup
besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan
pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan
menyebabkan kultur false-negative.
Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada
wanita :
1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan
daerah vagina dan muara uretra. Satu potong kasa steril
dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi air
atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan
kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan
daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka
tutupnya sebelum pembersihan daerah vagina selesai.
2. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina
dengan potongan kasa steril yang mengandung sabun. Arah
pembersihan dari depan ke belakang. Kemudian buang kasa
yang telah dipakai ke tempat sampah.
3. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan
potongan kasa yang dibasahi dengan air atau salin hangat.
Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia dengan 2 jari dan

19
jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan
pembilasan sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut
dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah
dipakai ke tempat sampah.
4. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih.
Buang beberapa mililiter urin yang mula-mula keluar.
Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam wadah
steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi.
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan
bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah.
Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim
segera ke laboratorium.

Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada pria :


1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan
daerah penis dan muara uretra. Satu potong kasa steril
dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi
dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air
atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan
kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk
membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan
jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai.
2. Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan
bersihkan daerah ujung penis dengan kasa yang dibasahi air
sabun. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.
3. Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin
hangat. Ulangi sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut
dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang
telah dipakai ke dalam tempat sampah.
4. Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah
berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang keluar,
kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam
wadah steril sampai terisi sepertiga sampai setengahnya.
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan
bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah.
Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim
segera ke laboratorium.1
Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena
penundaan akan menyebabkan bakteri yang terdapat dalam
urin berkembang biak dan penghitungan koloni yang tumbuh
pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang

20
terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus
diterima maksimun 1 jam setelah penampungan.2 Sampel
harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap sampel yang
diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti
telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan
sebaiknya dimintakan sampel baru.3 Bila pengiriman terpaksa
ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4oC selama
tidak lebih dari 24 jam.

Pemeriksaan Urin Empat Porsi (Meares Stamey)


Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari
urin empat porsi yaitu :
1. Porsi pertama (VB1) : 10 ml pertama urin, menunjukkan kondisi uretra,
2. Porsi kedua (VB2) : sama dengan urin porsi tengah, menunjukkan kondisi buli-
buli,
3. Porsi ketiga (EPS) : sekret yang didapatkan setelah masase prostat,
4. Porsi keempat (VB4) : urin setelah masase prostat.

Pemeriksaan laboratorium
1. Analisa Urin (urinalisis)
Pemeriksaan urinalisis meliputi:
- Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin).
Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) per
lapangan pandang dalam sedimen urin.
- Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin)
Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit (sel
darah merah) 5-10 per lapangan pandang sedimen urin. Hematuria bisa juga
karena adanya kelainan atau penyakit lain, misalnya batu ginjal dan penyakit
ginjal lainnya.
2. Pemeriksaan bakteri (bakteriologis)
Pemeriksaan bakteriologis meliputi:
- Mikroskopis.
Bahan: urin segar (tanpa diputar, tanpa pewarnaan).
Positif jika ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang.
- Biakan bakteri.
Untuk memastikan diagnosa infeksi saluran kemih.
3. Pemeriksaan kimia
Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri dalam urin. Contoh, tes
reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi bakteri gram negatif. Batasan: ditemukan
lebih 100.000 bakteri. Tingkat kepekaannya mencapai 90 % dengan spesifisitas
99%.

4. Tes Dip slide (tes plat-celup)

21
Untuk menentukan jumlah bakteri per cc urin. Kelemahan cara ini tidak mampu
mengetahui jenis bakteri.
5. Pemeriksaan penunjang lain
Meliputi: radiologis (rontgen), IVP (pielografi intra vena), USG dan Scanning.
Pemeriksaan penunjang ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya batu atau
kelainan lainnya.
Pemeriksaan penunjang dari infeksi saluran kemih terkomplikasi:
1. Bakteriologi / biakan urin
Tahap ini dilakukan untuk pasien dengan indikasi:
- Penderita dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih (simtomatik).
- Untuk pemantauan penatalaksanaan infeksi saluran kemih.
- Pasca instrumentasi saluran kemih dalam waktu lama, terutama pasca
keteterisasi urin.
- Penapisan bakteriuria asimtomatik pada masa kehamilan.
- Penderita dengan nefropati / uropati obstruktif, terutama sebelum dilakukan
Beberapa metode biakan urin antara lain ialah dengan plat agar konvensional,
proper plating technique dan rapid methods. Pemeriksaan dengan rapid methods
relatif praktis digunakan dan memiliki ambang sensitivitas sekitar 104 sampai 105
CFU (colony forming unit) kuman.
2. Interpretasi hasil biakan urin
Setelah diperoleh biakan urin, maka dilakukan interpretasi. Pada biakan urin dinilai
jenis mikroorganisme, kuantitas koloni (dalam satuan CFU), serta tes sensitivitas
terhadap antimikroba (dalam satuan millimeter luas zona hambatan). Pada uretra
bagian distal, daerah perianal, rambut kemaluan, dan sekitar vagina adalah habitat
sejumlah flora normal seperti laktobasilus, dan streptokokus epidermis. Untuk
membedakan infeksi saluran kemih yang sebenarnya dengan mikroorganisme
kontaminan tersebut, maka hal yang sangat penting adalah jumlah CFU. Sering
terdapat kesulitan dalam mengumpulkan sampel urin yang murni tanpa
kontaminasi dan kerap kali terdapat bakteriuria bermakna tanpa gejala, yang
menyulitkan penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih. Berdasarkan jumlah
CFU, maka interpretasi dari biakan urin adalah sebagai berikut:
a. Pada hitung koloni dari bahan porsi tengah urin dan dari urin kateterisasi.
- Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah disebut dengan bakteriuria
bermakna
- Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah tanpa gejala klinis disebut
bakteriuria asimtomatik
- Bila terdapat mikroba 102 – 103 CFU/ml urin kateter pada wanita muda
asimtomatik yang disertai dengan piuria disebut infeksi saluran kemih.
b. Hitung koloni dari bahan aspirasi supra pubik.
Berapapun jumlah CFU pada pembiakan urin hasil aspirasi supra pubik adalah
infeksi saluran kemih.
Interpretasi praktis biakan urin oleh Marsh tahun 1976, ialah sebagai berikut:
Kriteria praktis diagnosis bakteriuria. Hitung bakteri positif bila didapatkan:

22
- > 100.000 CFU/ml urin dari 2 biakan urin porsi tengah yang dilakukan seara
berturut – turut.
- > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah dengan leukosit > 10/ml
urin segar.
- > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah disertai gejala klinis
infeksi saluran kemih.
- > 10.000 CFU/ml urin kateter.
- Berapapun CFU dari urin aspirasi suprapubik.
Berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri biakan urin pada
infeksi saluran kemih:
a. Faktor fisiologis
- Diuresis yang berlebihan
- Biakan yang diambil pada waktu yang tidak tepat
- Biakan yang diambil pada infeksi saluran kemih dini (early state)
- Infeksi disebabkan bakteri bermultiplikasi lambat
- Terdapat bakteriofag dalam urin
b. Faktor iatrogenic
- Penggunaan antiseptic pada waktu membersihkan genitalia
- Penderita yang telah mendapatkan antimikroba sebelumnya
c. Cara biakan yang tidak tepat:
- Media tertentu yang bersifat selektif dan menginhibisi
- Infeksi E. coli (tergantung strain), baketri anaerob, bentuk K, dan basil tahan
asam
- Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk.
3. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari piuria
a. Urin tidak disentrifus (urin segar)
Piuria apabila terdapat ≥10 leukosit/mm3 urin dengan menggunakan kamar
hitung.
b. Urin sentrifus
Terdapatnya leukosit > 10/Lapangan Pandang Besar (LPB) disebut sebagai
piuria. Pada pemeriksaan urin porsi tengah dengan menggunakan mikroskop
fase kontras, jika terdapat leukosit >2000/ml, eritrosit >8000/ml, dan casts
leukosit >1000/ml, maka disebut sebagai infeksi saluran kemih.
c. Urin hasil aspirasi suprapubik
Disebut piuria jika didapatkan >800 leukosit/ml urin aspirasi supra pubik.
Keadaan piuria bukan merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya
infeksi saluran kemih, tetapi sensitif terhadap adanya inflamasi saluran kemih.
4. Tes Biokimia
Bakteri tertentu golongan enterobacteriae dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit
(Griess test), dan memakai glukosa (oksidasi). Nilai positif palsu prediktif tes ini
hanya <5%. Kegunaan tes ini terutama untuk infeksi saluran kemih rekurens yang
simtomatik. Pada infeksi saluran kemih juga sering terdapat proteinuria yang

23
biasanya < 1 gram/24 jam. Membedakan bakteriuria dan infeksi saluran kemih
yaitu, jika hanya terdapat piuria berarti inflamasi, bila hanya terdapat bakteriuria
berarti kolonisasi, sedangkan piuria dengan bakteriuria disertai tes nitrit yang
positif adalah infeksi saluran kemih.
5. Lokalisasi infeksi
Tes ini dilakukan dengan indikasi:
- Setiap infeksi saluran kemih akut (pria atau wanita) dengan tanda – tanda
sepsis.
- Setiap episode infeksi saluran kemih (I kali) pada penderita pria.
- Wanita dengan infeksi rekurens yang disertai hipertensi dan penurunan faal
ginjal.
Biakan urin menunjukkan bakteriuria pathogen polimikrobal.
Penentuan lokasi infeksi merupakan pendekatan empiris untuk mengetahui etiologi
infeksi saluran kemih berdasarkan pola bakteriuria, sekaligus memperkirakan
prognosis, dan untuk panduan terapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa infeksi
saluran kemih atas lebih mudah menjadi infeksi saluran kemih terkomplikasi. Suatu
tes noninvasif pembeda infeksi saluran kemih atas dan bawah adalah dengan ACB
(Antibody-Coated Bacteria). Pemeriksaan ini berdasarkan data bahwa bakteri yang
berasal dari saluran kemih atas umumnya diselubungi antibody, sementara bakteri dari
infeksi saluran kemih bawah tidak. Pemeriksaan ini lebih dianjurkan untuk studi
epidemiologi, karena kurang spesifik dan sensitif.
Diagnosa banding
Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Ingat akan
pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya
faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respons terhadap antibiotik kurang baik.

LO 3.8 TATALAKSANA
Manajemen ISK
Infeksi saluran kemih (ISK) bawah
Prinsip manajemen ISK bawah adalah intake cairan yang banyak, antibiotka yang
adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk lkalinisasi urin:
 Hamper 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gr, trimetoprim 200 mg.
 Bila infeksi menetap disertai urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari
 Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa lekosuria.

Reinfeksi berulang (frequent re-infection)


 Disertai factor predisposisi: Terapi antimikroba yang intensif diikuti factor
resiko

24
 Tanpa factor predisposisi:
 Asupan cairan banyak
 Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran
tunggal (misal: trimetoprim 200mg)
 Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan

Sindrom Uretra Akut (SUA)


 Pasien dengan SUA dengan hitung kuman 103-105 memerlukan antibiotika
yang adekuat.
 Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin
 Infeksi disebebkan MO anaerobic di perlukan antimikroba yang serasi, missal
golongan kuinolon.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas


Pielonefritis Akut
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk
memelihara satus hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.
Indikasi Rawat Inap Pilonefritis Akut:
 Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral
 Pasien sakit berat atau debilitasi
 Terapi antibiotika oral rawat jalan mengalami kegagalan
 Factor predisposisi utuk ISK tipe berkomplikasi
 Diperlukan investigasi lanjutan
 Komorbiditas seperti kehamilan, DM, usia lanjut

Tujuan Terapi

Tujuan terapi ISK adalah mencegah atau mengobati akibat sistemik dari infeksi,
membunuh mikroorganisme penyebab infeksi dan mencegah terjadinya infeksi
ulangan.

Strategi Terapi

Terapi tanpa obat pada ISK adalah minum air dalam jumlah banyak agar urine
yang keluar juga meningkat.

Pengobatan ISK adalah menggunakan antibiotik. Idealnya, antibiotik yang


digunakan harus dapat ditoleransi dengan baik, mencapai konsentrasi tinggi dalam
urine dan mempunyai spektrum aktivitas terhadap mikroorganisme penyebab infeksi.

25
Pemilihan antibiotik untuk pengobatan didasarkan pada tingkat keparahan, tempat
terjadinya infeksi dan jenis mikroorganisme yang menginfeksi.

Terapi ISK dewasa

26
lanjutan

27
28
Pilihan antimikroba berdasarkan Educated Guess (Farmakologi, FKUI)
Jenis infeksi Penyebab tersering Pilihan antimikroba

Sistitis akut E.coli, S.saprophyticus, Nitrofurantion, ampisilin,


kuman gram negative trimetroprim
lainnya

29
Pielonefritis akut E.coli, kuman gram negative Untuk pasien rawat:
lainnya, Streptococcus
Gentamisin(atau
aminoglikosida lainnya),
kotrikmoksazol
parenteral, sefalosporin
generasi III, aztreonam
Untuk pasien berobat
jalan:
Kotrimoksazol oral,
fluorokuinolon,
amoksisilin-asam
klavulanat

Prostatitis akut E.coli, kuman gram negative Kotrimoksazol atau


lainnya, E.faecalis fluorokuinolon, atau
aminoglikosid+ampisilin
parenteral

Prostatitis kronis E.coli, kuman gram negative Kotrimoksazol atau


lainnya, E.faecalis fluorokuinolon atau
trimetroprim
 Yang termasuk aminoglikosida:gentamisin, tobramisin, netilmisin, dan amikasin
(streptomisin dan kanamisin tidak termasuk)
 Yang termasuk sefalosporin generasi III:sefotaksim, sefoperazon, setriakson,
seftazidin, sefsulodin, moksalaktam, dll.
 Yang termasuk fluorokuinolon:siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, norfloksasin,
dll.

SULFONAMID
Mekanisme kerja:
Kuman memerlukan PABA(p-aminobenzoic-acid)untuk membentuk asam folat yang
digunakan untuk sintesis purin asam nukleat. Sulfonamide merupakan penghambat
kompetitif PABA.

PABA
Dihidropteroat sintetase ↓ ← sulfonamide berkompetisi dgn PABA
Asam dihidrofolat
Dihidrofolat reduktase ↓ ← trimetroprim
Asam tetrahidrofolat

30

Purin

DNA
Efek sulfonamide dihambat oleh adanya darah, nanah dan jaringan nekrotik, karena
kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang mengandung basa
purin dan timidin.
Kombinasi dengan Trimetoprim
Menyebabkan hambatan berangkai dalam reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat.
Farmakokinetik
Absorpsi:
melalui saluran cerna mudah dan cepat, terutama pada usus halus, beberapa jenis sulfa
di absorpsi di lambung.
Distribusi:
Semua sulfonamis terikat dengan protein plasma terutama albumin dalam derajat yang
berbeda-beda. Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh, karena itu berguna untuk
infeksi sistemik.
Obat dapat menembus sawar uri dan menimbulkan efek antimikroba dan efek toksik
pada janin.

Sulfonamide di bagi ke dalam 3 golongan besar:


1. sulfonamide dengan absorpsi dan eksresi cepat
sulfisoksazol
dosis permulaan untuk dewasa 2-4mg, di lanjutkan dengan 1g setiap 4-
6jam
 untuk anak 150mg/kgBB sehari
 obat ini bisa menimbulkan hipersensitivitas yang kadang bersifat letal
 sediaan dalam bentuk tablet 500mg untuk oral
sulfametoksazol
 derivate sulfisoksazol dgn absorpsi dan eksresi lebih lambat
 dapat diberikan pada pasien dengan infeksi saluran kemih dan infeksi
sistemik
 umumnya di gunakan dengan kombinasi tetap dengan trimetoprim
sulfadiazine

31
 dosis permulaan oral pada orang dewasa 2-4g, dilanjutkan dgn 2-4g
dalam 3-6 kali pemberian, lama pemberian tergantung keadaan
penyakit.
 Anak-anak >2 bln, diberikan setengah dosis awal per hari, kemudian di
lanjutkan dengan 60-150mg/kgBB(maksimum 6g/hari) dalam 4-6 kali
pemberian
 Sediaan dalam bentuk tablet 500mg
Sulfasitin
 Eksresinya cepat untuk penggunaan per-oral pada infeksi saluran kemih.
 Pemberian dosis awal 500mg, dilanjutkan dengan dosis 250mg empat
kali sehari.
 Tersedia dalam bentuk tablet 250mg(tdk di Indonesia)
Sulfametizol
 Digunakan untuk infeksi saluran kemih dengan dosis 500-1000mg
dalam 3-4 kali pemberian sehari.
 Tersedia dalam bentuk tablet 250mg dan 500mg
2. sulfonamide yang hanya di absorpsi sedikit bila diberikan per-oral dan kerjanya
dalam lumen usus
sulfasalazin
suksinilsulfatiazol dan ftalilsulfatiazol
3. sulfonamide yang terutama di gunakan untuk pemberian topical
sulfasetamid
Ag-sulfadiazin(sulfadiazine perak)
Mafenid
4. sulfonamide dengan masa kerja panjang
sulfadoksin
Efek samping
 Reaksi ini dapat hebat dan kadang bersifat letal. Bila mulai terlihat adannya
gejala reaksi toksik dan sensitisasi, pemakain secepat mungkin dihentikan. Dan
tidak diberikan lagi.
 Gangguan system hematopoetik:anemia hemolitik akut,
Agranulositosis(sulfadiazine), anemia aplastik, trombositopenia ringan,
eosinofilia, gejala HPS.
 Gangguan saluran kemih: anuria dan kematian dapat terjadi kristaluria atau
hematuria(jarang terjadi)
 Reaksi alergi: gambaran HPS pada kulit dan mukosa bervariasi, berupa kelainan
morbiliform, purpura, petekia, eritema nodosum, eritema multiformis tipe
stevens-johnson, dll. Demam obat dapat terjadi(timbul demam tiba2, pada hari
ke tujuh sampai ke 10 pengobatan, di sertai sakit kepala, menggigil, rasa lemah,
dan erupsi kulit, semuanya bersifat reversible).
 Lain2:mual dan muntah

32
 Tidak diberikan pada wanita hamil aterm

CORTIMOKSAZOL
 Trimetropin + sulfametoksazol
 Mikroba yang peka : enterobacter, klebsiella, diphteri, E.coli, S.aureus,
S.viridans, dll
 Untuk mikroba yang resisten sulfonamid agak resisten trimetropin
 Farmako dinamik : 2 tahap berurutan rekasi enzimatis 1. Sulfo = hambat PABA,
2. Trime : hambat reaksi dari dehidrofolat → tetrahidrofolat
Farmako kinetik : karena trimetropin lipofilik → volume distribusi >> besar
dari sulfa
Rasio sulfa : trime → 5:1
Diekskresi di urin
 Indikasi : ISK, IS nafas, IS cerna, Inf. Genital
 E.S : megaloblastosis, leukopenia atau trombositopenia, pada kulit karena
sulfonamid

GOL. PENISILIN

Farmako dinamik :
 penisilin menginaktifkan protein yang berada dalam membran sel bakteri
yang penting untuk sintesis dinding sel sehingga bakteri menjadi lisin.
 Destruksi dinding sel oleh autolisin / enzim degradatif yang dimiliki
penisilin.

Farmako kinetik : ditentukan oleh stabilitas obat terhadap asam lambung dan
beratnya infeksi.

Cara pemberian :
Ampisilin + sulbaktam IV, IM
Tikarsilin + as. klavulanat
Amoksisilin ORAL
Amoksisilin + as. klavulanat
Absorbsi tidak lengkap secara oral, tetapi amoksisilin hampir lengkap di absorpsi,
absorbsi penisilin lainnya = penurunan jika ada makanan di dalam lambung = 30-

33
60 menit sebelum makan / 2-3 jam setelah makan. Distribusi ke seluruh tubuh,
penisilin bisa melewati sawar plasenta = tidak teratogenik. Tidak ke SSP
Ekskresi : melalui ginjal
E.S : hipersensitivitas (angioedem, makulopapular, anafilaktik), diare, nefritis
(metisilin), neurotoksisitas, gangguan pembentukan darah (karbanesilin dan
karsilin = antipseudomonas), toksisitas kation
 Tidak bisa untuk kuman B-laktamase
 Resistensi E.Coli
 Efek samping : reaksi alergi , Syok anafilaksis umumnya tidak toksik pada
manusia
 Dapat di gunakan secara oral dan parenteral.

GOL. CEPHALOSPORIN

 Generasi 3 tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida merupakan


obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella , Enterobacter , Proteus ,
Providencia , Srratia , Dan Haemophillus Spesies.

Farmako dinamik :
a) Generasi I : proteus, E.coli, klebsiella
b) Generasi II : Haemophilus, enterobacter, Neisseria=gram (-)
c) Generasi III : contoh : cefritriaavus, cefotaxim, ceftazidim
(pseudomonas aeruginosa)

Farmako kinetik : IV karena absorbsi oral jelek, distribusi ; luas, ekskresi melaui
empedu ke dalam feses
E.S : alergi, perdarahan jika diberikan bersama sefamandol atau sefoperason = anti
vitamin K
 Efek samping : reaksi alergi , anafilaksis , dengan spasme bronkus dan urtikaria
dapat terjadi
 Secara oral
 Obat Mahal

GOL. TETRACYCLIN

 Efektif untuk infeksi Chlamydia


 Tidak boleh pada anak-anak dan wanita hamil.
 Secara Oral

34
GOL. FLUOROKUINOLON

 Efektif untuk ISK dengan atau tanpa penyulit disebabkan oleh kuman-kuman yang
multiresisten dan P.Aeruginosa.
 Siprofloksasin, Norfloksasin, dan Ofloksasin untuk terapi Prostatitis bacterial akut
maupun kronis anak-anak dan ibu hamil tidak boleh.

Farmako dinamik : hambat pemisahan double helix DNA saat replikasi dan transkripsi
dengan bantuan enzim DNA girase → hambat DNA girase pada kuman dan bersifat
bakterisid
Untuk bakteri : kuinolon lama (gram (-)) E.coli, proteus, klebsiella, enterobakter
Flurokuinolon baru : gram (+), gram (-) dan kuman atipik (mycoplasma, klamidia)
Farmako kinetik : diserap baik di saluran cerna, dalam sediaan oral, hanya sakit yang
terikat protein, distribusi baik ke berbagai organ, capai kadar tinggi di prostat, T1/2
panjang → 2x sehari diperlukan. Di metabolisme di hati, ekskresi ginjal sebagian
empedu.
Indikasi : ISK, Infeksi saluran nafas, penyakit menular hubungan sex, infeksi tukak dan
sendi, dll.
E.S : mual, muntah, tidak enak diperut : halunisasi, kejang ; hepatotoksik ; fatotoksif
dll.
Interaksi obat : antasit = habis berkuran, hambat teofilin, tidak dikombinasi dengan obat
yang dapat perpanjang interval Qtc.
AMINOGLIKOSIDA
 Farmako dinamik : terhadap MO anaerobik rendah, transpor aminogliko butuh
O2, aktivitas terhadap gram (+) terbatas, aktifitas dipengaruhi pH (alkali lebih
tinggi), aerobik-anarobik, keadaan hiperkapnik. Berdifusi lewat kanal air yang
dibentuk porin protein pada membran luar bakteri gram (-) masuk ke ruang
periplasmik. Setelah masuk sel terikat pada ribosom 30 s dan hambat sintesis
protein → kerusakan membran sitosol → mati. Bersifat bakterisid.
 Farmako kinetik : sangat polar, sukar di absorbsi di saluran cerna, per oral hanya
untuk efek lokal di saluran cerna. Untuk kadar sistemik → parenteral, ikatan
protein rendah kecuali streptomisin ± 30-50%. Distribusi ke dalam cairan otak
sangat terbatas, ekskresi di ginjal, kadar dalam urin capai 50-200 mg/ml,
gangguan ginjal hambat ekskresi.
 E.S : alergi, reaksi iritasi (rasa nyeri di tempat suntik), toksik (gangguan
pendengaran dan keseimbangan), ototoksik pada N. VII, nefrotoksik.

Kanamisin : untuk E.coli, enterobacter, klebsiella, proteus dll (untuk ISK)

35
Gentamisin, tobramisin, dan netilmisin Indikasi : infeksi karena proteus,
pseudomanas, klebsiella, E.colli, enterobacter
Amikasin : untuk E.coli, P.aeruginosa, proteus, enterobacter
Sumber : faramakologi dan terapi FKUI ed 5, 2007
ANTISEPTIK
1. Metenamin
 Indikasi : Untuk Profilaksis terhadap ISK berulang khususnya bila ada
residu kemih.Tidak diindikasikan untuk infeksi akut saluran kemih.
 Untuk berbagai jenis mikroba, kecuali proteus
 E.S : iritasi lambung (>500 g ), 4-8 gram/sehari >> 3 mg, iritasi saluran
kemih, proteinuria, hematuria, erupsi kulit.
 KI : dengan gangguan hati, tidak untuk gagal ginjal, tidak diberikan bersama
sulfonamid.
 Interaksi obat : susu, antasid tidak diberikan → meningkatkan pH
 Oral 4 x 1 gram/hari
2. Nitrofrantoin
 Indikasi : Mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh ISK bagian bawah
penggunanya terbatas untuk tujuan profilaksis atau pengobatan supresif ISK
menahun yaitu setelah kuman penyebabnya dibasmi atau dikurangi dalam
antimikroba lain dengan yang lebih sensitive.
 Unruk E.coli, proteus, klebsiella, enterobacter, enterokokus
 FK : lengkap dan cepat absorbsi di saluran cerna, dengan makanan dapat
menurunkan inhalasi kambung dan menigkatkan bioavailibitasnya, terikat
protein plasma, ekskresi di ginjal, T1/2 20 menit, urin agak cokelat
 KI : Untuk gagal ginjal dengan klirens kreatinin < 40 ml/menit, hamil, bayi
< 3 bulan → anemia hemolitik
 ES : mual, muntah dan siare ; sakit kepala vertigo, nyeri otot.
3. Asam nalidiksat
 Indikasi : ISK bawah tanpa penyulit contohnya : Sistitis akut tidak efektif
untuk ISK bagian atas contohnya : Pielonefritis.
 FD : hambat enzim DNA grase bakteri, bakterisid terhadap kuman penyebab
ISK, E.coli, proteus, klebsiella, pseudomonas resisten.
 FK : per oral, 95% terikat protein plasma, sehingga diubah jadi asam
hidroksinalidiksat, masa penuh 11/2 – 2 jam
 ES : mual, muntah, urtikaria ; diare demam fosfosensitivitas : sakit kepala,
ngantuk, vertigo, meningkat pada pasien epilepsi, parkinson.
 KI : bayi < 3 bulan, trisemester p1 hamil : hati-hati untuk gangguan hati atau
ginjal : pembesaran dengan nitrofurantonin
 Dosis : 4 x 500 mg/hr

36
4. Fosfomisin trometamin
 Indikasi : ISK tanpa komplikasi ( Sistitis akut ) pada wanita yang disebabkan
oleh E.Coli dan E.Faeccalis
 Efek samping : Diare , Mual , Sakit kepala , Vaginitis
 FD : hambat tahap awal sintesis dinding sel kuman
 FK : Biovailibilitas oral hanya 37%, dengan makanan menurunkan
penyerapan, tidak terikat protein plasma, ekskresi renal 38%, ekskresi di
urin dan tinja
 ES : mual, muntah, diare, sakit kepala, bisa untuk wanita hamil,
 Sediaan ; bubuk 3 gram dicampur air ± 100 ml tidak boleh dengan air panas

Perlu di perhatikan bahwa ada beberapa antibiotik tidak boleh dipergunakan selama
masa kehamilan karena dapat menyebabkan toksik pada janin, seperti nitrofurantion,
asam nalidik, dan tetrasiklin.

LO 3.9 KOMPLIKASI
 Reaksi alergi merupakan resiko terapi antibiotik.
 Anak dengan pielonefritis akut dapat berkembang menjadi inflamasi lobus
ginjal atau abses ginjal.
 Inflamasi parenkim ginjal dapat mengawali pembentukan jaringan parut.
 Komplikasi jangka panjang dari pielonefritis akut adalah hipertensi, fungsi
ginjal terganggu, ESRD dan komplikasi terhadap kehamilan (cth. ISK,
hipertensi pada kehamilan, BBLR).

Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka
panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya
hipertensi dan gagal ginjal kronik. ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria
Asimtomatik) yang tidak diobati: pielonefritis, bayi prematur, anemia,
Pregnancy-induced hypertension
 ISK pada kehamilan: retardasi mental, pertumbuhan bayi lambat, Cerebral
palsy, fetal death.
 Sistitis emfisematosa : sering terjadi pada pasien DM.
 Pielonefritis emfisematosa syok septik dan nefropati akut vasomotor.
 Abses perinefrik
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal ginjal
kronik

Berdasarkan Klinis

 Tanpa komplikasi : sistitis pada wanita hamil kelainan neurologis atau struktural
yang mendasarinya

37
 Dengan Komplikasi : infeksi saluran kemih atas atau setiap kasus ISK pada laki-
laki, atau perempuan hamil, atau ISK dengan kelainan neurologis atau struktural
yang mendasarinya

LO 3.10 PROGNOSIS
ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan
pada fase akut yang adequat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang.
Prognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya
kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang adequat dan dilakukan koreksi
bedah. Hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluk. Deteksi dini terhadap
adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut. kerjasama yang baik antara
dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangan diperlukan untuk mencegah
terjadinya perburukan yang mengarah pada terminal gagal ginjal kronis.

LO 3.11 PENCEGAHAN
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat
selektif dengan tuhuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinis
ISK. Uji saring bakteriuria asimtomatik harus rutin dengan jadwal tertentu untuk kelompok
pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal
perempuan dan laki-laki, dan kateterisasi perempuan dan laki-laki. Selain itu ada pula cara-
cara untuk mencegah terjadinya ISK:
a. Asupan cairan yang banyak, terutama air. Meminum air yang banyak dapat membantu
mencegah ISK dengan cara sering berkemih sehingga urin dapat mendorong bakteri
keluar dari traktus urinarius.
b. Basuh alat pengeluaran urin dari depan ke belakang. Melakukan hal ini setelah
berkemih mencegah bakteri dari daerah anal menyebar ke daerah vagina dan uretra.
c. Kosongkan kandung kemih sesegera setelah intercourse (hubungan seksual)
d. Hindari penggunaan produk kewanitaan yang dapat menimbulkan iritasi. Penggunaan
deoderan semprot atau produk kewanitaan lainnya di daerah genital dapat
menyebabkan iritasi pada uretra.

LI.4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SALASIL BAUL


Bersuci (thaharah: wudhu, tayammum atau mandi) merupakan syarat sah ibadah yang
mewajibkan dalam keadaan suci, seperti shalat. Sehingga ibadah tersebut tidak dikatakan sah
tanpa thaharah. Namun kewajiban tersebut bisa jatuh ketika seseorang dalam keadaan tertentu
yang menghalangi seseorang melakukan thaharah sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan Dia tidak menjadikan bagimu kesulitan dalam agama Islam.”
Salah satu contoh adalah penyakit kencing yang terus-menerus atau dalam istilah para
fuqaha dinamakan salasil-baul.

38
Pengertian salasil-baul
 Menurut mazhab Hanafi, salasil-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya air
kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah
istihadhah,mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa.
 Menurut mazhab Hanbali, salasil-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa air
kencing, air madzi, kentut, atau yang lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Maliki, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit
seperti keluar air kencing secara kontinyu.
 Menurut mazhab Syafi'i, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu yang
diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain atau
sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga agar air
kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat.

Dalil tentang salasil-baul


“Ubad bin Basyar menderita penyakit mencret dan dia tetap melanjutkan shalatnya (dalam
keadaan mencret tersebut).”
Dari hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai penyakit mencret,
keluar kentut/air kencing secara kontinyu tidak memiliki kewajiban untuk mengulang-ulang
wudhunya, namun tetap meneruskan shalat dalam keadaan tersebut.

Syarat-syarat dibolehkan ibadah dalam keadaan salasil-baul


Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam keadaan
salasil-baul:
1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja'
2. Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan
semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar
hadas tersebut dengan wudhu.
3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu (rukun dan sunnahnya)
4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat
seusai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat. Adapun jika
seseorang berwudhu di rumah maka perginya ke mesjid tidak menjadi masalah dan
tidak menggugurkan syarat keempat.
5. Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat. Maka, jika
melakukannya sebelum masuk waktu shalat maka batal, dan harus mengulang lagi di
waktu shalat.
Apabila telah terpenuhi kelima syarat ini maka jika seseorang berwudhu kemudian
keluar air kencing atau kentut dan lainnya aka dia tidak mempunyai kewajiban untuk

39
melakukan istinja' dan berwudhu lagi. Namun cukup dengan wudhu yang telah ia lakukan di
awal. Seseorang yang memiliki penyakit seperti salasil-baul tersebut hanya diperbolehkan
melakukan ibadah shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah bisa dikerjakan
seberapa kali pun. Seperti disebutkan dalam "Hasyiyah Qalyubi wa 'Umairah" bahwa orang
yang mempunyai penyakit salasil-baul ini berniat 'li istibahah' (agar diperbolehkan shalat)
dan tidak melafalkan niat 'li raf'il hadas'.
Hal tersebut dilandaskan bahwa wudhu dalamkeadaan seperti ini adalah bukan wudhu hakiki
akan tetapi wudhu semacam ini adalah batal karena keluar air kencing atau lainnya namun
syariat telah memberikan toleransi dan keringanan kepada orang yang mengalami penyakit
seperti ini. (Dawafi, Hamdan. 2009)
.

40
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, GF, dkk. 2008. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s: Mikrobiologi Kedokteran (Medical
Microbiology) Ed. 23. Jakarta: EGC
Dawafi, Hamdan. 2009. Keluar Air Kencing Secara Kontinyu, Bagaimana Pandangan
Fiqih???. Diakses melalui: http://mutafaqqih.blogspot.com/2010/02/keluar-air-kencing-
secara-kontinyu.html pada 10 April 2011
Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A, Stamm
WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract. N Engl J Med. 1996
Aug 15;335(7):468-74.
Junquira, LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC
Purnomo BB. 2003. Dasar-Dasar Urologi Ed 2. Jakarta: Sagung Seto.
Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, edisi 2, ab. Brahm U. Pendit.
Jakarta: EGC
Sukandar, Edar. 2009. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam oleh
Sudoyo AW dkk Jilid II Edisi V. Jakarta: InternaPublishing
Syam, Edward. 2011. Sistem Urinarius. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Tessy A, Ardaya, Suwanto. 2001. Infeksi Saluran Kemih, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam oleh Suyono HS. Edisi ke 3. Jakarta: FKUI.

41

Anda mungkin juga menyukai