Anda di halaman 1dari 9

Infeksi Berulang-ulang

Joni, laki-laki 26 tahun, datang ke Puskesmas Baloi dengan keluhan adanya papul merah disertai gatal
disela jari tangan dan kaki, yang muncul 14 hari yang lalu. Gatal dirasakan terutama malam hari. Gatal
dan papul merah ini juga diderita oleh ibu si Joni. Sudah 3 bulan Joni menderita berak-berak encer dan
penurunan berat badan lebih 10 kg. Kadang demam tapi hanya beberapa jam. Penderita mengeluh
sering batuk berlendir, batuk berdarah disertai sesak nafas. Ia mengatakan ada beberapa luka di alat
kelamin yang berulang, nyeri dan tidak gatal. Biasanya dimulai sebagai bentul berair, yang dengan cepat
pecah dan membentuk luka.
Joni seorang lajang yang sebelumnya sehat walafiat, sejak 4 bulan lalu datang ke Batam dan tinggal di
rumah susun perusahaan bersama- sama dengan kawan- kawannya sesama buruh kontrak satu pabrik
perakitan elektronik.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak putih pada lidah joni. Nampak tato pada beberapa bagian
tubuh penderita, dan pembesaran kelenjar di ketiak dan lipat paha. Pada batang dan glands penis
ditemukan beberapa ulkus yang dangkal dan nyeri tekan. Tanda vital dalam batas normal.

KATA SULIT
 Papul
Papul adalah tonjolan lesi pada kulit yang kecil, berbatas tegas, dan padat.
 Ulkus
Ulkus adalah kerusakan lokal, atau ekskavasi permukaan organ, atau jaringan yang ditimbulkan oleh
terkupasnya jaringan nekrotik radang.
 Glands Penis
Glands Penis adalah perluasan korpus spongiosum yang berbentuk topi pada ujung penis.

KALIMAT KUNCI
 Laki-laki berumur 26 tahun
 Papul merah disertai gatal di sela jari tangan dan kaki
 Gatal terutama malam hari
 Muncul 14 hari yang lalu
 Diderita juga oleh ibu penderita
 Sudah 3 bulan menderita berak-berak encer
 Penurunan berat badan lebih 10 kg
 Kadang demam tapi hanya beberapa jam
 Sering batuk berlendir, batuk berdarah, dan disertai sesak napas
 Pembesaran kelenjar getah bening hampir di seluruh tubuh
 Bercak putih di lidah
 Luka di alat kelamin yang berulang, nyeri, dan tidak gatal
 Tanda vital dalam batas normal
PERTANYAAN
1. Sebutkan masalah utama dalam skenario!
2. Apakah penyebab utama yang terkait dalam skenario?
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis kelainan imunodefisiensi!
4. Jelaskan diagnosis banding dari keluhan utama!
5. Sebutkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis!
6. Apa diagnosisnya?
7. Jelaskan etiologi dari diagnosis!
8. Jelaskan patomekanisme dari diagnosis!
9. Jelaskan penatalaksanaan dari kasus tersebut!
10. Jelaskan pencegahan dari kasus tersebut!
11. Apa komplikasi dari penyakit tersebut!

PEMBAHASAN
1. Masalah Utama
Masalah utama dalam skenario antara lain:
Demam
Batuk berdarah, batuk berlendir, dan disertai sesak napas
Ulkus pada glands penis
2. Penyebab Utama yang Terkait dalam Skenario
Imunodefisiensi
Imunodefisiensi merupakan suatu keadaan di mana sistem kekebalan tubuh tidak memiliki kemampuan
untuk melawan penyakit infeksi.

3. Kelainan Imnodefisiensi
Penyakit imunedefisiensi dapat disebabkan oleh kerusakan herediter yang mempengaruhi
perkembangan sistem imun antara lain:
a) Imunodefisiensi Primer
Imunodefisiensi Primer adalah gangguan hadir pada kelahiran atau turun temurun dan jelas pada masa
bayi dan kanak. Imunodefisiensi primer merupakan penyakit kongenital dengan muncul gejala di
kemudian hari. Penyakit Immunodeficiency primer terjadi jika bagian dari sistem kekebalan tubuh
hilang atau tidak berfungsi dengan benar. Penyakit ini disebabkan oleh intrinsik cacat pada sel-sel sistem
kekebalan tubuh dan biasanya disebabkan oleh warisan genetik cacat, yang berarti bahwa mereka
diturunkan dari orang tua kepada keturunannya.

b) Imunodefisiensi sekunder
Imunodefisiensi sekunder adalah gangguan yang berkembang dikemudian hari akibat dari gangguan
obat/ penyakit lain, seperti diabetes atau HIV. Penyakit imunodefisiensi sekunder seperti acquired
immunodeficiency syndrome disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus. Terutama
penyakit imunodefisiensi primer mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi tetapi mereka
dapat menyebabkan masalah-masalah lain juga. Penyakit ini bisa memiliki efek yang berbeda-beda dari
ringan sampai serius. Formulir yang serius sering terlihat pada saat lahir atau segera sesudahnya.
Namun, bentuk-bentuk yang sangat ringan mungkin menjadi nyata di kemudian tahap kehidupan seperti
remaja atau dewasa muda

4. Diagnosis Banding
5. Pemeriksaan Penunjang

Gambar 5.1
Diagnosis laboratorium dapat di lakukan dengan 2 cara yaitu :
 Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel umumnya menggunakan mikroskop elektron dan deteksi
antigen virus salah satu cara deteksi anti gen virus adalah dengan polymerase chain reaction {pcr}
penggunaan PCR antara lain untuk :
a) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada bayi sehingga menghambat pemeriksaan
serologis.
b) Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif.
c) Tes pada kelompok resiko tinggi sebelum terjadi serokonfersi
d) Tes konfirmasi untuk HIV 2 sebab sensitivitas ELISA untuk HIV 2 rendah.
 Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes misalnya :
a) ELISA, sensitivitasnya tinggi (98,1-100 %) biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah
infeksi. Hasil positif harus di komfirmasi dengan pemeriksaan western blot.
b) Western blot, spesifitasnya tinggi (99,6-100 %) namun pemeriksaan ini cukup sulit mahal dan
membutuhkan waktu sekitar 24 jam mutlak di perlukan untuk komfirmasi hasil pemeriksaan ELISA
pemeriksaan ELISA positif.
c) Immunofluorescent assay (IFA).
d) Radioimmunopraecipitation assay (RIPA).
Adapun beberapa pemeriksaan tambahan yang diperlukan sesuai riwayat penyakit dan pemeriksaan
klinis yaitu :
1) Foto toraks
2) Pemeriksaan urin rutin dan miksroskopik
3) Serologi virus hepatitis C (HCV) dan virus hepatitis B (HBV)
6. Diagnosis
Berdasarkan diagnosis banding pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosis sementara dari
skenario adalah AIDS.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV).
AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV. Pasien dinyatakan sebagai AIDS bila dalam perkembangan
infeksi HIV selanjutnya menunjukkan infeksi dan kanker oportunistik yang mengancam jiwa penderita.

7. Etiologi AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency
Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun
1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada
tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus
dirubah menjadi HIV.
Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop).
Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce
transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan
gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter,
aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar
utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat
juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.
Namun kenyataan bahwa tidak semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS
menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang berperan di sini. Penggunaan alkohol dan obat bius,
kurang gizi, tingkat stress yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang ditularkan lewat
alat kelamin merupakan faktor-faktor yang mungkin berperan.

8. Patomekanisme Terjadinya AIDS


Gambar 8.1 : Patomekanisme virus HIV
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar
yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-
sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat
molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan
masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru,
yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan
memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-
anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang
terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk
gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai
akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan
terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma
darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4
mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan
infeksi opportunistik.
Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula.
Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah
jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang
terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV
berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang
menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi.
Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah
terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang
simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi.

9. Penatalaksanaan AIDS
Penatalaksanaan Pada Orang Dewasa
a. Konseling dan Edukasi
Konseling dan edukasi perlu diberikan segera sesudah diagnosis HIV/AIDS ditegakkan dan dilakukan
secara berkesinambungan. Bahkan, konseling dan edukasi merupakan pilar pertama dan utama dalam
penatalaksanaan HIV/AIDS; karena keberhasilan pencegahan penularan horizontal maupun vertikal,
pengendalian kepadatan virus dengan ARV, peningkatan CD4, pencegahan dan pengobatan IO serta
komplikasi lainnya akan berhasil jika konseling dan edukasi berhasil dilakukan dengan baik. Pada
konseling dan edukasi perlu diberikan dukungan psikososial supaya ODHA mampu memahami, percaya
diri dan tidak takut tentang status dan perjalanan alami HIV/AIDS, cara penularan, pencegahan serta
pengobatan HIV/AIDS dan IO; semuanya ini akan memberi keuntungan bagi ODHA dan lingkungannya.
b. Antiretrovirus (ARV)
Indikasi pemberian ARV yaitu pada infeksi HIV akut, ODHA yang menunjukkan gejala klinis atau ODHA
tanpa gejala klinis yang memiliki CD4 < 500/mm dan atau RNA HIV > 20.000/ml serta pada PPE HIV.
Kombinasi ARV merupakan dasar penatalaksanaan pemberian antivirus terhadap ODHA; karena dapat
mengurangi resistensi, menekan replikasi HIV secara efektif sehingga kejadian penularan/IO/komplikasi
lainnya dapat dihindari, dan meningkatkan kualitas serta harapan hidup ODHA. Dua golongan ARV yang
diakui Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organization (WHO) adalah penghambat
reverse transcriptase (PRT), yang terdiri dari analog nukleosida dan non-analog nukleosida, serta peng-
hambat protease (PP) HIV. Ketiga jenis ini dipakai secara kombinasi dan tidak dianjurkan pada
pemakaian tunggal. Penggunaan kombinasi ARV merupakan farmakoterapi yang rasional; sebab masing-
masing preparat bekerja pada tempat yang berlainan atau memberikan efek sinergis terhadap yang lain.
Preparat golongan PRT analog nukleosida menghambat beberapa proses polimerisasi deoxyribo nucleic
adid (DNA) sel termasuk sintesis DNA yang tergantung pada ribonucleic acid (RNA) pada saat terjadi
reverse transkripsi; sedangkan PRT analog non-nukleosida secara selektif menghambat proses reverse
transkripsi HIV-1. Penghambat protease bekerja dengan cara menghambat sintesis protein inti HIV.
United States Public Health Service (USPHS) dan WHO menganjurkan kombinasi ARV yang dipakai
sebagai peng-obatan pertama kali adalah 2 preparat PRT analog nukleosida dengan PP, atau 2 preparat
PRT analog nukleosida dikom-binasikan dengan analog non-nukleosida. Sedangkan kom-binasi antara
PRT nukleosida, non-nukleosida dengan PP dipertimbangkan sebagai kombinasi pada pengobatan kasus
lanjut.
Perlu diperhatikan kombinasi saquinavir dengan ritonavir akan meningkatkan kadar saquinavir dalam
plasma, karena ritonavir menghambat kerja enzim sitokrom P450. Sedangkan zidovudin (ZDV) dengan
stavudin dan efavirenz dengan saquinavir merupakan kombinasi antagonis satu dengan yang lain.
Nevirapin akan menurunkan berturut-turut kadar dalam plasma saquinavir, ritonavir, indinavir dan
lopinavir jika dikombinasikan, sehingga kombinasi ARV ini jangan dilakukan.
Kombinasi ARV pada pengobatan pertama perlu diubah jika ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1. Penurunan RNA HIV plasma < 0,5-0,75 log 10 dalam 4 minggu atau < 1 log10 dalam 8 minggu
setelah pengobatan pertama diberikan.
2. Kegagalan penekanan RNA HIV sampai batas tak ter-deteksi, dalam 4-6 bulan setelah pengobatan
pertarna diberikan.
3. Deteksi ulang RNA HIV plasma setelah kepadatan virus tak terdeteksi, berkembang mengalami
peningkatan walaupun ARV masih terus diberikan.
4. Jumlah CD4 tetap mengalami penurunan.
5. Keadaan klinis yang memburuk.
6. Terdapatnya efek:samping ARV.

Penatalaksanaan Pada Ibu Hamil/Melahirkan


a. Konseling, Edukasi dan Uji Saring Antepartum
The American College of Obstetricians and Gynaecologists (AGOG) dan USPHS menganjurkan konseling,
edukasi dan Uji saring HIV sebagai bagian perawatan antepartum yang dilakukan secara rutin dan
sukarela oleh ibu hamil dengan risiko tinggi infeksi HIV dan ibu hamil dengan HIV/AIDS (IHDHA). Dalam
konseling dan edukasi, perlu dukungan psikososial ibu supaya tidak takut dan percaya diri mengenai
status HIV dan kehamilannya, tentang perjalanan alami HIV, cara penularan dan pencegahan perinatal
serta keuntungan pemberian ARV bagi ibu dan janin/bayi. Hasil negatif uji saring pada ibu risiko tinggi
infeksi HIV perlu diulang 4 minggu kemudian mengingat kemungkinan window period pada saat
pemeriksaan dilakukan.
b. Antiretrovirus (ARV)
Pemberian kombinasi ARV merupakan penatalaksanaan baku IHDHA tanpa memandang status
kehamilan, sama seperti pemberian ARV pada ODHA karena telah dipertimbangkan farmakokinetiknya
dan tidak terbukti memberikan efek teratogenik pada janin/bayi jika diberikan setelah umur kehamilan
14 minggu.
Pada pencegahan penularan HIV perinatal (PHP), baik ACOG, USHS maupun WHO menganjurkan
kombinasi ARV untuk menekan replikasi virus secara cepat sampai batas yang tidak dapat dideteksi;
sehingga diharapkan PHP, tidak terjadi, mengurangi kejadian resistensi dan memberi kesempatan
perbaikan imunitas ibu. Pemberian kombinasi ARV mulai diberikan pada IHDHA yang memiliki CD4 <
500/mm atau kepadatan virus > 10.000/ml dengan atau tanpa gejala klinis sedangkan pemberian ZDV
tunggal dapat dilakukan jika CD4 > 500/mm dan kepadatan virus 4.000 - 10.000/ml dengan dosis 100 mg
5 kali sehari yang dimulai setelah trimester I sampai masa persalinan. Pada saat mulai persalinan (kala I),
ZDV diberikan secara intravena 2 mg/kg BB dalam 1 jam, dan diteruskan 1 mg/kg BB/jam sampai
pengikatan tali pusat bayi kemudian diikuti dengan pemberian ZDV oral pada bayi setelah berumur 12
jam dengan dosis 2 mg/kg BB/6 jam selama 6 minggu. Semua ARV diberikan setelah trimester I (14
minggu umur kehamilan) untuk menghindari beberapa efek teratogenik. Namun, jika ibu sedang
menjalani pengobatan ARV dan kemudian hamil, pengobatan tersebut dilanjutkan sebab penghentian,
ARVakan mengakibatkan rebound phenomenon jumlah virus.
Pada beberapa penelitian berskala besar, ZDV terbukti menurunkan PHP dari 22,6% menjadi 7,6% jika
diberikan selama antepartum, intrapartum dan postpartum. Tidak didapat-kan perbedaan yang
bermakna pada efek samping dan toksisitas ZDV dibandingkan plasebo, kecuali anemia pada bayi yang
hilang setelah ZDV dihentikan; sedangkan kelainan kongenital tidak lebih tinggi dari populasi umum.
Oleh sebab itu, ADV sebaiknya ada pada setiap regimen kombinasi karena terbukti menurunkan PHP.
Sekarang sedang dilakukan penelitian penggunaan ZDV oral jangka pendek untuk mencegah PHP. Jika
berhasil dan dapat dijadikan protokol, diharapkan akan menurunkan kejadian PHP lebih banyak lagi;
mengingat biaya lebih murah, kepatuhan lebih tinggi dan jangkauan lebih luas dibandingkan dengan
penggunaan ZDV jangka panjang.
Pada penelitian di Afrika oleh Wiktor dkk dan Dabis dkk serta di Thailand oleh Shafter dkk, pemberian
ZDV jangka pendek memperlihatkan penurunan PHP 38-50% walaupun air susu ibu masih tetap
diberikan. Di sini, ZDV oral baru diberikan pada umur kehamilan 36 minggu dengan dosis 300 mg 2 kali
sehari sampai masa persalinan (kala I), kemudian 300 mg 3 jam sekali dari kala I sampai kala IV dan
diteruskan dengan 300 mg 2 kali sehari selama 7 hari postpartum; sedang-kan bayi diberikan ZDV oral
setelah berumur 12 jam dengan dosis 2 mg/ kg BB/6 jam selama 6 minggu.

10. Pencegahan Terjadinya AIDS


Ada 2 cara pencegahan AIDS yaitu jangka pendek dan jangka panjang :
a. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek
Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan informasi kepada kelompok
resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah
pencegahannya.
Ada 3 pola penyebaran virus HIV :
1. Melalui hubungan seksual
2. Melaui darah
3. Melaui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya

Pencegahan Infeksi HIV Melaui Hubungan Seksual


HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan dalam penularan AIDS
adalah mani, cairan vagina dan darah.
HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria.
Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka upaya pencegahan adalah
dengan cara :
 Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak mungkin
dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.
 Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi
HIV (homogami).
 Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.
 Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS.
 Tidak melakukan hubungan anogenital.
 Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi
tertular AIDS dan pengidap HIV.

Pencegahan Infeksi HIV Melalui Darah


Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:
 Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan memeriksa darah
donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab memerlukan biaya yang tingi serta peralatan
canggih karena prevalensi HIV di Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan
uji petik.
 Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor darah. Apabila
terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi kode etik, maka darah yang dicurigai harus di
buang.
 Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap kali habis dipakai.
 Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus disterillisasikan secara baku.
 Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan penyuntikan obat ke dalam
badannya serta menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik bersama.
 Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)
 Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.

Pencegahan Infeksi HIV Melalui Ibu


Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada janinnya. Penularan dapat
terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan.
Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan agar ibu yang terinfeksi
HIV tidak hamil.
b. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang
Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya AIDS adalah merubah
sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang meningkatkan norma-norma agama maupun sosial
sehingga masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab.
Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah :
 Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.
 Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV
(monogamy).
 Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila.
 Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu mitra seksual.
 Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.
 Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
 Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS.
 Tidak melakukan hubungan anogenital.
 Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual.

11. Komplikasi AIDS


Pada penyakit ini, penderita lebih mudah menerima atau menderita hal-hal seperti dibawah ini:
Candiasis
Herpes
Hepatitis
Keganasan sarkoma capusi

KESIMPULAN
Penyebab utama dari gejala yang timbul pada kasus tersebut adalah imunodefiensi. Imunodefisiensi
merupakan suatu keadaan di mana sistem kekebalan tubuh tidak memiliki kemampuan untuk melawan
penyakit infeksi.
Imunodefisiensi terbagi atas dua yaitu imunodefisiensi primer dan imunodefisiensi sekunder. Sesuai
gejala yang ada pada kasus tersebut, maka dapat diketahui bahwa kasus tersebut termasuk ke dalam
imunodefisiensi sekunder yang dimana penderita terjangkit penyakit HIV-AIDS.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sejenis virus yang tergolong Retrovirus.

Anda mungkin juga menyukai