DIAJUKAN TANGGAL :
JUNI 2016
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI LAKI 59 TAHUN DENGAN RUPTUR VESIKA URINARIA
DAN RUPTUR URETHRA POSTERIOR
Oleh :
dr. Maria Goretti Agni Darumurti
Pembimbing :
dr. Titik Yuliastuti, Sp Rad
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.ii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
BAB III
BAB IV
2.2
2.3
2.4
LAPORAN KASUS..16
3.1
Identitas Penderita.16
3.2
3.3
Pemeriksaan Fisik..17
3.4
3.5
Diagnosis20
3.6
Penatalaksanaan.21
PEMBAHASAN...22
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
Dari semua trauma yang ada di Unit Gawat Darurat, 10 % diantaranya merupakan cedera
sistem urogenital. Kebanyakan dari trauma tersebut terabaikan dan sulit untuk didiagnosis dan
memerlukan keahlian diagnosis yang baik. Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah
komplikasi lanjut dan gejala sisa jangka panjang yang serius. Pasien dengan kelainan striktur
urethra sekunder akibat peristiwa traumatik jika tidak dikelola dengan baik, cenderung memiliki
masalah berkemih yang signifikan dan berulang serta membutuhkan intervensi lebih lanjut. 1,2
Pria dan wanita yang mengalami trauma traktus urinarius bagian bawah biasanya dengan
cara yang berbeda. Pada wanita sering berhubungan dengan kasus obstetri, jarang karena trauma
fisik. Sedangkan trauma traktus urinarius bagian bawah pada pria biasanya karena trauma fisik
dan dapat menyebabkan berbagai macam ruptur, seperti : (A) ruptur vesika urinaria
intraperitoneal, (B) ruptur vesika urinaria ekstraperitoneal, (C) ruptur urethra posterior, (D)
ruptur urethra pars membranosa, (E) ruptur urethra pars bulbosa, dan (F) ruptur penil urethra.
Urethra pars prostatika terlindungi oleh prostat sehingga jarang ruptur. 1,2,3,4
Trauma tumpul pada abdomen bagian bawah dapat menyebabkan ruptur vesika urinaria
intraperitoneal . Fraktur pelvis dapat menyebabkan ruptur vesika urinaria ekstraperitoneal dan
ruptur urethra pars membranosa. Trauma pada perineum dan urethra dapat menyebabkan ruptur
urethra pars membranosa, ruptur urethra pars bulbosa, dan ruptur urethra pars penil. Pria dapat
mengalami lebih dari satu organ yang ruptur, sering terjadi kombinasi ruptur vesika urinaria
ekstraperitoneal dan ruptur urethra posterior. Luka tembus dapat menyebabkan trauma di setiap
bagian traktus urinarius. 1,2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berjalan dari vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan urin keluar tubuh. Urethra merupakan
saluran fibromuskular yang berawal di leher vesika urinaria dan menyalurkan urin ke bagian
luar tubuh. Lapisan luminal urethra merupakan suatu membran mukosa pelindung, dimana
terdapat glandula urethral yang menghasilkan musin. Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan: 1)
3
Lapisan otot polos merupakan kelanjutan otot polos dari vesika urinaria. Mengandung jaringan
elastis dan otot polos. 2) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan
saraf. 3) Lapisan mukosa. 1,2,3,6
Urethra pars
prostatika panjangnya sekitar 1,25 inchi (3 cm) dan berjalan melalui prostat dari dasar ke apeks.
Merupakan bagian urethra yang terlebar . Urethra pars membranosa panjangnya sekitar 0,5 inchi
(1,25 cm) dan terletak di dalam diafgrama urogenital, di kelilingi oleh otot sphincter urethra dan
otot perineal. Urethra pars bulbar (proksimal) dan penil (distal) panjangnya sekitar 6 inchi (15,75
cm). Bagian urethra yang terletak dalam glans penis yang melebar membentuk fossa terminalis
(fossa navicular).1,2,4,6
Secara radiologis, urethra pria dapat di bagi menjadi bagian posterior dan bagian anterior.
Urethra posterior terdiri dari prostatika dan membranosa, sedangkan urethra anterior terdiri dari
bulbosa dan penil.1,2,4,5,6
Pada urethra laki-laki, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari arteri vesikalis
inferior dan arteri rektalis media. Urethra pars membranosa diberi suplai darah dari cabangcabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis. Aliran darah venous menuju pleksus
venosus prostatikus dan ke vena pudenda interna. Aliran limfe dari urethra pars prostatika dan
pars membranosa dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe yang berjalan mengikuti vasa pudenda
interna menuju ke lymphonodus iliaka interna (sebagian besar) dan ke lymphonodus iliaka
eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari urethra pars spongiosa, sebagian besar dibawa
menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar dibawa menuju ke lymphonodus
iliaka interna. 7
Urethra laki-laki, pars prostatika menerima persarafan dari pleksus nervosus prostatikus.
Urethra pars membranosa dipersarafi oleh nervus kavernosus penis, pars bulbosa dipersarafi
oleh pleksus nervosus vesikalis dan pleksus nervosus uretrovaginalis, pars penil dipersarafi oleh
nervus pudendus. 7
2.3 TRAUMA VESIKA URINARIA
Trauma pada vesika urinaria dapat terjadi karena trauma tumpul, trauma tembus atau
trauma iatrogenik. Gejala klinis trauma vesika urinaria biasanya tidak spesifik. Nyeri pada
suprapubis dan hematuria sering dijumpai pada trauma vesika urinaria. Frekuensi berkemih
sering tidak menjadi gejala klinis.5
Pemeriksaan radiologis yang sering dilakukan pada kasus trauma vesika urinaria adalah
sistografi retrograde. Pemeriksaan ini memerlukan cairan kontras yang telah diencerkan (30 %)
kurang lebih dengan volume 300 ml. Akurasi dari sitografi untuk mendiagnosis ruptur vesika
5
urinaria 85 100 %. False negative pemeriksaan sistografi ditemui pada pasien yang telah
sembuh dari ruptur vesika urinaria. Pemeriksaan CT sistografi sekarang sering digunakan untuk
evaluasi trauma vesika urinaria. Prosedur pemeriksaan CT sistografi adalah dengan pengisian
vesika urinaria dengan media kontras yang telah diencerkan (3%-5%). CT sistografi digunakan
untuk membandingkan dengan hasil sistografi retrograde konvensional. Pemeriksaan ruptur
vesika urinaria dengan pengisian media kontras dimulai saat ekskresi media kontras, oleh karena
itu pemeriksaan CT sistografi sangat tidak adekuat untuk menilai ruptur vesika urinaria.5
Kejadian trauma tumpul pada vesika urinaria sekitar 10 % pada pasien yang menderita
fraktur pelvis. Trauma tumpul pada vesika urinaria dapat dikelompokkan menjadi :
Tipe I
Pada trauma kontusi (tipe I) tampak sebagai ekimosis di dinding vesika urinaria, pemeriksaan
sistografi memberikan gambaran normal. Pemeriksaan sistografi dapat ditegakkan setelah
menyingkirkan hematuria pasca trauma pelvis.
: ruptur intraperitoneal
Ruptur vesika urinaria intraperitoneal (tipe II) merupakan 1/3 kejadian tersering. Biasanya terjadi
pada keadaan vesika urinaria yang penuh pada saat terjadi trauma dan terjadi kelemahan pada
dome vesika urinaria yang berbatasan dengan peritoneum. Kejadian ini 25 % tidak berhubungan
dengan fraktur pelvis. Pada pemeriksaan CT dan konvensional sistografi tampak media kontras
di dalam paracolic gutters dan tampak menyelubungi organ intraabdomen dan loop usus.
Ruptur vesika urinaria interstisial (tipe III) biasanya terjadi karena perforasi yang tidak sempurna
pada lapisan serosa dari vesika urinaria. Pada pemeriksaan sistografi kerusakan lapisan mural
akan tampak jelas dan tidak tampak ekstravasasi media kontras. Kejadian ini sangat jarang
terjadi.
Tipe IV
: ruptur ekstraperitoneal
Ruptur vesika ekstraperitoneal berhubungan erat dengan trauma pelvis ataupun diastasis simfisis
pubis. Pada pemeriksaan sistografi tampak ekstravasasi media kontras pada perivesika, pelvis,
scrotum, penis atau perineum.
Tipe V
Ruptur vesika urinaria kombinasi (Tipe V) merupakan gabungan dari ruptur intraperitoneal dan
ekstraperitoneal. Kejadian ini 0,5 % disertai oleh fraktur pelvis dan insidensinya 5 % dari semua
trauma vesika urinaria.5
1,2
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan trauma urethra anterior. Trauma tumpul
adalah diagnosis yang sering dan cedera pada segmen urethra pars bulbosa paling sering (85%),
karena fiksasi urethra pars bulbosa dibawah dari tulang pubis, tidak seperti urethra pars penil
yang mobile. Trauma tumpul pada urethra pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle injury
atau trauma pada daerah perineum. Urethra pars bulbosa terjepit diantara ramus inferior pubis
dan benda tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada urethra. 6
Tidak seperti trauma pada urethra pars prostatomembranous, trauma tumpul urethra
anterior jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya, straddle injury
menimbulkan cedera cukup ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat
kejadian. Pasien biasanya datang dengan striktur urethra setelah kejadian yang intervalnya bulan
atau tahun. 6
Cedera urethra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% - 20% dari
kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan intim,
dimana penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita, menyebabkan robeknya
tunika albuginea. 6
Trauma
urethra posterior terjadi ketika ada gesekan yang kuat pada persimpangan
prostatomembranous pada trauma tumpul panggul. Urethra pars prostatika dalam posisi tetap
karena adanya tarikan dari ligamen puboprostatikum. Pergeseran tulang panggul pada fraktur
akibat trauma (fracture type injury) menyebabkan urethra pars membranosa mengalami
peregangan atau bahkan robek. 1,2,4
Cedera urethra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena udem atau
bekuan darah. Abses periurethral atau sepsis dapat mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin
dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fascia yang ikut rusak. Pada ekstravasasi
ini mudah timbul infiltrat yang disebut infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia,
bila terjadi infeksi. 7
Jika terjadi ruptur urethra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari urethra
tetapi masih terbatas pada fascia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada
penis. Namun jika fascia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fascia
Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau dinding abdomen. Oleh karena itu
robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau
hematoma kupu-kupu. 1
Pada ruptur urethra posterior terdapat tanda fraktur tulang pelvis. Pada daerah suprapubik
dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai
ruptur kandung kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan peritoneum. Pasien biasanya mengeluh
tidak bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian bawah. 7,8
Kemungkinan terjadinya cedera urethra posterior harus segera dicurigai pada pasien yang
telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa jenis
fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera urethra posterior dan terlihat pada 87% 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus urethra tidak berhubungan dengan
beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung
kemih atau memar pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan yang
merujuk pada gangguan urethra. Trias diagnostik dari gangguan urethra prostatomembranosa
adalah fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih. 6
Prostat dan vesika urinaria terpisah dengan urethra pars membranosa dan terdorong ke
atas oleh penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan tanda klasik
yang biasa ditemukan pada ruptur urethra posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan
fraktur pelvis kadang-kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya
kecil. Sebaliknya terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah
hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas
pada rektal yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari
pemeriksa menunjukkan adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa. 9
Gejala klinis trauma urethra diantaranya ialah nyeri daerah perineum, nyeri abdomen
bawah, nyeri berkemih atau ketidakmampuan berkemih. 13,15,16 Tanda klinis trauma urethra di
antaranya ialah a) adanya darah di meatus di temukan 37 93 % pada pasien dengan trauma
urethra posterior dan 75 % pasien dengan trauma urethra anterior b). Hematuria
jumlah
perdarahan urethra berkaitan dengan tingkat keparahan trauma. c). Hematoma atau
pembengkakan, pada trauma urethra pola haematom dapat digunakan dalam identifikasi batasan
anatominya. Ekstravasasi darah atau urin dalam suatu distribusi sleeve sepanjang batang penis
mengindikasikan bahwa trauma terbatas pada fascia Bucks. Gangguan fascia Bucks
mengakibatkan suatu pola ekstravasasi dibatasi hanya oleh fascia colles, meluas hingga fascia
coracoclavicular superior dan fascia lata inferior. Keadaan ini mengakibatkan luka memar pola
khas kupu-kupu pada perineum. Pada pasien wanita dengan fraktur pelvis yang berat, adanya
pembengkakan labia dapat sebagai indikator adanya trauma urethra. Hal ini disebabkan oleh
10
ekstravasasi urin dari suatu fistula dan memerlukan perhatian dengan segera. d). High riding
prostat, merupakan temuan yang relatif tidak di percaya pada fase akut karena haematom pada
pelvis terkait dengan fraktur pelvis sering menghalangi palpasi adekuat dari prostat yang kecil
terutama pada pria muda.10
Pemeriksaan radiologis trauma urethra yang sering dilakukan uretrografi retrograd,
pemeriksaan ini harus dilakukan sebelum pemasangan kateter urethra untuk menghindari trauma
lebih lanjut pada urethra. Ekstravasasi kontras menunjukkan lokasi kerusakan. Pengelolaan
selanjutnya didasarkan pada temuan uretrografi dan kombinasi dengan kondisi umum pasien. 7,10
Uretrografi retrograd adalah studi pencitraan standar untuk diagnosis cedera
urethra. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan injeksi kontras pelan-pelan 20-30 ml
ke dalam urethra. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat ekstravasasi, yang dapat diketahui
dengan adanya titik-titik dan lokasi dari gambaran air mata (urethral tear) pada urethra. 10
Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan adalah uretrografi, USG, CT Scan dan
MRI. Pemeriksaan uretrografi retrograde dapat memberi keterangan letak dan tipe ruptur urethra.
Uretrografi retrograde akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi urethra,
sedangkan kontusio urethra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya
ekstravasasi maka kateter urethra boleh dipasang.7,8
Pemeriksaan ultrasonografi bukan merupakan pemeriksaan rutin dalam penilaian awal
trauma urethra, tetapi dapat sangat berguna dalam menentukan posisi dari haematom pelvis dan
high- riding vesica urinaria saat diindikasikan pemasangan kateter suprapubis. CT dan MRI
bukan merupakan pemeriksaan awal untuk penilaian awal trauma urethra, tetapi berguna dalam
menentukan distorsi anatomi pelvis setelah trauma berat dan menilai hubungan trauma dengan
urethra penil, vesica urinaria, ginjal dan organ intraabdominal.
Temuan CT dapat membantu dalam memprediksi adanya kemungkinan trauma urethra.
Pada CT scan dapat ditemukan adanya distorsi struktur periprostatik atau haematom muskulus
ischiocavernosus atau obturator pada CT tanpa kontras, ekstravasasi bahan kontras sekitar dasar
VU pada CT fase ekskretori. MRI memiliki kegunaan dalam merencanakan pendekatan
pembedahan pada gangguan urethra posterior. Meskipun MRI tidak memiliki peran dalam evaluasi
11
urethra pada keadaan akut, MRI berguna dalam menilai anatomi pelvis pasca trauma, menentukan
posisi/letak
prostat
dan
sejumlah
fibrosis
pelvis,
dan
mengestimasi
panjang
defek
prostatomembraneous.11,12
Gambar 8. Trauma urethra secara skema dan urethrografi tipe I (Colapinto & McCallum)
Tipe II: urethra pars membranosa ruptur, diatas diafragma urogenital yang masih intak.
Ekstravasasi kontras ke ekstraperitoneal pelvic space.
Gambar 9. Trauma urethra secara skema dan urethrografi tipe II (Colapinto & McCallum)
Tipe III : Urethra pars membranosa ruptur . Diafragma urogenital ruptur. Trauma urethra bulbosa
proksimal. Ekstravasasi kontras ke peritoneum.
12
Gambar 10. Trauma urethra secara skema dan urethrografi tipe III (Colapinto & McCallum)
Gambar 11. Trauma urethra secara skema dan urethrografi tipe IV (Colapinto & McCallum)
Tipe V : Murni ruptur urethra anterior baik parsial maupun komplit.
Gambar 12. Trauma urethra secara skema dan urethrografi tipe V (Colapinto & McCallum)
Klasifikasi ruptur urethra menurut Goldman dkk :
Tipe 1. Ruptur dari ligamentum puboprostatika dan hematom disekitar periprostatika dan
regangan dari urethra membranosa tanpa ruptur urethra,
13
14
Penatalaksanaan cedera urethra dengan kontusio dan cedera inkomplit dengan diversi
kateter urethra. Tindakan awal sistotomi suprapubik adalah pilihan penanganan pada cedera
straddle mayor yang melibatkan urethra. Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan
pada luka tembak dengan kecepatan rendah. Ukuran kateter disesuaikan dengan berat dari
striktur urethra. Debridement dari korpus spongiosum setelah trauma seharusnya dibatasi karena
aliran darah korpus dapat terganggu sehingga menghambat penyembuhan spontan dari area yang
mengalami kontusi. Diversi urin dengan suprapubik direkomendasikan setelah luka tembak
urethra dengan kecepatan tinggi, diikuti dengan rekonstruksi lambat. Trauma urethra bulbar
sering bermanifestasi dalam waktu bulanan sampai tahunan setelah trauma perineum
tumpul. Presentasi untuk cedera ini sering berupa pancaran yang menurun dan gejala berkemih
lainnya. Diagnosis striktur urethra kemudian dibuat dengan uretrografi dan sistoskopi. Striktur
urethra ini dapat dikelola dengan eksisi anastomosis striktur dan end-to-end melalui pendekatan
perineal. Kebanyakan panjang striktur < 2 cm. Striktur yang panjang mungkin memerlukan flaps
(penis fasciocutaneous) atau cangkok (mukosa bukal) untuk mencapai anastomosis tanpa adanya
peregangan (tensionless). 3,10,12,13
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn K
Umur
: 59 tahun
No CM
: C576183
Masuk RS
Keluar RS
16
Kurang lebih 10 bulan yang lalu, pasien terjatuh dari sepeda karena ditabrak
mobil. Posisi terjatuh dalam keadaan terduduk dan sadar penuh. Pasien dilarikan ke
RSUD Demak karena sulit buang air kecil.
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Status Praesens
Keadaan umum
Kesadaran
: sadar
HR
: 92 x/menit
Tensi
: 140/90 mmHg
Nadi
Suhu
: 36,3 o C
Respirasi
: 30 x/menit
Dada
Paru/ Cor
Abdomen
Regio suprapubik
Ekstremitas
:
superior
inferior
Bengkak
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Pucat
-/-
-/17
Piting
-/-
-/-
Peteki
-/-
-/-
< 2
< 2
Capillary refill
: 13.5 gr/dL
Lekosit
:13.3ribu/mmk
Trombosit
: 346 ribu/mmk
GDS
: 215 mg/dL
Albumin
: 4.3
Ureum
41
Creatinin
: 1.5
HBsAg
: negatif
18
Gambar 20. Bipolar Urethrocystografi fase pengisian vesika urinaria posisi oblique kiri
Gambar 21. Bipolar Urethrocystografi fase pengisian vesika urinaria posisi oblique kanan
19
Gambar 23. Bipolar Urethrocystografi fase pengisian urethra posisi oblique kanan
X Foto Polos Pelvis :
Tak tampak opasitas patologis dalam cavum pelvis
Pemeriksaan Bipolar Urethrocystography :
Kontras water soluble yang telah diencerkan dimasukkan melalui kateter sistostomi ke vesika
urinaria, tampak kontras lancer mengisi vesika urinaria. Dinding vesika urinaria tampak ireguler.
Pada saat kontras mengisi vesika urinaria sebanyak +/- 120 cc, pasien kending spontan dan
bladder neck terbuka. Kemudian tampak ekstravasasi kontras ke cavum ekstraperitoneal
membentuk gambaran flame shape.
Kemudian kontras dimasukkan menggunakan abocath melalui orificium urethra eksternum.
Tampak kontras lancar mengisi urethra pars penile dan bulbosa. Tampak ekstravasasi kontras
pada urethra pars membranacea. Aliran kontras tampak tipis dan menyempit pada urethra pars
prostatika
Kesan :
3.5 Diagnosis
Diagnosis klinis :
- Ruptur vesika urinaria ke ekstraperitoneal ( Grade 4)
20
Pasang DC caliber 16
Infus RL 20 tpm
Injeksi kalnex 2 x 1
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus ini membahas tentang seorang laki-laki umur 59 tahun, dengan keluhan utama
tidak dapat buang air kecil yang tidak disertai demam dan tidak ada riwayat buang air kecil
keluar pasir/ batu. Kurang lebih 10 bulan yang lalu, pasien terjatuh dari sepeda dalam posisi
terduduk. Keadaan umum pasien tampak kesakitan dengan skala nyeri 4 serta kelainan pada
regio suprapubik yang teraba massa disertai dengan nyeri tekan.
Pemeriksaan yang telah dilakukan pasien ini berupa pemeriksaan hematologi dan
pemeriksaan bipolarurethrocystography. Untuk pemeriksaan hematologi didapatkan kesimpulan
dalam batas normal, sedangkan kesimpulan pada pemeriksaan bipolarurethrocystographynya
ruptur vesika urinaria ke ekstraperitoneal ( grade IV) dan ruptur urethra pars membranacea
disertai striktur urethra pars prostatika.
Pada pemeriksaan bipolarurethrocystography didapatkan gambaran kontras yang
ekstravasasi ke cavum ektraperitoneal membentuk gambaran flame shape. Hal ini sesuai dengan
klasifikasi ruptur vesika urinaria ke ekstraperitoneal ( grade 4). Pada saat saat fase pengisian
vesika urinaria, pasien tidak dapat menahan buang air kecil, hal ini dapat dilihat jelas pada
pemeriksaan bipolarurethrocystography, dimana urethra pars prostatika dan pars membranacea
sudah terisi oleh kontras tanpa didahului dengan proses mengejan. Hal ini terjadi kemungkinan
karena kerusakan sfingter urethra internum yang dipersarafi oleh saraf otonom.
Pada pemeriksaan bipolarurethrocystography fase urethrografi didapatkan gambaran
ekstravasasi kontras pada urethra pars membranacea ke cavum pelvis, hal ini sesuai dengan
klasifikasi Colapinto & McCallum (1977) termasuk dalam tipe 2. Selain itu juga terdapat
penyempitan urethra pars prostatika. Pada urethra pars prostatika terdapat penyempitan fisiologis
di daerah verumontanum, terjadinya penyempitan kemungkinan besar karena pembesaran
volume dari prostat.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2008. hal. 93-9.
2. Anonym, anatomi dan fisiologi traktur urinarius.. Diunduh dari:
http://digilib.unimus.ac.id /files/disk1/114/jtptunimus-gdl-langgengse-5657-2-babii.pdf
3. Cumming J.urethral trauma. diunduh dari http :emedicine.medscape.com/article/451797workup#showall
4. McAninch JW. Smiths General Urology. 17 th edition. New York: McGraw
Hill;2008.p.278-93
5. Dunnick NR, Sandler CM, Newhouse JH, Textbook of Uroradiology. 5th Edition.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins;2013.p. 404-26
6. Anonym, ruptur buli. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48440/4/Chapter%20II.pdf
7. Sjamsuhidajat R, Jong WM. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2005. p. 770-2
8. Bhatt S, Kocakoc E, Rubens DJ, Seftel AD, Dogra VS. Sonographic Evaluation of penil
Trauma. J Ultrasound Med 2005; 24: 993-1000
9. Reynard J, Brewster S, Biers S. Oxford handbook of urology. England: Oxford
University; 2006. p. 442-7
10. Daller M, Carpinto G. Genitourinary trauma and emergencies. In : Siroky MB, Oates
RD,Babayan RK, editors. Handbook of urology diagnosis and therapy. 3 rd Edition.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins;2004.p. 165-82
11. Ali M, Safriel Y, Sclafani SA, Schulze R. CT Signs of Urethral Injury. Radiographics.
2003;23:951-63
12. Pineiro LM, Djakov M, Plas E, et al. EAU guidelines on urethral trauma. European
Urology 57 (2010) 79-803. Diunduh dari: http://www.europeanurology.com/article/
S0302-2838(10)000242/pdf/EAU+Guidelines+on+Urethral+Trauma. Diakses pada hari
Selasa, tanggal 03 April 2013.
13. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-walsh urology. 9th
Edition. Philadelphia : Saunders elsevier; 2007
24