Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN KASUS

GAGAL JANTUNG PEDIATRIK

Oleh:
Gita Rizky Aprilia
NIM. 2230912320091

Pembimbing:
dr. Meriah Sembiring, Sp.A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM

RSUD ULIN BANJARMASIN

Agustus, 2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2

A. Definisi .......................................................................................... 2

B. Epidemiologi ................................................................................. 3

C. Etiologi .......................................................................................... 4

D. Patofisologi .................................................................................... 5

E. Klasifikasi ..................................................................................... 7

F. Diagnosis ....................................................................................... 8

G. Tatalaksana .................................................................................. 14

H. Prognosis ..................................................................................... 22

BAB III LAPORAN KASUS ..................................................................... 23

A. Identitas Pasien ............................................................................ 23

B. Anamnesis ................................................................................... 23

C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................ 29

D. Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 34

E. Resume ........................................................................................ 39

F. Diagnosis ..................................................................................... 42

G. Tatalaksana .................................................................................. 42

H. Prognosis ..................................................................................... 43

BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 45

ii
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 58

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung diartikan sebagai sindrom klinis kompleks akibat kelainan

struktural dan fungsional jantung yang menyebabkan terganggunya kemampuan

ventrikel memompa darah. Gagal jantung pada anak merupakan masalah

kesehatan masyarakat serius dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi,

terutama di negara berkembang. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif

lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang

lebih berat. Gagal jantung pediatrik memiliki perbedaan etiologi dan patogenesis

dibandingkan gagal jantung pada dewasa; sekitar 60%-70% penyebab gagal

jantung pediatrik adalah iskemia dan konsekuensi penyakit jantung bawaan.1–5

Manifestasi klinis gagal jantung pada anak lebih bervariasi dibandingkan

dengan orang dewasa, bahkan berbeda antar kelompok usia, dan dapat tumpang

tindih dengan gejala atau tanda penyakit anak lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan

pemahaman yang komprehensif berkaitan dengan aspek klinis dan tatalaksana

gagal jantung pada anak.4

Gagal jantung pediatrik relatif jarang, sehingga sebagian besar praktisi di

pelayanan primer atau kegawatdaruratan hanya sedikit memiliki pengalaman

dibandingkan penanganan gagal jantung dewasa. Selain itu, studi pada gagal

jantung pediatrik masih jarang, sehingga tatalaksananya kebanyakan berkembang

dari pengalaman klinis.5 Berkaitan dengan hal tersebut, berikut ini akan disajikan

laporan kasus mengenai gagal jantung dengan hipertrofi atrioventricular dextra

pada seorang anak perempuan yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gagal Jantung

Menurut American Heart Association, gagal jantung didefinisikan sebagai

suatu sindrom klinis kompleks yang terjadi akibat gangguan struktural atau

fungsional dari pengisian atau ejeksi darah dari ventrikel jantung. Menurut

Canadian Cardiovascular Society, gagal jantung didefinisikan sebagai kegagalan

jantung untuk menyuplai darah ke sirkulasi sistemik atau pulmonal dalam aliran

yang adekuat, atau untuk menerima aliran balik vena dalam tekanan pengisian yang

adekuat, sehingga menyebabkan efek merugikan pada jantung, sirkulasi, dan

pasien.4

Gagal jantung bukan diagnosis patologis tunggal, melainkan sindrom klinis

yang terdiri dari gejala utama, seperti pembengkakan dan kelelahan yang disertai

dengan tanda-tanda di antaranya tekanan vena jugularis meningkat dan ronki paru.

Hal ini disebabkan karena adanya kelainan struktural dan/atau fungsional jantung

yang mengakibatkan peningkatan tekanan intrakardiak dan/atau curah jantung tidak

adekuat saat istirahat atau selama aktivitas. Gagal jantung pediatrik pada sekitar

usia 0-18 tahun didefinisikan secara luas sebagai kegagalan jantung untuk

mensuplai darah ke sistem pulmonal pada laju aliran yang sesuai atau kegagalan

menerima aliran balik vena pada tekanan pengisian yang sesuai, sehingga berefek

buruk pada jantung.5

2
3

B. Epidemiologi Gagal Jantung

Gagal jantung pediatrik merupakan sindrom klinis dan patofisiologi akibat

kelainan ventrikel dan volume overload. Gagal jantung pediatrik muncul saat lahir

(karena penyakit janin) atau berkembang pada masa perkembangan anak-anak.

Kejadian penyakit jantung bawaan sekitar 0,8% kelahiran. Berdasarkan data United

Stated Indicates, setiap tahun sekitar 10.000 - 14.000 anak dirawat inap dengan

gagal jantung dan 27% disebabkan oleh kelainan otot jantung.5

Studi oleh Shaddy dkk, melaporkan bahwa insiden gagal jantung pada anak

berkisar antara 0.87 hingga 7.4 per 100.000 populasi. PJB merupakan penyebab

utama gagal jantung pada anak. Studi oleh Lasa dkk, melaporkan bahwa dari 1.494

pasien anak dengan gagal jantung, lebih dari separuh pasien (57%) memiliki PJB

sebagai penyakit yang mendasari. Insiden PJB di Indonesia belum diketahui secara

pasti, namun secara global diperkirakan sebesar 8 per 1000 kelahiran hidup.

Diperkirakan sebanyak 5% pasien PJB mengalami gagal jantung saat usia anak-

anak dan 25% pasien PJB mengalami gagal jantung saat usia dewasa. Pasien dengan

jantung univentrikel memiliki insiden gagal jantung tertinggi, disusul oleh lesi

conotruncal (misalnya tetralogi Fallot, transposisi arteri besar), pirau kiri ke kanan

(misalnya defek sepum ventrikel, defek septum atrioventrikular), dan penyakit

katup.4

Kardiomiopati primer merupakan penyebab utama gagal jantung pada anak

dengan struktur jantung yang normal. Insiden kardiomiopati diperkirakan sebesar

1.1-1.5 kasus per 100.000 anak. Tidak semua anak dengan kardiomiopati dapat

mengalami gagal jantung. Angka ini bervariasi tergantung jenis kardiomiopati.


4

Gagal jantung ditemukan pada 71% anak dengan kardiomiopati dilatasi dan 13%

anak dengan kardiomiopati hipertrofi. Penyakit jantung rematik, defisiensi nutrisi

(seperti defisiensi vitamin D dan hipokalsemia), dan infeksi berkontribusi sebagai

penyebab gagal jantung pada anak di negara berkembang dan tropis. Studi di India

oleh Murugesan dkk. (2017) melaporkan bahwa sebanyak 2.09% dari 7.095 pasien

anak yang dirawat di rumah sakit memiliki gagal jantung, dimana penyebab

terbanyak adalah PJB (59.8%), disusul oleh penyakit jantung rematik (15.3%), dan

kardiomiopati dilatasi (7.3%).4

C. Etiologi Gagal Jantung

Kardiomiopati primer merupakan penyebab utama gagal jantung pada anak

dengan struktur jantung yang normal. Insiden kardiomiopati diperkirakan sebesar

1.1-1.5 kasus per 100.000 anak. Tidak semua anak dengan kardiomiopati dapat

mengalami gagal jantung. Angka ini bervariasi tergantung jenis kardiomiopati.

Gagal jantung ditemukan pada 71% anak dengan kardiomiopati dilatasi dan 13%

anak dengan kardiomiopati hipertrofi. Penyakit jantung rematik, defisiensi nutrisi

(seperti defisiensi vitamin D dan hipokalsemia), dan infeksi berkontribusi sebagai

penyebab gagal jantung pada anak di negara berkembang dan tropis. Studi di India

oleh Murugesan dkk. (2017) melaporkan bahwa sebanyak 2.09% dari 7.095 pasien

anak yang dirawat di rumah sakit memiliki gagal jantung, dimana penyebab

terbanyak adalah PJB (59.8%), disusul oleh penyakit jantung rematik (15.3%), dan

kardiomiopati dilatasi (7.3%).5 Berikut adalah berbagai etiologi gagal jantung

(Tabel 2.1 dan Tabel 2.2):


5

Tabel 2.1 Etiologi gagal jantung berdasarkan usia.5


Usia Etiologi
Bayi Baru Lahir Miokarditis virus akut, kardiomiopati dilatasi idiopatik,
kardiomiopati familial, anomali arteri koroner kiri dari
arteri pulmonalis, kesalahan metabolisme bawaan, stenosis
aorta kritis
Anak Usia 2-5 Tahun Miokarditis virus akut, kardiomiopati dilatasi idiopatik,
kardiomiopati familial, penyakit jantung bawaan dengan
ventrikel tunggal, kardiomiopati yang diinduksi takikardi,
penyakit Kawasaki
Anak Usia >5 tahun Miokarditis virus akut, kardiomiopati dilatasi idiopatik,
kardiomiopati familial, kardiomiopati diinduksi takikardi,
penyakit jantung reumatik, anemia, hipotiroidisme, lupus
eritematosus sistemik

Tabel 2.2 Etiologi gagal jantung pediatrik.6


• Shunt kiri ke kanan (defek septum ventrikel)
• Lesi conotruncal (Tetralogi Fallot)
Penyakit Jantung Kongestif • Lesi ventrikel tunggal (hypoplastic left heart
syndrome)
• Penyakit katup (stenosis aorta)
• Hypertrophic cardiomyopathy
• Dilated cardiomyopathy
Kardiomiopati • Restrictive cardiomyopathy
• Arrhythmogenic right ventricular
cardiomyopathy
• Takikardi (supraventrikular)
Aritmia
• Bradikardi (AV blok)
• Anomali koroner (jembatan miokard)
Iskemia
• Penyakit Kawasaki
• Kemoterapi
Toksin
• Penggunaan obat pada ibu hamil
• Miokarditis
Infeksi • Demam reumatik akut
• HIV
• Diabetes melitus
Lain-lain
• Hipertensi esensial

D. Patofisiologi Gagal Jantung

Gagal jantung pada anak dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme

patofisiologi yang mendasari, antara lain: Kelebihan beban volume (volume

overload), tekanan (pressure overload), gangguan kontraktilitas miokardium,


6

aritmia, dan kombinasi dari mekanisme tersebut. Kelebihan beban volume dan

tekanan merupakan mekanisme tersering gagal jantung pada anak. Kelebihan beban

volume dapat disebabkan oleh PJB dengan pirau kiri ke kanan dan regurgitasi

katup. Kelebihan beban tekanan dapat disebabkan oleh stenosis mitral, stenosis

pulmonal, stenosis aorta, dan koarktasio aorta. Gangguan kontraktilitas miokardium

pada anak terutama disebabkan oleh kardiomiopati, miokarditis, gangguan

metabolik (hipoksia, hipoglikemia, hipokalsemia, asidosis), penyakit endokrin, dan

anomali koroner. Aritmia dapat meliputi takiaritmia (misalnya takikardi

supraventrikular paroksismal) atau bradiaritmia (misalnya blok atrioventrikular).

Semua mekanisme ini dapat menyebabkan penurunan curah jantung.

Penurunan curah jantung akan menyebabkan berkurangnya stimulasi

baroreseptor dan penurunan perfusi renal. Tubuh akan melakukan mekanisme

kompensasi untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme kompensasi utama

meliputi aktivasi sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotensin-aldosteron

(SRAA). Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan terjadinya peningkatan

katekolamin (terutama norepinefrin), denyut jantung, kontraktilitas jantung, dan

vasokonstriksi untuk mempertahankan tekanan arteri rerata dan perfusi organ. Akan

tetapi, peningkatan katekolamin dapat menyebabkan terjadinya jejas kardiomiosit,

disfungsi sinyal intraselular, hingga kematian kardiomiosit.

Aktivasi SRAA menyebabkan terjadinya peningkatan kadar renin,

angiotensin II, dan aldosteron dalam sirkulasi. Renin berperan untuk memecah

angiotensinogen menjadi angiotensin I yang kemudian dikonversikan oleh enzim

pengonversi angiotensin menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor poten.


7

Angiotensin II akan merangsang sekresi aldosteron di kelenjar adrenal. Aldosteron

menyebabkan retensi garam dan air yang akan meningkatkan preload dan curah

jantung menurut mekanisme Frank-Starling. Mekanisme-mekanisme ini secara

fisiologis berkontribusi dalam menjaga stabilitas sirkulasi untuk sementara, namun

pada satu titik mekanisme tersebut tidak lagi mampu meningkatkan curah jantung.

Selain itu, aktivasi SRAA berkelanjutan dapat menyebabkan terjadinya fibrosis dan

remodeling jantung, serta meningkatkan progresivitas gagal jantung.4

E. Klasifikasi Gagal Jantung

Gagal jantung pada anak dapat diklasifikasikan menjadi kelas I-IV

berdasarkan tingkat keparahan gejala. Klasifikasi modifikasi Ross digunakan pada

anak usia 6 tahun (Tabel 2.3). Gagal jantung pada anak juga dapat diklasifikasikan

menjadi stadium A-D berdasarkan progresivitas penyakitnya (Tabel 2.4).4

Tabel 2.3. Klasifikasi modifikasi Ross & NYHA untuk gagal jantung pada anak.4
Kelas Klasifikasi Modifikasi Ross Klasifikasi NYHA
I Asimtomatik Asimtomatik
II • Takipnea ringan atau diaforesis saat Terdapat batasan ringan
makan pada bayi atau sedang dalam
• Sesak napas saat aktivitas pada anak usia aktivitas fisik
lebih tua
III • Takipnea bermakna atau diaforesis saat Terdapat batasan
makan pada bayi bermakna dalam
• Waktu makan yang memanjang dengan aktivitas fisik
gagal tumbuh
• Sesak napas bermakna saat aktivitas pada
anak usia lebih tua
IV Gejala seperti takipnea, retraksi, grunting, Simtomatik saat istirahat
atau diaforesis saat istirahat
8

Tabel 2.4. Stadium gejala jantung pada anak.4


Stadium Interpretasi Contoh
A Terjadi peningkatan risiko Paparan terhadap obat-obatan
mengalami gagal jantung, namun kardiotoksik, riwayat keluarga
fungsi jantung dan ukuran ruang dengan kardiomiopati herediter,
jantung norma jantung univentrikel, transposisi
arteri besar
B Abnormalitas morfologi atau Regurgitasi aorta dengan
fungsi jantung tanpa gejala gagal pembesaran ventrikel kiri,
jantung, baik saat ini maupun riwayat terpapar antrasiklin
dahulu dengan disfungsi sistolik
ventrikel kiri
C Penyakit jantung struktural atau Kardiomiopati atau penyakit
fungsional yang mendasari dan jantung bawaan dengan disfungsi
terdapat gejala gagal jantung, ventrikel
baik saat ini maupun dahulu
D Gagal jantung stadium akhir yang Terdapat gejala bermakna saat
membutuhkan infus kontinu istirahat meskipun terapi
inotropik, dukungan sirkulasi medikamentosa telah maksima
mekanik, atau transplantasi
jantung

F. Diagnosis Gagal Jantung

Selain anamnesis yang rinci, diagnosis gagal jantung mencakup temuan

klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi,

elektrokardiografi, ekokardiografi, dan penunjang lainnya.4

a) Temuan klinis dan fisik

Gagal jantung pada anak secara umum dapat bermanifestasi sebagai gagal

jantung kiri atau gagal jantung kanan. Manifestasi gagal jantung kiri meliputi:

takipnea, sesak, distres pernapasan, kongesti paru, ortopnea, dan gambaran curah

jantung rendah (kesulitan makan, letargi, palor, diaforesis, akral dingin, gagal

tumbuh, dan sinkop). Manifestasi gagal jantung kanan meliputi: hepatomegali,

asites, efusi pleura, edema perifer, dan peningkatan tekanan vena jugularis. Poin

penting yang perlu diingat, bahwa peningkatan tekanan vena jugularis, edema
9

perifer, efusi pleura, dan krepitasi dada jarang ditemukan pada bayi dan anak usia

muda sebagai tanda gagal jantung.

Gejala dan tanda gagal jantung pada anak bervariasi tergantung umur dan

keparahan penyakit. Gambaran klinis yang sering ditemukan pada bayi dan anak

usia muda meliputi kesulitan makan (waktu makan memanjang, volume asupan

sedikit, dan refluks), takipnea, distres pernapasan, diaforesis saat makan, gagal

tumbuh, dan hepatomegali. Gambaran klinis yang sering ditemukan pada anak usia

lebih lebih tua dan remaja meliputi penurunan toleransi aktivitas fisik, sesak, mudah

lelah, ortopnea dan dispnea paroksismal nokturnal, hepatomegali, edema perifer,

pergeseran impuls apikal, dan peningkatan tekanan vena jugularis. Kadang dapat

ditemukan gejala abdominal akibat iskemia mesenterium yang menyebabkan nyeri

abdomen dan muntah setelah makan.

Pemeriksaan fisik yang teliti dapat memberikan petunjuk tentang penyebab

gagal jantung. Denyut jantung merupakan parameter yang penting. Pasien dengan

kardiomiopati dilatasi onset baru atau miokarditis dapat mengalami inappropriate

sinus tachycardia. Aritmia jantung primer perlu dicurigai apabila denyut jantung

>220 kali/menit. Tekanan darah biasanya normal pada pasien gagal jantung, namun

dapat terjadi hipotensi pada gagal jatung dekompensasi akut. Pemeriksaan

auskultasi dapat ditemukan krepitasi basal dan wheezing, namun hal ini dapat pula

disebabkan oleh penyakit paru. Suara murmur jantung atau gallop dapat ditemukan.

Meskipun auskultasi penting, perlu diingat bahwa tidak adanya murmur atau suara

jantung tambahan belum tentu dapat menyingkirkan adanya penyakit jantung.


10

Sianosis sentral dengan saturasi oksigen yang rendah (<85 %) dapat ditemukan

pada PJB sianotik dengan pirau kanan ke kiri.4

b) Studi laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan gagal jantung bertujuan untuk

mengkonfirmasi diagnosis, memberikan informasi tambahan terkait keparahan

penyakit, atau menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya. Pemeriksaan

laboratorium yang dapat dilakukan meliputi darah lengkap, elektrolit, fungsi renal,

fungsi liver, fungsi tiroid, analisa gas darah, dan biomarker jantung.

Pemeriksaan darah lengkap bertujuan untuk menilai anemia dan infeksi yang

dapat menyebabkan atau memperberat gagal jantung. Elektrolit serum dapat

abnormal pada gagal jantung dekompensasi akut. Hiperkalemia dapat terjadi akibat

gangguan fungsi renal yang dicetuskan gagal jantung. Hipokalemia dan

hipokloremia dapat terjadi pada pengunaan diuretik dosis tinggi atau jangka

panjang. Hiponatremia sering ditemukan pada anak yang dirawat dengan gagal

jantung dekompensasi akut dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas,

transplantasi jantung, dan kebutuhan akan dukungan sirkulasi mekanik.

Peningkatan ureum dan kreatinin sering ditemukan pada gagal jantung

dekompensasi akut. Peningkatan enzim liver dan hiperbilirubinemia dapat

ditemukan pada hepatopati kongestif atau gagal jantung kanan berat. Analisa gas

darah dapat ditemukan hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Fungsi

tiroid diperiksa pada kasus gagal jantung dengan kecurigaan disebabkan hipotiroid

atau hipertiroid.
11

Biomarker jantung juga memiliki peranan penting dalam penilaian gagal

jantung pada anak. B-type natriuretic peptide (BNP) dilepaskan oleh miokardium

ventrikel sebagai respons terhadap peregangan miofibril. BNP memiliki sensitivitas

dan spesifisitas yang baik untuk membantu penegakan diagnosis gagal jantung.

Peningkatan BNP pada anak dengan gagal jantung berhubungan dengan prognosis

buruk. Peningkatan BNP dapat membantu membedakan gagal jantung dengan

penyakit paru. Evaluasi BNP berkala berguna untuk memantau respon terapi dan

evaluasi prognosis. Troponin juga merupakan biomarker jantung yang penting.

Peningkatan troponin dapat ditemukan pada iskemia jantung dan proses inflamasi

seperti miokarditis.4

c) Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan pada setiap kecurigaan gagal jantung

untuk menilai ukuran jantung, aliran darah paru, edema paru, efusi pleura, dan tanda

infeksi. Rasio kardiotoraks >60% pada bayi atau >55% pada anak mengindikasikan

kardiomegali. Beberapa PJB memiliki gambaran khas pada foto toraks, misalnya

tanda snowman (figure of 8) pada TAPVR, boot-shaped (couer en sabot) pada

tetralogi Fallot, egg-on-side pada transposisi arteri besar, hilar-waterfall pada

trunkus arteriosus, box-shaped pada anomali Ebstein, dan rib notching pada

koarktasio aorta. Penilaian corakan vaskularasi paru penting untuk membantu

penegakan diagnosis pada kasus kecurigaan PJB. Pada PJB asianotik, vaskularisasi

paru dapat meningkat atau normal, sedangkan pada PJB sianotik, vaskularisasi paru

dapat meningkat atau menurun (Tabel 2.5).4


12

Tabel 2.5. Pembagian PJB berdasarkan vaskularisasi paru.4


Vaskularisasi PJB Asianotik PJB Sianotik
paru
Meningkat Lesi pirau kiri ke kanan: Lesi campuran:
(pletora) • Defek septum atrium • Transposisi arteri besar
• Defek septum ventrikel • Trunkus arteriosus
• Duktus arteriosus paten • Ventrikel tunggal
• Defek septum • Double outlet right ventricle
atrioventrikular • Total anomalous pulmonary
venous return
Menurun Tidak ada Lesi obstruktif:
(oligemia) • Tetralogi Fallot
• Atresia trikuspid
• Atresia pulmonal
• Anomali Ebstein
Normal Lesi obstruktif: Tidak ada
• Stenosis aorta
• Stenosis pulmonal
• Koarktasio aorta

d) Elektrokardiografi

Pemeriksaan EKG 12 sadapan dapat memberikan petunjuk etiologi gagal

jantung. Pembesaran atrium kiri dapat ditemukan pada stenosis atau regurgitasi

katup mitral. Pembesaran atrium kanan dapat ditemukan pada atresia trikuspid,

defek septum atrium, dan anomali Ebstein pada katup trikuspid. Hipertrofi ventrikel

kiri dapat ditemukan pada stenosis aorta, koarktasio aorta, dan defek septum

ventrikel. Hipertrofi ventrikel kanan dapat ditemukan pada stenosis pulmonal,

tetralogi Fallot, dan hipertensi arteri pulmonal. Hipertrofi biventrikel dapat

ditemukan pada defek septum ventrikel besar.

Takikardiomiopati, sebagai penyebab reversibel gagal jantung akibat

takiaritmia seperti takikardi supraventrikel hanya dapat dideteksi melalui EKG.

Bradiaritmia akibat blok jantung komplit kongenital juga hanya dapat dideteksi
13

melalui EKG. Anomalous left coronary artery from the pulmonary artery

(ALCAPA) dapat menyebabkan gelombang Q patologis patogmonik pada lead

anterolateral. Hipertrofi biventrikel dengan aksis superior dapat ditemukan pada

defek septum atrioventikular. Pemanjangan interval QTc disertai inversi T

mengarahkan kecurigaan hipokalsemia sebagai penyebab gagal jantung.4

e) Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan penunjang yang fundamental pada

pasien anak dengan gagal jantung untuk menilai struktur dan fungsi jantung secara

detail. Ekokardiografi dapat memberikan data struktur/morfologi jantung,

volume/diameter ruangan jantung, ketebalan dinding, fungsi sistolik/ diastolik

ventrikel, dan tekanan pulmonal. Data ini sangat penting untuk penegakan

diagnosis dan memandu terapi yang tepat. Pemeriksaan ekokardiografi berkala

pada pasien anak dengan gagal jantung diperlukan untuk memantau progresifitas

penyakit dan menilai respon terapi.4

f) Cardiovascular magnetic resonance

Cardiovascular magnetic resonance (CMR) merupakan teknik pencitraan

non-invasif dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) untuk

menghasilkan gambaran detail anatomi kardiovaskular, karakterisasi jaringan, dan

evaluasi komprehensif fungsi jantung. Pemeriksaan CMR diindikasikan untuk

studi, stratifikasi risiko, dan memandu tatalaksana spesifik PJB kompleks dan

kardiomiopati

g) Kateterisasi jantung dan penunjang lainnya

Kateterisasi jantung diindikasikan untuk penilaian anatomi dan hemodinamik


14

pada keadaan dimana pemeriksaan non-invasif belum dapat memberikan penilaian

yang adekuat, pada pasien PJB kompleks yang membutuhkan pembedahan, dan

pasien yang membutuhkan transplantasi jantung. Kombinasi kateterisasi jantung

dengan biopsi endomiokardial dapat dilakukan pada kasus kecurigaan miokarditis.

Selain untuk keperluan diagnostik, kateterisasi jantung dapat dilakukan untuk

keperluan terapi intervensi transkateter seperti tindakan septostomi atrium pada PJB

kritis yang membutuhkan komunikasi atrium kanan dan kiri, penutupan defek

septum, stenting duktus arteriosus paten, valvuloplasti balon, serta angioplasti

balon dan/ atau pemasangan stent untuk lesi obstruktif. Pemeriksaan anti-

streptolysin O dan C-reactive protein dapat dilakukan pada kasus kecurigaan

demam rematik akut atau rekurensi demam rematik akut pada penyakit jantung

rematik. Kultur darah dapat dilakukan pada kasus kecurigaan endokarditis infektif.

Pemeriksaan genetik atau polimorfisme dapat dilakukan pada pasien dengan

kardiomiopati primer maupun resiko aterosklerosis.4

G. Tatalaksana Gagal Jantung Pada Anak

Prinsip umum tatalaksana gagal jantung pada anak meliputi identifikasi dan

eliminasi faktor presipitasi, koreksi penyebab yang mendasari, serta penanganan

kongesti pulmonal atau sistemik. Faktor presipitasi seperti infeksi, anemia,

gangguan elektrolit, aritmia, atau ketidakpatuhan minum obat harus dihilangkan

bila ada. Penyebab gagal jantung yang mendasari perlu dikoreksi. Keadaan kongesti

dan/atau hipoperfusi membutuhkan terapi obat-obatan. Strategi tatalaksana gagal

jantung pada anak dapat dilihat pada Gambar 3.1.4

Pada situasi gawat darurat, pasien dapat datang dengan klinis gagal jantung
15

akut de novo (pertama kali) atau gagal jantung dekompensasi akut (perburukan

gagal jantung kronik yang sebelumnya stabil). Neonatus dengan gagal jantung akut

akibat PJB kritis tergantung duktus membutuhkan pemeliharaan patensi duktus

arteriosus dengan infus prostaglandin atau prosedur darurat seperti pemasangan

stent duktus. Gagal jantung akut dengan penyebab ekstrakardiak ditatalaksana

sesuai penyebab yang mendasari. Terapi medikamentosa awal disesuaikan dengan

status kongesti dan hipoperfusi. Diuretik loop efektif dalam menurunkan kelebihan

volume pada gagal jantung. Inotropik/vasodilator dibutuhkan pada keadaan

hipoperfusi.

Pasien dapat diposisikan setengah duduk (30- 45°) untuk mengurangi

kongesti paru dan sesak. Sedasi dapat dipertimbangkan pada anak yang sangat

gelisah. Pada kasus PJB asianotik atau kardiomiopati, oksigen harus diberikan jika

SpO2 <90%. Pada kasus PJB sianotik, oksigen hanya memberikan sedikit efek

dalam menaikkan SpO2. Pembatasan asupan natrium diindikasikan pada pasien

dengan edema atau retensi cairan. Restriksi cairan diindikasikan pada pasien

dengan edema yang tidak berespon dengan terapi diuretik atau hiponatremia.

Setelah stabilisasi awal, pencarian etiologi yang akurat harus dilakukan.

Kasus kardiomiopati dan disfungsi sistolik ventrikel kiri membutuhkan

angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) dan beta-blocker (BB) sebagai

pilihan obat utama. Kasus PJB membutuhkan intervensi korektif atau paliatif dan

terapi medikamentosa diberikan jika terdapat disfungsi sistolik ventrikel kiri.

Pemantauan respon terapi dilakukan secara berkala. Pasien dengan gagal jantung

stadium akhir atau refrakter dapat dipertimbangkan untuk diberikan dukungan


16

sirkulasi mekanik atau transplantasi jantung sesuai indikasi.4

Gambar 2.1 Strategi tatalaksana gagal jantung pada anak.4

Pilihan Terapi Farmakologis

• Diuretik

Diuretik digunakan pada anak dengan gagal jantung simtomatik yang disertai

kongesti sistemik atau pulmonal. Furosemide merupakan diuretik loop yang paling

sering digunakan, umumnya diberikan secara intravena pada gagal jantung

dekompensasi akut. Komplikasi potensial terapi diuretik meliputi hipovolemia dan

gangguan elektrolit, khususnya hiponatremia dan hipokalemia sehingga diperlukan

pemantauan status cairan dan elektrolit berkala. Penggunaan furosemide pada gagal

jantung yang disebabkan PJB sianotik dengan pirau kanan ke kiri seperti tetralogi

Fallot perlu berhati-hati karena risiko hipovolemia yang dapat menyebabkan

peningkatan stimulasi simpatis dan berkurangnya hantaran oksigen sehingga terjadi

asidosis, peningkatan resistensi vaskular paru, dan peningkatan pirau kanan ke kiri.4
17

• Angiotensin-converting enzyme inhibitor

Gagal jantung menyebabkan aktivasi sistem SRAA. ACEI menghambat

SRAA dengan menginhibisi pembentukan angiotensin II, suatu vasokonstriktor

yang dapat menyebabkan hipertrofi dan fibrosis jantung. ACEI dapat mengurangi

simtomatik gagal jantung dengan menurunkan afterload, meningkatkan curah

jantung, dan membalikkan remodeling ventrikel kiri. Captopril dan enalapril

merupakan ACEI yang paling sering digunakan pada anak dengan gagal jantung.

Pemberian rutin ACEI direkomendasikan pada anak dengan disfungsi ventrikel kiri.

Permantauan berkala tekanan darah, fungsi ginjal dan kalium perlu dilakukan.

Penggunaan ACEI pada tetralogi Fallot perlu dihindari karena efek penurunan

resistensi vaskuler sistemik dapat menyebabkan peningkatan pirau kanan ke kiri

sehingga dapat mencetuskan serangan hipersianotik.4

• Angiotensin II Receptor Blocker

Seperti ACEI, angiotensin II receptor blocker (ARB) juga menghambat

SRAA. Data mengenai penggunaan ARB pada anak masih sangat terbatas. ARB

seperti losartan dapat diberikan pada pasien yang intoleran terhadap ACEI

(misalnya batuk atau angioedema).4

• Beta-blocker

BB dapat menangkal efek aktivasi simpatis kronis pada gagal jantung,

menstabilkan denyut jantung, dan meningkatkan pengisian diastolik ventrikel kiri.

BB seperti carvedilol, metoprolol, atau bisoprolol dapat digunakan pada anak

dengan disfungsi sistolik sedang atau berat. Pemberian BB dimulai dengan dosis

rendah dan dititrasi secara bertahap.4


18

• Antagonis aldosteron

Antagonis aldosteron memiliki efek antifibrosis dan antiremodelling pada

miokardium. Spironolakton merupakan obat golongan antanogis aldosteron yang

paling sering digunakan. Obat ini juga berperan sebagai agen hemat kalium dan

berguna jika dikombinasikan dengan diuretik loop. Spironolakton diberikan pada

anak dengan gagal jantung yang belum mengalami perbaikan fungsi ventrikel

setelah diberikan ACEI dan BB. Monitoring elektrolit berkala perlu dilakukan

khususnya jika digunakan bersamaan dengan ACEI.4

• Digoksin

Digoksin menginhibisi Na+/K+-ATPase dan meningkatkan kalsium

intraseluler dengan efek kronotropik negatif dan inotropik positif. Digoksin

diketahui dapat memperbaiki gejala, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi

angka hospitalisasi, namun tidak meningkatkan kesintasan pada orang dewasa

dengan gagal jantung kronik. Digoksin tidak direkomendasikan pada anak dengan

gagal jantung asimtomatik. Digoksin dosis rendah dapat digunakan pada anak

dengan gagal jantung simtomatik dan ejeksi fraksi yang rendah. Digoksin memiliki

indeks terapeutik yang sempit sehingga penggunaannya perlu berhati-hati, terutama

pada gangguan ginjal dan elektrolit. Efek toksisitas digoksin dapat terjadi pada

konsentrasi digoksin serum >2 nanogram/mililiter, meliputi aritmia, gangguan

neurologis, penglihatan, dan gastrointestinal. Digoksin dikontraindikasikan pada

kardiomiopati hipertrofi, sindrom Wolff-Parkinson-White, dan blok

atrioventrikular derajat tinggi.4


19

• Inotropik

Obat-obatan inotropik intravena seperti dobutamin, dopamin, epinefrin,

milrinon, dan levosimendan dapat digunakan sebagai dukungan sementara pada

pasien gagal jantung akut dengan syok kardiogenik dan perfusi sistemik/organ akhir

yang buruk. Dobutamin dan/atau milrinon dapat digunakan sebagai lini pertama

terapi penyelamatan. Epinefrin dapat digunakan pada hipotensi refrakter dan

perfusi organ akhir yang buruk. Levosimendan dapat digunakan pada gagal jantung

dekompensasi akut yang tidak responsif dengan agen inotropik lainnya.4

• Vasodilator

Vasodilator seperti nitrogliserin, nitroprusid, dan hidralazin umumnya

digunakan pada gagal jantung akut untuk mengurangi afterload. Vasodilator dapat

digunakan pada pasien anak dengan gagal jantung akut tanpa hipotensi dan

dikombinasikan dengan diuretik untuk memperbaiki gejala pada edema paru akut.4

• Antikoagulan

Antikoagulan seperti heparin dan warfarin digunakan sebagai

tromboprofilaksis pada pasien anak dengan trombus intrakardiak, riwayat trombus

intrakardiak dengan ejeksi fraksi yang rendah, fibrilasi/flutter atrium tidak

terkontrol dengan ejeksi fraksi yang rendah, kardiomiopati dilatasi dengan

disfungsi ventrikel kiri yang berat, penggunaan katup prostetik, dan pasca operasi

Fontan.4

Pilihan Terapi Non Farmakologis

• Terapi nutrisi

Gagal jantung pada bayi membutuhkan kalori dan cairan yang cukup untuk
20

pertumbuhan. Kebutuhan asupan kalori untuk gagal jantung pada bayi adalah 150-

160 kkal/kg/hari dengan rekomendasi pola makan porsi kecil dan sering. Apabila

konsumsi makanan secara per oral tidak dapat dilakukan, diindikasikan penggunaan

pipa nasogastrik. Rekomendasi asupan kalori untuk anak dan remaja adalah 25-30

kkal/kg/hari. Karbohidrat dianjurkan tidak lebih dari 6 g/kg/hari, sedangkan lipid

dianjurkan tidak lebih dari 2,5 g/kg/hari. Anak lebih besar direkomendasikan untuk

membatasi asupan garam (<0.5 g/hari) dan menhindari camilan asin atau garam

dapur. Akan tetapi, restriksi garam dan cairan tidak direkomendasikan untuk bayi.

Pengukuran berat badan setiap hari penting pada pasien rawat inap. Gagal jantung

pada anak ditandai dengan peningkatan berat badan yang buruk dalam jangka

panjang, sehingga dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan linear. Gagal

tumbuh pada gagal jantung pediatrik dapat berkaitan dengan restriksi kalori secara

langsung karena asupan kalori rendah dan peningkatan kebutuhan energi akibat

kesulitan makan, atau secara tidak sengaja karena restriksi cairan dan terapi

diuretik.4

• Terapi alat

Modalitas terapi alat pada gagal jantung pada anak meliputi alat pacu jantung,

implantable cardioverter defibrillator (ICD), cardiac resynchronization therapy

(CRT), dan dukungan sirkulasi mekanik. Pemasangan alat pacu jantung permanen

diindikasikan pada blok atrioventrikular derajat tinggi atau derajat tiga simtomatik,

disfungsi nodus sinus simtomatik, dan bradikardia yang berhubungan dengan PJB

kompleks. ICD diindikasikan pada pasien dengan riwayat henti jantung, takikardi

ventrikel sustained simtomatik yang berhubungan dengan PJB, PJB dengan sinkop
21

berulang dan disfungsi ventrikel atau aritmia ventrikel yang dapat diinduksi pada

studi elektrofisiologi. CRT diindikasikan pada pasien dengan ejeksi fraksi ventrikel

kiri <35%, durasi QRS lebih dari batas normal atas menurut usia, dan NYHA kelas

II-IV walaupun sudah mendapatkan terapi optimal sesuai panduan.

Dukungan sirkulasi mekanik seperti extracorporeal membrane oxygenation

(ECMO) atau ventricular assist device (VAD) dapat diberikan pada pasien gagal

jantung berat yang tidak berespon dengan terapi medikamentosa atau menunggu

transplantasi jantung. ECMO diindikasikan pada pasien anak dengan syok

kardiogenik atau pasca henti jantung sebagai dukungan sirkulasi sementara untuk

mencapai pemulihan. VAD diindikasikan sebagai terapi jembatan pada pasien anak

yang menunggu transplantasi jantung.4

• Terapi ablasi

Irama jantung yang abnormal dan menetap, khususnya takiaritmia dapat

menyebabkan kardiomiopati dan gagal jantung. Takikardia atrium ektopik

merupakan penyebab umum kardiomiopati yang diinduksi takikardia pada anak.

Terapi ablasi diindikasikan pada pasien anak dengan kardiomiopati yang diinduksi

takikardia ketika terapi medikamentosa tidak berhasil.4

• Transplantasi jantung

Transplantasi jantung merupakan pilihan terapi definitif pada anak dengan

gagal jantung stadium akhir yang refrakter terhadap terapi pembedahan maupun

medikamentosa. Indikasi lain transplantasi jantung pada anak meliputi sindrom

hipoplastik jantung kiri, jantung univentrikel, kardiomiopati, dan PJB kompleks

lainnya. Transplantasi jantung dikontraindikasikan pada pasien dengan infeksi


22

aktif, keganasan, ketidakpatuhan minum obat, adanya kondisi non-kardiak lain

yang mengurangi harapan hidup, infark paru, penyakit psikiatri, dan perdarahan

aktif.4

H. Prognosis Gagal Jantung

Prognosis gagal jantung pada anak bervariasi, tergantung pada penyebab yang

mendasari, derajat keparahan, dan reversibilitas dari gagal jantung. Gagal jantung

yang disebabkan oleh penyebab non-kardiak memiliki prognosis yang baik bila

penyebab yang mendasari telah ditangani. Pasien anak yang dirawat dengan gagal

jantung memiliki peningkatan risiko morbiditas yang meliputi gagal napas, gagal

ginjal, dan sepsis, serta memiliki risiko mortalitas dalam rumah sakit 20 kali lipat

lebih tinggi dibandingkan pasien anak tanpa gagal jantung. Prognosis gagal jantung

pada anak secara umum lebih baik daripada orang dewasa karena gagal jantung

pada anak seringkali disebabkan oleh penyakit jantung struktural dan kondisi

reversibel yang dapat ditatalaksana.

Perkembangan terkini di bidang intervensi dan pembedahan jantung

berkontribusi terhadap penurunan tingkat morbiditas dan mortalitas gagal jantung

pada anak. Program transplantasi jantung dapat meningkatkan kesintasan pasien

anak dengan gagal jantung terminal. Meskipun demikian, tingkat mortalitas pada

anak dengan gagal jantung terminal yang terdaftar dan menunggu transplantasi

jantung masih cukup tinggi yaitu 17%.46 Tingkat kesintasan 1 tahun pasien anak

yang mendapatkan transplantasi jantung sebesar 85%, sedangkan tingkat kesintasan

20 tahun sebesar 40%.4


BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas

A. Identitas Penderita

Nama : An. ZAZ

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat & tanggal Lahir : Banjarmasin, 31 November 2014

Umur : 8 tahun 7 bulan

B. Identitas Orangtua

Ayah Ibu

Nama : Tn. SM Nama : Ny. Y

Usia : 55 tahun Usia : 50 tahun

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : IRT

Alamat : Pasar Pandu Gang Rahmat, Banjarmasin

II. Anamnesis

Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 27 Juli 2023. Alloanamnesis dengan

orangtua pasien pada hari Senin, 31 Juli 2023 pukul 13.00 WITA.

1. Keluhan Utama : Sesak Napas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin dengan keluhan sesak napas.

sejak 1 minggu SMRS. Keluhan dirasakan memberat sejak 2 hari SMRS. Keluhan

ini pertama kali dirasakan oleh pasien. Sesak muncul setiap kali pasien beraktivitas

23
24

seperti berjalan kaki dengan jarak agak jauh atau naik tangga. Sesak napas

berkurang saat pasien beristirahat dengan posisi berdiri atau duduk, tetapi tidak

berkurang jika pasien berbaring. Keluhan sesak napas disertai dengan berdebar –

debar yang dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan istirahat. Keluhan

sesak napas tidak disertai nyeri dada dan tidak dipengaruhi oleh waktu. Keluhan

sesak napas membuat pasien sering merasa cepat lelah sehingga menganggu

aktivitas.

Pasien memiliki keluhan bengkak pada wajah, kedua tangan, dan kedua kaki

sejak 5 hari SMRS. Awalnya bengkak timbul saat bangun tidur pada bagian bawah

mata, dan 3 hari kemudian ibu pasien menyadari muncul bengkak di kedua tangan

dan kaki. Bengkak pada bagian bawah mata berkurang ketika siang hari. Pasien

sampai tidak masuk sekolah karena keluhan bengkak yang dideritanya.

Pasien memiliki keluhan batuk sejak sekitar 1 minggu SMRS. Batuk hilang

timbul dan muncul secara mendadak. Batuk tidak dipengaruhi oleh waktu. Batuk

tidak disertai dahak. Keluhan batuk disertai sakit tenggorokan dan suara serak.

Keluhan batuk dan sakit tenggorokan berkurang dengan obat yang dibeli sendiri di

apotek.

Pasien sering mengalami rasa pegal pada kaki dan lutut yang muncul hilang

timbul. Pasien mengalami penurunan nafsu makan semenjak sakit. Keluhan lain

berupa benjolan di kulit, kemerahan, kejang atau gerakan berulang tidak terarah,

napas berbunyi, demam, mual, muntah, dan perubahan berat badan disangkal.

Pasien sempat dibawa ke puskesmas 3 hari SMRS dan diberikan obat puyer,

namun keluhan tidak membaik dan akhirnya pasien dibawa ke IGD RSUD Ulin.
25

Saat ini (31 Agustus 2023) pasien masih mengeluhkan sesak namun sesak

sudah berkurang. Keluhan bengkak dan batuk sudah tidak lagi dirasakan oleh

pasien. Pasien mengeluhkan BAB cair 3 kali, masih terdapat ampas, tidak berlendir

dan tidak berdarah. BAB cair dikeluhkan pasien sejak 1 hari sebelumnya (30

Agustus 2023).

3. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat penyakit serupa disangkal

- Riwayat asma disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat hipertensi disangkal

- Riwayat rawat inap disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat penyakit dengan keluhan serupa pada keluarga disangkal

- Riwayat asma disangkal

- Nenek pasien dari pihak ayah menderita diabetes melitus

- Bibi pasien menderita penyakit hipertensi dan jantung

5. Riwayat Antenatal

Ibu pasien rutin ANC setiap bulan ke puskesmas masa kehamilan. Ibu rutin

mengkonsumsi tablet tambah darah dan asam folat selama masa kehamilan.

Riwayat demam, darah tinggi, kencing manis, keputihan, nyeri kencing, dan

perdarahan selama persalinan disangkal.

Kesimpulan : Riwayat antenatal baik


26

6. Riwayat Natal

• Lahir spontan / tidak : Lahir spontan pervaginam, cukup bulan

• Nilai APGAR : Bayi lahir menangis kuat, gerakan aktif, dan

kemerahan

• Berat badan lahir : 3000 gram

• Panjang badan lahir : ibu lupa

• Lingkar kepala : Ibu lupa

• Penolong : Dokter

• Tempat : RS Bhayangkara

Kesimpulan : Riwayat natal baik

7. Riwayat Neonatal

Riwayat ikterus (-), sianosis (-), resusitasi aktif (-), fototerapi (-), dirawat di

inkubator dengan perawatan intensif (-).

Kesimpulan : Riwayat neonatal baik

8. Riwayat Perkembangan

Menegakkan Kepala : 2 bulan

Tiarap : 4 bulan

Duduk : 6 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 10 bulan

Berjalan : 12 bulan

Bicara : coing, babling, dan bicara 1-3 suku kata orang tua
27

lupa pada umur berapa. Bicara 3-6 kata pada usia 12 bulan

Saat ini : Saat ini pasien kelas 3 SD dan dapat bersosialisasi

dengan baik

Kesimpulan : Riwayat perkembangan sesuai dengan usia.

9. Riwayat Imunisasi

Tabel 3.1 Riwayat Imunisasi Pasien

Nama Dasar (umur dalam bulan) Ulangan (umur dalam bulan)


BCG 0 -

Polio 0 | 2 | 3 | 4 18

Hepatitis B 0 | 2 | 3 | 4 18

DPT 2 | 3 | 4 18

Hib 2 | 3 | 4 18

MR 9 18

Kesimpulan: Imunisasi dasar lengkap menurut rekomendasi KEMENKES

10. Riwayat Makanan

ASI : usia 0-6 bulan, >10x/hari, selama 10 menit setiap kali menyusu.

Susu formula : 6-12 bulan, 4x/hari, 1 botol (50cc)/x

Bubur Susu : 6 bulan, 3x sehari, ½ mangkuk kecil

Bubur nasi : 9-12 bulan, 3x sehari, ½ mangkuk kecil, dengan isi nasi, wortel,

ayam

Nasi lembek : 12 bulan, 3x sehari, ½ piring, dengan isi nasi, wortel, ayam

Makanan dewasa: 18 bulan, 3x sehari 1 piring, dengan isi nasi, lauk, dan sayur

Ketika sakit : 3x sehari, dengan 3-5 sendok bubur dan tanpa lauk

Kesimpulan : Semenjak sakit, kualitas dan kuantitas nutrisi pasien tidak baik
28

11. Riwayat Keluarga

Iktisar Keturunan:
Ayah Ibu

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Sakit

: Meninggal

Tabel 3.2 Susunan Keluarga Pasien

No Nama Umur JK Keterangan

1. Tn. SM 55 tahun L Sehat

2. Ny. Y 50 tahun P Sehat

3. Tn. MZI 25 tahun L Sehat

4. An. ZAZ 8 tahun 7 bulan P Sakit

Kesimpulan : Nenek dari pihak ayah pasien memiliki riwayat diabetes melitus,

bibi pasien memilki riwayat hipertensi dan penyakit jantung.


29

12. Riwayat Sosial Lingkungan

Pasien tinggal serumah bersama ayah, ibu, dan kakak pasien. Rumah pasien

berada di lingkungan padat penduduk, dekat dengan sungai dan pasar, namun jauh

dari TPA. Pencahayaan dan ventilasi udara dirumah pasien baik. Keseharian MCK

menggunakan air PDAM, minum menggunakan air PDAM yang direbus. Ayah

pasien merokok dan sering merokok di sekitar rumah, namun tidak merokok di

dalam rumah. Pengusir nyamuk menggunakan obat nyamuk listrik.

Kesimpulan : Riwayat sosial dan lingkungan kurang baik

III. Pemeriksaan Fisik (31 Juli 2023)

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos mentis, GCS E4-V5-M6

3. Tanda Vital

TD : 100/70

Denyut nadi : 125 x/menit Kualitas : Kuat angkat, regular

Suhu : 36,7°C

Respirasi : 28 kali/menit

SpO2 : 97% room air

4. Kulit

Warna : Sawo matang

Sianosis : Tidak ada

Pucat : Tidak ada

Turgor : Cepat Kembali

Kelembaban : Normal
30

Lain-lain : CRT < 2 detik, hematom (-), ptekie (-), purpura (-),

hipopigmentasi/hiperpigmentasi (-), eritem (-)

5. Kepala

Kepala : Normosefali

Rambut : Berwarna hitam tebal dengan distribusi merata, Alopesia (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-

/-), mata cekung (-) alis dan bulu mata normal, produksi air

mata (+), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak

langsung (+/+), kornea jernih (+/+).

Telinga : Normotia, serumen minimal, sekret (-/-), nyeri tragus (-/-),

Hidung : Bentuk normal, simetris, epistaksis (-/-), konka edem (-/-),

PCH (-), deviasi septum (-)

Mulut : Simetris, labiopalatoskisis (-), mukosa bibir lembap,

stomatitis (-)

Lidah : Normoglossus, lidah kotor (-), atrofi papil (-), sianosis (-)

Faring : Hiperemi (-), edema (-)

Tonsil : T1/T1

6. Leher

Pembesaran KGB (-), pulsasi vena jugularis tidak meningkat, massa (-)

7. Dinding dada/paru

Inspeksi : Simetris, retraksi subcostal (+) minimal

Palpasi : Fremitus vokal simetris, pengembangan dada simetris

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru


31

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+++/+++), rhonki (---/---),

wheezing (---/---)

8. Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Apeks teraba; ICS 4 linea midclavicularis sinistra, thrill (+)

Perkusi : Batas kanan (ICS 4 linea parasternalis dextra), batas kiri

(ICS 4 linea midclavicularis sinistra), pinggang jantung (ICS

2 linea parasternalis sinistra)

Auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur sistolik (+) ICS III-IV linea

parasteralis sinistra grade IV/6, gallop (-).

9. Abdomen

Inspeksi : Datar, spider nevi (-), venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

Palpasi : Supel, distensi (-), nyeri tekan (-), hepatomegaly (-),

splenomegali (-), hepar teraba 2 cm dibawah arcus costa

Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen, asites (-), shifting

dullness (-),

10. Ekstremitas

Ekstremitas atas dan bawah hangat, CRT<2 detik, Edema (--/--), pucat

telapak tangan dan kaki (--/--), pembesaran KGB inguinal dan axilla (-/-)
32

11. Susunan Saraf

Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Neurologis Pasien

Lengan Tungkai
Tanda
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan 5555 5555 5555 5555
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Biceps +2 Biceps +2 Patella +2 Patella +2
Refleks Fisiologis
Triceps +2 Triceps +2 Achilles +2 Achilles +2
Refleks patologis - - - -
Sensibilitas + (baik) + (baik) + (baik) + (baik)
Kaku kuduk (-),
Tanda meningeal
Brudzinki I (-), Brudzinzki II (-), Kernig (-)

Kesimpulan : Tidak ditemukan adanya kelainan atau keadaan patologis.

12. Genitalia

Perempuan, tidak ada kelainan.

13. Anus

Paten, hemoroid (-)

14. Status Gizi

- BB : 17,6 kg
- TB : 115,5 cm
- Lingkar lengan atas : 14 cm BBI 21 Kg
BB/U <P5 (Severe Underweight)
- Lingkar kepala : 50 cm
TB/U <P5 (Severe Stunted)
- Lingkar dada : 51,5 cm BB/TB 83.8 % (Gizi Kurang)
33

Gambar 3.1 Grafik BB/U dan TB/U


34

IV. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Juli 2023

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
Hemoglobin 15.7 12.0 - 16.0 g/dl
Lekosit 11.1 4.0 - 10.5 ribu/ul
Eritrosit 6.23 4.10 - 6.00 juta/ul
Hematokrit 4.89 37.0 - 47.0 %
Trombosit 279 150 - 450 ribu/ul
RDW-CV 16.4 12.1 - 14.0 %
MCV,MCH,MCHC
MCV 78.5 75.0 - 96.0 fl
MCH 25.2 28.0 - 32.0 pg
MCHC 32.1 33.0 - 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.5 0.0 - 1.0 %
Eosinofil% 0.1 1.0 – 3.0 %
Neutrofil% 52.5 50.0-81.0%
Limfosit% 41.9 20.0 – 40.0%
Monosit% 5.0 2.0 – 8.0 %
Monosit# 0.05 0.30 - 1.00 ribu/ul
Basofil# 0.01 <1.00
Eosinofil# 5.82 <3.00
Neutrofil# 4.63 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit# 0.55 1.25-4.00 ribu/ul
KIMIA
GINJAL
Ureum 43 0-50 mg/dl
Kreatinin 0.68 0.57-1.11 mg/dl
Asam Urat 8.0 2.6 – 6.0 mg/dl
FAAL DAN LEMAK
Kolesterol Total 156 0-200 mg/dl
HATI DAN PANKREAS
Albumin 3.0 3.8-5.4 g/dl
ELEKTROLIT
Kalsium 9.3 9.0-10.0 mg/dl
Natrium 135 136-145 Meq/L
Kalium 4.5 3.5-5.1 Meq/L
Klorida 109 98-107 Meq/L
35

b) Pemeriksaan urinalisis tanggal 27 Juli 2023

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

URINALISA
MAKROSKOPIS
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.025 1.005-1.030
pH 6.0 5.0-6.5
Keton Negatif Negatif
Protein-Albumin 2+ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Darah Samar Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Urobilinogen 0.2 0.1-1.0
Lekosit Negatif Negatif
SEDIMEN URIN
Lekosit 1-2 0-3 /LPB
Eritrosit 0-1 0-2 /LPB
Epithel 1+ 1+
Kristal Negatif Negatif
Silinder Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Lain-lain Negatif Negatif

c) Pemeriksaan laboratorium tanggal 28 Juli 2023

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

GAS DARAH
Laktat 3.7 Arteri : 0.36 – 1.25 mmol/L
Vena : 0.90 – 1.7 mmol/L
Suhu 36.7 Celcius
pH 7.370 7.350 – 7.450
PCO2 37.5 35.0 – 45.0 mmHg
TCO2 23.0 22.0 – 29.0 mEq/L
PO2 31.0 80.0 – 100.0 mmHg
HCO3 21.7 22.0 – 26.0 mEq/L
O2 Saturasi 59.0 75.0 – 99.0 %
Base Excess (BE) -4.0 -2.0 – 3.0 mEq/L
%FIO2 29 %
36

d) Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Juli 2023

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
LED/ESR 1 0 – 20 mm/jam
KIMIA
Besi (iron) 51 55 – 175 ul/dl
TIBC 427 120 – 480 ul/dl
Saturasi Transferin 12 15 – 50 %
GINJAL
C-3 Komplemen 128 82 – 173 mg/dl
C-4 Komplemen 17 13 – 46 mg/dl
IMUNO - SEROLOGI
ASTO <200 <200.00 IU/ml

e) Pemeriksaan mikroskopik tanggal 29 Juli 2023

Gambar 3.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik.


37

f) Foto thorax tanggal 27 Juli 2023

Gambar 3.3 Hasil Pemeriksaan Foto Thorax.

• Jaringan Lunak:Tidak tampak pembengkakan, massa (-)

• Tulang : Tidak tampak diskontinuitas

• Trachea : Berada ditengah

• Cor : Kardiomegali (CTR 55 %)

• Pulmo : Tak tampak infiltrat/konsolidasi/nodul, hilus tak melebar,

corakan bronchovascular normal

• Sinus : Tajam bilateral

• Difaragma : Normal

Kesimpulan :

Kardiomegali
38

g) Elektrokardiogram

Gambar 3.4 Hasil Pemeriksaan Elektrokardiogram.

Irama : Sinus, reguler

Frekuensi : 150 x/menit

Axis : Right axis deviation

Gel. P : 0.08 s, P pulmonal (+), P mitral (-)

Interval PR : 0.16 s

Komplek QRS: Sempit, RBBB (-), LBBB (-), RVH (+), PVC (+) lead V2-3

Segmen ST : Isoelektris

Gel. T : T tall (-), T inversi (-)

Kesimpulan : Irama sinus reguler, frekuensi 150 x/menit, RAE, RVH, PVC

h) Ekokardiografi tanggal 29 Juli 2023


39

Gambar 3.5 Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi.

Trikuspid : 2 D : Situs dextra cardia, AV dan VA konkordance

Pulmonal : IVS dan IAS intak

Lain-lain : AO : stenosis

M MODE : Dimensi leaf ventrikel / EF : 70 %, RAV Hipertrofi,

LAV atropi

CFM/DOP : Long aksis dan short aksis PA normal, RT (+), VE (+)

Kesimpulan :

RAV Hipertrofi + LAV atropi + RTV + VE

i) Ekokardiografi tanggal 3 Agustus 2023

Gambar 3.6 Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi.


40

Trikuspid : 2 D : Situs Solitus, AV dan VA konkordance

Pulmonal : IVS eko dan IAS intak

Lain-lain : AO : stenosis

M MODE : Dimensi leaf ventrikel / EF : 65 %, RAV Hipertrofi,

LAV Hipotoni

CFM/DOP : Long aksis dan short aksis PA normal, TR (+) sedang

Kesimpulan :

RAV Hipertrofi + TR sedang

V. Resume

Nama : An. ZAZ

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat & tanggal Lahir : Banjarmasin, 30/11/2014 ( 8 tahun 7 bulan)

Keluhan Utama : Sesak Napas

Uraian :

RPS

Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin dengan keluhan sesak napas.

sejak 1 minggu SMRS. Keluhan dirasakan memberat sejak 2 hari SMRS. Keluhan

sesak napas muncul setiap kali pasien beraktivitas seperti berjalan kaki dengan jarak

agak jauh atau naik tangga. Sesak napas berkurang saat pasien beristirahat dengan

posisi berdiri atau duduk, tetapi tidak berkurang jika pasien berbaring. Keluhan

sesak napas disertai dengan berdebar – debar yang dirasakan terus menerus dan

tidak membaik dengan istirahat. Keluhan sesak napas membuat pasien sering

merasa cepat lelah sehingga menganggu aktifitas. Pasien juga memiliki keluhan
41

bengkak pada wajah, kedua tangan, dan kedua kaki sejak 5 hari SMRS. Bengkak

pada bagian bawah mata berkurang ketika siang hari. Pasien juga memiliki keluhan

batuk sejak sekitar 1 minggu SMRS. Batuk hilang timbul dan muncul secara

mendadak. Keluhan batuk disertai sakit tenggorokan dan suara serak. Keluhan

batuk dan sakit tenggorokan berkurang dengan obat yang dibeli sendiri di apotek.

Pasien sering mengalami rasa pegal pada kaki dan lutut yang muncul hilang timbul.

Pasien mengalami penurunan nafsu makan semenjak sakit. Pasien sempat dibawa

ke puskesmas 3 hari SMRS dan diberikan obat puyer, namun keluhan tidak

membaik dan akhirnya pasien dibawa ke IGD RSUD Ulin.

Saat ini keluhan sesak berkurang. Keluhan bengkak dan batuk sudah tidak

ada. Keluhan BAB cair 3 kali sejak sehari sebelumnya.

RPD

Tidak ada riwayat keluhan serupa.

RPK

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa. Nenek pasien dari pihak ayah

menderita diabetes mellitus. Bibi pasien menderita penyakit hipertensi dan jantung

Kesimpulan Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4-V5-M6

Tekanan Darah : 100/70

Nadi : 122 x/menit; kualitas kuat angkat, regular

Suhu : 37.7°C

Respirasi : 28 x/menit
42

SpO2 : 97% room air

CRT : <2 detik

Berat badan : 17,6 kg

Tinggi badan : 115,5 cm

Lingkar Kepala : 14 cm

Lingkar Lengan Atas : 50 cm

Kulit : Kulit berwarna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)

Kepala : Normosefal, pembesaran KGB (-)

Paru : Simetris, vesikular, rhonki (---/---), wheezing (---/---)

Jantung : S1 S2 tunggal, murmur sistolik (+) ICS III-IV linea

parasteralis sinistra grade IV/6

Abdomen : Permukaan datar, distensi (-), bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)

Susunan Saraf : Defisit neurologis (-)

Genitalia : Perempuan, normal

Anus : Paten, hemoroid (-)

Status Gizi

BB/U CDC : < P5 (severe underweight)

TB/U CDC : < P5 (severe stunted)

BB/TB CDC : 83.8% (Gizi kurang)

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan analisa gas darah : Asidosis respiratorik terkompensasi

sempurna
43

- Pemeriksaan mikroskopik bilasan lambung : Leukosit <25/LPB, Epitel

>10/LPB, ditemukan mikroba coccus gram positif

- Pemeriksaan foto thorax : Kardiomegali

- Pemeriksaan EKG : Sinus reguler, frekuensi 150 x/menit, RAE, RVH, PVC

- Pemeriksaan Ekokardiografi : RAV Hipertrofi + TR sedang

VI. Diagnosa Kerja

1. Heart Failure (HF) NYHA II-III

2. Right Atrioventricular (RAV) + Left Atrioventricular (LAV) Hipertrofi

3. Regurgitation of Tricuspid Valve (RTV)

4. Ventricular Extrasystol (VE)

5. Hipoalbuminemia

6. Hiperurisemia

VII. Penatalaksanaan

- O2 2 lpm nasal canule

- Venflon

- Inj. Furosemide 2x20 mg

- Inj. Ceftriaxone 2x900 mg

- PO VIP Albumin 2x1

- PO Allopurinol 2x150 mg

- PO Captopril 3x6 mg

- PO zinc 1x20 mg

- PO L-bio 2x1 sachet

- PO Oralit 100 ml tiap BAB cair


44

VIII. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

IX. Follow Up

Tabel 3.4 Follow Up.

Tanggal Subjective Objective(O) Assessment Planning


(S) (A) (P)
01/08/23 Demam (-) TD : 100/70 mmHg 1. HF NYHA II-III -O2 2 lpm nasal canule
Sesak (-) N: 139 x/m 2. RAV + LAV -Venflon
Diare (-) RR: 28 x/m Hipertrofi -Inj. Furosemide 2x20 mg
Bengkak (-) T: 36.7 C 3. RTV -Inj. Ceftriaxone 2x900 mg
SpO2: 98% NK 2 lpm 4. VE (H2)
Thorax : 5. Hipoalbuminemia -PO VIP Albumin 2x1
Murmur (+) sistolik 6. Hiperurisemia -PO Allopurinol 2x150 mg
ICS III-IV LPS -PO Captopril 3x6 mg
sinistra grade IV/6 -PO Zinc 1x20 mg
-PO L-bio 2x1 sach
-PO Oralit 100 ml k/p BAB
cair
R/Ekokardiografi ulang
(3/8/23)
02/08/23 Demam (-) TD : 100/70 mmHg 1. HF NYHA II-III -O2 2 lpm nasal canule
Sesak (-) N: 120 x/m 2. RAV + LAV -Venflon
Diare (-) RR: 28 x/m Hipertrofi -Inj. Furosemide 2x20 mg
Bengkak (-) T: 36.7 C 3. RTV -Inj. Ceftriaxone 2x900 mg
SpO2: 97% NK 2 lpm 4. VE (H3)
Thorax : 5. Hipoalbuminemia -PO VIP Albumin 2x1
Murmur (+) sistolik 6. Hiperurisemia -PO Allopurinol 2x150 mg
ICS III-IV LPS -PO Captopril 3x6 mg
sinistra grade IV/6 -PO Zinc 1x20 mg
-PO L-bio 2x1 sach
-PO Oralit 100 ml k/p BAB
cair
R/Ekokardiografi ulang
(3/8/23)
03/08/23 Demam (-) TD : 100/60 mmHg 1. HF NYHA II-III -O2 2 lpm nasal canule
Batuk (-) N: 133 x/m 2. RAV + LAV -Venflon
Sesak (-) RR: 28 x/m Hipertrofi -Inj. Furosemide 2x20 mg
T: 36.5 C 3. RTV -Inj. Ceftriaxone 2x900 mg
SpO2: 96% NK 2 lpm 4. VE (H4)
Thorax : 5. Hipoalbuminemia -PO VIP Albumin 2x1
Murmur (+) sistolik 6. Hiperurisemia -PO Allopurinol 2x150 mg
ICS III-IV LPS -PO Captopril 3x6 mg
sinistra grd IV/6 -PO Zinc 1x20 mg
-PO L-bio 2x1 sach
45

-PO Oralit 100 ml k/p BAB


cair
R/Ekokardiografi hari ini
R/BLPL dengan obat
pulang :
PO Captopril 3x6 mg
PO Furosemid 2x20 mg
Kontrol Poli hari Rabu
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini akan dibahas pasien anak berumur 8 tahun 7 bulan

dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu SMRS yang memberat sejak 2 hari

terakhir. Keluhan sesak napas muncul jika pasien berjalan agak jauh atau menaiki

tangga. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan laju napas 28 x/menit. Pasien

mengalami kondisi dispnea. American Thoracic Society mendefinisikan dispnea

sebagai “pengalaman subyektif dari ketidaknyamanan pernapasan yang terdiri dari

sensasi berbeda dengan intensitasnya bervariasi, dimana berasal dari interaksi

antara berbagai faktor fisiologis, psikologis, sosial, dan lingkungan, dan dapat

menyebabkan respons fisiologis dan perilaku sekunder”. Dispnea dapat disebabkan

oleh banyak kondisi mendasar yang berbeda, beberapa di antaranya muncul secara

akut dan dapat mengancam jiwa.7,8

Dispnea adalah gejala umum baik di praktik umum maupun di ruang gawat

darurat rumah sakit. Telah dilaporkan bahwa 7,4% pasien yang datang ke ruang

gawat darurat mengeluhkan dispnea, dimana 10% mengeluh sesak saat berjalan di

tanah datar dan 25% mengeluh sesak saat melakukan aktivitas yang lebih intens,

misalnya menaiki tangga.7

Tabel 4.1. Penyebab umum dispnea.7


Layanan Penyelamatan Ruang Gawat Darurat Praktik Umum
• Gagal jantung (15-16 • PPOK (6.5 %) • Acute bronchitis (24.7
%) • Gagal jantung (16.1 %)
• Pneumonia (10-18 %) %) • ISPA (9.7 %)
• PPOK (13 %) • Pneumonia (8.8 %) • Infeksi nafas lainnya
• Asma bronkial (5-6%) • Infark miokard (5.3 %) (6.5 %)
• Acute coronary • Atrial fibrilasi atau • Asma bronkial(5.4 %)
syndrome (3-4 %) atrial flutter (4.9 %) • PPOK (5.4 %)

46
47

• Emboli pulmonal (2%) • Tumor maligna (3.3 • Gagal jantung (5.4 %)


• Ca paru (1-2%) %) • Hipertensi (4.3 %)
• Emboli pulmonal (3.3)

Berdasarkan anamneis, keluhan sesak napas berkurang jika pasien

beristirahat dengan duduk, namun keluhan tidak berkurang jika pasien berbaring.

Pasien mengalami ortopnea. Ortopnea adalah sensasi sesak napas pada posisi

berbaring, dan berkurang dengan duduk atau berdiri. Mekanisme ortopnea adalah

redistribusi cairan tubuh yang ditoleransi pada pasien dengan fungsi jantung

normal, tetapi pada gagal jantung, terdapat ketidakmampuan untuk menampung

cairan ekstra minimal di paru-paru. Orthopnea sering dikaitkan dengan gagal

jantung, tetapi dapat diamati dengan diagnosis lain yang kurang jelas.9–11

Pada pasien ditemukan bengkak pada wajah dan ekstremitas sejak 5 hari

SMRS. Keluhan bengkak awalnya muncul di pagi hari setelah bangun tidur. Pasien

mengalami kondisi edema. Edema adalah kondisi klinis yang ditandai dengan

peningkatan volume cairan interstitial dan pembengkakan jaringan yang dapat

bersifat lokal atau umum. Edema umum yang parah dikenal sebagai anasarca.

Proses fisiologis berikut menghasilkan pembentukan edema:12

• Perubahan hemodinamik kapiler yang mendukung peningkatan pergerakan

cairan dari ruang vaskular ke interstitium

• Kegagalan pengembalian cairan interstisial ke sistem vena sentral melalui

pembuluh limfatik

• Retensi natrium dan air yang diberikan melalui diet atau intravena oleh ginjal,

mengakibatkan hipervolemia dan peningkatan tekanan hidrostatik vascular


48

Retensi natrium dan air oleh ginjal dapat menjadi kejadian primer (seperti

pada gagal ginjal atau glomerulonefritis akut) atau kejadian sekunder akibat

penurunan primer curah jantung (seperti pada gagal jantung), atau resistensi

vaskular sistemik (pada sirosis dan sindrom hepatorenal). Gagal jantung dapat

muncul dengan edema karena peningkatan tekanan vena dari retensi natrium dan

air. Hal ini menghasilkan peningkatan tekanan hidrolik kapiler yang paralel dengan

peningkatan pergerakan cairan transkapiler ke dalam ruang interstisial. Lokasi

akumulasi edema bervariasi dan bergantung pada sifat penyakit jantung:12

• Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri (LV) dapat mengalami edema

paru, tetapi tidak perifer.

• Kegagalan ventrikel kanan murni (RV) dapat mengakibatkan edema yang

menonjol pada ekstremitas bawah.

• Kardiomiopati, yang terkait dengan gangguan fungsi RV dan LV, sering kali

menyebabkan timbulnya edema paru dan perifer secara bersamaan.

Tanda-tanda klinis gagal jantung pada anak yang lebih tua termasuk

takikardia, takipnea, rales atau mengi, irama berpacu, hepatomegali, dan edema.

Meskipun edema wajah dapat terlihat pada gagal jantung RV, edema perifer

umumnya lebih jarang diamati pada anak-anak dengan gagal jantung dibandingkan

pada orang dewasa.12

Klasifikasi gagal jantung New York Heart Association (NYHA) tidak berlaku

untuk sebagian besar populasi anak. Klasifikasi gagal jantung Ross dikembangkan

untuk menilai tingkat keparahan pada bayi dan kemudian dimodifikasi untuk

diterapkan pada semua usia anak. Klasifikasi Ross yang dimodifikasi untuk anak-
49

anak memberikan skor numerik yang sebanding dengan klasifikasi NYHA untuk

orang dewasa.13 Pada kasus ini, pasien mengalami gagal jantung stadium II-III

untuk klasifikasi NYHA ataupun Ross, dimana pada pasien ditemukan dispneu pada

aktivitas fisik dan gagal tumbuh (yang ditandai dengan gizi kurang dan severe

stunted pada pemeriksaan antropometri).

Diagnosis gagal jantung pada anak didasarkan pada kombinasi tanda dan

gejala klinis, ditambah dengan informasi yang diperoleh dari temuan laboratorium

seperti tes olahraga, pencitraan noninvasif, dan profil biomarker.13,14

Pada pemeriksaan fisik jantung ditemukan murmur sitolik pada sela iga III-

IV linea parasternalis sinistra. Temuan tersebut tipikal untuk kondisi regurgitasi

katup tirkuspid. Pada pasien jika ditemukan murmur, harus segera dilakukan

echocardiography.15 Pada kasus ditemukan regurgitasi tricuspid sedang dari hasil

echocardiography. Ekokardiografi merupakan gold standartuntuk mengevaluasi

mekanisme dan keparahan katup tricuspid. Pada EKG, hipertrofi ventrikel kanan

(RV), pembesaran atrium kanan, dan deviasi sumbu kanan dapat menjadi petunjuk

penyakit TV. Hal ini sesuai dengan temuan EKG pada kasus. Regurgitasi trikuspid

(TR) sering dipandang sebagai "permasalahan anak" yang terkait penyakit katup

jantung. TR adalah lesi katup yang kompleks, dan sebagian besar kasus sekunder

akibat disfungsi RV, hipertensi pulmonal, dan/atau disfungsi ventrikel kiri (LV),

menambah kerumitannya. Derajat TR juga bervariasi secara signifikan dengan

status cairan dan hemodinamik, terutama karena hal ini juga mempengaruhi ukuran

dan fungsi RV. Tekanan vena sistemik yang lebih tinggi dapat meningkatkan

pengisian RV dan, dengan demikian, kontraktilitas (RV adalah respons yang kuat
50

terhadap kurva Starling), tetapi ini juga meningkatkan pelebaran RV, yang dapat

memperburuk TR.16

Regurgitasi trikuspid primer terjadi pada 15 hingga 30% pasien karena

keterlibatan langsung katup trikuspid dan merupakan akibat dari kelainan jantung

bawaan seperti anomali Ebstein, atau kelainan atau penyakit yang didapat pada

katup tricuspid, seperti degenerasi myxomatous dari katup tricuspid, endokarditis,

sindrom karsinoid, penyakit jantung rematik, atau radiasi dada.17

Mekanisme yang menyebabkan TR berbeda untuk setiap penyakit. Contoh

kerusakan struktural yang dihasilkan adalah perforasi atau restriksi leaflet, fusi

komisura, dan tethering chordal. TR primer menghasilkan kelebihan volume murni

pada jantung kanan dan oleh karena itu biasanya berhubungan dengan dilatasi

annular.15

Pada pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pasien, ditemukan gambaran

sinus takikardi, right axis deviation, pembesaran atrium kanan, pembesaran

ventrikel kanan, dan ventricular ekstrasistol. Berdasarkan teori, gambaran EKG

menunjukkan deviasi sumbu kanan (aksis lebih besar dari 90 sampai 100 derajat)

sering terjadi pada hipertrofi ventrikel kanan. Kekuatan RV menjadi dominan pada

pasien dengan hipertrofi ventrikel kanan (terutama karena beban tekanan seperti

pada obstruksi aliran keluar paru atau hipertensi pulmonal berat), menghasilkan

gelombang R tinggi di lead prekordial kanan (V1 dan V2), dan gelombang S dalam

di sadapan prekordial kanan (V1 dan V2), dan gelombang S dalam di lead

prekordial kiri (V5 dan V6). Karena peningkatan amplitudo gelombang R dan

penurunan kedalaman gelombang S, rasio R:S di V1 lebih besar dari 1


51

menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan. Diagnosis banding peningkatan rasio R:S

pada orang dewasa termasuk RBBB, infark miokard dinding posterior, pola Wolff-

Parkinson-White (terutama karena pra-eksitasi ventrikel kiri lateral atau postero-

lateral), kardiomiopati hipertrofik (hipertrofi septum).18

Ekstrasistol ventrikular atau ventricular extrasystole (VES) adalah aritmia

ventrikel. Temuan VES pada EKG cukup sering, mencapai 40-75% pada EKG

monitor. VES dideteksi pada EKG dengan temuan kompleks QRS durasi >0,12

detik dan perubahan gelombang T yang discordant. Kompleks QRS pada VES tidak

diawali dengan gelombang P prematur (sebagaimana pada atrial extrasystoles)

namun dapat diawali dengan gelombang P dari sinus yang terkonduksi tidak tepat

waktunya.19,20 Munculnya VES berkaitan dengan berbagai stimulus dan dapat

diproduksi oleh stimulasi mekanis, elektrik dan kimiawi pada miokard, seperti:

infeksi, iskemia/inflamasi, hipoksia, pengobatan, electrolyte imbalance, miokard

teregang, atau konsumsi rokok, kafein, atau alkohol berlebihan.13 VES biasanya

tidak memiliki kepentingan klinis pada pasien tanpa penyakit jantung struktural,

namun jika VES dibarengi gangguan struktural jantung, akan meningkatkan

mortalitas dan morbiditas.20

Patofisiologi dasar VES hampir sama dengan ectopic beat lain. Sepanjang

sistem konduksi, terdapat sel-sel pacemaker yang secara normal tertekan

automatisitasnya oleh SA node, menghasilkan SA node sebagai satu-satunya

sumber impuls listrik yang mengkoordinasikan semua aktivitas jantung. Ectopic

beats mampu ditekan oleh impuls dari SA node yang secara intrinsik memiliki

firing rate lebih cepat. Namun, jika terjadi peningkatan automatisitas (salah satu
52

dari 3 mekanisme takiaritmia), maka suatu fokus di ventrikel dapat mengeluarkan

ectopic beat “prematur” mendahului ritme sinus yang seharusnya. Selain

peningkatan automatisitas, VES juga dapat disebabkan oleh mekanisme reentry

ataupun after-depolarization. Diagnosis pasti VES hanya dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan EKG.20

Gambar 4.1 Ventrikular ekstrasistol.

Pada pemeriksaan rontgen dada pasien, ditemukan kardiomegali. Rontgen

dada (CXR) adalah salah satu pemeriksaan inti pasien dengan sesak napas. Pada

tahun 1917, Danzer pertama kali mengidentifikasi kardiomegali sebagai

kemungkinan indikator dilatasi ventrikel kiri. Kardiomegali pada foto thorax

pediatrik didasarkan pada rasio kardiotoraks >60% pada neonatus dan >55% pada

anak yang lebih tua. Kardiomegali biasanya tidak terdiagnosis hingga gejalanya

muncul. CXR bukanlah tes diagnostik untuk gagal jantung. Ada sedikit hubungan

antara rasio kardiotoraks (CTR) dan fungsi sistolik ventrikel kiri. Tidak semua

pasien HF akut mengalami kongesti paru pada CXR mereka. Kardiomegali sangat

memprediksi dilatasi ventrikel pada ekokardiografi, dengan spesifisitas tinggi dan

nilai prediksi negatif, tetapi sensitivitas rendah dan nilai prediksi positif.21–23

Rontgen dada pasien dengan TR berat mengungkapkan kardiomegali akibat

pembesaran ventrikel kanan. Siluet jantung yang menonjol terlihat di sebelah kanan
53

dengan tampilan arteri pulmonalis, dan ventrikel kanan yang membesar mengisi

ruang retrosternal pada foto film lateral. Temuan tambahan mungkin termasuk

pembesaran atrium kanan, adanya vena azygos, diafragma yang bergeser ke atas,

atau adanya efusi pleura. Ketika penyebab TR adalah hipertensi pulmonal sekunder

akibat kelainan jantung sisi kiri, temuan radiografi lainnya dapat dilihat, terutama

segmen hilus arteri pulmonalis kanan dan kiri yang menonjol.18

Gambar 4.1. Fitur yang dapat teridentifikasi pada CXR pasien gagal jantung.21

Ekokardiografi merupakan modalitas pencitraan utama dalam kardiologi

pediatrik, memberikan detail struktural dan fungsional yang sangat baik pada anak-

anak. Ekokardiografi juga memungkinkan penilaian rinci ukuran dan fungsi

ventrikel, meskipun lebih kuat untuk ventrikel kiri daripada ventrikel kanan atau

tunggal.14 Pada kasus ini ditemukan hasil ekokardiografi hipertrofi RAV + LAV,

dan TR sedang.

Hipertrofi ventrikel kanan (RVH) adalah peningkatan patologis massa otot

ventrikel kanan sebagai respons terhadap kelebihan tekanan, paling sering karena
54

penyakit paru-paru yang parah. Pasien yang terkena akan menunjukkan gejala kibat

hipertensi pulmonal dan mengalami nyeri dada saat beraktivitas, edema perifer,

sinkop saat beraktivitas, dan nyeri kuadran kanan atas (karena kongesti hati pasif).

Ventrikel kanan jauh lebih kecil dari ventrikel kiri dan menghasilkan gaya listrik

yang sebagian besar dikaburkan oleh yang dihasilkan oleh ventrikel kiri yang lebih

besar. Ukuran dan fungsi ventrikel kanan dipengaruhi oleh hal-hal berikut:18

• Hipertensi pulmonal dengan atau tanpa disfungsi ventrikel kiri

• Kondisi yang memengaruhi katup trikuspid yang menyebabkan regurgitasi

trikuspid (TR) yang signifikan

Hipertrofi ventrikel kiri (LVH) adalah suatu kondisi dimana terjadi

peningkatan massaventrikel kiri, baik akibat peningkatan ketebalan dinding

maupun akibat pembesaran rongga ventrikel kiri, atau keduanya. Paling umum,

penebalan dinding ventrikel kiri terjadi sebagai respons terhadap kelebihan tekanan,

dan dilatasi bilik terjadi sebagai respons terhadap kelebihan volume. Hipertensi dan

stenosis katup aorta adalah penyebab LVH yang paling umum. Dalam kedua

kondisi ini, jantung berkontraksi melawan afterload yang meningkat. Penyebab lain

adalah peningkatan pengisian ventrikel kiri yang menginduksi beban diastolik,

yang merupakan mekanisme dasar LVH eksentrik pada pasien dengan lesi katup

regurgitasi seperti regurgitasi aorta atau regurgitasi mitral dan juga terlihat pada

kardiomiopati dilatasi. Penyakit arteri koroner telah terbukti berperan dalam

patogenesis LVH, karena miokardium normal mencoba mengkompensasi jaringan

yang telah menjadi iskemik atau infark. Jantung atletis dengan LVH fisiologis

adalah kondisi yang relatif jinak. Latihan intensif menghasilkan peningkatan massa
55

otot ventrikel kiri, ketebalan dinding, dan ukuran bilik, namun fungsi sistolik dan

fungsi diastolik tetap normal.24

Pada pasien diberikan terapi injeksi furosemide 2x20 mg. Berdasarkan teori,

Tata laksana medikamentosa gagal jantung mencakup diuretik, agen inotropik, dan

agen yang menurunkan afterload. Diuretik berperan mengendalikan kongesti vena

pulmonalis dan vena sistemik. Diuretik yang dapat digunakan adalah diuretik

thiazid (chlorothiazide, hydrochlorothiazide), loop diuretik (furosemide, ethacrynic

acid) dan antagonis aldosteron (spironolactone). Di sisi lain, spironolactone

memiliki peran penting dalam menghambat perkembangan fibrosis yang diinduksi

aldosteron. Efek samping diuretik adalah gangguan elektrolit di antaranya

hipokalemia dan gangguan keseimbangan asam basa, seperti alkalosis

hipokloremik.5

Pada pasien diberikan terapi captopril 3x6 mg. Berdasarkan teori, gagal

jantung menyebabkan aktivasi sistem SRAA. ACE-I menghambat SRAA dengan

menginhibisi pembentukan angiotensin II, suatu vasokonstriktor yang dapat

menyebabkan hipertrofi dan fibrosis jantung. ACE-I dapat mengurangi simtomatik

gagal jantung dengan menurunkan afterload, meningkatkan curah jantung, dan

membalikkan remodeling ventrikel kiri. Captopril (dosis 0.3-2 mg/kg per 8 jam)

dan enalapril (dosis 0.05-0.25 mg/kg per 12 jam) merupakan ACE-I yang paling

sering digunakan pada anak dengan gagal jantung. Pemberian rutin ACE-I

direkomendasikan pada anak dengan disfungsi ventrikel kiri. Permantauan berkala

tekanan darah, fungsi ginjal dan kalium perlu dilakukan.4


56

Pada hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus, ditemukan

hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dipertimbangkan ketika kadar albumin serum

<3.5gm/dl. Kasus dengan gagal jantung biasanya ditemukan dengan

hipoalbuminemia dan meningkatkan risiko kematian secara independen.

Hipoalbuminemia pada kasus HF dapat terjadi akibat malnutrisi, hemodilusi,

infeksi, peradangan kronis, proteinuria, dan mekanisme lainnya. Hipoalbuminemia

dapat mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid dan mempengaruhi derajat

kongesti paru selain gejala gagal jantung. Dalam penilaian mortalitas jangka

panjang, hipoalbuminemia yang terdeteksi selama rawat inap untuk HF akut telah

ditetapkan sebagai prediktor independen mortalitas setelah 1 tahun follow-up

setelah keluar dari rumah sakit.25,26

Pada hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus, ditemukan hiperurisemia.

Hiperurisemia adalah keadaan dimana kadar asam urat diatas batas normal. Teori

Framingham Heart Study menyatakan bahwa peningkatan kadar asam urat bukan

merupakan faktor risiko utama kejadian gagal jantung namun merupakan salah satu

faktor pendukung terjadinya gagal jantung. Penjelasannya ialah peningkatan kadar

asam urat berkontribusi terhadap munculnya gangguan produksi nitrat oksida dan

disfungsi endotel, peningkatan kekakuan pembuluh darah, aktivasi renin-

angiotensin aldosteron yang tidak sesuai, peningkatan stres oksidatif, dan respon

inflamasi. Semua kelainan ini menyebabkan gangguan fungsi dari pembuluh darah

dan menyebabkan gagal jantung.27,28


57

Pada pasien yang didiagnosis dengan gout, tujuannya adalah untuk

mengurangi kadar asam urat serum dengan menggunakan obat penurun asam urat

seperti penghambat xantin oksidase, urikosurik, atau urikase rekombinan. Inhibitor

xanthine oksidase memiliki sifat antioksidan, yang mengurangi produksi spesies

oksigen reaktif yang dihasilkan dari metabolisme purin. Dalam studi tentang

penghambat oksidase xanthine untuk pencegahan kejadian kardiovaskular,

Bredemeier dan rekan menekankan bahwa stres oksidatif merupakan faktor penting

yang mungkin terlibat dalam patogenesis hipertensi dan gagal jantung. Hasil studi

meta-analisis menyimpulkan bahwa allopurinol (kurang dari atau sama dengan 300

mg) menurunkan tekanan darah dan kadar kreatinin pada pasien hiperurisemia

dengan atau tanpa pengobatan antihipertensi. Namun, masih banyak bukti

kontradiktif mengenai kemungkinan efek kardiovaskular dari inhibitor xantin

oksidase dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan mekanisme

terjadinya efek ini.27 Pada kasus ini, pemberian terapi hiperurisemia sesuai dengan

teori yaitu dengan allopurinol 2x150 mg.


BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus pada seorang anak perempuan berusia 9 tahun

yang datang ke IGD Ulin Banjarmasin. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan

fisik dan penunjang pasien didiagnosis Heart Failure NYHA II-III + Right

Atrioventricular Hypertrophy + Left Atrioventricular Hypertrophy + Regurgitasi

Katup Trikuspid + Right Ventricular Extrasystole + Hipoalbuminemia +

Hiperurisemia. Selama dirawat di bangsal, pasien diterapi dengan suplementasi

oksigen NK 2 lpm, injeksi furosemid 2x20 mg, injeksi ceftriaxone 2x900 mg,

peroral vip albumin 2x1, peroral allopurinol 2x150 mg, dan peroral captopril 3x6

mg. Pasien menjalani perawatan rawat inap selama 8 hari dan kemudian

diperbolehkan menjalani rawat jalan.

58
DAFTAR PUSTAKA

1. Castaldi B, Cuppini E, Fumanelli J, Di Candia A, Sabatino J, Sirico D, et al.


Chronic heart failure in children: State of the art and new perspectives. J Clin
Med. 2023;12(7).

2. PERKI KKGJ dan K. Pedoman tatalaksana gagal jantung. Perhimpun Dr Spes


Kardiovask Indones. 2020;848–53.

3. Kemenkes RI. Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana gagal


jantung. Keputusan Menteri Kesehat Republik Indonesia Nomor
Hk0107/Menkes/4801/2021. 2021;1–6.

4. Alvenus Willim H, Sanni Prahasti D, Cipta H, Anita Utami A. Aspek klinis


dan tatalaksana gagal jantung pada anak: tinjauan pustaka. Discov | Intisari
Sains Medis [Internet]. 2020;11(3):1456–66. Available from:
http://isainsmedis.id/

5. Ferdinand E. Tata laksana gagal jantung pediatrik : Diagnosis, implikasi


klinis. CDK. 2023;50(2).

6. Berliner D, Schneider N, Welte T, Bauersachs J. The differential diagnosis of


dyspnoea. Dtsch Arztebl Int. 2016;113(49):834–44.

7. O’Horo J. Dyspnea or respiratory distress (Adult). Elsevier. 2019;1–12.

8. Nava S, Larovere MT, Fanfulla F, Navalesi P, Delmastro M, Mortara A.


Orthopnea and inspiratory effort in chronic heart failure patients. Respir Med.
2003;97(6):647–53.

9. Mukerji V. Dyspnea, orthopnea, and paroxysmal nocturnal dyspnea. Clin


Methods Hist Phys Lab Exam [Internet]. 1990;78–80. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21250057

10. Mesiha N, Mazhar N, Tieku S, Hasan SA, Goldsmith D. Not every orthopnea
means heart failure. J Gen Intern Med [Internet]. 2017;32(2):S550–1.
Available from:
https://www.embase.com/search/results?subaction=viewrecord&id=L61558
0847&from=export

11. Rudolph PV. Pathophysiologi and etiology of edema in children. UpToDate.


2022;

12. Jayaprasad N. Heart failure in children. 2016;17(3):92–9.

59
60

13. Hsu DT, Pearson GD. Heart failure in children part I: History, etiology, and
pathophysiology. Circ Hear Fail. 2009;2(1):63–70.

14. Arsalan M, Walther T, Smith RL, Grayburn PA. Tricuspid regurgitation


diagnosis and treatment. Eur Heart J. 2017;38(9):634–8.

15. Comment E. Tricuspid regurgitation. 2020;76(11):10–2.

16. Henning RJ. Tricuspid valve regurgitation : current diagnosis and treatment.
2022;12(1):1–18.

17. Bhattacharya PT, Ellison MB. Right ventricular hypertrophy. 2023;

18. Pb A, Skp IDI, Kurnia A. Diagnosis dan tata laksana ekstrasistol ventrikular.
2022;49(5):254–8.

19. Halim RA, Felani MR. Frequent ventricular extrasystoles. 2018;45(10):759–


62.

20. Pan D, Pellicori P, Dobbs K, Bulemfu J, Sokoreli I, Urbinati A, et al.


Prognostic value of the chest X-ray in patients hospitalised for heart failure.
Clin Res Cardiol [Internet]. 2021;110(11):1743–56. Available from:
https://doi.org/10.1007/s00392-021-01836-9

21. Amin H, Siddiqui WJ. Cardiomegaly. 2023;

22. Kotb A. Metwalley, Nody. Value of the chest x-rays in diagnosis of children
with heart disease in the age group 1-4 years. Med J Cairo Univ.
2019;87(March):1227–32.

23. Bornstein AB, Rao SS, Marwaha K, Paso E. Left ventricular hypertrophy.
2023;

24. Kadir S, Ullah B, Shahid MA. Hypoalbuminemia in patients of systolic heart


failure. 2021;15(2):449–50.

25. Bonilla-palomas JL, Amez-l ALG, Opez-ib IACL. Hypoalbuminemia in


acute heart failure patients : Causes and Its impact on hospital and long-term
mortality. 2014;20(5):350–8.

26. Shahin L, Patel KM, Heydari MK, Kesselman MM. Hyperuricemia and
cardiovascular risk. 2021;13(5):1–8.

27. Ongkowijaya J, Wantania FE. Hubungan hiperurisemia dengan kardiomegali


pada pasien gagal jantung kongestif. 2016;4:0–5.

Anda mungkin juga menyukai