Anda di halaman 1dari 26

RENCANA KEGIATAN MINGGUAN

LAPORAN INDIVIDU
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners
Departemen Medikal di Ruang Unit Stroke RST. dr Soepraoen

Oleh :
Nadhira Wahyu Lestari
115070205111003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
Rencana Kegiatan Mingguan

(RKM)
Departemen
: Medikal
Wahyu Lestari
Periode
: 14-20 Maret 2016
Ruang
: Unit Stroke

Persepti

Nadhira

Preseptor :

A. Target yang ingin dicapai


Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien cerebral vascular
accident, selama 1 minggu (22-28 Februari 2016):
1. Dapat melakukan pengkajian pada pasien
2. Mampu menganalisis data yang didapat
3. Mampu membuat prioritas masalah pada pasien
4. Mampu menentukan tujuan dan kriteria hasil dari prioritas masalah
5. Mampu membuat rencana intervensi
6. Mampu mengimplementasikan renpra, yaitu:
Membantu mempersiapkan pemeriksaan laboratorium
Melakukan pemeriksaan EKG
Memasang alat monitor jantung
Memasang atau melepas kateter urin
Memasang atau melepas NGT
Melakukan kumbah lambung
Mengidentifikasi hematuria
Melakukan injeksi obat sesuai indikasi
7. Mampu melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan
B. Rencana kegiatan
TIK
1

Jenis Kegiatan
Melakukan pengkajian pada klien
sesuai dengan kasus, meliputi:
- Komunikasi terapeutik
Pengkajian Fisik
Data Penunjang
Menganalisis data dari hasil
pengkajian

Waktu
Hari ke 1

Data dianalisis menjadi


diagnosa keperawatan

Menetapkan diagnosa dan


prioritas masalah keperawatan

Menetapkan tujuan sesuai kriteria


hasil
Memantau kebutuhan cairan
pasien
Melakukan perawatan sesuai
diagnosa pasien
Memberikan obat via IM/IV/SC
Mencari literature untuk membuat
intervensi keperawatan

Hari ke 1-5

Melakukan implementasi

Hari ke 1-6

Mengevaluasi setiap tindakan yang


dilakukan dan evaluasi proses

Hari ke 1-6

Kriteria hasil
BHSP dan data yang
diperoleh dapat mewakili
kondisi klien.

Hari ke 1-6

Diagnosa sesuai dengan


kondisi aktual pasien
Tujuan dan kriteria hasil
yang
sesuai
dengan
kondisi klien

Literatur
memberikan
informasi
intervensi
keperawatan yang tepat
sesuai kondisi klien
Dapat
melakukan
prosedur tindakan sesuai
dengan SOP
Evaluasi
berdasarakan
tujuan dan kriteria hasil

keperawatan secara keseluruhan


Melakukan skill/keterampilan
sebagai berikut:
A. Mengambil darah vena dan arteri
B. Melakukan tes kulit (tes alergi)
C. Melakukan injeksi IV, IM, SC, IC
D. Menghitung balance cairan
E. Melakukan monitoring nutrisi
F. Membantu eliminasi (urin, alvi)
G. Melakukan monitoring nutrisi
H. Memasang atau melepas kateter
Urine
I. Memasang atau melepas NGT
J. Melakukan personal hygiene
K. Mengukur GCS
L. Menghitung MAP,CTR dan GFR

Hari ke 1-6

yang telah ditetapkan


Melakukan
tindakan
sesuai dengan SOP

C. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

D. Evaluasi Diri Praktikan

E. Rencana Tindak Lanjut

Mengetahui,
Preceptor Klinik R. Unit Stroke
RST Supraoen

(.........................................)

Malang, 15 Maret 2016


Mahasiswa

(............................................)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN


ASUHAN KEPERAWATAN
Cerebral Vascular Accident (CVA)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners
Departemen Emergency di IGD RS dr. ISKAK Tulungagung

OLEH :
NADHIRA WAHYU LESTARI
115070205111003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Cerebral Vascular Accident (CVA)

Oleh :
Nadhira Wahyu Lestari
NIM. 115070205111003

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari
:
Tanggal
:

Pembimbing Akademik

Pembimbing Klinik

( )

( )

PEMBAHASAN
I. DEFINISI
Cerebrovascular accident (CVA) atau stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan
peredaran darah otak. Menurut WHO, stroke adalah tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin
lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.
Penurunan aliran darah ini menyebabkaniskemia. Stroke trombotik terjadi
dari cedera pada dinding pembuluh darah dan pembentukan bekuan

darah. Lumen pembuluh darah menjadi menyempit dan, jika itu menjadi
tersumbat, infark terjadi. Trombosis mudah berkembang di mana plak
aterosklerotik telah menyempitkan pembuluh darah. Stroke trombotik,
yang merupakan hasil dari trombosis atau penyempitan pembuluh darah,
adalah penyebab paling umum dari stroke, terhitung sekitar 60% dari
stroke. Dua pertiga dari stroke trombotik berhubungan dengan hipertensi
atau diabetes mellitus, yang keduanya mempercepat aterosklerosis.
Dalam 30% - 50% dari individu, stroke trombotik didahului oleh TIA.
Luasnya stroke tergantung pada kecepatan onset, ukuran daerah
yang rusak, dan adanya sirkulasi kolateral. Kebanyakan pasien stroke
iskemik tidak memiliki tingkat penurunan Kesadaran dalam 24 jam
pertama, kecuali itu adalah karena stroke batang otak atau kondisi lain
seperti kejang, peningkatan ICP, atau perdarahan. Gejala stroke iskemik
dapat berlanjut dalam 72 jam pertama sebagai infark dan peningkatan
edema serebral (Lewis dkk., 2013).
II. KLASIFIKASI
Secara patologi, stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik.
Stroke Iskemik (Stroke yang terjadi ketika pembuluh darah ke otak
mengalami penyumbatan).
Penyebab terjadinya penyumbatan dapat terjadi karena thrombus (bekuan
darah di arteri serebril. Misal: atherosklerosis) atau embolus (bekuan
darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh).
Berdasarkan waktunya, stroke iskemik dibedakan menjadi :
a) Transient Ischaemic Attack (TIA) Gangguan fungsi otak singkat yang
reversibel akibat hipoksia serebral.
Defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30 menit.
b) Reversible Ischaemic Neurogical Deficit (RIND)
Defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu.
Sedangkan, berdasarkan penyebabnya, stroke iskemik dibedakan
menjadi :
a) Stroke Trombotik
Terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena atherosclerosis
berat. Seringkali, individu mengalami satu/lebih serangan iskemik
sementara (TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi. TIA
mungkin terjadi ketika pembuluh darah atherosklerotik mengalami
spasme, atau saat kebutuhan O2 otak meningkat dan kebutuhan ini
tidak dapat dipenuhi.
Stroke trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam. Selama
periode perkembangan stroke, individu dikatakan mengalami stroke in
evolution. Pada akhir periode tersebut, individu dikatakan mengalami
stroke lengkap (completed stroke).
Ada dua jenis stroke trombotik :
1) Trombosis pembuluh darah besar (large vessel thrombosis), bentuk
paling umum dari stroke trombotik, terjadi di arteri besar otak
(termasuk sistem arteri karotis). Dampak dan kerusakan cenderung
diperbesar karena semua pembuluh darah kecil yang disuplai arteri
telah dicabut dari darah. Dalam kebanyakan kasus, trombosis
pembuluh besar disebabkan oleh kombinasi dari penumpukan plak

jangka panjang (aterosklerosis) diikuti oleh pembentukan gumpalan


darah yang cepat. Kolesterol tinggi merupakan faktor risiko umum
untuk jenis stroke.
2) Trombosis pembuluh darah kecil (infark lacunar) terjadi ketika aliran
darah tersumbat untuk pembuluh darah arteri kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Ini telah dikaitkan dengan
tekanan darah tinggi (hipertensi) dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
b) Stroke Embolik
Berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk di luar
otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke: jantung
setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang
merusak arteri karotis komunis atau aorta.
Stroke Hemoragik (Stroke yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
yang menuju ke otak).
o Perdarahan Intraserebral (pada jaringan otak)
a) Primer (80-85%) karena hipertensi tak terkendali.
b) Sekunder (15-20%) karena kelainan pembuluh darah (aneurisma
atau malformasi arteriovenosa), penggunaan anti koagulan,
penyakit hati, dan penyakit sistem darah (Leukimia).
o Perdarahan Subarachnoid (di bawah jaringan pembungkus otak)
(Corwin, 2009; Dewanto dkk., 2009; Muttaqin, 2008; Pinzon & Asanti, 2010)

III. ETIOLOGI
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah
thrombosis.Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
1. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
a. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
d. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri )
IV. FAKTOR RESIKO
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya. Faktor
risiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi
dengan perubahan gaya hidup atau secara medic. Menurut Sacco 1997,
Goldstein 2001, faktor-faktor risiko pada stroke adalah :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati. Insidensi
stroke bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang
bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik
pada stroke iskemik, perdarahan intrakranial maupun perdarahan
subarachnoid.
2. Penyakit jantung

Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,


aritmia jantung dan atrium fibrilasi merupakan faktor risiko stroke.
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Resiko pada wanita
lebih besar daripada pria. Bila disertai hipertensi, risiko menjadi lebih
besar.
4. Viskositas darah
Meningkatnya viskositas darah baik karena meningkatnya hematokrit
maupun fibrinogen akan meningkatkan risiko stroke.
5. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Trancient Ischemic Attack)
50% stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke atau
TIA. Beberapa laporan menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA kemungkinan
akan mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala lanjutan dan 1/3 akan
mengalami stroke.
6. Peningkatan kadar lemak darah
Ada hubungan positif antara meningkatnya kadar lipid plasma dan
lipoprotein dengan aterosklerosis serebrovaskular; ada hubungan positif
antara kadar kolesterol total dan trigliserida dengan risiko stroke; dan ada
hubungan negatif antara menigkatnya HDL dengan risiko stroke.
7. Merokok; Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah
rokok yang dihisap per hari.
8. Obesitas
Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa.
Obesitas tanpa hipertensi dan DM bukan merupakan faktor risiko stroke
yang bermakna.
9. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga
Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan lemak.
Timbunan lemak yang berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin
sehingga akan menjadi diabetes dan disfungsi endote.
10.Usia tua
Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua usia,
pembuluh darah makin tidak elastis. Apabila pembuluh darah kehilangan
elastisitasnya, akan lebih mudah mengalami aterosklerosis.
11.
Jenis kelamin (pria > wanita), Ras (kulit hitam > kulit putih)
V. PATOFISIOLOGI (terlampir)
VI. MANIFESTASI KLINIS
Berikut adalah gejala penyakit stroke :
Rasa lemas secara tiba-tiba pada wajah, lengan, atau kaki, seringkali
terjadi pada salah satu sisi tubuh.
Mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh.
Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan.
Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata.
Kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan.
Sakit kepala parah tanpa penyebab jelas, dan hilang kesadaran atau
pingsan.
(Kemenkes RI, 2014)

Berikut adalah tabel perbedaan stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik


(Muttaqin, 2008) :

VII. KOMPLIKASI
Sebuah stroke kadang-kadang dapat menyebabkan cacat sementara atau
permanen, tergantung pada berapa lama otak kekurangan aliran darah dan
bagian mana yang terpengaruh. Komplikasi dapat mencakup :
a. Kelumpuhan atau hilangnya gerakan otot
Penderita mungkin menjadi lumpuh di satu sisi tubuh, atau kehilangan
kontrol otot tertentu, seperti yang di satu sisi wajah atau satu lengan.
Terapi fisik dapat membantu penderita kembali ke aktivitas yang
terhambat oleh kelumpuhan, seperti berjalan, makan dan berpakaian.
b. Kesulitan berbicara atau menelan
Stroke dapat menyebabkan penderita memiliki sedikit kontrol atas kerja
otot mulut dan tenggorokan untuk bergerak, sehingga sulit untuk
berbicara dengan jelas (dysarthria), menelan atau makan (disfagia).
Penderita juga mungkin mengalami kesulitan dengan bahasa (aphasia),
termasuk berbicara, membaca atau menulis. Terapi dengan bicara dan
bahasa patolog dapat membantu.
c. Kehilangan memori atau kesulitan berpikir
Banyak orang yang telah mengalami stroke mengalami beberapa
kehilangan memori. Mungkin memiliki kesulitan dalam berpikir, membuat
penilaian, penalaran dan konsep pemahaman.
d. Masalah emosional
Orang-orang yang telah mengalami stroke mungkin memiliki lebih banyak
kesulitan mengendalikan emosi mereka, atau mungkin depresi
meningkat.
e. Rasa sakit
Orang yang mengalami stroke mungkin memiliki rasa sakit, mati rasa
atau sensasi aneh lainnya di bagian tubuh mereka yang terkena stroke.
Sebagai contoh, jika stroke menyebabkan kehilangan rasa di lengan kiri,
penderita dapat merasa kesemutan di lengan itu.
f. Penderita mungkin juga sensitif terhadap perubahan suhu, terutama
dingin yang ekstrim setelah stroke. Komplikasi ini dikenal sebagai nyeri
stroke yang pusat atau sindrom nyeri sentral. Kondisi ini umumnya
berkembang beberapa minggu setelah stroke, dan mungkin meningkat
dari waktu ke waktu. Tetapi karena rasa sakit yang disebabkan oleh
masalah di otak, daripada luka fisik, ada beberapa perawatan.
g. Perubahan perilaku dan kemampuan perawatan diri
Orang-orang yang telah mengalami stroke mungkin menjadi lebih
menarik diri dan kurang sosial atau lebih impulsif. Mereka mungkin
memerlukan bantuan dengan perawatan dan tugas sehari-hari.
(Mayo Clinic, 2015)
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologis
a. CT-Scan
Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan
antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat
ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa
studi terakhir, CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke
iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

2.

Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-Scan. MRI juga


dapat digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak
dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum
dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang
lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang
mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat
dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat
bantu pendengaran.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi
beberapa parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah,
elektrolit, ureum, kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah,
protrombin time (PT) dan activated thromboplastin time (aPTT), kadar
fibrinogen serta D-dimer.
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah
yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang
tinggi menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak.
Trombositemia meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan
terbentuknya trombus. Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya
hipoglikemia dan hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala
neurologis.
Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium,
kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat
menyebabkan depresi susunan saraf pusat.
Analisis gas darah perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab
metabolik, hipoksia dan hiperkapnia.
Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke. PT dan
aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi.
D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.
Angiografi serebri : Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
CT scan : Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark/iskemia, serta posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
MRI (Magnetic Imaging Resonance) : Menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
USG Doppler : Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
system karotis).

EEG : Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap : Mencari kelainan pada darah.
(Muttaqin, 2008)
Pemeriksaan Fisik Neurologis
Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Neurologis
1. Refleks hammer
2. Garputala
3. Kapas dan lidi
4. Penlight atau senter kecil
5. Opthalmoskop
6. Jarum steril
7. Spatel tongue
8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10.Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11.Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula,
atau cuka
12.Baju periksa
13.Sarung tangan
A. Pemeriksaan Saraf Kranial
1. Fungsi saraf kranial I (N. Olfaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup
bersih. Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang
hidung klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata
tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang
hidung yang satunya.
2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum
pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan
jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa
60-100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa
juga menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan
dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar
klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat
benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata
yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat
pertama kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk
melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)
3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan
Abdusen)

a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi


konjungtiva, dan ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan
adanya perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam
posisi cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial
bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk
pemeriksa dengan bolamatanya
4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah
maxilla, mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas.
Minta klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan
kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum
atau peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan
benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat
dilakukan
diketiga area wajah tersebut. Minta klien
menyebabkanutkan area mana yang merasakan sentuhan.
Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan
garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah
wajah tadi dan minta klien mengatakan getaran tersebut terasa
atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien
melihat lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari
samping kea rah mata dan lihat refleks menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan
merapatkan gigi periksa otot maseter dan temporalis kiri dan
kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan
mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam
dan sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa
ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul,
mengangkat kedua alis berbarengan, menggembungkan pipi.
Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian
atas dan bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat dan
coba
untuk
membukanya,
minta
pula
klien
utnuk
menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.
6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran
mengguanakan weber test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta
klien berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh,
lalu observasi adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata

tanpa
mengubah
posisi,
lihat
apakah
klien
dapat
mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum,
normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit
terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang
faring menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an
air sedikit, observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan.
Periksa getaran pita suara saat klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan
kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan
gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta
klien menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan
telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat
bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu
klien dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong
telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan
kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta
klien untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak
tangan pemeriksa, perhatikan kekuatan daya dorong
9. Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah ke kiri dan ke
kanan, observasi kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah
satu pipi dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan
ujung lidah, dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi
kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain
B. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di
corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di
batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower
motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan
pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota
gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai
klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan
oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan
pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.

a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi.
Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat
berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif
dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan
ekstensi extremitas klien.
b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk
menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut
dan sendi pergelangan tangan.
c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan
halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien
secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh pemeriksa.
Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan
penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts (memiliki
nilai 0 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
C. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit
diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat
subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan
perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien
belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien
terhadap beberapa stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan
kepada klien jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan
sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa
terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaanperasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya)
disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai
untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum
pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :

a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.


b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam,
sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.

botol,

dan

D. Pemeriksaan Fungsi Refleks


Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon
menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi
kurang lebih 300. Tendon patella (di tengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa
kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari
pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku),
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila
terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka
akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari
atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak
1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit
meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku
tersebut menyebabkanar keatas sampai otot-otot bahu atau
mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks Achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan di atas
tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal
berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen di atas dan di bawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas
dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski

Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada


penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua
jari kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan
selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan
lain didada klien untuk mencegah badan
tidak terangkat. Kemudian kepala klien
difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I
positif (+) bila kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi
tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi
tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu
dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah
membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas.
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan
rasa
sakit
terhadap
hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
a. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus
corticospinal.
Tampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan
memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons
atau diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki
plantar fleksi.

IX. PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan
penghisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernapasan.
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk
usaha memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai
kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan
latihan-latihan gerak pasif.
2. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial
c. Medikasi
antitrombosit
dapat
diresepkan
karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan
embolisasi.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskular.
3. Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.
X. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
2. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau
bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah,
kesadaran masih baik.
3. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,


anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
4. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
5. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas
c. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d. Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu

Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis


Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan
nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi

B. RENCANA INTERVENSI
No.
1.

2.

Diagnosa
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral

Nyeri

Tujuan dan kriteria hasil


NOC :
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
1. mendemonstrasikan status sirkulasi
yang ditandai dengan :

Tekanan systole
dandiastole dalam rentang yang
diharapkan

Tidak ada
ortostatikhipertensi

Tidk ada tanda


tanda peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg)
2. mendemonstrasikan kemampuan
kognitif yang ditandai dengan:
berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
memproses informasi
membuat keputusan dengan
benar
3. menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan gerakan
involunter
NOC :

Pain Level,

pain control,

comfort level

Intervensi

NIC :
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan intrakranial)
Berikan informasi kepada keluarga
Set alarm
Monitor tekanan perfusi serebral
Catat respon pasien terhadap stimuli
Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas
Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
Monitor intake dan output cairan
Restrain pasien jika perlu
Monitor suhu dan angka WBC
Kolaborasi pemberian antibiotik
Posisikan pasien pada posisi semifowler
Minimalkan stimuli dari lingkungan

Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)


Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
Monitor adanya paretese
Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
Gunakan sarun tangan untuk proteksi
Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi pemberian analgetik
Monitor adanya tromboplebitis
Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
NIC :

A. Pain Management

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal

Hambatan Mobilitas
Fisik

NOC :
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat

durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi


Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

NIC :
Exercise therapy : ambulation

Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
Ajarkan pasien baimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

Bantu untuk mobilisasi (walker)

DAFTAR PUS TAKA


Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dewanto, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC.
Lewis, dkk. 2013. Medical-Surgical Nursing :Assesment and Management of
Clinical Problems. Ed. 9. Missouri : Mosby Elsevier.
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Pengendalian Stroke. Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular.
Mayo

Clinic.

2015.

Stroke.

http://www.mayoclinic.org/diseases-

conditions/stroke/symptoms-causes/dxc-20117265. Diakses tanggal 14


November 2015 pukul 20.16 WIB.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Pinzon, Rizaldy & L. Asanti. 2010. AWAS STROKE! Pengertian, Gejala, Tindakan,
Perawatan dan Pencegahan. Yogyakarta: Andi.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta
Sacco,

dkk.

1997.

Stroke

Risk

Factors.

http://stroke.ahajournals.org/content/28/7/1507.full. Diakses tanggal 15


November 2015 pukul 13.23 WIB.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta

PATOFISIOLOGI

ensi, DM, penyakit jantung, merokok,


Penimbunan
stres,lemak/kolesterol
gaya hidup, obesitas,kolesterol
yang
Lemak
meningkat
yang sudah
dalam
Menjadi
nekrotik
darah
kapur/mengandung
dan berdegenarasi
koleerol dengan infiltrasi limfosit (trombus)
Penyempitan pembuluh darah (oklusi vaskuler)

Aliran darah lambat


aterosklerosis
Pembuluh darah menjadi kaku, lalu pecah

Thrombus cerebral
Stroke non hemoragik

Mengikuti aliran darah


Stroke hemoragik
Kompresi jaringan otak

turbulensi
Eritrosit bergumpal
Endotil rusak

Emboli
Herniasi

Cairan plasma hilang

Proses metabolisme dalam otak terganggu

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral


Edema serebral
Penurunan suplai darah dan oksigen ke otak
(Assesoris)
TIK Disfungsi N.XINyeri

Kerusakan
Arteri vertebro
neurocerebrospinal,
basilaris
Kerusakan
N. VII neurologis,
(Fasialis), N.defisit
IX (Glossofaringeus),
N. I (Olfaktorius),N.N.II
XII Optikus),
(Hipoglosus)
N. fungsi
IV ((Troklearis),
N. X (Vagua),
N. XIIN.IX
(Hipoglosus)
(glossofaringeus) Arteri cerebri media
Disfungsi N.XI (Assesoris)

Proses menelan tidak efektif

Kontrol otot fasial, oral menjadi lemah


fungsi motorik, anggota gerak muskuloskeletalPerubahan ketajaman sensori penghidung,penglihatan dan pengecap
refluks
Kerusakan berbicara, artikular, tidak dapat berbicara (disartria)
Kelemahan pada 1/ ke-4 anggota gerak

Disfagia anoreksia

fungsi motorik, anggota gerak muskuloske

Kegagalan menggerakkan anggota tubu

Ketidakmampuan menghidung, melihat, mengecap


Hambatan Komunikasi Verbal
Hambatan Mobilitas Fisik

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh
Defisit
perawatan diri

Gangguan perubahan persepsi sensori

Anda mungkin juga menyukai