Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN ABSES PERIANAL

Disusun untuk memenuhi tugas praktek klinik keperawatan

Program Studi S1 Keperawatan

Disusun oleh :

1. Putri Ayu Lestari (202002037)


2. Rina Widiayawati (202002038)
3. Ana Aprilia (202002067)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Program Studi S1 Keperawatan

Juli 2021
LEMBAR PENGESAHAN

KELOMPOK RBK

NAMA KELOMPOK :

1. PUTRI AYU LESTARI (202002037)


2. RINA WIDIYAWATI (202002038)
3. ANA APRILIA (202002067)

PRODI: S1 KEPERAWATAN

JUDUL LP : PASIEN ABSES PERIANAL

Bedasarkan hasil bimbingan dari pembimbing,sejak tanggal juli 2021

Banyuwangi, Juli 2021

Dosen pembimbing

Ns.Fransiska Erna Damayanti,S.Kep.,M.Kep

(NIDN.

A. ANATOMI
Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia interna dan organ genitalia
eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari testis, epididimis, ductus deferen, funiculu
spermaticus, dan kelenjar seks tambahan. Organ genitalia eksterna terdiri dari penis,
uretra, dan skrotum.
1. Organ genetalia interna
a. Testis
Testis berbentuk seperti telur yang berukuran 4x3 cm yang dikelilingi oleh jaringan
ikat kolagen (tunika albuginea). Tunika albuginea akan memberikan septa ke dalam
parenkim testis dan membagi menjadi beberapa lobulus. Setiap lobulus mengandung 1
tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus merupakan tempat produksi sperma. Pada
ujung tubulus seminiferus ini terdapat tubulusrektus yang menghubungkan tubulus
seminiferus dengan rete testis. Rete testis terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang
dihubungkan oleh 10-20 duktus eferen yang ke distal menyatu pada duktus epididimis.
Epididimis adalah saluran yang berkelok-kelok dengan panjang sekitar 4-6 meter yang
terdiri dari caput, corpus, dan cauda. Di dalam epididimis, spermatozoa akan matang
sehingga menjadi mortil dan fertil. Setelah melalui epididimis yang merupakan tempat
penyimpanan sperma sementara, sperma akan menuju duktus deferen.

b. Duktus Deferen dan Funiculus Spermaticus


Duktus deferen/vas deferen adalah suatu saluran lurus berdinding tebal yang akan
menuju uretra pars prostatika.18 Duktus deferen bersama pembuluh darah dan saraf,
dalam selubung jaringan ikat disebut funiculus spermaticus yang akan melalui kanalis
inguinalis.
c. Kelenjar Seks Tambahan
Kelenjar seks tambahan terdiri dari sepasang vesikula seminalis, prostat, dan
sepasang kelenjar bulbouretral. Vesikula seminalis terletak di bagian dorsal vesika
urinaria dan menghasilkan sekitar 60% dari volume cairan semen. Sekresi dari vesikula
seminalis mengandung fruktosa, prostaglandin, fibrinogen, dan vitaminC. Fruktosa
memiliki fungsi sebagai sumber energi primer untuk sperma, sedangkan prostaglandin
memiliki fungsi merangsang kontraksi otot polos sehingga memudahkan transfer sperma
Saluran dari masing-masing vesikula seminalis bergabung dengan duktus deferens pada
sisi yang sama untuk membentuk duktus ejakulatorius. Dengan demikian, sperma dan
cairan semen masuk uretra bersama selama ejakulasi.17,19 Kelenjar prostat terletak di
bawah dasar vesika urinaria. Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang
menetralkan sekresi vagina yang asam, enzim pembekuan, dan fibrinolisin. Kelenjar
bulbouretral terletak di dalam otot perineal dan menghasilkan cairan mukoid untuk
pelumas.
2. Organ genetalia ekterna
a. Penis
Penis terbagi menjadi radix, corpus, dan glans penis. Penis terdiri dari 3 massa
silindris yaitu dua corpora cavernosa yang dipisahkan oleh septum dan terletak di dorsal
serta satu corpus spongiosum yang mengelilingi uretra dan terletak di ventral. Glans
penis adalah ujung terminal dari corpus spongiosum yang membesar dan menutupi ujung
bebas kedua corpora cavernosa penis. Preputium adalah lipatan kulit yang retraktil pada
glans penis yang akan dipotong dalam sirkumsisi. Uretra terdiri dari 3 bagian yaitu uretra
prostatika, uretra membranosa, dan uretra spongiosa.
b. Skrotum
Skrotum adalah kantung kulit yang menggantung di luar rongga perut, antara kaki
dan dorsal penis. Terdiri dari 2 kantung yang masing-masing diisi oleh testis, epididimis,
dan bagian caudal funiculus spermaticus. Dalam kondisi normal, suhu skrotum 3°C lebih
rendah dari suhu tubuh agar dapat memproduksi sperma yang sehat.
c. Spermatogenesis
Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus pada testis. Tubulus seminiferus
terdiri dari tunika jaringan ikat fibrosa (tunika fibrosa), lamina basalis yang berbatas
tegas, dan epitel germinativum/kompleks seminiferus. Pada lapisan paling dalam yang
melekat pada jaringan ikat dekat lamina basalis terdiri atas sel mieloid yang menyerupai
epitel selapis. Epitel terdiri atas 2 sel yaitu sel sertoli/penyokong dan sel seminal/turunan
spermatogenik. Sel seminal ini yang akan berproliferasi menghasilkan spermatozoa.
Spermatogenesis terdiri dari 3 fase:
1. Spermatositogenesis, dimana spematogonia membelah yang akhirnya
menghasilkan spermatosit;
2. Meiosis, dimana spermatosit mengalami pembelahan menjadi spermatid dan
terjadi pengurangan setengah jumlah kromosom dan jumlah DNA per sel;
3. Spermiogenesis, dimana spermatid mengalami proses sitodiferensiasi
4. menghasilkan spermatozoa.
d. Anus

Anus adalah bagian terakhir dari saluran pencernaan. Panjang anus adalah kira-kita 4-5
cm. Anus memainkan peranan penting untuk defekasi. Sekiranya terjadi
kelainan,defekasi tidak dapat berlangsung normal.Terdapat beberapa otot yang membantu
anus agar defekasi lancar seperti m.puborektal merupakan bagian dari otot levator
ani,sfingter ani eksternus (otot lurik) dan sfingter ani internus (otot polos). Adapun
bagian anus dan fungsinya yang diantaranya yaitu:
1. Anal Canal
Anal Canal “Kanalis Anal” merupakan sebuah saluran dengan panjang sekitar 4 cm
yang dikelilingi oleh sfingter anus. Bagian atasnya dilapisi oleh mukosa glandular rektal.
Fungsi kanal ini merupakan sebagai penghubung antara rektum dengan bagian luar tubuh.
2. Rektum
Rektum sebenarnya merupakan organ yang berbeda dengan anus, rektum merupakan
ruangan dengan panjang sekitar 12-15 cm yang terletak setelah kolon “usus besar”.
Fungsi rektum ialah untuk menampung feses sementara, ketika rektum sudah penuh,
maka dinding rektum akan memberikan impuls “rangsangan” ke otak sehingga timbul
keinginan untuk buang air besar “defekasi”.
3. Sfingter Anal Internal
Sfingter anal internal merupakan jaringan otot polos yang mengelilingi 2,5 cm bagian
kalis anal. Sfingter anal internal mempunyai ketebalan sekitar 5 mm, karena disusun oleh
serat otot polos, maka kerja dari sfingter ini berlangsung secara tidak sadar dan tidak
dapat dikontrol. Fungsi dari sfingter anal internal ialah untuk mengatur pengeluaran feses
saat buang air besar agar feses tidak kembali masuk ke usus.
4. Sfingter Anal Eksternal
Sfingter Anal Eksternal merupakan jaringan otot rangka “lurik” berbentuk elips
noyang melekat pada dinding anus. Panjangnya sekitar 8-10 cm. Fungsi dari sfingter anal
eksternal ialah untuk membuka dan menutup kanalis anal. Karena disusun oleh otot
rangka “lurik” maka kerja dari sfingter ini adalah secara sadar. Otot inilah yang membuat
kita bisa menahan proses defekasi “buang air besar” untuk sementara.
5. Pectinate Line
Pectinate Line merupakan garis yang berfungsi sebagai garis pembagi antara dua
pertiga “atas” dengan bagian sepertiga “bawah” anus. Fungsi dari Pectinate line termasuk
penting karena bagian yang dipisahkan olehnya membuatnya struktur dan fungsi yang
berbeda.
6. Kolom Anal
Kolom anal atau yang juga sering disebut dengan kolom Morgagni ialah beberapa
lipatan membran mukosa dan serat otot. Nama Morgagni’s diambil dari penemunya yaitu
Giovanni Battista Morgagni, fungsi dari kolom anal ialah sebagai pembatas dinding anus.

B. DEFINISI

Abses adalah kumpulan nanah. Sementara abses perianal berarti adanya kumpulan
nanah di dekat anus, biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri di kelenjar
kriptoglobular anus. Abses perianal merupakan jenis abses paling sering dari abses anus.
Adanya infeksi bakteri dapat menyebabkan nanah karena saat bakteri masuk ke
dalam tubuh, sistem kekebalan tubuh akan melawannya dengan sel-sel darah putih di area
yang terinfeksi. Ketika sel-sel darah putih menyerang bakteri tersebut, beberapa jaringan
di sekitarnya ikut mati dan membentuk semacam lubang yang kemudian terisi oleh
nanah. Nanah tersebut berisi gabungan dari jaringan yang mati, sel darah merah, dan
bakteri.
Abses perianal adalah infeksi pada ruang pararektal. Abses ini kebanyakan akan
mengakibatkan fistula (Smeltzer dan Bare, 2001, hal 1137). Abses perianal merupakan
infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan pembentukan abses rongga
diskrit. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses cukup variabel, dan rongga abses
sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous.
Abses perianal adalah suatu kondisi di mana terdapat pus pada jaringan di sekitar
rektum dan anus. Kondisi ini merupakan jenis abses anorektal yang paling banyak terjadi,
dan merupakan masalah bedah yang umum ditemukan. Sepertiga abses perianal disertai
fistula-in-ano yang meningkatkan risiko rekurensi abses dan sering membutuhkan
drainase bedah ulang.

C. ETIOLOGI
Mayoritas etiologi abses perianal adalah infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh
bakteri aerob maupun anaerob. Beberapa bakteri yang diketahui dapat menyebabkan
abses perianal antara lain :
1. Bacteroides fragilis
2. Peptostreptococcus spp
3. Prevotella sp
4. Fusobacterium sp
5. Porphyromonas sp
6. Clostridium sp
7. Staphylococcus aureus
8. Streptococcus sp
9. Escherichia coli [2]

Sebuah studi di Taiwan menemukan bahwa bakteri Escherichia coli merupakan


bakteri yang paling banyak ditemukan pada sampel abses perianal pasien nondiabetik.
Sedangkan pada pasien abses perianal dengan diabetes mellitus, bakteri Klebsiella
pneumoniae ditemukan paling banyak.
Sebagian besar abses anus disebabkan oleh sumbatan dan infeksi pada kelenjar-
kelenjar di anus. Selain itu, beberapa penyebab lain dari abses perianal adalah penyakit
peradangan usus (misalnya, penyakit crohn), trauma, ataupun keganasan.

D. FATOFISOLOGI
Patofisiologi abses perianal diawali dengan infeksi pada kelenjar kriptoglandular
yang terjadi pada 90% kasus. Infeksi terjadi pada bagian posterior dan pada ruang
intersfingter yang dipenuhi kelenjar-kelenjar anal. Infeksi akan menyebabkan inflamasi
dan penumpukan cairan sehingga menimbulkan abses.
Abses terbentuk akibat kelenjar yang seharusnya mampu melakukan drainase
melalui kripta-kripta anal menjadi tidak terdrainase akibat adanya infeksi. Pada kondisi
normal, kelenjar anal terdrainase menuju duktus-duktus yang terdapat pada sfingter
internum anal dan berlanjut ke kripta-kripta sepanjang linea dentata.
Abses yang terbentuk dapat meluas hingga melewati sfingter anal eksternum, atau
disebut sebagai abses isiorektal. Abses juga dapat menyebar secara lateral kedua sisi
perianal, menyebabkan abses yang berbentuk seperti sepatu kuda atau “horseshoe”.
Patofisiologi Abses Perianal Kebanyakan abses anorektal bersifat sekunder
terhadap proses supuratif yang dimulai pada kelenjar anal. Teori ini menunjukan bahwa
obstruksi dari saluran kelenjar tersebut oleh tinja, corpus alienum atau trauma akan
menghasilkan stasis dan infeksi sekunder yang terletak di ruang intersfingterik. Dari sini
proses infeksi dapat menyebar secara distal sepanjang otot longitudinal dan kemudian
muncul di subkutis sebagai abses perianal, atau dapat menyebar secara lateral melewati
otot longitudinal dan sfingter eksternal sehingga menjadi abses ischiorektal. Meskipun
kebanyakan abses yang berasal dari kelenjar anal adalah perianal dan ischiorektal, ruang
lain dapat terinfeksi. Pergerakan infeksi ke atas dapat menyebabkan abses intersfingterik
letak tinggi. Ini kemudian dapat menerobos otot longitudinal ke ruang supralevator
sehingga menyebabkan sebuah abses supralevator. Setelah abses terdrainase, secara
spontan maupun secara bedah, terjadi komunikasi abnormal antara lubang anus dan kulit
perianal maka disebut fistula ani (Whiteford, 2007)
Patofisiologi abses dan fistula perianal (A=Infeksi dari usus menyerang kriptus
analis atau kelenjar analis lain. Proses primer ini terjadi pada linea dentata ; B dan
C=Infeksi menyebar ke jaringanperianal dan perirektal secara tidak langsung melalui
system limfatik atau secara langsung melalui struktur kelenjar ; D=Terbentuk abses ;
E=Abses pecah spontan, menorehkan lubang pada permukaan kulit perianal dan
terbentuk fistula komplit ; F=Terbentuk fistula. Organisme umum terlibat dalam
pembentukan abses termasuk Escherichia coli, spesies Enterococcus, dan spesies
Bacteroides, namun, tidak ada bakteri tertentu telah diidentifikasi sebagai penyebab unik
dari abses. Penyebab kurang umum dari abses perianal yang harus dipertimbangkan
dalam diagnosis diferensial meliputi TBC, karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma,
actinomycosis, venereum limfogranuloma, penyakit Crohn, trauma, leukemia, dan
limfoma. Ini dapat mengakibatkan pengembangan atipikal fistula-in-ano atau fistula
rumit yang gagal untuk merespon perawatan bedah konvensional. (Gearheart, 2008)
Seiring membesarnya abses, abses dapat menyebar ke beberapa arah. Abses perianal
adalah manifestasi paling umum dan muncul sebagai pembengkakan yang nyeri di
ambang analis. Menyebar melalui sphincter exsternal di bawah tingkat puborectalis
menghasilkan abses iskiorektalis. Abses ini dapat menjadi sangat besar dan mungkin
tidak terlihat di daerah perianal. Pemeriksaan digital rektal dapat ditemukan
pembengkakan yang nyeri dilateral fossa iskiorektalis. Abses intersfingterik terjadi di
ruang intersfingterik dan sangat sulit untuk didiagnosa, sering membutuhkan pemeriksaan
di bawah anestesi. Abses pelivik dan supralevator jarang terjadi dan mungkin hasil dari
perpanjangan abses intersfingterik atau iskiorektalis ke atas, atau perpanjangan abses
intraperitoneal ke bawah. (Hebra, 2014)
Selain pergerakan ke atas, ke bawah, dan lateral, proses supuratif dapat menyebar
melingkari anus. Jenis penyebaran dapat terjadi pada tiga lapangan; ruang ischiorektal,
ruang intersfingterik, dan ruang supralevator. Penyebaran ini dikenal sebagai
Horseshoeing. Organisme yang sering dihubungkan dengan pembentukkan abses antara
lain ialah Escherichia coli, Enterococcus spesies, dan Bacteroides spesies; tetapi, belum
ada bakterium spesifik yang diidentifikasi sebagai penyebab tunggal terjadinya abses.
Penyebab abses anorektal yang harus juga diperhatikan sebagai diagnosis banding
ialah tuberculosis, karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, aktinomikosis,
limfogranuloma venereum, penyakit Crohn’s, trauma, leukemia dan limfoma. Kelainan
ini sering menyebabkan fistula-in-ano atipikal atau fistula yang sulit yang tidak berespon
terhadap pengobatan konvensional (Hebra, 2014).
E. MANIFETASI KLINIS
Gejala abses perianal umumnya berupa:
1. Benjolan atau pembengkakan yang nyeri di dekat atau sekitar anus.
Pembengkakannya akan tampak merah dan hangat saat diraba.
2. Nyeri pada abses perianal biasanya terjadi terus-menerus.
3. Mengeluarkan nanah dan darah jika abses pecah.
Selain benjolan atau pembengkakan, abses perianal juga dapat menimbulkan beberapa
gejala, seperti:
1. Demam.
2. Menggigil.
3. Konstipasi atau diare
F. PATHWAY
Fekalit,tumor,benda asing,trauma
G. PENCEGAHAN
Hingga saat ini belum ada metode pencegahan khusus agar terhindar dari penyakit
abses perianal. Namun, beberapa hal berikut dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
terjadinya abses perianal:
1. Menghindari penyakit infeksi menular seksual terutama yang melibatkan anus.
2. Jika mengalami infeksi, segera periksakan ke dokter untuk dilakukan terapi yang
sesuai.
3. Menjaga kebersihan wilayah anus.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan standar abses perianal adalah insisi dan drainase. Di beberapa
negara, tindakan dilakukan dalam anestesi umum, kemudian pasien diberi internal
dressing yang harus diganti berkala oleh tenaga medis. Namun, ada pula praktisi yang
memilih membuat lubang insisi kecil dalam anestesi lokal, diikuti dengan memasukan
kateter ke dalam kavitas abses sehingga terjadi drainase ke sebuah external dressing.
• Insisi dan Drainase
Insisi dan drainase dapat dilakukan di poliklinik, ruang gawat darurat, atau ruang operasi.
Tindakan dapat dilakukan menggunakan anestesi lokal dan anestesi umum. Anestesi
lokal dapat dilakukan dengan lidocaine 1% yang diinjeksikan ke jaringan sekitar abses.
Insisi dibuat seminimal mungkin untuk mencegah fistula. Sebelum insisi, dilakukan
palpasi untuk memastikan area abses tidak terdapat pocketing atau septasi. Abses yang
luas dan sulit sering kali memerlukan tindakan di ruang operasi dan anestesi umum untuk
memastikan drainase yang cukup dan menginspeksi fistula-in-ano.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus abses perianal adalah terjadinya
fistula perirektal. Fistula perirektal adalah terbentuknya semacam saluran antara kulit dan
anus. Jika terjadi fistula perianal, bakteri di saluran pencernaan (usus) dapat terperangkap
di dalam saluran ini dan menyebabkan infeksi berulang. Fistula perirektal dapat diterapi
dengan metode pembedahan yang disebut fistulektomi untuk menghilangkan keberadaan
saluran/fistula tersebut.
Jika tidak diobati atau tidak rutin diperiksakan setelah operasi abses anus dapat
menyebabkan sejumlah komplikasi di bawah ini :
1. Fistula ani
2. Sakit yang terus menerus di area abses
3. Abses muncul kembali setelah operasi
4. Tidak mampu mengendalikan BAB (inkontinensia tinja)
5. Infeksi yang menyebar ke aliran darah (sepsis)
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam,bisa dilakukan pemeriksaan
rontgen,USG,CT scan atau MRI(Heathy of the human,2010,hal 2).

K. DIAGNOSA
1. Pre operasi
a) nyeri pada daerah perianal berhubungan dengan adanya luka pada
perianal
b) risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka yang mungkin
terkontamnasi
c) kecemasan berhubungan dengan physiologi factor akibat proses
peradangan
d) kurang pengetahuan tentang proses penyakit,prognosis dan Tindakan
yang akan di hadapinya.
2. Post operasi
a) nyeri area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka operasi
b) perubahan pola eliminasi konstipasi diare berhubungan efek anestesi
pemasukan cairan yang tidak adekuat
c) risiko tinggi infeksi berhubunngan dengan risiko prosedur
invasine,luka yang mungkin terkontaminasi

L. INTERVENSI

N DIAGNOSA SDKI SIKI


O KEPERAWATAN
1 PRE OPERASI Tujuan: Nyeri Observasi:
a). Nyeri berhubungan berkurang sampai a. Identifikasi lokasi,
dengan adanya luka hilang karaterisktik, durasi,
pada perianal Kriteria hasil: klien kualitas, intensitas nyeri
menunjukkkan b. Identifikasi skala nyeri
toleransi terhadap c. Identifikasi resposns nyeri
nyeri berkuranng. non verbal
d. Identifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
f. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
g. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
Sudah diberikan
h. Monitor efek samping
penggunaan analgetic

b). Risiko tinggi Tujuan: infeksi tidak a. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi berhubungan terjadi sistemik
luka terbuka yang Kreteria hasil: tanda b. Informasikan hasil
mungkin vital dalam batas pemeriksaan
terkontaminasi normal (peningkatan laboratorium(mis, leukosit,
suhu tidak WBC)
terjadi),leukosit c. Anjurkan mengikuti
normal tindakan pencegahan
sesuai kondisi
d. Anjurkan membatasi
pengunjung
e. Ajarkan cara melewati
kulit pada area yang
edema
f. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
g. Anjurkan kecukupan
nutrisi, cairan, dan
istiharat
h. Anjurkan kecukupan
mobilisasi dan olahraga
sesuai kebutuhan
i. Anjurkan Latihan napas
dalam dan batuk sesuai
kebutuhan
j. Anjurkan mengelola
antibiotic sesuai
kebutuhan
k. Anjurkan cara mencuci
tangan
l. Ajarkan etika batuk

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.undip.ac.id/50717/3/
Koo_Melyza_Hartono_22010112130069_Lap.KTI_BAB_2.pdf
https://pdfcoffee.com/askep-abses-perianal-pdf-free.html
https://www.halodoc.com/kesehatan/abses-perianal
https://pdfcoffee.com/patofisiologi-abses-perianal-pdf-free.html
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA KELOMPOK :
1. PUTRI AYU LESTARI (202020037)
2. RINA WIDIYAWATI (202002038)
3. ANA APRILIA (2002002067)

JUDUL LP : PASIEN ABSES PERIANAL

NO HARI/TANGGAL PEMBIMBING REVISI TTD

Anda mungkin juga menyukai