Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus Ruang XIV

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN


OLEH :
Trisna Dwi Lestari

110100134

Gunawan Wijaya S. 110100246


Nichi Firani

110100065

Valentina

110100062

Kalvin Raveli

110100364

Pembimbing :
dr. Nova Damayanti
dr. Dedi Irwansyah

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR PIRNGADI
MEDAN
2015

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal: 22 Agustus 2015

Nilai:

(dr. Nova Damayanti )

(dr. Dedi Irwansyah)

COW PEMBIMBING

DOKTER RUANGAN

iii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur para penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
sang penguasa seluruh alam, karena atas berkat dan rahmat-Nya, para penulis
dapat menyelesaikan Laporan Kasus Anemia Hemolitik Autoimun ini tepat pada
waktunya.
Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Peyakit Dalam. Adapun dengan
laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kejadian
Anemia Hemolitik Autoimun yang umum dijumpai di masyarakat.
Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada dr. Nova Damayanti
selaku COW pembimbing dan kepada dr. Dedi Irwansyah selaku dokter ruangan
atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada para penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Oleh karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan dan kepustakaan,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat menjadi masukan yang berarti
dalam perbaikan proses pembelajaran.

Medan, 21 Agustus 2015

Penulis

iv

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................1
1.1. Latar Belakang .....................................................................................1
1.2. Definisi .................................................................................................1
1.3. Epidemiologi ........................................................................................2
1.4. Klasifikasi ............................................................................................2
1.5. Patogenesis ...........................................................................................3
1.6. Manifestasi Klinis ................................................................................7
1.7. Diagnosis ..............................................................................................9
1.8. Diagnosis Banding ..............................................................................12
1.9. Terapi .................................................................................................13
1.10 Kriteria Merujuk ............................................................................... 14
1.11 Edukasi dan Pencegahan .................................................................. 14
1.12 Prognosis .......................................................................................... 14
BAB 2 STATUS ORANG SAKIT ......................................................................15
BAB 3 FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN ..............................................26
BAB 4 DISKUSI ..................................................................................................33
BAB 5 KESIMPULAN .......................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................37

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.

LATAR BELAKANG
Anemia hemolitik autoimun (autoimmune hemolytic anemia/AIHA)

merupakan suatu keadaan dimana antibodi pada tubuh seseorang menyerang selsel eritrosit sehingga menjadi lisis dan umur sel eritrosit memendek.1
Insidensi AIHA sangat jarang terjadi. AIHA diperkirakan memiliki
insidensi 1-3 kasus per 100.000 individu per tahun. Dengan lebih sering terjadi
pada jenis kelamin wanita dibanding laki-laki dan biasanya terjadi pada usia
middle aged 2. AIHA dimediasikan oleh antibodi, pada kasus yang dimediasi oleh
antibodi IgG maka merupakan AIHA tipe hangat, karena IgG bekerja paling baik
pada suhu normal tubuh, sedangkan AIHA tipe dingin dimediasi oleh IgM dengan
suhu kerja antibodi maksimal 37C.3

1.2.

DEFINISI
AIHA merupakan suatu keadaan dimana antibodi pada tubuh seseorang

menyerang sel-sel eritrosit pada suhu 37C (AIHA tipe hangat) atau
37C(AIHA tipe dingin).4
Etiologi AIHA sendiri masih belum diketahui dengan jelas. Tetapi ada
beberapa tipe penyebab anemia hemolitik telah didokumentasi. Pada penyakit
herediter terdapat beberapa penyebab yang menyebabkan abnormalitas membran
eritrosit, defek enzim dan abnormalitas hemoglobin. Beberapa yang termasuk
yaitu5:

Defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD)

Sferositosis herediter

Anemia sel sabit/sickle cell anemia

Evans Syndrome

Hemolytic Uremic Syndrome

Adapun etiologi penyebab hemolitik pada kasus yang didapat (acquired) :

1.3.

Gangguan imunitas

Obat dan bahan kimia toksik

Agen antiviral

Kerusakan fisik

Infeksi

EPIDEMIOLOGI
Anemia hemolitik terjadi kira-kira 5% dari seluruh kasus anemia. Insidensi

dari AIHA 1-3 kasus per 100.000 populasi per tahun. AIHA sendiri tidak spesifik
terjadi pada suatu ras. Sedangkan menurut jenis kelamin tidak begitu
menunjukkan perbedaan spesifik antara pria dan wanita. Tetapi lebih sering
dijumpai pada wanita dibanding pria. Mengenai rentang umur terjadi AIHA,
sering ditemukan kasus pada usia middle aged dan pada pasien yang sudah tua.5

1.4.

KLASIFIKASI6
AIHA dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Anemia hemolitik autoimun (AIHA)
a. AIHA tipe hangat
i. Idiopatik
ii. Sekunder

Terkait dengan gangguan limfoproliferatif (misalnya limfoma


Hodgkin)

Terkait dengan gangguan rematik, terutama sytemic lupus


erythematous (SLE)

Terkait dengan neoplasma non-limfoid tertentu (misalnya


tumor ovarium)

Terkait

dengan

penyakit

peradangan

kronis

tertentu

(misalnya, kolitis ulserativa)

Terkait dengan konsumsi obat-obatan tertentu (misalnya, metildopa)

b. AIHA tipe dingin


i. Idiopatik (primer) penyakit agglutinin dingin kronis (biasanya
berhubungan dengan proliferasi klonal limfosit B)
ii. Sekunder

Pasca infeksi (misalnya infeksi Mycoplasma pneumoniae


atau mononukleosis infeksiosa)

Terkait dengan gangguan keganasan limfoproliferatif sel B

c. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria


i. Idiopatik
ii. Sekunder

Anemia

hemolitik

Donath-Landsteiner,

biasanya

berhubungan dengan sindrom virus akut pada anak-anak


(relatif umum)

Sifilis kongenital atau tersier pada orang dewasa (sangat


jarang)

d. AIHA atipik
i. AIHA tes antiglobulin negatif
ii. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
2. AIHA diinduksi obat
i.

Mekanisme hapten atau adsorpsi obat

ii. Mekanisme kompleks imun terner (kekebalan tubuh)


iii. Mekanisme autoantibodi sejati
3. AIHA diinduksi aloantibodi
a. Reaksi hemolitik tranfusi
b. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir

1.5.

PATOGENESIS
AIHA

disebabkan

oleh

autoantibodi

terhadap

antigen

eritrosit.

Autoantibodi tersebut berikatan dengan eritrosit. Begitu eritrosit dilapisi oleh


antibodi, maka ia akan dihancurkan melalui satu mekanisme atau lebih7.

Peristiwa destruksi eritrosit yang diperantai oleh sistem imun terjadi melalui
aktivasi sistem komplemen, mekanisme seluler, maupun kombinasi keduanya.1

1.5.2. Aktivasi Komplemen


Sistem komplemen terdiri dari sekitar 20 protein yang hadir dalam serum
manusia normal (dan hewan lainnya). Istilah "komplemen" mengacu pada
kemampuan protein ini untuk meningkatkan efek kerja komponen lain
dalam sistem kekebalan tubuh, misalnya, antibodi. Komplemen merupakan
komponen penting dari pertahanan host bawaan kita.8
Ada tiga efek utama dari aktivasi komplemen, yaitu: (1) lisis sel, seperti
pada bakteri, allografts, dan sel-sel tumor; (2) menghasilkan mediator yang
berpartisipasi dalam proses inflamasi (anafilaktosin) dan menarik neutrofil
(kemoatraktan); dan (3) opsonisasi, yaitu peningkatan fagositosis.8
Secara keseluruhan, aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan
hancurnya membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang
ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuri.7
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur
alternatif. Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur
klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, dan IgG3. IgM disebut aglutinin tipe dingin,
sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan
eritrosit pada suhu di bawah suhu tubuh (<37C dan optimal pada suhu 2025C). Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan
antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.1, 7
Hasil akhir dari jalur komplemen adalah terbentuknya membrane attack
complex dalam jumlah besar. Akibatnya eritrosit dapat dihancurkan secara
langsung, yang dikenal sebagai hemolisis intravaskular.7

Gambar 1. Jalur aktivasi komplemen8


1.5.3. Aktivasi Mekanisme Seluler
Jika sel darah disensitisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan
komplemen, atau berikatan dengan komponen komplemen, namun tidak
terjadi aktivasi komplemen lebih lanjut, maka eritrosit tersebut akan
dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immunoadherence ini
sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai seluler.
Immunoadherence, terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan
fagositosis.1
Dalam kebanyakan kasus bagian Fc dari antibodi akan dikenali oleh reseptor
Fc makrofag, dan ini akan memicu eritrofagositosis. Dengan demikian,

penghancuran eritrosit akan terjadi di mana sel makrofag berlimpah-yaitu di


limpa, hati, dan sumsum tulang. Karena anatomi khusus yang dimiliki
limpa, organ ini sangat efisien dalam sekuestrasi eritrosit yang terlapisi
antibodi, dan sering menjadi situs utama destruksi eritrosit. Meskipun dalam
kasus yang parah, bahkan monosit pun dapat mengambil bagian dalam
proses ini, sebagian besar kerusakan eritrosit dimediasi fagositosis terjadi di
limpa dan hati, dan karena itu disebut hemolisis ekstravaskular.7

Gambar 2. Patogenesis anemia hemolitik autoimun7

1.6. MANIFESTASI KLINIS


1.6.1. AIHA Tipe Hangat1,6
Sekitar 70% kasus AIHA adalah tipe hangat, di mana autoantibodi yang
diperantarai IgG bereaksi secara optimal pada suhu 37C. Kurang lebih 50%
pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit lain.
Onset gejala biasanya lambat dan berjalan kronik selama berbulan-bulan, tapi
kadang-kadang pasien memiliki onset mendadak berupa gejala anemia berat
dan penyakit kuning disertai nyeri abdomen selama beberapa hari. Dalam
AIHA sekunder, gejala dan tanda-tanda penyakit yang mendasari dapat
menutupi gejala AIHA dan fitur terkaitnya.
Pada AIHA tipe hangat idiopatik yang ringan, hasil pemeriksaan fisik
mungkin normal. Pasien dengan anemia hemolitik yang relatif berat, 50-60%
datang dengan splenomegali, 30% disertai hepatomegali, dan 25% dengan
limfodenopati. Dalam kasus yang sangat parah, terutama yang dari onset akut,
pasien mungkin hadir dengan demam, pucat, ikterus, hemoglobinuria,
hepatosplenomegali, hiperpnea, takikardia, angina, atau gagal jantung.
Klinis AIHA tipe hangat dapat diperburuk atau makin jelas selama
kehamilan. Kebanyakan kasus bersifat ringan dan prognosis untuk janin
umumnya baik, asalkan mendapat tata laksana segera.

1.6.2. AIHA Tipe Dingin1,6


Kebanyakan pasien dengan AIHA dingin memiliki anemia hemolitik kronik
ringan (Hb: 9-12g/dL) dengan atau tanpa ikterus. Pada sebagian pasien lain,
gejala utama bersifat episodik, yaitu hemolisis akut dengan hemoglobinuria
yang disebabkan oleh dingin. Sering ditemui akrosianosis dan fenomena
vaso-oklusif dimediasi dingin yang mempengaruhi jari, jari kaki, hidung, dan
telinga yang terkait dengan sludging eritrosit dalam mikrovaskulatur kulit.
Ulserasi kulit dan nekrosis yang jelas jarang didapati.

Temuan fisik lainnya bervariasi, tergantung pada adanya penyakit yang


mendasari.

Splenomegali,

sebuah

temuan

karakteristik

penyakit

limfoproliferatif atau mononukleosis menular, dapat diamati pada AIHA


dingin idiopatik.

1.6.3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH)9


PCH merupakan varian AIHA yang ditandai dengan keberadaan antibodi
Donath dan Landsteiner (antibodi D-L). Antibodi D-L bekerja sebagai
hemolisin yang berikatan dengan membran eritrosit dan memfiksasi
komplemen pada suhu dingin. Saat suhu tubuh kembali normal, maka eritrosit
akan lisis.
Demam tiba-tiba, nyeri punggung atau kaki, dan hemoglobinuria setelah
paparan dingin adalah gejala khas dari PCH. Paparan dingin mungkin hanya
beberapa menit, dan gejala dapat mengikuti segera atau beberapa jam
kemudian. Demam hingga 40C tidaklah jarang. Gejala lain mungkin
termasuk rasa nyeri di perut, kram, sakit kepala, mual, muntah, dan diare.
Urin pertama setelah onset PCH biasanya berwarna merah gelap atau bahkan
hitam dan biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun terkadang
berlangsung selama beberapa hari. Limpa dapat teraba selama serangan dan
kondisi ikterik ringan mungkin muncul. Fenomena vasomotor bermanifestasi
sebagai urtikaria, kesemutan tangan dan kaki, sianosis, dan fenomena
Raynaud, hingga bahkan gangren telah dilaporkan. Gejala sistemik dapat
muncul tanpa hemoglobinuria dan sebaliknya.

1.6.4. AIHA diinduksi Obat6,9


Pemberian obat-obatan dapat menginduksi lisis eritrosit melalui beragam
mekanisme. Tiga mekanisme utama adalah (a) mekanisme hapten/adsorpsi
obat hapten, di mana antibodi bereaksi dengan obat yang terikat erat dengan

membran eritrosit; (b) mekanisme kompleks imun terner (juga dikenal


sebagai neoantigen), di mana obat berikatan longgar dengan membran
eritrosit, dan antibodi bereaksi dengan neoantigen yang dibuat oleh kombinasi
obat dan membran; dan (c) jenis autoantibodi sejati, yang tidak dapat
dibedakan dari AIHA tanpa riwayat paparan obat. Beberapa obat dapat
menghasilkan hemolisis oleh lebih dari satu mekanisme, dan membedakan
antara mereka tidak selalu mungkin.
Riwayat obat yang teliti diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan obat
sebagai etiologi pada semua pasien AIHA. Gambaran klinis mirip dengan
yang ditemukan di AIHA idiopatik, termasuk pucat, ikterik, dan mudah lelah.
Splenomegali tidak jarang, tapi limfadenopati dan hepatomegali tidak
ditemukan pada AIHA akibat obat. Tingkat keparahan AIHA diinduksi obat
cukup bervariasi, tergantung pada tingkat hemolisis. Secara umum, pasien
AIHA dengan mekanisme hapten/adsorpsi obat (misalnya penisilin) dan
autoantibodi sejati (misalnya -methyldopa) menunjukkan gejala hemolisis
ringan sampai sedang, dengan onset gejala berkembang dalam periode
beberapa hari sampai minggu. Sebaliknya, mekanisme kompleks imun terner
(misalnya sefalosporin atau quininine) sering menyebabkan hemolisis berat
yang tiba-tiba disertai hemoglobinuria, hemolisis dapat terjadi setelah hanya
satu dosis obat pada pasien yang sebelumnya terkena obat. Gagal ginjal akut
juga dapat menyertai pada mekanisme kompleks imun terner.

1.7. DIAGNOSIS1,4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis:
1. Lelah
2. Mudah mengantuk
3. Sesak nafas

10

4. Cepatnya perlangsungan gejala


5. Riwayat pemakaian obat
6. Riwayat penyakit sebelumnya
Pemeriksaan fisik:
1. Konjungtiva pucat
2. Sklera ikerik
3. Splenomegali
Pemeriksaan hematologi
1. Hb rendah (7-10g/dl)
2. MCV normal atau meningkat
3. Bilirubin indirek meningkat
4. Hemoglobinuri
5. LDH meningkat
6. Retikulositosis
Morfologi darah tepi:

adanya proses fragmentasi pada eritrosit (sferosit, skistosit, helmet cell dan
retikulosit)

Pemeriksaan Imunoserologi

Direct Antiglobulin Test (direct Coombs test): sel eritrosit yang melekat
dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi monoklonal terhadap
berbagai imunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG dan C3. Bila
pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3, maka akan
terjadi aglutinasi. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah < 98% untuk AIHA,
hasil negatif palsu dapat terjadi jika densitas antibodi sangat rendah atau
jika autoantibodi yang berperan adalah IgA atau IgM.

Indirect Antiglobulin Test (indirect Coombs test): untuk mendeteksi


autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan

11

sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada
sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan
terjadinya aglutinasi.

Anemia normositik/makrositik
Retikulositosis
Peningkatan bilirubin indirek
Peningkatan LDH, penurunan serum haptoglobulin

Anemia Hemolitik

DAT

Positif

Negatif

AIHA

IgG+/- C3d positif

C3 positif

AIHA tipe hangat

AIHA tipe dingin

Gambar 3. Algoritme diagnosis AIHA1

12

1.8. DIAGNOSIS BANDING 5, 6, 9,10,11


1. Evans Syndrome
Merupakan AIHA disertai trombositopenia yang bermanifestasi klinis
berupa purpura dan petekie. Trombositopenia mungkin mendahului, terjadi
bersamaan dengan, atau mengikuti AIHA. Hal ini lebih sering terjadi pada
anak-anak dan kurang cenderung merespon dengan baik terhadap terapi.
2. Hereditary Spherocytosis (HS)
Di antara anemia hemolitik herediter, HS dapat paling menyerupai AIHA
karena anemia sferositik terkait dengan HS kebanyakan dideteksi pertama
kali pada usia dewasa. Selain itu, gambaran splenomegali menonjol di
kedua kasus, HS dan AIHA. HS dapat dibedakan dengan AIHA
berdasarkan studi keluarga pasien. Biasanya pada pasien HS, dapat
diidentifikasi anggota keluarga lainnya dengan riwayat penyakit HS.
Pembeda lainnya adalah DAT negatif pada HS.
3. Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)
HUS merupakan penyakit primer pada bayi dan anak yang memiliki gejala
klasik berupa triad anemia hemolitik mikroangipati, trombositopenia, dan
gagal ginjal akut. Sekitar 95% kasus HUS disebabkan oleh infeksi Shiga
toksin yang diproduksi oleh Escherichia coli.
4. Defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase
5. Systemic Lupus Eritematosus
6. Thrombotic Thrombocytopenic Purpura
7. Anemia hemolitik didapat lainnya (akibat kerusakan fisik eritrosit, reaksi
kimia dan fisika; dan akibat infeksi mikroorganisme)

13

1.9. TERAPI1
1.9.1. AIHA tipe hangat:
1. Kortikosteroid: 1-1,5 mg/kgBB/hari per oral. Bila ada respon terhadap
steroid (hematokrit meningkat, retikulosit meningkat, coomb direk positif
lemah, coomb indirek negatif). Dosis diturunkan tiap minggu hingga
mencapai dosis 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis <30 mg/hari dapat
diberikan selang sehari. Beberapa pasien memerlukan terapi rumatan
steroid dosis rendah, namun perlu dipertimbangkan modalitas terapi lain
apabila dosis telah >15 mg/hari untuk mempertahankan kadar hematokrit.
2. Splenektomi, bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan
penurunan dosis selama 3 bulan.
3. Rituximab dan alemtuzumab. Rituximab 100mg/minggu selama 4
minggu.
4. Imunosupresi, Azathriopin 50-200 mg/Hari, Siklofosfamid 50-150
mg/hari
5. Danazol 600-800 mg/hari, biasanya dipakai bersama steroid, bila terjadi
perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol
diturunkan menjadi 200-400 mg/hari.
6. Transfusi dilakukan pada kondisi yang mengancam jiwa (misal Hb <3
g/dl). Jenis transfusi yang diberikan berupa washed packed red cells.

1.9.2. AIHA tipe dingin:


1. Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis
2. Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu
3. Chlorambucil 2-4 mg/hari dapat diberikan
4. Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi IgM secara teoritis bisa
mengurangi hemolisis, namun secara praktik hal ini sukar dilakukan.

14

1.10. KRITERIA MERUJUK


Anemia hemolitik merupakan kompetensi 3A12, yaitu:
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan

1.11. EDUKASI DAN PENCEGAHAN


Edukasi dan pencegahan yang dapat diberikan antara lain2:
1. Edukasi pasien bahwa penyakit ini merupakan suatu proses autoimunitas;
2. Untuk AIHA tipe dingin dan Paroxysmal Cold Hemoglobinuria, hindari
udara dingin karena dapat memicu hemolisis;
3. Mencari kemungkinan penyebab AIHA khususnya tipe dingin, karena
dapat disebabkan oleh keganasan limfoproliferatif;
4. Apabila AIHA diinduksi oleh obat-obatan, tandai obat yang menjadi
pencetus dan hentikan pemakaian obat tersebut seumur hidup;
5. Edukasi pasien bahwa AIHA juga dapat disebabkan oleh transfusi darah.

1.12. PROGNOSIS
1.12.1. AIHA Tipe Hangat1,2
Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagian
besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun
terkendali. Kesintasan 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli paru,
infark lien, dan kejadian kardiovaskuler lain bisa terjadi selama periode
penyakit aktif. Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Prognosis
AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari.

15

1.12.2. AIHA Tipe Dingin1,13


Pasien dengan sindrom kronik akan memiliki kesintasan yang baik dan
cukup stabil. Studi Kamesaki mengindikasikan bahwa karakter klinis pasien
AIHA tipe dingin dengan DAT positif berbeda dengan pasien yang DATnya
negatif. Pasien DAT negatif cenderung memiliki gejala klinis yang lebih
ringan, namun kesintasan 1 tahun antar kedua kelompok dinyatakan sama.
Pada AIHA dingin sekunder, pemulihan akan terjadi dalam beberapa
minggu. Pada beberapa kasus berat yang menyebabkan gagal ginjal akut,
kadang dibutuhkan hemodialisis sementara.
1.12.3. PCH6
Bentuk PCH sekunder pascainfeksi bersifat self-limited dan berakhir
spontan dalam beberapa hari atau minggu setelah onset, meskipun antibodi
Donath-Landsteiner dapat bertahan dalam titer rendah untuk beberapa
tahun. Kebanyakan pasien dengan PCH kronis idiopatik bertahan selama
bertahun-tahun meskipun ada kekambuhan beberapa kali.
1.12.4. AIHA diinduksi Obat6
AIHA diinduksi obat biasanya ringan, dan prognosisnya baik. Episode
hemolisis sangat berat dengan gagal ginjal atau kematian telah dilaporkan,
biasanya karena AIHA yang terjadi melalui mekanisme kompleks imun
terner atau purin analog pada pasien dengan CLL. Dalam AIHA yang
dihasilkan dari mekanisme hapten/adsorpsi obat dan autoantibodi sejati,
DAT menjadi negatif segera setelah obat dihentikan.

16

BAB 2
STATUS ORANG SAKIT

No. Reg. RS

: 00.97.xx.xx

Tanggal Masuk : 14 Agustus 2015


Jam

: 12.00 WIB

Bed

: ASOKA XIV Bed 20

ANAMNESIS PRIBADI
Nama

:F

Umur

: 36 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status Perkawinan

: Sudah Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Alamat

ANAMNESIS
Autoanamnese

Alloanamnese

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama

: Muka pucat

Deskripsi

: Hal ini disadari os sejak 4 bulan yang lalu. Badan lemas dan
mudah lelah dijumpai sejak 4 bulan yang lalu dan dirasakan
hilang timbul. Sakit kepala dan hoyong tidak dijumpai. Os juga
menyadari tubuhnya berwarna semakin kuning, dirasakan
awalnya timbul di mata 4 bulan yang lalu dan dirasakan
semakin menyebar ke seluruh tubuh dan semakin kuning sejak
2 bulan yang lalu. Mual dan muntah tidak dijumpai. Penurunan
nafsu makan dan berat badan tidak dijumpai. Nyeri pada perut
tidak dijumpai. Demam tidak dijumpai. Riwayat bepergian ke

17

daerah endemis malaria tidak dijumpai. Riwayat mimisan, gusi


berdarah, dan muntah berdarah tidak dijumpai. Riwayat
transfusi darah tidak dijumpai.
Riwayat terdapat ruam pada pipi dan kulit tidak dijumpai.
Riwayat muncul ruam di kulit saat terpapar sinar matahari
tidak dijumpai. Riwayat nyeri pada persendian tidak dijumpai.
Riwayat kejang tidak dijumpai.
Os mengaku BAK berwarna seperti teh sejak 4 bulan yang lalu
dengan volume 1,2 L per hari. Riwayat nyeri saat BAK,
BAK tersendat, berpasir, atau berwarna seperti air cucian
daging tidak dijumpai.
BAB (+) normal, berwarna kuning kecoklatan, frekuensi sekali
sehari dengan konsistensi lunak. Riwayat BAB berwarna
hitam, pucat atau seperti dempul tidak dijumpai.
Riwayat pernah sakit kuning tidak dijumpai. Riwayat pernah
menggunakan jarum suntik bersama tidak dijumpai.
Riwayat minum jamu kencur dan temulawak yang dibuat
sendiri dijumpai sejak 2 bulan yang lalu dan sudah dihentikan
sejak 2 minggu ini. Riwayat meminum obat-obatan dari klinik
dan dokter dijumpai, namun os tidak ingat jumlah dan nama
obatnya.
Riwayat penyakit darah tinggi dan penyakit kencing manis
tidak dijumpai.
Riwayat terpapar zat kimia yaitu os berjualan bensin sejak 5
tahun ini. Riwayat terpapar pestisida disangkal.
Os sebelumnya dirawat inap di RS Haji Medan selama 3 hari
dengan diagnosis anemia.
RPT

: Tidak dijumpai

RPO

: Tidak jelas (obat dari klinik dan dokter di RS Haji Medan)

18

ANAMNESIS UMUM ORGAN


Jantung

Sesak Napas

:-

Edema

:-

Angina Pectoris

:-

Palpitasi

:-

Lain-lain

::-

Saluran

Batuk-batuk

:+

Asma,

Pernapasan

Dahak

:-

bronkitis

Saluran

Nafsu Makan

: normal

Pencernaan

Lain-lain

:-

Penurunan

:-

BB
Keluhan Menelan

:-

Keluhan

:-

Defekasi
Keluhan Perut

:-

Lain-lain

:-

Saluran

Sakit Buang Air

:-

BAK

:-

Urogenital

Kecil
Mengandung

tersendat
:-

Keadaan Urin

Batu

Sendi dan

: warna
seperti teh

Haid

:-

Lain-lain

:-

Sakit pinggang

:-

Keterbatasan

:-

Tulang

Gerak
Keluhan

:-

Lain-lain

:-

Haus/Polidipsi

:-

Gugup

:-

Poliuri

:-

Perubahan

:-

Persendian
Endokrin

Suara

Saraf Pusat

Polifagi

:-

Lain-lain

:-

Sakit Kepala

:-

Hoyong

:-

Lain-lain

:-

Darah dan

Pucat

:+

Perdarahan

:-

Pembuluh

Petechiae

:-

Purpura

:-

Lain-lain

:-

Lain-lain

:-

darah
Sirkulasi

Claudicatio

:-

19

Perifer

Intermitten

ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada riwayat keluarga menderita penyakit yang


sama

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS :
Keadaan Umum

Keadaaan Penyakit

Sensorium

: CM

Pancaran wajah

: Biasa

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Sikap Paksa

:-

Nadi

: 87 x/i, reg, t/v : cukup

Reflek fisiologis

:+

Pernapasan

: 20 x/i

Reflek patologis

:-

Temperatur

: 37,1oC (aksila)
(+)

Ikterus

(+)

Dispnu

Sianosis (-)

Edema

(-)

Purpura (-)

Anemia

(-)

Turgor Kulit : Baik


Keadaan Gizi : kurang
BW = BB/(TB-100) x 100 % = 60/57 x 100 % = 105% (berlebih)

TB :157 cm

IMT = 60/(1,57)2= 24,3 kg/m2 (overweight)

BB : 60 kg

KEPALA :
Mata

: Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-), pupil


isokor ki=ka, diameter 2-3 mm, refleks cahaya direk (+/+),
indirek (+/+), kesan = anemis dan ikterik

Telinga

: Dalam batas normal

Hidung

: Dalam batas normal

Mulut

: Lidah

: pucat dan ikterik

Gigi geligi

: karies (+)

Tonsil/faring

: dalam batas normal

20

LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R+2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk

: simetris fusifomis

Pergerakan

: tidak dijumpai ketinggalan bernapas

Nyeri tekan

:-

Fremitus suara

: SF kiri = kanan, kesan : normal

Iktus

: iktus (+), teraba di 1 cm medial LMCS

Palpasi

ICS V
Perkusi
Paru
Batas paru-hati R/A

: R= ICS IV LMCD, A= ICS V LMCD

Peranjakan

: 1cm

Jantung
Batas atas jantung

: ICS III LMCS

Batas kiri jantung

: 1 cm medial ICS V LMCS

Batas kanan jantung

: ICS IV LPSD

Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan

: Vesikuler di seluruh lapangan paru kanan


dan kiri

Suara tambahan

:-

Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 >A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),
HR : 88 x/i, reguler, intensitas cukup

21

THORAX BELAKANG
Inspeksi

: Simetris fusimformis, tidak ditemukan kelainan kulit atau


benjolan

Palpasi

: Nyeri tekan (-)


SF kanan=kiri, kesan normal

Perkusi

: Sonor di seluruh lapangan paru, kesan normal

Auskultasi

: Suara Pernafasan = Vesikuler


Suara Tambahan = Tidak dijumpai

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk

: Simetris

Gerakan lambung/usus

: Tidak tampak

Vena kolateral

:-

Caput medusae

:-

Dinding Abdomen

: Soepel; H/L/R: tidak teraba

Palpasi

Hati:
Pembesaran

:-

Permukaan

:-

Pinggir

:-

Nyeri tekan

:-

Limfa:
Pembesaran

:Schuffner : - Haecket : -

Ginjal:
Ballotement

:-

Uterus/ Ovarium

: tidak teraba

Tumor

: (-)

22

Perkusi
Pekak hati

: (+)

Pekak beralih

: (-)

Auskultasi
Peristaltik usus

: peristaltik (+) 9x/i, kesan normal

Lain-lain

:-

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra kanan/kiri: (-/-)

INGUINAL

: tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR

: tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tidak dilakukan pemeriksaan


ANGGOTA GERAK ATAS

ANGGOTA GERAK BAWAH

Kanan

Kiri

Deformitas Sendi

:-

Edema

Lokasi

:-

Arteri Femoralis

Jari tabuh

:Ujung : -

Tremor

Kiri

Kanan

Arteri Tibialis Posterior :

Arteri Dorsalis Pedis

Refleks KPR

Refleks APR

Refleks Fisiologis

Jari
Telapak

Tangan : -

Sembab
Sianosis

:-

Refleks Patologis

Eritema palmaris

:-

Deformitas

+ o/t digiti I

Lain-lain

: Kuning pada

Lain-lain

Kuning pada

jari dan telapak


tangan

jari dan
telapak kaki

23

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah: (14-08-2015)

Kemih: (19-08-2015)

Hb

Warna

: 6,5 g%

: Kuning

Tinja:(19-08-2015)
Warna : Cokelat

keruh
: 1,3x106/mm3

Eritrosit

Protein

:-

Konsistensi :
Padat

: 7,6x103/mm3

Leukosit

Reduksi

:-

Eritrosit : -

Trombosit : 253x103/mm3

Bilirubin

:-

Leukosit: -

Ht

Urobilinogen

:+

Amoeba/Kista : -

: 20,6 %

Hitung jenis :

Sedimen

Telur Cacing : -

Eosinofil

Eritrosit : 0/ lpb

Ascaris

Basofil

Leukosit : 1-3/ lpb

Ankylostoma : -

Neutrofil

: 59,2 %

Silinder :

T. trichiura

:-

Limfosit

: 34,3 %

Epitel

Kremi

:-

Monosit

: - / lpb

:-

RESUME
AUTO dan ALLOANAMNESIS
Keadaan Umum: Mata pucat
Telaah : Hal ini disadari os sejak 4 bulan yang lalu.
malaise (+) sejak 4 bulan yang lalu. Ikterik (+) di
seluruh badan. Demam dan riwayat bepergian ke
daerah endemis malaria (-). BAK berwarna seperti
ANAMNESIS

teh sejak 4 bulan yang lalu, volume 1,2 L per hari.


BAB normal. Riwayat minum jamu kencur dan
temulawak yang dibuat sendiri (+), riwayat minum
obat-obatan dari klinik dan dokter (+), namun os
tidak ingat nama obatnya. Riwayat terpapar zat kimia
(+) (bensin) sejak 5 tahun ini. Riwayat terpapar zat
kimia lain (-).

24

Keadaan Umum: Baik


STATUS PRESENS

Keadaan Penyakit: Sedang


Keadaan Gizi: Berlebih
Pancaran wajah: Biasa

IMT: 24,3 (overweight)

Kepala:
Mata: konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik
(+/+), kesan anemis, ikterik
Lidah: pucat, ikterik
PEMERIKSAAN FISIK Gigi geligi: karies (+)

Thorax:
Bentuk: Simetris fusiformis
SP: vesikuler di seluruh lapangan paru kanan dan kiri
ST: -

Abdomen:
Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba
Darah:
Hb: 6,5 g% ()
Eritrosit: 1,3x106/mm3 ()

kesan anemis

Ht: 20,6% ()
LABORATORIUM
RUTIN

Urin: warna kuning keruh, dalam batas normal


Feses: warna coklat, dalam batas normal

Bilirubin: direct= 0,52 mg/dL (N= 0,05-0,3 mg/dL)


()

25

total= 3,18 mg/dL (N= 0-1,2 mg/dL) ()


Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Drug
DIAGNOSA BANDING

induced hemolytic anemia dd/ Evans syndrome dd/


Non Imun dd/ Malaria dd/ Infeksi Virus

DIAGNOSA
SEMENTARA

Anemia Hemolitik Autoimun


Aktivitas: Tirah baring
Diet: Diet MII

PENATALAKSANAAN

Tindakan suportif :
1. IVFD RL 20 gtt/i makro
Medikamentosa:
-

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan


1. Darah rutin
2. Anemia profile (morfologi darah, SI, TIBC, Feritin, Rt count)
3. LFT
4. RFT
5. DAT (Direct Coomb Test)
6. IgG3
7. USG Abdomen
8. Konsul HOM

26

BAB 3
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN

Tanggal
S
14 Agustus - Muka pucat (+)
2015
- Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)

O
Sens: CM
TD: 100/50 mmHg
Nadi: 80 x/i
RR: 29 x/i
Temp: 36,5 C
Kepala:
Mata : conjungtiva
palpebra inferior anemis
(+/+), sklera ikterik
(+/+)
Leher:
TVJ R+2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Sp : Vesikuler
St : Abdomen :
Simetris, Soepel, L/H/R

A
Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/ Drug induced
hemolytic anemia
dd/ Evans
syndrome dd/ Non
Imun dd/ Malaria
dd/ Infeksi Virus

P
R
- Tirah baring
- Urinalisa
- Diet MII
- Feses rutin
- IVFD RL 20 gtt/i - Anemia profile / SI /
makro
TIBC/ Serum Ferritin
/ Reticulosit count
- Morfologi darah tepi
- Coomb test
- Viral marker
- LED
- Konsul HOM
- Rencana pemberian
methylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari per
oral

27

tidak teraba
Peristaltik (+) N
Ekstremitas :
Edema (-/-)
Hasil Lab (14 Agustus
2015) :
Hematologi
Hb: 6,5 g/dL
RBC: 1,8 x 106/mm3
WBC: 7,6 x 103/mm3
PLT: 253 x 103/mm3
Ht: 20,6 %
Glukosa Darah Sewaktu
: 161 mg/dL
Ginjal:
U: 14 mg/dL (N : 10-50
mg/dL)
K: 0,58 mg/dL (N: 0,6
1,2 mg/dL)
Liver:
SGOT : 16 U/L (N : 0
40)

28

SGPT : 6 U/L (N: 0


40 U/L)
Alkaline Phosphatase :
41 U/L (N: 30 142
U/L)
Bilirubin direct : 0,52
mg/dL (N: 0,05 0,3
mg/dL)
Bilirubin total : 3,18
mg/dL (N: 0 1,2
mg/dL)
Hasil USG Abdomen sebelumnya (28 Juli 2015) dari RSU Haji Medan
Hepar : membesar, permukaan irregular, echo parenkim inhomogen kasar
Lien : membesar, homogeny
Ginjal dan GB : besar dan bentuk kedua ginjal normal. Tidak tampak batu.
Kesimpulan : Penyakit liver kronis
15 Agustus - Muka pucat (+)
Sens: CM
2015
- Lemas (+)
TD: 100/60 mmHg
- Kuning seluruh
Nadi:100x/i
badan (+)
RR: 22x/i
Temp: 36,7C

Anemia Hemolitik - Tirah baring


- Urinalisa
Autoimun (AIHA) - Diet MII
- Feses rutin
dd/ Drug induced - IVFD RL 20 gtt/i - Anemia profile / SI /
hemolytic anemia
makro
TIBC/ Serum Ferritin
dd/
Evans
/ Reticulosit count
syndrome dd/ Non
- Morfologi darah tepi
Imun dd/ Malaria
- Combs test

29

Pemeriksaan fisik sama dd/ Infeksi Virus


dengan hari sebelumnya
Hasil laboratorium:
LED : 119 mm/jam
Reticulosit : 49,5 %

Viral marker
LED
Konsul HOM
Rencana pemberian
methylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari PO

Serum Iron: 76 mcg/dL


(N: 57 145 mcg/dL)
TIBC : 250 mcg/dL (N:
274 385 mcg/dL)
Combs test : +

Darah tepi:
Eritrosit : anisositosis,
hipokrom
Leukosit : normal
Trombosit: normal
Malaria : -

17 Agustus - Muka pucat (+)


2015
- Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)

Anti HCV : Sens: CM


TD: 100/60 mmHg
Nadi: 80 x/i
RR: 18 x/i

Anemia Hemolitik - Tirah baring


- Urinalisa
Autoimun (AIHA) - Diet MII
- Feses rutin
dd/ Drug induced - IVFD RL 20 gtt/i - Anemia profile / SI /
hemolytic anemia
makro
TIBC/ Serum Ferritin

30

Temp: 36,7 C

dd/Evans
syndrome dd/ Non
Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria
dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus

18 Agustus - Muka pucat (+)


2015
- Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)

19 Agustus - Muka pucat (+)


2015
- Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)

Sens: CM
TD: 100/50 mmHg
Nadi: 88 x/i
RR: 20 x/i
Temp: 36,2 C

Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/ Drug induced
hemolytic anemia
dd/ Evans
syndrome dd/ Non
Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria
dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus

Sens: CM
TD: 110/60 mmHg
Nadi: 80 x/i
RR: 24 x/i
Temp: 36,8 C

Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/ Drug induced
hemolytic anemia
dd/ Evans
syndrome dd/ Non
Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria
dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus

- Tirah baring
- Diet MII
- IVFD RL 20 gtt/i makro
-

- Tirah baring
- Diet MII
- IVFD RL 20 gtt/i
makro
-

/ Reticulosit count
Morfologi darah tepi
Combs test
Viral marker
LED
Konsul HOM
Rencana pemberian
methylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari PO
Urinalisa
Feses rutin
Konsul HOM
Rencana pemberian
methylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari PO
USG Abdomen
DAT (Direct
antiglobulin test)
Ig G3
Konsul HOM
Rencana pemberian
methylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari PO
USG Abdomen
DAT (Direct
antiglobulin test)
Ig G3

31

Urinalisa :
Warna : kuning jernih
Protein : Reduksi : Bilirubin : Urobilinogen : +
Sedimen urin
Eritrosit : 0 /lpb
Leukosit : 1-3 /lpb
Epitel : negatif
Silinder : negatif

20 Agustus - Muka pucat (+)


2015
- Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)

Feses rutin :
Warna : coklat
Konsistensi : padat
Telur cacing : Sens: CM
TD: 110/70 mmHg
Nadi: 86 x/i
RR: 28 x/i
Temp: 37 C

Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/ Drug induced
hemolytic anemia
dd/ Evans
syndrome dd/ Non
Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria
dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus

- Tirah baring
- Diet MII
- IVFD RL 20 gtt/i
makro
- Inj Ranitidin 50
mg/ 12 jam/ IV
- Methylprednisolon
4 mg tab 5-5-5

- Konsul HOM
- USG Abdomen
- DAT
(Direct
antiglobulin test)
- Ig G3

32

BAB 4
DISKUSI

TEORI

KASUS

EPIDEMIOLOGI

EPIDEMIOLOGI

Terjadi sebanyak 5% dari seluruh

Os merupakan seorang wanita.

kasus anemia

Gejala dialami os pada saat berusia

Insidensi dari AIHA 1-3 kasus per

36 tahun (middle aged).

100.000 populasi per tahun.

Angka kejadian antara pria dan


wanita tidak begitu menunjukkan
perbedaan spesifik, tetapi lebih
sering dijumpai pada wanita.

AIHA sering ditemukan pada usia


middle aged dan pada pasien yang
sudah tua

ETIOLOGI

ETIOLOGI

Idiopatik

Etiologi penyakit pada pasien belum

Sekunder, diinduksi oleh beberapa

dapat ditentukan (idiopatik), namun os

hal, yaitu penyakit keganasan lain,

memiliki faktor risiko paparan bahan

penyakit autoimun lain, infeksi

kimia berupa bensis sejak 5 tahun lalu.

virus, dan induksi oleh obat-obatan.


DIAGNOSTIK

DIAGNOSTIK

ANAMNESIS:

ANAMNESIS:

1. Lelah

1. Lelah

2. Mudah mengantuk

2. Mudah mengantuk, badan lemas

3. Sesak nafas

3. Gejala muncul sejak 4 bulan SMRS,

4. Cepatnya perlangsungan gejala

dan memberat dalam 2 bulan

5. Riwayat pemakaian obat

terakhir

6. Riwayat penyakit sebelumnya

4. RPO: jamu kencur dan temulawak

33

PEMERIKSAAN FISIK:

PEMERIKSAAN FISIK

1. Konjungtiva pucat

1. Konjungtiva pucat

2. Sklera ikerik

2. Sklera ikterik

3. Splenomegali

3. Jaundice seluruh tubuh

4. Hemoglobinuri
PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hb rendah (7-10g/dl)

1. Hb rendah (6,5g/dL)

2. MCV normal atau meningkat

2. MCV meningkat (114 fl)

3. Bilirubin indirek meningkat

3. Bilirubin

meningkat

(direk:

4. LDH meningkat

0,52mg/dL; indirek: 2,66mg/dL;

5. Retikulositosis

total 3,18mg/dL)
4. Retikulositosis (49,5%)

Morfologi darah tepi:

5. Morfologi

adanya proses fragmentasi pada


eritrosit

(sferosit,

skistosit,

helmet cell dan retikulosit)

darah

tepi:

eritrosit

anisositosis hipokromik
6. Coombs test: Positif (+)
7. USG: Hepatosplenomegali

Direct Antiglobulin Test / Coombs test


: Positif (+)
TERAPI:

TERAPI:

1. Kortikosteroid:

1-1,5 Kortikosteroid

mg/kgBB/hari per oral. Bila ada Methylprednisolone

tablet

(4

mg)

respon terhadap steroid, dosis diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari


diturunkan tiap minggu hingga per oral dan dibagi 3 dosis.
mencapai dosis 10-20 mg/hari. Maka kebutuhan pasien adalah:
Terapi steroid dosis <30 mg/hari
dapat diberikan selang sehari. = 1 mg x 60 = 60 mg/hari
Beberapa pasien memerlukan = 20 mg/kali beri (konversi ke tablet
terapi rumatan steroid dosis Methylprednisolone sediaan 4 mg)
rendah,

namun

dipertimbangkan

perlu = 5 tablet Methylprednisolone/kali beri


modalitas = 5 5 5

34

terapi lain apabila dosis telah


>15

mg/hari

untuk Untuk menanggulangi efek pemberian

mempertahankan

kadar kortikosteroid

hematokrit.

adekuat

atau

tidak

bisa

dilakukan penurunan dosis selama 3


bulan.
3. Rituximab

dan

alemtuzumab.

Rituximab 100mg/minggu selama 4


minggu.
4. Imunosupresi, Azathriopin 50-200
mg/Hari,

Siklofosfamid

50-150

mg/hari
5. Danazol 600-800 mg/hari, biasanya
dipakai bersama steroid, bila terjadi
perbaikan, steroid diturunkan atau
dihentikan
diturunkan

dan

dosis

menjadi

danazol
200-400

mg/hari.
6. Transfusi dilakukan pada kondisi
yang mengancam jiwa (misal Hb <3
g/dl).

keluhan

lambung, os diberi injeksi Ranitidine 50

2. Splenektomi, bila terapi steroid mg 1 ampul/hari.


tidak

terhadap

35

BAB 5
KESIMPULAN

Os, perempuan, 36 tahun, datang dengan keluhan ikterik dan badan lemas akibat
anemia hemolitik autoimun. Os diterapi awal dengan tirah baring, diet M II 1700
kkal, suportif cairan berupa RL 20 gtt/i. Pada tanggal 20 Agustus, os mulai
diberikan terapi kortikosteroid oral berupa tablet Methylprednisolone 4 mg
dengan dosis 60 mg/hari dibagi 3 kali pemberian (5 5 5) disertai injeksi
Ranitidine 50 mg 1 ampul/hari. Os masuk rumah sakit sejak tanggal 14 Agustus
hingga sekarang, dan direncanakan akan melakukan penjajakan berupa
pemeriksaan DAT dan IgG3.

36

DAFTAR PUSTAKA
[1] K. W. Taroeno-Hariadi and E. Pardjono, "Anemia Hemoliitik Imun," in Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI Press, 2014, pp. 2607-2613.
[2] M. N. Callistania, "Anemia hemolitik," in Kapita Selekta, 4th ed., Jakarta,

Media Aesculapius, 2014, pp. 656-659.


[3] T. DeLoughery, "Autoimmune hemolytic anemia," Hematology Board

Review, vol. 8, no. 1, pp. 1-9, 2013.


[4] A. E. Lichtin, "Anemias caused by hemolysis," in The Merck Manual of

Diagnosis and Therapy, 19 ed., New Jersey, Merck Sharp & Dohme Corp,
2011, pp. 936-937.
[5] P. Schick, "Hemolytic Anemia," 29 October 2014. [Online]. Available:

http://emedicine.medscape.com/article/201066-overview#showall. [Accessed
19 August 2015].
[6] C. H. Packman, "Hemolytic Anemia Resulting from Immune Injury," in

William's Hematology, 7th ed., M. A. Lichtman, E. Beutler, T. J. Kipps, U.


Seligsohn, K. Kaushansky and J. T. Prchal, Eds., New York, The McGrawHill Companies, 2010.
[7] L. Luzzatto, "Hemolytic Anemias and Anemia Due to Acute Blood Loss," in

Harrison's Principles of Internal Medicine , 17th ed., A. S. Fauci, D. L.


Kasper, D. L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauser, J. L. Jameson and J.
Loscalzo, Eds., New York, The McGraw-Hill Companies, 2008.
[8] W. Levinson, "Complement," in Lange Microbiology and Immunology

Review, 10th ed., San Fransisco, The McGraw-Hill Companies, 2008.


[9] A. T. Neff, "Autoimmune Hemolytic Anemias," in Wintrobe's Clinical

Hematology, 11th ed., J. P. Greer, J. Froester, J. N. Lukens, G. M. Rodgers, F.


Paraskevas and B. Glader, Eds., New York, Lippincott Williams & Wilkins,
2004, pp. 941-962.
[10] L.

Smith, "Autoimmune hemolytic anemias:


classification," Clin Lab Sci, vol. 12, no. 110, 1999.

characteristics

and

[11] A. J. Tan, M. A. Silverberg and W. G. Gossman, "Hemolytic Uremic

Syndrome in Emergency Medicine," 21 January 2015. [Online]. Available:


emedicine.medscape.com/article/779218-overview. [Accessed 21 August

37

2015].
[12] Konsil kedokteran indonesia, Standar kompetensi dokter indonesia, Jakarta:

Konsil kedokteran indonesia, 2012.


[13] S. A. Aljubran, "Cold Agglutinin Disease," 28 April 2015. [Online].

Available: emedicine.medscape.com/article/135327-overview. [Accessed 21


August 2015].

Anda mungkin juga menyukai