Anda di halaman 1dari 41

Referat

PENDEKATAN DIAGNOSIS PERDARAHAN PADA ANAK

Oleh :
Karolin Trisnawelda

1010312054

Cut Mutiara Sabrina

1010313071

Ilham Rizka Putra

1010313076

Nur Afany

1010313115

Deasy Archika Alvares

1110313013

Yelvi Novita Roza

1110312096

Putra Pratamadinata

1110312026

Diynie Fadhilla Fahmi

1110312110

Pembimbing :
Dr. Ismatul Amri

Supervisor :
Dr. Firman Arbi, Sp.A (K)
Dr. Amirah Zatil Izah, Sp.A

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga referat yang berjudul Pendekatan Diagnosis Perdarahan
Pada Anak ini dapat kami selesaikan. Referat ini merupakan salah satu syarat
mengikuti kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS. Dr. M.
Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak
membantu penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Firman Arbi, SpA(K) dan
dr. Amirah Zatil Izah, Sp.A sebagai preseptor dari Referat dan Dr. Ismatul Amri
selaku pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan dan dukungan moril
maupun materi dalam penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang banyak membantu
dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata penulis
berharap semoga referat ini dapat menambah wawasan, pengetahuan dan
pemahaman semua pihak tentang Pendekatan Diagnosis Perdarahan Pada Anak

Padang, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
Daftar Gambar..................................................................................................................iii
Daftar Tabel.......................................................................................................................iv
Daftar Singkatan...............................................................................................................v
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Batasan Masalah ......................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................3
1.4 Metode Penulisan......................................................................................3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ..........................................................................................4
2.2 Etiologi...........................4
2.3 Epidemiologi......5
2.4 Mekanisme Pembekuan Darah...............................................................6
2.5. Patofisiologi Perdarahan Pada Anak.........................................................13
2.6. Pendekatan Diagnosis Perdarahan Pada Anak..........................................18

BAB 5

PENUTUP
5.1. Kesimpulan...............................................................................................30
5.2. Saran.........................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................32

DAFTAR GAMBAR
Gambra 2.1. Klasifikasi Penyebab Perdarahan...................................................................5
Gambar 2.2. Jalur Intrinsik dan Ekstrinsik Pembekuan Darah...........................................10
Gambar 2.3. Jalur Jalur Mekanisme Pembekuan Darah Normal......................................11
Gambar 2.4. Algoritma Pemeriksaan Skrining Laboratorium pada Perdarahan.... 24
Gambar 2.5. Algoritma Pemeriksaan Perdarahan pada Anak 27

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Gangguan Fungsi Trombosit yang Diturunkan..................................................16
Tabel 2.2. Diferensial Diagnosis Kelainan Perdarahan dan Memar...................................22
Tabel 2.3. Interpretasi Skrining Tes dan Tes Lanjutan yang Dianjurkan............................25
Tabel 2.4. Trombositopenia yang Diturunkan.....................................................................26
Tabel 2.5. Beberapa Diferensial Diagnosis Perdarahan pada Anak....................................28

DAFTAR SINGKATAN

AD

Autosomal Dominant

AR

Autosomal Resesif

aPTT

Activated partial thromboplastin time

CBC

Complete blood count

DIC

Disseminated Intravascular Coagulation

FII

Factor II (prothrombin)

FV

Factor V

FVII

Factor VII

FVIII

Factor VIII

FIX

Factor IX

FX

Factor X

FXI

Factor XI

FXII

Factor XII

FXIII

Factor XIII

HSP

Henoch Schonlein Purpura

ICH

Intracranial hemorrhage

INR

International normalized ratio

ITP

Immune thrombocytopenia

PAI-1

Plasminogen activator inhibitor type 1

PBQ

Pediatric Bleeding Questionnaire

PFA-100

Platelet function analyzer-100

PT

Prothrombin time

TT

Thrombin time

VKA

Vitamin K antagonist

VWD

von Willebrand disease

VWF

von Willebrand factor

VWF:Ag

VWF antigen

VWF:RCO

VWF activity (ristocetin cofactor assay)

BAB 1
PENDAHULUAN

1. 1.

Latar Belakang
Perdarahan adalah keluarnya atau hilangnya sebagian darah dari sistem

vaskular baik disebabkan oleh rupturnya pembuluh darah akibat trauma atau kelainan
hemostasis.1 Ketika terjadi trauma, pembuluh darah yang terkena akan mengalami
kerusakan dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Pada kondisi fisiologis, tubuh
berusaha mengkompensasi kehilangan darah dengan menutup kerusakan pada dinding
pembuluh darah sehingga proses kehilangan darah dapat dikontrol atau dihentikan.2
Proses demikian dapat berlangsung dengan baik apabila seluruh komponen
hemostasis terlibat, diantaranya komponen vaskular, trombosit dan koagulasi. Apabila
salah satu dari komponen tersebut mengalami defek atau kelainan, maka akan
menimbulkan perdarahan meskipun dengan trauma minimal ataupun tanpa disertai
riwayat trauma sebelumnya.3 Gejala perdarahan tersebut dapat berupa ptekie, purpura,
ekimosis, hemarthrosis, hematemesis, melena, dan yang lainnya.
Penyebab perdarahan secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan
kelainan hematologi atau non hematologi. Perdarahan yang disebabkan kelainan
hematologi bisa berupa kelainan trombosit seperti ITP dan koagulasi berupa hemofili
dan penyakit VWD, sementara yang termasuk penyebab non hematologi adalah
trauma, kekerasan, ulkus, varises, telangiectasia dan angiodisplasia.4
Pada anak- anak, perdarahan merupakan hal yang normal dan cukup sering
dialami terutama yang disebabkan oleh trauma. 3 Namun pada beberapa kondisi, gejala
perdarahan dapat merupakan tanda dari kelainan hemostasis.5 Sebagai contoh, ptekie
atau epistaksis dapat disebabkan oleh adanya defek primer pada trombosit atau

pembuluh darah. Sementara gejala perdarahan berupa memar bisa disebabkan oleh
defek primer maupun sekunder akibat gangguan proses pembekuan darah. 6 Perlu
diingat, perdarahan tidak hanya mengenai kulit dan mukosa tetapi juga dapat
mengenai organ tubuh lainnya termasuk saluran cerna, jaringan ikat, otak, rongga
sendi, dan seterusnya.
Kelainan hemostasis dapat bersifat kongenital atau didapat.5 Pada anak lakilaki, kelainan hemostasis herediter yang paling sering dialami adalah hemofilia karena
terkait X-link.4 Sementara menurut beberapa studi menyatakan penyebab tersering
perdarahan pada anak yang bersifat herediter adalah penyakit Von Willebrand. Salah
satunya berdasarkan penelitian yang dilakukan El Bustany, dkk dari National
Research Center Kairo pada tahun 2008 didapatkan dari 43 anak yang diteliti, 27,9%
menderita penyakit Von Willebrand, 25,5% hemofilia A, 7% dengan hemofilia B,
16,3% mengalami disfungsi trombosit, sedangkan sisanya tidak dapat ditentukan
diagnosisnya.7 Sementara pada tahun 2012 dilakukan penelitian bersifat single center
di Kairo dengan total responden 667 pasien, ternyata didapatkan 27,2% menderita
kelainan koagulasi dengan persentase terbesar hemofilia A 70,6% dan hemofilia B
13,9%, kemudian 72,7% mengalami gangguan trombosit dengan 74,8% menderita
purpura trombositopenia imun, 11,2% dengan glanzman syndrome, 6,6% penyakit
Von Willebrand dan sisanya tidak dapat diklasifikasikan.8
Gambaran klinis perdarahan pada anak cukup luas spektrumya, mulai dari
berupa perdarahan tersembunyi hingga perdarahan masif. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri dalam menentukan apakah anak tersebut membutuhkan pemeriksaan
lanjutan atau tidak karena gejala klinisnya seringkali tidak terlalu menonjol di awal.
Akhirnya kondisi tersebut sering luput dalam penegakan diagnosis. Evaluasi pasien
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik secara komprehensif dapat membantu untuk

menentukan apakah pasien perlu pemeriksaan laboratorium lanjutan atau tidak.


Sehingga diagnosis secara spesifik dapat ditegakkan terutama terkait dengan
pengobatan yang akan diberikan.6
Kondisi perdarahan dapat mengancam nyawa terutama komplikasi perdarahan
masif yang berakibat pada kondisi syok dan perdarahan pada organ vital seperti otak,
paru, ginjal dan hepar. Selain itu, juga dapat terjadi anemia berkepanjangan akibat
adanya perdarahan tersembunyi. Kondisi ini, secara tidak langsung dapat
mengganggu proses tumbuh dan berkembangnya anak. Oleh sebab itu, penting untuk
mengetahui dan memahami teknik pendekatan diagnosis yang tepat sehingga
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan perdarahan pada anak menjadi lebih baik
guna menghindari risiko komplikasi yang lebih parah dikemudian hari.

1. 2.

Batasan Masalah
Batasan penulisan refrat membahas tentang definisi, etiologi, epidemiologi,

fisiologi, patofisiologi dan diagnosis perdarahan pada anak.


.
1. 3.

Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang

pendekatan diagnosis perdarahan pada anak.

1. 4.

Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai
literatur.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi
Perdarahan merupakan keluarnya darah dari pembuluh darah akibat kerusakan
atau robekan pembuluh darah. Ada dua tipe perdarahan, yaitu perdarahan yang berasal
dari pembuluh darah dan perdarahan yang karena kelainan komponen pembekuan
darah. Perdarahan dari pembuluh darah pada umumnya bersifat lokal, sedangkan
perdarahan karena faktor pembekuan pada umumnya bersifat sistemik.9
Gangguan perdarahan adalah istilah umum untuk berbagai masalah medis yang
mengarah ke pembekuan darah sehingga darah keluar terus-menerus. Ketika seseorang
memiliki kelainan pendarahan mereka memiliki kecenderungan untuk berdarah lagi.
Kelainan dapat disebabkan oleh cacat pada pembuluh darah atau dari kelainan dalam
darah itu sendiri terutama kelainan pada faktor pembekuan darah atau platelet.10
Pembekuan darah, atau koagulasi, adalah proses untuk mengendalikan
perdarahan, mengubah darah dari cair ke padat. Proses ini bersifat kompleks yang
melibatkan sebanyak 20 protein plasma berbeda, atau faktor pembekuan darah. Proses
kimia kompleks ini menggunakan faktor pembekuan untuk membentuk suatu zat yang
disebut fibrin. Ketika faktor-faktor koagulasi tertentu kurang atau hilang, maka proses
ini tidak terjadi secara normal.11
2. 2. Etiologi
Secara umum perdarahan dapat disebabkan karena kelainan hemostasis yang
melibatkan seluruh komponen pembekuan darah, dan bukan kelainan hemostasis yang
umumnya bersifat lokal. Perdarahan yang bukan karena kelainan hemostasis bisa
disebabkan oleh trauma, infeksi virus, investasi cacing dan kelainan kongenital.
Sedangkan perdarahan karena kelainan hemostasis disebabkan oleh kekurangan
trombosit seperti pada ITP, kekurangan faktor pembekuan darah (hemofilia atau von
willebrand disease), dan kelainan pada endotel (DIC dan HSP).12

Kualitatif

Sekuester

Kuantitatif

konsumsi

Defisiensi

produksi

Abnormalitas
trombosit

Hematologi

Abnormalitas
faktor

Perdarahan
signifikan secara
klinis

Inhibitor

Non Hematologi

Abnormalitas vaskuler
intrinsik atau abnormalitas
vaskuler yang didapat

Gambar 2.1. Klasifikasi Penyebab Perdarahan


(Modifikasi dari Lindsay McRae; Easy Bleeding, 2012)
Perdarahan yang dibiarkan akan selalu mengancam nyawa karena menimbulkan
kondisi gawat seperti syok hipovolemik. Pasien yang memiliki kelainan dalam
hemostasis, sedapat mungkin harus menghindari penyebab perdarahan non hemostasis.
Apabila pasien dengan kelainan hemostasis mendapat trauma, maka penatalaksanaan
harus segera diberikan secara adekuat untuk menghindari kematian.11
2. 3. Epidemiologi
Perdarahan terjadi pada hampir 75% kasus trauma. Setiap kejadian yang
menimbukan robekan pada pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan.9
Perdarahan yang timbul karena kelainan hemostasis insidensnya bervariasi tergantung
kepada jenis penyakitnya. Kelainan trombosit seperti idiopatik trombositopeni purpura
(ITP) paling sering ditemukan pada anak antara umur 2 8 tahun, kejadian ini lebih
sering ditemukan pada wanita. Sedangkan pada von willebrand disease, kejadian dapat
mengenai 1 diantara 100 orang. Banyak dari penderita hanya mengalami perdarahan
ringan, sehingga hanya sejumlah kecil yang tahu bahwa dirinya menderita pernyakit
ini12. Berdasarkan data populasi, prevalensi dari kelainan trombosit herediter tidak
diketahui secara pasti. Sebuah survey pada pusat kesehatan anak di Jerman, Austria dan
5

Swiss mengestimasi kelainan trombosit ditemukan pada 2 anak per satu juta penduduk.
Ras dan etnis mempengaruhi variasi frekuensi angka kejadian secara spesifik13.
Hemofilia ditemukan pada satu dari 5000 pria, 80% menderita hemofilia A
(defisiensi faktor VIII) dan 20% hemofilia B (defisiensi faktor IX) 14. VWD dapat
mengenai pria dan wanita. Namun, wanita dengan VWD lebih mudah dikenali karena
umumnya mengalami perdarahan haid yang banyak dan perdarahan lama setelah
melahirkan.12 VWD adalah gangguan perdarahan herediter terbanyak dengan insiden
antara 1:100 sampai 1:1000. Angka kejadian pada pria dan wanita sama, namun pada
wanita lebih sering ditemukan setelah adanya menorragi yang sering. Menorragi yang
sering dan signifikan sejak menarche sering di investigasi sebagai VWD. Defisiensi
faktor XI adalah penyebab ketiga terbanyak kelainan hemostasis yang ditemukan pada
populasi. Kebanyakan ditemukan pada ras Yahudi Ashkenazi14.
2. 4. Mekanisme Pembekuan Darah
Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan
sistem hemostatis dalam mempertahankan komponen darah tetap
dalam keadaan cair sehingga tubuh dalam keadaan fisiologik mampu
mempertahankan aliran darah dari/dalam pembuluh darah. bila
terjadi kerusakkan pembuluh darah maka system hemostatis akan
mengatur perdarahan melalui mekanisme (1) interaksi pembuluh
darah dan jaringan penunjang, (2) interaksi trombosit dan pembuluh
darah yang mengalami kerusakan, (3) pembentukan fibrin oleh sistim
koagulasi, (4) regulasi dari bekuan darah oleh faktor inhibitor
koagulasi dan sistim fibrinolitik, (5) remodeling dan reparasi dari
pembuluh darah yang mengalami kerusakan. bila terdapat gangguan
dalam regulasi hemostatis baik oleh karena kapasitas inhibitor yang
tidak sempurna atau oleh karena adanya stimulus yang menekan
6

fungsi natural anticoagulant , maka akan terjadi thrombosis yaitu


suatu proses terjadinya bekuan darah dalam pembuluh darah. 15
Hemostatis dan pembekuan merupakan serangkaian kompleks
reaksi

yang

mengakibatkan

pengendalian

perdarahan

melalui

pembentukan bekuan trombosit dan fibrin pada tempat cedera.


Pembekuan disusul oleh resolusi atau lisis bekuan dan regenerasi
endotel.Pada keadaan hemeostatis , hemostatis dan pembekuan
melindungi individu dari perdarahan massif sekunder akibat trauma .
Secara klinis proses terjadinya thrombosis melibatkan : 15
a Aliran darah dan pembuluh darah
b Interaksi trombosit-pembuluh darah oleh karena adanya kerusakan
endotelium
c Sistem koagulasi baik natural antikoagulan dan sistem fibrinolitik
2.4.1. Proses Pembekuan Darah melalui 3 fase :
a. Proses Koagulasi
Proses koagulasi diawali dengan pembentukan trombosiplastin, yaitu
substansia yang cepat bertindak terhadap mekanisme pembekuan darah, misalnya
saat jari tangan luka kena pisau. Selama darah mengalir dari pembuluh yang
tersayat, permukaan dimana platelet cenderung untuk berkumpul dan dihancurkan
dengan meninggalkan substansi yang dikenal sebagai faktor platelet atau pembeku
darah. Dengan adanya ion kalium dan substansi tambahan faktor platelet bereaksi
dengan faktor anti hemofilik membentuk tromboplastin. Sel-sel jaringan
tetangganya yang luka kena pisau juga akan melepaskan substansi tromboplastin. 15
b. Perubahan protrombin menjadi thrombin

Fase ke dua dari pembekuan darah melibatkan perubahan protrombin menjadi


trombin. Protrombin ialah salah satu protein plasma biasa, dibentuk di dalam hati
membentuk vitamin K, kekurangan vitamin K ini dapat mengakibatkan pendarahan,
suatu kecenderungan tidak cukup membentuk protrombin. Protrombin dibentuk di
dalam fase untuk membantu memulai merubah protrombin. Tetapi dengan adanya
ion kalsium dan faktor penghambat tertentu cukup untuk memperlengkap reaksi
tersebut15.
c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin
Fase ketiga proses pembekuan darah melibatkan aksi trombin di dalam
merubah Fibrinogen yang dapat larut menjadi fibrin yang tidak dapat larut.
Fibrinogen adalah plasma lain yang dihasilkan oleh hati dan ditemukan di dalam
sirkulasi plasma. Mula-mula fibrin keluar sebagai jaringan-jaringan dari benang
yang cepat menjadi padat, membentuk bekuan eritrosit16. Eritrosit terperangkap di
dalam perangkap fibrin, tetapi sel-sel darah ini tidak tahu apa yang dilakukannya
dengan pembekuan itu. Selama bekuan menyusut, tampak cairan berwarna kuning
bening keluar, cairan ini disebut serum, sama dengan plasma kecuali tanpa
fibrinogen dan unsur pembeku lainnya yang telah digunakan di dalam proses
pembekuan darah. 15

Terdapat 2 lintasan utama yang menginduksi terjadinya proses koagulasi yaitu


jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.

2.4.2. Jalur ekstrinsik


Proses koagulasi dalam darah in vivo dimulai oleh jalur ekstrinsik
yang melibatkan komponen dalam darah dan pembuluh darah15.
Komponen utama adalah tissue factor, suatu protein membran
intrinsik yang berupa rangkaian polipeptide tunggal yang diperlukan
sebagai kofaktor faktor VIII dalam jalur intrinsik dan faktor V dalam
common pathway16.
Tissue factor ini akan disintesis oleh makrofag dan sel endotel
bilamana mengalami induksi oleh endotoksin dan sitokin seperti
interleukin dan-1 dan tumor necrosis factor. Komponen plasma
utama dari jalur ekstrinsik adalah faktor VII yang merupakan vitamin
K dependen protein (seperti halnya faktor IX, X, protrombin, dan
protein C)16. Jalur ekstrinsik akan diaktifasi apabila tissue factor yang
berasal dari sel-sel yang mengalami kerusakan atau stimulasi kontak
dengan faktor VII dalam peredaran darah dan akan membentuk
suatu kompleks dengan bantuan ion Ca15. Kompleks factor VIIa
tissue factor ini akan menyebabkan aktifasi faktor X menjadi Xa
disamping juga menyebabkan aktifasi faktor IX menjadi IXa (jalur
intrinsik) 15,16

2.4.3. Jalur intrinsik


Jalur intrinsik merupakan suatu proses koagulasi parallel
dengan

jalur

ekstrinsik,

dimulai

oleh

komponen

darah

yang

sepenuhnya ada berada dalam sistem pembuluh darah. Proses


koagulasi terjadi sebagai akibat dari aktifasi dari faktor IX menjadi
9

faktor IXa oleh faktor XIa. <lih figure 1-4 colman> Protein contact
system (faktor XII, prekalikrein, high moleculer weight kininogen dan
C1 inhibitor) disebutkan sebagai pencentus awal terjadinya aktivasi
ataupun inhibisi faktor XI. Protein contact system ini akan berperan
sebagai respon dari reaksi inflamasi, aktifasi komplemen, fibrinolisis
dan angiogenesis15. Faktor XI dikonversikan menjadi XIa melalui 2
mekanisme yang berbeda yaitu diaktifkan oleh kompleks faktor XIIa
dan high molekuler weight kininogen(HMWK) atau sebagai regulasi
negative feedback dari trombin,3 regulasi negative feedback ini juga
terjadi pada faktor VIII dan faktor V, hal ini yang dapat menerangkan
tidak terjadinya perdarahan pada penderita yang kekurangan faktor
XII, prekalikrein dan HMWK. Faktor IXa akan membentuk suatu
kompleks dengan faktor VIIIa dengan bantuan adanya fospolipid dan
kalsium yang kemudian akan mengaktifkan faktor X menjadi faktor
Xa. Faktor Xa akan mengikat faktor V bersama dengan kalsium dan
fosfolipid membentuk suatu kompleks yang disebut protrombinase,
suatu kompleks yang bekerja mengkonversi protrombin menjadi
trombin. Faktor IX dapat juga diaktifkan oleh faktor XIa. 16

10

Gambar 2.2. Jalur Intrinsik dan Ekstrinsik Pembekuan Darah 15

Gambar 2.3. Jalur Jalur Mekanisme Pembekuan Darah Normal


(Sumber : Peri Kamalakar; Practical Approach to A Bleeding Child.
2008)
2.4.4. Sistem Inhibisi

11

Merupakan mekanisme antikoagulan dalam sistem pembuluh


darah

yang

akan

membatasi

dan

melokalisasi

pembentukan

hemostatis plug atau trombus pada tempat terjadinya kerusakan


pembuluh darah. Inhibitor utama dari unsur-unsur sistem kontak
adalah C1 inhibitor, terutama berperan sebagai inhibitor faktor XIIa
dan juga terhadap kalikrein. Antitrombin III merupakan suatu
inhibitor utama terhadap faktor IXa, Xa, dan trombin. Di dalam
peredaran darah, terdapat cukup antitrombin III sehingga mampu
menetralisasi terjadinya trombin yang dalam darah. Akan tetapi
bilamana terjadi penurunan sekitar 40 50% dari jumlah normal
maka keadaan ini merupakan predisposisi terhadap terjadinya
penyakit trombotik seperti pada kasus defisiensi anti trombin III
kongenital yang mempunyai risiko tinggi terjadinya tromboembolism.
Kemampuan inhibisi yang dihasilkan anti thrombin III akan diperkuat
dengan adanya heparin, akan tetapi bila telah terbentuk trombin
maka trombin ini akan menjadi resisten terhadap anti trombin
demikian juga terhadap kompleks anti trombin dan heparin.

15

Heparin dalam tubuh dikenal sebagai heparin kofaktor II


merupakan suatu serin protease inhibitor khususnya terhadap
trombin tidak terhadap faktor Xa. Disamping itu juga dikenal 2macroglobulin yang merupakan inhibitor terhadap beberapa faktor
koagulasi dalam plasma dan terhadap enzim fibrinolitik seperti
kalikrein, plasmin dan trombin. Alfa-2 antiplasmin merupakan
inhibitor primer terhadap plasmin, bekerja mencegah terjadinya
respon fibrinogenolitik terhadap stimulus dalam darah, membatasi
12

terjadinya respons fibrinolitik akibat stimulus dari trombus dan


menyebabkan

hemostatic

plug

tetap

utuh

sampai

terjadi

penyembuhan terjadi. Pada keadaan defisiensi 2-antiplasmin maka


hemostatic plug akan melarut sebelum penyembuhan terjadi. 15,16
24. 5. Pembentukan fibrin dan fibrinolisis
Trombin bekerja pada berbagai bahan, termasuk fibrinogen,
faktor XIII, V dan VII; membran trombosit; protein S dan protein C.
Dapat dikatakan bahwa trombin memegang peran sentral dalam
mengontrol

proses

pembentukan

hemostatic

plug

melalui

mekanisme positive dan negative feed back. Pembentukan fibrin


merupakan suatu proses fase kedua (setelah fase pertama agregasi
trombosit). Fibrinogen merupakan bahan dasar dari fibrin, suatu
glikoprotein dengan BM 340.000 dalton yang terdapat

dalam

konsentrasi yang tinggi dalam plasma dan granul trombosit. Trombin


akan terikat pada fibrinogen dan akan membebaskan fibrinopeptida
dan membentuk fibrin monomer dan selanjutnya membentuk fibrin
polimer. Pengikatan fibrin dengan faktor XIIIa ini akan menjadikan
fibrin resisten terhadap degragasi plasmin dan keadaan ini juga
diperkuat oleh pengaruh 2- plasmin inhibitor yang melindungi dari
fibrin terhadap efek fibrinolisis dari plasmin. Mekanisme terakhir
untuk membatasi pembentukan bekuan darah adalah fibrinolisis.

15

Mekanisme ini diperlukan untuk reparasi pembuluh darah dan


struktur jaringan lainnya bersamaan dengan pertumbuhan kembali
sel endotel dan rekanalisasi pembuluh darah. Fibrinolisis merupakan
13

suatu rangkaian proses aktifasi faktor-faktor pembekuan yang


meliputi konversi zimogen-enzim, mekanisme feedback potensiasi
dan inhibisi, dan reparasi struktur pembuluh darah. Pada proses
permulaan pembentuk hemostatic plug, trombosit dan sel endotel
akan melepaskan plasminogen activator inhibitor untuk menfasilitasi
pembentukan fibrin. Proses selanjut, melalui suatu proses yang
belum diketahui dengan pasti danpada waktu yang tepat, sel endotel
akan melepaskan plasminogen aktivator dan prourokinase yang akan
mengkonversi plasminogen (terutama yang terikat pada fibrin)
menjadi

bentuk

aktif

yaitu

plasmin,

yang

nantinya

akan

mencetuskan terjadinya fibrinolisis.15

2.5. Patofisiologi Perdarahan pada Anak


1. Disfungsi Endotel
Disfungsi endotel merupakan salah satu penyebab perdarahan pada
anak,contohnya adalah Henoch Schonlein Purpura (HSP). 17 Ditemukan adanya
deposit kompleks imun yang mengandung IgA dan adanya aktivasi komplemen jalur
alternatif pada penyakit ini. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen
mengakibatkan mediator inflamasi teraktivasi, yaitu prostaglandin vaskuler, sehingga
terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi, dan abdomen.18
Jumlah trombosit pada HSP ditemukan normal atau meningkat, dapat ditemui
eosinofilia, dan peningkatan laju endap darah. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah
mungkin meningkat. Dapat dilakukan biopsi kulit, menunjukkan adanya vaskulitis
leukositoklastik. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan imunofluoresensi,

14

menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding pembuluh darah.
Pemeriksan radiologi yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan barium, dilakukan
jika ditemui gejala gejala gastrointestinal, akan ditemukan penurunan motilitas
usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus atau intususepsi.18
2. Kelainan Fungsi Trombosit
Fungsi utama trombosit secara fisiologis adalah melakukan hemostasis,
membentuk sebuah gumpalan yang berperan sebagai sumbatan pada cedera vaskular
untuk mencegah kehilangan darah. Normalnya, gumpalan dari trombosit beredar di
dalam pembuluh darah tanpa perlekatan pada dinding endotel. Ketika suatu
pembuluh darah robek, trombosit menempel pada lapisan subendotel, berikatan
dengan kolagen subendotel via integrin 21 dan reseptor membran glikoprotein
GPVI, serta faktor von willebrand13.
Kelainan trombosit herediter bisa berupa kelainan fungsi dan kekurangan
jumlah. Gejala utama yang muncul pada setiap individu adalah perdarahan
mukokutan seperti memar, epistaksis, perdarahan dari orofaring atau saluran cerna
dan menorragi. Kelainan ini sering tidak terdeteksi pada usia muda kecuali memang
diketahui bahwa di dalam keluarga terdapat penderita kelainan darah, atau anak
mengalami suatu cedera yang menimbulkan perdarahan13.
Kelainan fungsi trombosit ada yang bersifat kongenital dan ada juga yang
didapat19.
a) Kongenital
a. Trombostenia (penyakit Glanzman), merupakan kelainan yang bersifat
autosomal resesif. Kelainan ini dapat menyebabkan terjdinya kegagalan
agregasi trombosit primer oleh karena terjadinya defesiensi glikoprotein
15

membran Iib dan III a. kelainan ini pada umumnya dijumpai pada neonatus.
Pada penyakit ini, dikarakteristikkan dengan ;
-

Jumlah dan morfologi trombosit normal.

Pemanjangan waktu perdarahan atau bleeding time.

Berkurang arau tidak adanya retraksi pembekuan darah.

Kerusakan agregat trombosit.

Perdarahan mukokutaneus yang berulang.

b. Sindrom Bernard-Soulier, merupakan suatu kelianan pada trombosit di mana


trombosit berukuran jauh lebih besar dari ukuran normalnya. Selain dari
ukuran yang tidak seperti normal, juga terjadi defisiensi glikoprotein Ib,
gangguan pengikatan pada vWF, gangguan adhesi jaringan ikat sunendotel
yang terbuka, serta tidak beragregasinya trombosit dengan resistein. Hasil lab
pada kelainan ini jumlah trombosit menurun, ukuran trombosit jauh lebih
besar dibanding yang normal., serta etraksi bekuan darah normal. Ukuran
trombosit bias mencapai 2-8 mikrometer atau hamper setara dengan ukuran
eritrosit atau inti sel limfosit kecil.
c. Gray Platelets Syndrome, pada kelainan ini terjadi kekurangan atau defisiensi
-granule dalam trombosit yang akan terlihat berwarna abu-bau dengan
penggunaan pewarnaan Wright. Kelaina ini sendiri jarang ditemukan. Pada
pemeriksaan

labor,

trombositopenia,

dan

didapatkan
dengan

ditemukannya -granule.

16

pemanjangan

pengunaan

wahtu

mikroskop

perdarahan,

elektron

tidak

b) Didapat
a. Pengaruh obat. Pengaruh obat yang dimaksud yaitu pemakaian obat yang
bersifat anti trombosit, salah satu contohnya yaitu aspirin. Pada penggunaan
aspirin akan menyebabkann masa perdarahan yang abnormal dan juga dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan saluran cerna . obat yang paling sering
menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi trombosit yaitu aspirin ini.
Penyebab defek pada aspirin yaitu adanya terjadi inhibisi siklo-oksigenase
dengan ganggan sintesis tromboksan A2 yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam reaksi pelepaan dan agregasi dengan adrenalin dan
adenosine difosfat. Defek yang ditimbulkan ini dapat bertahan selama 7-10
hari.
Tabel 2.1. Gangguan Fungsi Trombosit yang Diturunkan
(Sumber: Sara, Walter, Victor, et al. In Pediatric Blood Cancer. 2011)
Abnormalitas
protein untuk
perlekatan
protein
Abnormalitas
reseptor
platelet agonis
Abnormalitas
granula
trombosit
Abnormalitas
sinyal
transduksi

Abnormalitas
sitoskeleton

Abnormalitas
membran
fosfolipid

Komplek GPIb-IX-V (sindrom Bernard-Souller, penyakit von willebrand )


GPIIb (Glanzmann thrombasthenia)
GPIa-Iia 21
GPVI
GPIV
Tromboksan reseptor A2
Reseptor P2Y12
Reseptor 2-adrenergik
Granula- (Sindrom Hermansky-Pudlak, sindrom Chediak-Higashi)
Granula- (sinrom platelet abu-abu, sindrom ARC, gangguan platelet Quebec,
sindrom Paris-Trousseau-Jacobsen)
Granula dan (defisiensi dan )
Defek sekresi primer
Abnormalitas asam arakidonat / jalur tromboksan A2
Defisiensi Gq
Defisiensi parsial selektif PLC-2
Defek di pleckstrin fosforilasi
Defek pada mobilisasi Ca2+
Gangguan terkait MYH9 (anomali May-Hegglin, sindrom Sebastian, sindrom
Fechtner, sindrom Epstein)
Sindrom Wiskott-Aldrich
X-linked trombositopenia
Sindrom Scott

17

b. Gangguan Hati, terjadinya perdarahan pada pasien yang mengalami penyakit

hati sangat kompleks penyebabnya, salah satu contohnya yaitu adanya


penurunan atau berkurangnya semua faktor koagulasi dalam plasma. Pasien
yang menderita penyakit hati bisanya akan mengalami proses fibrinolisis
yang hebat, oleh karena itu akan menjadi penghambat dalam fungsi trombosit
nantinya. Membran trombosit yang rusak akan menyebabkan adanya
ganggguan pada fungsi adhesi trombosit.
3. Gangguan pembekuan darah (koagulasi)
Kelainan Pembekuan Darah Fase I20-22
a) Hemofilia : defisiensi faktor VII dan IX
Level faktor <0,01 IU/ml dikategorikan sebagai hemofilia parah, 0,01-0,05
IU/ml dikategorikan sebagai hemofilia moderat dan faktor >0,05 IU/ml
dikategorikan sebagai hemofilia ringan. Memar/ perdarahan berkorelasi
baik dengan level faktor VIII dan IX pada plasma. Tampilan klinis pada
umumnya sama pada satu jenis kasus terutama yang berasal dari famili
yang sama. Sepertiga dari pria yang didiagnosis dengan hemofilia tidak
memiliki riwayat keluarga melainkan mutasi gen de novo terkait FVIII dan
FIX14.
b) Von Willebrand Diseases : kekurangan faktor von Willebrand yang
berfungsi membawa faktor VII dalam plasma22
FVIII dan VWF adalah fase protein akut yang bisa timbul karena kondisi
stress, infeksi, atau penyakit sistemik. Pada golongan darah O, jumlah
FVIII dan VWF lebih rendah dari golongan darah lain14.
Kelainan Pembekuan Darah yang di dapat21 :

18

a) Defisiensi vitamin K : Vitamin K berfungsi untuk mensintesis faktor II


(protombin) , faktor VII, IX dan X serta antikoagulan C dan S.

19

2.6. Pendekatan Diagnosis Perdarahan pada Anak


Anak dengan penyakit perdarahan sering diketahui dari gejala klinis yang khas,
hasil skiring labor yang abnormal dan riwayat keluarga 23. Gejala klinis yang sering
muncul adalah mudah memar,perdarahan pada mukosa seperti, espitaksis, menorraghia,
perdarahan mulut, saluran cerna dan saluran kemih. Perdarahan yang tidak terkendali
saat operasi, perdarahan dalam pada otot atau sendi24. Anamnesa yang lengkap termasuk
riwayat keluarga, akan menghantarkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan fisik dapat
menjadi petunjuk untuk diagnosis23.
2.6.1. Riwayat medis
a. Umur
Kebanyakan kasus dengan kelainan hemostatik diturunkan yang berat, akan
terdiagnosa pada masa bayi karena perdarahan mucocutaneus yang signifikan,
perdarahan post sirkumsisi, dan perdarahan dari tali ujung pusat , perdarahan
intrakranial18. Kelainan hemostatik ringan-sedang yang diturunkan, mungkin tidak
timbul dengan perdarahan klinis sampai usia yang lebih tua, atau ketika anak
semakin aktif bergerak. Kelainan perdarahan yang didapat, dapat muncul pada
semua usia. Sebagai contoh, walaupun ITP biasanya terjadi pada usia 2-10 tahun,
kemunculan pada usia 3 bulan hingga remaja dapat terjadi24.
b. Jenis kelamin
Riwayat keluarga dengan perdarahan yang terbatas pada laki-laki, mengarah
kepada penyakit yang terikat dengan kromosom X. Beberapa penyakit hemostatic
didapat dan diturunkan muncul pada kedua jenis kelamin, walaupun terdapat
peningkatan angka kejadian pada wanita untuk vwd , defek trombosit dan defisiensi
faktor XI karena menorrhagia24 .
c. Riwayat pengobatan umum
Riwayat kelemahan, demam, penurunan berat badan dll dapat mengarah
pada keganasan. Penyakit hati mempengaruhi sintesis dari berbagai faktor
20

pembekuan. Kolestatis, malabsorpsi lemak atau penggunaan antibiotik dapat


menyebabkan defisiensi vitamin K19. Sepsis dikaitkan dengan koagulopati dan
trombositopenia. Uremia juga dapat dikaitkan dengan disfungsi trombosit yang
didapat24.
2.6.2. Riwayat perdarahan
Tipe dan pola perdarahan merupakan indikator penting untuk diagnosa.
Perdarahan mucocutaneus seperti ptekie, memar, epistaksis, perdarahan saluran cerna
dan/atau menorrhagia mengarah pada kelainan pada trombosit, vwd, atau pembuluh
darah. Perdarahan spontan atau eksesif ke jaringan lunak, otot, dan sendi, atau
perdarahan pasca operasi yang sukar berhenti mengarah pada gangguan faktor koagulasi.
Perdarahan intrakranial, perdarahan post sirkumsisi atau perdarahan mukosa berat pada
awal kehidupan membutuhkan investigasi segera untuk mencari defisiensi faktor
pembekuan24. Memar atau hematom yang besar pada ekstremitas distal bisa
diindikasikan sebagai penyakit perdarahan. Hemarthomosis dengan efusi sendi, teraba
hangat dan nyeri saat gerakan pasif biasanya merupakan gejala dari hemophilia.
Menorragia yang muncul pada remaja perempuan yang memiliki penyakit perdarahan
dan sering muncul pada siklus pertama menarche. Menoragia sering diiringi dengan
anemia23,24.
Perdarahan berulang dari lokasi kecil sering diakibatkan oleh kelainan lokal
seperti epistaksis atau diverticulum meckel. Perdarahan pada anak dengan riwayat
operasi sebelumnya atau pencabutan gigi mensugestikan kelainan yang didapat daripada
kelainan yang diturunkan. Kelainan yang didapat muncul kemudian di kehidupan dan
riwayat perdarahan pada keluarga bisa tidak ada23. Riwayat perdarahan pada anak sehat
dengan infeksi sebelumnya dan rash purpura sering terlihat pada ITP (Idiopathic

21

Thrombocytopenic Purpura) atau rash yang dikaitkan dengan nyeri sendi mensugestikan
HSP (Henoch Schonlein Purpura)24. Rash purpura dengan icterus mensugestikan gagal
hati, rash dengan diare dapat terlihat pada Hemolytic uremic syndrome. Memar yang
mudah terjadi juga dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin C atau dengan riwayat
pemakaian obat seperti analgesic, antikonvulsan atau steroid23.
Ptekie dan purpura dapat disebabkan oleh vaskulitis atau kelainan trombosit.
Ptekie dan purpura sejak lahir dapat mensugestikan kelainan trombosit herediter seperti
TAR atau BS syndrome23. Perdarahan membran mukosa dapat disebabkan oleh kelainan
trombosit atau vWD. Riwayat menorrhagia pada pasien perempuan mensugestikan
vWD. Perdarahan pada otot atau sendi mensugestikan kekurangan faktor pembekuan24.
Kebutuhan tranfusi yang banyak saat operasi atau setelah operasi yang biasanya
tidak menyebabkan perdarahan hebat bisa di curigai sebagai penyakit perdarahan.
Perdarahan setelah tonsilektomi atau adenotonsiklektomi yang lebih dari 7-10 hari bisa
juga dicurigai mempunyai penyakit perdarahan23. Perdarahan mukosa seperti epistaksis,
menoragia, mudah memar, ptekie dicurigai sebagai kelainan hemostasis primer. Dokter
anak harus memikirkan tentang defek platelet, vWf dab kelainan pembuluh darah.
Perdarahan dalam pada sendi dan otot dicurigai sebagai gangguan dari faktor koagulasi24.
Perdarahan dari umbilical cord atau cephalhematoma dengan riwayat persalinan
sulit atau perdarahan dari gigi yang copot atau trauma minor, atau perdarahan pada
sendi atau hematoma mensugestikan kelainan yang bersifat herediter23. Perdarahan dari
tali pusat pada hari pertama kehidupan mengarah pada defisiensi faktor XIII atau
afibrinogenia24.Memar karena cedera akibat kecelakaan disengaja sekitar umur 1 tahun
sangat sering ketika anak-anak secara normal mulai berjalan dan terjatuh tapi terbatas
pada ekstremitas bawah dan tidak disertai ptekie atau purpura, dimana memar yang

22

bukan akibat cedera karena kecelakaan biasanya pada kepala, wajah, dada atau
ekstremitas bagian atas23.
2.6.3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga berperan penting pada penyakit perdarahan dengan potensi
yang diturunkan. Kelainan perdarahan autosomal resesif lebih sering pada komunitas
etnik yang terisolasi yang mempunyai gen yang sama. Riwayat keluarga yang lengkap
harus ditanyakan termasuk sering/ tidaknya kematian neonatus pada generasi
sebelumnya, perdarahan pasca pembedahan, sirkumsisi, pencabutan gigi, menorragi, dan
perdarahan postpartum, semakin sering kejadian ini ditemukan semakin memungkinkan
adanya gangguan perdarahan14. Riwayat keluarga penting dan penting mengetahui pohon
keluarga termasuk kelahiran, jenis kelamin yang dikenai dan detil perdarahan. Jika hanya
laki- laki yang dikenai mensugestikan kelainan XR dimana kedua jenis kelamin dapat
dikenai pada kelainan AR atau AD. Memar pada neonatus bisa disebabkan oleh sepsis
atau defisiensi vitamin K atau kelainan trombosit23.

23

Tabel 2.2. Diferensial Diagnosis Kelainan Perdarahan dan Memar


(Sumber: Michael Ballas dan Eric H.Kraut. American Family Physician. 2008:77(8).)

2.6.4. Pemeriksaan Laboratorium


Walaupun anamnesa dan pemeriksaan mengarah pada penyakit perdarahan,
investigasi diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan dapat dibagi atas
tes skrining dan tes khusus24.
Pemeriksaan darah lengkap / Full Blood Count (FBC) dapat mengeliminasi
penyebab hematologik memar dan perdarahan, seperti trombositopenia atau sindrom
kegagalan sumsum tulang. Algoritma pertama dari diagnosis kelainan trombosit adalah
24

hitung trombosit. Jumlah platelet normal atau tidak sangat menentukan klasifikasi lanjut
dari kelainan trombosit13. Pemeriksaan lain dapat berupa pemeriksaan bentuk platelet
yang dilanjutkan dengan PT dan APTT14.
PT digunakan untuk mengukur faktor pada jalur ekstrinsik dan common
pathway. Defisiensi faktor ini (paling banyak faktor VII) akan menyebabkan
pemanjangan PT. Vitamin K diperlukan untuk sintesis faktor yang penting dalam jalur
ini, oleh karena itu pasien dengan kekurangan vitamin K dapat mengalami pemanjangan
PT23,24.
PTT digunakan untuk mengukur faktor jalur intrinsic dan common pathway.
Defisiensi faktor ini (termasuk faktor VIII dan faktor IX ) akan menyebabkan
pemanjangan PTT. Faktor VII dapat ditemukan rendah pada pasien dengan penyakit von
willebrand , karena itu dapat ditemukan pemanjangan PTT23,24.
Pada pasien trombositopenia, pemeriksaan lebih lanjut bisa dilakukan dengan
melihat ukuran trombosit. Klasifikasi ukuran kecil, normal dan besar berdasarkan MPV
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan blood-film. Trombositopenia seringkali
ditemukan pada anak-anak. Walaupun trombositopenia herediter sering berhubungan
dengan disfungsi platelet, pada sejumlah kasus abnormalitas yang ditemukan justru tidak
spesifik13.

25

Gambar 2.4. Algoritma Pemeriksaan Skrining Laboratorium pada Perdarahan


(Modifikasi dari Anjali and Steven. In Pediatrics in Review. 2010)
Tujuan utama pemeriksaan laboratorium pada perdarahan pada anak adalah untuk
menentukan penyebab perdarahan, apakah merupakan suatu penyebab primer atau
sekunder. Pemeriksaan awal yang diperlukan antara lain darah lengkap (termasuk
trombosit), gambaran darah tepi, prothrombin time (PT) dan partial thromboplastin time
(PTT)22.
Hitung darah lengkap, pemeriksaan darah tepi, hitung trombosit, PT, APTT
merupakan tes skrining. Bila hasilnya normal, TT dan agregasi trombosit perlu
dipertimbangkan untuk diperiksa. Pada individu dengan abnormalitas tes skrining,
pemeriksaan faktor spesifik perlu dilakukan untuk diagnosis yang lebih tepat. Pada
pasien dengan riwayat perdarahan abnormal dan adanya riwayat keluarga, hasil tes
skrining yang normal memerlukan evaulasi laboratorium yang lebih jauh24.

26

Tabel 2.3. Interpretasi Skrining Tes dan Tes Lanjutan yang Dianjurkan
(Sumber: Budensab. In International Journal of Health Science and Research. 2012)

Dahulu, pemeriksaan untuk fungsi platelet adalah dengan pemeriksaan bleeding


time .Namun, penggunaan bleeding time dalam memprediksi perdarahan operasi masih
dipertanyakan. Dan penggunaannya telah ditinggalkan pada beberapa institusi. Platelet
function analyzer (TFA 100), telah dibuktikan lebih akurat daripada bleeding time untuk
mendeteksi penyakit von willebrand23.
TFA 100 menstimulasi pembentukan sumbatan trombosit secara in vivo dengan
mengalirkan darah pasien melalui saluran yang dilapisi dengan kolagen atau epinefrin
dan kolagen atau adenosis difosfat. Pada pasien dengan penyakit von willebrand dan
kelainan fungsi trombosit, jumlah waktu yang diperlukan bagi trombosit untuk
mengaggregasi

baik

dari

kolagen/epinefrin

dan

kolagen/ADP

memanjang23.

Pemanjangan waktu untuk menggumpal dengan hanya kolagen/epinefrin biasanya


menandakan efek obat seperti aspirin24.
Sensibilitas TFA-100 dalam mendiagnosa von willebrand dan kelainan fungsi
trombosit adalah 88-90% dengan spesifisitas 86-94%. Studi menyimpulkan TFA-100
merupakan tes skrining yang sangat berguna, namun kesimpulan ini masih dalam
perdebatan24.

27

Tabel 2.4. Trombositopenia yang Diturunkan


(Modifikasi dari Sara, Walter, Victor et al. In Pediatric Blood Cancer. 2011)
Platelet kecil
Platelet
normal

Platelet besar

Sindrom Wiskott-Aldrich
X-linked trombositopenia
Kongenital megakariositik trombositopenia
Amegakariositik trombositopenia dengan sinostosi radio-ulnar
Trombositopenia dengan absen radii
Gangguan familial platelet dan predisposisi leukemia mieloid
akut
Trombositopenia autosom dominan
sindrom Bernard-Souller
DiGeorge / sindrom velokardiofasial
Sindrom Von Willebrand
Sindrom platelet abu-abu
Sindrom ARC
Gangguan terkait MYH9
X-linked trombositopenia dengan talasemia
Sindrom Paris-Trousseau-Jacobsen
Makrotrombositopenia mediteran jinak
Anemia diseritropoietik dengan trombositopenia

28

Gambar 2.5
Algoritma Pemeriksaan Perdarahan pada Anak
(Sumber: SickKids Handbook of Pediatric Thrombosis and Hemostasis.2013)
Tabel 2.5 Beberapa Diferential Diagnosis Perdarahan pada Anak

29

(Dirangkum dari Shosana, Margaret and Sara (An Approach to the Bleeding Child), Budensab (Approach to a Bleeding Child), Anjali
(Bleeding Disorder), Kate Khair and Ri Liesner (Bruising and Bleeding in infants and children), Linsday (Easy Bleeding), Michael and
Eric (Bleeding and Bruising: A Diagnostic Approach), dan James Shanon and Thomas (Evaluation for Bleeding Disorder in Suspected
Child Abuse)

Patofisiologi

Etiologi

Autoimun
Riwayat infeksi
sebelumnya
Riwayat
Keluarga
Riwayat
Penggunaan
Obat
Manifestasi
Klinis
Pemeriksaan
fisik
Jumlah
trombosit
Gambaran
darah tepi

Hemofilia

Von Willebrand

penyakit perdarahan
herediter yang disebabkan
oleh defisiensi faktor
pembekuan darah VIII, IX
dan XI

Produksi abnormal
faktor von
Willebrand

Faktor VII, IX, XI

Faktor von
Willebrand

Defisiensi Vit K

ITP

PTS

Defisiensi vitamin K

Perdarahan akibat
penghancuran trombosit
berlebihan.

Trombositopenia yang
terjadi akibat pengaruh
imun

Defisiensi Vit K

Trombositopenia

Kelainan fungsi
trombosit

Proses infeksi, obatobatan, pasca tranfusi,


sindrom Evan, SLE,
hipertiroidism, alergi,
anafilaksis, kelainan
limfoproliferatif
+

Kelainan pada fase


fungsi trombosit
(adhesi, agregasi dan
pelepasan)

Dapat diturunkan atau


didapat

Hampir selalu ada

+/-

+/-

+/-

+/-

+ bila etiologi obat

+ bila etiologi obat

Riwayat ibu
mengonsumsi
antikoagulan pada
HDN perlu
ditanyakan

Bervariasi, mulai dari perdarahan ringan hingga berat ( memar ringan, epistaksis, hingga ekimosis generalisata, perdarahan kulit, GI, vagina hingga PIS)
Purpura, ptekie, perdarahan konjungtiva, perdarahan mukokutaneus lain Ptekie, memar pada kulit, perdarahan mukosa hidung, vagina dan perdarahan luka
memanjang
Normal/sedikit
Normal
Normal
Normal
Menurun
Menurun
menurun
Normal
Normal
Normal
Normal
Bentuk trombosit
dapat normal, kecil

30

atau besar
PT

Normal

PTT

Memanjang

APTT
Faktor II
Faktor VII
Faktor VIII
Faktor IX
Faktor X
BT
vWF

Abnormal
Normal
Normal
Rendah
Rendah
Normal
Normal
Normal

Tatalaksana

Pemberian faktor VIII atau


IX

Normal
Normal/sedikit
memanjang
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Aktivitas rendah
Desmopressin,
komponen darah
(cryopresipitate),
obat fibrinolitik

Memanjang
Memanjang
Aktivitas rendah
Aktivitas rendah
Normal
Aktivitas rendah
Aktivitas rendah
Normal
Konsumsi vitamin K

31

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Normal

Normal

Kortikosteroid oral,
IVIG, immunoglobulin
anti-D

Tergantung etiologi

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Memanjang
Normal
Transfusi trombosit,
dll

BAB 3
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan
Perdarahan adalah keluarnya atau hilangnya sebagian darah dari sistem
vaskular baik disebabkan oleh rupturnya pembuluh darah akibat trauma atau kelainan
hemostasis. Perdarahan dan memar sering terdapat pada anak. Penyebab perdarahan
secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan kelainan hematologi (kelainan
trombosit dan faktor pembekuan) atau non hematologi (trauma, kekerasan, ulkus,
varises, telangiectasia dan angiodisplasia). Perdarahan terjadi pada hampir 75% kasus
trauma.
Pendekatan diagnosis dan tatalaksana yang tepat perlu dilakukan segera pada
anak dengan perdarahan karena resiko yang ditimbulkannya. Perdarahan dapat
mengancam nyawa dan dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Diagnosis banding
antara penyakit perdarahan dan luka akibat kecelakaan dapat dilakukan dengan
anamnesa dan pemeriksaan fisik yang baik. Perlu ditanyakan riwayat perdarahan,
riwayat pengobatan dan riwayat keluarga. Pemeriksaan fisik dapat dibantu dengan
pemeriksaan laboratorium untuk lebih memastikan diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium pada perdarahan dibagi atas tes skrining dan tes
khusus. Bila tes skrining normal, pemeriksaan TT dan agregasi trombosit perlu
dipertimbangkan untuk diperiksa. Pada orang dengan kelainan pada tes skrining,
pemeriksaan faktor spesifik dapat dilakukan untuk mencari diagnosis yang lebih tepat.
Pada pasien dengan riwayat perdarahan abnormal dan adanya riwayat keluarga, tes
skrining yang normal memerlukan evaulasi laboratorium yang lebih jauh.
Saran

3.2.

Pada anak anak dengan memar dan perdarahan, perlu dilakukan:


32

1. Anamnesa menyeluruh mulai dari riwayat pengobatan, trauma, riwayat keluarga


dan pemeriksaan fisik menyeluruh yang merupakan alat penting dalam
mengevaulasi penyakit perdarahan pada anak.
2. Pemeriksaan laboratorium, baik pemeriksaan tes skrining maupun pemeriksaan
khusus.
3. Tatalaksana segera sesuai dengan etiologi untuk mencegah komplikasi mulai dari
gangguan tumbuh kembang anak hingga komplikasi yang mengancam nyawa.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Morison M. 2004. Manajemen Luka. EGC : Jakarta


2. Mantik MFJ. 2004. Gangguan koagulasi. Sari Pediatri 6: 60-67
3. Khair K, Liesner R. 2006. Bruising and Bleeding in Infants and Children a Practical
Approach. In British Journal of Hematology 133: 221-31
4. Karen J, Robert M. 2015. Hemostatic Disorder dalam : Nelson Essentials of Pediatric.
Edisi 7. Philadelphia. Elsevier. 523-31
5. Suchitra S. 2013. Rare Bleeding Disorders in Children : Identification and Primary Care
Management. Pediatrics 132: 882-92
6. Shoshana R, Margareth L, Sara J. 2013. An Approach to the Bleeding Child. In Sick Kids
Handbook of Pediatric Thrombosis and Hemostasis. Besel. Karger. 14-22
7. El-Bostany EA, Omar N, Salama EE, El-Ghuroury EA, Al-Jaouri SK. 2008. The
Spectrum of Inherited Bleeding Disorders in Pediatrics. Blood Coagul Fibrinolysis.
19(8): 771-5
8. Mokhtar GM, Tantawy AA, Adly AA. Telbany MA, EL Arab SE. 2012. A longitudinal
Prospective Study of Bleeding Diathesis in Egyptian Pediatric Patients : single-center
experience. Blood Coagul Fibrinolysis. 23(5): 411-8
9. Permono B, Ugrasena IDG. 2010. Buku ajar Hematologi-onkologi anak. BP-IDAI :
Jakarta
10. Bleyer A. David G. Tubergen. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. Elseiver :
Philadelphia.
11. Lanzkowsky. 2005. Manual of pediatric hematology and oncology. 4th ed.: Elsevier
academic press: USA.
12. Sara J Israel, Walter A.H. Kahr, Victor, et al. Platelet disorders in children: A diagnostic
approach. In Pediatric Blood Cancer. 2011:56:pp. 975-83.
13. Kate Khair dan RI Liesner. Bruising and bleeding in infants and children a practical
Approach. In British Journal of Haematology. 2006:133:pp.221-231.
14. MFJ Mantik. 2004. Gangguan Koagulasi. Sari pediatric Vol 6, No 1.IDAI

34

15. Guzzetta A Nina MD, Miller E Bruce MD. 2010. Principles of Hemostatis in Children
:models and maturation. Review Article. Pediatric Anesthesia
16. Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, dan Schor NF. 2015. Nelson Textbook Of
Pediatrics, 20th edition. Philadelphia : Elsevier, hal. 1216-1218.
17. Akib A, Munasir Z, dan Kurniati N. 2008. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi
Kedua. Jakarta : Balai Penerbit IDAI, hal. 373-37.
18. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, dan Abdulsalam M. 2006. Buku
Ajar Hematologi-Onkologi Anak. IDAI: Jakarta.
19. Corrigan JJ, 2000. Penyakit Perdarahan dan Trombosis dalam Behrman, Kligeman,
Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed 15, vol 2. EGC, Jakarta
20. Janna M, George R. Coagulation Disorder in Pediatric Review. 2003. Vol 4 No3.
21. Hackner SG. Bleeding Disorder: Diagnostic Approach Simplified. Cornel University.
New York
22. Lindsay McRae.Easy Bleeding. 2012. Pp.1-6
23. Hastings CA, Torkildson JC, dan Agrawal AK. 2012. Handbook of Pediatric Hematology
and Oncology, second edition. Inggris : John Wiley & Sons, hal. 62 66.
24. Budensab A.H. Approach to a Bleeding Child. In International Journal of Health
Sciences & Research. 2012:5:(2):pp.98-104

35

Anda mungkin juga menyukai