LAPORAN INDIVIDU
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners
Departemen Medikal di Ruang Unit Stroke RST. dr Soepraoen
Oleh :
Nadhira Wahyu Lestari
115070205111003
(RKM)
Departemen
: Medikal
Wahyu Lestari
Periode
: 14-20 Maret 2016
Ruang
: Unit Stroke
Persepti
Nadhira
Preseptor :
Jenis Kegiatan
Melakukan pengkajian pada klien
sesuai dengan kasus, meliputi:
- Komunikasi terapeutik
Pengkajian Fisik
Data Penunjang
Menganalisis data dari hasil
pengkajian
Waktu
Hari ke 1
Hari ke 1-5
Melakukan implementasi
Hari ke 1-6
Hari ke 1-6
Kriteria hasil
BHSP dan data yang
diperoleh dapat mewakili
kondisi klien.
Hari ke 1-6
Literatur
memberikan
informasi
intervensi
keperawatan yang tepat
sesuai kondisi klien
Dapat
melakukan
prosedur tindakan sesuai
dengan SOP
Evaluasi
berdasarakan
tujuan dan kriteria hasil
Hari ke 1-6
Mengetahui,
Preceptor Klinik R. Unit Stroke
RST Supraoen
(.........................................)
(............................................)
OLEH :
NADHIRA WAHYU LESTARI
115070205111003
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
Oleh :
Nadhira Wahyu Lestari
NIM. 115070205111003
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
( )
( )
PEMBAHASAN
I. DEFINISI
Cerebrovascular accident (CVA) atau stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan
peredaran darah otak. Menurut WHO, stroke adalah tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin
lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.
Penurunan aliran darah ini menyebabkaniskemia. Stroke trombotik terjadi
dari cedera pada dinding pembuluh darah dan pembentukan bekuan
darah. Lumen pembuluh darah menjadi menyempit dan, jika itu menjadi
tersumbat, infark terjadi. Trombosis mudah berkembang di mana plak
aterosklerotik telah menyempitkan pembuluh darah. Stroke trombotik,
yang merupakan hasil dari trombosis atau penyempitan pembuluh darah,
adalah penyebab paling umum dari stroke, terhitung sekitar 60% dari
stroke. Dua pertiga dari stroke trombotik berhubungan dengan hipertensi
atau diabetes mellitus, yang keduanya mempercepat aterosklerosis.
Dalam 30% - 50% dari individu, stroke trombotik didahului oleh TIA.
Luasnya stroke tergantung pada kecepatan onset, ukuran daerah
yang rusak, dan adanya sirkulasi kolateral. Kebanyakan pasien stroke
iskemik tidak memiliki tingkat penurunan Kesadaran dalam 24 jam
pertama, kecuali itu adalah karena stroke batang otak atau kondisi lain
seperti kejang, peningkatan ICP, atau perdarahan. Gejala stroke iskemik
dapat berlanjut dalam 72 jam pertama sebagai infark dan peningkatan
edema serebral (Lewis dkk., 2013).
II. KLASIFIKASI
Secara patologi, stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik.
Stroke Iskemik (Stroke yang terjadi ketika pembuluh darah ke otak
mengalami penyumbatan).
Penyebab terjadinya penyumbatan dapat terjadi karena thrombus (bekuan
darah di arteri serebril. Misal: atherosklerosis) atau embolus (bekuan
darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh).
Berdasarkan waktunya, stroke iskemik dibedakan menjadi :
a) Transient Ischaemic Attack (TIA) Gangguan fungsi otak singkat yang
reversibel akibat hipoksia serebral.
Defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30 menit.
b) Reversible Ischaemic Neurogical Deficit (RIND)
Defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu.
Sedangkan, berdasarkan penyebabnya, stroke iskemik dibedakan
menjadi :
a) Stroke Trombotik
Terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena atherosclerosis
berat. Seringkali, individu mengalami satu/lebih serangan iskemik
sementara (TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi. TIA
mungkin terjadi ketika pembuluh darah atherosklerotik mengalami
spasme, atau saat kebutuhan O2 otak meningkat dan kebutuhan ini
tidak dapat dipenuhi.
Stroke trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam. Selama
periode perkembangan stroke, individu dikatakan mengalami stroke in
evolution. Pada akhir periode tersebut, individu dikatakan mengalami
stroke lengkap (completed stroke).
Ada dua jenis stroke trombotik :
1) Trombosis pembuluh darah besar (large vessel thrombosis), bentuk
paling umum dari stroke trombotik, terjadi di arteri besar otak
(termasuk sistem arteri karotis). Dampak dan kerusakan cenderung
diperbesar karena semua pembuluh darah kecil yang disuplai arteri
telah dicabut dari darah. Dalam kebanyakan kasus, trombosis
pembuluh besar disebabkan oleh kombinasi dari penumpukan plak
III. ETIOLOGI
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah
thrombosis.Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
1. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
a. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
d. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri )
IV. FAKTOR RESIKO
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya. Faktor
risiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi
dengan perubahan gaya hidup atau secara medic. Menurut Sacco 1997,
Goldstein 2001, faktor-faktor risiko pada stroke adalah :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati. Insidensi
stroke bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang
bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik
pada stroke iskemik, perdarahan intrakranial maupun perdarahan
subarachnoid.
2. Penyakit jantung
VII. KOMPLIKASI
Sebuah stroke kadang-kadang dapat menyebabkan cacat sementara atau
permanen, tergantung pada berapa lama otak kekurangan aliran darah dan
bagian mana yang terpengaruh. Komplikasi dapat mencakup :
a. Kelumpuhan atau hilangnya gerakan otot
Penderita mungkin menjadi lumpuh di satu sisi tubuh, atau kehilangan
kontrol otot tertentu, seperti yang di satu sisi wajah atau satu lengan.
Terapi fisik dapat membantu penderita kembali ke aktivitas yang
terhambat oleh kelumpuhan, seperti berjalan, makan dan berpakaian.
b. Kesulitan berbicara atau menelan
Stroke dapat menyebabkan penderita memiliki sedikit kontrol atas kerja
otot mulut dan tenggorokan untuk bergerak, sehingga sulit untuk
berbicara dengan jelas (dysarthria), menelan atau makan (disfagia).
Penderita juga mungkin mengalami kesulitan dengan bahasa (aphasia),
termasuk berbicara, membaca atau menulis. Terapi dengan bicara dan
bahasa patolog dapat membantu.
c. Kehilangan memori atau kesulitan berpikir
Banyak orang yang telah mengalami stroke mengalami beberapa
kehilangan memori. Mungkin memiliki kesulitan dalam berpikir, membuat
penilaian, penalaran dan konsep pemahaman.
d. Masalah emosional
Orang-orang yang telah mengalami stroke mungkin memiliki lebih banyak
kesulitan mengendalikan emosi mereka, atau mungkin depresi
meningkat.
e. Rasa sakit
Orang yang mengalami stroke mungkin memiliki rasa sakit, mati rasa
atau sensasi aneh lainnya di bagian tubuh mereka yang terkena stroke.
Sebagai contoh, jika stroke menyebabkan kehilangan rasa di lengan kiri,
penderita dapat merasa kesemutan di lengan itu.
f. Penderita mungkin juga sensitif terhadap perubahan suhu, terutama
dingin yang ekstrim setelah stroke. Komplikasi ini dikenal sebagai nyeri
stroke yang pusat atau sindrom nyeri sentral. Kondisi ini umumnya
berkembang beberapa minggu setelah stroke, dan mungkin meningkat
dari waktu ke waktu. Tetapi karena rasa sakit yang disebabkan oleh
masalah di otak, daripada luka fisik, ada beberapa perawatan.
g. Perubahan perilaku dan kemampuan perawatan diri
Orang-orang yang telah mengalami stroke mungkin menjadi lebih
menarik diri dan kurang sosial atau lebih impulsif. Mereka mungkin
memerlukan bantuan dengan perawatan dan tugas sehari-hari.
(Mayo Clinic, 2015)
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologis
a. CT-Scan
Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan
antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat
ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa
studi terakhir, CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke
iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
2.
EEG : Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap : Mencari kelainan pada darah.
(Muttaqin, 2008)
Pemeriksaan Fisik Neurologis
Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Neurologis
1. Refleks hammer
2. Garputala
3. Kapas dan lidi
4. Penlight atau senter kecil
5. Opthalmoskop
6. Jarum steril
7. Spatel tongue
8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10.Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11.Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula,
atau cuka
12.Baju periksa
13.Sarung tangan
A. Pemeriksaan Saraf Kranial
1. Fungsi saraf kranial I (N. Olfaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup
bersih. Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang
hidung klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata
tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang
hidung yang satunya.
2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum
pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan
jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa
60-100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa
juga menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan
dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar
klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat
benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata
yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat
pertama kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk
melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)
3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan
Abdusen)
tanpa
mengubah
posisi,
lihat
apakah
klien
dapat
mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum,
normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit
terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang
faring menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an
air sedikit, observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan.
Periksa getaran pita suara saat klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan
kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan
gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta
klien menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan
telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat
bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu
klien dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong
telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan
kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta
klien untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak
tangan pemeriksa, perhatikan kekuatan daya dorong
9. Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah ke kiri dan ke
kanan, observasi kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah
satu pipi dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan
ujung lidah, dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi
kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain
B. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di
corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di
batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower
motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan
pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota
gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai
klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan
oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan
pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi.
Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat
berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif
dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan
ekstensi extremitas klien.
b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk
menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut
dan sendi pergelangan tangan.
c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan
halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien
secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh pemeriksa.
Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan
penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts (memiliki
nilai 0 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
C. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit
diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat
subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan
perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien
belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien
terhadap beberapa stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan
kepada klien jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan
sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa
terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaanperasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya)
disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai
untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum
pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
botol,
dan
B. RENCANA INTERVENSI
No.
1.
2.
Diagnosa
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
Nyeri
Tekanan systole
dandiastole dalam rentang yang
diharapkan
Tidak ada
ortostatikhipertensi
Pain Level,
pain control,
comfort level
Intervensi
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan intrakranial)
Berikan informasi kepada keluarga
Set alarm
Monitor tekanan perfusi serebral
Catat respon pasien terhadap stimuli
Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas
Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
Monitor intake dan output cairan
Restrain pasien jika perlu
Monitor suhu dan angka WBC
Kolaborasi pemberian antibiotik
Posisikan pasien pada posisi semifowler
Minimalkan stimuli dari lingkungan
A. Pain Management
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Hambatan Mobilitas
Fisik
NOC :
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
Ajarkan pasien baimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Clinic.
2015.
Stroke.
http://www.mayoclinic.org/diseases-
dkk.
1997.
Stroke
Risk
Factors.
PATOFISIOLOGI
Thrombus cerebral
Stroke non hemoragik
turbulensi
Eritrosit bergumpal
Endotil rusak
Emboli
Herniasi
Kerusakan
Arteri vertebro
neurocerebrospinal,
basilaris
Kerusakan
N. VII neurologis,
(Fasialis), N.defisit
IX (Glossofaringeus),
N. I (Olfaktorius),N.N.II
XII Optikus),
(Hipoglosus)
N. fungsi
IV ((Troklearis),
N. X (Vagua),
N. XIIN.IX
(Hipoglosus)
(glossofaringeus) Arteri cerebri media
Disfungsi N.XI (Assesoris)
Disfagia anoreksia