Disusun Oleh:
dr. Inandra Prayogi
Dokter Pembimbing:
dr. M. Reza Mahdi, Sp.PD
Dokter Pendamping:
dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH
0
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Anemia Hemolitik Auto Imun”
dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. M. Reza
Mahdi, Sp. PD selaku pembimbing dan dr. Hj Titin Ning Prihatini, MH selaku pendamping,
yang telah memberi pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Tak
lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat yang telah memberi
saran dan kritik dalam pembuatan laporan kasus ini. Penulis mohon maaf apabila terdapat
kesalahan penulisan dalam laporan kasus ini serta penulis mengharapkan agar laporan kasus
Penulis
1
PORTOFOLIO KASUS
2
Pasien datang ke IGD RSUD Indramayu Pada tanggal 15 april 2019 dengan keluhan pusing yang
dirasakan 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pusing dirasakan pasien berdenyut. Pasien mengeluhkan
lemah dan seperti akan jatuh ketika berjalan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengalami mual dan muntah seperti air. Dengan frekuensi 5 kali kurang lebih sebanyak 1 gelas
minum(250cc) pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh BAB hitam seperti aspal
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien jarang untuk memeriksa kondisi kesehatannya.
3. Riwayat pengobatan
Pasien jarang berobat ketika sakit
4. Riwayat kesehatan/penyakit/alergi
- pasien bilang tidak memiliki riwayat penyakit Hipertensi, DM, jantung, atau ginjal sebelumnya
- pasien bilang tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat-obatan sebelumnya
- pasien bilang belum pernah mengalami kondisi seperti ini sebelumnya.
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien adalah ibu rumah tangga
6. Riwayat Psikososial
- Pasien merupakan ibu rumah tangga dengan kegiatan aktif di pengajian dan perkumpulan Pkk.
- Pasien jarang ke puskesmas untuk memeriksakan kesehatannya.
7. 7. Lain – Lain
Pemeriksaan fisik dan anamnesis ulang dilakukan di Ruangan Kijang Kencana 1 RSUD Indramayu
pada tanggal 16 – April – 2019 pukul 10.50 WIB
Keluhan Utama :
pusing
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluhkan pusing yang dirasakan 3 hari SMRS. Pusing dirasakan pasien berdenyut. Pasien
juga mengeluhkan lemas seperti akan jatuh ketika berjalan sejak 3 hari SMRS. Selain lemas, pasien
juga mengeluhkan mual dan muntah seperti air. Dengan frekuensi 5 kali kurang lebih sebanyak 1 gelas
minum(250cc) pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh BAB kecoklatan saat 1
hari SMRS.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah seperti ini sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi maupun diabetes mellitus.
3
Pasien 10 hari sebelum masuk rumah sakit sempat berobat ke klinik dengan keluhan batuk pilek namun
pasien lupa sudah meminum obat apa saja.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga pasien belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya
Riwayat lingkungan sosial :
Pasien merupakan ibu rumah tangga dengan kegiatan aktif di pengajian dan perkumpulan Pkk
8. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum: Tampak Sakit Sedang, Tampak Lemas
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36.10C
SpO2 : 99%
STATUS GENERALIS
Telinga : tenang
Leher : JVP 5+2 cmH2O, Pembesaran Kelenjar getah bening (-), Retraksi suprasternal (-)
Paru : BPH ICS VI, peranjakan 1 ICS, Vesikular Breath Sound kanan = kiri, sonor di kedua
4
lapang paru, rhonki (-/-) , wheezing (-/-)
Jantung :Ictus cordis tidak terlihat, teraba ICS V LMCS. BJ S1,S2 reguler, S3 (-), S4 (-),
murmur (-)
Abdomen:
- Inspeksi :Datar, scar (-), spider nevi (-), ikterik (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpanik, ruang traube tidak terisi
- Palpasi : Nyeri epigastrium (-), defans muskular (-), hepatomegali (-), splenomegali (+)
- Ekstremitas atas: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-/-)
- Ekstremitas bawah: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
- Darah Rutin
- Pemeriksaan crossmatch
5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
6
Pemeriksaan Cross match (16 april 2019)
7
Eritrosit Mikrosit
Hipokrom,anisopoikilositosis
(ovalocyte, mikrosit)
Normoblast (+)
Leukosit Jumlah cukup, limfosit atipik (+)
Trombosit Jumlah meningkat, large platelet (+)
Kesan Anemia gravis, tanda adanya anemia
defisiensi Fe (+)
Tanda adanya inflamasi kronis (+)
Trombositosis
DIAGNOSIS KERJA :
TERAPI :
Non farmakologis:
- Tirah baring
8
Farmakologis :
- Inj metil prednisolon 500mg dalam 100cc NaCl drip dalam 1 jam (selama 3 hari)
- Tranfusi WRC (Washed Redblood Cell) jika setelah pemberian metilprednisolon selama 3 hari
9.
FOLLOW UP (16/4/2019)
S : pasien lemas, hanya buang air kecil (-)
O: Tekanan darah : 120/90 , Nadi : 90x/menit, Respirasi: 23x/menit, Suhu: 36.10C
A : anemia hemolitik autoimun
P:
- If RL 20 tpm
- pemberian metilprednisolon 500mg 1x1 dan
- inj pumpitor sebelum pemberian metilprednisolon.
FOLLOW UP (17/4/2019)
S : pasien sudah mulai bisa jalan. Tidak lemas. bak(+) tidak berwarna seperti teh
O : Kesadaran : Compos Mentis , Keadaan Umum : baik
TD : 110/80 ,Nadi: 90x/m ,Respirasi: 20x/m ,Suhu: 36.3 C
Kepala : mata : konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-)
Abdomen : bising usus (+) nyeri epigastric (-) hepatomegali (-) splenomegali (+)
A : anemia hemolitik autoimun
P:
- If RL 20 tpm
- pemberian metilprednisolon 500mg 1x1
- inj pumpitor sebelum pemberian metilprednisolon.
FOLLOW UP (18/4/2019)
S : pasien bisa beraktivitas normal, tidak ada keluhan
9
O : Kesadaran : Compos Mentis , Keadaan Umum : baik
TD : 12/80 , Nadi: 94x/m , Respirasi: 22x/m , Suhu: 36.6 C
Kepala : mata : konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-)
Abdomen : bising usus (+) nyeri epigastric (-) hepatomegali (-) splenomegali (+)
A : anemia hemolitik autoimun
P:
- If RL 20 tpm
- pemberian metilprednisolon 500mg 1x1 dan
- inj pumpitor sebelum pemberian metilprednisolon.
FOLLOW UP (19/4/2019)
S : pasien tidak ada keluhan
O : Kesadaran : Compos Mentis , Keadaan Umum : baik
TD : 110/80 , Nadi: 89x/m , Respirasi: 21x/m , Suhu: 36.5 C
Kepala : mata : konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-)
Abdomen : bising usus (+) nyeri epigastric (-) hepatomegali (-) splenomegali (+)
A : anemia hemolitik autoimun
P:
- If RL 20 tpm
- pemberian metilprednisolon 500mg 1x1 dan
- inj pumpitor sebelum pemberian metilprednisolon.
10
Pemeriksaan darah rutin (22/4/2019)
Leukosit 18.400/uL
Trombosit 303.000/uL
MCV 110 fl
MCH 30.000 pg
Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
anemia yg timbul karena terbentuknya autoantibodi terhadap self antigen pada membran eritrosit
menimbulkan anemia, akibat masa edar eritrosit dalam sirkulasi menjadi lebih pendek. 4,5 Anemia
disebabkan karena kerusakan eritrosit melebihi kapasitas sumsum tulang untuk menghasilkan sel
2.2 Etiologi
AIHA terjadi akibat hilangnya toleransi tubuh terhadap self antigen sehingga
menimbulkan respon imun terhadap self antigen. Antibodi yang bereaksi terhadap self antigen
menyebabkan kerusakan pada jaringan dan bermanifestasi sebagai penyakit autoimun. Antibodi
(hemolisis ekstravaskuler) atau destruksi eritrosit yang diperantarai oleh komplemen (hemolisis
intravaskuler).
(HIV)
bakteri : streptokokus, salmonella typhi, septikemia Esceria coli, Mycoplasma
12
b. Obat-obatan dan bahan kimia : kuinine, kuinidin, fenacetin, p-asam aminosalisilat,
2.3 Klasifikasi
AIHA dibedakan menjadi 2 kelompok menurut karakteristik klinis dan serologis, seperti
Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia,
juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi
dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen. Gejala anemia disebabkan oleh
13
2 faktor, yaitu berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan dan adanya hipovolemia (pada
penderita dengan perdarahan akut dan masif). Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada
jantung dan curah jantung pada kadar Hb mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul bila kadar
Hb turun di bawah 5 g% atau ketika terjadi gangguan mekanisme kompensasi jantung karena
Pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat, pasien mempunyai gejala khas anemia
yang berkembang secara tersembunyi, meliputi lemah, pusing, lelah, dan dispnea saat
beraktifitas atau gejala lainnya yang kurang khas yaitu demam, perdarahan, batuk, nyeri
perut dan penurunan berat badan. Pada pasien dengan hemolisis hebat, dapat terjadi ikterik,
Anemia hemolitik autoimun tipe dingin, pasien biasanya mempunyai gejala anemia
hemolitik kronis berupa pucat dan lemah. Keadaan lingkungan yang dingin dapat
mencetuskan serangan, oleh karena itu episode hemolisis akut dengan hemoglobinemia dan
hemoglobinuria lebih sering terjadi di musim dingin. Darah lebih mudah terpengaruh suhu
pada ekstremitas, sehingga pasien lebih sering mengalami akrosianosis (warna kebiru-biruan
tanpa rasa sakit pada kedua tangan dan kaki) saat serangan terjadi.
hitung darah lengkap, morfologi darah tepi, pemeriksaan bilirubin, laktat dehidrogenase
14
Kadar hemoglobin yang didapatkan pada AIHA tipe hangat bervariasi dari normal
sampai sangat rendah. Kadar hemoglobin pada AIHA tipe dingin jarang ditemukan
<7gr/dl. Jumlah retikulosit dapat meningkat sedangkan jumlah leukosit bervariasi dan
retikulosit yang diproduksi sumsum tulang. Sferositosis dapat terjadi pada proses
proses fagositosis eritrosit oleh sistem retikuloendotelial yang menyebabkan eritrosit lisis
dan hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin oleh lisosom. Globin dihidrolisis
menjadi asam amino. Heme kemudian menjadi besi dan protoporfirin yang terdiri dari
direk dirubah menjadi urobilinogen yang diekskresikan melalui tinja. Bilirubin yang
15
D. Pemeriksaan serologi
menggunakan Ig G dan C3d. Sel eritrosit pasien AIHA dengan reagen anti globulin yang
dicampurkan akan menyebabkan terjadinya reaksi aglutinasi. Hal ini menandakan adanya
atas 2 tipe yaitu didapat dan herediter. Tipe didapat terbagi menjadi immune-mediated,
antibodi pada permukaan sel darah merah. Dari pemeriksaan akan didapatkan sferosit dan
DAT positif. Pengobatan penyakit ini dapat dengan cara obati penyakit yang
dengan cara obati penyakit dasarnya. Sementara itu, infeksi diperantarai oleh penyakit
16
malaria dan infeksi clostridium. Pemeriksaan yang dibutuhkan antara lain kultur darah,
apusan darah tepi dan serologi. Pengobatan penyakit ini dengan cara pemberian
antibiotik.
Sementara itu, tipe herediter terbagi menjadi enzimopati, membranopati dan
hemoglobinopati. Enzimopati terjadi pada penyakit defisiensi G6PD. Hal ini dapat dipicu
oleh adanya infeksi dan pengaruh obat-obatan. Pada pemeriksan akan didapatkan
rendahnya aktivitas enzim G6PD. Penyakit ini dapat diobati dengan hentikan obat-obatan
dan obati penyakit pemicunya. Membranopati terjadi pada sferositosis herediter. Pada
pemeriksaan akan didapatkan adanya sferosit, adanya riwayat keluarga dan DAT negatif.
Pengobatan penyakit ini dapat berupa splenektomi pada kasus yang sedang sampai berat.
Hemoglobinopati terjadi pada talasemia dan penyakit sickle cell. Pemeriksaan yang dapat
Penyakit ini dapat dobati dengan pemberian asam folat dan tranfusi
2.7 Tatalaksana
diperantarai oleh antibodi IgG disebut sebagai AIHA tipe hangat yang berikatan pada
temperatur 37oC sedangkan AIHA tipe dingin di perantarai oleh antibodi IgM yang
berikatan maksimal pada temperatur dibawah 320C.4 Alur pengobatan terhadap AIHA
berbeda tergantung pada tipe AIHA nya. Secara umum tujuan pengobatan pada AIHA
menghilangkan gejala dengan efek samping minimal.5 Transfusi darah biasanya hanya
digunakan untuk kepentingan sementara tapi mungkin diperlukan diawal sebagai upaya
untuk mengatasi anemia berat sampai terlihat efek dari pengobatan yang lain.6 Pasien
biasanya ditransfusi dengan menggunakan packed red cell jika Hb < 7 g/dL.2
17
2.7.1 Pengobatan pada AIHA tipe panas
Kortikosteroid dosis tinggi merupakan obat pilihan utama untuk AIHA tipe panas.
Steroid bekerja memblok fungsi makrofag dan menurunkan sintesis antibodi. 4 Prednison
diberikan secara oral 2-4mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 2-4 minggu kemudian
dilakukan tappering off dalam 2-6 minggu berikutnya. Jika respon pengobatan tidak baik,
Pada beberapa pasien dengan hemolisis yang berat maka dosis prednison dapat
kemudian dosis obat diturunkan secara bertahap. Jika relaps terjadi, maka diberikan dosis
awal kembali.6 Pasien dikatakan respon terhadap pengobatan dengan steroid akan
Anemia hemolitik yang tetap berat meskipun telah diobati dengan kortikosteroid
atau anemia hemolitik yang memerlukan dosis obat yang tinggi untuk mencapai
rituximab dengan dosis 375mg/m2 dapat diberikan sebagai pengobatan lini kedua pada
pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan dengan steroid, pasien dengan
dilakukan splenektomi.5 Splenektomi juga dapat dilakukan pada pasien AIHA kronik.
AIHA dikatakan kronik jika gejala dan hasil laboratorium yang abnormal tetap ditemukan
selama > 6 bulan, akan tetapi splenektomi dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi
18
(sepsis), terutama pada anak yang berumur < 2 tahun. 2 Persiapan yang dilakukan sebelum
Penggunaan kortikosteroid pada AIHA tipe dingin kurang efektif dibandingkan pada
AIHA tipe panas. Penderita dianjurkan untuk menghindari paparan terhadap udara dingin
yang dapat memicu terjadinya hemolisis dan jika penyebab mendasari dapat
diidentifikasi, maka penyebab tersebut harus diatasi. Pada beberapa pasien dengan
2.8.1 Tromboemboli
Menurut Allgood dkk, pada pasien AIHA penyebab kematian yang paling sering
adalah emboli paru (4 dari 47 pasien). Semua pasien ini mendapatkan terapi
kortikosteroid dan splenektomi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pullarkat dkk, 8
dari 30 pasien (27%) mengalami episode tromboemboli vena. Faktor yang berperan
faktor endothelial tissue. Hoffman (2009) berpendapat bahwa antikoagulan lupus yang
terdeteksi pada pasien AIHA berisiko tinggi untuk terjadinya tromboemboli vena dan
19
Kokori dkk pada pasien AIHA dengan sistemik lupus erythematosus ditemukan risiko
memiliki risiko tromboemboli yang cukup tinggi. Dia meneliti pada 23 pasien dengan
Begitu juga sebaliknya, pada pasien AIHA terjadi peningkatan risiko kelainan
yang bertahap, pada fase awal proliferasi termasuk stimulasi antigen kronik hingga
ditemukan peningkatan sel T limfoma dan zona marginal limfoma, serta ditemukan
juga peningkatan sel B limfoma non Hodgkin 2-3 kali lipat, khususnya tipe diffuse
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
timbul akibat terbentuknya autoantibodi terhadap self antigen pada membran eritrosit sehingga
20
menimbulkan dekstruksi eritrosit (hemolisis). Anemia disebabkan karena kerusakan eritrosit
melebihi kapasitas sumsum untuk menghasilkan sel eritrosit. Anemia hemolitik autoimun
biasanya merupakan proses autoimun akut yang berkembang setelah infeksi (Mycoplasma,
Epstein-Barr, atau infeksi virus lainnya), akibat suatu penyakit autoimun kronis (lupus
Anemia hemolitik autoimun terdiri dari dua tipe yaitu anemia hemolitik autoimun tipe
hangat ( warm antibody AIHA) yang lebih aktif pada suhu 370C dan ditemukan peningkatan
kadar IgG dan anemia hemolitik autoimun tipe dingin ( cold antibody AIHA) yang lebih aktif
Anemia hemolitik autoimun (AIHA) ini terjadi akibat destruksi eritrosit yang melalui
hemolisis ekstravaskuler dan intravaskuler. Pada AIHA tipe hangat melibatkan proses hemolisis
ekstravaskuler dan pada AIHA tipe dingin melibatkan hemolisis intravaskuler. Derajat penurunan
hemoglobin dapat bervariasi dari ringan sampai sedang. Penurunan hemoblobin dapat terjadi
perlahan-lahan, tetapi seringkali sangat cepat (lebih dari 2g/dl dalam 1minggu).
Pada AIHA tipe hangat, eritrosit yang diselimuti IgG atau komplemen difagosit oleh
makrofag dalam lien dan hati sehingga terjadi hemolisis ekstravaskuler. Adapun hemolisis
ekstravaskuler terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendothelial (RES) terutama pada
lien,hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis ini
terjadi karena kerusakan membran (akibat reaksi antigen antibodi). Eritrosit yang pecah akan
Pada AIHA tipe dingin autoantibodi IgM mengikat antigen membran eritrosit dan
membawa C1q ketika melewati bagian yang dingin,kemudian terbentuk kompleks penyerang
membran,yaitu suatu kompleks komplemen yang terdiri dari C56789.Kompleks penyerang ini
21
menimbulkan kerusakan membran eritrosit,apabila terjadi kerusakan membran yang hebat akan
terjadi hemolisis intravaskuler. Jika kerusakan minimal terjadi pagositosis oleh makrofag dalam
Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga
kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan,
karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya
hitung darah lengkap, morfologi darah tepi, pemeriksaan bilirubin, laktat dehidrogenase (LDH),
Pengobatan terhadap AIHA berbeda tergantung pada tipe AIHA nya. Secara umum tujuan
pengobatan pada AIHA adalah untuk mengembalikan hematologis normal, mengurangi proses
hemolitik, dan menghilangkan gejala dengan efek samping minimal. Transfusi darah biasanya
hanya digunakan untuk kepentingan sementara tapi mungkin diperlukan diawal sebagai upaya
untuk mengatasi anemia berat sampai terlihat efek dari pengobatan yang lain. Pasien biasanya
ditransfusi dengan menggunakan packed red cell jika Hb < 7 g/dL. Kortikosteroid dosis tinggi
merupakan obat pilihan utama untuk AIHA tipe panas. Penggunaan kortikosteroid pada AIHA
tipe dingin kurang efektif dibandingkan pada AIHA tipe panas. Penderita dianjurkan untuk
menghindari paparan terhadap udara dingin yang dapat memicu terjadinya hemolisis dan jika
penyebab mendasari dapat diidentifikai, maka penyebab tersebut harus diatasi. Pada beberapa
22
DAFTAR PUSTAKA
943-944
4. Parjono elias, Kartika widyanti. 2006. Anemia Hemolitik Autoimun; dalam Ilmu Penyakit
23
5. Marc, M. 2014. Warm Autoimmune hemolytic anemia: Advances in pathophysiology and
24