Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN HASIL DISKUSI PEMICU 4

KELOMPOK 5
MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH

DISUSUN OLEH:

Marisa I1011131034
Gerry Albilardo I1011151046
Indah Amalia I1011171008
Riski Nurfita Sari I1011171009
Dhea Atiqah Putri I1011171020
Kardo Binter Wisda Lumban.G I1011171025
Dwi Ayu Dahlia I1011171030
Muhammad Tegar Nurachman I1011171047
Dhaifina Putri Windini I1011171051
Riska Rahmaniah I1011171065
Deo Gratias Efrem I1011171073

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2019
BAB I
PEENDAHULAN

1.1 Pemicu
Seorang laki-laki umur 75 tahun datang ke IGD di tempat Anda bekerja
dengan keluhan nyeri karena tidak bisa kencing sejak 7 jam yang lalu disertai
dengan demam. Pasien juga mengeluh ada benjolan pada daerah kantung pelir
sebelah kanan sejak 2 tahun yang lalu, hilang timbul, disertai benjolan pada
daerah anus yang muncul 3 tahun yang lalu.

1.2 Klarifikasi dan Definisi


Demam adalah peningkatan suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari –
hari yang berhubungan dengan peninggian suhu tubuh di hipotalamus.

1.3 Kata Kunci


a. Laki - laki 75 tahun
b. Retensi urin
c. Demam
d. Benjolan di scrotum dextra
e. Benjolan daerah anus

1.4 Rumusan masalah


Laki – laki 75 tahun mengalami retensi urin dan demam, dengan riwayat
adanya benjolan di skrotum dextra yang hilang timbul sejak 2 tahun lalu serta
benjolan di daerah anus sejak 3 tahun lalu.
1.5 Analisis masalah

1.6 Hipotesis
Laki - laki 75 tahun mengalami BPH yang disertai hernia skrotalis,
hemoroid dan diperlukan pemeriksaan penunjang.
1.7 Pertanyaan diskusi
1. Anatomi sisten genitalia
2. BPH
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Menifestasi klinis
e. Diagnosis
f. Tatalaksanan
g. Komplikasi
h. Prognosis
i. Edukasi
3. Hernia skrotalis
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Etiologi
d. Pathogenesis
e. Manifestasi klinis
f. Diagnosis
g. Tatalaksana
h. Komplikasi
4. Batu saluran kemih
a. Proses pembentukan
b. Klasifikasi
5. Jelaskan mengenai
a. ISK atas
b. Uretrolitiasis
c. Vesicolitiasis
d. Hemoroid
6. Jelaskan mengenai cara pemasangan kateter dengan hydropresure
7. Pemeriksaan fisik dan penunjang pada kasus ?
8. Hubungan demam dengan kasus?
9. Hubungan kardiomegali dengan kasus?
10. Interpretasi data tambahan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi sisten genitalia


Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia interna dan organ
genitalia eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari testis, epididimis, duktus
deferen, funiculus spermaticus, dan kelenjar seks tambahan. Organ genitalia
eksterna terdiri dari penis, uretra, dan skrotum.1

Gambar 2.1. Organa urogenitalia masculina; dilihat dari sisi kanan. 2

2.1.1.Organ Genitalia Interna


1. Testis
Testis berbentuk seperti telur yang berukuran 4x3 cm yang dikelilingi oleh
jaringan ikat kolagen (tunika albuginea). Tunika albuginea akan
memberikan septa ke dalam parenkim testis dan membagi menjadi
beberapa lobulus. Setiap lobulus mengandung 1-4 tubulus seminiferus.
Tubulus seminiferus merupakan tempat produksi sperma. Pada ujung
tubulus seminiferus ini terdapat tubulus rektus yang menghubungkan
tubulus seminiferus dengan rete testis. Rete testis terdapat dalam jaringan
ikat mediastinum yang dihubungkan oleh 10-20 duktus eferen yang ke
distal menyatu pada duktus epididimis.

Gambar 2.2. Testis dan Epididimis1

2. Epididimis
Epididimis adalah saluran yang berkelok-kelok dengan panjang sekitar 4-6
meter yang terdiri dari caput, corpus, dan cauda. Di dalam epididimis,
spermatozoa akan matang sehingga menjadi mortil dan fertil. Setelah
melalui epididimis yang merupakan tempat penyimpanan sperma
sementara, sperma akan menuju duktus deferen.
3. Duktus Deferen dan Funiculus Spermaticus
Duktus deferen/vas deferen adalah suatu saluran lurus berdinding tebal
yang akan menuju uretra pars prostatika. Duktus deferen bersama
pembuluh darah dan saraf, dalam selubung jaringan ikat disebut funiculus
spermaticus yang akan melalui kanalis inguinalis.
4. Kelenjar Seks Tambahan
Kelenjar seks tambahan terdiri dari sepasang vesikula seminalis, prostat,
dan sepasang kelenjar bulbouretral. Vesikula seminalis terletak di bagian
dorsal vesika urinaria dan menghasilkan sekitar 60% dari volume cairan
semen. Sekresi dari vesikula seminalis mengandung fruktosa,
prostaglandin, fibrinogen, dan vitamin C. Fruktosa memiliki fungsi
sebagai sumber energi primer untuk sperma, sedangkan prostaglandin
memiliki fungsi merangsang kontraksi otot polos sehingga memudahkan
transfer sperma Saluran dari masing-masing vesikula seminalis bergabung
dengan duktus deferens pada sisi yang sama untuk membentuk duktus
ejakulatorius. Dengan demikian, sperma dan cairan semen masuk uretra
bersama selama ejakulasi. Kelenjar prostat terletak di bawah dasar vesika
urinaria. Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menetralkan
sekresi vagina yang asam, enzim pembekuan, dan fibrinolisin. Kelenjar
bulbouretral terletak di dalam otot perineal dan menghasilkan cairan
mukoid untuk pelumas.

2.1.2.Organ Genitalia Eksterna 1

Gambar 2.3. Vesica urinaria, prostata, dan penis dengan corpus


cavernosum yang dibuka; dilihat dari ventral.Vesica urinaria dan uretra
dibuka; dilihat dari dorsal.
1. Penis
Penis terbagi menjadi radix, corpus, dan glans penis. Penis terdiri dari 3
massa silindris yaitu dua corpora cavernosa yang dipisahkan oleh septum
dan terletak di dorsal serta satu corpus spongiosum yang mengelilingi
uretra dan terletak di ventral. Glans penis adalah ujung terminal dari
corpus spongiosum yang membesar dan menutupi ujung bebas kedua
corpora cavernosa penis. Preputium adalah lipatan kulit yang retraktil
pada glans penis yang akan dipotong dalam sirkumsisi.
2. Uretra
Uretra terdiri dari 3 bagian yaitu uretra prostatika, uretra membranosa, dan
uretra spongiosa.
3. Skrotum
Skrotum adalah kantung kulit yang menggantung di luar rongga perut,
antara kaki dan dorsal penis. Terdiri dari 2 kantung yang masing-masing
diisi oleh testis, epididimis, dan bagian caudal funiculus spermaticus.
Dalam kondisi normal, suhu skrotum 3°C lebih rendah dari suhu tubuh
agar dapat memproduksi sperma yang sehat

Gambar 2.4. Scrotum; dilihat dari ventral.1


2.2 BPH
2.2.1 Definisi
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah kelainan histologis yang
khas ditandai dengan poliferasi sel – sel prostat. Akumulasi sel – sel dan
pembesaran kelenjar merupakan hasil dari proliferasi sel epitel dan stroma
prostat. BPH adalah bagian dari proses umur yang normal pada laki – laki
dan secara hormonal tergantung dari produksi hormone testosteron dan
dehidrotestosteron (DHT). Istilah lain dari BPH adalah pembesaran/
pertumbuhan kelenjar prostat yang menyebabkan sumbatan pada uretra, dan
menyebabkan terjadinya gejala pada traktus urinarius bawah LUTS, infeksi
saluran kemih (ISK), hematuria, atau membahayakan fungsi traktus urinarius
bagian atas.3
2.2.2 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan adanya perubahan keseimbangan
antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut, peranan faktor
pertumbuhan (growth factor) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat, meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel
yang mati dan terjadinya proliferasi abnormal stem sel sehingga menyebabkan
produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.4
2.2.3 Klasifikasi
Derajat berat BPH dibedakan menjadi 4 stadium:3
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flowin kontinen).
Klasifikasi BPH:
1. Derajat rectal
Derajat rectal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar
prostat kea rah rectum. Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas
teraba konsisten elastic, dapat di gerakkan, tidak ada nyeri bila ditekan dan
permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi pristat di
dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1 cm dan berat prostat diatas
35 gram. Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan drajat
rectal yaitu sebagai berikut :
a. Derajat 0 : ukuran pembesran prostat 0-1 cm
b. Derajat 1: Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm
c. Derajat 2 : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm
d. Derajat 3 : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm
e. Derajat 4 : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm
Gejala BPH tidak selalu sesuai dengan derajat rectal, kadang-kadang
dengan rectal toucher tidak teraba menonjol tetapi telah ada gejala, hal ini
dapat terjadi bila bagian yang membesar adalah lobus medialis dan lobus
lateralis. Pada derajat ini klien mengeluh jika BAK tidak sampai tuntas dan
puas, pancaran urine lemah, harus mengedan saat BAK, nocturia tetapi
belum ada sisa urin.
2. Derajat klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urin yang terjadi. Klien
disuruh BAK sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan kateterisasi.
Urin yang keluar dari kateter disebut sisa urin atau residual urin. Residual
urin dibagi beberapa derajat yaitu sebagai berikut :
a. Normal sisa urin adalah 0
b. Derajat 1 sisa urin 0-50 ml
c. Derajat 2 sisa urin 50-100 ml
d. Derajat 3 sisa urin 100-150 ml
e. Derajat 4 telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama
sekali
Bila kandung kemih telah penuh dank lien merasa kesakitan, maka
urin akan keluar secara menetes dan periodic, hal ini disebut Over Flow
Incontinence. Pada derajat ini telah terdapat sisa urin sehingga dapat terjadi
infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan kadang-kadang
terjadi hematuria.
3. Derajat intra vesikal
Derajat ini dapat di tentukan dengan mempergunakan foto rontgen
atau cystogram, panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uretra,
berarti telah sampai pada stadium tida derajat intra vesikal. Gejala yang
timbul pada stadium ini adalah sisa urin sudah mencapai 50-150 ml,
kemungkinan terjadi infeksi semakin hebat ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, menggigil dan nyeri di daerah pinggang serta kemungkinan
telah terjadi pyelitis dan trabekulasi bertambah.
4. Derajat intra uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan penendoscopy
untuk melihat sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen
uretra. Pada stadium ini telah terjadi retensio urin total.
2.2.4 Menifestasi klinis
Gejala klinis hanya terjadi sekitar 10% pada laki-laki yang mengidap
kelainan ini. Hal ini dikarenakan BPH mengenai bagian dalam prostat,
manifestasinya yang tersering adalah gejala obstruksi saluran kemih bawah.11
Gejala klinis berkembang lambat karena hipertrofi detrusor kandung kemih
mengkompensasi untuk kompresi uretra. Seiring dengan osbtruksi
berkembang, kekuatan pancaran urin menurun, dan terjadi keragu- raguan
dalam memulai berkemih dan menetes diakhir berkemih. Disuria dan urgensi
merupakan tanda klinis iritasi kandung kemih (mungkin sebagai akibat
peradangan atau tumor) dan biasanya tidak terlihat pada hiperplasia prostat.
Ketika residual pasca-miksi bertambah, dapat timbul nokturia dan overflow
incontinence.5
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih, yaitu:
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala
voiding, storage, dan pasca-miksi. Untuk menilai tingkat keparahan dari
keluhan pada saluran kemih bagian bawah, beberapa ahli dan organisasi
urologi membuat sistem penilaian yang secara subjektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien. Sistem penilaian yang dianjurkan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor Internasional Gejala
Prostat atau International Prostatic Symptom Score (IPSS).4
Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa
faktor pencetus, seperti volume kandung kemih tiba-tiba terisi penuh,
yaitu pada saat cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama,
mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum
(alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang berlebihan, massa
prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut, setelah mengkonsumsi obat-obatan yang
dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau dapat mempersempit leher
buli-buli, antara lain: golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.5
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas.
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(yang merupakan tanda dari hidronefrosis), dan demam yang merupakan
tanda dari infeksi atau urosepsis.5
c. Gejala di luar saluran kemih.
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
intra-abdominal.5
2.2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
a) Riwayat Penyakit
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis
atau wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat
penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu meliputi:
1) Keluhan yang dirasakan dan berapa lama keluhan itu telah
mengganggu;
2) Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia
(pernah mengalami cedera, infeksi, kencing berdarah (hematuria),
kencing batu, atau pembedahan pada saluran kemih);
3) Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual;
4) Riwayat konsumsi obat yang dapat menimbulkan keluhan
berkemih..6,7
b) Skor keluhan
Pemandu untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala
obstruksi akibat pembesaran prostat adalah sistem penskoran keluhan.
Salah satu sistem penskoran yang digunakan secara luas adalah
International Prostate Symptom Score (IPSS) yang telah
dikembangkan American Urological Association (AUA) dan
distandarisasi oleh World Health Organization (WHO). Skor ini
berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH.14,16 IPSS
terdiri atas 7 pertanyaan yang masing--‐masing memiliki nilai 0 hingga
5 dengan total maksimum 35 (lihat lampiran kuesioner IPSS yang
telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia). Kuesioner IPSS
dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri setiap
pertanyaan. Berat--‐ringannya keluhan pasien BPH dapat digolongkan
berdasarkan skor yang diperoleh, yaitu: skor 0--‐7: ringan, skor 8--‐19:
sedang, dan skor 20--‐35: berat.7,8

c) Catatan harian berkemih (voiding diaries)

Pencatatan harian berkemih sangat berguna pada pasien yang


mengeluh nokturia sebagai keluhan yang menonjol. Dengan mencatat
kapan dan berapa jumlah asupan cairan yang dikonsumsi serta kapan
dan berapa jumlah urine yang dikemihkan, dapat diketahui seorang
pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor akibat
obstruksi infravesika, atau karena poliuria akibat asupan air yang
berlebih. Sebaiknya pencatatan dikerjakan 3 hari berturut--‐turut untuk
mendapatkan hasil yang baik.6
2. Pemeriksaan fisik
a) Status Urologis
1) Ginjal
Pemeriksaan fisik ginjal pada kasus BPH untuk mengevaluasi
adanya obstruksi atau tanda infeksi.15

2) Kandung kemih

Pemeriksaan kandung kemih dilakukan dengan palpasi dan perkusi


untuk menilai isi kandung kemih, ada tidaknya tanda infeksi.6

b) Colok Dubur

Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan


pemeriksaan yang penting pada pasien BPH. Dari pemeriksaan colok
dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi
prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari
keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung
lebih kecil daripada ukuran yang sebenarnya.15,19 Pada pemeriksaan colok
dubur juga perlu menilai tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus
yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada lengkung refleks di
daerah sakral.9
2.2.6 Tatalaksanan10
Tata laksana untuk BPH berkisar antara observasi waspada (watchful
waiting) hingga diperlukan intervensi. Skor IPSS dapat digunakan sebagai
patokan untuk panduan tata laksana. Prinsip pengobatan BPH adalah untuk
mengurangi resistensi otot polos prostat (komponen dinamis) atau mengurangi
volume prostat (komponen statis).
1. Observasi waspada.
Tidak seluruh pasien BPH yang bergejala akan terus mengalami perburukan.
Observasi waspada dapat dilakukan pada pasien bergejala ringan dengan
skor IPSS 0-7. Evaluasi dilakukan secara berkala, yaitu pada 3, 6, dan 12
bulan kemudian, serta dilanjutkan 1 kali per tahun.
2. Farmakologi
a. Penyekat adrenergik- a , selektif
Pemberian penyekat-a bertujuan menghambat kontraksi otot polos
prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan
uretra. Contoh obat diantaranya, prazosin 2 x 1-2 mg, tamsulosin 1 x
0,2-0,4 mg, terazosin dan doksazosin (diberikan 1 kali per hari).

b. Penghambat 5 a –reductase

Menghambat enzim 5 alfa-reduktase, suatu katalisator perubahan


testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). Efek maksimumnya
terlihat setelah enam bulan. Contoh obat diantaranya, dutasterid 1 x 0,5
mg dan finasterid 1 x 5 mg.

c. Fitoterapi

Fitoterapi yang banyak digunakan di antaranya adalah Pygeum


africanum, Serenoa repens, dan Hypoxis rooperi. Mekanismenya masih
belum diketahui dengan pasti, namun penggunaannya diduga dapat
menurunkan resistensi pengeluaran urine dan memperkecil volume
prostat.
3. Pembedahan
Pembedahan dapat memperbaiki klinis pasien BPH secara objektif,
namun dapat disertai berbagai penyulit pada saat atau setelah operasi.
Indikasi pembedahan adalah retensi urin, infeksi saluran kemih berulang,
hematuria makroskopis, gagal ginjal, divertikulum buli yang besar, batu
buli, keluhan pasien sedang hingga berat, dan tidak ada perbaikan dengan
terapi nonbedah, atau pasien menolak medikamentosa. Tiga teknik
pembedahan yang direkomendasikan adalah:
a. Prostatektomi terbuka.

Prostaktemi terbuka disarankan pada pasien dengan volume


prostat >80-100 cm3. Komplikasi yang dapat terjadi adalah striktur
uretra dan inkontinensia urin.

b. lnsisi prostat transuretra (TUIP).


Prosedur TUIP dilakukan pada volume prostat yang kecil, kurang dari
30 cm3, tidak terdapat pembesaran lobus medius, dan tanpa kecurigaan
karsinoma prostat.
c. Reseksi prostat transuretra (TURP).
Saat ini, TURP menjadi prosedur baku. Kejadian trauma lebih sedikit
dengan masa pemulihan lebih singkat.
4. Tindakan invasif minimal
a. Termoterapi, pemanasan dengan suhu di atas 45°C yang menyebabkan
nekrosis koagulasi jaringan prostat. Panas dapat dihasilkan melalui
berbagai cara, seperti transurethral microwave thermotherapy (TUMT),
transurethral needle ablation (TUNA), high intensity focused ultrasound
(HIFU), dan laser.
b. Pemasangan stent prostat. Stent dipasang intraluminal untuk mengatasi
obstruksi akibat pembesaran prostat. Terdapat stent jenis sementara
ataupun permanen. Stent sementara terbuat dari bahan yang tidak diserap
dan dipasang selama 6-36 bulan.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hyperplasia prostat antara lain:11
1. Retensi urin
2. Batu kandung kemih, infeksi saluran kemih (ISK), kerusakan kandung
kemih atau ginjal
3. Inkotinensia
4. Ejakulasi retrograde
5. Infeksi
6. Pneumonia
2.2.8 Prognosis
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari
gejala yang dialaminya. Sekitar 10 - 20 % akan mengalami kekambuhan
penyumbatan dalam 5 tahun.11
2.2.9 Edukasi
Pencegahan BPH dapat dilakukan dengan cara:12
1. menjalankan pola hidup (pola makan sehat 4 sehat 5 sempurna, rajin olah
raga, tidak merokok dan tidak begadang.
2. Banyak minum air minimal 8 gelas/hari.
3. Tidak membiasakan menahan kencing.
4. Sering makan kubis – kubisan, kacang – kacangan, alpukat, tomat untuk
mengurangi resiko radang pada prostat.
5. Memeriksakan prostat secara berkala ke dokter atau pusat kesehatan
2.3 Hernia skrotalis
2.3.1 Definisi
Hernia Skrotalis adalah hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui
anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika
inferior kemudian hernia masuk dari anulus ke dalam kanalis dan jika panjang
menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternum dan sampai ke skrotum.13
2.3.2 Klasifikasi
Menurut sifat atau keadaannya, hernia dibedakan menjadi:13
1. Hernia Reponibel
Disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat kembali ke dalam rongga perut
dengan sendirinya. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi
jika berbaring atau didorong masuk ke perut, tidak ada keluhan nyeri ataupun
gejala obstruksi usus.
2. Hernia Ireponibel
Disebut hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke
dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia. Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda
sumbatan usus.
3. Hernia Inkarserata
Disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
Akibatnya, terjadi gangguan pasase seperti muntah, tidak bisa flatus maupun
buang air besar. Secara klinis, hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk
hernia ireponibel dengan gangguan pasase.
4. Hernia Strangulat
Disebut hernia strangulata bila telah terjadi gangguan vaskularisasi. Pada
keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan
dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai
nekrosis.
2.3.3 Etiologi
Etiologi hernia sebagai berikut:13
a) Kongenital adalah penyebab hernia yang terjadi sejak lahir karena
disebabkan adanya defek pada suatu rongga
b) Didapat
Usia, obesitas, kelemahan umum, lansia, tekanan intra abdominal yang
tinggi dalam waktu yang lama missal batuk kronis, gangguan proses
kencing, kehamilan, mengejan saat miksi, mengejan saat defeksi, pekerjaan
mengangkat benda berat.
2.3.4 Patogenesis
Hernia skrotalis terjadi karena adanya sebagian isi rongga abdomen,
dalam hal ini usus yang masuk ke dalam skrotum. Hernia keluar dari rongga
peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis
inguinalis, dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari annulus inguinalis
ekternus. Apabila hernia inguinalis lateralis berlanjut, tonjolan akan sampai ke
skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada dalam muskulus
kremaster terlatak anteromedial terhadap vas deferen dan struktur lain dalam
funikulus spermatikus. Pada anak hernia inguinalis lateralis disebabkan oleh
kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum
sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum.14
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis
tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi
penonjolan peritoneum yang disebut prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi
yang sudah lahir, umumnya prosesus ini sudah mengalami obliterasi sehingga
isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa
hal, sering kali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun lebih dahulu
maka kanalis kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal kanalis yang
terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.15 Bila prosesus terbuka terus
(karena tidak mengalami obliterasi), akan timbul hernia inguinalis kongenital.
Pada orang tua, kanalis tersebut telah menutup namun karena lokus minoris
resistensie maka pada keadaan yang menyebabkan peninggian tekanan intra
abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia
inguinalis lateralis akuisita.14
2.3.5 Manifestasi klinis
Pada hernia yang reponibel bisa saja tidak ditemukan gejala apapun
termasuk penonjolan pada lokasi hernia, sedangkan pada hernia ireponibel
penonjolan jelas terlihat pada lokasi hernia akan tetapi tidak menimbulkan
keluhan seperti nyeri dan defans muskular. Pada hernia inkarserata, tampak
penonjolan pada lokasi hernia dengan disertai rasa nyeri dan tanda-tanda
obstruksi saluran cerna seperti muntah, sulit flatus, sulit buang air besar, dan
peningkatan bising usus. Pada hernia strangulata tampak gejala seperti pada
hernia inkarserata namun pasien tampak lebih toksik. Keadaan toksik ini
kemungkinan disebabkan oleh isi hernia yang telah mengalami iskemia atau
bahkan nekrosis.15
2.3.6 Diagnosis
Pada inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha,
skrotum atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan
atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat.
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, di raba konsistensinya
dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan
tereposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak. Cincin
hernia dapat diraba, dan berupa anulus inguinalis yang melebar Gambaran klinis
yang penting dalam penilaian hernia inguinalis meliputi tipe, penyebab, dan
gambaran. Hernia inguinais direct, isi hernia tidak terkontrol oleh tekanan pada
cincin internal, secara khas menyebabkan benjolan ke depan pada lipat paha,
tidak turun ke dalam skrotum. Hernia inguinalis indirect, isi hernia dikontrol
oleh tekanan yang melewati cincin internal, seringkali turun ke dalam
skrotum.16
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena
keluar dari rongga peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang terletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam
kanalis inguinalis, dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari annulus
inguinalis ekternus. Apabila hernia inguinalis lateralis berlanjut, tonjolan akan
sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada dalam
muskulus kremaster terlatak anteromedial terhadap vas deferen dan struktur lain
dalam funikulus spermatikus. Pada anak hernia inguinalis lateralis disebabkan
oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum
sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum.16
2.3.7 Tatalaksana
Tata laksana untuk pengobatan hernia inguinalis adalah:17
1. Prinsip Pengobatan Operative pada Hernia Inguinalis
Sebelum tindakan operasi pada pasien hernia, terlebih dahulu juga harus
memperbaiki faktor yang memperburuk hernia (batuk kronis, obstruksi
prostat, tumor kolon, ascites.17
2. Pemakaian Sandat ( “truss” )
Alat ini baru digunakan bagi pasien - pasien yang usianya amat lanjut atau
yang keadanya lemah. Salah satu tipe sandat terdiri atas pegas yang kuat dan
bantalan yang diletakkan pada leher hernia sehingga leher tersebut selalu
tertutup oleh tekanan setelah isi hernia dikembalikan ke tempatnya
(direposisi).
3. Pembedahan
Leher hernia ditutup dengan penjahitan dan kantongnya dieksisi. Jaringan
yang teregang diperbaiki dengan salah satu dari banyak bahan yang tersedia.
4. Herniotomi
Eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.
5. Herniografi
Memperbaiki defek- perbaikan dengan pemasangan jarring ( mesh ) yang
biasa dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukan melalui bedah
terbuka atau laparoskopik.
5. Penatalaksanaan
1) Nilai hernia
Untuk keparahan gejala, risiko komplikasi ( tipe, ukuran leher hernia ),
kemudahan untuk perbaikan ( lokasi, ukuran ), kemungkinan berhasil (
ukuran, banyaknya isi perut kanan yang hilang ).
3) Nilai pasien
Untuk kelayakan operasi, pengaruh hernia terhadap gaya hidup ( pekerjaan,
hobi).
3) Perbaikan dengan bedah biasanya ditawarakan pada pasien – pasien dengan:
a. Hernia dengan resiko komplikasi apapun gejalanya
b. Hernia dengan adanya gejala – gejala obstruksi sebelumnya
c. Hernia dengan resiko komplikasi yang rendah namun dengan gejla yang
mengganggu gaya hidup, dan sebagainya.
2.3.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi karena hernia skrotalis adalah terjadi hernia
inkarserata, yaitu terjepitnya usus yang masuk ke dalam kantung hernia oleh
cincin hernia, sehingga terjadi obstruksi usus dan strangulasi usus. Hal ini
berbahaya karena dapat mengganggu sistem pencernaan serta adanya resiko
infeksi akibat perforasi usus.18
2.4 Batu saluran kemih
2.4.1 Proses pembentukan
Secara pasti etiologi batu saluran kemih belum diketahui dan sampai
sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh untuk terjadinya batu
saluran kemih, yaitu:
1) Teori Fisiko Kimiawi
Prinsip teori ini yaitu terbentuknya batu saluran kemih karena adanya proses
kimia, fisiko maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui
terjadinya batu di dalam sistem pielokaliks ginjal sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi bahan pembentuk batu dalam tubulus renalis. Berdasarkan
faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu sebagai berikut:
a) Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu
merupakan dasar terpenting dan merupakan prasyarat untuk terjadinya
presipitasi (pengendapan). Apabila kelarutan suatu produk tinggi
dibandingkan titik endapnya, maka terjadi supersaturasi sehingga
menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk
batu.16 Supersaturasi dan kristalisasi terjadi bila ada penambahan yang
bisa mengkristal dalam air dengan pH dan suhu tertentu, sehingga suatu
saat terjadi kejenuhan dan selanjutnya terjadi kristal. Bertambahnya
bahan yang dapat mengkristal yang disekresikan oleh ginjal, maka pada
suatu saat akan terjadi kejenuhan sehingga terbentuk kristal.20
b) Teori matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan
mitochondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu
oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut
dan berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti
sarang laba-laba yang berisi protein 65%, Heksana10%, Heksosamin 2-
5% sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang sebabkan batu
makin lama makin besar. Matrik tersebut merupakan bahan yang
merangsang timbulnya batu.21
c) Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain
yang berbeda sehingga cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan yang paling sering yaitu
kristal kalsium oksalat menempel pada krital asam urat yang ada 1,33.21
d) Teori Infeksi
Batu struvit disebut juga batu infeksi mempunyai komposisi magnesium
amonium fosfat. Terjadinya batu jenis ini dipengaruhi pH air kemih ≥7,2
dan terdapat amonium dalam air kemih, misalnya pemecah urea (urea
splitting bacteria). Urease yang terbentuk akan menghidrolisa urea
menjadi karbon dioksida dan ammonium. Akibat reaksi ini maka pH air
kemih akan naik lebih dari 7 dan terjadi reaksi sintesis amonium yang
terbentuk dengan molekul magnesium dan fosfat menjadi magnesum
amonium fosfat (batu struvit). Bakteri penghasil urease sebagian besar
Gram negatif yaitu golongan proteus, klebsiela, providensia dan
pseudomonas. Ada juga bakteri gram positif yaitu stafilokokus,
mikrokokus dan korinebakterium serta golongan mikoplasma, seperti T
strain mikoplasma dan ureaplasma urelithikum.20,22
2) Teori vaskuler
Pada penderita batu saluran kemih sering didapat adanya penyakit hipertensi
dan kadar kolesterol darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori
vaskuler untuk terjadinya batu saluran kemih.22
a) Hipertensi
Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan
pada orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal
sebanyak 52%. Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal
berbelok 180 dan aliran darah berubah dari aliran laminer menjadi
turbulensi. Pada penderita hipertensi aliran turbulen ini berakibat
penendapan ion-ion kalsium papilla (Ranall’s plaque) disebut juga
perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu.23,24
b) Kolesterol
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui
glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran
kolesterol tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium
oksalat dan kalsium fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi
klinis.23,24
2.4.2 Klasifikasi
Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih
dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui
adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan
sistin.19
a. Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu
sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai
dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya
dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua
unsur tersebut.Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar
kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi.
Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:
a) Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/
hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
b) Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu
batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
b. Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien
biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang
lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat
meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah.
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran
besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini
adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90%
akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah
urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20% pada
penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-
laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium
dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak
sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari
fosfat.
d. Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi
kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine
berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan
dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh,
pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat
batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena imobilitas.
Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan
pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein
hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.
2.5 Jelaskan mengenai
2.5.1 ISK atas
Presentasi klinis infeksi saluran kemih bawah tergantung dari gender:25
a. Perempuan
1. Sistisis
Sistisis adalah presentasi klinik infeksi kandung kemih disertai
bakteriuria bermakna.
2. Sindrom uretra akut (SUA) Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis
sistisis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan
sistisis bakterialis
b. Laki-laki
Presentasi klinis infeksi saluran kemih pada laki-laki mungkin sistitis,
prostatitis, epidimidis dan uretritis. Infeksi saluran kemih atas terbagi
menjadi 2, yaitu :25
1. Pielonefritis akut (PNA) , Pielonefritis akut adalah proses inflamasi
parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri.
2. Pielonefritis kronis (PNK), Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut
dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.
Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa
bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim
ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik.
Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti
demam, susah buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria terminal),
sering buang air kecil, kadang-kadang merasa panas ketika berkemih, nyeri
pinggang dan nyeri suprapubik.26
2.5.2 Uretherolitiasi
Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus
urinarius. Kalkuli yang ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan kasus
ini paling sering ditemukan. Jika kalkuli ditemukan pada ureter dan vesica
27,28
urinaria sebagian besar berasal dari ginjal. Urolitiasis adalah penyebab
umum adanya keluhan ditemukan darah dalam urin dan nyeri di abdomen,
pelvis, atau inguinal. Urolitiasis terjadi pada 1 dari 20 orang pada suatu waktu
dalam kehidupan mereka.27
Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena
dasar. Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk
batu, termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau benda asing dapat
bertindak sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh
membentuk struktur kristal mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk memunculkan
gejala saat mereka membentur ureter waktu menuju vesica urinaria. Fenomena
kedua, yang kemungkinan besar berperan dalam pembentukan kalkuli kalsium
oksalat, adalah adanya pengendapan bahan kalkuli matriks kalsium di papilla
renalis, yang biasanya merupakan plakat Randall (yang selalu terdiri dari
kalsium fosfat). Kalsium fosfat mengendap di membran dasar dari Loop of
Henle yang tipis, mengikis ke interstitium, dan kemudian terakumulasi di ruang
subepitel papilla renalis. Deposit subepitel, yang telah lama dikenal sebagai plak
Randall, akhirnya terkikis melalui urothelium papiler. Matriks batu, kalsium
fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap diendapkan pada substrat untuk
membentuk kalkulus pada traktus urinarius.27
Ureter juga dibagi menjadi 3 bagian secara radiologis yaitu ureter
proximal yang dimulai dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum ureter media
yang meliputi batas atas sakrum sampai batas bawah sacrum dan ureter distal
yang dimulai dari bawah sacrum sampai masuk ke kandung kemih pada semua
lokasi ureter ini dapat menimbulkan manifestasi klinik berupa nyeri kolik akibat
peristaltic ureter yang mengeluarkan batu. pada ureter proksimal diikuti oleh
nyeri abdomen atas pada ureter media diikuti nyeri abdomen depan sedangkan
pada ureter distal diikuti dengan nyeri pinggang nyeri abdominal depan disuria
dan urinary frequency.Pada ureter bagian proksimal: nyeri menyebar ke regio
flank atau area lumbar.28
2.5.3 Vesikolitiasis10
a. Definisi
Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi
(misalnya pada pasien hyperplasia prostat, striktura uretra, divertikel buli–
buli atau buli–buli neurogenik) atau terdapat benda asing di buli–buli
(misalnya kateter yang terpasang pada buli–buli dalam waktu yang lama,
adanya benda asing yang secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam buli–
buli sering kali menjadi inti batu). Selain itu, batu ginjal atau ureter yang
turun ke buli–buli dapat juga menjadi batu buli–buli (misalnya pada anak–
anak yang kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare).
b. Gejala klinis
Gejala khas, yaitu berupa gejala iritasi seperti nyeri pada saat miksi/
disuria hingga stranguria, perasaan tidak enak sewaktu kencing dan kencing
tiba – tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan
posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi sering dirasakan (refered pain) pada
ujung penis, skrotum, perineum, pinggang sampai kaki. Pada anak
seringkali mengeluh adanya enuresis nokturna, di samping sering menarik–
narik penisnya (pada laki-laki) atau menggosok vulva (pada perempuan).
Jika terjadi infeksi dapat ditemukan tanda–tanda sistitis dan kadang–kadang
terjadi hematuri.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya nyeri tekan suprasimpisis
karena infeksi atau teraba urine yang banyak (retensi). Pada batu yang
ukurannya besar dapat diraba secara bimanual dan pada pria dengan usia dia
atas 50 tahun dapat ditemukan pembesaran prostat.
c. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan foto polos abdomen batu buli–buli tidak tampak
sebagai bayangan opak pada kavum pelvis, karena komposisi batu buli–buli
terdiri atas asam urat atau struvit (jika penyebabnya infeksi). Pemeriksaan
IVP pada fase sistogram memberikan gambaran sebagai bayangan negatif.
Pemeriksaan USG dapat digunakan untuk mendeteksi batu radiolusen pada
buli–buli.
2.5.4 Hemoroid
Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna.Hemoroid interna
adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis mukokutan
dan ditutupi oleh mukosa.Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di
dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering hemoroid
terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan ( jam 7 ), kanan belakang
(jam 11), dan kiri lateral (jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara
ketiga letak primer tesebut.29,30
Hemoroid ekstern merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid
inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah
epitel anus. Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus saling
berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali
bermula dari rectum sebelah bawah dan anus.Pleksus hemoroid intern
mengalirkan darah ke v.hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta.
Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melelui
daerah perineum dan lipat paha ke v.iliaka.29,30
a. Klasifikasi
Secara klinis, hemoroid interna dibagi atas 4 derajat:29,30
1. Hemoroid interna derajat I. Merupakan hemoroid stadium awal.
Hemoroid hanya berupa benjolan kecil didalam kanalis anal pada saat
vena-vena mengalami distensi ketika defekasi.
2. Hemoroid interna derajat II. Hemoroid berupa benjolan yang lebih
besar, yang tidak hanya menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga turun
kearah lubang anus. Benjolan ini muncul keluar ketika penderita
mengejan, tapi secara spontan masuk kembali kedalam kanalis anal bila
proses defekasi telah selesai.
3. Hemoroid interna derajat III. Benjolan hemoroid tidak dapat masuk
kembali secara spontan. Benjolan baru masuk kembali setelah
dikembalikan dengan tangan ke dalam anus.
4. Hemoroid interna derajat IV. Hemoroid yang telah berlangsung sangat
lama dengan bagian yang tertutup kulit cukup luas, sehingga tidak dapat
dikembalikan dengan baik ke dalam kanalis anal.
Gambar. Stadium hemoroid29,30

Sedangkan hemoroid eksterna merupakan pelebaran pleksus hemoroidalis


inferior, terletak di sebelah bawah linea dentata, pada bagian yang dilapisi oleh
kulit.Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik.29,30
1. Hemoroid eksterna akut. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan
pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Bentuk ini sering
sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.
2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag, berupa satu atau lebih
lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit
pembuluh darah.
b. Faktor Resiko
a) Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
b) U m u r : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
c) Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis.
d) Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
e) Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan
intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun
dan sering mengejan pada waktu defekasi.
f) Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh
karena ada sekresi hormone relaksin.
g) Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
penderita sirosis hepatis.30
c. Manifestasi Klinis29,30
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada
hubungannya dengan gejala rektum atau anus yang khusus.Nyeri yang hebat
jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul
pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis.
Perdarahan dapat terjadi pada grade 1-4. Perdarahan merupakan penentu
utama hemoroid pada grade 1. Perdarahan pada hemoroid berhubungan
dengan proses mengejan. Ini menjadi pembeda dengan perdarahan yang
diakibatkan oleh hal lain. Pada pasien hemoroid darah keluar bila pasien
mengejan dan berhenti bila pasien berhenti mengejan, sedangkan perdarahan
karena sebab lain tidak mengikuti pola tersebut. Perdarahan umumnya
merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh faeces
yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur
dengan faeces, dapat hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih
sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet
menjadi merah.
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol
keluar menyebabkan prolaps.Benjolan atau prolaps terjadi pada grade 2-
4.Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan
disusul reduksi spontan setelah defekasi.Pada stadium yang lebih lanjut,
hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk
kembali ke dalam anus.29,30
Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami
prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi.Keluarnya mukus dan
terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang
mengalami prolaps menetap.Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa
gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban
yang terus menerus dan rangsangan mukus.Nyeri hanya timbul apabila
terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang.8 Gejala-gejala anemi
sekunder, dapat berupa sesak nafas bila bekerja, pusing bila berdiri, lemah,
pucat.29,30
d. Patofisiologi29,30
Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu
risiko untuk terjadinya hemorrhoid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu
beristirahat akan menurunkan venous return sehingga vena membesar dan
merusak jar. ikat penunjang Kejadian hemorrhoid diduga berhubungan dengan
faktor endokrin dan usia.
Hubungan terjadinya hemorrhoid dengan seringnya seseorang mengalami
konstipasi, feses yang keras, multipara, riwayat hipertensi dan kondisi yang
menyebabkan vena-vena dilatasi hubungannya dengan kejadian hemmorhoid
masih belum jelas hubungannya.
Hemorhoid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis
superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang
terletak pada colllum analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat pasien
dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid
interna diduga kelemahan kongenital dinding vena karena sering ditemukan
pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior merupakan bagian
paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Jadi berat kolom
darah vena paling besar pada vena yang terletak pada paruh atas canalis ani.
Disini jaringan ikat longgar submukosa sedikit memberi penyokong pada
dinding vena. Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat oleh kontraksi
lapisan otot dinding rectum selama defekasi. Konstipasi kronik yang dikaitkan
dengan mengedan yang lama merupakan faktor predisposisi. Hemoroid
kehamilan sering terjadi akibat penekanan vena rectalis superior oleh uterus
gravid. Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat menyebabkan
hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga menghambat vena rectalis
superior.
Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis
(hemorroidalis) inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus.
Hemorroid ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan hemorroid interna
yang sudah ada. Keadaan klinik yang lebih penting adalah ruptura cabang-
cabang v. rectalis inferior sebagai akibat batuk atau mengedan, disertai adanya
bekuan darah kecil pada jaringan submukosa dekat anus. Pembengkakan kecil
berwarna biru ini dinamakan hematoma perianal.
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan
secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula
dari rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan
darah ke v. hemoroid superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus
hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah
perineum dan lipat paha ke daerah v. Iliaka. Benjolan atau prolaps terjadi pada
grade 2-4.
e. Diagnosis29,30
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras,
yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien
sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi
peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini
dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal.
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang
ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta
mengejan.
Pemeriksaan Fisik29,30
a. Inspeksi
Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah jaringan /
tonjolan yang muncul.
b. Palpasi
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat
diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya
tidak nyeri.Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid
sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada
perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.Pemeriksaan colok dubur
ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.30
c. Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat
kuadran.Penderita dalam posisi litotomi.Anoskop dan penyumbatnya
dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
penderita disuruh bernafas panjang.Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya,
letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan
tumor ganas harus diperhatikan.30,31
d. Proktosigmoidoskopi
Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh
proses radang atau keganasan di tingkat yang lebih tinggi, karena
hemorrhoid merupakan keadaan yang fisiologis saja ataukan ada tanda
yang menyertai.
f. Diagnosis Banding
Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang
juga terjadi pada :29,30
1. Karsinoma kolorektum
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitis ulserosa
Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan.Foto barium kolon dan
kolonoskopi perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan
gejala penderita. Prolaps rektum juga harus dibedakan dari prolaps
mukosa akibat hemoroid interna.30
g. Penatalaksanaan29,30
a) Non Invasive Treatment
Terapi obat-obatan (medikamentosa) / diet
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat
kedua dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat
tentang makan.Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi
seperti sayur dan buah-buahan.Makanan ini membuat gumpalan isi usus
besar, namun lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi
keharusan mengejan berlebihan. Pasien juga harus mendapat edukasi
agar jangan mengedan terlalu lama, membiasakan selalu defekasi,
jangan ditunda, dan minum air putih 8 gelas sehari.29,30

2.6 Pemeriksaan fisik dan penunjang pada kasus ?32


a. Rectal Touche, pemeriksaan ini untuk mengetahui bentuk dari prostat
apakah ada perubahan dari bentuk normal atau tidak, mengetahui kekuatan
tonus spinchter ani, kondisi ampula rekti, serta ada atau tidaknya massa
pada rektum.
b. Pemeriksaan skrotum, untuk memastikan apakah hernia yang masuk ke
skrotum tersebut apakah bagian dari usus atau bukan. Gerak peristaltik dan
adanya gas menunjukan adanya usus.
c. USG abdominal, untuk melihat keaadan traktus urinari. Adanya accoustic
shadow menunjukan adanya massa yang kras yang dicurigai adalah batu.
d. Urinalis, untuk memeriksa fungsi ginjal, adanya bahan residu urin yang
tidak seharusnya ada menjadi tanda adanya gangguan fungsi ginjal atau
saluran kemih.
e. Darah, pemeriksaan darah untuk mengetahui kandungan darah akan bahan-
bahan residu yang berlebih.

2.7 Hubungan demam dengan kasus?


Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat
pirogen sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen.
Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti
mikroorganisme dan toksin. Sedangkan pirogen endogen merupakan pirogen
yang berasal dari dalam tubuh meliputi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-
6), dan tumor necrosing factor-alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen
endogen adalah monosit, limfosit dan neutrophil.33
Gejala BPH dapat digolong kan menjadi dua, ebstruktif dan iritatif. Gejala
obstruktif meliputi hesitancy, pancaran kencing lemah (loss of force), pancaran
kencing terputus-putus (intermitency), tidak lampias saat selesai berkemih
(sense of residual urine), rasa ingin kencing lagi sesudah kencing (double
voiding) dan keluarnya sisa kencing pada akhir berkemih (terminal dribbling).
Gejala BPH pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain
nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
Jadi demam yang terjadi pada pasien dapat disebabkan karena infeksi yang
terjadi.34
2.8 Interpretasi data tambahan

Pemeriksaan Hasil Interpretasi


penunjang
Tampak benjolan pada daerah Terdapat
anus pada jam 7 dan jam 9, hemorroid
benjolan sebesar kacang,
konsistensi kenyal, kompresibel,
TSA (Tonus sphincter ani)
cukup, ampula rekti tidak
HASIL RECTAL
kolaps, mukosa licin, tumor (-)
TOUCHE
Prostat: teraba, konsistensi Pembesaran
kenyal, permukaan licin, sulcus prostat
medianus menghilang, ukuran
laterolateral 5 cm
Sarung tangan: feces (+), darah Normal
(-), lendir (-)
HASIL Hb: 9 gr% Anemia
LABORATORIUM ringan
Leukosit: 14.000 Peningkatan
jumlah
leukosit
Darah
Ureum: 89 Peningkatan
kadar ureum
Creatinine: 1,9 Peningkatan
kadar
kreatinin
Urin Darah (+++) Ada darah
dalam urin
atau hematuria
Epitel (++++)
Protein urin (+) Adanya
protein dalam
urin.
Kemungkinan
disfungsi
filtrasi oleh
glomerulus
HASIL FOTO THORAX Cardiomegali ringan
Volume prostat 70 cc, adanya Pembesaran
gambaran irregular pada dinding prostat,
vesika urinaria, tampak acustic vesicolithiasis,
shadow pada daerah adanya massa
HASIL USG
ureterproksimal dan vesika pada ureter
ABDOMINAL
urinaria, tampak hidroureter proksimal dan
sinistra dan hidronefrosis grade vesika
II urinaria,
dilatasi
Tampak gambaran massa yang Hernia
HASIL USG TESTIS curiga berasal dari rongga skrotalis
abdominal
BAB III
KESIMPULAN

Pasien laki - laki 75 tahun mengalami retensi urin dikarenakan BPH,


disertai dengan Urolithiasis dan infeksi, serta ada riwayat hemorrhoid dan
hernia skrotalis. Tatalaksana yang harus dilakukan segera adalah pemasangan
kateter.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartono, K. M., Ariani, M. D., & Wibowo, D. A. Pengaruh Pemberian Kopi


Terhadap Motilitas Spermatozoa Tikus Wistar Yang Dipapar Sinar
Ultraviolet (Doctoral dissertation, Diponegoro University); 2016
2. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Organ – Organ Dalam.
Edisi 23. Jakarta: EGC; 2012
3. Setiati, Siti.,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 6. Jilid II. Jakarta :
InternaPublishing; 2015
4. Basuki B. Purnomo. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : CV Sagung Seto; 2000.
5. Saputra L. Harrison manual kedokteran. Tangerang: Karisma; . 2009
6. Gravas S, Bachmann A, Descazeaud A, et al. Guidelines on the
Management of Non--‐Neurogenic Male Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS), incl. Benign Prostatic Obstruction (BPO). European Association of
Urology; 2014.
7. Gerber GS, Brendler CB. Evaluation of the Urologic Patient: History, Physical
Examination, and Urinalysis. In: Campbell--‐Walsh Urology. 10th Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders 2012
8. Kapoor A. Benign prostatic hyperplasia (BPH) management in the primary
care setting. Can J Urol. 2012.
9. McVary KT, Roehrborn CG, Avins AL, Barry MJ, Bruskewitz RC, Donnell
RF, et al. Update on AUA guideline on the management of benign
prostatic hyperplasia. J Urol. 2011
10. Arifputra A, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius. 2014.
11. Setiati, Siti.,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 6. Jilid II. Jakarta :
InternaPublishing; 2015
12. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). Panduan penatalaksanaan (Guidelines)
benign prostatic hyperplasia (BPH) di Indonesia. Surabaya; 2003
13. Sjamsuhidajat, R, de Jong Wim, (ed). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC;
2010.
14. Öberg S, Andresen K, Rosenberg J. Etiology of Inguinal Hernias: A
Comprehensive Review. Front Surg. 2017 Sep 22;4:52. doi:
10.3389/fsurg.2017.00052. PubMed PMID: 29018803; PubMed Central
PMCID: PMC5614933.
15. Permadi A. Hernia Scrotalis Reponibel Dextra. [cited 2019 Apr 9]; Available
from:https://www.academia.edu/13403312/Hernia_Scrotalis_Reponibel_Dextra
16. Hesse, Alrecht; Goran tiselius, Hans: Jahnen, Andre: Urinary Stone Diagnosis,
Treatment and Prevention of Recurrence: 2nd edition. 2002.
17. Grace PA, Neil RB. At a Glance Ilmu Bedah . Alih Bahasa dr. Vidia Umami.
Editor Amalia S. Edisi 3. Jakarta: Erlangga; 2006.
18. HerniaSurge Group. International guidelines for groin hernia management.
Hernia. 2018;22(1):1-165. doi: 10.1007/s10029-017-1668-x. Epub 2018 Jan 12.
PubMed PMID: 29330835; PubMed Central PMCID: PMC5809582.
19. Warli MH. Karakteristik Pasien Batu Saluran Kemih yang Dilakukan Tindakan
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) di RSUP Haji Adam Malik
Medan Tahun 2012. 2013.
20. Menon M, Resnick, Martin I. Urinary Lithiasis: Etiologi and Endourologi, in:
Chambell’s Urology, 8th ed, Vol 14, W.B. Saunder Company, Philadelphia,
2002: 3230-3292.
21. Soepriatno AT dan Rifki Muslim Pola Penderita Batu Saluran Kencing di
RSUP Dr.Kariadi Tahun 1996-1998 Naskah lengkap MABI XII ,Jakarta 1999.
22. Drach, george W. Urinary lithiasis, in Chambell’s Urologu, 5th ed.WB.
Saunders Co. Philadelphia. 1996: 1094-1172.
23. Stoler, M; Maxwell VM; Harrison, AM; Kane, JP. The Primary Stone Event: A
New Hypotesis Involving a Vasculer Etiology. J.Urol.2004. 171(5):1920-1924.
24. Kim, SC; Coe, FL; Tinmouth W et al. Stone Formatioan Proortion to Papier
Surface Coverage by Randall’s Plaque. J. Urol. 2005, 173(1): 117.
25. Sukandar E. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran/RS Dr. Hasan Sadikin Bandung; 2006.
26. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/Menkes/Per/XII/2011, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
27. Wardana, I. Nyoman Gede. "Bagian Anatomi Fk Unud Universitas Udayana
Denpasar." 2017
28. Hidayah,I.D."Hubungan Lokasi Batu Ureter Dengan Manifestasi Klinis Pada
Pasien Ureterolithiasis Di Rskb An Nur Yogyakarta." 2013
29. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep – konsep Klinis
Proses Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Hal: 467
30. Nelson, Heidi MD., Roger R. Dozois, MD., Anus, in Sabiston Text Book of
Surgery, Saunders Company, Phyladelphia 2001
31. Purnomo, BB. Dasar-dasar Urologi ed. 2. Sagung Seto. Jakarta, 2003. hal 57- 68
32. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. Hal: 672 – 675
33. Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.Jakarta:
EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340
34. Kirby, Roger, dkk. Shared care for Prostatic Diseases. Oxford: Isis Medical
Media. 1995

Anda mungkin juga menyukai