Anda di halaman 1dari 76

Susunan Pengurus Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Pelindung
Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K)
Kedokteran Indonesia
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Penasihat The Journal of the Indonesian Medical Student


Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS Association
Penanggungjawab
Yufi
Satu-satunya Jurnal Resmi Mahasiswa
Kedokteran Indonesia
Pemimpin Umum

J
Damar P. Susilaradeya urnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia
(JIMKI) atau The Journal of the Indonesian
Pemimpin Redaksi Medical Student Association diterbitkan oleh
Dina Faizah
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia
Redaktur Bagian (ISMKI) per semester. Fakultas Kedokteran
Felita Surya Rini Universitas Indonesia telah ditunjuk sebagai tim
pelaksana.
Tata Letak dan Ilustrasi
Rachel Maya Jurnal ini merupakan jurnal resmi
mahasiswa kedokteran Indonesia yang khusus
Keuangan memuat hasil karya tulis dan penelitian mahasiswa
Denys Putra Alim kedokteran se-Indonesia. Sistem redaksional yang
digunakan adalah seleksi peer-reviewer dan redaktur.
Promosi
Rifa Imaroh Selanjutnya, seluruh hasil karya ilmiah yang dikirim
Ni Nyoman Ayu Widyanti ke alamat redaksi akan dinilai oleh mitra bestari,
yang merupakan para ahli di bidangnya masing-
masing.

JIMKI memuat artikel penelitian asli yang


berhubungan dengan dunia kedokteran dan kesehatan
masyarakat, artikel tinjauan pustaka, laporan
kasus, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli
(bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi
mahasiswa kedokteran.

Setelah dicetak, JIMKI akan dibagikan ke


seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia agar
informasi dalam jurnal tersampaikan kepada
mahasiswa-mahasiswa kedokteran Indonesia. Dengan
demikian, JIMKI merupakan simbol kompetensi
sekaligus sumbangsih mahasiswa kedokteran
Indonesia bagi dunia kedokteran dan kesehatan
masyarakat.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 ii


Pedoman Penulisan
Artikel Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kedokteran Indonesia (JIMKI)

The Journal of the Indonesian Medical Students


Association

J
urnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) adalah publikasi per
semester yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah yang
diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh peer-reviewer, serta seleksi
dan pengeditan oleh redaktur. JIMKI menerima artikel penelitian asli (original
article) yang berhubungan dengan dunia kedokteran, kesehatan masyarakat, ilmu dasar
kedokteran, baik penelitian klinis, laboratorium, maupun epidemiologi, artikel tinjauan
pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan,
advertorial, dan editorial. Tulisan merupakan tulisan asli, tidak plagiat, dan sesuai
dengan kompetensi mahasiswa kedokteran.

Kriteria dan sistematika artikel


1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran, kesehatan
masyarakat, ilmu dasar kedokteran. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan
lembaga penulis, abstrak, pendahuluan, metode, hasil, diskusi, simpulan, saran,
dan referensi.
2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review/tinjauan terhadap suatu fenomena atau
ilmu dalam dunia kedokteran dan kesehatan, ditulis dengan memperhatikan aspek
aktual dan bermanfaat bagi pembaca. Format terdiri dari judul, nama dan
lembaga penulis, abstrak, pendahuluan, teks (bagian isi), simpulan, saran, dan
referensi.
3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi
pembaca. Artikel ini ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan penatalaksanaan
sesuai kompetensi dokter umum dan dokter muda. Format terdiri dari judul
penelitian, nama dan lembaga penulis, pendahuluan, ilustrasi kasus, pembahasan
kasus, dan simpulan.
4. Artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan: artikel yang bersifat bebas
ilmiah, mengangkat topik-topik yang menarik dalam dunia kedokteran atau
kesehatan, bisa mengangkat topik yang masih menjadi suatu pro-kontra di dunia
kedokteran, mampu memberikan nilai human interest karena sifat keilmiahannya,
serta ditulis dengan baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-
hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca. Format penulisan seperti
artikel tinjauan pustaka.
5. Advertorial: artikel singkat mengenai obat atau kombinasi obat terbaru, beserta
penelitian, dan kesimpulannya. Format penulisan seperti artikel tinjauan pustaka.

Petunjuk Bagi Penulis


1. JIMKI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain.
J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Tulisan tersebut adalah hak milik penulis, tidak terikat pada lembaga manapun.
Untuk menjamin hal ini, artikel yang diserahkan dilengkapi dengan Lembar
Pernyataan Orisinalitas dan Persetujuan Publikasi dengan format terlampir.
2. Tidak ada batasan jumlah penulis.
Naskah diketik dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar,
jelas, lugas, serta ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan dua (2) spasi,
kecuali untuk abstrak satu (1) spasi. Naskah diketik menggunakan font Times
New Roman ukuran 12. Naskah tidak diketik bolak-balik. Penomoran dimulai
dari halaman judul diketik di tengah bawah. Batas atas, bawah, kiri dan kanan
setiap halaman adalah 2.5 cm. Format pengetikan lain yang tidak tercakup pada
poin ini, hendaknya dibuat dengan rapi dengan memperhatikan estetika.
3. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman.
4. Naskah harus diketik dengan memakai program Microsoft Word. Naskah dikirim
melalui email ke alamat jimki_ina@yahoo.com dengan menyertakan biodata
singkat penulis (identitas diri, riwayat pendidikan, karya tulis sebelumnya yang
dipublikasikan maupun yang tidak).
5. Penulis yang artikelnya diterima untuk dipublikasikan akan mendapat sertifikat.
6. Naskah yang pernah disajikan dalam bentuk presentasi oral ataupun poster pada
pertemuan ilmiah nasional ataupun international dibuat keterangan berupa catatan
kaki. Jika mendapat penghargaan, beri keterangan penghargaan tersebut.
7. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup
diikuti dengan kata dkk. Nama penulis harus disertai dengan asal fakultas dan
universitas penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon
dan email.
8. Abstrak harus dibuat dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang
abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul dan nama penulis.
9. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan
bahasa Indonesia. Kata kunci tidak lebih dari lima kata/frasa dan diurutkan
berdasarkan abjad. Kata kunci diletakkan di bawah abstrak.
10. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf
miring (italic).
11. Format tabel sesuai dengan format penulisan ilmiah, yakni hanya mengandung
unsur garis horisontal. Nama tabel diletakkan di sebelah atas rata kiri, dengan
mencetak tebal kata tabel. Nama tabel tidak perlu dicetak tebal. Huruf awal
menggunakan huruf kapital. Ukuran tulisan penamaan tabel adalah 11. Contoh:
Tabel 1. Karakteristik Responden.
12. Gambar tidak dikotaki. Nama gambar diletakan di sebelah bawah gambar dengan
mencetak tebal kata gambar. Nama gambar tidak perlu dicetak tebal. Ukuran
tulisan penamaan gambar adalah 11 dan rata tengah.
Contoh: Gambar 1. Patofisiologi Infark Miokardium.
13. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan
urutan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad. Contoh cara
penulisan adalah sebagai berikut.
1. Artikel dalam jurnal
i. Artikel standar
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an
increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun
1;124(11):980-3.
atau
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an
increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-
3.
J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Penulis lebih dari enam orang


Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al.
Childhood leukemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j
Cancer 1996;73:1006-12.
ii. Suatu organisasi sebagai penulis
The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress
testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4.
iii. Tanpa nama penulis
Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15.
iv. Artikel tidak dalam bahasa Inggris
Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur
hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2.
v. Volum dengan suplemen
Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and
occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-
82.
vi. Edisi dengan suplemen
Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to
breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97.
vii. Volum dengan bagian
Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in non-
insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-
6.
viii. Edisi dengan bagian
Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of
the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8.
ix. Edisi tanpa volum
Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in
rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4.
x. Tanpa edisi atau volum
Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the
effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg
1993;325-33.
xi. Nomor halaman dalam angka Romawi
Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology.
Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.

2. Buku dan monograf lain


i. Penulis perseorangan
Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. Edisi
ke-2. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.
ii. Editor, sebagai penulis
Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New
York: Churchill Livingstone; 1996.
iii. Organisasi dengan penulis
Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program.
Washington: The Institute; 1992.
iv. Bab dalam buku

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner
BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management.
Edisi ke-2. New York: raven Press; 1995.hal.465-78.
v. Prosiding konferensi
Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical
neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG
and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam:
Elsevier; 1996.
vi. Makalah dalam konferensi
Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and
security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE,
Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the 7th World
Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland.
Amsterdam: North-Hollan; 1992.hal.1561-5.
vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis
1. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:
Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed
during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept.
of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and
Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860.
2. Diterbitkan oleh unit pelaksana:
Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services
research: work force and education issues. Washington: National
Academy Press; 1995. Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored
by the Agency for Health Care Policy and research.
viii. Disertasi
Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and
utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995.
ix. Artikel dalam Koran
Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000
admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5).
x. Materi audiovisual
HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO):
Mosby-Year book; 1995.

3. Materi elektronik
i. Artikel journal dalam format elektronik
Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis
[serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens].
Available from: URL: HYPERLINK
http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm.
ii. Monograf dalam format elektronik
CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves
JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. Edisi ke-2nd.
Versi 2.0. San Diego: CMEA; 1995.
iii. Arsip computer
Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer
program]. Versi 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems;
1993.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Salam Pemimpin Umum

S alam sejahtera bagi kita semua,

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karena dapat menerbitkan
JIMKI kembali. Pada tahun ini, JIMKI memasuki tahun yang ke-5. Kini sebagai bagian dari
BIMKES, JIMKI berusaha untuk tetap mempertahankan kualitasnya.
Mempublikasikan tulisan merupakan hak seorang mahasiswa. Mahasiswa dapat
membagikan dan membanggakan hasil penelitiannya melalui tulisan yang dipublikasikan. Hasil
penelitian akan bermanfaat jika dapat dibaca dan dimanfaatkan oleh orang lain guna membangun
tubuh pengetahuan atau mengaplikasikannya secara langsung. Namun selain merupakan hak,
publikasi juga merupakan kewajiban seorang mahasiswa. Oleh karena itu, seharusnya mahasiswa
berlomba-lomba untuk menulis dan mempublikasikan penelitiannya.
Ke depan JIMKI berharap dapat meningkatkan kinerja dan kualitas. JIMKI juga berharap
mahasiswa kedokteran dapat semakin terdorong untuk aktif meneliti, menulis dan
mempublikasikan tulisannya. Sehingga pada akhirnya layanan kesehatan yang kita berikan dapat
semakin meningkat.

Damar Susilaradeya
Pemimpin Umum Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013


Daftar Isi
EDITORIAL

Gerakan Nasional Sadar Gizi pada Seribu Hari Pertama Kehidupan: Saatnya Memanfaatkan
Teknologi Mobile dan Internet

Dina Faizah ................................................................................................................................ 1

PENELITIAN

The Correlation between Gestational Age and Stress Level in Pregnant Women, in Ciracas
Health Care Service, East Jakarta
Anggia Widyasari, Elfikri Asril, Fahmi Rusnanta, Irene Sinta Febriana, Susie Susilawati, Yuditiya

Purwosunu ........................................................................................................................................... 5

Potential Analysis of Cottonwood Parasite (Dendropthoe pentandra) Stem Extract in Decreasing


of Mutant P53 Protein Expression on Cervical Cancer Cell (HeLa Cells) in Vitro

Gamal, Efriko Septananda .................................................................................................................11

Pengaruh Induksi Cathepsin K terhadap Pembentukan Imunoglobulin (IgG) Anti-Cathepsin K,


Osteosit, dan Kadar Alkaline Phosphatase (ALP) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Betina
Galur Wistar Pascaovariektomi
Fransisco Wahyu Santoso, Arif Ismail, Oktavia Rahayu Adianingsih, Yurike Mandrasari .............16

Chelating Effect of Water Extract of Mangifera foetida L. Leaf in Serum of Thalassemia Patient
by Ex Vivo Test
Dessy Framita Sari, Erni Hernawati Purwaningsih, Desak Gede Budi Krisnamurti ........................25

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi X-Box Binding Protein (XBP1) dalam Meregulasi Stres Retikulum Endoplasma sebagai
Pencegahan Diabetik Retinopati pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 iii


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Ayu Widyanti, Mien Dwi Cahyani, Dian Pratita Lestari ...................................................................33

Potensi Teknologi Microentrapment-Hidrogel-2 Metoksiestradiol (MEH-2ME) sebagai Supresor


Hypoxia-Inducible Factor-1 (HIF-1) dalam Upaya Preventif dan Kuratif Penanganan
Preeklamsia

Felita Surya Rini, Putu Dian Pratita Lestari, I Gst Agung Dwi Mahasurya ......................................40

Analisis Potensi Curcumin Kunyit (Curcuma longa) Sebagai Agen Neuroproktektor,


Antiinflamasi, dan Antioksidan: Inovasi Pengembangan Terapi yang Efektif pada Penderita
Alzheimer

Surya Wijaya, Muthmainnah Arifin .......................................................................................... 48

LAPORAN KASUS

Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Gagal Jantung Kongestif secara Komprehensif pada


Pasien Pediatri di Pelayanan Primer

Kevin Saputra, Felix Chikita Fredy ...................................................................................................58

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 iv


Gerakan Nasional Sadar Gizi pada Seribu Hari Pertama
Kehidupan: Saatnya Memanfaatkan Teknologi Mobile
dan Internet
Dina Faizah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Indonesia sebagai negara kompetitif hingga berakibat pada


2
berkembang dihadapkan dengan persoalan rendahnya produktivitas ekonomi.
beban ganda (double burden), di satu sisi Sejak tahun 2010, upaya
masalah anak kurang gizi masih banyak percepatan perbaikan gizi telah
terjadi, tetapi di sisi lain jumlah anak berkembang menjadi suatu gerakan gizi
dengan obesitas juga kian meningkat. internasional yang luas dan dikenal
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang sebagai gerakan Scaling Up Nutrition
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (SUN). Di Indonesia, gerakan ini disebut
Republik Indonesia pada 2010 sebagai Gerakan Nasional Sadar Gizi pada
menyebutkan ada 17,9% status gizi kurang Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000
pada anak usia di bawah lima tahun HPK).2
(balita), sementara ada 14% anak pada Masalah gizi pada 1000 HPK dapat
kelompok usia yang sama mengalami dikelompokkan dalam tiga periode, yaitu
kegemukan. Di samping itu, dari 23 juta masa kehamilan, 0-6 bulan, dan 6-24
balita di Indonesia, 7,6 juta (35,6%) bulan. Masalah gizi yang paling umum
tergolong pendek (stunting). 1 ditemui pada masa kehamilan berdasarkan
Berbagai studi menunjukkan Riskesdas 2010 adalah 44,2% ibu hamil di
bahwa faktor penyebab terpenting tubuh Indonesia mengalami defisiensi zat gizi
pendek, kurus, obesitas, dan beberapa makro dan mikro yang dapat menyebabkan
indikator kualitas hidup lainnya adalah gizi kelainan dalam proses perkembangan
sejak konsepsi sampai anak usia dua tahun. janin, meningkatkan risiko angka kematian
Apabila dihitung dari sejak hari pertama ibu dan bayi serta angka kejadian bayi
kehamilan (270 hari), kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah. 1,3
sampai anak usia dua tahun (730 hari), Masalah gizi pada usia bayi 0-6 bulan
maka periode ini merupakan periode 1000 yaitu praktik pemberian air susu ibu (ASI)
hari pertama kehidupan manusia. Periode eksklusif di Indonesia masih tergolong
ini telah dibuktikan secara ilmiah rendah (32%), sedangkan pemberian susu
merupakan periode sensitif yang formula mencapai 28% (Survei Demografi
menentukan kualitas kehidupan karena dan Kesehatan Indonesia/ SDKI, 2007).
akibat yang ditimbulkan terhadap bayi Adapun masalah gizi pada periode usia
pada masa ini akan bersifat permanen dan bayi 6-24 bulan yaitu pemberian makanan
tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut pendamping ASI (MP-ASI) sering tidak
tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi tepat dan tidak cukup, baik kualitas
juga perkembangan mental dan maupun kuantitasnya.4
kecerdasannya, yang pada usia dewasa Akar dari semua permasalahan
terlihat dari ukuran fisik yang tidak tersebut adalah kurangnya pengetahuan
optimal dan kualitas kerja yang tidak ibu. Beberapa faktor yang mempengaruhi
bayi tidak diberikan ASI eksklusif antara
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

lain dukungan keluarga khususnya suami, penyuluhan dengan media audio-visual


banyaknya ibu menyusui yang tidak (video).11
dibekali pengetahuan yang cukup tentang
teknik menyusui yang benar dan Terkait dengan masalah gizi pada 1000
manajemen kesulitan laktasi (ASI tidak HPK, penelitian Morica (2012)
keluar, masalah payudara, bayi tidak mau, menyimpulkan terdapat hubungan yang
dan lain-lain), termasuk tantangan yang bermakna antara pengetahuan ibu dan
dihadapi oleh ibu bekerja.5,6 Untuk sikap ibu dalam pemberian MP-ASI
meningkatkan pengetahuan ibu tentang dengan status gizi balita, dan cara
pemenuhan gizi seimbang pada 1000 meningkatan pengetahuan ibu yang paling
HPK, diperlukan edukasi kesehatan.7 efektif yaitu dapat dengan edukasi
menggunakan multimedia.12 Pengetahuan
Edukasi Konvensional Kurang Efektif merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
Upaya yang telah dilakukan selama setelah orang melakukan penginderaan
ini antara lain kebijakan pemerintah terhadap objek tertentu, sedangkan sikap
mengenai pemberian asupan nutrisi untuk merupakan reaksi atau respon yang masih
ibu hamil dan menyusui, penyuluhan gizi tertutup dari seseorang terhadap suatu
yang dilakukan oleh petugas kesehatan stimulan tau objek.7 Dengan multimedia
ataupun lembaga swadaya masyrakat yang disajikan dalam tekonologi berbasis
(LSM), serta informasi-informasi yang ada mobile dan internet, semakin banyak panca
di media masa. Namun, metode-metode indera yang terstimulasi sehingga dapat
tersebut dianggap belum cukup efektif memperbaiki perilaku sehat masyarakat.
untuk memperbaiki perilaku keluarga
dalam meningkatkan status gizi pada 1000 Prospek Pengembangan Aplikasi
HPK dan terdapat banyak kendala seperti berbasis Mobile dan Internet
kurangnya pengetahuan dan keterampilan Pemanfaatan teknologi berbasis
tenaga kesehatan (penyuluh) dalam aplikasi mobile dan internet memiliki
memberikan edukasi gizi serta kurangnya prospek yang baik untuk
jumlah tenaga kesehatan di daerah diimplementasikan. Hal ini didukung oleh
terpencil. Diperlukan metode edukasi perkembangan siklus teknologi yang cepat
kesehatan yang masif, interaktif, mudah serta peningkatan penetrasi telepon seluler
dipahami, dan mudah diakses oleh dan internet sebesar 30% (Nielsen, 2010).
masyarakat.8,9 Berdasarkan data APJII (2012), pengguna
Beberapa studi menunjukkan Internet di Indonesia bertambah menjadi
bahwa pemanfaatan teknologi berbasis sekitar 63 juta orang (24,23%) dari total
aplikasi mobile dan internet terbukti efektif populasi saat ini. Pengguna internet
dalam meningkatkan pengetahuan dan terbanyak saat ini masih berada di pulau
perilaku sadar gizi masyarakat, Jawa, posisi kedua diikuti Pulau Sumatera,
dibandingkan dengan metode Sulawesi, Bali, dan Kalimantan. Pengguna
konvensional seperti ceramah atau terbanyak Internet berusia 12-34 tahun,
penyebaran brosur.8-10 Fahey et al (2008) yang mencapai 64 persen dari total
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pengguna.15 Kebanyakan pengguna
edukasi berbasis mobile dan internet mengakses internet menggunakan ponsel
terbukti efektif dalam edukasi kesehatan cerdas (65%) dan ini didorong dengan
mental anak-anak bagi para tenaga semakin banyaknya ponsel cerdas berharga
kesehatan di daerah terpencil.10 Begitupun murah sehingga jumlah pengguna ponsel
penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati cerdas di Indonesia terus meningkat.14
et al (2007) menyebutkan bahwa ada Akses internet yang dapat
peningkatan pengetahuan, sikap, dan diterapkan dalam masyarakat, termasuk
tindakan ibu tentang gizi setelah dilakukan masyarakat di daerah perifer dapat berupa

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 2


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

mobile web maupun instalasi dengan segi pelaksanaan maupun pembiayaan.


software tertentu. Aplikasi berbasis mobile Tanpa adanya kerja sama yang baik, model
kini sedang sangat berkembang (dengan edukasi tersebut tidak akan dapat
platform Android, iOS, Blackberry, dan terlaksana dengan baik dan
Windows). Model ini memungkinkan berkesinambungan. Untuk mengatasi hal
penggunanya untuk mendapatkan ini, dapat dirumuskan strategi untuk
informasi mengenai cara pemenuhan gizi mengadakan kerja sama yang dapat
yang tepat pada 1000 HPK secara atraktif menguntungkan semua pihak.2,13 Selain
dan interaktif dalam bentuk multimedia itu, dibutuhkan program sosialisasi secara
(teks, gambar, animasi, dan video). Selain berkesinambungan yang dapat melingkupi
itu, dalam aplikasi ini juga terdapat seluruh lapisan masyarakat untuk
layanan reminder yang bertujuan untuk mengatasi tingkat adaptasi masyarakat
memberikan informasi kesehatan maupun yang cenderung rendah terhadap kemajuan
pengingat tanggal penting kepada teknologi baru, terutama masyarakat
pengguna sistem, seperti pengingat menengah ke bawah dan masyarakat di
konsumsi rutin suplemen asam folat dan daerah perifer.
besi pada masa kehamilan, periksa
kehamilan ke dokter kandungan, serta Sebagai kesimpulan, pemanfaatan
jadwal imunisasi bayi dan kunjungan ke teknologi berbasis mobile dan internet
posyandu atau dokter anak. Layanan akan membawa suatu akselerasi dalam
reminder ini dapat sangat berguna perbaikan gizi di Indonesia, khususnya
khususnya bagi ibu yang bekerja. Dalam pada 1000 HPK yang merupakan periode
aplikasi berbasis mobile ini juga terdapat sensitive tumbuh kembang anak. Melalui
menu layanan konsultasi tidak langsung akses yang mudah terhadap informasi
maupun konsultasi langsung.13,14 kesehatan, pengetahuan dan perilaku
Pemanfaatan teknologi mobile masyarakat akan pentingnya kesehatan dan
memungkinkan masyarakat dapat pemenuhan gizi seimbang dapat dicapai
menikmati akses informasi kesehatan yang dengan lebih efektif dan efisien.
dibutuhkan dengan berbagai kemudahan
yang disediakan tanpa terkendala jarak dan
waktu. Terlebih data dari SDKI 2007 yang Referensi
menggambarkan bahwa pusat layanan
kesehatan primer dan jumlah tenaga dokter 1. Kementrian Kesehatan Republik
sebagai penyedia informasi dan layanan Indonesia. Laporan Hasil Riset
kesehatan belum cukup dan belum tersebar Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun
merata di berbagai daerah.4 Selain itu, 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan
kelebihan model edukasi ini dibandingkan Pengembangan Kesehatan Kemenkes
metode edukasi kesehatan lainnya antara RI; 2011.
lain yaitu dapat disajikan dengan 2. Badan Perencanaan dan Pembangunan
multimedia, dibawa kemana-mana, Nasional. Kerangka Kebijakan
mencakup banyak orang, terdapat layanan Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka
reminder dan konsultasi, serta fiturnya Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000
dapat dikembangkan sesuai perkembangan HPK). Jakarta: Bappenas; 2012.
teknologi dan kondisi sosial-ekonomi 3. Kementrian Kesehatan Republik
masyarakat. Indonesia. Kinerja Kegiatan
Namun, implementasi tekonolgi Pembinaan Gizi Tahun 2011: Menuju
mobile dalam edukasi gizi dan kesehatan Perbaikan Gizi Perseorangan dan
sebagai sebuah strategi baru membutuhkan Masyarakat yang Bermutu. Jakarta:
kerja sama dengan pemerintah dan Direktorat Bina Gizi Kemenkes RI;
pemangku kepentingan lainnya, baik dari 2012.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 3


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

4. Departemen Kesehatan Republik 11. Rahmawati I, Sudargo T, Paramastri I.


Indonesia. Peta Kesehatan Indonesia Pengaruh Penyuluhan dengan Media
2007. Jakarta: Pusat Data dan Audio Visual Terhadap Peningkatan
Informasi Depkes RI; 2008. pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu
5. Februhartanty J. Strategic Roles of Balita Gizi Kurang dan Buruk
Fathers in Optimizing Breastfeeding Dikabupaten kota Waringin Barat
Practices: A Study in an Urban Setting Propinsi Kalimantan Tengah. Jurnal
of Jakarta. Jakarta: Faculty of Gizi Klinik Indonesia. 2007;4(2):69-
Medicine University of Indonesia 77.
Postgraduate Program in Nutrition; 12. Morica L. Hubungan Pengetahuan,
2008 [Summary of Dissertation]. Sikap, dan Tindakan Ibu dalam
6. Josefa KG. Faktor-Faktor yang Pemberian Makanan Pendamping ASI
Mempengaruhi Perilaku Pemberian dengan Status Gizi Bayi Umur 7-12
ASI Eksklusif pada Ibu. Semarang: Bulan di Kelurahan Tengah Sawah
Fakultas Kedokteran Universitas Bukittinggi 2012. Padang: Fakultas
Diponegoro; 2011 [Skripsi]. Kedokteran Universitas Andalas; 2012.
7. Notoatmodjo S. Pendidikan dan 13. Saputro RR. Aplikasi Kamus
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineke Kesehatan Menggunakan Platform
Cipta; 2003. Andorid. Depok: Fakultas Ilmu
8. Macko SA, Faulkner J, Hunt C, Komputer dan Teknologi Informasi
Schmitz R, Szuba TA. Teleducation: Universitas Gunadarma; 2012.
Opportunities for Expanding 14. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Educational Access in the Developing Indonesia. Pengguna Internet di
World through Real-Time Interactive Indonesia Terus Melonjak. Diunduh
Virtual Classes. Geophysical Research dari:
Abstracts. 2006;8:527-8. http://www.apjii.or.id/v2/index.php.
9. Zulaekah S. Efektivitas Pendidikan Diakses pada 5 Maret 2013.
Gizi dengan Media Booklet terhadap 15. Nielsen Indonesia. Peningkatan
Pengetahuan Gizi Anak SD. KEMAS. Penetrasi Telepon Seluler di Indonesia
2012;7(2):121-8. Tahun 2010. Dinduh dari:
10. Fahey A, Day NA, Gelber H. Tele- www.nielsen.com/id.html. Diakses
education in child mental health for pada 1 Maret 2013.
rural allied health workers. J Telemed
Telecare. 2008;9(2):84-8.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 4


The Correlation between Gestational Age and Stress Level
in Pregnant Women, in Ciracas Health Care Service, East
Jakarta
Anggia Widyasari*, Elfikri Asril*, Fahmi Rusnanta*, Irene Sinta Febriana*,
Susie Susilawati**, Yuditiya Purwosunu***
Faculty of Medicine Universitas Indonesia
Department of Obstetric and Gynecology Faculty of Medicine Universitas Indonesia
Correspondence: fahmirusnanta@yahoo.co.id

ABSTRACT
Stress is one of common problems that occurs easily in pregnant women. American College of Obstetrician and
Gynecologist (ACOG) makes a recommendation regarding a routine screening assessing psychosocial stress
during pregnancy. This study aims to know correlation between gestational age and stress level in pregnant
women. Cross sectional design was used in this study and had taken 100 subjects selected by consecutive
sampling. This study used questionnaire contained demographic data, obstetric history, and stress level refers to
The Prenatal Psychosocial Profile Hassles Scale. The result of this study showed that
that gestational age was significantly correlated with stress scores (p=0,022). It had a negative value which
means increasing gestational age would reduce stress scores. However, the power possessed weak correlation
(R=-0,230). Based on linear regression analysis, each increment of a week gestation reduced stress score as
much as 0,053. Based on this study, gestational age was significantly correlated with stress level. The greater
gestational age, the lower stress level. It is very important thing to do psychosocial stress screening during
pregnancy, especially in first trimester.

Keywords: Gestational age, pregnancy, stress


ABSTRAK
Kehamilan merupakan masa yang rentan terjadi stres. American College of Obstetrician and Gynecologist
(ACOG) mengeluarkan rekomendasi terkait skrining stres psikososial selama kehamilan. Tujuan studi ini untuk
mengetahui hubungan antara usia gestasi dan tingkat stres pada ibu hamil. Studi ini menggunakan desain potong
lintang dengan total sampel sebesar 100 subjek penelitian yang dipilih dengan teknik consecutive sampling.
Data diambil dengan menggunakan metode kuesioner untuk menilai data demografik, riwayat obstetri, dan
tingkat stres yang mengacu pada The Prenatal Psychosocial Profile Hassles Scale. Hasil studi menunjukkan
terdapat korelasi bermakna antara usia gestasi dengan skor stres (p=0,022). Korelasi bersifat negatif yang berarti
semakin bertambah usia gestasi maka skor stres akan berkurang, tetapi kekuatan korelasi yang dimiliki masih
lemah (R=-0,230). Berdasarkan analisis regresi linier, setiap pertambahan usia gestasi sebesar satu minggu akan
menurunkan skor stres sebanyak 0,053. Studi ini menyimpulkan terdapat korelasi yang bermakna antara usia
gestasi dengan tingkat stres. Korelasi tersebut memperlihatkan bahwa semakin bertambah usia gestasi akan
menurunkan tingkat stres. Oleh karena itu, skrining stres psikososial selama kehamilan sangat diperlukan,
terutama pada trimester pertama.

Kata kunci: Kehamilan, stres, usia gestasi


Psychosocial stress during pregnancy is
INTRODUCTION defined when a pregnant mother felt she
Pregnancy is a period that is very could not meet the match requirement
vulnerable to stress and may cause should be. These conditions can be seen
psychiatric disorders. Department of both physically and psychologically.
Health and Human Services reported that 1 American College of Obstetrician and
out of every 8 peoples would experience a Gynecologist (ACOG) in 2006 expressed
depressive disorder and this number the opinion that psychosocial stress during
almost happened twice in women.1 pregnancy could predict how big their
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

concern for personal health, healthy February 2013 in Ciracas Health Center,
controls, and the health of her children.2 Di East Jakarta. Target populations were all
Pietro et al3, stated that the mothers pregnant. Affordable populations were all
emotional affected fetal development and pregnant women at Ciracas health care
birth outcomes. Negative emotions, such service, East Jakarta that was doing
as maternal anxiety and persistent stress, antenatal examination on 25th and 28th
cause decrease fetal heart rate variability, February 2013. Total research subjects
increase motor activities, and interfere were 100 subjects selected by consecutive
fetal habituation. Changes in psychosocial sampling. Inclusion criterias for the study
stress also increase the risk of spontaneous were pregnant women who were willing to
abortion, pregnancy complications, lower fill out a questionnaire study. Drop out
gestational age, preterm delivery, and low criterias were respondents with incomplete
birth weight.3,4 This is due to the questionnaire data.
disruption of the hypothalamic-pituitary- This study used a questionnaire to
adrenal axis and increasing cortisol levels assess stress level in pregnant women. The
during pregnancy. All those changes lead assessment refers to the Prenatal
to behavioral disorders. In addition, the Psychosocial Profile Hassles Scale.6 This
stress factors also influence directly or questionnaire was used to assess the daily
indirectly to the cycle uteroplasental.4 stress level during pregnancy. The
Based on the above conditions, questionnaire contained 11 questions to
handling stress in pregnant women assess stress associated with aspects of
becomes a very important thing. One way daily life such as financial problems,
to combat it is by early detection of stress family problems and marriage, work
experienced in pregnant women. ACOG problems during pregnancy, and
provides recommendations to do mobilization disturbances. In addition, as a
psychosocial stress screening and other baseline study, we asked demographic data
psychosocial issues to all pregnant women and obstetric history of the subject.
in each trimester and postpartum.2 Data displayed in numeric
However, in Indonesia, antenatal care still variables to see the correlation between
does not involve psychosocial stress gestational age and stress scores. The
screening as one of the routine statistical analysis used Pearson statistical
examination, as well as in Ciracas health test. If it was not qualified, the test would
care service (Pusat Kesehatan Masyarakat be changed by Spearman statistical test.
Ciracas), East Jakarta. Based on ACOG,
gestational age becomes important in RESULTS
screening for psychosocial stress. Obtained total research subjects
According to Lobel et al5, there is a were 100 subjects. There was one subject
significant correlation between stress who dropped out because of incomplete
exposure at any gestational age and questionnaire data. Table 1 shows the
pregnancy outcome. However, it is not distribution of demographic data subjects.
certain whether there is a correlation The datas show that the characteristic of
between gestational age and stress level. most research subjects are in the age
Therefore, we need a study to determine between 20 to 35 years of age (84,8%).
whether gestational age has a relationship Last educational is dominated by senior
in influencing psychosocial stress in high school graduate/equivalent (43,4%).
pregnant women. Related social and economic conditions,
most research subjects have income below
METHOD IDR 1.000.000 monthly (48,5%). This is in
This study used a cross-sectional accordance with the type of work the
design conducted on 25th and 28th

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 6


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

subject is dominated by housewive/not a variable, namely the loss of a loved one.


working (85,9%). Stress variable questionnaire was based on
Most of the subjects had questions from the Prenatal Psychosocial
experienced more than one Profile.
pregnancy/multiparous (80,8%). Incidence There was a significant correlation
of abortion was not commonly found in between gestational age with stress scores
the most subjects (14,1%). The mean of (p=0,022). Strength of the correlation was
gestational age of the subjects at the age of weak (-0,230) with a negative direction,
28 weeks or had entered at third trimester. which means the greater the gestational
The average of stress score between age, the lower stress scores. Statistical test
nulliparous (15,42) and multiparous using Spearman test because it did not
(15,21) is not too much different meet the requirements to do Pearson test.
descriptively. We counted the stress score
in each stress variable. The result showed
stress variables with the highest scores was

Table 1. The demographic characteristic of subjects


Characteristic Frequency %
Age
< 20 years of age 3 3
20-35 years of age 84 84,8
> 35 years of age 12 12,1

Educational
Not passing elementary school 2 2
Elementary school/equivalent 32 32,3
Junior high school/equivalent 15 15,2
Senior high school/equivalent 43 43,4
Diploma/Bachelor/Master/Doctoral 7 7,1

Income
< IDR 1.000.000 48 48,5
IDR 1.000.001 Rp 3.000.000 46 46,5
IDR 3.000.001 Rp 5.000.000 3 3
>= IDR 5.000.001 2 2

Occupation
Housewive/not working 85 85,9
Bureaucrat/government employee 2 2
Private sector employee 9 9,1
Others 3 3

Figure 1 shows that the pattern of points spread between the mean of stress score and
gestational age (in weeks) according to the negative correlation. It shows that the greater
gestational age, less the score stress in pregnant women.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 7


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Figure 1. The pattern of points spread and line between gestational


age and mean of stress score

Based on linear regression analysis, the housewive. However, the economic


correlation between gestational age in conditions are very important in
weeks with stress scores showed a supporting the process of pregnancy still
negative correlation with the strength of a seems to be a problem most of the
very weak (R=0,149). The higher the subjects. The low income may be one of
gestational age, the lower stress scores. the triggering stress in pregnancy.
Each increment of 1 weeks' gestation According to Gavin et al7, poverty and low
would reduce stress score as much as educational during pregnancy were linked
0,053. However, the gestational age with decreased fetal growth and lower
variable only explain as much as 2,2% of gestational age. The possible mechanisms
the variation in stress scores variable or is due to altenating of
gestational age variable was not too immunoendocrinology and reproductive
explain about stress score variable. systems that increase the risk of preterm
Statistically, this correlation was not delivery and low birth weight.3-5
significant (p=0,141). Most of subjects had more than one
DISCUSSION pregnancy or multiparous. These
Table 1 shows that most of the conditions are in accordance with the
subjects at the age between 20-35 years of demographic distribution that shows the
age. Last educational is senior high school subject lies at the reproductive age.
graduate/equivalent and followed by Descriptively, the average of stress score
income under IDR 1.000.000 for a month. between nulliparous and multiparous
These results are in line with the dominant groups are not too much different. These
subjects who choose to be housewives or results are in line with the study conducted
unemployed. Demographic conditions of by Woods et al2, stated that there was no
subjects show that they experience during significant difference in the mean of stress
pregnancy are still at reproductive age. scores between nulliparous and
The process of pregnancy itself also multiparous groups (p=0,385). It could be
supported by occupation that is not too because of stress exposure did not affect
much burden of pregnancy due to as a the pregnancy history. Woods et al2, also

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 8


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

state that the previous history of pregnancy pregnancy. The greater gestational age, the
complications was not related to the lower stress level in pregnant women.
emergence of psychosocial stress.
The results of the questionnaire RECOMMENDATION
stated that the variables most often create a Psychosocial stress screening
feeling of stress in pregnant women was should be a routine examination in
the loss of a loved one, while the lowest antenatal care, especially in the first
was the sexual, emotional, or physical trimester. This study supports the
violence. It meant that the subject was still recommendation from ACOG for
in a favorable environment because of no psychosocial stress screening during
one threatened her during pregnancy. pregnancy. Further study is needed to
However, the cause of stress is feeling the identify the stressors in early pregnancy.
loss of a loved one needs to get further
intervention. Family and community REFERENCES
support is required very well when the 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom
subject is experiencing the symptoms of SL, Hauth JC, Gilstrap LC,Wenstrom
stress are difficult removed. It is still an KD. Williams obstetrics. 23rd edition.
opportunity for further study. New York: Mc-Graw Hill Companies.
The results of statistical tests 2010.
showed that there was a significant 2. Woods SM, Melville JL, Guo Y, Fan
correlation between gestational age and MY, Gavin A. Psychosocial stress
stress scores. The correlation indicates that during pregnancy. Am J Obstet
increasing gestational age will lower stress Gynecol. 2010;202:61.
scores. Earlier gestational age will be 3. DiPietro JA, Ghera MM, Costigan K,
vulnerable to get higher stress levels than Hawkins M. Measuring the ups and
the older gestational age. It is still unclear downs of pregnancy stress. J
because of many factors influencing the Psychosom Obstet Gynecol.
occurrence of stress in early pregnancy. 2004;25:189-201.
Nevertheless, the results of this study can 4. Matton NR, Moutquin JM, Brown C,
complement the study conducted by Carrier N, Bell L. The impact of
Matton et al4, stated that stress exposure in perceived maternal stress and other
pregnancy under 20 weeks of pregnancy psychosocial risk factor on pregnancy
leads to complications. The most complications. J Obstet Gynaecol Can.
complication was preterm delivery.4 2011;33(4):344-52.
Based on linear regression analysis, 5. Lobel M, DeVincent C, Kaminer A,
the correlation showed each increment of 1 Meyer B.The impact of prenatal
weeks' gestation reduced stress score as maternal stress and optimistic
much as 0,053. However, these results had disposition on birth outcomes in
a very weak correlation. The results were medically high-risk women. Health
caused many confounding factors that Psychol. 2000;19:544-53.
affected stress levels during pregnancy. 6. Arabia DL. Asses the stres: identifying
According to Dole et al8, showed that the psychosocial risk to optimize perinatal
influential factor of stress during outcomes in military gravids. Arizona
pregnancy were low income and State University. 2002.
socioeconomic status. 7. Gavin AR, Nurius P, Greene PL.
Mediators of adverse birth outcomes
CONCLUSION among socially disadvantaged women.
Gestational age had a significant Journal of Womens Health.
correlation with stress level during 2012;21(6):634-42.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 9


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

8. Dole N, Savitz DA, Siega-Riz AM, and white women in central North
Hertz-Picciotto I, McMahon MJ, Carolina. Am J Public Health.
Buekens P. Psychosocial factors and 2004;94:1358-65.
preterm birth among African, American

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 10


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Potential Analysis of Cottonwood Parasite (Dendropthoe


pentandra) Stem Extract in Decreasing of Mutant P53
Protein Expression on Cervical Cancer Cell (HeLa Cells)
in Vitro
Gamal*, Efriko Septananda*
*
Department of Biomedical Faculty of Medicine University of Brawijaya
Korespondensi: gamal_scientist@yahoo.co.id

ABSTRACT
Cervical cancer is the second most common type of cancer in women and the most common cause of mortality
related cancer in developing countries. In 2005, cervical cancer leads to over 250,000 deaths in the world.
Treatment in cancer are including surgery, chemotherapy and radiotherapy. Surgery can not be done for the
metastasized cancer, while chemotherapy and radiotherapy treatment can cause various side effects.
Cottonwood Parasite (Dendrophthoe pentandra) stem contains quercetin 39.8 mg/g. Quercetin acts as an
anticancer on cell cycle regulation, interacts with estrogen receptor type II, inhibits tyrosine kinase enzymes,
and suppresses the expression of mutant p53 protein. This research aims to know the effect of Cottonwood
Parasite stem extract against mutant p53 expression on HeLa cell (cervical cancer). Cottonwood parasite stem is
obtained from extraction and followed by evaporation with ethanol 70%. HeLa cells were divided into 4 groups:
HeLa cells without treatment(A), HeLa cells treated with 25g/ml extract concentration(B), 50g/ml(C),
100g/ml(D). Immunocytochemistry method was performed using monoclonal antibody to mutant p53 to
measure the expression of mutant p53 level as an indicator of apoptosis on HeLa cells, by examining the
appearance of brown colour under light microscope on 1000x magnification. This results showed that
cottonwoods Parasite stem extract was decrease mutant p53 protein expression in HeLa cells culture. Based on
these facts, quersetin which are found mainly in the cottonwood parasite is likely to be developed as an
anticancer drug that is promising in the future, either as agent chemoprevention or co-chemotherapy (companion
agent of chemotherapy).

Keywords: Cottonwood parasite, cervical cancer, p53 mutant, quersetin


.

INTRODUCTION Cottonwood parasite


Cervical cancer is the second most (Dendrophthoe pentandra) stem contains
common type of cancer in women and the quercetin 39.8 mg/g. Quercetin acts as an
most common cause of mortality related to anticancer on cell cycle regulation,
cancer in developing countries. It attacks interacts with estrogen receptor (ER) type
16 of 100,000 women per year and kills II, inhibits tyrosine kinase enzymes, and
about 9 out of 100,000 women per year.1 In suppresses the expression of mutant p53
2005, cervical cancer leads over 250,000 protein.4
deaths in the world and without adequate
managements, it expected that the death METHOD
rate will increase as much as 25% in the This study uses cervical cancer cell
next 10 years.2 line (HeLa cells) which is cultured in the
Conventional treatments in cancer Laboratory of Biomedical, Faculty of
are including surgery, chemotherapy, and Medicine, University of Brawijaya. The
radiotherapy. Therapeutic cancer surgery extract from stem of cottonwood parasite
can not be done for the metastasized is obtained from extraction and followed
cancer, while chemotherapy and radiation by evaporation with ethanol 70%. HeLa
treatment can cause various side effects.3 cells were divided into 4 groups: Negative

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 11


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

control group or HeLa cells without RESULTS


treatment, HeLa cells treated with 25 The calculation was done by
mg/ml extract concentration, HeLa cells counting the number of HeLa cells that
treated with 50 mg/ml extract express mutant p53 protein in each field of
concentration, HeLa cells treated with 100 view. Each treatment was calculated as
mg/ml extract concentration. many as 20 field of view with 1000x
Once given the treatment, cell magnification. The appearance of HeLa
cultures were incubated for 24 hours. cells with mutant p53 protein will be seen
Then, cell cultures were fixed and then as brown color on the nucleus. Whereas
performed staining. Immunocytochemistry the normal HeLa cell will be blue-purple
method was performed using monoclonal colour on the nucleus. The results of the
antibody to mutant p53 to measure the calculation can be seen in the following
expression of p53 level as an indicator of table:
apoptosis on HeLa cells, by examining the Tablel 1. Results of Immunocytochemistry
appearance of brown colour under light
microscope on 1000x magnification. Average
Immunocytochemistry staining is observed Treatment (per 20 field of
as brown spots in nuclear cell. view)
Negative Control 86
25 mg/ml 67
50 mg/ml 58
100 mg/ml 47
From the table above, it can be
seen the effect of cottonwood parasite stem
A extract on the number of HeLa cells
B showing the expression of mutant p53
protein. The effect can be seen in the
difference of mutant p53 protein
expression between the control group and
the treatment group. The decrease of
mutant p53 protein expression in the
treated group increasee perpendicularly
C with doses concentration from the extract.
D Data Analysis
Figure 1. Immunocytochemistry staining In calculating the results of this
was performed on mutant p53 study used 95% confidence interval ( =
protein. Mutant p53 protein 0.05). Statistical data analysis using One-
expressions were decrease after Way ANOVA because in this study the
incubated with parasite data used is ratio, which has one dependent
cottonwoods. Mutant p53 variable and one independent variable with
protein expression on normal some groups with a single differentiating
HeLa cell or control (A); factor (concentration of cottonwood
25mg/ml parasite cottonwoods parasite stem extract). Subsequent analysis
(B); 50mg/ml parasite was done by Pearson correlation test to
cottonwoods (C); 100mg/ml analyze the relationship between the
parasite cottonwoods (D). extract of parasite cottonwood on the
expression of mutant p53 protein in HeLa
cell. After that, linear regression analysis
was done to analyze percentage of the

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 12


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

effect of parasite cottonwoods extracts on


the decline of mutant p53 protein
expression Signifi-
Comparison between
Analysis of One-Way Anova treatment
cance Conclusion
Data analysis was performed with value
One-way Anova test using SPSS16.0
program for Windows. The analysis aims control Doses 25 0,084 -
to determine the significant difference in doses 50 0,017 Signifance
parasite cottonwood stem extract between doses 100 0,003 Signifance
groups and to know concentration of doses 25 Control 0,084 -
doses 50 0,337 -
parasite cottonwood stem extract which doses 100 0,051 Signifance
provide a significant difference in the doses 50 Control 0,017 Signifance
decrease of expression of mutant p53 doses 25 0,337 -
protein. Before One-way Anova test, data doses 100 0,240 -
requirements test consists of normality test doses 100 Control 0,003 Signifance
doses 25 0,051 Signifance
and homogeneity tests was carried out. doses 50 0,240 -
Both of the tests must have a probability p
value > 0.05 to be able to proceed in One- 2. The insignificant difference between
way Anova test. Shapiro-Wilk test was the doses of 25 mg/ml compared with
used in normality test with result is a doses of 50 mg/ml. But there is a
significant probability (p value > 0.05). difference that approached
This results indicate that the distribution of significance (p=0.051) when
data is normal. Homogeneity test result compared with the doses of 100
probability p value > 0.05 which means mg/ml.
that the variance of the data is normal. 3. There is no significant different
Because all of test results have significant between doses of 50 mg/ml with doses
value, it can proceed to one way Anova of 100 mg/ml.
test. In this test, the p value = 0.000 (p
<0.05), so it can be concluded that "at least Pearson Correlation Test
there are significantly differences in the To assess relationship between the
expression of mutant p53 protein in HeLa extract of parasite cottonwood with mutant
cell between the two groups." p53 protein expression in HeLa cell was
Furthermore, Post Hoc Multiple performed Pearson correlation test. From
Comparison (Tukey HSD) analysis was these test, it is known that the Pearson
performed to determine the comparative correlation test have significance value
differences between the treatment group 0.001 (p <0.01), which means there is a
and which groups have significant significant relationship between parasite
differences. cottonwoods stem extract and the
expression of mutant p53 protein. Value of
Table 1. Post Hoc Multiple Comparison Pearson correlation is -0.808. The
Analysis correlation is negative, which means
increasing dose of parasite cottonwood
In the table above, differences value is stem extract will cause further decline in
significant if p value <0.05. From the the expression of mutant p53 protein
analysis, it can be concluded that : (negative correlation).
1. There is no significant different
between control and treatment doses Linear Regression Test
of 25 mg/ml. The new difference Linear regression analysis was
value is significant at doses 50 and performed to find out the magnitude effect
100 mg/ml. of parasite cottonwood stem extract on the

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 13


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

decrease of mutant p53 protein proliferation continuously. According to


expression,. The results of the analysis was Lamson, et al., quercetin, in certain
read in R square. These results are concentrations, can suppress the
multiplied by 100% to turn it into a expression of mutant p53 proteins are
percentage. final results of the analysis is formed by breast cancer cells until
69.4% which means parasite cottonwood undetectable in these cells.4 The
stem extracts can give effect to the mechanism is through inhibition at the
decrease of mutant p53 protein expression gene that encodes mutant p53 protein. If
as much as 69.4%. this gene is inhibited, the production of
mutant p53 protein will decline. Inhibition
DISCUSSION of the p53 protein expression caused the
One of the causes of malignancy is cells suspended in the G2-M phase of the
the failure or inactivation of tumor cell cycle. In this phase. there is
supressor gene p53. Tumor supressor gene examination of DNA damage (G2-M DNA
p53 is a recessive gene on short arm of damage checkpoint). This checkpoint
chromosome 17 acting on the p53 wild- make sure the cells not to initiate mitosis
type allele and function to inhibits growth until DNA damage is repaired. Cells
and differentiation of cells thus preventing unable to repair after entering G2-M phase
the onset of cell transformation that leads checkpoint will undergo apoptosis.5
to malignancy. If there is damage or Previous studies was conducted to
mutation of the tumor supressor gene p53 determine the effects of quercetin in
by genetic and environmental factors, downregulating mutant p53 protein
unstable mutant p53 protein is formed and expression in breast cancer cell line. We
unable to inhibit growth from the G1 phase repeated this study, but using a different
to S phase so that if there is any damage in cell-line cancers, called HeLa cells
the cells the damage can not be repaired. (cervical cancer). The results of the
As the result, the damage cells continue to experiment can be seen in Table 1. From
differentiate and initiate the process of this table, it can be seen that, in average,
malignancy in epithelial cells. These the cell generally show a significant
mutations tend to occur in the gene at reduction of cells that express mutant p53
codon 132 to 281. Mutations in the p53 protein in the extract of parasite
protein is the most frequent genetic cottonwood stem. Any increase in doses of
abnormalities occur in human cancer. In a parasite cottonwood stem extract will
study assessing correlation between mutant decrease the expression of mutant p53
p53 protein expression with prognosis of protein in HeLa cell.6
cervical cancer, there was found the However, there are some results
mutant p53 protein expression percentage that showed no change between the control
of 47.8% on the total 399 cases.4 and treatment, such as between the control
Parasite cottonwoods stem extract repetition 1 with a treatment of 25 mg/ml
has a major content of flavonoid, that is repetition 1. Post Hoc Statistical Tests
quercetin. Parasite cottonwood has the Multiple Comparison (Tukey HSD) results
highets composition of quercetin than there was no significant difference in the
other plant, i.e 39.8 mg/g. Quercetin was comparison control group with a treatment
believed to have an important role in of 25 mg/ml. This not significant results
lowering the expression of mutant p53 also repeated in the comparison between
protein. Physiologically, P53 protein is a the doses of 25 mg/ml to 50mg/ml doses, a
pro-apoptotic proteins. However, more doses of 50 mg/ml with a doses of 100
than 50% of cancers have mutations of this mg/ml. In average the cells number is
protein. These mutations make proteins decrease, but the statistical tests provide
unable to work properly and result in cell results which are less significant. The new

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 14


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

dose was significant in comparison with CONCLUSION


the control doses of 50 mg/ml and 100 This results showed that parasite
mg/ml. In comparison between doses of 25 cottonwoods stem extract were suppress
mg/ml with doses of 100 mg/ml, statistical mutant p53 protein expression in HeLa
tests showed the value approached cells culture. Based on these facts,
significance (p=0.051, significant if p quersetin which are found mainly in the
<0.05). From these results, it can be cottonwood parasite is likely to be
concluded that the parasite cottonwood developed as an anticancer drug, either as
stem extract needs certain increase doses agent chemoprevention or co-
to be able to give meaningful effect in chemotherapy (companion agent of
suppressing expression of mutant p53 chemotherapy). Moreover, it can increase
proteins. Comparison of doses approached the sensitivity of cancer cells to
significance was between the doses of 25 chemotherapy as well as reduce resistance
mg/ml with a doses of 100 mg/ml, with and side effects. The development and
increasing doses of 75 mg/ml. Significant cultivation of cottonwood parasites as well
results come from a comparison of control as further processing into product has
with a doses of 100 mg/ml, with increasing properties necessary for optimal
doses of 100 mg/ml. From this data, it can chemotherapeutic agents and also
be concluded that the doses of parasite promising modality in the future.
cottonwoods stem extract will give
significant effect on decline of expression
of mutant p53 proteins at dose > 75 mg / REFERENCE
ml. 1. Xavier. Worldwide Human
The results of this study are almost Papillomavirus Etiology of Cervical
similar to previous studies on breast cancer Adenocarcinoma and Its Cofactors:
cells (MDA-MB 468). In this study, the Implications for Screening and
suppression effect to mutant p53 protein Prevention. EMBO J.
was reach at a doses of 30 mg/ml. 2006;3(13):325762. PMID 6396087.
Increased concentrations of quercetin 2. Rasjidi, Imam. Guideline of
provides a dramatic effect, and cause the Gynecology Cancer Treatment.
expression of mutant p53 protein to almost Jakarta: EGC; 2007. p. 40-5.
undetectable levels at doses of 75 mg / ml. 3. Apantaku, L.M. Breast-conseving
In the linear regression test, the surgery for breast cancer. Am. Fam.
analysis value is 0,694 or 69.4%. Thats Physician. 2002;66(12):2271-8.
mean, the effect of parasite cottonwood 4. Lamson, Davis W, MS, ND, and
stem extract to the decrease of mutant p53 Brignall, Matthew S. ND.
protein expression in HeLa cells amounted Antioxidants and cancer III:
to 69.4%. 20.6% are caused by other Quercetin, Alternative Medicine
factors, such as temperature, humidity, Review Volume 5 Number 3. 2000.
durability of the cell, etc. However, 69.4% 5. Kiu Hua-shing. Loranthoideae. In: Kiu
can be quite significant since parasite Hua-shing & Ling Yeou-ruenn, eds.,
cottonwood stem extracts give effect more Fl. Reipubl. Popularis Sin. 2008.24:
than 50%. However, further research is 87139.
needed to assess the effectiveness of 6. Hawariah, A.L.P. Kanker payudara.
parasite cottonwood stem extracts and to Serdang: Universiti Putra
determine an effective doses in humans. Malaysia. 2008. p. 70-73

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 15


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Pengaruh Induksi Cathepsin K terhadap Pembentukan


Imunoglobulin (IgG) Anti-Cathepsin K, Osteosit, dan
Kadar Alkaline Phosphatase (ALP) pada
Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Betina Galur Wistar
Pascaovariektomi
Fransisco Wahyu Santoso*, Arif Ismail*, Oktavia Rahayu Adianingsih**, Yurike
Mandrasari*
*
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
**
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Korespondensi: oktavia.rahayu92@gmail.com

ABSTRAK
Osteoporosis adalah suatusilent disease yang dapat melemahkan tulang dan menyebabkan fraktur. Dua dari
lima penduduk Indonesia berisiko terkena osteoporosis dan diperkirakan pada tahun 2025 angka tersebut
meningkat tiga kali lipat. Saat ini telah ditemukan obat-obatan yang berfungsi sebagai inhibitor cathepsinK yang
menunjukkan potensi besar dalam menurunkan tingkat osteoporosis. Cathepsin K berperan penting dalam
destruksi jaringan, remodelling, dan perusakan kartilago tulang. Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan
pengaruh pemberian kandidat vaksin berbahan dasar cathepsin K terhadap penurunan kecepatan resorbsi tulang
pada tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang diovariektomi. Tikus putih Wistar betina berusia 10-12 minggu
dikelompokkan menjadi 5 kelompok: kontrol (-), kontrol (+) yang diovariektomi, kelompok perlakuan yang
diovariektomi dan diberikan cathepsin K 50ng/200 L, 100 ng /200 L, dan 200 ng/200 L. Pembedahan
dilakukan pada hari ke-30 dan dilakukan pengukuran titer IgG anti-cathepsin K, penghitungan jumlah osteosit,
dan pengukuran kadar ALP serum. Uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian kandidat vaksin cathepsin K
yang ditambahkan dengan CFA-IFA secara bermakna meningkatkan titer IgG anti-cathepsin K dalam serum
(p=0,00). Pemberian cathepsin K dosis 50ng/200 L, 100 ng /200 L, dan 200 ng/200 L tidak mengurangi
jumlah osteosit secara bermakna. Pemberian cathepsin K dosis 50ng/200 L, 100 ng /200 L, dan 200 ng/200
L tidak meningkatkan ALP serum (p>0,05) secara bermakna. Kesimpulan penelitian adalah bahwa pemberian
kandidat vaksin cathepsin K dapat meningkatkan titer IgG anti-cathepsin K pada tikus putih (Rattus norvegicus)
galur Wistar yang diovariektomi, tetapi tidak berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah osteosit dan kadar
ALP serum. Oleh karena itu, kandidat vaksin osteoporosis dengan bahan dasar cathepsin K masih perlu diteliti
dan dikembangkan lebih lanjut.

Kata kunci: Osteoporosis, cathepsin K, IgG anti-cathepsin K, osteosit, ALP


ABSTRACT
Osteoporosis is a "silent disease" that can weaken bones and cause fractures. Two from five of Indonesia's
population at risk of osteoporosis and it is estimated in 2025 that number will become tripled. It has been found
a kind of drug, that serves as cathepsin K inhibitors, that shows great potential in reducing osteoporosis.
Cathepsin K has an important role in tissue destruction, bone remodeling, and cartilage destruction. This study is
aimed to verify the effect of the cathepsin K vaccine candidate to the decrease of bone resorption in
Rattusnorvegicus strain wistar post-ovariectomy. Female Rattusnorvegicus Strain Wistar (age: 10-12 weeks) are
divided into 5 groups: control (-), control (+) with ovariectomy, the treatment groups are ovariectomized and
given cathepsin K 50 ng/200 L, 100 ng /200 L, and 200 ng/200 L. Surgery perform on the 30th day and then
IgG titers of anti-cathepsin K and ALP serum level are measured and the number of osteocytes is counted.
ANOVA test shows that the administration of the vaccine candidate, cathepsin K that are added with CFA-IFA,
is significantly increase the titers of IgG anti-cathepsin K in the serum (p = 0.00). The administration of
cathepsin K 50 ng/200 L, 100 ng /200 L, and 200 ng/200 L do not significantly reduce the number of
osteocytes. The administration of cathepsin K 50 ng/200 mL, 100 ng / 200 mL, and 200 ng/200 mL do not
increase the ALP serum levels (p> 0.05) significantly. The conclusion of the study is that the administration of
the cathepsin K vaccine candidate can increase the IgG anti-cathepsin K titers in Female Rattusnorvegicus
Strain Wistar Rats Post-ovariectomy, but do not significantly affect the number of osteocytes and ALP serum
levels. Therefore, the osteoporosis vaccine candidate with cathepsin K as a basic material still need to be
researched and developed.

Keywords: Osteoporosis, cathepsin K, IgG anti-cathepsin K, osteocyte, ALP

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 16


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

PENDAHULUAN emboli paru.4 Dari beberapa kasus tersebut


Menopause adalah keadaan di dapat disimpulkan bahwa solusi yang tepat
mana ovarium telah kehilangan fungsi untuk mengatasi osteoporosis belum
fisiologisnya dan dapat ditemui pada saat memuaskan.
berakhirnya menstruasi selama 12 bulan Osteoporosis ditandai dengan
berturut-turut tanpa alasan yang jelas. penurunan pembentukan tulang dengan
Menopause terjadi pada wanita yang peningkatan resorbsi tulang yang
berusia 47-53 tahun yang ditandai dengan diperankan oleh osteoklas. Cathepsin K
menurunnya produksi estrogen dan merupakan protein aktif terbanyak dan
progesteron, serta peningkatan Follicle- marker paling sensitif dalam proses
Stimulating Hormone (FSH) dan resorbsi oleh osteoklas serta memiliki
Lutenizing Hormone (LH). Menurunnya peran kunci dalam perusakan jaringan,
produksi estrogen pada wanita menopause remodelling, dan pemecahan kartilago
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya tulang. Obat-obatan yang berfungsi
osteoporosis.1 sebagai inhibitor cathepsin K seperti
World Health Organization Odanacatib/MK0822 menunjukkan potensi
(WHO), menyebutkan bahwa osteoporosis yang sangat besar dalam menurunkan
adalah suatu keadaan di mana kondisi tingkat osteoporosis.5 Selain itu, menurut
kepadatan tulang di bawah atau sama penelitian Drake dan kawan-kawan, enzim
dengan standar deviasi 2,5 Bone Mineral cathepsin K hanya diekspresikan oleh
Density (BMD). Osteoporosis merupakan osteoklas.6 Paradigma vaksinasi saat ini
silent disease yang dapat melemahkan hanya terbatas pada penyakit-penyakit
tulang dan cenderung menyebabkan infeksi saja, namun beberapa penelitian
fraktur.2 Di Indonesia, hasil analisa data terkini menunjukkan bahwa pembentukan
risiko osteoporosis pada tahun 2005 antibodi terhadap suatu target tertentu
dengan jumlah sampel 65.727 orang memiliki potensi yang besar sebagai
(22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan) strategi pencegahan penyakit-penyakit
yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi degeneratif. Dalam penelitian ini dibentuk
Depkes RI menunjukkan angka prevalensi desain pencegahan osteoporosis berbasis
osteopenia (osteoporosis dini) sebesar vaksinasi melalui induksi anti-cathepsin K
41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar pada tikus putih (Rattus norvegicus L.)
10,3%. Ini menunjukkan 2 dari 5 betina galur wistar pascaovariektomi.
penduduk Indonesia memiliki risiko untuk
terkena osteoporosis, yakni 41,2% dari
keseluruhan sampel yang berusia kurang METODE
dari 55 tahun terdeteksi menderita Bahan
osteopenia. Fraktur tulang panggul Bahan yang digunakan dalam
merupakan konsekuensi tersering akibat penelitian ini yaitu antigen cathepsin K,
osteoporosis. Dilaporkan pada tahun 1990, adjuvant (CFA-IFA), deionized water,
jumlah fraktur tulang panggul yang terjadi ketamin, povidon iodin (betadine
akibat osteoporosis mencapai angka 1,7 solution), alkohol 70%, basitrasin serbuk
juta dan diestimasikan pada tahun 2025 (Nebacetin), gentamisin injeksi, novalgin
angka tersebut meningkat tiga kali lipat.3 injeksi, PBS, BSA 1%, tween, Surblu
Terapi utama untuk penanganan TMB, antibodi cathepsin K, antibodi
osteoporosis karena menopause ini adalah sekunder, coating buffer, HCL 1 N, eter,
dengan Hormone Replacement Therapy formalin 10%, asam format 8%, alkohol
(HRT). Namun, terapi ini dapat 30%, 50%, 70%, 80%, absolut 96%,
meningkatkan risiko terjadinya berbagai aquades, larutan Harris Hemaktosilin,
macam penyakit seperti kanker payudara, larutan Eosin (HE).
penyakit jantung koroner, stroke dan Subjek / Hewan Coba

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 17


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Sampel penelitian adalah model bagian distal dan ovarium diligasi,


tikus putih (Rattus norvegicus) betina kemudian oviduk dan ovarium diangkat.
galur Wistar, berusia 2-3 bulan, berat Luka potongan diberi basitrasin serbuk
badan 150-200 gram. Tikus disimpan di (Nebacetin). Prosedur yang sama
Laboratorium Biokimia Fakultas dilakukan untuk ovarium kiri dan kanan.
Kedokteran Universitas Brawijaya. Luka insisi dijahit dengan catgut,
Penelitian ini menggunakan desain kemudian diolesi povidon iodin dan
eksperimen murni (true experimental Nebacetin, lalu ditutup kasa steril.
design) di laboratorium secara in vivo Kemudian diberikan Gentamycin IM
menggunakan rancangan randomized post dengan dosis 60-80 mg/kgBB 1 kali per
test only controlled group design. Dalam hari selama 3 hari dan Novalgin IM
penelitian ini terdapat 5 kelompok dengan dosis 0,3 ml selama 1 hari.7
perlakuan, maka jumlah hewan uji untuk
masing-masing perlakuan dapat dicari Pembuatan Vaksin Cathepsin K
dengan menggunakan rumus [(np-1) (p- Konjugasi dan coupling protein
1)] 16, dengan n = jumlah pengulangan karier dimulai dengan menambahkan 2 mg
tiap perlakuan; p = jumlah perlakuan.7 KLH yang terlyopilisasi ke dalam 200 l
Tikus dibagi menjadi 5 kelompok (5 buffer konjugasi. Lalu larutkan 2 mg
tikus/kelompok). Kelompok 1 merupakan peptida atau hapten dalam 500 l dari
kelompok kontrol negatif (tikus yang tidak buffer konjugasi tersebut. Kemudian
diinduksi ovariektomi dan tanpa diberikan tambahkan 500 l cairan peptida ke dalam
vaksinasi), kelompok 2 merupakan 200 l cairan protein karier. Setelah itu
kelompok kontrol positif (tikus yang larutkan 10 mg EDC dalam 1 ml deionized
diinduksi ovariektomi dan tanpa diberikan water dan segera tambahkan 50 l cairan
vaksinasi), kelompok 3,4,5 merupakan ini ke dalam cairan peptida-karier.8
kelompok tikus yang diinduksi
ovariektomi dan diberikan vaksinasi Injeksi Vaksin Cathepsin K
dengan dosis yang berbeda-beda, yaitu Vaksin diinjeksikan secara
vaksin antigen cathepsin K 50 ng, 100 ng intraperitoneal (cathepsin K + CFA-IFA
dan 200 ng dengan penambahan adjuvant 100 L ip). CFA diberikan pada saat
CFA-IFA 100 L/injeksi. injeksi pertama, sedangkan IFA
diinjeksikan sebagaibooster setiap 2
Perawatan Tikus minggu sekali sebanyak 2 kali booster.
Tikus Rattus norvegicus dipelihara
di kandang yang terbuat dari bak plastik Pengukuran Titer Antibodi Anti-
dengan tutup kandang dibuat dari anyaman Cathepsin K
kawat. Sebelum dilakukan ovariektomi, Pengukuran titer antibodi anti-
tikus terlebih dahulu ditimbang dengan cathepsin K dengan ELISA. Antigen
neraca Sartorius. didilusi dalam coating buffer (50 L/well)
(1:1), tutup plate dan inkubasi pada suhu
Induksi Ovariektomi 4oC semalam. Cuci plate 3x dengan PBS
Tikus difiksasi dalam posisi 50 L. Blok protein-binding site dalam
supinasi, kemudian dilakukan anastesi coated well dengan menambahkan 50 L
menggunakan ketamin intramuskular (IM) blocking buffer, 5% non fat dry milk atau
dengan dosis 40 mg/kgBB. Bulu abdomen 5% serum (BSA) dalam PBS untuk tiap
dicukur, lalu dilakukan desinfeksi dengan well, tutup plate dengan plastik dan
alkohol 70% dan larutan betadin. Setelah inkubasi 2 jam pada suhu ruang. Cuci
itu ditutup duk steril. Dilakukan insisi plate dengan PBS-Tween 3x3 menit.
transabdominal kira-kira di atas uterus Tambahkan 50 L serum (antibodi primer)
sepanjang 1,5-2 cm. Selanjutnya oviduk untuk setiap well, tutup plate dengan

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 18


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

plastik dan inkubasi 2 jam pada suhu


ruang. Cuci plate dengan PBS-Tween 3x3 Pengukuran Kadar ALP
menit. Tambahkan 50 L antibodi Padasaatdilakukanpembedahan,
sekunder terkonjugasi (anti-mouse biotin serum
conjugate), tutup plate dengan plastik dan tikusdiambildenganmenggunakanspuit 5
inkubasi 1-2 jam pada suhu ruang. Cuci cc. Kemudian serum
plate dengan PBS-Tween 3x3 menit. ditempatkanpadatabungelenmayer yang
Tambahkan enzim SA-HRP, inkubasi 1 telahdiberi label sesuaiperlakuanmasing-
jam pada suhu ruang. Tambahkan 50 L masing.Kemudian serum
substrat solution untuk tiap well. Setelah dibawakeInstalasi
muncul warna, tambahkan 50 L stop LaboratoriumSentralPatologiKlinikRSSA
solution tiap well. Baca optical density Malang.Kemudiankadar ALP
dengan ELISA reader (=450nm). diukurdenganmenggunakanautoanalyzersp
ektofotometri.
Pengukuran Jumlah Osteosit
Tikus dieutanasia dengan Analisis Statistik
menggunakan eter. Dilakukan pemotongan Hasil pengukuran tikus kontrol dan
pada bagian Proximal Tibial Metaphyses perlakuan dianalisa secara statistik dengan
(PTM), kemudian tulang PTM tikus menggunakan program SPSS 16,0 for
dimasukkan ke dalam botol tertutup berisi Windows XP dengan tingkat
formalin 10%.9Jaringan tulang dilakukan kebermaknaan 0,05 (p = 0,05) dan taraf
dekalsifikasi dengan cara direndam di kepercayaan 95% ( = 0,05). Langkah-
dalam asam format 8%. Setelah lunak, langkah uji hipotesis komparatif dan
tulang direndam dalam air mineral. korelatif adalah uji normalitas data, uji
Dilakukan dehidrasi dengan merendam homogenitas varian, uji One-way ANOVA
pada alkohol bertingkat. Dilakukan dan Post hoc test.11
clearing dengan xylol, kemudian
dilakukan proses infiltrasi dengan parafin. HASIL
Dilakukan blocking dengan parafin cair Hasil Pengukuran Titer anti-Cathepsin
dingin, selanjutnya dilakukan pemotongan K (IgG) Serum dengan ELISA
blok parafin dengan menggunakan Tabel 1. Titer anti-cathepsin Kserum
mikrotom. Hasil sayatan blok parafin tikus
dipasang pada gelas obyek, dan kemudian Kelompok Rerata (SD)
Titer
dilakukan deparafinasi. Sampel yang telah Ab Cathepsin K
dipotong diletakkan di atas gelas obyek. A. Kontrol (-) 1,195 (0,170)
Kemudian dilakukan rehidrasi dengan B. Kontrol (+) 1,576 (0,309)
alkohol bertingkat. Tetesi dengan Harris C. Cathepsin K 50 ng/200 L 2,540 (0,414)
+ CFA-IFA 100 L
Hematoksilin, cuci dengan alkohol D. Cathepsin K 100 ng/200L 2,716 (0,460)
bertingkat. Tetesi dengan Eosin, cuci + CFA-IFA 100 L
dengan alkohol bertingkat, bilas dengan E. Cathepsin K 200 ng/200 2,734 (0,344)
akuades, keringkan. Kemudian bilas L + CFA-IFA 100 L
dengan air mengalir, keringkan. Tetesi
dengan emelian dan tutup dengan
coverslip.9Slide tulang hasil pemeriksaan
HE diperiksa menggunakan program Scan
Dot Slide OlyVIA. Kemudian jumlah
osteosit dihitung dengan pembesaran 20x
obyektif pada tiap slide dari masing-
masing tikus sebanyak 20 lapang pandang
kemudian dirata-rata.10

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 19


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Hasil Penghitungan Jumlah Osteosit


dalam Matriks Tulang
Pada pengecatan HE dan
menggunakan program Scan Dot Slide
OlyVIA dengan perbesaran 20x obyektif
dapat dihitung jumlah osteosit dalam
matriks tulang. Dapat dilihat bahwa pada
kelompok A (kontrol -) didapatkan rerata
jumlah osteosit dalam matriks tulang
adalah 211 dan SD 64. Pada kelompok B
(kontrol +) yaitu kelompok tikus yang
A B C D E sudah diinduksi ovariektomi didapatkan
Gambar 1. Titer anti-cathepsin Kserum tikus rerata jumlah osteosit dalam matriks tulang
Tabel 1 dan Gambar adalah 159 dan SD 51. Dengan pemberian
1menunjukkan rerata titer antibodi anti- cathepsin K 50 ng/200 L + CFA-IFA 100
cathepsin K pada serum tikus yang L pada kelompok perlakuan C didapatkan
diperiksa dengan ELISA. Dapat dilihat peningkatan rerata jumlah osteosit dalam
bahwa pada kelompok A (kontrol -) matriks tulang menjadi 141 dan SD 15.
didapatkan rerata titer anti-cathepsin K Kemudian dengan pemberian cathepsin K
adalah 1,195 dan SD 0,170. Pada 100 ng/200 L + CFA-IFA 100 L pada
kelompok B (kontrol +) yaitu kelompok kelompok perlakuan D didapatkan
tikus yang sudah diinduksi ovariektomi peningkatan rerata jumlah osteosit dalam
didapatkan rerata titer anti-cathepsin K matriks tulang menjadi 192 dan SD 39.
adalah 1,576 dan SD 0,309. Dengan Sedangkan dengan pemberian cathepsin K
pemberian cathepsin K 50 ng/200 L + 200 ng/200 L + CFA-IFA 100 L pada
CFA-IFA 100 L pada kelompok kelompok perlakuan E didapatkan
perlakuan C didapatkan peningkatan rerata peningkatan rerata jumlah osteosit dalam
titer anti-cathepsin K menjadi 2,540 dan matriks tulang menjadi 222 dan SD 52.
SD 0,414. Kemudian dengan pemberian A B C
cathepsin K 100 ng/200 L + CFA-IFA
100 L pada kelompok perlakuan D
didapatkan peningkatan rerata titer anti-
cathepsin K menjadi 2,716 dan SD 0,460.
Sedangkan dengan pemberian cathepsin K D E
200 ng/200 L + CFA-IFA 100 L pada
kelompok perlakuan E didapatkan
peningkatan rerata titer anti-cathepsin K
menjadi 2,734 dan SD 0,344.
Gambar 2. Osteosit dalam matriks tulang
Uji ANOVA didapatkan nilai
PTM yang dicat dengan
p=0,00 (p<0,05) antar kelompok.Uji post
pewarnaan HEmenggunakan
hoc Tukey menunjukkan perbedaan yang
program Scan Dot Slide
bermakna antara kelompok kontrol
OlyVIA denganperbesaran 20x
(kelompok 1 dan 2) dengan kelompok
obyektif. (A. Kontrol (-); B.
perlakuan yang diberikan vaksin cathepsin
Kontrol (+); C. Cathepsin K 50
K berbagai dosis (kelompok 3, 4 dan 5)
ng/200 L + CFA-IFA 100
(p=0,00). Perbedaan dosis pada kelompok
L; D. Cathepsin K 100
3, 4 dan 5 tidak menunjukkan perbedaan
ng/200 L + CFA-IFA 100
pengaruh yang bermakna (p>0,05).
L; E. Cathepsin K 200 ng/200
L + CFA-IFA 100 L)

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 20


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

E. Cathepsin K 200 ng/200


153,40 (28,15)
L + CFA-IFA 100 L
Tabel 2. Jumlah osteosit dalam matriks
tulang
Rerata (SD) Jumlah
Kelompok
Osteosit
A. Kontrol (-) 211 (64)
B. Kontrol (+) 159 (51)
C. Cathepsin K 50 ng/200
L + CFA-IFA 100 141 (15)
L
D. Cathepsin K 100
ng/200L + CFA- 192 (39)
IFA 100 L
E. Cathepsin K 200 A B C D E
ng/200 L + CFA- 222 (52) Gambar 4. Kadar ALP serum
IFA 100 L
Dari tabel 3 dan gambar 4 dapat
dilihat bahwa pada kelompok A (kontrol -)
didapatkan rerata kadar ALP dalam serum
tikus 99,00 dan SD 53,25. Pada kelompok
B (kontrol +), tikus yang sudah dilakukan
ovariektomi, didapatkan rerata kadar ALP
serum 153,00 dan SD 30,46. Dengan
pemberian cathepsin K 50 ng/200 L +
CFA-IFA 100 L pada kelompok
perlakuan C didapatkan peningkatan rerata
kadar ALP serum 170,60 dan SD 48,12.
Kemudian dengan pemberian cathepsin K
100 ng/200 L + CFA-IFA 100 L pada
A B C D E
kelompok perlakuan D didapatkan
penurunan rerata kadar ALP serum
Gambar 3. Jumlah osteosit dalam matriks menjadi 151,40 dan SD 25,38. Sedangkan
tulang dengan pemberian cathepsin K 200 ng/200
Uji ANOVA didapatkan nilai L + CFA-IFA 100 L pada kelompok
p=0,230 (p>0,05) pada data jumlah perlakuan E didapatkan rerata kadar ALP
osteosit. Uji post hoc Tukey tidak serum menjadi 153,40 dan SD 28,15.
menunjukkan perbedaan yang bermakna Uji ANOVA didapatkan nilai
antara kelompok 1, 2, 3, 4, dan 5 (p>0,05). p=0,080 (p>0,05) pada data kadar ALP.
Hasil pengukuran kadar ALP dalam Uji post hoc Tukey tidakmenunjukkan
serum tikus perbedaan yang bermakna antara
kelompok 1, 2, 3, 4, dan 5 (p>0.05).
Tabel 3. Kadar ALP serum tikus
Rerata (SD)
Kelompok Kadar ALP
Serum PEMBAHASAN
A. Kontrol (-) 99,00 (53,25)
Efektifitas Pemberian Kandidat Vaksin
Cathepsin-K dalam Menginduksi
B. Kontrol (+) 153,00 (30.46) Terbentuknya IgG Anti-Cathepsin K
C. Cathepsin K 50 ng/200 L Pada penelitian ini, pemberian
170,60 (48,12)
+ CFA-IFA 100 L cathepsin K yang ditambahkan dengan
CFA-IFA dapat meningkatkan ekspresi
D. Cathepsin K 100 ng/200 anti-cathepsin K secara bermakna
151,40 (25,38)
L + CFA-IFA 100 L
(p=0,000). Hasil penelitian ini

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 21


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

membuktikan bahwa cathepsin K yang dalam osteoklas, merupakan enzim


ditambahkan dengan CFA-IFA direspons elastolytic yang poten dengan aktifitas
oleh sel T CD4+ yang kemudian collagenolytic yang unik.19Cathepsin K
menginduksi terbentuknya antibodi mendegradasi collagen tipe I dan II dalam
spesifik terhadap cathepsin K. Pemberian cross-linked triple helices secara
dosis cathepsin K 50 ng/200 L, 100 kovalen.20-23Aktifitas resorbsi tulang oleh
ng/200 L maupun 200 ng/200 L tidak osteoklas merupakan sebuah bagian
menimbulkan perbedaan yang bermakna, esensial dari proses remodelling dan
hal ini mungkin dikarenakan respons imun terjadi sebagai respon terhadap micro-
berupa sekresi antibodi tidak bergantung environment tulang.24
pada dosis. Dosis dalam batas tertentu
mampu menginduksi terbentuknya Efektivitas Pemberian Vaksin terhadap
antibodi, namun jika dosis terlalu besar Peningkatan Kadar ALP Serum
ataupun terlalu kecil justru akan Penggunaan cathepsin K sebagai
menimbulkan kondisi immunotolerance. bahan vaksin untuk mencegah
Adjuvan adalah suatu bahan vaksin yang osteoporosis tidak mempengaruhi proses
digunakan untuk menjaga integritas pembentukan tulang yang ditandai dengan
antigen, meningkatkan respons imun hasil pemeriksaan kadar ALP dalam serum
terhadap antigen, dan mencegah terjadinya tikus dan penghitungan jumlah osteosit
toleransi terhadap suatu antigen vaksin.12 yang tidak signifikan antar kelompok
(p>0,05). Harapannya penelitian ini dapat
Efektifitas Pemberian Vaksin terhadap dilanjutkan untuk dapat dikembangkan
Penurunan Degradasi Tulang menjadi kandidat vaksin osteoporosis
Penelitian Troendkk.membuktikan mutakhir.
bahwa isolasi cathepsin K pada osteoklas
dapat menghambat gangguan resorbsi PotensiPenggunaanVaksin Cathepsin
tulang secara in vitro. Inhibitor spesifik KpadaManusia
cathepsin K dapat menurunkan resorbsi Penelitianinimembuktikanpemberian
tulang dan juga secara bermakna cathepsin K sebagai bahan dasar
menurunkan resorbsi tulang in vivo.13 vaksindapatmenurunkan degradasi
Seperti yang telah dijelaskan tulangdalam proses terjadinya
sebelumnya, cathepsin K merupakan osteoporosis.Olehkarenaitu, kandidat
faktor penting dalam proses degradasi vaksininiberpotensiuntukdikembangkanleb
tulang pada osteoporosis. Cathepsin K ihlanjut.Rencanajangkapanjangdaripeneliti
adalah suatu enzim yang disekresikan oleh aniniadalah pengujian preklinis lainnya
osteoklas, yang kaya akan asam amino dan nantinya dilanjutkan penelitian
sistein protease. Enzim ini memegang padamanusiadandiproduksiluas.Untukmen
peranan penting dalam destruksi jaringan, capaipadatingkatpengujianpadamanusia,
remodelling, dan perusakan kartilago pada perludilakukanpenelitianmengenai
tulang.14Cathepsin K diidentifikasikan keefektifanvaksindanefeksamping yang
sebagaiprotease penting pada osteoklas ditimbulkan.
yang mementarai proses resorbsi tulang Metodepemberianvaksinpadamanusi
dan degradasi kartilago serta asamadenganmetodepadahewancoba.
membutuhkan lingkungan yang asam agar Setelah program vaksinasiselesai,
dapat mendegradasi kolagen diharapkantubuhtelahmemproduksiselmem
ekstraseluler.15Enzim ini juga memiliki ori yang
peran penting pada homeostasis paru dan selanjutnyamemproduksiantibodiprotektift
proteolysis thyroglobulin.16,17 dan dikenal erhadaposteoporosis.Target
sebagai new kinin degrading pemberianvaksinosteoporosisiniadalahwan
peptidase.8,18Cathepsin K, yang terekspresi ita dengan kriteria kondisi post-

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 22


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

menopause.Pemilihanpotensial target
inibersadarkanmulaiterjadinya penurunan UCAPAN TERIMA KASIH
aktifitas dan produksi osteoblas dan Ucapan terima kasih penulis
peningkatan produksi serta aktifitas ucapkan kepada Universitas Brawijaya dan
osteoklas yang terjadi karena penurunan pihak-pihak terkait yang telah
produksi estrogen. memfasilitasi dan membantu berjalannya
penelitian ini.
Efek Samping Pemberian Vaksin
Efek samping yang mungkin terjadi DAFTAR PUSTAKA
karena pemberian vaksin antara lain adalah 1. Mayo JL. A Natural Approach to
terjadinya demam setelah pemberian Menopause. Applied Nutritional
vaksin. Selain itu juga sering terjadi Science Reports 1999;5(7):1-8.
pembengkakan pada tempat injeksi. Selain 2. American College of
efek samping jangka pendek tersebut, Rheumatology.Osteoporosis. Atlanta:
berdasarkan studi epidemiologi oleh King Arthritis Care and Research
terdapat hubungan efek samping jangka 2010;124-133.
panjang antara pemberian vaksin secara 3. World Health Organization
umum dengan penyakit-penyakit kronis. (WHO).Prevention and Management
Penyakit-penyakit seperti asma, chronic of Osteoporosis. Geneva : World
obstructive pulmonary disease (COPD), Health Organization; 2003.
diabetes, gangguan perkembangan otak 4. Rossouw JE, Anderson GL, Prentice
dan perilaku termasuk autisme. Meskipun RL. Risks and benefits of estrogen
demikian masih dibutuhkan penelitian plus progestin in healthy
untuk membuktikan bahwa penyakit- postmenopausal women: principal
penyakit tersebut benar-benar merupakan results From the Women's Health
efek samping yang ditimbulkan dari vaksin Initiative randomized controlled trial.
tanpa terpengaruh faktor lain seperti JAMA 2002;288(3):32133.
lingkungan dan genetik.24 5. Le Gall C, Bonnelye E, Clzardin P.
Cathepsin K inhibitors as treatment of
KESIMPULAN bone metastasis. Current Opinion in
Pemberian kandidat vaksin Supportive and Palliative
cathepsin Kdengan CFA-IFA Care2008;2(3):218-222.
intraperitoneal dapat meningkatkan titer 6. Drake FH, Dodds RA, James IE,
IgG anti-cathepsin K pada tikus putih Connor JR, Debouck C, Richardson S,
(Rattus norvegicus) galur Wistar yang Lee-Rykaczewski E, Coleman L,
diovariektomi, tetapi tidak berpengaruh Rieman D, Barthlow R, Hastings G,
secara bermakna terhadap jumlah osteosit Gowen M. Cathepsin K, but Not
dan kadar ALP serum. Cathepsins B, L, or S, is Abundantly
Expressed in Human Osteoclasts. The
SARAN Journal of Biological
Perlunya dilakukan eksplorasi dosis Chemistry1999;May
dan penelitian lebih lanjut terkait formulasi 24:271(21):1251112516.
vaksin yang diperlukan untuk menginduksi 7. Christina S. Efek Ekstrak Kacang
efek osteoprotektif yang adekuat. Selain Tunggak (Vigna unguiculata)
itu diperlukan juga penelitian lain untuk terhadap Kadar Superoksid
mengetahui efek vaksin dalam Dismutase (SOD) Serum Tikus Putih
menurunkan degradasi tulang dengan (Rattus novergicus) Strain Wistar
mengukur parameter yang lebih akurat yang telah Diovariektomi. Malang:
serta efek samping yang ditimbulkan pada Fakultas Kedokteran Universitas
berbagai organ lainnya. Brawijaya; 2010.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 23


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

8. Lecaille F, Kaleta J, and Bromme D. epithelial cells: Sequence, localization


Human and Parasitic Papain Like and possible function in extracellular
Cysteine Proteases: Their Role in proteolysis of thyroglobulin. J. Cell
Physiology and Pathology and Recent Sci.2000;113:44874498.
Developments in Inhibitor Design. 17. Buhling F, Rocken C, BraschF,
Chem. Rev. 2002;102:44594488. Hartig R, Yasuda Y, Saftig P,
9. Arieska AW. Efek Ekstrak Etanol Bromme D, and Welte T. Pivotal role
Daun Ceplukan (Physalis minima L.) of cathepsin K in lung fibrosis. Am. J.
terhadap Jumlah Sel Osteoklas Tikus Pathol.2004;164:22032216.
Wistar (Rattus norvegicus) Pasca 18. Godat E, Lecaille F, Desmazes C,
Ovariectomy. Malang: Fakultas Duchene S, Weidauer E, Saftig P,
Kedokteran Universitas Brawijaya; Bromme D, Vandier C, and
2010. Lalmanach G. Cathepsin K: A
10. Fachrul DOH. Efek Ekstrak Etanol cysteine protease with unique kinin-
Daun Ceplukan (Physalis minima L.) degrading properties. Biochem.
terhadap Jumlah Sel Osteoblas Tikus J.2004;383:501506.
Wistar (Rattus norvegicus) Pasca 19. Chapman Jr HA and Shi GP. Protease
Ovariectomy. Malang: Fakultas injury in the development of COPD:
Kedokteran Universitas Brawijaya; Thomas A. Neff Lecture.
2010. Chest2000;117: 295S299S.
11. Dahlan SM. Seri Statistik: Statistik 20. Chapman HA, Riese RJ, and Shi GP.
untuk Kedokteran dan Kesehatan; Uji Emerging roles for cysteine proteases
Hipotesis dengan Menggunakan SPSS in human biology. Annu. Rev.
Program 12 Jam. Jakarta: Arkans. Physiol.1997;59:6388.
Hal. 4-26; 2004.p.90-101. 21. Garnero P, Borel O, Byrjalsen I,
12. Abbas AK and Andrew HL. Basic Ferreras M., Drake FH, McQueney
Immunology: Function and Disorder MS, Foged NT, Delmas PD, and
of The Immune System 2nd Edition. Delaisse JM. The collagenolytic
Philadelphia: Elsevier Inc.;2004.p.87- activity of cathepsin K is unique
89. among mammalian proteinases. J.
13. Troen, Bruce R. Molecular Biol. Chem.1998;273:3234732352.
Mechanisms Underlying Osteoclast 22. Kafienah W, Bromme D, Buttle DJ,
Formation and Activation. Croucher LJ, and Hollander AP.
Experimental Gerontology Human cathepsin K cleaves native
2003;38:605614. type I and II collagens at the N-
14. Biomedica Medizinprodukte GmbH & terminal end of the triple helix.
Co KG. Cathepsin K, Enzyme Biochem. J.1998;331: 727732.
Immunoassay for The Quantitative 23. Yasuda Y, Li Z, Greenbaum D, Bogyo
Determination of Cathepsin K in M., Weber E, and Bromme D.
Serum or Cell Culture Supernatants. Cathepsin V, a novel and potent
Divischgasse: Biomedica elastolytic activity expressed in
Gruppe.;2001. activated macrophages. J. Biol.
15. Hou, WS, et al. Comparison of Chem.2004;279: 3676136770.
Cathepsins K and S Expression 24. Kamolmatyakul S. IL-1 Stimulates
Within the Rheumatoid and Cathepsin K Expression in Osteoclasts
Osteoarthritic Synovium. American via the Tyrosine Kinase-NF-B
College of Rheumatology2002;46(3): Pathway.Cytokine Biology Forsyth
663-674. Institute2004;83(10):791-796.
16. Tepel C, Bromme D, Herzog V, and
Brix K. Cathepsin K in thyroid

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 24


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Chelating Effect of Water Extract of Mangifera foetida L.


Leaf in Serum of Thalassemia Patient by Ex Vivo Test

Dessy Framita Sari*, Erni Hernawati Purwaningsih**, Desak Gede Budi Krisnamurti**
*Faculty of Medicine Universitas Indonesia
**Departement of Medical Pharmacy Faculty of Medicine Universitas Indonesia
(Supervisor)

ABSTRACT
Thalassemia is a genetic disorder, which is caused by the diminished synthesis of globin polypeptide
chains. In Indonesia, 3-5% of cases are -thalassemia and 2.6 to 11% are -thalassemia. Regular
blood transfusion is needed but iron overload is the consequence. Thats why Deferoxamine is used as
a chelating agent which function is bind iron and excrete them. Unfortunately, Deferoxamine needs
high cost with high side effects. Therefore, an alternative natural medicine is required, that is
mangiferin derived from aqueous extract of Mangifera foetida L. leaf. The aim of this research is to
utilize the natural substance as a chelating agent of ferritin in thalassemia patients serum. This was an
experimental study, which used serum of patient with thalassemia. One Way Anova statistical test
proved that the aqueous extract of Mangifera foetida L. leaf dose of 0.375 mg and 0.75 mg has a
chelating effect compared with negative control (p=0.005). However, when subsequently tested with
Post Hoc, 0.375 mg extract doesnt show a chelating effect compared with mangiferin (p=0.018).In
the other hand, 0.75 mg extract has shown a chelating effect but not as good as mangiferin (p=0.259).
It is considered that the low doses of extract and a possibility that the extract doesnt bind the iron
directly are the factors which influence the result. Thats why mangiferin still has better effectiveness
in binding iron compared with aqueous extract of Mangifera foetida L. leaf dose of 0.375 mg and 0.75
mg.

Keywords: aqueous extract of Mangifera foetida L. Leaf, chelating, serum, thalassemia.

ABSTRAK
Talasemia penyakit herediter yang terjadi karena gangguan sintesis salah satu rantai polipeptida
globin. Di Indonesia, 3-5% kasus merupakan talasemia dan 2,6-11% merupakan talasemia .
Transfusi darah secara teratur merupakan terapi yang dibutuhkan. Namun, tindakan ini memiliki
konsekuensi berupa penumpukan besi di dalam tubuh. Untuk mengatasi hal tersebut, Deferoxamine
digunakan sebagai agen kelator yang berfungsi mengikat besi dan kemudian mengeluarkannya dari
tubuh. Penggunaan Deferoxamine membutuhkan biaya yang besar dan efek samping yang tinggi.
Oleh karena itu, dibutuhkan pengobatan alternatif, yaitu mangiferin yang berasal dari ekstrak air daun
Mangifera foetida L. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan bahan alami sebagai terapi
kelasi besi pada penderita talasemia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan serum
pasien talasemia sebagai subjek penelitian. Uji statistik One Way Anova menunjukkan ekstrak air
daun Mangifera foetida L. dosis 0,375 mg dan 0,75 mg memiliki efek kelasi bila dibandingkan
dengan kontrol negatif (p=0,005). Namun, ketika selanjutnya diuji dengan Post Hoc didapatkan hasil
ekstrak 0,375 mg tidak memiliki efek kelasi bila dibandingkan dengan mangiferin (p=0,018).
Sementara itu, ekstrak 0,75 mg memiliki efek kelasi tetapi tidak sebaik mangiferin (p=0,259). Hal ini
diduga berkaitan dengan beberapa faktor, yaitu: dosis ekstrak yang terlalu kecil dan adanya dugaan
ekstrak tidak mengikat besi (Fe) secara langsung, melainkan mengikat apoprotein dalam serum. Oleh
karena itu, dapat dikatakan mangiferin masih memiliki efektivitas yang lebih baik dalam mengikat
besi bila dibandingkan dengan ekstrak air daun Mangifera foetida L. dosis 0,375 mg dan 0,75 mg.

Kata Kunci: ekstrak air daun Mangifera foetida L., kelasi, serum, talasemia.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 25


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

INTRODUCTION rupiahs each month with several adverse


Thalassemia is a worldwide effects, such as: neurotoxicity,
problem. There are 15 million people osteoporosis, defect on visual and
suffer from thalassemia which is separated auditorious function.6,8
in Syprus (16%), Thailand (1%), Based on the fact above, we
Bangladesh (3-8%), India, China, thought that Deferoxamine needs an
Malaysia, and Pakistan. In addition, there alternative medicine which comes from
are 5-10% -thalassemia in Mediterania, nature. Natural alternative medicine is
20-30% in West Africa, 68% in South selected because it is expected to increase
Pasific, and less than 1% found in Europe patient compliance with their cheaper cost
and Japan.1,2,3 In Indonesia, the prevalence and lower adverse effect. Based on in vitro
of thalassemia is quite high, 3-5% cases study, it is known that mangiferin which
are -thalassemia and 2.6-11% are - comes from Mangifera indica L. stem bark
thalassemia. Until 2008, there are 5000 has a chelating agent which is needed to
person are detected as thalassemia patient.4 inhibit formation of ROS. But, exploitation
Thalassemia is a group of of Mangifera indica L. stem bark is
hereditary anemia that result from environmentally harmful. Thats why
diminished synthesis of one of two globin instead of using Mangifera indica L., we
polypeptide chains, which is caused by used aqueous extract of Mangifera foetida
genetic disorder.5,6 Clinically, there are 3 L. leaf which has higher level of
types of thalassemia: (1) major mangiferin and doesnt environmentally
thalassemia, (2) intermediate thalassemia, harmful.7,9
and (3) minor thalassemia. Major
thalassemia is the most severe type and MATERIALS AND METHODS
needs blood transfusion every month.6 But This was an experimental, placebo-
unfortunately, the consequnce of blood controlled, parallel-unpaired-group study.
transfusion is iron overload which can This study used:
stimulate the formation of reactive oxygen 1. Serum of Thalassemia Patient
species (ROS) by Fenton reaction. These Initially, We used 24 serum of
ROS can stimulate lipid peroxidation, thalassemia patient which regularly
protein disulfide bridges, and DNA cross- receive blood transfusion in Pediatric
linking.5,6 To prevent this iron overload, Health Department of Cipto
Deferoxamine is used as a chelating agent, Mangunkusumo Hospital in 2009-2010.
which will bind the iron and inhibit the But finally we used 7 serum as sample.
formation of reactive oxygen species Each 100 l serum contain 100 M
(ROS) by Fenton reaction.6 Beside that, iron. In this study we used 200 l serum
Deferoxamine also excrete the overloading contain 200 M iron
iron which is accumulated in cell 2. Aqueous Extract of Mangifera foetida
(hemosiderin). Deferoxamine is given 5-7 L. Leaf
times a week.7,8 Extraction process of Mangifera foetida
Besides its increadible ability in L. leaf began with selection of leaf from
preventing iron overload, Deferoxamine Depok which were identitified by
also has some harmful effects for Biology Research Center, LIPI Bogor.
thalasssemia patient. Oral administration Then we washed, cut, and measured the
of Deferoxamine is uncomfortable and amount of leaves until we got 400 gram
decrease its effectiveness. Therefore, of them and then made an infusion
syringe driver is needed for subcutaneous which then evaporated with Rotavapor
injection of Deferoxamine (Portocath). Bche. Based on a research before, we
This therapy usually spend 3-5 million have known that 400 gram of leaves

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 26


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

equivalent to 0,275 gram mangiferin. In mangiferin (equivalent to 15 mg extract


addition, it is also known that 100 g of of Mangifera indica L.
stem bark) has an effect as a chelating experimental subjects. The experimental
agent.7 To get the same chelating effect, subject was divided into 2 groups, they
we diluted Mangifera foetida L. leaf were: intervention groups and control
extract until we get 50 mg/ml groups. There were 2 intervention groups
concentration of aqueous extract of and 3 control groups, each group contain
Mangifera foetida L. leaf. Therefore 1000 l standard medium, 100 l citrate
initially, we used 7,5 mg and 15 mg medium, and 1000 l aquades. Beside that,
doses of extract of Mangifera foetida L. each group also contain different
Leaf as the experimental substances. experimental substance, they were:
But, finally we decreased the doses into a. Group I : 200 l serum only (as
0,375 mg and 0,75 mg. negative control).
3. Mangiferin Solution b. Group II : 200 l serum + 100 g
Mangiferin solution was made as a mangiferin (as positive control).
solution depot. It was made by adding 1 c. Group III : 200 l serum + 100 g
mg of mangiferin powder (product of Deferoxamine (initially as positive
Changyba Huir Biological-tech China) control)
into 0,5 ml of aquades and 0,5 ml of d. Group IV : 200 l serum + 0.375 mg
ethanol. Then 100 l of solution would Aqueous Extract of Mangifera foetida
contain 100 g of mangiferin. L. Leaf.
4. Desferal Solution e. Group V : 200 l serum + 0.75 mg
Desferal solution was made by adding Aqueous Extract of Mangifera foetida
2 mg of Desferal into 1 ml of aquades. L. Leaf.
So, 50 l of solution would contain 100 After preparing all of the
g Desferal. experimental subjects, we then measured
5. Standard Medium the absorbance of each groups by a
Standard medium consist of sucrose spectrophotometer UV-VIS Optima 3000
125 Mm, KCl 65 mM, potassium at 28 C and = 190 nm-400 nm
succinate 5 mM, phosphoric acid 2 wavelength. According to a research
mM, magnesium chloride 1 mM, and before, we have known that the absorbance
HEPES buffer (pH 7,2) 10 mM. In peak of mangiferin will appear in 275 nm
addition we also used 2 mM of citrate and 380 nm.7 The data then would be
medium. processed using a formula that we have
After preparing all of the prepared before:
experimental substances, we prepared the

*abs=absorbance
After processing the data with this formula, the data was analyzed by One Way
Anova statistial test using SPSS 13.0 for Windows.

RESULTS
In the initial experiment, we used 24 serum serum didnt show a similar pattern of
of thealassemia patient. But, after we absorbance, therefore we decided to reduce
analysed the experimental groups with the number of sample into 9 serum. After
spectrophotometer, we found that these 24 doing the experiment with 9 serum, we

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 27


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

found that two serum didnt show a similar Therefore, we decided to increase the
pattern, so finally we decided to use 7 concentration of iron into 200 M.
serum as sample. The minimal sample we Initial experiment also used 7,5 mg
need is 5 sample (based on Federer and 15 mg doses of extract of Mangifera
formula). Initial volume of serum we used foetida L. Leaf as the experimental
was 100 L which contain 100 M iron. substances. But, after an initial analysis
Then we increased the volume of serum with spectrophotometer, we could not read
into 200 L, but it still contains 100 M the graphic clearly because the absorbance
iron. We increased the volume of serum peak was out of the graphic (see Figure 1).
because the absorbance peak was not Thats why we decreased the extract doses
clearly visible on the graph. However, into 0,375 mg and 0,75 mg. Beside that the
after the change of volume, the absorbance concentration of aqueous extract of
peak serum remained invincible. Mangifera foetida L. Leaf is also reduced
into 15 mg/ml (see Figure 2).

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 28


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

As explained before, in the initial we didnt use those media in this


study, we used 3 groups of control, but experiment.10
lately we removed Deferoxamine as a After removing Deferoxamine as the
positive control because its absorbance positive control, we only used Mangiferin
didnt show any significant differences as the positive control. We compared the
with absorbance of serum (see Figure 2). It absorbance value of each group after it
is thought that Deferoxamine (Desferal) was processed by a formula that we have
didnt bind iron directly, but apoprotein. prepared before. By processing the data
Thats why there was no formation of iron- with the formula, we got the absorbance
Deferoxamine complex. The other value of unbound mangiferin in each
possibility that caused insignificant group. The comparison of unbound
differences between serum+Deferoxamine mangiferin absorbance value between
and serum only is inappropriate media intervention groups and control groups is
used in this experiment. Based on the showed below:
literature, we know that the appropriate
media for Deferoxamine are ascorbic acid
(28 mM) and ferric citrate (20 mM), but

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 29


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

DISCUSSION Beside contain the highest


This study used aqueous extract of concentration of mangiferin, Mangifera
Mangifera foetida L. leaf as the foetida L. also contain high concentration
experimental substance. Mangifera foetida of vitamin C (56 mg) which is needed to
L. is one of Mangifera indica cultivar. prevent the formation of human
Based on a study before, it was known that granulocyte macrophage-colony-
the concentration of mangiferin in this stimulating factor (GMCSF). GMCSF will
cultivar is highest than the other cultivar induce the formation of ROS. Based on a
(2,56%).9 Mangiferin will act as a study before we have known that vitamin
chelating agent which will bind iron in the C can decrease 30% level of ROS in the
body, so it will prevent: body.12
1. Lipid peroxidation which is induced by Based on the One Way Anova
iron. Excessive iron in the body will statistical test, it was known that aqueous
stimulate oxygen consumption, and extract of Mangifera foetida L. leaf doses
then the oxygen will be converted into of 0,375 mg and 0,75 mg have a chelating
superoxide and hydrogen peroxide by effect in serum of patient with thalassemia.
superoxide dismutase. Then hydrogen Aqueous extract of Mangifera foetida L.
peroxide will be converted into reactive leaf doses of 0,375 mg and 0,75 mg had
oxygen species (ROS) by Fenton shown a significant differences with
reaction. This ROS is harmful because negative control (p=0,005), thats why the
it can cause lipid peroxidation.5,11 statistical test was followed by post Hoc.
2. Membrane mitochondria damage can Post Hoc test proved that aqueous extract
cause the formation of non-selective of Mangifera foetida L. Leaf dose of 0,375
pores, which will allow the moveable mg had a significant differences (p=0,018)
proton to through the membrane and with positive control (mangiferin solution
finally mitochondria loss their ability to plus serum). This differences means
produce ATP.5,11 extract 0,375 mg actually doesnt have a

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 30


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

chelating agent compare with positive was not as good as the chelating effect of
control. In the other hand, aqueous extract control (mangiferin).
of Mangifera foetida L. leaf dose of 0,75 The other factor that we have
mg didnt show a significant differences thought to be correlated with the result is
(p=0,259) with positive control, it means the possibility that the extract didnt bind
extract 0,75 mg has a chelating effect. But, iron directly but apoprotein. Thats why
we found that its chelating effect was not the chelating effect of extract didnt as
as good as chelating effect of positive good as mangiferin (positive control).
control (mangiferin plus serum). Lets see Ferritin consists of iron in the inner and
Figure 3, in this figure the absorbance outer apoprotein (see Figure 4).13 A
mean of extract 0,75 mg is higher than chelating effect would be shown if there
positive control. It means that the was a binding between iron and extract,
concentration of unbound mangiferin in but in this case we have thought that the
extract 0,75 mg is higher than unbound extract didnt bind iron directly, it was
mangiferin in positive control. The amount proved by a fact that the absorbance peak
of unbound mangiferin could be a didnt appear at 275 nm and 380 nm
representation of the chelating effect of wavelength. Therefore, the chelating effect
experimental substances. From the fact was not seen clearly in this experiment. To
above, we knew that the increasing amount prove whether the extract bind iron
of unbound mangiferin means the directly or not, we need a nuclear magnetic
decreasing effect of chelating. Another resonance (NMR) spectroscopy. NMR
point that we can get in the Figure 3 is the would figure the actual bond formed, so
higher absorbance mean of extract 0,375 we could know whether the extract bind
mg than extract 0,75 mg, it means aqueous iron directly or not.
extract of Mangifera foetida L. leaf dose of
0,75 mg has better chelating effect than Besi (Fe)
dose of 0,375 mg. This fact was also been
proved by statistical test. In the Post Hoc
test, we found that there was a significant
differences of chelating effect in extract
0,375 mg and 0,75 mg (p=1,000).
There were several points that
weve thought to be the reason why extract
didnt have better chelating effect when
was compared with positive control. Some
factors that was considered have a
correlation with the result are low doses of
extract and a possibility that the extract Figure 4.13 Structure of Ferritin. Ferritin onsist
doesnt bind iron directly, but apoprotein. of apoprotein (apo-ferritin) in the outer and
After doing a conversion, we found inner iron.
that 40 grams of extract was equivalent to
0,275 grams of mangiferin, thats why CONCLUSION
0,375 mg (375 g) of extract was Water extract of Mangifera foetida L. leaf
equivalent to 2,6 g mangiferin and 0,75 dose of 0.375 mg and 0.75 mg has a
mg (750 g) of extract was equivalent to 5 chelating effect in serum of patient with
g of mangiferin. In the other hand, the thalassemia (p=0,005).
control (mangiferin) dose we used is 100
g, and it was based on a research before.
Therefore the chelating effect of extract RECOMMENDATION

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 31


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

1. Futher experiment is needed to find an United State America: The McGraw-


appropriate dose of Water extract of Hill; 2008. p. 277300.
Mangifera foetida L. leaf so that the 7. Andreu G P, Gelgado R, Velho J A,
ability of this extract in binding iron Curti C, Vercesi A E. Iron
will significantly observe. Complexing Activity of Mangiferin, a
2. It is recommended to use another Naturally Occuring Glucosylxanthone,
dilution liquor to dilute the extract Inhibits Mitochondrial Lipid
(such as: alcohol). Peroxidation Induced by Fe2+-Citrate.
3. It is recommended to use Nuclear European Journal of Pharmacology.
Magnetic Resonance (NMR) in futher 2005;513:47-55.
experiment to observe the bond 8. Ganie R A. Thalassemia:
between extract, mangiferin, and Permasalahan dan Penanganannya.
Deferoxamine with serum. Universitas Sumatera Utara [materials
4. It will be better if futher experiment try on the internet] 2005 November [cited
to use another part of Mangifera foetida July 19]. Available from:
L as the source of extract. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/pp
gb/2005/ppgb_2005_ratna_akbari_gan
REFRENCES ie.pdf
1. Yaish H M. Thalassemia. WebMD 9. Soetarno S, Soediro I, Padmawinata
Professional [materials on the internet] K. Isolasi dan Karakterisasi
2010 April [cited 2010 july 19]. Mangiferin dari Daun Mangga
Available from: Arumanis dan Perbandingan Kadarnya
http://emedicine.medscape.com/article pada Daun Tujuh Kultivar Mangifera
/958850-overview Indica L. Acta Pharmaceutica
2. Anonymous. Thalassemia prevalence. Indonesia. 2004;16:126-35.
Tha medical news [article on the 10. Asbeck BS, Marcelis JH, Marx JM,
internet] 2009 [cited 2010 November Struyvenberg A. Inhibition of
25]. Available from: Bacterial Multiplication by The Iron
http://www.news- Chelator Deferoxamine: Potentiating
medical.net/health/Thalassemia- Effect of Ascorbic Acid. Eur. J. Clin
Prevalence.aspx Microbiol. 1983;2:426-31.
3. Anonymous. Prevalence and incidence 11. Chattopadhyay U, Chaudhuri L,
of thalassemia. [article on the internet] Ghosal S. Immunostimulatory
2010 [cited 2010 November 25]. Activity of Mangiferin, A Naturally
Available from: Occuring Xanthone-C_Glucoside.
http://www.wrongdiagnosis.com/t/thal Pharmaceutical Research. 1986;3:307-
assemia/prevalence.htm 8.
4. Permanasari I. Talasemia: Transfusi 12. Carcamo JM, Oriana BO, Golde DW.
Penyambung Hidup. [article on the Vitamin C Inhibit Granulocyte
internet] 2010 juny [cited 2010 July Macrophage-Colony Stimulating
19]. Available from: Factor-Induced Signaling Pathways.
http://www.kesekolah.com/article- Blood Journal. 2003;99:3205-6.
and-news/detail/9070-talasemia- 13. Strongin D R. Structur of Ferritin.
transfusi- penyambung-hidup.html 2009 [cited 2010 November].
5. Kumar V, Cotran R S, Robbins S L. Available from:
Buku Ajar Patologi. 7th Ed. Jakarta: http://astro.ocis.temple.edu/~dstrongi/
EGC; 2007. p. 452-5. ferritin.jpg
6. Bridges K R, Pearson H A. Anemias
and Other Red Cell Disorders. 1st Ed.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 32


Potensi X-Box Binding Protein (XBP1) dalam Meregulasi Stres
Retikulum Endoplasma sebagai Pencegahan Diabetik Retinopati
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Ayu Widyanti,* Mien Dwi Cahyani,* Dian Pratita Lestari*
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Korespondensi: nym_ayuwidyanti@yahoo.com

ABSTRAK
Diabetik retinopati (DR) merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita diabetes dan penyebab
utama kebutaan pasien usia 20-64 tahun populasi di Amerika Serikat. Insiden diabetik retinopati meningkat
menjadi 50% setelah 10 tahun menderita DMT2 dan menjadi 90% setelah 25 tahun. Kasus kebutaan total akibat
diabetik retinopati ditemukan setelah 20 tahun menderita DM dengan angka kebutaan DMT2 mencapai 60%.
Modalitas pengobatan DR selama ini memerlukan biaya yang relatif tinggi dan menyebabkan komplikasi. Stres
Retikulum Endoplasma (RE) dan inflamasi adalah dua faktor penting dalam patogenesis DR karena berpotensi
merusak BRB, tanda patologis DR stadium awal. X-Box Binding Protein 1 (XBP1) yaitu gen pengkode faktor
transkripsi yang meregulasi stres RE mampu memberikan perlindungan terhadap sistem vaskuler retina dengan
mengatasi stres RE serta sebagai agen anti inflamasi yang nantinya mampu mencegah kerusakan BRB. XBP1
dapat mengatasi Stres RE dengan meningkatkan ekspresi kaperon RE dan aktivasi gen-gen yang terlibat dalam
ERAD dan meningkatkan protein yang terlibat dalam ERAD dengan berikatan pada protein yang misfold. XBP1
dapat menurunkan ekspresi molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1 dan NF-B yang diinduksi oleh TNF- dan
IKK. Dalam pengadministrasiannya, XBP1 dimasukkan ke dalam adenovirus vektor kemudian diinjeksikan
secara intravitreal pada penderita DMT2.

Kata kunci: Mata, Diabetes, Komplikasi, Terapi Gen

ABSTRACT
Diabetic retinopathy (DR) is the major complication of diabetes and the leading cause of blindness in aged 20 to
64 years of United States population. The incidence of DR increased to 50% after 10 years of suffering from
T2DM and to 90% after 25 years. Total cases of blindness due to DR were found 60% after 20 years. Treatment
of DR requires high costs and cause complications. Endoplasmic reticulum (ER) stress and inflammation are two
important factors in the pathogenesis of DR that can potentially damage BRB, a pathological signs in early stage
of DR. X-Box Binding Protein 1 (XBP1) gene encoding the transcription factors that regulate ER stress is able to
provide protection against retinal vascular system to cope with stress and as an inflammatory agent to prevent
BRB damage. XBP1 can cope with stress by increasing the expression chaperon ER and activation of genes
involved in ERAD also increases proteins involved in ERAD by binding to proteins that misfold. XBP1 can
decrease the expression of adhesion molecules ICAM-1 and VCAM-1 and NF-B induced by TNF- and IKK .
In its administration, XBP1 inserted into an adenovirus vector and then injected intravitreal in patients with
T2DM

Keywords: Eye, Diabetic, Complication, Gene Therapy

PENDAHULUAN tahun pertama DMT2, tetapi insidennya


meningkat menjadi 50% setelah 10 tahun
Diabetik retinopati (DR) merupakan menderita DMT2 dan menjadi 90% setelah
penyebab utama kebutaan pasien usia 20- 25 tahun.2
64 tahun populasi di Amerika Serikat. DR Modalitas pengobatan DR selama ini
ditandai dengan kerusakan endotel seperti fotokoagulasi laser dan vitrektomi
vaskuler retina, gangguan suplai darah, dan menunjukkan hasil yang kurang
degenerasi neuron retina. Insiden diabetik memuaskan. Selain karena biaya yang
retinopati jarang ditemukan pada satu relatif tinggi, beberapa teknik tersebut juga
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

memiliki peluang terjadinya komplikasi retikulum endoplasma (RE) serta sebagai


sedang hingga parah.1 Merujuk pada agen anti inflamasi yang nantinya mampu
permasalahan di atas, dapat disimpulkan mencegah kerusakan BRB. Oleh karena
bahwa DR merupakan masalah kesehatan itu, aktivasi XBP1 memiliki potensi
yang mendesak (global emergency) akibat sebagai strategi terapeutik yang efektif
progresivitasnya yang menyebabkan mencegah kerusakan pembuluh darah
morbiditas yang tinggi dan mengarah pada retina yang menjadi patologi awal
kebutaan total, kondisi ini bersifat komplikasi diabetik retinopati pada pasien
irreversible terhadap pengobatan. DMT2.6,7
Patogenesis DR melibatkan inflamasi,
kerusakan blood-retinal barrier (BRB), PEMBAHASAN
dan perubahan pembuluh darah retina.3
Kondisi yang dikenal sebagai stres Mekanisme Kerja X-Box Binding
retikulum endoplasma berperan dalam Protein 1 (XBP1) sebagai Strategi
inflamasi retina serta kebocoran vaskuler Pencegahan Diabetik Retinopati pada
yang memicu kerusakan BRB di DR.4 Penderita DMT2
Selama stres retikulum endoplasma
berlangsung, produksi Tumor Necrosis Aplikasi esensial pencegahan diabetik
Factor- (TNF-) oleh astrosit dan sel retinopati melibatkan prinsip dasar yang
Muller meningkat. TNF- kemudian berhubungan dengan patogenesisnya yakni
mengaktifkan Nuclear factor kappa B (NF- pencegahan terhadap inflamasi untuk
B) yaitu suatu faktor tranksripsi yang menghindari kerusakan pembuluh di
berperan penting dalam jalur pensinyalan retina. Prinsip ini berkaitan erat dengan
inflamasi. Kehadiran dari faktor mekanisme XBP1 dalam mengatasi stres
transkripsi ini meningkatkan ekspresi RE. Strategi tersebut melibatkan XBP1
molekul adesi yaitu intercellular adhesion dalam mengatasi stres RE serta sebagai
molecule-1 (ICAM-1) dan vascular agen anti inflamasi. Mekanisme tersebut
adhesion molecule-1 (VCAM-1).5 akan dijelaskan lebih lanjut sebagai
Molekul adesi yang diproduksi memediasi berikut:
adesi leukosit ke sel endotelial retina
sehingga menginduksi kerusakan BRB 1 Mekanisme Kerja XBP1 dalam
yang mengarah pada terjadinya diabetik mengatasi stres RE
retinopati. Selain meningkatkan faktor
inflamasi NF-B, TNF- juga Rasio proinsulin:insulin meningkat pada
meningkatkan induksi pengekspresian pasien DMT2. Selain itu, terjadi
nitric oxide synthase (NOS) yaitu faktor penumpukan reactive oxygen species
proinflamasi. Berdasarkan fakta-fakta (ROS).8,9 Kedua hal ini mendasari stres
tersebut, stres RE dan inflamasi adalah dua retikulum endoplasma (RE). Stres RE di
faktor penting dalam patogenesis DR retina menimbulkan inflamasi serta
karena berpotensi merusak BRB, tanda disfungsi vaskuler, keduanya menginduksi
patologis DR stadium awal. kerusakan blood retinal barrier (BRB).
Terapi biomolekuler dengan X-Box Respon adaptif terhadap stres RE dikenal
Binding Protein 1 (XBP1), yaitu gen dengan istilah unfolded protein response
pengkode faktor transkripsi yang (UPR). 8,9
meregulasi stres RE merupakan suatu XBP1 adalah koordinator master dari
bentuk pencegahan terhadap diabetik UPR.6 Mekanisme kerja XBP1 dalam
retinopati pada penderita DMT2. mengatasi stres RE yaitu dengan
Administrasinya ke dalam tubuh mampu meningkatkan ekspresi kaperon RE dan
memberikan perlindungan terhadap sistem aktivasi gen-gen yang terlibat dalam
vaskuler retina dengan mengatasi stres ERAD. Kaperon RE mengatasi stres RE

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 34


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

dengan berikatan pada protein yang retina.15 Di antara stimulator molekul


misfold atau unfold atau dengan cara adesi, Tumor Necrosis Factor (TNF-)
menghentikan translasinya sehingga stres adalah sitokin proinflamasi yang diinduksi
RE akan berkurang.8,10 Aktivasi XBP1 di sistem pembuluh retina oleh kondisi
juga meningkatkan protein yang terlibat diabetes. Paparan sel endotel retina
dalam ERAD.11 Gen-gen ini memainkan terhadap TNF- menginduksi aktivasi
peran penting dalam memelihara Nuclear Factor kappa B (NF-B),
kelangsungan hidup sel selama berbagai peningkatan ekspresi ICAM-1, dan
kondisi stres, seperti defisiensi nutrisi, disfungsi pada tight junction penyusun
hipoksia, stres oksidatif, dan inflamasi.8,10 BRB internal. Penghambatan fungsi TNF-
Melalui pengaktifan gen-gen ini XBP1 menurunkan leukostasis yang
bekerja mengatasi stres RE. diasosiasikan dengan kebocoran vaskuler
dan menghapus nonperfusi kapiler retina
diabetik yang berarti bahwa sitokin ini
berperan dalam inflamasi retina dan cedera
sel endothelial pasien DR.9
Mekanisme XBP1 sebagai agen anti
inflamasi melibatkan efeknya dalam
menurunkan molekul adesi , NF-B, dan
NOS yang diinduksi oleh TNF-, tiga
faktor penting inflamasi pada retina
diabetik. Langkah sentral yang mengarah
pada kerusakan BRB oleh sitokin inflamasi
di sel endotel yaitu induksi ekspresi
molekul adesi, dalam pembahasan kali ini
Gambar 1. Peran XBP1 dalam Mengatasi yaitu ICAM-1 dan VCAM-1. Penelitian
stres Retikulum Endoplasma yang dilakukan Joshua Wang dkk.
menunjukkan bahwa peningkatan kadar
2 Mekanisme Kerja XBP1 sebagai Agen TNF- sebanding dengan peningkatan
Anti Inflamasi ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1. TNF-
meningkatkan ekspresi ICAM-1 dan
Mekanisme XBP1 sebagai agen anti VCAM-1 dengan meningkatkan glikosilasi
inflamasi tidak terlepas dari pembahasan kedua molekul adesi tersebut. Studi ini
mengenasi stres RE. Inflamasi pada retina mengekspresi secara berlebih XBP1 pada
diabetik disebabkan oleh proses adesi HREC dengan menginfeksi sel oleh
leukosit ke human retinal microvascular adenovirus yang mengkode XBP1 (Ad-
endothelial cells / HREC (leukostasis), XBP1s), diikuti oleh pemberian TNF-.
yang menstimulasi kerusakan BRB.12,13 Hasil studi ini menunjukkan TNF- tidak
Pengikatan leukosit ke molekul adesi pada mampu menginduksi ICAM-1 dan VCAM-
permukaan sel endotel diperlukan untuk 1 pada sel tersebut. Deplesi ICAM-1
leukostasis. Selama diabetes, sel endotel terbukti mampu menurunkan leukostasis
aktif mengekspresikan molekul adesi dan disfungsi vaskuler.13 Sedangkan
dengan jumlah yang tinggi.13,14 Level deplesi VCAM-1 menurunkan adesi
molekul adesi soluble intercellular leukosit dan rolling pada sirkulasi mikro
adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan dan makro.16 Hal ini mengindikasikan
vascular adhesion molecule-1 (VCAM-1) bahwa XBP1 mampu menghambat
dalam vitreous pasien DR meningkat ekspresi molekul adesi dan adesi leukosit
drastis, diikuti oleh peningkatan sel ke sel endotel.6
inflamasi termasuk neutrofil, makrofag, TNF- meningkatkan fosforilasi IB
CD4+, CD8+ dalam pembuluh darah Kinase (IKK), berperan pada patogenesis

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 35


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

DR. Aktivasi IKK adalah langkah sentral Gambar 2. XBP1 sebagai Agen Anti
yang mengarah pada pengaktifan NF-B Inflamasi
dengan memfosforilasi subunit p65 NF-B
dan meningkatkan aktivitas transkripsi NF- Mekanisme Konstruksi dan
B. TNF- berperan dalam translokasi Administrasi X-Box Binding Protein 1
subunit p65 tersebut dari sitoplasma ke (XBP1)
nukleus. XBP1 bekerja dengan Gen XBP1 dapat diisolasi dari berbagai sel
menghambat peningkatan ekspresi IKK yang sudah dikondisikan stres retikulum
dan NF-B yang diinduksi oleh TNF-. endoplasma. Dari isolasi ini didapatkan
Penghambatan NF-B terbukti dapat gen XBP1 dalam bentuk XBP1(u) yang
menurunkan adesi leukosit serta selanjutnya diubah menjadi XBP1(s) agar
mengurangi kebocoran pada retina dapat dtranskripsi di nukleus. Pemberian
diabetik.8,18 Studi yang dilakukan Wang IRE1- rekombinan ditambahkan
dkk. juga menunjukkan bahwa paparan bertujuan untuk memotong bagian intron
TNF- terhadap HREC meningkatkan XBP1(u) sehingga menjadi XBP1(s).
ekspresi NOS. Nitric Oxide Synthase Purifikasi dan suspensi dalam air
(NOS) adalah faktor proinflamasi yang kemudian dilakukan untuk mendapat
mampu menginduksi ekpresi ICAM-1 di XBP1(s) murni. 17,18
HREC. Penghambatan inflamasi Proses pembentukan rekombinan
dilakukan oleh XBP1 dengan menghambat adenovirus XBP1(s) diproduksi dengan
ekspresi NOS.6 mengadopsi teknik pembuatan insulin
Melalui mekanisme di atas, dapat dengan teknik rekayasa genetika pada
disimpulkan bahwa aktivasi XBP1 mampu bakteri. cDNA dari XBP1(s) diinsersi ke
menghambat jalur inflamasi yang diinduksi dalam adenovirus vektor. Sebelum
TNF-, yaitu NF- B dan NOS, serta dijadikan vektor, genom adenovirus diubah
menghambat leukostasis dengan dengan menghilangkan DNA virus
menurunkan ekspresi molekul adesi. Hasil tersebut. Selanjutnya cDNA XBP1 yang
ini dikaji lebih jauh dengan menghambat terbentuk diinsersi ke dalam area genom
ekspresi XBP1 menggunakan virus tersebut sehingga terbentuk
quinotrierixin, inhibitor XBP1, peristiwa rekombinan adenovirus yang mengekspresi
sebaliknya terjadi dimana TNF- serta XBP1. Rekombinan yang tebentuk akan
NF-B serta adesi leukosit meningkat.6,15 mampu mereplikasi diri menghasilkan
Oleh karena itu, XBP1 memiliki fungsi jutaan kopi yang membawa XBP1 di
yang sangat signifikan dalam mencegah dalamnya. 18
reaksi inflamasi. XBP1 akan sangat Jalur administrasi adenovirus yang mampu
bermanfaat untuk digunakan sebagai mengekspresi ocular drug menuju
strategi pencegahan DR pada penderita pembuluh darah retina yang telah terbukti
DMT2. secara laboratorik dapat digunakan sebagai
penghantar obat adalah administrasi
intravitreal dan periokular. Pada teknik
injeksi periokular, koroid dan blood retinal
barrier (BRB) menjadi halangan yang
harus dilalui obat untuk menuju daerah
posterior mata. Halangan ini menyebabkan
durasi keberadaan obat pendek. Oleh
karena itu sebagian besar pengiriman obat
yang menuju ke area posterior mata
dilakukan dengan teknik injeksi
20
intravitreal.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 36


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Hingga saat ini, penelitian tentang jalur


pentransferan yang paling efektif bagi
XBP1 ke dalam pembuluh darah retina
dengan vektor adenovirus sebagai
pencegahan diabetik retinopati masih
terbatas. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Zhang, dkk jalur
administrasi XBP1 ke pembuluh darah
retina dilakukan melalui injeksi
intravitreal.6 Kemungkinan munculnya
komplikasi setelah pelaksanaan injeksi
intravitreal biasanya terjadi kurang dari 1%
sehingga jalur injeksi intravitreal
tergolong aman.21

Gambar 4. Analisis dengan Western Bolt


Menunjukkan Penurunan Ekspresi ICAM-
1, VCAM-1, serta akftivasi NF-B
(0<0,001)6
Penelitian yang dilakukan oleh Jingming
Gambar 3. Teknik Injeksi Intravitreal dkk pada tahun 2009 menunjukkan terjadi
peningkatan level TNF- sebesar 2,4 kali
Penelitian yang dilakukan Wang lipat pada retina tikus Akita setelah 12
dkk,didukung dengan penelitian Zhang minggu berada pada kondisi hiperglikemi
dkk. Dalam penelitiannya,administrasi (p<0,005). Hal ini menunjukkan
melalui injeksi intravitreal merupakan cara peningkatan sitokin inflamasi TNF-
paling efektif mengirim XBP1(s) ke berperan penting dalam inflamasi retina
pembuluh darah retina dalam menghambat yang mengarah pada diabetes retinopati.
neovaskuler pembuluh retina.22 Dengan Dimana peningkatan TNF- ini dapat
diberikannya XBP1 dapat menjadi strategi menyebabkan kerusakan BRB dan
profilaksis terhadap diabetik retinopati kebocoran vaskular retina yang merupakan
pada penderita DM. fase awal diabetes retinopati.9

Analisis Manfaat Penggunaan X-Box


Binding Protein 1 (XBP1)
Pemberian XBP1 pada penderita diabetes
melitus telah terbukti mampu mengurangi
inflamasi di retina.23 Penelitian Jingming
dkk tahun 2010 menunjukkan terjadi
penurunan ekspresi molekul adhesi ICAM- Gambar 5 Analisis dengan Western Bolt
1 dan VCAM-1 pada tikus yang telah Menunjukkan Peningkatan TNF- pada
dikondisikan mengalami stres retikulum Tikus Akita9
endolasma dengan tunicamicyn selama Studi biomolekuler yang dilakukan oleh
satu hari pemberian XBP1. Selain itu Ozcan menyatakan aktivasi XBP1 oleh
pemberian XBP1 juga dapat menurunkan IRE1 menginduksi ekspresi kaperon
aktivasi NF-B, salah satu proinflamasi retikulum endolasma yang dapat
pada diabetes retinopati, yang diinduksi mengurangi Stres retikulum endolasma dan
oleh TNF-.6 mempertahankan kelangsungan hidup
sel.26 Penurunan regulasi XBP1

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 37


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

menginduksi peningkatan ekspresi molekul X-box Binding Protein 1. The Journal Of


adesi pada endotel retina. Hal ini Biological Chemistry. 2011;286(6):4912-
menandakan XBP1 berperan penting 21
dalam mempertahankan keadaan inflamasi 7. Zhang, S. X. Li, J., Wang, J.J., Yu, Q.,
rendah.6,26 Wang, M. Endoplasmic Reticulum Stress is
implicated in Retinal Inflammation and
SIMPULAN Diabetic Retinopathy. The Journal Of
Mekanisme kerja XBP1 adalah mengatasi Biological Chemistry. 2009;583(9): 1521-
stres RE dengan meningkatkan ekspresi 7.
kaperon RE dan aktivasi gen-gen yang 8. Leea, Ann-Hwee, Heidtmana, Keely,
terlibat dalam ERAD serta agen Hotamisligilc, Gkhan S., Glimcher,
antiinflamasi. Mekanisme konstruksi Laurie H. Dual and Opposing Roles of The
XBP1 dengan isolasi XBP1(u) dan Unfolded Protein Response Regulated by
dilanjutkan dengan mengubah menjadi IRE1 And XBP1 in Proinsulin Processing
XBP1(s). cDNA XBP1(s) ditranslokasi ke and Insulin Secretion. Proc Natl Acad Sci
vektor adenovirus. Administrasi dilakukan U S A. 2011;108(21):888590
dengan teknik injeksi intravitreal. 9. Madsen-Bouterse, S.A., Kowluru, R.A.,
Pemberian XBP1 mampu mengurangi Oxidative Stress and Diabetic Retinopathy:
ekspresi molekul adhesi ICAM-1, VCAM- Pathophysiological Mechanisms and
1, dan NF-B, setelah satu hari diberikan. Treatment Perspectives. Rev Endocr
Metab Disord. 2008;9(4):315-27.
DAFTAR PUSTAKA 10. Kolattukudy, PE., Niu, J. Inflammation,
1. De La Cruz, J. P., Gonzalez-Correa, J. A., Endoplasmic Reticulum Stress, Autophagy,
Guerrero, A., de la Cuesta, F. S. and the Monocyte Chemoattractant
Pharmacological Approach to Diabetic Protein-1/CCR2 Pathway. 2012;110:174-
Retinopathy. Diabetes-Metab Res Rev. 89
2004;20(2):91-113. 11. Marciniak, Stefan J., Ron, David.
2. Kowluru, Renu A., Chan, Pooi-See. 2007. Endoplasmic Reticulum Stress Signaling in
Oxidative Stress and Diabetic Retinopathy. Disease. Physiol Rev. 2006;86: 1133-49
Experimental Diabetes Research. 2007: 12. Hu, Ping, Han, Zhang, et al. Autocrine
43603. Tumor Necrosis Factor Alpha Links
3. T. Oshitari, N. Hata, S. Yamamoto. Endoplasmic Reticulum Stress to the
Endoplasmic Reticulum Stress and Membrane Death Receptor Pathway
Diabetic Retinopathy. Vasc Health Risk through IRE1- Mediated NF-B
Manag. 2008;4(1):115-22. Activation and Down-Regulation of TRAF2
4. Joussen, AM., Poulaki, V., Le, ML., Expression. Molecular and Cellular
Koizumi, K., Esser, C., Janicki, H., et all. Biology. 2006;26(8): 307184
A Central Role for Inflammation in The 13. Hu, Wei-Kun, Liu, Rong, Pei Han, Li, Bin.
Pathogenesis of Diabetic Retinopathy. 2012. Endoplasmic Reticulum Stress-
FASEB J. 2004;18:1450-2. Related Factors Protect against Diabetic
5. Poulaki, V. Joussen, AM., Mitsiades, N., Retinopathy. Experimental Diabetes
Mitsiades, C S. Iliaki, E F., Adamis, AP. Research.
Insulin-Like Growth Factor-I Plays a 14. Patel, Nishal. Targeting Leukostasis for the
Pathogenetic Role in Diabetic Treatment of Early Diabetic Retinopathy.
Retinopathy. Am J Pathol. Cardiovascular & Haematological
2002;165(2):457-69. Disorders-Drug Targets. 2009;9:222-9
6. Zhang, S. X. Li, J., Wang, J.J. 15. Kazuhiro Kimura et al. Delayed Disruption
Preconditioning with Endoplasmic of Barrier Function in Cultured Human
Reticulum Stress Mitigates Retinal Corneal Epithelial Cells Induced by Tumor
Endothelial Inflammation via Activation of Necrosis Factor- in a Manner Dependent

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 38


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

on NF-B. Investigative Ophthalmology 20. Busquets, Miguel. Intravitreal Injections:


& Visual Science. 2008;49(2):565-72 Technique and Infection Prophylaxis.
16. Bayat, H., Xu, S., Pimentel, D., Cohen, R. Medical Retina. 2007;19-20.
A., and Jiang, B. Activation of 21. Li, J., Wang, J.J., Yu, Q., Zhang, S.X.
Thromboxane Receptor Upregulates XBP1 Suppresses Pathological Retinal
Interleukin (IL)-1beta-Induced VCAM-1 Neovascularization via Inhibition of
Expression Through JNK Signaling. Integrin 3 and VEGF Pathways.
Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2008;28:127- University of Oklahoma HSC, Oklahoma,
34 OK.
17. Shinya, S., Kadokura, H., Imagawa, Y., 22. Zenga,L., Zampetakia,A., Margaritia,A.,
Inoue, M., Yanagitani, K., Kohno, K. Pepea, AE., Alama, S., Martina, D., Xiaoa,
Reconstitution and Characterization of The Wangb, W. Sustained Activation of XBP1
Unconventional Splicing of XBP1u mRNA Splicing Leads to Endothelial Apoptosis
in Vitro. Nucleic Acids Research. 2012;1- and Atherosclerosis Development in
10 Response to Disturbed Flow. PNAS.
18. Lee, A.H., Iwakoshi, N.N., Glimcher, L.H. 2009;106(20):8326-8331
XBP-1 Regulates a Subset of Endoplasmic 23. Kern, Timothy S. 2007. Contributions of
the Unfolded Protein Response Reticulum Inflammatory Processes to the
Resident Chaperone Genes. Mol. Cell. Development of the Early Stages of
Biol. 2003;23(21):7448 Diabetic Retinopathy. Experimental
19. Gehlbach, P., Demetriades, AM., Diabetes Research
Yamamoto, S., Deering, T., Duh, EJ., 24. Ozcan, U,. Cao, Q., Yilmaz, E., Lee, AH,.
Yang, HS., et all Periocular Injection of an Iwakoshi, NN., Ozdelen, E., Tuncman, G.,
Adenoviral Vector Encoding Pigment Grgn, C., Glimcher, LH., Hotamisligil,
Epithelium-Derived Factor Inhibits GS. Endoplasmic Reticulum Stress Links
Choroidal Neovascularization. Gene Ther. Obesity, Insulin action, and type 2
2003;10(8):637-46. diabetes. Science. 306(5695):457-61.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 39


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Potensi Teknologi Microentrapment-Hidrogel-2


Metoksiestradiol (MEH-2ME)
sebagai Supresor Hypoxia-Inducible Factor-1 (HIF-1)
dalam Upaya Preventif dan Kuratif Penanganan
Preeklamsia
Felita Surya Rini, Putu Dian Pratita Lestari, I Gst Agung Dwi Mahasurya*
Faculty of Medicine Udayana University
Korespondensi: felitasr@gmail.com
ABSTRAK
Saat ini preeklamsia (PE) masih menjadi penyebab utama komplikasi kehamilan serta
kematian pada ibu dan anak. Data WHO menunjukkan bahwa angka kejadian PE berkisar
antara 5-15% dari seluruh kehamilan di dunia. Modalitas terapi PE saat ini hanya besifat
simtomatis dan belum mampu mencegah komplikasi yang ditimbulkan. Profilaksis yang
tersedia pun masih dipertanyakan efektivitasnya. Patogenesis PE ditandai dengan invasi
trofoblas yang dangkal sehingga menimbulkan kondisi hipoksia persisten yang menyebabkan
peningkatan HIF-1. 2-ME merupakan metabolit estradiol yang mampu menginhibisi
translasi HIF-1. Supresi terhadap HIF-1 akan mencegah transkripsi gen yang diregulasi
oleh HIF-1 seperti ET-1, TGF-3, AT1-AA, SLFT-1 dan sENG yang berperan penting
dalam PE. Sayangnya, 2ME memiliki waktu paruh yang singkat. Enkapsulasi pada hidrogel
termodifikasi terhadap 2-ME mampu mempertahankan efek teraupetik 2-ME hingga 160 hari.
Pasca administrasi, 2-ME mampu menurunkan level HIF-1, meningkatkan sifat invasif dan
migrasi trofoblas yang dibutuhkan dalam perkembangan arteri uteroplasenta yang adekuat,
serta menurunkan tekanan darah dan level albumin urin maternal. Melihat efek klinis yang
sangat menjanjikan, kombinasi MEC-2ME dapat menjadi modalitas mutakhir dalam upaya
preventif dan kuratif penanganan PE.

Kata Kunci : Preeklamsia, invasi trofoblas, tekanan darah, proteinuria


ABSTRACT
Today, preeclampsia isone of the most frequent cause of complication and death for
mother and child. WHO showed that the prevalence of PE ranged between 5-15% among all
pregnancy in the world. Nowadays, therapy modality of PE merely symptomatic and have not
been able to prevent complications. The available prophylaxis is also still questionable. PE
pathogenesis is marked by shallow trophoblast invasion causing persistent hypoxia condition
that increase level of HIF-1. 2ME is estradiol metabolite working as an inhibitor of HIF-1
translation. Suppression toHIF-1 will inhibit gene transcription regulated by HIF-1 like
ET-1, TGF-3, AT1-AA, SLFT-1 dan sENG that play a mayor role in PE. Unfortunately,
2ME has a short half time. Hydrogel modified encapsulation to 2ME able to maintain
therapeutic effect of 2ME as long as 160 days. After admnsitration, 2-ME able to suppress the
level of HIF-1, promote invasive character and migration of trophoblast that is necessary for
adequate uteroplacenta artery development, and suppress maternal blood pressure and urin
albumin. By this promising clinical effect, combination MEC-2ME can be the latest modality
in preventive and curative management of PE.

Keywords: Pre-eclampsia, trophoblast invasion, blood pressure, proteiunuria.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 40


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

PENDAHULUAN level 2ME mengalami penurunan pada


Angka Kematian Ibu (AKI) PE.9
merupakan salah satu indikator yang Berbagai penelitian terbaru
menentukan derajat kesehatan masyarakat menunjukkan administrasi 2ME pada
pada umumnya.1 Oleh karena itu tidak penderita PE mampu meningkatkan sifat
heran apabila AKI menjadi salah satu invasif dan migrasi trofoblas dalam
target tujuan pembangunan millenium. membangun vaskularisasi arteri
Data statistik WHO menunjukkan AKI uteroplasenta yang adekuat yang pada
masih tergolong sangat tinggi. Pada tahun tahap akhir menyebabkan resolusi PE
2010, sebanyak 287 ribu wanita di dunia ditandai dengan penurunan tekanan darah
meninggal selama proses kehamilan dan dan albumin urin maternal melalui supresi
persalinan.2 Penyebab kematian ibu yang terhadap HIF-1.9,10 Melihat fungsi 2ME
paling umum di Indonesia yaitu perdarahan sebagai agen supresor HIF-1 dan
(28%), preeklamsia (PE) dan eklamsia vasodilasator serta sifat proangiogeniknya,
(24%), infeksi (11%), trauma obstetri (5%) maka administrasi 2ME pada ibu hamil
dan lain-lain (11%).1 Namun, berkat yang beresiko serta ibu hamil dengan PE
kemajuan bidang anestesi, teknik operasi, menjadi modalitas terapi yang
pemberian cairan infus dan transfusi, serta menjanjikan.
peranan antibiotik penyebab kematian ibu Namun kelemahan utama 2ME
karena pendarahan dan infeksi dapat adalah waktu paruhnya (t) yang pendek
diturunkan. Sebaliknya pada PE, minimnya yakni berkisar 1-2 hari saja sehingga
pengetahuan dan seringnya keterlambatan belum adekuat untuk dijadikan agen
mencari pertolongan menimbulkan AKI prevensi PE.9 Untuk mengatasi hal tersebut
akibat PE belum dapat diturunkan.3 makaaplikasi teknologi biomateri hidrogel
Modalitas terapi PE saat ini hanya yang termodifikasi menjadi pilihan yang
bersifat simtomatis dan lebih difokuskan sangat potensial. Hidrogel termodifikasi
dengan segera melahirkan bayi dan merupakan teknologi terbaru yang mampu
mengeluarkan plasenta bayi.4 Meskipun untuk mengatur pelepasan gradual
terapi yang telah ada saat ini mampu berkelanjutan regimen yang
mengontrol kejadian kejang atau eklamsia, dienkapsulasinyasampai dengan 160 hari.11
tetapi tingkat terjadinya komplikasi lanjut Dengan dukungan tersebut, upaya
serta kelahiran awal atau komplikasi meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan
neonatus berupa prematuria masih belum pengguna microentrapment hidrogel
bisa dihindari.5 (MEC)-2ME sebagai upaya preventif dan
Penelitian Soleymanlou dan kawan- kuratif dalam menekan penyakit PE dapat
kawan (2005) dan Rajakumar (2004) ditingkatkan secara signifikan.
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan PEMBAHASAN
level hypoxia-inducible factor-1a (HIF-1) Preeklampsia (PE)
pada plasma maternal yang mengalami Preeklamsia (PE) adalah suatu
PE.6,7 2-Metoksiestradiol (2ME) kondisi medis yang menimbulkan
merupakan komponen endogen dan hipertensi saat kehamilan (tekanan darah
metabolit nonpolar dari estradiol (E2) yang diastolik persisten 90 mmHg) serta
digenerasi dari 17-hidroksiestradiol via proteinuria ( 300 miligram / 24 jam). PE
catechol-Omethyl transferase (COMT).8 terjadi pada umur gestasi di atas 20 minggu
Pada wanita normal konsentrasi 2ME akan pada wanita yang sebelumnya
meningkat selama kehamilan. Namun, normotensi.12
berbagai penelitian menunjukkan bahwa HIF-1 menjadi kunci utama yang
menghubungkan patogenesis PE. HIF-1

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 41


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

merupakan regulator utama respon selular pertumbuhan, diferensiasi, serta fungsi dari
terhadap kadar oksigen rendah dan target organ.8
berperan penting terhadap homeostasis Microentapment Hidrogel
oksigen.13 Pada keadaan normoksia, level Hidrogel merupakan makromolekul
HIF-1 yang berlebihan akan didegradasi polimer hidrofilik dan memiliki daya difusi
oleh PDH2 dan FIH-1. Namun, aktivitas air yang tinggi. Bahan utama hidrogel
PDH2 dan FIH-1 akan terinhibisi dalam merupakan molekul air dan sisanya terdiri
keadaan oksigen rendah yang dari polimer selulosa. Tingginya kadar air
menyebabkan peningkatan level HIF-1 pada hidrogel menjadikan bahan ini baik
pada hipoksia. Pada hipoksia, HIF-1 akan dan cocok digunakan sebagai pelindung
memulai transkripsi berbagai gen yang dan penetralisir pada jaringan lunak untuk
berperan penting dalam patogenesis PE meminimalisasi kerusakan dan trauma
seperti transkripsi endothelin-1 (ET-1), daripada jaringan lunak.18 Perakitan
TGF-3, AT1-AA, SLFT-1 dan sENG.14 hidrogel dilakukan dalam temperatur
ET-1 merupakan vasokonstriktor ruangan sehingga menjadi kunci ketika
endogen poten yang berpartisipasi dalam berhadapan dengan protein yang
regulasi vascular tone pada PE.15 sFLT terdenaturasi dalam temperatur tinggi.
bertindak sebagai antagonis VEGF dan Selain itu, metode konstruksi danpreparasi
PIGF. Antagonis terhadap VEGF akan hidrogel relatif sederhana dan mudah
menginhibisi agen vasodilator seperti NO dilakukan. Hidrogel mampu untuk
dan prostasiklin. Antagonis terhadap mengatur pelepasan gradual berkelanjutan
VEGF dan PIGF juga mengganggu regimen yang dienkapsulasinya sampai
angiogenesis plasenta serta menyebabkan dengan 160 hari bulan.11 Hidrogel dapat
hipertropi sel endokapiler.16sENG melindungi protein sehingga tetap dalam
merupakan antagonis agen vasodilator keadaan bioaktif dalam jangka waktu yang
TGF-b1 juga memperkuat potensial aksi lama dan memungkinkan protein untuk
sFLT. TGF-3 menghambat diferensiasi tetap dalam bentuk asli.18
dan migrasitrofoblas,14 sedangkan AT1-AA
menyebabkan peningkatan sFLT-1, Mekanisme Kontruksi dan Administrasi
sEng,ET-1, serta molekul stres oksidatif.17 MEH-2ME sebagai Modalitas Terapi
Keseluruhan perjalanan penyakit Preventif dan Kuratif PE
diatas, jika ditelusuri lebih lanjut awalnya Mekanisme Kontruksi MEH-2ME
dimulai dari defisiensi catechol-Omethyl Dalam mekanisme kontruksi MEH-
transferase (COMT), enzim yang 2ME terlebih dahulu dilakukan tahap
mengubah 17-hidroksiestradiol menjadi persiapan dari 2ME. Pertama kali
2ME, menyebabkan penurunan level 2ME. dilakukan kultur sel dari 2ME pada
Secara fisiologis, 2 ME mampu matrigel (MG), lalu dicampurkan dengan
menurunkan lebel HIF-1a melalui inhibisi 2-mm dari polidimetilsiloksan (PDMS).9
terhadap translasi HIF-1a.14 Agar nantinya partikel 2ME mampu
2-Metoksiestradiol (2ME) spesifik bekerja pada plasenta, kultur sel
2-Metoksiestradiol (2ME) dari 2ME dicampurkan dengan sel marker
merupakan komponen endogen dan dari plasenta. Progenitor Endotel CD34+
metabolit nonpolar estradiol. 2ME dipilih untuk dicapurkan pada kultur 2ME
dihasilkan in vivo oleh catechol-O-methyl karena sel yang mengekpresikan CD34+
transferase (COMT), enzim yang umumnya ditemukan pada tali pusat dan
diekspresikan di jaringan plethora mamalia sumsum tulang.19
seperti liver, ginjal, otak, dan sel darah Setelah dilakukan kultur sel dari
merah. Estradiol merupakan kelompok 2ME dan sel marker plasenta (CD34+),
estrogen endogenus yang paling poten. dilanjutkan dengan mekanisme preparasi
Estrogen memberikan pengaruh pada hidrogel termodifikasi yang dilakukan

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 42


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

dengan metode ionotropic gelation cross- mampu memberikan efek protektif bagi
linking. Metode ini dipilih karena mudah yang mengonsumsinya. Jalur lain tidak
dilakukan dan tidak melibatkan dipilih mengingat kerentanan daripada ibu
penggunaan bahan kimia cross-linker, serta hamil, dimana jika dipilih jalur
tidak menggunakan pelarut organik yang intramuskular ataupun subkutan dapat
dapat mengubah stabilitas protein dan memicu efek jera terhadap pasien karena
temperatur tinggi yang merusak struktur terdapat saraf perasa sakit yang cukup
protein yang dibawa oleh hidrogel. banyak pada bagian tersebut.11,20,21
Persiapan kontruksi hidrogel dilakukan Berdasarkan penelitian invivo yang
dengan menggunakan sintesis dari bahan telah dilakukan oleh Soo Boong Lee dan
alami selulosa.20 Selanjutnya, dilakukan kawan-kawan (2010), dosis efektif yang
homogenisasi 2ME dan hidrogel yang digunakan pada tikus adalah 0.2 g/kg,
memiliki karakteristik berbeda. Hidrogel yang setelah dikonversikan menggunakan
memiliki sifat hidrofilik sedangkan 2ME rumus Reagan Shaw didapatkan dosis
bersifat hidrofobik. Pertama, diawali efektif pada manusia sebesar 0.032 g/kg
dengan mempersiapkan dasar ionik gelasi yang diadministrasikan setiap empat bulan
hidrogel dengan adanya Sodium untuk mendapatkan efek preventif dan
Tripolyposphate (TPP) sebagai kuratif terhadap PE.9,11,22 Dosis ini dipilih
mediumnya. Setelah itu, medium hidrogel karena mampu meningkatkan invasi dan
dicampurkan dengan material makrosiklik migrasi trofoblas secara optimal
host curcubit [8] (CB[8]). Material ini dibandingkan dengan dosis lainnya. Selain
nantinya mampu berperan sebagai taut itu, karena berasal dari bahan organik dan
silang untuk membentuk hidrogel sebagai molekul air, administrasi dengan MEH-
pembawa 2ME yang bersifat hidrofobik.11 2ME tidak memberikan efek samping yang
Selanjutnya, kultur sel dari berbahaya.11
campuran 2ME dan sel marker plasenta
CD34+ dengan konsetrasi masing-masing Farmakokinetik dan Farmakodinamik
10% dan 20% (w/w) ditambahkan pada MEH-2ME sebagai Modalitas Terapi
larutan hidrogel termodifikasi secara Preventif dan Kuratif PE
terpisah untuk pembentukan nanopartikel Farmakokinetik MEH-2ME) sebagai
yang akan dienkapsulasi. Setelah 10 menit, Modalitas Terapi Preventif dan Kuratif PE
0,9 g kalsium klorida ditambahkan ke Didalam tubuh, mobilisasi estradiol
suspensi kemudian diaduk selama 20 diperantarai oleh transporter ATP-binding
menit. Nanopartikel diisolasi dengan cassette (ABC) yang bertanggung jawab
sentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm dalam mobilisasi estradiol.23 MEH-2ME
selama 45 menit sehingga membentuk mengandung perpaduan antara 2-ME
presipitasi. Pretisipasi disuspensikan dengan sel marker CD 34+. Sel marker CD
didalam distilasi ganda, lalu disentrifugasi 34+ akan memandu MEH-2ME menuju
dan dikeringkan pada suhu 37oC sehingga uterin.19 Di tubuh, MEH-2ME akan
terbentuk microentrapment-hidrogel-2ME dimetabolisme oleh UGT1A1 di
(MEH-2ME).11 duodenum, ileum, kolon, dan liver. Dengan
Mekanisme Administrasi proporsi rasio metabolisme terbanyak
Microentrapment-Hidrogel-2- terjadi pada liver, kemudian pada
Metoksiestradiol duodenum. Hal ini disebabkan oleh
Dengan mempertimbangkan alasan pengaruh dari luas permukaan, residence
kenyamanan penggunaan, jalur oral time dari obat di organ, level ekspresi
menjadi pilihan utama administrasi MEH- enzim, dan konsetrasi obat yang
2ME. Penelitian yang dilakukan oleh Erik menentukan paparan obat kepada enzim.
dan kawan-kawan (2012) menunjukkan Metabolisme MEH-2ME dilakukan
bahwa administrasi 2ME secara oral melalui tahapan glucoronidation di hepar.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 43


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Klirens hepatik dari MEH-2ME sebesar homeostasis glomerolus ginjal.16 Supresi


712 ml/menit, separuh dari aliran darah terhadap sENG akan meningkatkan
hepatik. Jumlah ini sudah termasuk tekanan darah melalui aktivasi jalur eNOS
metabolisme estrogen fase 1 dan II yang oleh TGF-b1.14 Downregulation AT1-AA
telah dilaluinya. Nantinya, MEH-2ME akan menurukan jumlah molekul stres
akan dieskresikan melalui orin dimana 1% oksidatif dan ikut mensupresi HIF-1a dan
dari hasil metabolisme MEH-2ME berupa mencegah hiperplasia dan hipertrofi sel
glukoronida ditemukan pada urin setelah otot polos vaskular.14,17 ET-1 merupakan
administrasi oral 800 mg MEH-2ME.24 vasokontstriktor poten sehingga inhibisi
Farmakodinamik MEH-2ME sebagai terhadap ET-1 akan menurunkan tekanan
Modalitas Terapi Preventif dan Kuratif PE darah maternal.15
Mekanisme MEH-2ME dalam membantu
invasi plasenta dilakukan dengan
menurunkan ekspresi dari HIF-1 pada sel
sitotrofoblas.14 MEH-2ME menurunkan
ekspresi HIF-1 pada tahap pascatranlasi
mitosis dengan menganggu mikrotubul
interfase.25 Mekanisme ini diawali dengan
interaksi antara MEH-2ME dengan situs
pengikatan tubulin menyebabkan HIF-1
tidak dapat berikatan dengan mikrotubul.
Mikrotubul diperlukan oleh HIF-1 untuk
translasi mRNA serta transport protein
HIF-1 ke nukleus yang akan
mengaktifkan gen-gen yang dapat memicu
PE.8,25
Terganggunya mikrotubul oleh
MEH-2ME menyebabkan keluarnya Gambar 1. Efek yang Ditimbulkan dari
mRNA HIF-1 dari polisom dan menuju Penurunan HIF-1
P-bodies. P-bodies merupakan lokasi Efek Klinis Pascaadminsitrasi MEH-
represi translasi di sitoplasma. Gangguan 2ME) sebagai Modalitas Terapi PE
pada mikrotubul akan meningkatkan Penelitian Lee, dkk membuktikan
jumlah dari P-bodies. Terhambatnya efek 2-ME dalam mensupresi HIF-1.
translasi dari HIF-1 menyebabkan Sebanyak 0,2 dan 0,5 M 2-ME
akumulasi mRNA HIF-1 pada sitoplasma diadministrasikan terhadap sel trofoblas
yang terus-menerus. Hal ini akan hipoksia secara invitro. Setelah 95 jam, sel
menyebabkan kerusakan pada translasi trofoblas yang mendapat 2ME mengalami
HIF-1. Represi translasi secara terus penurunan level HIF-1 hingga 50% yang
menerus akan menyebabkan terganggunya pada analisis western blot tampak sebagai
sintesis HIF-1.25 blok yang memudar dibandingkan dengan
Supresi terhadap HIF-1 mencegah kontrol.9
transkripsi gen yang diregulasi oleh HIF-
1 seperti ET-1, TGF-3, AT1-AA, SLFT-
1 dan sENG yang penting dalam
patogenesis PE.14 Downregulation dari
TGF-3 meningkatkan diferensisasi dan
invasi trofoblas. Supresi terhadap sFLT-1
akan meningkatkan VEGF dan PIGF yang
merupakan agen pro-angiogenik dan
vasodilator poten, sertamempertahankan

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 44


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Segala mekanisme pemulihan


tersebut pada akhirnya berujung pada
resolusi PE. Hal ini ditunjukkan dengan
penurunan tekanan darah pasca
administrasi 2 ng 2ME. Pada tikus hamil
COMT-/-, administrasi 2-ME berhasil
mempertahankantekanan darah maternal
tetap normal hingga akhir kehamilan.
Fakta ini mendukung fungsi 2-ME sebagai
agen vasodilasator. Administrasi 2ME juga
mampu menurunkan proteinuria.Eksresi
Gambar 2. Level HIF-1a mengalami albumin urin tikus COMT-/- yang
penurunan pasca administrasi HIF-1 9 mendapat 2 ng 2ME subkutan jauh lebih
rendah dari kontrol bahkan mendekati
Administrasi 2-ME juga mampu normal. Fakta ini didukung hasil analisis
meningkatkan sifat invasif dan histologi ginjal dimana tidak ditemukanlesi
kemampuan migrasi trofoblas sehingga glomerular ultrastruktur seperti lepasnya
memungkinkan untuk menciptakan sistem sel endotel glomerular, pembengkakan,
vaskularisasi plasenta yang adekuat.14 maupun vakuolisasi pada tikus yang
Administrasi 2-ME sebanyak 0,5 M mendapat 2-ME.10
secara invitro selama 95 jam dalam
konsentrasi oksigen 2,5% mengubah
fenotip sel trofoblas dari non invasif
menjadi invasif yang digambarkan dengan
penjuluran dendrit yang memanjang
hingga matrigel (MG). Selain itu, Pada
keadaan hipoksia, 2-ME mampu
meningkatkan jumlah sel trofoblas yang
bermigrasi hingga 3 kali lipat
dibandingkan tanpa 2-ME.9

Gambar 04. A) Tekanan darah sistolik


sampel; B) Colorimetric
assay urin albumin sampel 10

SIMPULAN
Mekanisme kontruksi MEH-2ME
menggunakan metode gelasi ionotropik
Gambar 03. A-D) Peningkatan sifat silang. MEH-2ME diadministrasikan
invasif trofoblas peroral dengan dosis potensial 0,032 g/kg
pascaadministrasi HIF-1a; E) untuk 4 bulan terapi. MEH-2ME
Hasil hoyden chamber assay didistribusi oleh transporter ABC dan
dalam menilai migrasi dimetabolisme di hepar. MEH-2ME
trofoblas; p < 0,059 memiliki sel marker CD34+ yang akan
memandu MEH-2ME menuju uterin.
Metabolisme MEH-2ME nantinya

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 45


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

disekresi melalui urin. MEH-2ME bekerja 4. Ghulmiyyah, L. dan Sibai, B. 2012.


secara efektif mencegah dan mengobati PE Maternal mortality from
melalui supresi terhadap HIF-1 dengan preeclampsia/eclampsia. Seminars in
cara menginhibisi translasi HIF-1. Perinatology. 36(1): 569.
Supresi terhadap HIF-1 akan mencegah 5. Osungbade, O.K. dan Ige, O.K. 2011.
transkripsi gen yang diregulasi oleh HIF- Public heath perspectives of
1 seperti ET-1, TGF-3, AT1-AA, SLFT- preeclampsia in developing countries:
1, dan sENG yang berperan penting dalam implication for health system
menyebabkan manifestasi klinis PE. MEH- strengthening. Journal of Pregnancy,
2ME meningkatkan bioavailabilitas, waktu 58(81): 451-8.
paruh, stabilisasi regimen, serta 6. Soleymanlou, N., Jurisica, I., Nevo,
mempertahankan rilis dari 2ME. Efek O., Ietta, F., dkk. 2005. Molecular
terapi MEH-2ME berupa peningkatan Evidence of Placental Hypoxia in
proliferasi, sifat invasif, dan invasi Preeclampsia. The Journal of Clinical
trofoblas, penurunan tekanan darah Endocrinology & Metabolism,
maternal, penurunan kadar protein urin, 90(7):4299308.
dan membangun arteri uteroplasenta yang 7. Rajakumar, A., Brandon, H.M.,
adekuat. Daftary, A., Ness, R., Conrad, K.P.
2004. Evidence for the
SARAN functional activity of hypoxia-
Masih dibutuhkan evaluasi klinis terkait inducible transcription factors
efektivitas kombinasi dan metode overexpres.sed in preeclamptic
konstruksi MEH-2ME sehingga dapat placentae. Placenta, 25: 7639.
menghasilkan efek klinis yang lebih 8. Escuin, D., Kline, E.R., Giannakakou,
bermakna. Selain itu, perlu dilakukan P. 2012. Both Microtubule-Stabilizing
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui and Microtubule-Destabilizing Drugs
pemilihan dosis kombinasi, lama terapi, Inhibit HypoxiaInducible Factor-1 a
dan efek buruk MEH-2ME terutama pada Accumulation and Activity by
hewan coba yang lebih tinggi sehingga Disrupting Microtubule Function.
potensi MEH-2ME menjadi lebih aplikatif. Cancer Res., 65:9021-8.
Perlunya kerja sama seluruh komponen 9. Lee, S.B., Wong, A.P., Kanasaki, K.,
akademisi, pemerintah, dan masyarakat dkk. 2010. Preeclampsia: 2-
untuk dapat mengembangkan methoxyestradiol induces
nanoteknologi khususnya hidrogel. cytotrofoblas invasion and vascular
development specifically under
DAFTAR PUSTAKA hypoxic conditions. Am J Pathol,
1. Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan 176(2):71020.
Indonesia 2008. Jakarta: Departemen 10. Kanasaki, K, Palmsten K, Sugimoto
Kesehatan Republik Indonesia. H, dkk. 2008. Deficiency in catechol-
2. World Health Organization. 2010. O-methyltransferase and 2-
Maternal Health : Maternal Mortality methoxyestradiol is associated with
Indicator and Maternal Mortality preeclampsia. Nature,
Ratio. Report of WHO. URL: 453(7198):111721.
http://www.who.int/healthinfo/statistic 11. Appel, E.A., Loh, X.J., Jones, S.T.,
s/indmaternalmortality/en/ [Akses : 20 Dreiss, C.A., Scherman, O.A. 2012.
Maret 2013] Release of Protein From High Water
3. Sibai, B., Dekker, G., dan Content Supramolecular Polymer
Kupferminc, M. 2005. Pre- Hydrogels. Biomaterial Elservier
eclampsia.TheLancet 9461: 78599. Journal, 33: 4646-52

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 46


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

12. World Health Organization. WHO 19. Furness, S.G., dan McNagny, K.
recommendations for Prevention and Beyond mere markers: functions for
treatment of pre-eclampsia and CD34 family of sialomucins in
eclampsia. Geneva: WHO Press; hematopoiesis. Immunol. Res.
2011. 2006;34(1):1332.
13. Semenza, G.L. Life with Oxygen. 20. Peng Ke, dkk. CyclodextrinDextran
Science. 2007;318(5847):62-4. Based In Situ Hydrogel Formation: A
14. Tal, Reshef. The Role of Hypoxia and Carrier For Hydrophobic Drugs. Soft
Hypoxia-Inducible Factor-1Alpha in Matter. 2010;6:857.
Preeclampsia Pathogenesis. Biology 21. Chen MC, dkk. A nanoscale drug-
Of Reproduction. 2012;87(6):13418. entrapment strategy for hydrogel
15. Fiore, G., Florio, P., Micheli L. based system for the delivery of poorly
Endothelin-1 Triggers Placental soluble drug. Biomaterials.
Oxidative Stress Pathways: Putative 2009;30:2010-11.
Role in Preeclampsia. The Journal of 22. Reagan-Shaw, S, Nihal, M., Ahmad,
Clinical Endocrinology & N. Dose translation from animal to
Metabolism. 2005;90(7):420510. human studies revisited. Epub.
16. Maynard, S.E., Min, J.Y., Merchan,J., 2008;22(3):659-61.
dkk. Excess placental soluble fms-like 23. Schinkel AH, Jonker JW. Mammalian
tyrosine kinase 1 (sFlt1) may Drug Efflux Transporters of the ATP
contribute to endothelial dysfunction, Binding Cassette (ABC) Family: an
hypertension, and proteinuria in Overview. Adv Drug Deliv Rev.
preeclampsia. J Clin Invest. 2003;55:329.
2003;111(5):64958. 24. Lakhani NJ, Sparreboom A, Xu X,
17. Herse, F. Angiotensin II Type 1 Veenstra TD, Venitz J, Dahut WL,
Receptor Autoantibody (AT1-AA)- Figg WD. Characterization of in Vitro
Mediated Pregnancy Hypertension. and in Vivo Metabolic Pathways of the
American Journal of Reproductive Investigational Anticancer Agent, 2-
Immunology. 2012;69:4138. Methoxyestradiol. J Pharm Sci.
18. Efrizal. The Effect Of Hydrogel 2007;96:182131.
Dressing Copolymer 25. Marisa C, Aurora OBrate, Paraskevi
Poli(Vinylpirrolidone) (Pvp) - - G. Microtubule disruption targets
Carrageenan Prepared By Radiation HIF-1 mRNA to cytoplasmic P-
And Healing Times On The Radius bodies for translational repression. J.
Reductions Burn Injuried Of Wistar Cell Biol. 2011;192:18399.
White Rat. Indo. J. Chem.
2008;8(2):27128.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 47


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Analisis Potensi Curcumin Kunyit (Curcuma longa)


Sebagai Agen Neuroproktektor, Antiinflamasi, dan
Antioksidan: Inovasi Pengembangan Terapi yang Efektif
pada Penderita Alzheimer
Surya Wijaya,* Muthmainnah Arifin*
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Korespondensi: suryawijaya_102@yahoo.com

ABSTRAK
Alzheimer merupakan gangguan demensia yang paling sering dialami oleh penduduk di seluruh dunia.
Alzheimer tidak hanya menyumbang angka komplikasi, kecacatan, dan kematian yang cukup tinggi, namun
penyakit ini juga berimplikasi pada aspek psikiatri dan ekonomi. Sayangnya, hingga saat ini belum ada
penatalaksanaan medis yang mampu untuk mengobati Alzheimer secara efektif. Salah satu tanaman herbal yang
dapat dimanfaatkan sebagai terapi Alzheimer adalah kunyit (Curcuma longa) dengan komponen utamanya
berupa curcumin. Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja dan potensi
aplikasi curcumin kunyit sebagai terapi bagi penderita Alzheimer. Metode pengumpulan data karya tulis ini
adalah dengan melakukan studi literatur, sedangkan metode analisis data dengan cara induktif.
Curcumin dapat berpotensi sebagai penatalaksanaan Alzheimer karena berfungsi sebagai agen neuroprotektor
dengan menghambat siklus pembentukan protein -amiloid dan protein tau, menurunkan aktivitas -secretase
dan asetikolinesterase, serta antidislipidemia. Curcumin juga berperan sebagai antiinflamasi melalui efek inhibisi
aktivitas NF-kB, COX-2, lipooksigenase, AP-1, iNOS dan Egr-1. Selain kedua efek itu, curcumin berpotensi
sebagai agen antioksidan dengan dengan menurunkan aktivitas lipid peroksidase, jumlah ROS, dan stress
oksidatif yang diinduksi oleh homosistein. Hal ini menunjukkan bahwa curcumin kunyit memiliki potensi kuat
untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi alternatif terapi Alzheimer.

Kata kunci: Alzheimer, antiinflamasi, curcumin, kunyit, neuroprotektor

ABSTRACT
Alzheimer is the most common type of dementia disorders affecting people all over the world. Alzheimer not
only contribute to complications, disability, and high mortality rate, but also has implications in psychiatry and
economic aspects. Unfortunately, until now there is no medical management to treat Alzheimer effectively. One
of the herbs that is used as Alzheimer therapy is turmeric (Curcuma longa) with its main components, curcumin.
The aim of paper writing is to investigate the mechanism and potential applications of turmerics curcumin as
innovative therapy for Alzheimer patient. Data collection methods is literature study, whereas data analysis
method is inductive.
Curcumin has potential as management modality of Alzheimer because it serves as a neuroprotective agent by
inhibiting the formation protein -amyloid and tau protein cycle, decreasing the activity of -secretase and
acetilcolinesterase, and antidislipidemia. Curcumin also acts as an anti-inflammatory agent through inhibition of
NF-kB activity, COX-2, lipooxygenase, AP-1, iNOS, and Egr-1. In addition to these two effects, curcumin also
has potential as an antioxidant agent through lowering activity of peroxidase, reactive oxygen species (ROS) and
oxidative stress induced by homocysteine. This suggests that turmerics curcumin has strong potential for further
development into alternative Alzheimer therapies.

Keywords: Alzheimer, anti-inflamatory, curcumin, turmeric

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 48


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

PENDAHULUAN penyebab kematian ke-9 di Amerika


Alzheimer adalah penyakit Serikat. Kematian akibat Alzheimer
neurodegeneratif yang ditandai oleh meningkat 32,8% dari tahun 2000 sampai
penurunan memori dan kognitif, gangguan tahun 2004, sedangkan penyebab kematian
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, karena semua jenis demensia meningkat
serta gangguan perilaku dan dari 49.558 kematian pada tahun 2000
1
neuropsikiatri. Keadaan ini ditunjukkan menjadi 65.829 kematian pada tahun 2004.
dengan kemunduran fungsi intelektual dan Sebaliknya, kematian karena penyakit
emosional secara progresif dan perlahan jantung koroner, kanker payudara, kanker
sehingga mengganggu kegiatan sosial prostat, dan stroke mengalami penurunan
sehari-hari.2 pada periode yang sama.3,5
Penyakit Alzheimer merupakan Penyakit Alzheimer tidak hanya
gangguan demensia yang paling sering berimplikasi secara medis, namun juga
terjadi di berbagai negara dunia. pada aspek ekonomi. Biaya yang
Organisasi Alzheimer Internasional dikeluarkan oleh pemerintah Amerika
mencatat sekitar 4,6 juta kasus demensia Serikat untuk mengatasi penyakit ini
baru dilaporkan di dunia tahun 2001 atau sangat besar, diperkirakan antara US$
muncul tujuh kasus baru setiap tujuh detik. 83,9-100 milyar dolar per tahun. Biaya
Pada tahun 2050, jumlah penderita yang diperkirakan ini, termasuk biaya
demensia diperkirakan mencapai 100 juta perawatan akibat hilangnya produktivitas
orang di dunia.3 Berbagai penelitian kerja (caregivers fee), biaya tekanan jiwa
menunjukkan laju insidensi penyakit untuk anggota keluarga pasien akibat
Alzheimer meningkat secara eksponensial masalah-masalah kesehatan, perawatan di
seiring dengan bertambahnya umur dan rumah (homecare), dan perawatan jangka
mencapai 20-40% populasi yang berusia panjang (long term care).4
85 tahun atau lebih.4 Permasalahan penyakit Alzheimer
Prevalensi penyakit Alzheimer juga saat ini terkait terapi Alzheimer yang ada
cukup tinggi di negara Asia Pasifik, saat ini. Terapi farmakologis Alzheimer
termasuk di Indonesia. Pada tahun 2005 berupa obat penghambat kolinesterase,
penderita demensia di kawasan Asia estrogen, antioksidan, dan obat anti-
Pasifik berjumlah 13,7 juta orang. inflamasi masih memiliki keterbatasan dan
Kejadian demensia di Indonesia pada masih terdapat efek samping.
tahun 2005 yaitu 606.100 orang. Angka ini Saat ini memang obat penghambat
diperkirakan akan terus meningkat seiring kolinesterase masih menjadi pilihan terapi
dengan peningkatan usia harapan hidup.5 untuk pasien. Namun, obat ini masih
Alzheimer menyebabkan angka memiliki keterbatasan berupa harga yang
kecacatan (morbiditas) yang cukup tinggi relatif mahal dan toksisitas yang cukup
karena, seiring dengan berkembangnya banyak, seperti nausea, diare, muntah,
penyakit, pasien Alzheimer akan insomnia, fatique, keram, toksisitas hepar,
mengalami disabilitas berat. Kemampuan dan gejala gastrointestinal.2,4
pasien menjadi terbatas dan tidak mampu Penelitian observasional prospektif
untuk mengurus kebutuhan dasar mereka memberi kesan efek protektif terapi sulih
atau untuk mengenali anggota keluarganya hormon estrogen. Namun, kecemasan
sehingga mereka sangat tergantung pada terhadap adanya risiko kanker pada
orang lain.6 Penderita Alzheimer sering pemakaian estrogen masih mengganggu.
mengalami disorientasi sehingga mereka Selain itu, harganya mahal dan data saat ini
mudah jatuh yang mengakibatkan fraktur masih dianggap kurang cukup masih
tulang.7 menjadi kendala untuk merekomendasikan
Angka kematian pada Alzheimer terapi sulih hormon bagi terapi
pun cukup tinggi. Alzheimer merupakan Alzheimer.2,4

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 49


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Antioksidan pun dilaporkan memiliki efek antiinflamasi dengan


mempunyai khasiat, tetapi harganya mahal menghambat aktivitas NF-kB,
dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.2 siklooksigenase-2 (COX-2) dan
Terapi lainnya, seperti obat anti-inflamasi lipooksigenase yang terlibat dalam proses
non-steroid (OAINS) memiliki khasiat sintesis zat-zat pro-inflamasi.9 Curcumin
ringan terhadap perbaikan memori. juga berfungsi sebagai antioksidan karena
Namun, saat ini penggunaan OAINS tidak menghambat aktivitas lipid peroksidase
dapat direkomendasikan bagi Alzheimer dan jumlah spesies oksigen reaktif (ROS),
karena bukti khasiatnya belum menurunkan stress oksidatif yang diinduksi
memadai dan tidak langsung, sementara homosistein, serta mengurangi jumlah
toksisitas obat ini cukup besar, meliputi kalsium interseluler dan hiperfosforilasi
toksisitas pada saluran percernaan, hati, protein tau.11,13
dan ginjal.8,9 Kombinasi dari berbagai
Secara keseluruhan, terapi mekanisme kerja ini dapat memberikan
Alzheimer di atas belum mampu secara efek perbaikan fungsi kognitif dan perilaku
efektif dan efisien menangani penyakit pada pasien Alzheimer. Selain itu,
Alzheimer. Oleh karena itu, perlu curcumin terbukti aman untuk dikonsumsi
penatalaksanaan multifungsi dengan karena tidak dijumpai toksisitas atau
keefektifan yang tinggi dan efek samping toksisitas yang minimal pada penelitian
yang minimal sebagai terapi pilihan binatang maupun manusia.10
Alzheimer. Curcumin diduga memiliki potensi
Indonesia memiliki lebih kurang untuk digunakan sebagai terapi yang
30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies efektif dangan efek samping yang minimal
di antaranya termasuk tumbuhan pada penderita alzheimer. Oleh karena itu,
berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan perlu dikaji lebih lanjut mengenai
oleh industri jamu tradisional) merupakan mekanisme kerja dan potensi tersebut
potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. dengan menggagas karya tulis yang
Kemandirian bangsa Indonesia yang kaya berjudul Analisis Potensi Curcumin
akan bahan obat tradisional mendorong Kunyit (Curcuma longa) sebagai Agen
masyarakat untuk memanfaatkan program Neuroproktektor, Antiinflamasi, dan
back to nature sebagai pengobatan herbal Antioksidan: Inovasi Pengembangan
alternatif.10 Salah satu tanaman herbal Terapi yang Efektif pada Penderita
yang dapat dimanfaatkan sebagai terapi Alzheimer.
Alzheimer adalah kunyit (Curcuma longa).
Curcumin dalam kunyit berperan PEMBAHASAN
sebagai multiple agent, yaitu agen Potensi Curcumin sebagai Agen
neuroprotektor, antioksidan, antiinflamasi, Neuroprotektor pada Pasien
dan antikoagulan, serta dapat menembus Alzheimer
sawar darah-otak sehingga dapat mencapai Curcumin berperan sebagai
konsentrasi puncak yang cukup signifikan. neuroprotektor karena berperan dalam
Keempat potensi yang dimiliki curcumin, siklus pembentukan protein -amiloid
membuat curcumin dalam kunyit dapat (A). Curcumin dapat berperan sebagai
dijadikan terapi multifungsi pada antiagregrasi A karena curcumin
alzheimer.9,11-13 menghambat pembentukan fibriler A
Curcumin dapat berperan sebagai yang berasal dari A40 dan A42 dan
agen neuroprotektor karena berperan mengganggu stabilisasi fibril A yang
sebagai antiagregrasi A, inhibitor - belum terbentuk (EC50 = 0,19-0,63
secretase serta penghambat pembentukan M).11,14 Curcumin pun terbukti secara in
protein tau, dan aktivitas vivo dan in vitro dapat mencegah
asetilkolinesterase.11,12 Curcumin terbukti pembentukan dan mengurangi toksisitas

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 50


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

oligomer A42 pada masing-masing vitro, curcumin terbukti memiliki efek


konsentrasi 13,6 mol/g dan 0,1-1,0 M inhibisi terkuat jika dibandingkan dengan
dengan IC50 = 361.11 38.91 M.15,16 214 komponen lain dengan IC50 = 0.25
Selain itu, dalam sebuah percobaan in g/mL = 0.679 M.17

Gambar 1. Efek Inhibisi Curcumin pada (A & B) Pembentukan Fibril Protein A40 dan
A40 (C & D) Agregrasi Fibril Protein A40 dan A40.11
Curcumin memiliki efek inhibisi - sel neuron, 330 M curcumin terbukti
secretase karena curcumin menurunkan menurunkan upregulasi BACE-1 sekaligus
ekspresi enzim yang berperan dalam menurunkan ekspresi mRNA protein
pembentukan A, yaitu -secretase dan - prekursor A dan BACE-1.18 Penelitian
site APP-cleaving enzyme 1 (BACE-1). lain juga menemukan bahwa 130 M
Kedua enzim ini berperan dalam curcumin mengurangi produksi A yang
pemecahan molekul protein prekursor A diinduksi oleh spesies oksigen reaktif dan
yang berperan dalam pembentukan protein 20 M mencegah perubahan struktur A
A.11 Pada suatu penelitian dengan kultur yang bersifat toksik bagi otak.19

Gambar 2. Efek Curcumin dalam menurunkan (A) protein -amiloid tidak larut total; (B)
plak amiloid; (C) protein -amiloid larut.9

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 51


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Gambar 3. Perbandingan Efek Pemberian Curcumin terhadap Plak Mikroglia; kanan


penurunan plak mikroglial pada lapisan membran dalam dan lapisan membran
dalam (lapisan kortikal dan hipokampus); kiri ring 1= tanpa pemberian
curcumin; ring 2 = pemberian curcumin9
Kombinasi kedua efek di atas plasma.12 Data dari penelitian pada
mengurangi kerusakan oksidatif dan sepuluh sukarelawan sehat yang diberi 500
kehilangan sinaptofisin yang disebabkan mg curcumin selama 7 hari menghasilkan
oleh deposit protein A dan meningkatkan penurunan bermakna kadar lipid
proteksi terhadap mikroglial pada struktur peroksidase serum (33%), peningkatan
yang berdekatan dengan deposisi protein kolesterol HDL (29%), dan penurunan
A. Hal ini yang selanjutnya mengurangi kadar serum kolesterol total (12%).10
defisit memori spasial pada penderita Perbaikan profil ini berkorelasi positif
Alzheimer.11 dengan penghambatan deposisi protein -
Tidak hanya berperan dalam siklus amiloid dan progresivitas penyakit pada
pembentukan protein A, curcumin juga pasien Alzheimer.12
mempengaruhi pembentukan protein tau
dan aktivitas asetilkolinesterase. Curcumin Potensi Curcumin sebagai Antiinflamasi
terbukti dapat menurunkan protein tau pada Pasien Alzheimer
terfosforilasi pada membran neuron Curcumin terbukti memiliki efek
hipokampus karena menurunkan ekspresi antiinflamasi yang berperan penting dalam
kinase terminal c-Jun-N dan substrat patogenesis Alzheimer. Curcumin dapat
reseptor insulin-1 (IRS-1) menghambat aktivitas NF-kB, COX-2, dan
terfosfolirasi.19,20 Hal ini menyebabkan lipooksigenase yang terlibat dalam proses
perbaikan perilaku pada penyandang sintesis zat-zat pro-inflamasi, seperti
Alzheimer. Selain itu, curcumin terbukti leukotrin, prostaglandin, dan tromboksan.12
menghambat aktivitas asetilkonesterase Aktivitas inhibisi terhadap tromboksan A-2
(AChE) secara in vitro dengan IC50 = juga sekaligus menghambat agregrasi
21
67.69 M. platelet yang mencegah faktor risiko dan
Curcumin memperbaiki profil lipid perburukan Alzheimer akibat gangguan
dengan memodifikasi kadar lipid vaskularisasi pada otak.10,12 Aktivitas
peroksidase serum, kolesterol HDL, dan antiinflamasi curcumin pun setara dengan
kadar serum kolesterol total. Pada sebuah obat antiinflamasi steroid dan
penelitian, pemberian 500 mg curcumin nonsteroid, seperti indometasin dan
selama 7 hari terbukti menurunkan kadar fenilbutazon.12
kolesterol karena meningkatkan aktivitas Curcumin terbukti menghambat
kolesterol-7-hidroklase dan transkripsi yang diperantarai oleh protein
meningkatkan katabolisme kolesterol aktivasi-1 (AP-1) secara in vitro dan
melalui mobilisasi -tocopherol dari menekan aktivitas inducible nitric oxide
jaringan lemak serta peningkatan transpor synthase (iNOS) pada makrofag yang
kolesterol LDL dan VLDL dalam teraktivasi yang selanjutnya akan menekan

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 52


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

produksi sitokin yang menginduksi karbohidrat) dijumpai pada otak, cairan


inflamasi.9,11 Suatu penelitian dengan serebrospinal, darah, dan/atau urin pasien
menggunakan sel PBM dan THP-1 Alzheimer.12 Curcumin mencegah
melaporkan bahwa curcumin (12,5-25 M) kerusakan DNA fibroblas pada tikus
menekan early growth response-1 dengan menghambat aktivitas lipid
(Egr-1), yang selanjutnya menurunkan peroksidase dan jumlah spesies oksigen
ekspresi sitokin (TNF- dan IL-1) reaktif (ROS) serta mengurangi jumlah
dan kemokin (MIP-1, MCP-1, dan kalsium interseluler dan hiperfosforilasi
IL-8).9,22 protein tau. Curcumin juga dilaporkan
melindungi sel PC12 (ED50 = 7,1 g/mL)
dan sel endotel vena umbilikalis manusia
(ED50 = 6,8 g/mL) dari oksidan.43
Bahkan, curcumin terbukti memiliki
aktivitas antioksidan yang lebih poten
dibandingkan dengan alfa-tocopherol
dalam menurunkan jumlah kation
radikal.12
Gambar 4. Efek (a) Curcumin dosis Curcumin juga menurunkan stress
rendah dan (b) Curcumin oksidatif yang diinduksi oleh homosistein
dosis tinggi terhadap dengan menurunkan kadar malondialdehid
Penurunan Kadar IL-1 9 (MDA) dan anion superoksida (SOA) serta
meningkatkan ekspresi enzim antioksidan,
Potensi Curcumin sebagai Antioksidan seperti glutation peroksidase (GSH-Px)
pada Pasien Alzheimer dan superoksida dismutase (SOD).
Terdapat hubungan antara Kedua efek ini mengurangi neuro-
kerusakan oksidatif dengan perkembangan toksisitas homosistein, mengurangi
penyakit Alzheimer. Peningkatan berbagai apoptosis neuron hipokampus, dan
kadar molekul organik dalam bentuk memperbaiki defisit memori.10,13
teroksidasi (lipid, protein, DNA, dan

Gambar 5. Efek Berbagai Konsentrasi Curcumin terhadap Penurunan Konsentrasi


Malondialdehid (kiri) dan Diformazan, Anion Superoksida (kanan).13

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 53


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Gambar 6. Perbandingan Struktur Girus Dentat Hipokampus pada Kontrol dan Pasien
dengan Homosisteinemia tanpa dan dengan Pemberian Curcumin (A)
Pengecatan Hematoksilin dan Eosin; (B) Pengecatan imunohistokimia.13

Analisis Potensi dan Toksisitas untuk digunakan sebagai modalitas terapi,


Curcumin Kunyit (Curcuma Longa) namun tidak dapat diproduksi dan
sebagai Terapi Alzheimer digunakan pada manusia karena memiliki
Di Indonesia, kunyit merupakan toksisitas yang tinggi pada dosis
salah satu tanaman rempah dan obat asli efektifnya.25
dari wilayah Asia Tenggara. Khasiat Curcumin terbukti aman untuk
fitofarmaka kunyit di atas telah terbukti dikonsumsi karena tidak dijumpai
secara klinis, baik in vivo maupun in vitro. toksisitas atau toksisitas yang minimal
Bahkan, khasiat curcumin kunyit telah pada penelitian binatang maupun manusia.
mendapat pengakuan dari World Health Monyet dan tikus yang masing-masing
Organization dan beberapa organisasi diberi 0,8 mg/kgBB kurkumin/hari dan 1,8
lainnya, seperti Food and Drug mg/kgBB kurkumin/hari tidak
Administration (FDA) di Amerika.23 Pada menunjukkan efek samping. FDA pun
Alzheimer, curcumin kunyit (Curcuma mengklasifikasikan curcumin sebagai zat
longa) dapat berpotensi sebagai modalitas dengan predikat Generally Recognized as
terapi karena curcumin dapat menembus Safe (GRAS). Tidak ditemukan efek
sawar darah-otak dengan konsentrasi yang samping pada pasien artritis rematoid yang
cukup tinggi (4,04 0,22 g/ml), waktu diberi 1.200 mg/hari kurkunin selama 2
paruh cukup panjang (9,2 1,84 menit), minggu dan tidak ada efek toksik setelah
dan menetap hingga waktu yang cukup pemberian oral 8.000 mg kunyit (setara
lama (20,4 0,95 menit), serta mampu dengan 655 mg curcumin) per hari selama
berikatan dengan plak amiloid di otak, dan 4 bulan.10
memperbaiki patologi yang ditimbulkan Suatu penelitian klinis pada
oleh plak amiloid dan kekusutan manusia menggunakan curcumin,
neurofibriler.24 kandungan fitofarmaka terpenting dalam
Selain fitofarmaka, toksisitas suatu kunyit dosis tinggi (8-12 gram)
zat menjadi salah satu hal yang menunjukkan sedikit efek samping, antara
diperhitungkan dalam pembuatan suatu lain diare dan nausea sedang. Akhir-akhir
obat menggunakan zat tersebut. Banyak ini, curcumin dilaporkan menyebabkan
dari zat-zat kimiawi yang memiliki potensi anemia defisiensi besi. Tidak ada bukti

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 54


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

yang jelas mengenai efek curcumin pada


ibu hamil, tetapi pada percobaan tikus dan KESIMPULAN
babi terbukti tidak ada efek samping Curcumin kunyit (Curcuma longa)
obstetri, baik kecepatan lahir maupun dapat berpotensi sebagai terapi multi
jumlah embrio yang lahir atau mati.46 fungsi Alzheimer melalui 3 mekanisme
Namun, penggunaan pada kehamilan dan utama yaitu: (1) sebagai agen
menyusui harus dengan pengawasan dokter neuroprotektor dengan menghambat siklus
karena pemberian dosis tinggi dapat pembentukan protein -amiloid dan protein
menimbulkan gejala mual.10 tau, menurunkan aktivitas -secretase dan
Manusia bisa menoleransi asetikolinesterase, dan antidislipidemia; (2)
curcumin dengan dosis tinggi tanpa efek sebagai antiinflamasi melalui efek inhibisi
samping yang signifikan dibandingkan aktivitas NF-kB, COX-2, lipooksigenase,
dengan tikus, yang diakibatkan adanya AP-1, iNOS dan Egr-1; (3) sebagai agen
perbedaan metabolisme pada manusia antioksidan dengan dengan menurunkan
dibandingkan pada tikus yang lebih aktivitas lipid peroksidase, jumlah spesies
rentan. Walaupun demikian, pemakaian oksigen reaktif (ROS), dan stress oksidatif
curcumin dikontraindikasikan pada yang diinduksi oleh homosistein melalui
pasien obstruksi saluran empedu, penghambatan aktivitas MDA dan SOA
kolesistitis, dan hipersensitivitas serta serta peningkatan ekspresi enzim
perlu diwaspadai jika penggunaannya antioksidan.
bersamaan dengan antikoagulan,
antiplatelet, heparin, dan agen SARAN
trombolitik karena meningkatkan risiko Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk
perdarahan.10 menentukan dosis terapi dan cara
Ketersediaan bahan baku menjadi pemberian curcumin yang efektif dan
faktor utama yang berperan penting dalam aman untuk digunakan pada manusia,
produksi obat-obatan. Bahan baku yang khususnya pada pasien Alzheimer.
tidak memadai akan menyebabkan
produksi obat tidak dapat memenuhi DAFTAR PUSTAKA
kebutuhan pasien terhadap obat tersebut 1. Cummings JL. Alzheimers
dan mengakibatkan harga obat menjadi disease. N Engl J Med.
sangat tinggi.25 Salah satu sumber utama 2004;351:56-67.
curcumin yang cukup tinggi, yaitu kunyit 2. Lumbantobing, SM. Penyakit
(Curcuma longa). Kunyit mengandung Alzheimer. Dalam: Neurogeriatri.
kadar curcuminoid 3-8%.23 Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
Kunyit merupakan tumbuhan yang 2004. p.74-82.
sangat mudah tumbuh di daerah tropis 3. Alzheimers Disease and Referal
pada wilayah dataran rendah hingga Center. Alzheimers disease. 2010.
ketinggian 2.000 m di atas permukaan laut. Diunduh dari:
Hal ini menjadikan kunyit sangat mudah http://www.alz.org/alzheimers_dise
untuk dibudidayakan di Indonesia yang ase_what_is_alzheimers.asp#early),
merupakan negara dengan iklim tropis diakses tanggal 11 November 2012.
dengan intensitas cahaya matahari penuh 4. Wasilah R, Kuntjoro H. Ed. Aru W.
dan curah hujan lebih 1.000 mm/tahun Sudoyo, dkk. Demensia. Dalam:
sepanjang tahun serta tanah yang subur. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Saat ini saja di Indonesia, sentral Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
penanaman kunyit di Jawa Tengah Penerbit Departemen IPD FKUI;
menghasilkan produksi mencapai 12.323 2006. Hlm.1364-8.
kg/ha. Hal diperkuat dengan harga yang 5. Alzheimers Association.
relatif murah.26 Alzheimers Facts and Figures

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 55


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

2007. 2007. Diunduh dari: 14. Ono K, Hasegawa K, Naiki H,


http://www.demensia-in- Yamada M. Curcumin has potent
europe.html, diakses pada tanggal anti-amyloidogenic effects for
11 November 2012. Alzheimers beta-amyloid fibrils in
6. Bird, TD. and Bruce LM. Dementia vitro. J Neurosci Res. 2004;75:742
in Harrisons Principle of Internal 50.
Medicine 17th Edition. New York: 15. Yang F, Lim GP, Begum AN, et al.
The McGraw-Hill Companies; Curcumin inhibits formation of
2008. p. 2539-43. amyloid beta oligomers and fibrils,
7. Weller I, Schatzker J. Hip Fractures binds plaques, and reduces amyloid
and Alzheimers disease in elderly in vivo. J Biol Chem.
institutionalized Canadians. Ann 2005;280:5892901.
Epidermiol. 2004;14:319-24. 16. Necula M, Kayed R, Milton S,
8. Walker D, Lue LF. Anti- Glabe CG. Small molecule
inflamatory and immune therapy inhibitors of aggregation indicate
for Alzheimers disease: current that amyloid beta oligomerization
status and future directions. Curr and fibrillization pathways are
neuropharmacol. 2007;5:232-43. independent and distinct. J Biol
9. Giselle PL, Teresa C, Fusheng Y, Chem. 2007;282:1031124.
Walter B, Sally AF, Greg MC. The 17. Kim H, Park BS, Lee KG, Choi
Curry Spice Curcumin Reduces CY, Jang SS, Kim YH, Lee SE.
Oxidative Damage and Amyloid Effects of naturally occurring
Pathology in an Alzheimer compounds on fibril formation and
Transgenic Mouse. J. Neurosci. oxidative stress of beta-amyloid. J
2001;21(21):83708377. Agric Food Chem. 2005;53:8537
10. Arief, N. Herbal pada Penyakit 41.
Metabolik. Dalam: Makalah 18. Lin R, Chen X, Li W, Han Y, Liu
Simposium Actual Comprehensive P, Pi R. Exposure to metal ions
Database: Invention, Therapies, regulates mRNA levels of APP and
And Regulation on Herb BACE1 in PC12 cells: Blockage by
Medicines. Tanggal 11 November curcumin. Neurosci Lett.
2012. p. 64-5. 2008;440:3447.
11. Tsuyoshi H, Kenjiro O, Masahito 19. Ma QL, Yang F, Rosario ER, et al.
Y. Curcumin and Alzheimers Beta-amyloid oligomers induce
Disease. CNS Neuroscience & phosphorylation of tau and
Therapeutics. 2010;16:285-97. inactivation of insulin receptor
12. John MR, Sally AF, Gregory MC, substrate via c-Jun N-terminal
Donna LM, Jeffrey LC. A Potential kinase signaling: Suppression by
Role of the Curry Spice Curcumin omega-3 fatty acids and curcumin.
in Alzheimers Disease. Current J Neurosci. 2009;29:907889.
Alzheimer Research. 2005;5(2):1-6. 20. Oddo S, Caccamo A, Shepherd JD,
13. Ataie A, Sabetkasaei M, et al. Triple-transgenic model of
Haghparast A, Hajizadeh MA, Alzheimers disease with plaques
Ataie R,Nasiraei MS. An and tangles: Intracellular Abeta and
investigation of the neuroprotective synaptic dysfunction. Neuron.
effects of Curcumin in a model of 2003;39:40921.
Homocysteine - induced oxidative 21. Ahmed T, Gilani AH. Inhibitory
stress in the rats brain. DARU. effect of curcuminoids on
2010;18(2):128-36. acetylcholinesterase activity and
attenuation of scopolamine-induced

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 56


Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

amnesia may explain medicinal use 24. M. Garcia-Alloza, L.A. Borrelli, A.


of turmeric in Alzheimers disease. Rozkalne, B.T. Hyman, B.J.
Pharmacol Biochem Behav Bacskai, Curcumin labels amyloid
2009;91:5549. pathology in vivo, disrupts existing
22. Giri RK, Rajagopal V, Kalra VK. plaques, and partially restores
Curcumin, the active constituent of distorted neurites in an Alzheimer
turmeric, inhibits amyloid peptide- mouse model. J. Neurochem.
induced cytochemokine gene 2007;102:10951104.
expression and CCR5-mediated 25. Elin Yulinah Sukandar. Tren dan
chemotaxis of THP-1 monocytes Paradigma Dunia Farmasi:
by modulating early growth Industri-Klinik-Teknologi
response-1 transcription factor. J Kesehatan. 2004. Diunduh dari:
Neurochem 2004;91:11991210. http://www.itb.ac.id/focus/focus_fil
23. Aggarwal BB, et.al. Curcumin- e/orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses
Biological and Medicinal pada tanggal 12 November 2012
Properties. Houston: CRC Press; 26. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana.
2006. Budidaya Tanaman Kunyit.
Sirkuler No. 11, 2005. p. 2-6.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 57


Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Gagal Jantung
Kongestif secara Komprehensif pada Pasien Pediatri di
Pelayanan Primer
Kevin Saputra,* Felix Chikita Fredy*
*Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Korespondensi: xilefchikita@hotmail.com

PENDAHULUAN Frekuensi napas : Gasping,


65x/menit
Gagal jantung pada anak merupakan suatu Suhu : 39,2C
sindrom klinis yang disebabkan oleh b. Penilaian Jalan Napas (Airway)
ketidakmampuan miokardium untuk Bebas, bunyi napas tambahan (-)
memenuhi metabolisme tubuh, termasuk c. Penilaian Pernapasan (Breathing)
pertumbuhan. Gagal jantung pada anak Pasien bernapas spontan, tidak teratur,
memberikan gambaran klinis dan cepat,dangkal. Terlihat retraksi iga dan
perjalanan penyakit yang berbeda pada suprasternal, napas cuping hidung.
orang dewasa. Di samping faktor penyebab Pergerakan dada simetris pada saat
utama yaitu penyakit jantung bawaan statis dan dinamis. Bunyi paru
(PJB), faktor umur menyebabkan jantung bronkovesikuler dengan ronki basah
dan organ lainnya masih lebih baik kasar pada kedua lapang paru.
regenerasinya sehingga memberikan d. Penilaian Sirkulasi (Circulation)
harapan penyembuhan yang lebih baik. Nadi teraba lemah dan tidak teratur.
Anak dengan PJB 90% meninggal karena Akral dingin dan berkeringat, tampak
gagal jantung dalam usia kurang dari satu bibir kebiruan, turgor cukup, Capillary
tahun, sedangkan sisanya terjadi pada Refill Time (CRT) > 3 detik. Saturasi
umur 1-5 tahun. Oleh karena itu, upaya oksigen dengan osimetri 62%.
penanganan kegawatdaruratan gagal e. Penilaian Disability
jantung pada anak yang tepat diperlukan Glasgow coma scale9/14, kesadaran
dalam upaya menurunkan angka somnolen.
mortalitas. Laporan kasus ini membahas f. Penilaian Exposure
upaya penegakkan diagnosis dan stabilisasi Pasien tampak pucat, bibir kebiruan,
anak dengan syok kardiogenik karena PJB. akral berkeringat, tampak gerakan-
gerakan abnormal stereotipik.
ILUSTRASI KASUS g. Pediatric Assessment Triangle
Penurunan kesadaran, takipnea, akral
An. L, perempuan, usia 4 bulan, datang ke dingin, sianosis sentral.
IGD pukul 18.30 dengan sesak napas. Pada
pasien segera dilakukan survei primer dan Berdasarkan survei primer,
survei sekunder serta tatalaksana didapatkan masalah: hipoperfusi, sianosis
kegawatdaruratan. sentral, takikardi, takipnea, dan demam.
Hasil survei primer pada pasien: Kemudian, pasien segera ditatalaksana
a. Evaluasi Tanda Vital dengan:
Tekanan darah : Sulit dinilai Intubasi dengan endotracheal tube
Frekuensi nadi : 173x/menit, isi (ETT) berukuran 3,5. Bagging dengan
lemah, ireguler
frekuensi 80x-90x/menit pada oksigen Pasien adalah anak pertama.
10L/menit. Riwayat penyakit jantung, asma, alergi,
IVFD NaCl 0,9% 45 mL (loading) dan darah tinggi dalam keluarga
IVDF KAEN 3B 14 mL/jam disangkal.Pasien lahir secara section
(syringepump) saesaria akibat letak lintang. Berat badan
Dobutamin 10mcg/kgBB/menit lahir 2900 kg dengan panjang badan 48
Dilakukan pungsi vena untuk cek cm. Pasien langsung menangis, tampak
darah lengkap perifer dan analisis gas pucat, tidak biru, dan tidak kuning.
darah APGAR score 9/10.Pasien belum dapat
tengkurap. Imunisasi lengkap untuk
Setelah pasien mendapat usianya.
tatalaksana awal, dilakukan survei Selanjutnya, pasien dilakukan
sekunder guna mendapatkan masalah pemeriksaan fisik per sistem organ dengan
lainnya, diagnosis, dan penyebab dari hasil:
masalah tersebut. Pada anamnesis didapat a. Sistem susunan saraf pusat
keluhan utama pasien ialah sesak napas Kesadaran somnolen
yang semakin memberat 3 hari sebelum Kepala tidak terdapat deformitas
masuk rumah sakit (SMRS). Sejak lahir Diameter pupil ods 3mm, RCL +/+.
pasien tidak tampak biru. Pada saat RCTL +/+
berusia 2,5 bulan, pasien mengalami sesak Kesan parese ekstremitas dan
dengan keringat dingin sehingga dibawa nervus kranialis (-)
keluarga ke puskesmas. Pada saat itu b. Sistem kardiovaskuler
didiagnosis jantung bocor dan dirujuk ke Frekuensi nadi 173x/menit, reguler,
RSCM untuk mendapat perawatan. Pasien isi lemah
didiagnosis mengalami PJB VSD besar Iktus kordis teraba pada sela iga 5
oleh dokter jantung. Enam hari SMRS linea midklavikula
pasien baru saja pulang dari rawat inap di Bunyi jantung I dan II normal,
RSCM selama 3 hari karena sesak napas murmur pansistolik grade III/6 pada
yang disebabkan oleh gagal jantung pada upper lateral sternal border, gallop
decompensatio cordis. Tiga hari SMRS S3 (+).
pasien tampak bernapas berat, demam (-), c. Sistem respirasi
batuk (+), tetapi seperti tidak dapat Frekuensi napas dibantu dengan
mengeluarkan lendir. Pasien minum susu ventilasi kendali dengan frekuensi
dengan menggunakan NGT 8 x 60 mL dan 80-90 kali per menit pada oksigen
ASI, muntah (+) 2x/hari, tidak tersedak, 10L/menit
dan obat tetap diberikan rutin. Pergerakan dada simetris statis dan
Dua hari SMRS pasien kontrol ke dinamis
poli dan mendapat pengobatan berupa Suara napas bronkovesikuler +/+,
furosemid, ranitidine, cefixim, ambroksol, ronki basah kasar +/+, mengi -/-
dan salbutamol. Satu hari SMRS anak d. Sistem infeksi
tampak sesak sekali, napas tersengal-
Demam (+), suhu tubuh dari
sengal, demam (+), batuk (+), tampak pengukuran aksila 39,2C
pucat, BAK dan BAB (+) dengan
KGB leher tidak teraba
konsistensi berupa ampas makanan,
e. Sistem gastrointestinal, sistem
riwayat tersedak (-). Anak kemudian
metabolik, sistem hematologi, sistem
dibawa ke IGD RSCM.
muskuloskeletal dalam batas normal.
Riwayat alergi disangkal.Pasien
masih minum ASI, tetapi hanya dapat
Berikut ini adalah hasil pemeriksaan
minum selama 10 menit.Pasien tidak
penunjang (pukul 19.00):
tampak sesak saat minum ASI.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 59


Tabel 1. Hasil pemeriksaan hematologi
Hematologi
Hemoglobin 13,2 g/dL 12,0
16,0
Hematokrit 40% 25 47
Eritrosit 3,59 jt/uL 3,6 5,8
MCV 70 fL 80 100
MCH 20 pg 26 34
MCHC 33 % 32 36
RDW-CV 13,9 % 11,5
14,5 Gambar 1. Foto
3
Trombosit 391.000/mm 150 toraks
440
3
Leukosit 11,9 ribu/mm 5 10 Pasien dilakukan pemeriksaan
Diff count 0/0/1/39/58/2 0-1/1- dalam keadaan intubasi dan bagging,
3/2-3/50- frekuensi 70 kali/menit dan aliran oksigen
70/20- 10L/menit. Kesan kardiomegali. Tampak
40/2-8 infiltrat perihiler kedua paru, parakardial
kanan, yang pada foto lateral tampak pula
Tabel 2. Analisis gas darah ruang retrosternal dan retrokardial. Infiltrat
Analisis Gas Darah (dengan pemberian tampak menutupi batas kanan dan superior
oksigen 10L/menit per ETT) jantung. Mediastinum superior tidak
Ph 7,14 7,34 melebar. Kedua hemidiafragma licin,
7,44 kedua sisi kostofrenikus lancip. Tulang-
pO2 94,9 mmHg 85 95 tulang dan jaringan lunak dinding dada
pCO2 45 mmHg 35 45 baik.
HCO3 15,5 mmol/L 22 26 Berdasarkan survei sekunder dan
TCO2 16,9 mmol/L 23 27 hasil pemeriksaan penunjang, didapatkan
Base Excess -12,3 -2,5 masalah pada pasien adalah gagal jantung
2,5 dengan syok kardiogenik, pneumonia
Sat O2 95,1 % 96 97 dengan ancaman gagal napas, dan VSD
PMO besar. Tatalaksana lanjut yang
diberikan bagging 70x/menit pada oksigen
Tabel 3. Elektrolit 10Liter/menit dan pertahankan saturasi
Elektrolit oksigen di atas 92%. Operasi katup setelah
Natrium 135 mmol/L 135 keadaan hemodinamik stabil dan
145 pneumonia teratasi.
Kalium 5,3 mmol/L 3,5
5,5
Klorida 97 mmol/L 98 DISKUSI
109
Penatalaksanaan Awal
Syok merupakan diagnosis klinis dan suatu
kegawatdaruratan. Oleh karena itu,
penanganan awal syok tidak boleh tertunda
untuk melakukan pemeriksaan penunjang.
Pada semua pasien syok perlu mendapat
penanganan ABC (airway, breathing, dan
circulation) yang tidak boleh tertunda.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 60


Etiologi syok ditentukan setelah dilakukan PJB ditunjang dengan ditemukannya
tindakan ABC pada pasien syok. Pada murmur pan sistolik pada pemeriksaan
pasien anak sering terjadi hipoglikemia, fisik mengarahkan kepada diagnosis syok
oleh karena itu perlu pemberian dextrose kardiogenik. Penatalaksanaan awal yang
sebagai tambahan dari rangkaian ABC.Jika diberikan adalah bolus 45 mL cairan NaCl
ABC telah stabil, baru dilanjutkan untuk 0,9% selama 20 menit, dimana dosis yang
penatalaksanaan spesifik terhadap diberikan ini lebih rendah daripada dosis
penyebab syok. biasa karena pertimbangan adanya syok
Pasien pada kasus ini datang kardiogenik.1 Penambahan cairan KAEN
dengan penurunan kesadaran dan tampak 3B dilakukan untuk mempertahankan
sakit berat. Dari pemeriksaan airway udara volume intravaskular dan perlu tetap
dapat dirasakan keluar dari mulut, tetapi diberikan sampai perbaikan tekanan darah,
terdengar suara gurgling. Oleh karena itu, frekuensi nadi, urin, kesadaran, dan CRT.
untuk penatalaksanaan airway dilakukan Pemberian dobutamin dilakukan untuk
suctioning sekret-sekret yang terdapat memperbaiki kontraktilitas jantung
dalam saluran napas. Dari pemeriksaan (inotropik). Pemilihan dobutamin
breathing, pasien gasping dengan dilakukan karena dobutamin dapat
frekuensi 65x/menit, retraksi iga, meningkatkan fungsi sistolik dan
suprasternal, dan napas cuping hidung (+). menurunkan systemic vascular resistance
Frekuensi napas normal anak usia 4 bulan (SVR) tanpa peningkatan frekuensi nadi
adalah 40-60x/menit. Takipnea dan gejala- yang signifikan.1 Pada pasien ini dapat juga
gejala di atas merupakan tanda-tanda diberikan loading NaCl 0,9% sebesar 10
respiratory distress. Untuk ml/jam untuk memperbaiki perfusi
penatalaksanaan awal dilakukan intubasi jaringan.
karena dari anamnesis didapatkan riwayat
penyakit jantung bawaan, adanya sianosis Diagnosis Syok Kardiogenik
sentral, dan saturasi oksigen 62%. Tanda- Diagnosis syok ditegakkan atas dasar
tanda respiratory distress yang ditemukan ditemukannya tanda-tanda syok pada
pada pasien antara lain tampak kesulitan pasien ini, antara lain penurunan
bernapas, takipnea, retraksi iga, napas kesadaran, takikardi, pemanjangan
cuping hidung, sianosis, dan bunyi paru capillary refill time, dan suhu akral yang
yang abnormal (ronki basah kasar pada dingin pada perabaan. Penurunan kesdaran,
kedua lapang paru). Ketiga masalah ini pemanjangan capillary refill time, dan
perlu tindakan untuk membantu ventilasi, suhu akral yang dingin merupakan tanda-
yakni dengan pemasangan endotracheal tanda hipoperfusi jaringan yang khas pada
tube (ETT). Pada anak itu diberikan kasus syok. Penyebab dari syok
bantuan ventilasi dengan frekuensi 80- diperkirakan adalah syok kardiogenik
90x/menit pada oksigen 10 liter/menit. dengan ditemukannya pembesaran hati
Sirkulasi pasien ini mengalami gangguan yang teraba 3 jari di bawah arcus costae,
yang dapat dilihat dari sianosis sentral, S3 gallop, dan murmur pansistolikpada
penurunan kesadaran, denyut nadi teraba daerah upper lateral sternal border yang
lemah, takikardi, CRT > 3 detik, dan akral menunjukkan adanyaleft to right shunt.2
yang dingin serta berkeringat.Gangguan Etiologi syok kardiogenik pada pasien
sirkulasi seperti ini merupakan tanda-tanda adalah PJB jenis ventricular septal defect
syok. Tidak didapatkannya riwayat diare, (VSD).
riwayat muntah-muntah, turgor kulit tidak
menurun dan fontanel datar dapat Resusitasi Cairan pada Syok
mengarahkan bahwa syok yang terjadi Kardiogenik
kecil kemungkinannya merupakan syok Penatalaksanaan awal yang diberikan
hipovolemik. Dari anamnesis didapatkan adalah dengan bolus 45 mL cairan NaCl

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 61


0,9% selama 20 menit.1 Penambahan kasus ini mengalami pneumonia. Diagnosis
cairan KAEN 3B dilakukan untuk pneumonia pada anak ini ditegakkan atas
mempertahankan volume intravaskular dan dasar gambaran infiltrat pada kedua lapang
perlu tetap diberikan sampai perbaikan paru, disertai dengan gejala-gejala demam,
tekanan darah, frekuensi nadi, urine batuk-batuk, bunyi napas ronki basah kasar
output, kesadaran, dan CRT.3 pada kedua lapang paru, dan leukositosis.
Pada anak ini perlu dilakukan pemeriksaan
Pemberian Agen Inotropik pada Syok sputum untuk memastikan mikroorganisme
Kardiogenik penyebab pneumonia. Untuk terapi
Pasien dengan syok kardiogenik biasanya pneumonia diberikan secara empiris
memiliki volume intravaskular normal atau dahulu dengan pemberian cefuroxime (150
meningkat. Bolus inisial normal salin 10- mg/kg/24 jam), ceftriaxone, atau
20 ml/kg selama 20 menit harus dimonitor cefotaxime.6 Pada pasien ini, direncanakan
pembesaran hepar dan tanda-tanda pemberian antibiotik di Pediatric Intensive
overload cairan. Jika terdapat tanda-tanda Care Unit (PICU).Oleh karena itu, pasien
overload cairan, cairan harus dihentikan tidak mendapatkan antibiotik di Instalasi
dan mulai pemberian inotropik.3,4 Gawat Darurat (IGD).
Pemantauan CVP sangat penting untuk
melindungi terhadap overload cairan.
Dopamin diindikasikan bila tekanan darah Perbaikan Stres Metabolik
rendah dan dobutamin lebih dipilih ketika Stres metabolik seperti demam, gangguan
tekanan darah normal atau tinggi. keseimbangan asam basa,
Keduanya dimulai pada 5 gm/kg/menit ketidakseimbangan elektrolit,
dan dititrasi sesuai dengan respon pasien.5 hipoglikemia, dapat memperburuk
Dobutamin merupakan agen keluaran syok. Perbaikan-perbaikan dari
inotropik dengan efek agonis beta1 yang kondisi stres metabolik juga berperan
meningkatkan kontraktilitas kardiak. penting dalam penanganan syok
Dobutamin juga memiliki efek beta2 yang kardiogenik.
berperan sebagai vasodilatasi perifer yang Pada pasien ini didapatkan
dapat menurunkan tahanan pembuluh gangguan keseimbangan asam basa, yakni
darah perifer dan afterload dan kondisi asidosis metabolik. Hasil AGD
meningkatkan perfusi jaringan. Selain itu, menunjukkan penurunan kadar bikarbonat
dobutamin dapat meningkatkan fungsi serum. Penurunan kadar serum bikarbonat
sistolik dan menurunkan systemic vascular disebabkan oleh hipoperfusi jaringan.
resistance (SVR) tanpa peningkatan Hipoperfusi jaringan menyebabkan
frekuensi nadi yang signifikan.Oleh karena perubahan metabolisme tubuh menjadi
itu, dobutamin merupakan obat yang tepat metabolisme anaerob yang menghasilkan
untuk meningkatkan kontraktilitas asam laktat. Asam laktat ini yang
miokardium pada pasien-pasien syok menyebabkan kondisi asidosis metabolik.
kardiogenik dibandingkan dengan agen- Tubuh akan berusaha untuk
agen inotropik atau vasopressor lain. Dosis mengompensasi kelebihan asam laktat
awal dobutamin dapat dimulai dengan 5 dengan menggunakan bikarbonat serum
mcg/kg/min IV dan ditingkatkan secara sehingga kadar bikarbonat serum akan
bertahap sampai dengan 20 mcg/kg/min terukur rendah pada saat pengambilan
IV.5 analisis gas darah.7 Penatalaksanaan
asidosis karena syok kardiogenik perlu
Komorbiditas pada Syok Kardiogenik dikoreksi dengan memperbaiki etiologi
Anak-anak dengan PJB akan lebih sering asidosis tersebut, yaitu dengan
mengalami infeksi saluran pernapasan memperbaiki perfusi jaringan, dengan cara
daripada anak-anak tanpa PJB. Anak pada

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 62


resusitasi cairan, penggunaan obat-obatan gagal tumbuh tidak dapat dikendalikan
inotropik, dan ventilasi yang optimal. dengan terapi medikamentosa.Operasi juga
Penggunaan natrium bikarbonat perlu dilakukan jika Qp/Qs ratio lebih
untuk penatalaksanaan asidosis metabolik besar dari 2.2 Oleh karena itu, pemeriksaan
pada keadaan syok masih kontroversi. echocardiography diperlukan untuk
Keadaan asidosis dapat menurunkan menentukan indikasi operasi pada anak ini.
kontraktilitas miokardium dan fungsi
katekolamin. Namun, penatalaksanaan
dengan bikarbonat dapat memperburuk SIMPULAN
asidosis intraseluler. Hal ini terjadi karena
bikarbonat merupakan ion yang tidak dapat Pasien anak perempuan berusia 4 bulan
langsung melewati membran sel yang dengan keluhan utama napas tersengal-
semipermeabel. Bikarbonat akan berikatan sengal (gasping) satu hari sebelum masuk
dengan asam di dalam serum dan rumah sakit. Anak didiagnosis syok
memperoduksi karbondioksida dan air. kardiogenik pada gagal jantung kongestif
Jika peningkatan CO2tidak dapat yang disebabkan oleh penyakit jantung
dikeluarkan melalui ventilasi, CO2 akan kongenital ventricular septal defect besar.
masuk ke dalam sel dan membuat reaksi Pada anak dilakukan penatalaksanaan
Henderson-Hasselbalch bergerak ke arah berupasuctioning, intubasi, bagging,
yang berlawanan dan menyebabkan pemberian bolus NaCl, infus Kaen 3B,
asidosis intraseluler. Jika asidosis dumin, dan dobutamin. Pasien dirawat di
intraseluler terjadi, maka akan terjadi Pediatric Intensive Care Unit setelah syok
perburukan kontraktilitas miokardium.8,9 kardiogenik teratasi.
Penelitian lain mengatakan bahwa
pemberian bikarbonat meningkatkan laju
keselamatan pada pasien syok dengan henti DAFTAR PUSTAKA
jantung.5
Asetaminofen per rektal diberikan 1. Lorry RF, Saraswati K. Shock. In:
untuk mengurangi demam anak. Kondisi Kliegman Robert M, Richard RB, Hal
demam jika tidak diperbaiki akan BJ, Bonita FS, editors. Nelson
meningkatkan demand jaringan akan textbook of pediatrics, 18th ed. USA:
oksigen. Oleh karena itu, dibutuhkan Saunders Elseviers. 2007. p. 312-34.
perbaikan terhadap stress metabolik yang 2. Daniel Bernstein. Congenital heart
terjadi.1 disease. In: Kliegman Robert M,
Richard RB, Hal BJ, Bonita FS,
editors. Nelson textbook of pediatrics,
18th ed. USA: Saunders Elseviers.
Pemeriksaan Lanjutan dan Terapi 2007. p. 803-21.
Definitif Penyakit Jantung Bawaan 3. Maitland K, Kiguli S, Opoka RO, et
al. Mortality after fluid bolus in
Pemeriksaan yang perlu dilakukan lagi African children with severe infection.
antara lain adalah echocardiography. Pada N Engl J Med. 30 2011;364(26):2483-
pemeriksaan ini dapat ditentukan derajat 95.
gangguan struktur dan fungsi jantung. Dari 4. Carcillo JA, Fields AI. Clinical
pemeriksaan ini dapat ditentukan terapi practice parameters for hemodynamic
selanjutnya yang akan diberikan dan support of pediatric and neonatal
prognosis dari penyakit anak ini.2 patients in septic shock.Crit Care
Operasi untuk penutupan VSD Med. Jun 2002;30(6):1365-78.
dilakukan pada pasien semua umur dengan 5. Brierley J, Carcillo JA, Choong K, et
defek yang besar, dimana gejala klinis dan al. Clinical practice parameters for

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 63


hemodynamic support of pediatric and
neonatal septic shock: 2007 update
from the American College of Critical
Care Medicine. Crit Care Med.
2009;37(2):666-88.
6. Sectish TC and Charles GP.
Pneumonia. In: Kliegman Robert M,
Richard RB, Hal BJ, Bonita FS,
editors. Nelson textbook of pediatrics,
18th ed. USA: Saunders Elseviers.
2007. p. 467-98.
7. Cingolani HE, Mattiazzi AR, Blesa
ES, Gonzalez NC. Contractility in
isolated mammalian heart muscle after
acid-base changes. Circ Res. Mar
2002;26(3):269-78.
8. Arieff AI. Indications for use of
bicarbonate in patients with metabolik
acidosis.Br J Anaesth.
2003;67(2):165-77.
9. Walley KR, Cooper J, Baile EM.
Bicarbonate does not improve left
ventricular contractility during
resuscitation from hypovolemic shock
in pigs. J Crit Care. 2002;7:14-21.

J I M K I Vol. I Ed.2Januari Juni 2013 64

Anda mungkin juga menyukai